BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PRINSIP … · 2017. 4. 1. · 45 pariwisata, seperti persetujuan...

32
40 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PRINSIP PENYELENGGARAAN KEPARIWISATAAN PADA KEGIATAN INVESTASI DALAM PERSPEKTIF TRI HITA KARANA 2.1. Tinjauan Umum Tentang Kepariwisataan 2.1.1. Pengertian dan Konsep Kepariwisataan Pada dasarnya kata kepariwisataan berasal dari kata pariwisata menjadi kepariwisataan, hal seperti ini sudah menjadi kebiasaan untuk memberikan pengertian yang lebih luas lagi, bagi suatu kata atau pengertian jamaknya. Maka kepariwisataan adalah hal-hal yang berhubungan dengan pariwisata yang dalam bahasa Inggris disebut “tourism”. Istilah “tourism” (kepariwisataan) mencakup orang-orang yang melakukan perjalan pergi dari rumahnya dan perusahaan- perusahaan yang melayani mereka dengan cara mempelancar atau mempermudah perjalan mereka atau membuatnya lebih menyenangkan. 60 Ketentuan internasional yang berlaku secara soft law, prinsip – prinsip pada Pasal 2 angka 1 Kode Etik Kepariwisataan Dunia (Global Code of Ethics for Tourism) menentukan bahwa Kepariwisataan adalah kegiatan yang sering diasosiasikan dengan beristirahat dan bersantai, berolahraga dan berhubungan dengan alam dan budaya, haruslah direncanakan dan diwujudkan sebagai sarana mulia bagi pemenuhan kualitas hidup baik secara perseorangan ataupun secara kolektif; tatkala diwujudkan dengan sikap keterbukaan, maka kepariwisataan 60 Sofjan Jusuf, 1997, Ekonomi Pariwisata, Gramedia Pustaka, Jakarta, h. 4

Transcript of BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PRINSIP … · 2017. 4. 1. · 45 pariwisata, seperti persetujuan...

Page 1: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PRINSIP … · 2017. 4. 1. · 45 pariwisata, seperti persetujuan UNWTO tentang prinsip-prinsip dalam Global Code of Ethics for Tourism (GCET) yang telah

40

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PRINSIP PENYELENGGARAAN

KEPARIWISATAAN PADA KEGIATAN INVESTASI DALAM

PERSPEKTIF TRI HITA KARANA

2.1. Tinjauan Umum Tentang Kepariwisataan

2.1.1. Pengertian dan Konsep Kepariwisataan

Pada dasarnya kata kepariwisataan berasal dari kata pariwisata menjadi

kepariwisataan, hal seperti ini sudah menjadi kebiasaan untuk memberikan

pengertian yang lebih luas lagi, bagi suatu kata atau pengertian jamaknya. Maka

kepariwisataan adalah hal-hal yang berhubungan dengan pariwisata yang dalam

bahasa Inggris disebut “tourism”. Istilah “tourism” (kepariwisataan) mencakup

orang-orang yang melakukan perjalan pergi dari rumahnya dan perusahaan-

perusahaan yang melayani mereka dengan cara mempelancar atau mempermudah

perjalan mereka atau membuatnya lebih menyenangkan.60

Ketentuan internasional yang berlaku secara soft law, prinsip – prinsip

pada Pasal 2 angka 1 Kode Etik Kepariwisataan Dunia (Global Code of Ethics for

Tourism) menentukan bahwa Kepariwisataan adalah kegiatan yang sering

diasosiasikan dengan beristirahat dan bersantai, berolahraga dan berhubungan

dengan alam dan budaya, haruslah direncanakan dan diwujudkan sebagai sarana

mulia bagi pemenuhan kualitas hidup baik secara perseorangan ataupun secara

kolektif; tatkala diwujudkan dengan sikap keterbukaan, maka kepariwisataan

60 Sofjan Jusuf, 1997, Ekonomi Pariwisata, Gramedia Pustaka, Jakarta, h. 4

Page 2: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PRINSIP … · 2017. 4. 1. · 45 pariwisata, seperti persetujuan UNWTO tentang prinsip-prinsip dalam Global Code of Ethics for Tourism (GCET) yang telah

41

adalah faktor yang tak tergantikan sebagai sarana pembelajaran mandiri,

pengembangan sikap toleransi, dan menumbuhkan sikap untuk memahami

hakekat perbedaan penduduk dan kebudayaannya serta kebhinekaannya

Pada ketentuan nasional, Pasal 1 ayat (4) UU Kepariwisataan,

Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan

bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan

setiap orang dan negara serta interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat,

sesama wisatawan, Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan pengusaha. Dengan

demikian pengertian kepariwisataan berdasarkan UU kepariwisataan mengandung

unsur-unsur sebagai berikut:

1. Kegiatan pariwisata yang bersifat multidimensi dan multidisplin;

2. Kebutuhan setiap orang dan negara;

3. Adanya interaksi wisatawan dengan masyarakat setempat, sesama

wisatawan, pemerintah, pemerintah daerah dan pengusaha.

Berkenaan dengan unsur-unsur kepariwisataan yang terkandung pada UU

Kepariwisataan, tidak hanya membahas tentang wisata atau pariwisata melainkan

juga membahas mengenai berbagai macam dimensi dan disiplin serta kebutuhan

dan pihak-pihak yang terlibat dalam kepariwisataan, tentunya pengertian

kepariwisataan memiliki pandangan yang lebih luas dan mencakup arti dari

ketentuan wisata (Pasal 1 ayat 1 UU Kepariwisataan) yakni kegiatan perjalanan

yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi

tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi atau mempelajari

keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara dan

Page 3: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PRINSIP … · 2017. 4. 1. · 45 pariwisata, seperti persetujuan UNWTO tentang prinsip-prinsip dalam Global Code of Ethics for Tourism (GCET) yang telah

42

ketentuan pariwisata (Pasal 1 ayat 3 UU Kepariwisataan) yakni berbagai macam

kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan

oleh masyarakat, pengusaha, Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

Mengutip pendapat Leiper dalam karya tulis Ismayanti terdapat 3 (tiga)

elemen utama yang menjadikan kegiatan kepariwisataan dapat terjadi yaitu

“1) Wisatawan sebagai aktor dalam kegiatan wisata dengan memperoleh keuntungan berupa sebuah pengalaman untuk menikmati, mengantisipasi dan mengingatkan masa-masa dalam kehidupan; 2) Elemen geografis yang terdiri dari daerah asal wisata yaitu tempat dimana wisatawan berada dan melakukan aktivitas sehari-hari, daerah transit sebagai tempat pemberhentian sementara para wisatawan meskipun tidak semua wisatawan memanfaatkan daerah ini dan daerah tujuan wisata yang sering dikatakan sebagai ujung tombak (sharp end) pariwisata karena di daerah inilah dampak pariwisata sangat dirasakan sehingga dibutuhkan perencanaan dan strategi manajemen yang tepat; 3) Industri pariwisata yang menyediakan jasa, daya tarik dan sarana wisata berupa unit-unit usaha dalam kepariwisataan dan tersebar di ketiga area geografis tersebut sebelumnya” 61

Berdasarkan pendapat Laiper tersebut, menunjukkan bahwa kegiatan

kepariwisataan melibatkan aspek manusia, wilayah, dan aspek sosial ekonomi

serta aspek kehidupan lainnya.

World Tourism organization (WTO) juga mendefinisikan pariwisata

sebagai berikut

“the activities of persons travelling to and staying in places outside their usual environment for not more than one concecutive year for leisure, business and other purposes”62 (atau berbagai aktivitas yang dilakukan orang-orang yang mengadakan perjalanan untuk dan tinggal di luar kebiasaan lingkungannya dan

61 Ismayanti, 2010, Pengantar Pariwisata, Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, h. 2

62A.J. Muljadi dan Andri Warman, 2014, Kepariwisataan dan Perjalanan, edisi revisi, PT RajaGrafindo, Jakarta, h. 10

Page 4: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PRINSIP … · 2017. 4. 1. · 45 pariwisata, seperti persetujuan UNWTO tentang prinsip-prinsip dalam Global Code of Ethics for Tourism (GCET) yang telah

43

tidak lebih dari satu tahun berturut-turut untuk kesenangan, bisnis dan keperluan lain.

Pernyataan dari WTO mendefinisikan pariwisata diatas, timbul pertanyaan

apakah orang-orang yang mengadakan perjalan untuk dan tinggal diluar kebiasaan

lingkungannya dapat dikatakan sebagai perjalanan wisata

Berdasarkan Pasal 1 ayat 2 UU Kepariwisataan, orang yang melakukan

kegiatan wisata disebut dengan wisatawan, namun pengertian ini sangatlah luas

sehingga sulit mencari indikator yang digunakan untuk membedakan wisatawan

dengan pendatang di suatu wilayah. Pada perkembangan dunia, untuk pertama

kali batasan tentang fenomena pariwisata (tourism) di Forum Internasional,

dilakukan pada tahun 1937 oleh Komisi Ekonomi Liga Bangsa-Bangsa (Economic

Commission Of The League Of Nations) memberikan formulasi batasan

pengertian wisatawan pada saat itu adalah tourist is any person travelling for

period of 24 hours or more in country other than that in wich be usually resides.63

(wisatawan adalah setiap orang yang bepergian untuk jangka waktu dari 24 jam

atau lebih tinggal di luar kebiasaannya berada).

Namun dua lembaga internasional yaitu Komisi Perserikatan Bangsa-

Bangsa (PBB) maupun Komisi Fasilitas International Civil Aviation Organization

(ICAO), tidak dapat menerima batasan pengertian dari Liga Bangsa-Bangsa dan

menyiapkan batasan arti sendiri, yakni bukan lagi istilah tourist tetapi foreign

visitor,64 intisari perbedaan tersebut antara keduanya ialah bahwa dua komisi

63Ibid.

64Ibid, h. 11

Page 5: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PRINSIP … · 2017. 4. 1. · 45 pariwisata, seperti persetujuan UNWTO tentang prinsip-prinsip dalam Global Code of Ethics for Tourism (GCET) yang telah

44

tersebut menentukan batasan waktu tinggal maksimum di negara yang dikunjungi,

masing-masing 6 bulan dan 3 bulan, serta mengesampingkan kriteria tinggal

minimum 24 jam. Bahkan komisi statistic PBB dalam konvensi PBB tahun 1954

memberikan batasan pengertian tourist dan telah diratifikasi lebih dari 70 negara

ialah “setiap orang yang datang ke suatu negara karena alasan lain untuk tujuan

berimigrasi dan tinggal paling sedikit 24 jam, serta paling lama 6 bulan dalam

tahun yang sama.”65

Berdasarkan uraian penjelasan mengenai pengertian istilah-istilah dan

batasan dari pengertian istilah tersebut dapat dipahami bahwa kegiatan

kepariwisataan merupakan rangkaian dari suatu sistem yang berkaitan dengan

pariwisata yang melibatkan wisatawan, masyarakat setempat, pengusaha,

Pemerintah dan Pemerintah Daerah baik dari segi interaksi maupun penyediaan

fasilitas demi kebutuhan setiap orang dan kebutuhan negara

2.1.2. Dasar Hukum Kepariwisataan

Pada uraian pembahasan pada sub bab sebelumnya telah dijelaskan

mengenai pengertian dan konsep kepariwisataan, yakni adanya rangkaian kegiatan

pariwisata yang bukan hanya melibatkan setiap orang tetapi juga kebutuhan

negara.

Adapun dasar hukum kepariwisataan yang dapat dilihat dari perangkat

kaidah, azas-azas, ketentuan, institusi dan mekanismenya, nasional maupun

internasional, yang digunakan sebagai dasar untuk mengatur perdagangan jasa

65A.J. Muljadi, dan Andri Warman, op.cit, h. 12

Page 6: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PRINSIP … · 2017. 4. 1. · 45 pariwisata, seperti persetujuan UNWTO tentang prinsip-prinsip dalam Global Code of Ethics for Tourism (GCET) yang telah

45

pariwisata, seperti persetujuan UNWTO tentang prinsip-prinsip dalam Global

Code of Ethics for Tourism (GCET) yang telah dimasukkan ke dalam prinsip

penyelenggaraan kepariwisataan pada ketentuan Pasal 5 UU Kepariwisataan.

Kegiatan bisnis pariwisata merupakan kegiatan multi-aspek66, oleh karena

itu pembahasan untuk dasar hukum kepariwisatan tidak cukup didasarkan pada

hukum perdagangan dan kepariwisataan, melainkan harus menyertakan bidang-

bidang hukum terkait. Kegiatan ini merupakan fenomena perjalanan yang

dilakukan oleh wisatawan secara bebas, sukarela, dan memiliki kaitan yang sangat

erat dengan kehidupan serta eksistensi manusia itu sendiri. Jadi tidak salah apabila

dikatakan bahwa pariwisata merupakan perwujudan dari Hak asasi manusia67

The Universal Declaration of Human Rights memuat pernyataan sebagai

berikut:

1) Setiap orang memiliki hak untuk secara bebas melakukan pergerakan dan

tinggal didalam wilayah setiap negara (everyone has the right to freedom

of movement and residence within the borders of each state) (Pasal 13 ayat

1)

2) Setiap orang memiliki hak untuk beristirahat dan berpesiar, termasuk di

dalamnya pembatasan waktu bekerja yang memadai dan waktu liburan

dengan tetap digaji (everyone has the right to rest and leisure, including

reasonable limitation of working hours and periodic holiday with pay)

(Pasal 24)

66 Ida Bagus Wyasa, dkk, 2003, Hukum Bisnis Pariwisata, PT Refika Aditama, Bandung,

h. 25 67 A.J. Muljadi, Andri Warman, op.cit, h. 29

Page 7: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PRINSIP … · 2017. 4. 1. · 45 pariwisata, seperti persetujuan UNWTO tentang prinsip-prinsip dalam Global Code of Ethics for Tourism (GCET) yang telah

46

Kedua pasal tersebut diatas menunjukkan secara jelas bahwa adanya suatu

hak yang sangat mendasar atas kebebasan untuk bergerak, beristirahat dan

berlibur, sedangkan kepariwisataan merupakan alat pelaksana HAM seperti yang

dikemukan dalam Pasal 2 The Universal Declaration of Human Rights sebagai

berikut: “everyone is entitled to all the right and freedoms set forth in this

declaration, with one destination of any kids, such as race, color, sex, language,

religion, political or other opinion, national or social origin property, birth or

other status.

Komitmen negara Indonesia mengakui hak berwisata sebagai hak asasi

manusia dapat dilihat dalam bagian menimbang huruf (b) UU Kepariwisataan

yang menyatakan bahwa kebebasan melakukan perjalanan dan memanfaatkan

waktu luang dalam wujud berwisata merupakan bagian dari hak asasi manusia.

Selanjutnya UU Kepariwisataan menegaskan mengenai prinsip penyelenggaraan

kepariwisataan di Indonesia harus menjunjung tinggi hak asasi manusia (Pasal 5

huruf b UU Kepariwisataan) dan hak untuk memperoleh kesempatan memenuhi

kebutuhan wisata merupakan hak setiap orang sebagaimana ditegaskan dalam

Pasal 19 ayat 1 huruf (a) UU Kepariwisataan. Refleksi pengakuan tersebut dapat

dilihat pada level konstitusi sebagai manifestasi politik hukum pemerintah,

refleksi pengakuan tersebut dapat dilihat pada pasal 28 H ayat 4 Undang – undang

Dasar Negara Indonesia 1945 tentang pengakuan dan jaminan terhadap hak milik

individu dari pengambil – alihan secara sewenang – wenang oleh siapa pun.68

68 IGN Parikesit Widiatedja I, op.cit, h. 53

Page 8: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PRINSIP … · 2017. 4. 1. · 45 pariwisata, seperti persetujuan UNWTO tentang prinsip-prinsip dalam Global Code of Ethics for Tourism (GCET) yang telah

47

Dasar hukum bidang kepariwisataan dapat juga dilihat dari kebijakan

pemerintah mengenai pariwisata seperti

1. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2007 Tentang

Pengesahan Asean Tourism Agreement (Persetujuan Pariwisata ASEAN)

2. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 64 Tahun 2014 Tentang

Koordinasi Strategis Lintas Sektor Penyelenggaraan Kepariwisataan

3. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2011 Tentang Rencana Induk

Pembangunan Kepariwistaan Nasional 2010-2015

4. Peraturan Menteri Kebudayaan Dan Pariwisata Nomer: Km.67 / Um.001

/Mkp/ 2004 Tentang Pedoman Umum Pengembangan Pariwisata Di

Pulau-Pulau Kecil

Seiring diundangkan Undang – Undang No. 23 tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah yang secara tegas menyatakan adanya pengembangan

otonomi daerah. Pemerintah daerah membuat regulasi disektor pariwisata yakni

terbitnya Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 2 tahun 2012 tentang

Kepariwisataan Budaya Bali (selanjutnya Perda Kepariwisataan Budaya Bali)

menjadi landasan utama pembangunan kepariwisataan Bali yang bertujuan untuk

mendorong pemerataan kesempatan berusaha dan memperoleh manfaat yang

sebesar – besarnya bagi kesejahteraan masyarakat sehingga terwujud cita – cita

kepariwisataan untuk Bali dan bukan Bali untuk kepariwisataan.

Berdasarkan uraian di atas, ketentuan konkrit dasar hukum tentang

kepariwisataan terdapat di Undang – Undang No. 10 tahun 2009 tentang

Page 9: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PRINSIP … · 2017. 4. 1. · 45 pariwisata, seperti persetujuan UNWTO tentang prinsip-prinsip dalam Global Code of Ethics for Tourism (GCET) yang telah

48

Kepariwisataan, serta untuk di daerah khususnya provinsi Bali yakni Peraturan

Daerah No. 2 Tahun 2012 tentang Kepariwisataan Budaya Bali

2.2. Tinjaun Umum Tentang Pariwisata Budaya Bali

2.2.1. Pariwisata Budaya Bali

Pembangunan kepariwisataan Indonesia sebagai bagian integral dari

pembangunan nasional yang dilaksanakan secara berkelanjutan, dalam tujuan

untuk turut mewujudkan peningkatan kemampuan manusia dan masyarakat

Indonesia berdasarkan kemampuan nasional. Kepariwisataan Indonesia bertumpu

pada keunikan, kekhasan, dan kelokalan, sehingga menempatkan kebhinekaan

sebagai suatu yang hakiki, pengembangan pariwisata inheren untuk melestarikan

dan memperkukuh jati diri bangsa serta lingkungan alam.

Menurut pandangan Ketut Sumadi, pariwisata merupakan suatu kegiatan

manusia dalam gejala – gejala atau fenomena – fenomena tertentu, sebagai akibat

pergerakan atau perpindahan, atau berdiam serta keluar dan masuknya orang-

orang yang bukan mencari nafkah bergerak dari suatu kota atau wilayah asalnya

yang dapat membawa dinamika dalam kehidupan.69

Pada ketentuan Pasal 1 angka 9 Perda Kepariwisataan Budaya Bali, bahwa

unsur pariwisata yang terkandung didalam muatan tersebut yakni 1) adanya

berbagai kegiatan wisata; 2) didukung berbagai fasilitas serta layanan; 3)

disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah daerah.

Berkenaan dengan unsur yang pertama, kegiatan wisata didasari atas

kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok dengan

69 Ketut Sumadi, 2008, Kepariwisataan Indonesia Sebuah Pengantar, Sari Kahyangan,

Denpasar, h. 47

Page 10: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PRINSIP … · 2017. 4. 1. · 45 pariwisata, seperti persetujuan UNWTO tentang prinsip-prinsip dalam Global Code of Ethics for Tourism (GCET) yang telah

49

mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, atau bahkan mempelajari

keunikan daya tarik wisata dengan waktu yang sementara.

Berdasarkan Pasal 1 ayat 12 Perda Kepariwisataan Budaya Bali, Budaya

merupakan salah satu daya tarik wisata, muatan muatan tersebut digabungkan

menjadi pariwisata budaya, menurut pandangan Richards dalam karya tulis I

Nyoman Madiun, pariwisata budaya adalah suatu kegiatan yang meliputi seluruh

aspek dan pengalaman dimana mereka yang melakukan tersebut mempelajari

tentang sejarah dan warisan orang lain atau tentang tata cara hidup atau tata cara

berfikir mereka yang kontemporer

Berdasarkan Peraturan Perda Kepariwisataan Budaya Bali. Kepariwisataan

budaya bali pada intinya meruapakan kepariwisataan Bali yang dijiwai oleh ajaran

agama Hindu dan falsafah Tri HIta Karana sebagai wahana aktualisasi, sehingga

termuat harmonisasi, sinergitas dan berkelanjutan antara masyarakat, kelestarian

budaya dan lingkungan

Lebih jelasnya, pernyataan Gay Hawkins dapat lebih dipahami, yang

memberikan konsep pariwisata budaya (cultural tourism) selain kesenangan, juga

memiliki warisan budaya, suatu pameran, dan lain lain. Pandangan menurut Gay

Hawkins didalam buku I Gede Parimartha

“The term cultural tourism is used to describe this trends: it refers to tourism for primarily cultural motivations. It describes the tourist who is seeking education as well as pleasure, who uses travel as a mechanism for personal growth and increased knowledge. Visit to arts or music festivals, study tours, weekend trips to heritage houses, a steam railway or an archeological dig, overnight visit to an exhibitons not scheduled to our tourist’s hometown: all

Page 11: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PRINSIP … · 2017. 4. 1. · 45 pariwisata, seperti persetujuan UNWTO tentang prinsip-prinsip dalam Global Code of Ethics for Tourism (GCET) yang telah

50

are examples of cultural tourism”. Cultural tourism stresses variety as opposed to idea of tourists as a single, homogeneous group” 70

Terjemahan bebas peneliti atas pendapat Gay Hawkins, istilah wisata

budaya digunakan untuk menggambarkan seperti; wisata budaya mengacu pada

pariwisata yang mengutamakan budaya. Ini menggambarkan wisatawan yang

mencari pendidikan serta hiburan dengan menggunakan pariwisata sebagai

mekanisme untuk pertumbuhan pribadi dan peningkatan pengetahuan. Kunjungan

untuk seni atau festival musik, kunjungan studi, perjalanan akhir pekan ke rumah

– rumah warisan, sebuah kereta api uap atau penggalian arkeologi, pada

malamnya mengunjungi pameran yang tidak dijadwalkan melihat kampung wisata

kami; semua adalah contoh dari wisata budaya. Wisata budaya menekankan

berbagai lawan dari pemikiran wisatawan kelompok homogeni tunggal.

Selanjutnya I Gede Parimartha mengutip pandangan Carol Warren

menuliskan Bagi Bali membina pariwisata budaya jauh lebih strategis daripada

menonjolkan pariwisata resort. Sebab konsep pariwisata resort identik dengan

usaha memuaskan wisawatan agar menikmati alam, yang pada saat bersamaan

berarti memisahkan jarak mereka dengan masyarakat sekitar.71

Berdasarkan hasil pemaparan pandangan diatas, tampak bahwa pariwisata

budaya adalah suatu aktivitas kepariwisataan yang berkaitan dengan khasanah

kebudayaan, mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat. Aspek budaya dan

kepentingan masyarakat setempat dilihat secara sinergis. Nilai budaya dilihat

70 Gede Parimartha, 2013, Silang Pandang Desa Adat Dan Desa Dinas Di Bali, Udayana

University Press, Bali, h. 122 71 Ibid.

Page 12: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PRINSIP … · 2017. 4. 1. · 45 pariwisata, seperti persetujuan UNWTO tentang prinsip-prinsip dalam Global Code of Ethics for Tourism (GCET) yang telah

51

sebagai payung, sedangkan kepentingan masyarakat merupakan orientasi yang

memberi rambu – rambu dalam pelaksanannya, dengan kata lain konsep

pariwisata budaya di Bali merupakan kegiatan yang mengedepankan nilai – nilai

ajaran agama Hindu dan kearifan lokal masyarakat Bali sebagai payung dalam

praktek kegiatan pariwisata (kesenangan, hiburan) di Bali.

2.2.2. Pengertian Kearifan Lokal

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 30 Undang-Undang 32 tahun 2009

tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (selanjutnya disebut

UU PPHL) Kearifan lokal adalah nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata

kehidupan masyarakat untuk antara lain melindungi dan mengelola lingkungan

hidup secara lestari.

Kearifan lokal atau “local genius” merupakan istilah yang diperkenalkan

oleh Wales yaitu “the sum of the cultural characteristics which the vast majority

of a people have in common as a result of their experiences in early life”.72 Selain

itu, local genius menurut Wales yaitu “kemampuan kebudayaan setempat dalam

menghadapi pengaruh kebudayaan asing pada waktu kedua kebudayaan itu

berhubungan”. Berdasarkan pendapat di atas, kearifan lokal merupakan budaya

yang dimiliki oleh masyarakat tertentu dan di tempat - tempat tertentu yang

dianggap mampu bertahan dalam menghadapi arus globalisasi, karena kearifan

lokal tersebut mengandung nilai-nilai yang dapat dijadikan sebagai sarana

pembangunan karakter bangsa. Hal ini penting terutama di zaman sekarang ini,

yakni zaman keterbukaan informasi dan komunikasi yang jika tidak disikapi

72 Ayatrohaedi, 1986, Kepribadian Budaya Bangsa (Local Genius), Pustaka Pelajar,

Jakarta, h. 30

Page 13: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PRINSIP … · 2017. 4. 1. · 45 pariwisata, seperti persetujuan UNWTO tentang prinsip-prinsip dalam Global Code of Ethics for Tourism (GCET) yang telah

52

dengan baik maka akan berakibat pada hilangnya kearifan lokal sebagai identitas

dan jati diri bangsa. Hal yang sama disampaikan oleh Lubis bahwa jati diri bangsa

adalah watak kebudayaan (cultural character) yang berfungsi sebagai

pembangunan karakter bangsa (national and character building). Dilihat dari

struktur dan tingkatannya kearifan lokal berada pada tingkat culture73.

Seperti halnya A. Syafi’i Mufid, menurut pandangan beliau, kearifan lokal

merupakan merupakan salah satu produk kebudayaan. Sebagai produk

kebudayaan, kearifan local lahir karena kebutuhan akan nilai, norma dan aturan

yang menjadi model untuk (model for) melakukan suatu tindakan. Kearifan lokal

merupakan salah satu sumber pengetahuan (kebudayaan) masyarakat, ada dalam

tradisi dan sejarah, dalam pendidikan formal dan informal, seni, agama dan

interpretasi kreatif lainnya.74 Hal ini berdasarkan sebuah skema sosial budaya

yang ada di Indonesia dimana terdiri dari masyarakat yang bersifat majemuk

dalam struktur sosial, budaya (multikultural) maupun ekonomi. Hal tersebut

sepaham dengan pendapat Koentjaraningrat75 budaya lokal terkait dengan istilah

suku bangsa sendiri adalah “suatu golongan manusia yang terikat oleh kesadaran

dan identitas akan kesatuan kebudayaan, dalam hal ini unsur bahasa adalah ciri

khasnya”.

73 Lubis, B.Z, 2008. “Potensi Budaya dan Kearifan Lokal Sebagai Modal Dasar

Membangun Jati Diri Bangsa”. Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial. “vol” 9, (3), h. 339-346. 74 A. Syafi’i Mufid, 2010, Revitalisasi Kearifan Lokal dalam Pemberdayaan Masyarakat.

Jurnal Harmoni (Multikurtural & Mulitireligius): Vol. IX, No. 34, h. 84 75 Koentjaraningrat, 2009, Sejarah Teori Antropologi I, UI Press, Jakarta, h. 89

(Selanjutnya disebut Koentjaraningrat II)

Page 14: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PRINSIP … · 2017. 4. 1. · 45 pariwisata, seperti persetujuan UNWTO tentang prinsip-prinsip dalam Global Code of Ethics for Tourism (GCET) yang telah

53

2.2.3. Tri Hita Karana

Konsep yang telah melembaga demikian kuat di dalam kehidupan

masyarakat adat di Bali, selalu menghendaki tetap terjaganya keseimbangan dan

keharmonisan antara tiga faktor yakni buana alit (diri sendiri), buana agung (alam

semesta), Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa). Konsep

pemikiran tersebut telah menjadi nilai budaya, sehingga keyakinan tersebut telah

demikian membudaya dengan kuat ke dalam tatanan kehidupan masyarakat adat

di Bali.76

Tri Hita Karana sebagai nilai budaya yang berakar pada ajaran suci

Agama Hindu, mempunyai kesamaan secara kualitas dengan pandangan

Kluckholn bahwa semua sistem nilai budaya mengandung unsur yang berkaitan

dengan masalah:

a. Mengenai hakekat dari hidup manusia. b. Mengenai hakekat dari karya manusia c. Hakekat dari kedudukan manusia dalam ruang dan waktu d. Hakekat hubungan manusia dengan alam sekitarnya e. Hakekat dari hubungan manusia dengan sesamanya.77

Secara etimologi Tri Hita Karana mengandung pengertian tri berarti tiga,

hita berarti kemakmuran dan karana berarti penyebab. Dengan demikian Tri Hita

Karana berarti tiga penyebab atau tiga unsur yang dapat melahirkan kemakmuran

atau kesejahteraan yaitu Parhyangan, Pawongan, dan Palemahan, yang mana

ketiga unsur itu mempunyai makna dan fungsi saling terkait yang melahirkan 76 I Made Legawa, dkk, 2002, Pengkajian Tri Hita Karana Sebagai Dasar Pembangunan Daerah Bali, Laporan Penelitian, Kerjasama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Propinsi Bali Dengan Universitas Mahasaraswati Denpasar, h. 6 77 Koentjaraningrat, 1987, Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan, PT Gramedia, Jakarta, h. 67

Page 15: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PRINSIP … · 2017. 4. 1. · 45 pariwisata, seperti persetujuan UNWTO tentang prinsip-prinsip dalam Global Code of Ethics for Tourism (GCET) yang telah

54

substansi masyarakat Bali (Hindu) yang hidup dalam pola interaksi simbolik. Hal

ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Parhyangan istilah dari pemaknaan Tuhan. Parhyangan atau kahyangan

berarti Ketuhanan atau Hyang Widhi. Sang Hyang Widhi adalah suatu

kekuatan Maha Pencipta (Prima Causa), sumber dari pada segala yang

ada di alam semesta ini (Phurusah Parikirtitah). Beliaulah kekuatan yang

sangat esa, yang satu yang tiada duanya, sebagai awal atau asal dan akhir

dari kehidupan, karena itu oleh masyarakat Bali (Hindu) Parhyangan

diwujudkan dalam berbagai Kahyangan (bangunan suci) untuk

menyembah Tuhan. Bangunan suci (kahyangan) dipersepsikan sebagai

tempat berstananya Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Bhatara-bhatari

ataupun Hyang leluhur untuk memberikan kehidupan dan kesejahteraan

serta sebagai obyektivasi kolektif bagi masyarakat Bali (Hindu).

2. Pawongan, berasal dari kata wong yang berarti orang, sehingga aspek

pawongan dimaksudkan hubungan manusia dengan manusia di dalam

kehidupan bersama, dimana organisasi atau kelembagaan baik kedinasan

maupun adat, organisasi komunitas dan keluarga sebagai wadah

interaksinya. Dalam hubungan ini dipahami sebagai tindakan yang

berdasarkan atas hubungan sosial yang diikat oleh nilai-nilai sosial

kemasyarakatan. Nilai sosial kemasyarakatan dalam masyarakat Bali

(Hindu) terkonsepsikan dengan ajaran Trikaya Parisuda yaitu bertindak

Page 16: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PRINSIP … · 2017. 4. 1. · 45 pariwisata, seperti persetujuan UNWTO tentang prinsip-prinsip dalam Global Code of Ethics for Tourism (GCET) yang telah

55

(kayika), berkata (wacika) dan berfikir (manacika) yang baik dari setiap

individu dalam ikatan bersama.

3. Palemahan yang berasal dari kata lemah yang berarti tanah. Palemahan

berarti bhuwana atau alam. Dalam hal ini palemahan dimaksudkan suatu

wilayah pemukiman atau lingkungan tempat tinggal. Masyarakat Desa

Pekraman dan subak memahami atas dasar sradha yaitu sikap percaya

(kadangkala pemahaman tanpa pengetahuan keilmuan ataupun kealaman

mereka percaya dan melaksanakan, karena didasari oleh sifat gugontuwon

yaitu percaya karena diakui memang sudah begitu adanya), hubungan

manusia dengan lingkungan alamnya. Krama desa sebagai kelompok

manusia yang bermasyarakat memerlukan bhuwana atau palemahan

sebagai alam tempatnya berpijak, karena disadari manusia tidak bisa

hidup tanpa alam dan dari alam.78

Berkaitan hal tersebut maka konsep waktu diinsyafi dan memacu manusia

untuk berbuat bagaimana hidup dan menghidupi alam ini. Waktu dikonsepsikan

ke dalam tiga dimensi yaitu masa lampau (atita), masa sekarang (nagata) dan

masa akan datang (wartamana), yang berarti adanya proses keseimbangan dari

masa lalu ke masa akan datang di dasarkan atas keadaan masa sekarang. Dari

tatanan nilai ini masyarakat desa adat atau pakraman dan juga subak dihadapkan

kepada konsekuensi pemikiran dalam perspektif ke depan. Dikaitkan dengan

upaya pelestarian tampak masyarakat desa adat atau pakraman dan subak

78 I Gusti Putu Raka, dkk, 1992, Desa Adat dan Pelestarian Lingkungan Hidup, Denpasar

MPLA Dati I Bali, h. 89

Page 17: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PRINSIP … · 2017. 4. 1. · 45 pariwisata, seperti persetujuan UNWTO tentang prinsip-prinsip dalam Global Code of Ethics for Tourism (GCET) yang telah

56

mengusahakan menciptakan kesejahteraan hidup bukan hanya untuk sesaat, tetapi

kesejahteraan dapat diwariskan kepada pewarisnya.

Manusia wajib melakukan bhuta hita atau mensejahterakan alam

lingkungannya. Dalam Lontar Purana Bali diungkapkan untuk menjaga

kelestarian alam lingkungan, hendaknya berpegang pada Sad Kerti yaitu Samudra

Kerti, Wana Kerti, dan Danu Kerti yang artinya kita wajib membangun

kelestarian samudra, hutan dan danau atau sumber-sumber air. Upaya untuk

memelihara keberlangsungan alam lingkungan dilakukan melalui perbuatan nyata

di samping pelaksanaan yadnya baik pelaksanaan Rerahinan Tumpek (Tumpek

Uduh, atau pengatag) maupun kegiatan upacara yadnya lainnya seperti mecaru

dalam Bhuta Yadnya yang bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai spiritual

kepada umat agar tumbuh kesadaran dirinya melaksanakan upaya pelestarian

kesejahteraan alam.

2.3. Tinjauan Umum Tentang Investasi

2.3.1. Pengertian dan Konsep Investasi

Investasi berasal dari kata invest yang berarti menanam atau

menginvestasikan uang atau modal. Istilah investasi atau penanaman modal

merupakan istilah yang dikenal dalam kegiatan bisnis sehari-hari maupun bahasa

perundang-undangan. Istilah investasi merupakan istilah yang terkenal dalam

dunia usaha, sedangkan istilah penanaman modal lazim digunakan dalam

Page 18: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PRINSIP … · 2017. 4. 1. · 45 pariwisata, seperti persetujuan UNWTO tentang prinsip-prinsip dalam Global Code of Ethics for Tourism (GCET) yang telah

57

perundang-undangan. Namun pada dasarnya kedua istilah tersebut mempunyai

pengertian yang sama, sehingga kadangkala digunakan secara interchangeable.79

Kata investasi merupakan kata adopsi dari bahasa Inggris, yaitu

investment. Kata invest sebagai kata dasar dari investment memiliki arti menanam.

Menurut Black’s Law Dictionary yang dimaksud investasi atau investment dalam

bahasa Inggris adalah 1) an expenditure to acquire property or assets to produce

revenue. 2) the asset acquired or the sun invested. 80 Terjemahan bebasnya adalah

1) suatu pengeluaran yang dikeluarkan untuk mendapat properti atau aset yang

digunakan untuk menghasilkan pendapatan. 2) harta yang diperoleh atau sejumlah

harta yang diinvestasikan.

Investasi atau investment (penanaman modal) merupakan konsep ekonomi

pada umumnya yang berintikan tindakan mengalokasikan sumber – sumber yang

didasarkan pada analisis bahwa pada alokasi tersebut akan mendatangkan hasil

yang memuaskan.81 Dikalangan masyarakat luas, investasi memiliki pengertian

yang lebih luas karena dapat mencakup investasi langsung (direct investment)

maupun investasi tidak langsung (indirect investment). Secara umum, investasi

dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan baik oleh orang pribadi

(natural person) maupun bahan hukum (juridicial person), dalam upaya

meningkatkan dan/atau mempertahankan nilai modalnya, baik yang berbentuk

79Ida Bagus Rahmadi Supanca, 2006, Kerangka Hukum Dan Kebijakan Investasi Langsung di Indonesia, Ghalia Indonesia, Bogor, h. 1

80Gamer, Bryan A. Gamer, Black’s Law Dictionary, 8th edition, (West: a Thompson business, 2004), h. 844

81 Putu Sudharma Sudami at al., 2003, “Aspek Hukum Investasi Kegiatan Bisnis Pariwisata” kumpulan tulisan dalam: hukum bisnis Pariwisata., cetakan ke-1, Refika Aditama, Bandung, h. 51

Page 19: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PRINSIP … · 2017. 4. 1. · 45 pariwisata, seperti persetujuan UNWTO tentang prinsip-prinsip dalam Global Code of Ethics for Tourism (GCET) yang telah

58

uang tunai (cash money), peralatan (equitment), aset tak bergerak, hak atas

kekayaan intelektual maupun keahlian.82

Dhaniswara K. Harjono mengutip pendapatnya Panji Anoraga yang

melihat dari sudut pandang ekonomi memandang investasi sebagai salah satu

faktor produksi disamping faktor produksi lainnya, investasi dapat diartikan

sebagai:

1. Suatu tindakan untuk membeli saham, obligasi, atau suatu penyertaan

lainnya;

2. Suatu tindakan membeli barang modal;

3. Pemanfaatan dana yang tersedia untuk produksi dengan pendatapan di

masa yang akan datang.83

Lusiana mengutip pendapatnya Hendrik Budi Untung yang berpendapat

bahwa Investasi berarti penanaman modal yang biasanya dilakukan untuk jangka

panjang misal berupa pengadaan aktiva tetap perusahaan atau pembeli sekuritas

dengan maksud untuk memperoleh keuntungan.84

Dari beberapa pengertian diatas, dapat ditarik unsur – unsur terpenting dari

kegiatan investasi atau penanaman modal, yaitu

a. Adanya motif untuk meningkatkan atau setidak-tidaknya mempertahankan

nilai modalnya;

82 Ida Bagus Rahmadi Supanca , op.cit., h. 2 83 Dhaniswara K. Harjono 2007, Hukum Penanaman Modal, ed. 1, Raja Grafindo

Persada, Jakarta, h. 11 84 Lusiana, op.cit, h. 35

Page 20: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PRINSIP … · 2017. 4. 1. · 45 pariwisata, seperti persetujuan UNWTO tentang prinsip-prinsip dalam Global Code of Ethics for Tourism (GCET) yang telah

59

b. Bahwa “modal” tersebut tidak hanya mencakup hal-hal yang bersifat kasat

mata dan dapat diraba (tangible), tetapi juga mencakup sesuartu yang

bersifat tidak kasat mata dan tidak dapat diraba (intangible). Intangible

mencakup keahlian, pengetahuan jaringan, dan sebagainya yang berbagai

kontrak kerja sama (joint venture agreement) biasanya disebut valuable

services.85

Menurut pendapat Panji Anoraga, dilihat dari sudut pandang ekonomi

yang memandang investasi sebagai salah satu faktor produksi disamping faktor

produksi lainnya, investasi dapat diartikan:

a. Suatu tindakan untuk membeli saham, obligasi, atau suatu penyertaan

lainnya;

b. Suatu tindakan membeli barang-barang modal;

c. Pemanfaatan dana yang tersedia untuk produksi dengan pendapatan di

masa yang akan datang.86

Sementara itu, dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-undang Nomor 25 tahun 2007

tentang Penanaman Modal (selanjutnya disebut UU PM) disebutkan penanaman

modal diartikan sebagai segala bentuk kegiatan penanaman modal baik oleh

penanaman modal dalam negeri maupun penanaman modal asing untuk

melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia.

Berbagai pengertian investasi yang dikutip di atas, tampak tidak ada

perbedaan yang prinsipil antara investasi dengan penanaman modal. Makna

85 Ida Bagus Rahmadi Supanca, op.cit., h. 2. 86 Lusiana, op.cit, h. 37

Page 21: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PRINSIP … · 2017. 4. 1. · 45 pariwisata, seperti persetujuan UNWTO tentang prinsip-prinsip dalam Global Code of Ethics for Tourism (GCET) yang telah

60

investasi atau penanaman modal adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang

atau badan hukum, menyisihkan sebagian dari pendapatannya agar dapat

digunakan untuk melakukan suatu usaha dengan harapan pada waktu tertentu akan

mendapatkan hasil (keuntungan)87

Kemudian Pada UUPM tidak mengadakan pembedaan antara penanaman

modal dalam negeri dengan penanaman modal asing. Oleh karena itu UUPM

mengatur mengenai kegiatan penanaman modal, baik penanaman modal asing

maupun penanaman modal dalam negeri dan tidak mengadakan pemisahan

undang – undang secara khusus, seperti halnya Undang-undang Penanaman

Modal sebelumnya, yang terdiri dari Undang-undang Penanaman modal asing dan

Undang-undang penanaman Modal dalam negeri.88

2.3.2. Dasar Hukum Investasi

Pada uraian pengertian investasi di atas sepintas sudah disinggung bahwa

investasi mempunyai pengertian yang luas, sehingga dapat meliputi alokasi

sumber untuk memperoleh penghasilan. Namun dalam hubungannya dengan

hukum positif di Indonesia ruang lingkupnya dibatasi. Demikian pula terhadap

dasar hukum investasi di bidang kepariwisataan. Landasan hukum yang terkait

investasi yakni ketentuan dibidang pembangunan ekonomi, Pasal 33 ayat (4)

UUD NRI 1945 menyebutkan bahwa “Perekonomian nasional diselenggarakan

berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisien,

87Sentosa Sembiring, 2007, Hukum Investasi, cetakan ke-1, Nuansa Aulia, Bandung, h.

58.

88 Dhaniswara K. harjono, 2007, Hukum Penanaman Modal, ed. 1, Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 121

Page 22: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PRINSIP … · 2017. 4. 1. · 45 pariwisata, seperti persetujuan UNWTO tentang prinsip-prinsip dalam Global Code of Ethics for Tourism (GCET) yang telah

61

berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan

menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.”

Tanpa suatu kebijakan investasi tentunya akan berakibat pengembangan

investasi kita menjadi tidak jelas arahnya. Dalam arti, upaya pengembangan

investasi yang dilakukan tidaklah terencana dengan baik, sehingga dalam

pelaksanaan aplikasi usahanya juga tidaklah masimal adanya.89 Bahkan sering kali

menimbulkan penentangan dan sikap antipasti masyarakat oleh karena dianggap

kontribusi yang diberikan tidaklah mencukupi atau sesai dengan kebutuhan

masyarakat.

Ditetapkan ketentuan penanaman modal melalui Undang-undang tentang

Penanaman Modal Nomor 25 tahun 2007 sebagai pengganti Undang – undang

Nomor 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan Undang - undang

Nomor 6 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri telah mengakhiri

dualisme pengaturan tentang penanaman modal apakah itu penanaman modal

asing, maupun modal dalam negeri. Kehadiran undang-undang yang baru ini

sekaligus mempertegas dan memperjelas kebijakan pengaturan penanaman modal

di Indonesia.

Pada konteks globalisasi, Indonesia telah meratifikasi perangkat peraturan

konvensi – konvensi atau perjanjian – perjanjian internasional yang terkait dengan

masalah investasi juga perlu kiranya diperhatikan antara lain:

GATS (General Agremeent on Trade in Service) atau Persetujuam Umum

Perdagangan Jasa, masuk ke dalam sistem hukum Indonesia melalui ratifikasi

89 Aminuddin Ilmar, 2007, Hukum Penanaman Modal di Indonesia, Kencana, Jakarta, h.

59

Page 23: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PRINSIP … · 2017. 4. 1. · 45 pariwisata, seperti persetujuan UNWTO tentang prinsip-prinsip dalam Global Code of Ethics for Tourism (GCET) yang telah

62

dengan di Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1994, yaitu Undnag-undang tentang

Pengesahaan Agreement Establishing the World Trade Organization (WTO

Agreement) atau Persetujuan pendirian Organisasi perdagangan Dunia. GATS

merupakan bagian WTO Agreement dan terletak pada Annex 1B Persetujuan

Undang – Undang No. 7 Tahun 1994 tentang pengesahan Agreement Establishing

the World Trade Organization (Persetujuan Pemebentukan Organisasi

Perdagangan Dunia) yang di dalamnya mencakup kesepakatan – kesepakatan

mengenai Trade Related Aspects of Intellectual Property Right (TRIPS), dan

Trade aspects of Investment Measure (TRIMS), dan The General Agreement on

Trade in service (GATS);

Keputusan Presiden No. 31 Tahun 1986 tentang Pengesahan Convention

Establishing the Multilateral Investment Guarantee agency;

Keputusan Presiden No. 34 tahun 1981 tentang Pengesahan Convention

On The Recognition And Enforcement Of Foreign Arbital Awards;

Undang - Undang No. 32 tahun 1968 tentang Persetujuan atas Konvensi

tentang Penyelesaian Perselisihan Antara Negara Dan Warga Negara Asing

mengenai Penanaman Modal (Convention On The Settlement Of Investment

Disputes Between States And Nationals Of Others States);

Adapun pengaturan investasi berdasarkan UU penanaman modal

selanjutnya diatur dalam berbagi instrument perundang-undangan yang sifatnya

cukup kompleks, karena mencakup pengaturan yang sifatnya multidemensi.

Beberapa peraturan pelaksanaan dari UU penanaman Modal yang perlu

Page 24: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PRINSIP … · 2017. 4. 1. · 45 pariwisata, seperti persetujuan UNWTO tentang prinsip-prinsip dalam Global Code of Ethics for Tourism (GCET) yang telah

63

diperhatikan dalam pemahaman awal mengenai kedudukan dan pengaturan

penanaman modal di Indonesia:

1. Peraturan Pemerintah No 45 Tahun 2008 tentang Pedoman Pemberian

Instentif dan Pemberian Kemudahan Penanaman Modal Daerah;

2. Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha yang

Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang

Penanaman modal

3. Peraturan Presiden No. 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu

Pintu di Bidang Penanaman Modal;

4. Peraturan Kepala BKPM No. 6 tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan,

Pembinaan, dan Pelaporan Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang

Penanaman Modal

5. Peraturan Kepala BKPM No. 12 tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata

Cara Permohonan Penanaman Modal

6. Peraturan Kepala BKPM No. 13 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata

Cara Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal Sebagaimana diubah

dengan peraturan kepala BKPM no. 7 tahun 2010

7. Peraturan kepala BKPM No. 14 tahun 2009 tentang Sistem Pelayanan

Informasi dan Perizinan Invetasi secara Elektronik

8. Peraturan Kepala BKPM No. 89/SK/2007 tentang Pedoman dan Tata Cara

Permohonan Fasilitas Pajak Penghasilan bagi Perusahaan penanamn

Modal di Bidang – bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah

Tertentu

Page 25: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PRINSIP … · 2017. 4. 1. · 45 pariwisata, seperti persetujuan UNWTO tentang prinsip-prinsip dalam Global Code of Ethics for Tourism (GCET) yang telah

64

Dilakukan dengan menetapkan serangkaian peraturan perundang-

undangan, yaitu:

a. Keppres Nomor 115 Tahun 1998 tentang Perubahan atas keputusan

Presiden Nomor 97 Tahun 1993 tentang Tata Cara Penanaman Modal

b. Instruksi Presiden Nomor 22 Tahnu 1998 tentang Penghapusan Memiliki

Rekomendasi Instansi Teknis dlaam Permohonan Persetujuan Penanaman

Modal;

c. Instruksi Presiden Nomor 23 Tahun 1998 tentang penghapusan Ketentuan

kewajiban Memiliki persetujuan Prinsip dalam pelaksanaan realisasi

penanaman modal di daerah;

d. Keputusan menteri negara Investasi/kepala BKPM Nomor 30 / SK / 1998

tentang Pedoman dan tata cara permohonan penanaman modal yang

didirikan dalam rangka PMDN dan PMA

e. Keputusan menteri investasi/kepala BKPM Nomor 21 / SK /1998 tentang

pelimpahan kewenangan pemberian persetujuan dan fasilitas serta peizinan

pelaksanaan penanaman modal dalam negeri tertentu kepada gubernur

kepala daerah tingkat I

Landasan hukum penanaman modal di Indonesia diatur dalam peraturan

perundang-undangan dan peraturan lain yang mengikutinya. Sebagai landasan

yuridis untuk di nasional yakni Undang-undang No. 25 Tahun 2007 Tentang

Penanaman Modal.

Page 26: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PRINSIP … · 2017. 4. 1. · 45 pariwisata, seperti persetujuan UNWTO tentang prinsip-prinsip dalam Global Code of Ethics for Tourism (GCET) yang telah

65

2.3.3. Asas-Asas dan Tujuan Penyelenggaraan Investasi

Asas mempunyai dua pengertian, yakni sebagai dasar, alas, pondamen

disatu pihak, dan dipihak lain juga dimaksudkan sebagai kebenaran yang menjadi

pokok dasar untuk tumpuan berpikir atau berpendapat.

UU PM ternyata mencantumkan sejumlah asas dalam undang – undang

penanaman modal. Pendapat Hendrik Budi Untung di dalam karya tulis Lusiana

yakni Usaha Penanaman Modal di Indonesia, menguraikan bahwa tampaknya

pembentuk undang – undang berupaya untuk menangkap nilai – nilai yang hidup

dalam tatanan pergaulan masyarakat baik di tingkat nasional atau di tingkat

internasional, berbagai nilai yang dianggap telah menjadi universal

diakomodasikan ke dalam hukum nasional. Di era globalisasi ini peranan tata

kelola pemerintahan yang bersih dan baik dalam memberikan pelayanan yang

baik sudah menjadi acuan berbagai pihak dalam member pelayanan publik atau

dalam menjalankan aktivitas bisnis. Prinsip yang terkandung dalam tatanan

pemerintah dan tata kelola perusahaan yang baik salah satu di antaranya adalah

kepastian hukum; demikian juga halnya dalam undang – undang penanaman

modal pun dicantumkan sejumlah asas90

Asas penanaman modal ‘menginspirasi’ pembentukan pasal – pasal

sehingga pasal – pasal mencerminkan keberadaan asas hukum yang bersifat

abstrak normatif. Lebih lanjut, asas penanaman modal yang terdapat dalam Pasal

3 ayat (1) UUPM adalah:

a. Asas kepastian hukum

90 Lusiana, op.cit, h. 43

Page 27: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PRINSIP … · 2017. 4. 1. · 45 pariwisata, seperti persetujuan UNWTO tentang prinsip-prinsip dalam Global Code of Ethics for Tourism (GCET) yang telah

66

b. Asas terbukaan c. Asas akuntabilitas d. Asas perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal negara;. e. Asas kebersamaan f. Asas efisiensi berkeadialan g. Asas berkelanjutan h. Asas berwawasan lingkungan i. Asas kemandirian j. Asas keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.91

2.3.4. Jenis-Jenis investasi

Pada studi ekonomi dikenal berbagai jenis investasi, antara lain dapat

dibedakan dasar aspek pelakunyameliputi: autonomous investment dan induced

investment. 92

Autonomous investment atau investasi otonom merupakan investasi yang

dilakukan oleh pemerintah. Biasanya investasi jenis ini dilokasikan dalam

pengadaan fasilitas umum, seperti jalan raya, jembatan, bendungan, saluran

irigasi, fasilitas pertahanan, dan lain – lain, sehingga sering disebut public

investment.

Induced investment atau investasi dorongan merupakan investasi yang

timbul akibat adanya pertambahan permintaan efektif yang nyata di pasar.

Kenaikan tersebut disebabkan adanya peningkatan pendapatan masyakarat. Dapat

dikemukan investasi ini timbul sebagai respon terhadap pasar.

Pada umumnya kegiatan investasi dalam ekonomi dibedakan juga menjadi

dua, yaitu investasi pada financial asset dan investasi pada real asset. Investasi

pada financial asset dilakukan di pasar uang, misalnya berupa sertifikat deposito,

91 Lusiana, op.cit, h. 44-45 92 Ida Bagus Wyasa, dkk, op.cit, h. 51

Page 28: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PRINSIP … · 2017. 4. 1. · 45 pariwisata, seperti persetujuan UNWTO tentang prinsip-prinsip dalam Global Code of Ethics for Tourism (GCET) yang telah

67

commercial paper, surat berharga pasar uang (sbpu), dan lainnya. Investasi juga

dapat dilakukan di pasar modal, misalnya berupa saham, obligasi, warranty, opsi,

dan lainnya. Sedangkan invesatsi pada real asset dapat dilakukan dengan

pembelian aset produktif, pendirian pabrik, pembukaan pertambangan,

perkebunan, dan yang lainnya93

Selain itu, jenis kegiatan penanaman modal juga dapat dilihat pada

penjelasan UUPM, kegiatan penanaman modal diklasifikasikan atas dua kategori

besar yaitu investasi langsung (direct investment) atau penanaman modal jangka

panjang dan investasi tidak langsung (inderct investment) atau portofolio

investment.

Ketentuan kegiatan penanaman modal lebih lanjut ditentukan pada UU

PM, menurut Lusiana pengertian penanaman modal hanya mencakup penanaman

modal secara langsung dalam kaitan dengan pengelolaan modal. Pengertian

penanaman modal langsung ini seringkali dikaitkan dengan keterlibatan pemilik

modal secara langsung dalam kegiatan pengelolaan modal.94

Pada ketetuan Pasal 1 Catagena Agreement, investasi asing (foreign direct

investment) diartikan :

Direct foreign investment: contribution from aboard, owned by foreign individuals or concerns to the capital of an enterprise must be in freely convertible curries, industrial plants, machinery or equipment with the right to re-export their value and to remit profit aboard. Also considered as direct foreign investment are those investments in local currency originating from resources which have the right to be remitted aboard.95

93 Nurul Huda dan Mustafa Edwin Nasution, 2007, Investasi Pada Pasar Modal Syariah, cetakan ke-1, Kencana, Jakarta, h. 81 94 Lusiana, op.cit, h. 4

95Ibid, h. 39

Page 29: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PRINSIP … · 2017. 4. 1. · 45 pariwisata, seperti persetujuan UNWTO tentang prinsip-prinsip dalam Global Code of Ethics for Tourism (GCET) yang telah

68

Penanaman modal yang melibatkan investor secara langsung dapat

dilakukan melalui beberapa cara penanaman modal, seperti investasi – investasi

dalam bentuk:

1. Modal sendiri (equity) 2. Modal dari dana pinjaman (loan) 3. Modal bersifat nyata (tangible) dan tidak nyata (intangible) 4. Modal dari keuntungan usaha (reinvesment) 5. Modal langsung (straight investement) 6. Modal patungan (join venture, joint enterprise) 7. Partisipasi modal melalui berbagai bentuk kerja sama dalam hubungan-

hubungan kontaktual

Investasi langsung ini dapat dilakukan dengan mendirikan perusahaan

patung (joint venture company) dengan mitra lokal, melakukan kerja sama operasi

(joint operation scheme) tanpa membentuk perusahaan baru, mengkonversikan

pinjaman menjadi penyertaan mayoritas dalam perusahaan local, memberikan

bantuan teknis dan manajerial maupun memberikan lisensi dan lain-lain96

Investasi tidak langsung umumnya merupakan pananaman modal jangka

pendek yang mencakup kegiatan transaksi di pasar modal dan di pasar uang.

Penanam modal ini disebut penanaman modal jangka pendek karena pada

umumnya mereka melakukan jual beli dan/atau mata uang yang hendak mereka

perjualbelikan.

Begitupula dengan pendapat Panji Anoraga, yang membedakan investasi

berdasarkan bentuknya, yaitu merupan investasi yang berdasarkan pada tata cara

menanamkan investasinya. Tata cara investasi ini dibagi menjadi dua macam,

yaitu:

96Ibid, h. 40

Page 30: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PRINSIP … · 2017. 4. 1. · 45 pariwisata, seperti persetujuan UNWTO tentang prinsip-prinsip dalam Global Code of Ethics for Tourism (GCET) yang telah

69

a. Fortopolio

b. Investasi langsung

Mengenai investasi portofolio dilakukan pasar modal dengan instrumen

surat berharga, seperti saham dan obligasi. Sedangkan langsung merupakan

bentuk investasi dengan jalan membangun, membeli total, atau mengakuisi

perusahaan.

Berdasarkan penjelasan pembagian jenis investasi di atas, dapat

disimpulan yaitu

a. Invetasi langsung (direct investment) atau yang disebut juga penanaman

jangka panjang adalah menempatkan uan secara langsung pada

perusahaan, proyek, atau bisnis dengan harapan dapat memperoleh

tingkat imbalan hasil yang menarik, dengan ciri sebagai berikut

1) Adanya keterlibatan pemilik modal secara langsung dalam kegiatan

pengelolaan modal

2) Dilakukan dengan mendirikan perusahaan patungan (joint venture

company) dengan mitra lokal, melakukan kerja sama operasi (joint

operation scheme) tanpa membentuk perusahan baru,

mengkonversikan pinjaman menjadi penyertaan mayoritas dalam

perusahaan lokal, memberikan bantuan teknis dan manajarial

(tehnical and management assistance) maupun dengan memberikan

lisensi, dan lain – lain.

3) Pemegang saham memiliki kontrol pada pengelolaan perseroan

sehari-hari, baik sebagai komisaris, direksi, ataupun pemilik, namun

Page 31: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PRINSIP … · 2017. 4. 1. · 45 pariwisata, seperti persetujuan UNWTO tentang prinsip-prinsip dalam Global Code of Ethics for Tourism (GCET) yang telah

70

konsekuensinya keberhasilan ataupun kegagalan perusahaan menjadi

tanggung jawab pemegang saham

4) Biasanya resiko tidak ditanggung sendiri oleh pemegang saham

5) Kerugian pada umumnya dilindungi oleh kebiasan internasional

(international customary law)

6) Dilakukan dengan jalan membangun, membeli total, atau mengakuisi

perusahaan

7) Dana yang anda tempatkan dapat ditukar dengan saham pada

perusahaan tersebut hingga menjadi equity

b. Sedangkan invetasi tidak langsung (inderct investment) atau yang disebut

juga invetasi portofolio atau penanaman modal jangka pendek adalah

pada umumnya merupakan penanaman modal jangka pendek yang

mencakup kegiatan transaksi di pasar modal dan di pasar uang, dengan

ciri sebagai berikut:

1. Melakukan jual beli saham dan atau mata uang dalam jangka waktu

yang relative singkat, tergantung kepada fluktuasi nilai saham dan

atau mata uang

2. Dilakukan melalui pasar modal dengan instrumen surat berharga,

seperti saham dan obligasi.

3. Saham di pasar modal dengan mudah bisa diperjualbelikan dan

harganya bisa naik turun.

4. Pemegang saham tidak memiliki control pada pengelolaan perseroan

sehari-hari.

Page 32: BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PRINSIP … · 2017. 4. 1. · 45 pariwisata, seperti persetujuan UNWTO tentang prinsip-prinsip dalam Global Code of Ethics for Tourism (GCET) yang telah

71

5. Biasanya risiko ditanggung sendiri oleh pemegang saham sehingga

pada dasarnya tidak dapat menggugat perusahaan yang

menjalankannya

6. Kerugian pada umumnya tidak dilindungi oleh hukum kebiasaan

internasional (international customary law).

Berdasarkan uraian jenis – jenis investasi diatas, jenis jenis investasi di

Indonesia terdapat pada penjelasan Pasal 2 UUPM yang menyebutkan bahwa ada

2 jenis investasi secara langsung dan tidak langsung (portofolio).