BAB II Tinjauan

23
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Cair Environmental Protection agency 1997 menyebutkan, air limbah (waste water) atau limbah cair adalah air yang membawa bahan padat terlarut atau tersuspensi dari tempat tinggal, kebun, perdagangan, dan industry. Di dalam limbah cair terkandung zat-zat atau senyawa pencemar dengan konsentrasi tertentu yang bila dimasukkan ke badan air dapat mengubah kualitas airnya. Limbah cair mempunyai efek negatif bagi lingkungan karena mengandung zat-zat beracun yang mengganggu keseimbangan lingkungan dan kehidupan makhluk hidup yang terdapat di dalamnya (Sutapa DAI dalam Muhajir, 2013). Sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah cair sebelum di lepas ke lingkungan. Tingkat bahaya keracunan yang ditimbulkan oleh limbah tergantung pada jenis dan karakteristik limbah tersebut.

Transcript of BAB II Tinjauan

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1 Limbah Cair Environmental Protection agency 1997 menyebutkan, air limbah (waste water) atau limbah cair adalah air yang membawa bahan padat terlarut atau tersuspensi dari tempat tinggal, kebun, perdagangan, dan industry. Di dalam limbah cair terkandung zat-zat atau senyawa pencemar dengan konsentrasi tertentu yang bila dimasukkan ke badan air dapat mengubah kualitas airnya. Limbah cair mempunyai efek negatif bagi lingkungan karena mengandung zat-zat beracun yang mengganggu keseimbangan lingkungan dan kehidupan makhluk hidup yang terdapat di dalamnya (Sutapa DAI dalam Muhajir, 2013). Sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah cair sebelum di lepas ke lingkungan. Tingkat bahaya keracunan yang ditimbulkan oleh limbah tergantung pada jenis dan karakteristik limbah tersebut.2.1.1 Limbah Cair rumah sakitLimbah rumah sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan rumah sakit dalam bentuk padat, cair dan gas. Limbah cair rumah sakit adalah seluruh buangan cair yang berasal dari seluruh proses kegiatan rumah sakit yang meliputi limbah domestic cair seperti buangan kamar mandi, dapur, air bekas pencucian pakaian, limbah cair klinis meliputi air buangan bekas cucian luka atau cucian darah, air limbah laboratorium dan lainnya. Limbah Cair Rumah Sakit mengandung berbagai polutan berbahaya, seperti: mikroorganisme patogen (bakteri, virus), residu obat-obatan dan bahan kimia dari laboratorium (antibiotik, fenol, kloroform), timbal (Pb), dan senyawa-senyawa organik (protein, lemak, karbohidrat) (Prayitno dkk, 2013). Air limbah domestic dan klinis umumnya mengandung senyawa organik yang tinggi sehingga dapat langsung diolah dengan proses biologis. Namun untuk limbah cair dari laboratorium, radiologi umumnya mengandung logam-logam berat sehingga bila langsung diolah dengan proses biologis dapat mengganggu mikroorganisme dalam proses pengolahannya. Sehingga air limbah yang berasal dari laboratoriumdan radiologi dipisahkan dan diolah terlebih dahulu secara kimia-fisika sebelum di gabung bersama limbah lainnya untuk diolah dengan proses biologis. Baku mutu air limbah rumah sakit diatur dalam Kep. Men. Neg. LH. RI No.: Kep-58/MENLH/12/1995.Tabel 2.1 Baku Mutu Limbah Cair Kegiatan Rumah Sakit (Kep. Men. Neg. LH. RI No.: Kep-58/MENLH/12/1995.)ParameterKadar Maksimum (mg/L)

FISIKA

Suhu300C

KIMIA

pH6-9

BOD530 mg/L

COD80 mg/L

TSS30 mg/L

NH, Bebas0,1 mg/L

PO2 mg/L

MIKROBIOLOGIK

MPN-Kuman Golongan koli/100mL10,00

RADIOAKTIVITAS

32P7 x 103 Bq/l

35S2 x 103 Bq/l

45Ca3 x 103 Bq/l

53Cr7 x 103 Bq/l

47Ga1 x 103 Bq/l

45Sr4 x 103 Bq/l

90Mo7 x 103 Bq/l

113Sn3 x 103 Bq/l

123I1 x 103 Bq/l

131I7 x 103 Bq/l

192Ir1 x 103 Bq/l

201Tl1 x 103 Bq/l

2.2 Parameter Kualitas Limbah Cair2.2.1 BOD

BakteriO2 dalam airBOD (Biological Oxygen Demand ) didefinisikan sebagai banyaknya oksigen yang diperlukan oleh mikroorganisme untuk memecahkan bahan-bahan organik yang terdapat di dalam air. Uji BOD dilakukan untuk menentukan beban pencemaran limbah dan untuk merancang sistem pengolahan Biologis untuk air yang tercemar. BOD menunjukkan jumlah oksigen yang dikonsumsi oleh mikroba aerob untuk mengoksidasi senyawa organik. Secara tidak langsung, BOD merupakan gambaran kadar bahan organik yang ada dalam air limbah. (Alaerts dan Santika, 1984).Zat OrganikCO2 + H2O + sel-sel bakteri baruBerkurangnya oksigen selama oksidasi sebenarnya selain digunakan untuk mengoksidasi bahan organik, oksigen yang ada juga digunakan dalam proses sintesa sel serta oksidasi sel dari mikroorganisme. Sehingga uji BOD ini tidak dapat digunakan untuk mengukur jumlah bahan-bahan organik yang sebenarnya terdapat di dalam air limbah, tetapi hanya mengukur secara relatif jumlah konsumsi oksigen yang digunakan untuk mengoksidasi bahan organik tersebut.semakin banyak bahan organik maka semakin banyak pula oksigen yang dibutuhkan, akibatnya akan menuju keadaan yang anaerob kemudian akan menyebabkan bau kurang sedap karena timbulnya gas-gas.

BakteriZat OrganikCO2 + H2S + NH3 + sel-sel bakteri baruPengukuran BOD ini dilakukan dengan menginkubasi sampel air pada suhu 200 C selama lima hari. Namun pada Negara yang beriklim tropis temperature yang lebih tinggi dapat digunakan untuk mengurangi biaya inkubasi yang memerlukan unit-unit pemanasan atau pendinginan (BOD pada 300C) sesuai untuk negara-negara yang temperature ambientnya cenderung tinggi. Uji BOD5 hanya dapat mengukur kira-kira 68% dari total BOD (Sasongko, 1990).Uji BOD5 sering dilakukan dengan metode winkler. Prinsip pengukuran dengan metode winkler adalah Natrium hidroksida bereaksi dengan mangan sulfat membentuk endapan putih mangan hidroksida. 2MnSO4 + 2NaOH Mn(OH)2 + Na2SO4 dengan adanya oksigen pada air yang tinggi kadar alkalinya, endapan mangan hidroksida dioksidasi menjadi mangan-oksihidroksida (MnO(OH)2) yang berwarna coklat, dan kadar oksigen dalam larutan itu sebanding dengan intensitas warna coklat yang terbentuk. Pada air yang bersifat sangat asam, ion mangan dibebaskan dan bereaksi dengan ion iodine yang bebas ekuivalen dengan banyaknya oksigen dalam air yang diukur. MnO(OH)2 + 4NaHSO4 + 2KI I2 + MnSO4 + K2SO4 + 2Na2SO4 + 3 H2OBanyaknya kadar iodine dapat diukur secara titrimetri dengan natrium tiosulfat (Suin, 2002).

2.2.2 COD (Chemical Oxygen Demand)COD (Chemical Oxygen Demand) adalah jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengoksidasi zat-zat organik yang ada dalam satu liter sampel air. Dalam hal ini zat-zat organik akan dioksidasi oleh Kalium bikromat menjadi gas CO2 dan H2O serta sejumlah ion krom. Kalium bikromat atau K2Cr2O7 digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent). Sebagian besar zat organik akan teroksidasi oleh K2Cr2O7 dalam keadaan asam yang mendidih optimum, Oksidasi terhadap zat buangan organik akan mengikuti reaksi berikut ini:

Ag2SO4CaHbOc + Cr2O72- + H+ CO2 + H2O + 2Cr3+Penambahan perak sulfat (Ag2SO4) dan pemanasan dilakukan untuk mempercepat reaksi. Namun apabila dalam air limbah diperkirakan mengandung chloride, maka chloride harus dihilangkan dengan menambahkan mercuri sulfat karena dapat mengganggu pengukuran COD dimana chloride akan ikut teroksidasi oleh kalium bichromat sehingga oksigen yang diperlukan pada reaksi tersebut tidak menggambarkan keadaan sebenarnya. Oksidasi chloride oleh kalium bichromat mengikuti reaksi :6Cl- + Cr2O72- + 14H+ 3Cl2 + 2Cr3+ + 7H2OPenambahan merkuri sulfat bertujuan untuk mengikat ion Chlor menjadi merkuri Chlorida.Hg2+ + 2Cl- HgCl2 Untuk memastikan bahwa semua zat organik habis teroksidasi maka K2Cr2O7 yang digunakan haruslah berlebih sehingga sisa K2Cr2O7 dalam larutan digunakan untuk menentukan jumlah oksigen yang terpakai. Sisa K2Cr2O7 tersebut ditentukan melalui titraasi dengan Ferro Ammonium Sulfat (FAS) dengan reaksi sebagai berikut:6Fe2+ + Cr2O72- +14H+ 6Fe3+ + 2Cr3+ +7H2O(Alaerts dan Santika, 1984).Indikator ferroin digunakan untuk menentukan titik akhir titrasi yaitu disaat warna hijau biru larutan berubah menjadi coklat merah. Perubahan warna larutan terjadi karena adanya penambahan electron Fe dari Fe2+ menjadi Fe3+. Makin banyak K2Cr2O7 yang digunakan dalam reaksi oksidasi berarti makin banyak oksigen yang diperlukan. Hal tersebut mengindikasikan bahwa air lingkungan semakin banyak tercemar oleh senyawa-senyawa organik. (wardhana, 2004).2.2.3 Ammonia (NH3)Ammonia (NH3) merupakan senyawa alkali yang berupa gas tidak berwarna dan dapat larut dalam air. Ammonia secara alami terdapat di alam. Ammonia dapat berasal dari reduksi senyawa organik secara mikrobiologis (Hammer,1996). Di udara konsentrasi alami ammonia berkisar antara 1-5 ppb yang kebanyakan terdapat dalam air hujan. Disungai atau perairan konsentrasi ammonia secara alami kurang dari 6 ppm sedangkan dalam tanah antara 1-5 ppm (ATSDR, 2004). Keberadaan amoniak (NH3) dalam limbah cair rumah sakit dapat menyebabkan penurunan kadar oksigen terlarut, sehingga dapat merusak kehidupan dari mikroba limbah cair rumah sakit tersebutDalam larutan air amonia berada dalam bentuk terionisasi (NH4+) maupun tidak terionisasi (NH3). Konsentrasi relatif dari masing-masing jenis tergantung dari beberapa faktor diantaranya pH dan suhu. Sifat racun dari amonia berhubungan dengan konsentrasi dari bentuk tak terionisasi (NH3). Sifat racun dari amonia tak terionisasi ini akan tinggi pada lingkungan dengan suhu yang rendah dan pH tinggi. Sedangkan pada pH yang rendah sebagian besar dari amonia akan terionisasi menjadi ion amonium (NH4+) (Brigden dan Stringer, 2000). Konsentrasi amonia di atas 0,11 mg/L akan menimbulkan resiko gangguan pertumbuhan pada semua spesies ikan laut. Untuk tumbuhan air konsentrasi ammonium pada 25 mikromol per liter menyebabkan spesies Zostera marina mati setelah lima minggu (Brigden dan Stringer, 2000). Beberapa cara yang banyak dilakukan untuk mengolah limbah dengan kandungan ammonia ini adalah dengan nitrifikasi, denitrifikasi, ion exchange dan Stripping (Valupadas, 1999). Nitrifikasi merupakan proses dengan dua tahap reaksi yaitu proses oksidasi ammonia menjadi nitrit dan kemudian menjadi nitrat dengan bantuan bakteri. Kondisi operasi harus aerobik dengan kandungan BOD yang rendah. Proses selanjutnya adalah denitrifikasi yang merupakan konversi nitrat menjadi gas nitrogen dan juga dengan sedikit gas oksida nitrogen. Proses ini menggunakan mikroorganisme fakultatif dan harus tersedia nitrat, serta sumber karbon (BOD) dan dalam kondisi anaerobik.

2.3 Trickling FilterIde memurnikan limbah dengan mengalirkannya di atas batu telah ada selama lebih dari 100 tahun. Metode utama yang digunakan adalah melalui pengembangan biofilm. Biofilm yang paling sering diamati di sungai, adalah sebagai biofilm cokelat atau hijau pada batu yang membuat mereka licin. Ketika air sungai tercemar dengan limbah, maka biofilm menjadi lebih terlihat. Dalam trickling filter, mikroorganisme memetabolisme komponen biodegradable dari pencemar terlarut dalam limbah. Proses ini akan menyediakan sumber karbon dan nutrisi untuk pertumbuhan sel mikroba. Bahan organik dalam air limbah diukur sebagai BOD5. Didalam limbah 40-80% BOD dalam bentuk partikulat dan sisanya merupakan BOD terlarut (Parker et al. 2006). Trickling filter mampu menghilangkan atau menurunkan BOD sebesar 40-70% (Tchobanoglous et al., 2003). Dalam trickling filter mikroorganisme akan membentuk ikatan yang kuat dengan permukaan media (batu atau plastic) kemudian biofilm akan berkembang di permukaan media dengan ketebalan sekitar 2mm. proses penguraian dilakukan melalui molekul molekul organik kecil akan berdifusi kedalam sel mikroorganisme (mikroba) dalam biofilm, molekul organik tersebut akan menyuplai karbon dan nutrisi untuk pertumbuhan sel mikroba. Sedangkan untuk molekul yang berukuran besar serta BOD dalam bentuk partikulat, partikel tersebut harus terjebak dahulu di dalam biofilm sehingga dapat terdegradasi menjadi molekul-molekul yang lebih kecil dan mampu berdifusi kedalam sel mikroba. Molekul molekul besar dapat melekat dalam biofilm dibantu oleh lem yaitu extracellular polymeric substances (EPS) yang di seksresikan oleh sel-sel mikroba (Boltz et al 2006). Proses sintesis EPS ini membutuhkan oksigen yang tinggi sehingga EPS akan banyak berada dipermukaan luar biofilm dimana konsentrasi oksigen tertinggi berada.Ikatan enzim pada sel-sel mikroorganisme dalam EPS akan memecah partikel-partikel besar menjadi lebih kecil sampai partikel tersebut mampu berdifusi melewati membrane sel dengan proses hidrolisis (confer dan logan, 1998). Misalnya seperti protein dihidrolisis menjadi polipeptida kemudian menjadi peptide hingga menjadi asam amino yang mampu berdifusi.Setelah molekul berdifusi maka molekul tersebut menjadi bio-transformasi dari senyawa dalam limbah menjadi biomassa mikroorganisme. Selama pertumbuhan sel, difusi oksigen kedalam biofilm akan semakin berkurang sampai pada kondisi anaerob pada permukaan media, sehingga biofilm akan terkelupas dan terbuang bersama effluen dari trickling filter.

2.4 Ekosistem Lahan BasahSistem Lahan Basah Buatan (Constructed Wetlands) merupakan proses pengolahan limbah yang meniru/aplikasi dari proses penjernihan air yang terjadi dilahan basah/rawa (Wetlands), dimana tumbuhan air (Hydrophita) yang tumbuh didaerah tersebut memegang peranan penting dalam proses pemulihan kualitas air limbah secara alamiah (self purification). Menurut Metcalf & Eddy (1993), ekosistem lahan basah adalah Sistem yang termasuk pengolahan alami, dimana terjadi aktivitas pengolahan sedimentasi, filtrasi, transfer gas, adsorpsi, pengolahan kimiawi dan biologis, karena aktivitas mikroorganisme dalam tanah dan aktivitas tanamanKemampuan teknologi ekosistem lahan basah dalam mengolah limbah domestik sama efektifnya dengan teknologi konvensial dengan sistem lumpur aktif. Penelitian yang dilakukan Jewell dalam Khiatuddin (2003) dengan membandingkan teknologi konvensional dan ekosistem lahan basah untuk mengolah air limbah domestic dimana dengan menggunakan sistem lumpur aktif mampu menurunkan BOD hingga 30 mg/L, sedangkan dengan ekosistem lahan basah mampu menurunkan BOD hingga 25 mg/L.Menurut Brix dalam Khiatuddin (2003), menyatakan bahwa dibawah permukaan tanah, akar tumbuhan akuatik mengeluarkan oksigen, sehingga terbentuk zona rizosfer yang kaya akan oksigen diseluruh permukaan rambut akar. Oksigen tersebut mengalir keakar melalui batang setelah berdufusi dari atmosfir melalui pori-pori daun. Pelepasan oksigen oleh akar tanaman air menyebabkan air/tanah disekitar rambut akar memiliki oksigen terlarut yang lebih tinggi dibandingkan dengan air/tanah yang tidak ditumbuhi tanaman air, sehingga memungkinkan organisme mikro pengurai seperti bakteri aerob dapat hidup dalam lingkungan lahan basah yang berkondisi anaerob (Khiatuddin, 2003).

2.4.1 RhizodegradasiTanaman dapat menurunkan kontaminan organik dengan beberapa metode, seperti penyerapan langsung atau pelepasan enzim melalui eksudat tanaman (akar) (yaitu, phytodegradation) dan peningkatan aktivitas rhizomicrobial (yaitu Rhizodegradasi).Rhizodegradasi memanfaatkan aktivitas mikroba yang berada di sekitar akar tanaman yang mampu mendegradasi bahan bahan organik dalam air limbah. Peningkatan jumlah akar tanaman menyebabkan peningkatan aktivitas mikroba sehingga degradasi senyawa organik pada daerah akar tanaman dapat terjadi. Akar tanaman melepaskan karbon organik terlarut dari akar dalam bentuk glukosa, alcohol dan asam yang menjadi substrat penting untuk pertumbuhan mikroba. Jenis tanaman serta mikroba mempengaruhi degradasi senyawa organik di akar tanaman, selain itu pH, salinitas dan jenis limbah juga mempengaruhi degradasi senyawa organik di akar tanaman. Peningkatan degradasi senyawa organik akan berkorelasi positif dengan produksi biomassa. Rhizodegradasi merupakan phytoremediasi yang paling cocok untuk pencemaran yang ada di permukaan dan tanah dangkal yang masih dapat terjangkau oleh sistem perakaran tanaman dimana Rhizodegradasi mampu menurunkan Konsentrasi fenantrena dalam sedimen sebesar 95% dengan kedalaman akar 2,5 cm. (Lippencott, 2005)2.5 Kangkungan (Ipomoea crassicaulis)Ipomoea crassicaulis Rob., kangkung hutan, berhabitat semak dan tinggi dapat mencapai lebih dari 2 meter, tumbuh pada ketinggian sekitar 1-1000 m diatas permukaan laut. Tumbuhan yang berasal dari Amerika Tengah ini, dulunya banyak ditanam sebagai tanaman hias, namun kini telah mengalami naturalisasi dan tumbuh liar di sembarang tempat seperti sepanjang tepi sungai, dipinggiran jalan. Tanaman ini memiliki warna daun hijau, dengan daun berbentuk jantung, ujung runcing, pangkal berlekuk, pertulangan daun menyirip,dan memiliki bunga seperti terompet yang berwarna ungu. Ipomoea crassicaulis berupa semak, menahun, tumbuh tegak atau condong, bergetah putih seperti air susu. Akarnya berkayu, kompak, ulet, percabangan banyak, bentuk kerucut, memanjang ke bawah, warna putih-coklat, panjang 0,15-1,0 m, diameter 1-2,5 cm. Ipomoea crassicaulis akan tumbuh di tanah biasa yang lembab sampai bagian yang kering dalam posisi menghadap matahari dan akan tumbuh lebat di tanah yang berpasir. Tanaman ini dapat diperbanyak dengan cara mengambil sebagian rumpunnya, salah satunya dengan cara stek batang. Adapun taksonomi dari tanaman Ipomoea Crassicaulis adalah sebagai berikut:Kerajaan : plantaeDivisi: SpermathophytaOrdo: TubifloraeFamili: convolvulaceaeGenus: IpomoeaSpesies: Crassicaulis

2.6 Efektivitas dan Kapasitas PengolahanKapasitas pengolahan didefiniskan sebagai suatu kemampuan sistem dalam menurunkan kadar zat pencemar per satuan volume bak (sistem) per satuan waktu. Kapasitas pengolahan dapat diketahui dengan mengukur penurunan kadar pencemar tertentu selama waktu tinggal air limbah pada bak pengolahan dan volume dari bak pengolahan (ekosistem buatan) itu sendiri. Kapasitas pengolahan ditentukan untuk waktu tinggal yang menghasilkan efektivitas tertinggi dalam ekosistem buatan dalam menurunkan kadar pencemar (Sugianthi, 2011).Efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas, dan waktu) yang telah dicapai oleh suatu sistem pengolahan dimana target tersebut telah ditentukan terlebih dahulu. Secara matematis, efektivitas dan kapasitas pengolahan dari ekosistem buatan dalam menurunkan kadar limbah dapat ditulis sebagai berikut:

Keterangan : Qa = Nilai BOD awal; COD awal; Amonia awal(mg/L)Qb = Nilai BOD akhir; COD akhir; Amonia akhir (mg/L)

Keterangan : A= Konsentrasi BOD awal; COD awal; ammonia awal (mg/L) B= Konsentrasi BOD akhir; COD akhir; ammonia akhir (mg/L) (dengan waktu tinggal yang paling efektif)V= Volume ekosistem buatan (m3)tR= Waktu tinggal (jam)