BAB III
-
Upload
pratiwi-andini-dauani -
Category
Documents
-
view
15 -
download
2
Transcript of BAB III
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Minyak Atsiri (Essential Oil)
Minyak atsiri didefinisikan sebagai produk hasil penyulingan dengan
uap dari bagian-bagian suatu tumbuhan. Minyak atsiri dapat mengandung
puluhan atau ratusan bahan campuran yang mudah menguap (volatile) dan
bahan campuran yang tidak mudah menguap (non-volatile), yang merupakan
penyebab karakteristik aroma dan rasanya (Mac Tavish dan D. Haris, 2002).
Menurut Armando (2009), minyak atsiri adalah zat cair yang mudah menguap
bercampur dengan persenyawaan padat yang berbeda dalam hal komposisi
dan titik cairnya, kelarutan dalam pelarut organik, dan kelarutan air. Menurut
Sastrohamidjojo (2004), bahwa minyak atsiri dapat diperoleh dari bagian
tanaman, akar, kulit, batang, daun, buah, biji maupun dari bunga.
Kata essential oil diambil dari kata quintessence, yang berarti bagian
penting atau perwujudan murni dari suatu material, dan pada konteks ini
ditujukan pada aroma atau essence yang dikeluarkan oleh beberapa tumbuhan
(misalnya rempah-rempah, daun-daunan dan bunga) ( Nugraha, 2008).
Kata volatile oil adalah istilah kata yang lebih jelas dan akurat secara
teknis untuk mendeskripsikan essential oil, dengan pengertian bahwa volatile
oil yang secara harfiah berarti minyak terbang atau minyak yang menguap,
dapat dilepaskan dari bahannya dengan bantuan dididihkan dalam air atau
dengan mentransmisikan uap melalui minyak yang terdapat di dalam bahan
bakunya (Green, 2002).
Secara umum pembuatan minyak atsiri yang biasa dilakukan adalah
penyulingan. Penyulingan merupakan proses pemisahan komponen berupa
cairan atau padatan dari dua macam campuran atau lebih berdasarkan
perbedaan titik uapnya. Metode penyulingan biasanya dilakukan terhadap
minyak atsiri yang tidak larut dalam air (Armando, 2009). Salah satu cara
untuk memperoleh minyak atsiri yaitu dengan proses penyulingan. Proses
penyulingan tersebut dikenal tiga macam metode, yaitu : 1. Penyulingan
6
dengan air (water distillation), 2. Penyulingan dengan air dan uap (water and
steam distillation), 3. Penyulingan dengan uap (steam distillation) (Armando
2009).
3.2. Kayu Putih
1.2.1. Pengertian Kayu Putih
Menurut Susanto (2003), sistematika tanaman kayu putih (M.
leucadendron Linn.) memiliki susunan klasifikasi sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Subkelas : Archichlamideae
Ordo : Myrtales
Famili : Myrtaceae
Genus : Melaleuca
Spesies : Melaleuca leucadendron Linn.
Gambar 1. Daun Kayu Putih
7
Tumbuhan kayu putih (Melaleuca leucadendron (L). L) merupakan
tumbuhan perdu yang mempunyai batang pohon kecil dengan banyak anak
cabang yang menggantung ke bawah. Daunnya berbentuk lancip dengan
tulang daun yang sejajar. Keistimewaan tanaman ini adalah mampu
bertahan hidup di tempat kering, di tanah yang berair atau di daerah yang
banyak memperoleh guncangan angin atau sentuhan air laut (Lutony,
1994).
Bagian yang paling berharga dari tanaman kayu putih untuk
keperluan produksi minyak atsiri adalah daunnya. Daun kayu putih yang
akan disuling minyaknya mulai bias dipangkas atau dipungut setelah
berumur lima tahun. Seterusnya dapat dilakukan setiap enam bulan sekali.
1.2.2. Manfaat Kayu Putih
Kayu putih merupakan tanaman yang mempunyai manfaat
beragam. Daun kayu putih digunakan untuk mengurangi rasa sakit atau
pembengkakan akibat gigitan serangga (Khabibi, 2011). Selain itu, kayu
putih juga merupakan salah satu jenis tanaman penghasil minyak atsiri.
Minyak atsiri dari tanaman kayu putih dapat diperoleh dari penyulingan
daun kayu putih yang biasa dikenal dengan minyak kayu putih (cajeput
oil).
Minyak kayu putih ini memiliki banyak manfaat, minyak kayu
putih yang dihasilkan dari penyulingan daun kayu putih berkhasiat sebagai
obat gosok kulit, insektisida dan bahan aroma terapi. Aroma dari minyak
kayu putih yang sangat khas dan minyak ini memberikan rasa yang hangat
jika dioleskan pada kulit. Minyak kayu putih memiliki banyak manfaat
sebagai obat gosok untuk mengurangi pembengkakan maupun rasa gatal
karena gigitan serangga, sakit gigi, sakit kepala, pegal-pegal, otot kram,
reumatik, sakit persendian, perut kembung, luka memar, hingga untuk
campuran obat batuk.
Sebagai obat dalam (internal), minyak kayu putih digunakan hanya
dalam dosis kecil dan berkhasiat untuk mengobati rhinitis (radang selaput
8
lendir hidung), dan berfungsi sebagai anthelmintic terutama efektif
mengobati demam. Minyak kayu putih juga berfungsi sebagai ekspektoran
dalam kasus laryngitis dan bronchitis, dan jika diteteskan ke dalam gigi
mengurangi rasa sakit gigi. Minyak kayu putih juga sangat efektif
digunakan sebagai insektisida. Kutu pada anjing dan kucing akan mati jika
diolesi minyak kayu putih. Juga dapat digunakan sebagai pembasmi kutu
busuk dan berbagai jenis serangga (Lutony, 1994).
1.2.3. Proses Pengolahan Minyak Kayu Putih
Minyak kayu putih dapat diperoleh dengan cara penyulingan dari
daunnya. Penyulingan daun kayu putih untuk mendapatkan minyak kayu
putih menggunakan prinsip yang didasarkan kepada sifat minyak atsiri
yang dapat menguap jika dialiri dengan uap air panas. Uap yang dialirkan
akan membawa minyak atsiri yang ada di daun kayu putih dan ketika uap
tersebut bersentuhan dengan media yang dingin maka akan terjadi
perubahan menjadi embun sehingga akan diperoleh air dan minyak dalam
keadaan terpisah (Sumadiwangsa dan Silitonga, 1977).
Cara penyulingan dengan menggunakan uap langsung banyak
dilakukan di pabrik minyak kayu putih. Pada penyulingan dengan cara
menggunakan uap langsung terjadi proses pengangkutan minyak atsiri dari
dalam bahan bersamaan dengan uap panas yang ditiupkan secara langsung.
Uap yang digunakan merupakan uap jenuh atau uap berlebih panas dan
sebaiknya dimulai dengan tekanan uap yang rendah (kurang dari 1 atm),
kemudian secara berangsur-angsur tekanan uap dinaikkan menjadi kurang
lebih 3 atm. Jika permulaan penyulingan dilakukan pada tekanan tinggi,
maka komponen kimia dalam minyak akan mengalami dekomposisi
(Armando, 2009). Uap panas yang dihasilkan dari boiler dialirkan melalui
pipa uap melingkar yang berpori yang terletak di bawah bahan dan uap
bergerak ke atas melalui bahan yang terletak di atas saringan di dalam
tangki atau ketel penyulingan. Jika minyak dalam bahan dianggap sudah
habis tersuling, maka tekanan uap perlu diperbesar lagi yang bertujuan
9
untuk menyuling komponen kimia yang bertitik didih tinggi (Armando,
2009).
1.2.4. Mutu Minyak Kayu Putih
Standar mutu minyak kayu putih berdasarkan PT Toya Konsep
Alam adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Spesifikasi Minyak Kayu Putih
Parameter Spesifikasi
Appearance (Penampakan) Colorless to greenish yellow liquid
Odor (Aroma) Champor odor, pungent, strong
Solubility (Kelarutan) Slightly soluble in water, miscible
with alcohol
Specific Gravity at 250C 0,9050 – 0,9250
Refractive Index at 200C 1,4400 – 1,4710
Optical Rotation at 200C (-) 4.0 – (+) 6.0
1.2.5. Kandungan Kimia
Umumnya minyak atsiri dari jenis atau varietas tumbuhan yang
berbeda juga memiliki kandungan kimia yang berbeda. Kandungan kimia
dari minyak kayu putih yang dihasilkan dari tumbuhan Melaleuca
leucadendron (L). L. dapat dilihat pada tabel berikut:
Table 2. Kandungan Kimia Minyak Kayu Putih
Komponen Kimia Kadar (%)
β - pinena 1,21
Sineol 60,03
Terpinolena 0,47
4, 11, 11, -tetrametil – 8 metilen 1,44
β linalool 1,59
α terpineol 14,96
Kariofilena 1,26
α kariofilena 0,52
10
Isokariofilena 0,87
Dehidro – 1, 1, 4, 7, - tetrametil elemol 5,32
Sineol merupakan komponen dengan kandungan yang cukup besar
di dalam minyak kayu putih. Sineol merupakan senyawa kimia golongan
ester turunan terpen alkohol yang terdapat dalam minyak kayu putih.
Semakin besar kandungan bahan sineol maka akan semakin baik mutu
minyak kayu putih (Sumadiwangsa et al. dalam Khabibi, 2012).
11