BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENEGAKAN HUKUM…erepo.unud.ac.id/17984/3/1203005068-3-Bab 2.pdf ·...
Transcript of BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENEGAKAN HUKUM…erepo.unud.ac.id/17984/3/1203005068-3-Bab 2.pdf ·...
20
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PENEGAKAN HUKUM, PERENCANAAN
RUANG, DAN RUANG TERBUKA HIJAU
2.1 Penegakan Hukum
2.1.1 Pengertian Penegakan Hukum
Penegakan hukum merupakan hal yang sangat esensial dan substansial
dalam negara hukum, penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk
tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman
prilaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum yang berhubungan
dengan masyarakat dan bernegara.13
Penegakan hukum dapat ditinjau dari dua
sudut yaitu dari sudut subjek dan objek.14
Dari sudut subjek penegakan hukum
dapat diartikan sebagai penegakan hukum secara luas dan secara sempit. Dalam
arti luas, proses penegakan hukum dapat melibatkan seluruh subjek hukum. Siapa
saja yang menjalankan aturan normatif dengan melakukan sesuatu atau tidak
melakukan sesuatu dengan mendasarkan diri pada norma aturan hukum yang
berlaku, berarti yang bersangkutan telah melakukan atau menjalankan aturan
hukum. Dalam arti sempit, penegakan hukum hanya dilaksanakan oleh aparat
hukum untuk menjamin dan memastikan bahwa suatu aturan hukum berjalan
sebagaimana mestinya, dan dalam memastikan tegaknya hukum itu, aparatur
penegak hukum
13
Jimly Assiddiqie, 2009, Penegakan Hukum.(Makalah), Jakarta, http:// jimly.com/
makalah/namafile/56/Penegakan_Hukum.pdf), h. 1. 14
Ibid
21
diperkenankan untuk menggunakan daya paksa.15
Uraian di atas memberikan
pengertian penegakan hukum adalah upaya yang dilakukan untuk melaksanakan
suatu aturan, baik dalam arti formil yang sempit maupun dalam arti materil yang
luas, sebagai pedoman prilaku dalam setiap perbuatan hukum, baik oleh para
subjek hukum yang bersangkutan maupun oleh aparat penegak hukum yang resmi
diberi tugas dan kewenangan oleh undang-undang untuk menjamin berfungsinya
norma-norma hukum yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara.16
Tujuan pokok hukum adalah menciptakan tatanan masyarakat yang tertib,
menciptakan ketertiban dan keseimbangan.17
Dengan tercapainya ketertiban
dalam masyarakat diharapakan kepentingan manusia akan terindungi. Dalam
mencapai tujuannya itu hukum bertugas membagi hak dan kewajiaban antar
perorangan di dalam masyarakat, membagi wewenang dan mengatur cara
memecahkan masalah hukum serta memelihara kepastian hukum.
Hal tersebut di atas tidak mungkin terwujud dalam masyarakat jika aparat
penegak hukum tidak memainkan perannya dengan maksimal sebagai penegak
hukum. Secara sosiologis, maka setiap penegak hukum tersebut mempunyai
kedudukan dan peranan. Kedudukan (sosial) merupakan posisi tertentu dalam
struktur kemasyarakatan, yang mungkin tinggi, sedang-sedang saja atau rendah.
15
Ibid, h. 2. 16
Hans Kelsen, 2011, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara, terj.Muttaqien, Raisul.
Nusa Media, Bandung, h. 89. 17
Sudikno Mertokusumo, 1999, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, h.
71.
22
Kedudukan tersebut sebenarnya merupakan suatu wadah, yang isinya
adalah hak-hak dan kewajiban-kewajiban tertentu. Suatu hak merupakan
wewenang untuk berbuat atau tidak berbuat, sedangkan kewajiban adalah beban
atau tugas. Hak- hak dan kewajiban- kewajiban tertentu tersebut merupakan peran
(role). Oleh karena itu, seseorang yang mempunyai kedudukan tertentu, lazimnya
disebut pemegang peranan (role occupant).
2.1.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum
Penegakan hukum baik sebagai hukum materil maupun hukum formil.
Dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah:18
1. Faktor hukum
Dalam suatu proses penegakan hukum, faktor hukum adalah salah satu
yang menentukan keberhasilan penegakan hukum itu sendiri. Namun tidak
terlaksananya penegakan hukum dengan sempurna hal itu disebabkan karena
terjadi masalah atau gangguan yang disebabkan karena beberapa hal seperti tidak
diikuti asas-asas berlakunya undang-undang yang merupakan dasar pedoman dari
suatu peraturan perundang-undangan, hal yang kedua yaitu belum adanya suatu
aturan pelaksanaan untuk menerapkan undang-undang.19
2. Faktor penegak hukum
Penegak hukum mempunyai peran yang penting dalam penegakan hukum
itu sendiri, prilaku dan tingkah laku aparat pun seharusnya mencerminkan suatu
kepribadian yang dapat menjadi teladan bagi masyarakat dalam kehidupan sehari-
hari. Aparat penegak hukum yang profesional adalah mereka yang dapat
18
Soerjono Soekanto, op.cit, h. 5. 19
Ibid, h. 17-18
23
berdedikasi tinggi pada profesi sebagai aparat hukum, dengan demikian seorang
aparat penegak hukum akan dapat melaksanakan tugas dan kewenangannya
sebagai seorang penegak hukum dengan baik.20
Ada beberapa halangan yang mungkin dijumpai pada penerapan peranan
yang seharusnya dari golongan sasaran atau penegak hukum, halangan-halangan
tersebut adalah:21
1. Keterbatasan kemampuan untuk menempatkan diri dalam peranan
pihak lain dengan siapa dia berinteraksi.
2. Tingkat aspirasi yang relative belum tinggi.
3. Kegairahan yang sangat terbatas untuk memikirkan masa depan,
sehingga sulit sekali untuk membuat proyeksi.
4. Belum ada kemampuan untuk menunda pemuasan suatu kebutuhan
tertentu, terutama kebutuhan materiil.
5. Kurangnya daya inovatif yang sebenarnya merupakan pasangan
konservatisme.
3. Faktor sarana dan prasarana
Dengan dukungan sarana dan fasilitas yang memadai penegakan hukum
akan dapat terlaksana dengan baik. Sarana dan fasilitas yang dimaksud, antara
lain, sumber daya manusia, organisasi yang baik, peralatan yang mumpuni, dan
sumber dana yang memadai.22
Bila sarana dan fasilitas tersebut dapat dipenuhi
maka penegakan hukum akan berjalan maksimal.
Penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai
kedamaian dalam masyarakat.23
Oleh karena itu dipandang dari sudut tertentu,
maka masyarakat dapat mempengaruhi penegakan hukum tersebut. Masyarakat
20
Ibid, h. 34. 21
Irfan Islamy, 2001, Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijakan Negara, Pradnya Paramitha,
Jakarta, h.57. 22
Soerjono Soekanto, op.cit, h. 37. 23
Maria Farida, 1998, Ilmu Perundang - Undangan, Kanisius, Yogyakarta, h. 112.
24
Indonesia mempunyai kecenderungan yang besar untuk mengartikan hukum dan
bahkan mengidentifikasikannya dengan petugas (dalam hal ini penegak hukum
sebagai pribadi). Salah satu akibatnya adalah baik buruknya hukum senantiasa
dikaitkan dengan pola prilaku penegak hukum tersebut.
4. Faktor masyarakat
Penegakan hukum adalah berasal dari masyarakat dan untuk masyarakat.
Oleh karena itu peran masyarakat dalam penegakan hukum juga sangat
menentukan. Masyarakat yang sadar hukum tentunya telah mengetahui hal mana
yang merupakan hak dan kewajiban mereka, dengan demikian mereka akan
mengembangkan kebutuhan-kebutuhan mereka sesuai dengan aturan yang
berlaku.24
5. Faktor kebudayaan
Kebudayaan hukum pada dasarnya mencakup nilai dasar yang mendasari
keberlakuan hukum dalam masyarakat, yang menjadi patokan nilai yang baik dan
buruk. Menurut Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto terdapat pasangan
nilai yang berperan dalam hukum yaitu:25
i. Nilai ketertiban dan nilai ketentraman,
ii. Nilai jasmaniah (kebendaan) dan nilai rohaniah (keahlakan),
iii. Nilai kelanggengan (konservatisme) dan nilai kebaruan (inovetisme).
Nilai ketertiban biasanya disebut dengan keterikatan atau disiplin,
sedangkan nilai ketentraman merupakan suatu kebebasan, secara psikis suatu
ketentraman ada bila seorang tidak merasa khawatir dan tidak terjadi konflik
24
Soerjono Soekanto, op.cit, h. 57. 25
Ibid, h. 60.
25
batiniah. Nilai kebendaan dan keakhlakan merupakan pasangan nilai yang bersifat
universal. Akan tetapi dalam kenyataan karena pengaruh modernisasi kedudukan
nilai kebendaan berada pada posisi yang lebih tinggi dari pada nilai keakhlakan
sehingga timbul suatu keadaan yang tidak serasi.26
Berdasarkan teori Friedman berhasil atau tidaknya penegakan hukum
bergantung pada: Substansi Hukum, Struktur Hukum/Pranata Hukum dan Budaya
Hukum.27
1. Substansi hukum: hal ini disebut sebagai sistem substansial yang menentukan
bisa atau tidaknya hukum itu dilaksanakan.28
Substansi juga berarti produk
yang dihasilkan oleh orang yang berada dalam sistem hukum yang mencakup
keputusan yang mereka keluarkan, aturan baru yang mereka susun. Substansi
juga mencakup hukum yang hidup (living law), bukan hanya aturan yang ada
dalam kitab undang-undang (law in books). Sebagai negara yang masih
menganut sistem Civil Law System atau sistem Eropa Kontinental (meski
sebagaian peraturan perundang-undangan juga telah menganut Common Law
System atau Anglo Sexon) dikatakan hukum adalah peraturan-peraturan yang
tertulis sedangkan peraturan-peraturan yang tidak tertulis bukan dinyatakan
hukum. Sehingga bisa atau tidaknya suatu perbuatan dikenakan sanksi hukum
apabila perbuatan tersebut telah mendapatkan pengaturannya dalam peraturan
perundang-undangan.
26
Ibid, h. 65. 27
Lawrence Meir Friedman, 2001, Hukum Amerika: Suatu Pengantar, diterjemahkan oleh
Wishnu Basuki,PT. Tata Nusa, Jakarta, h .8. 28
Ibid
26
2. Struktur Hukum/Pranata Hukum: hal ini disebut sebagai sistem Struktural
yang menentukan bisa atau tidaknya hukum itu dilaksanakan dengan baik.29
Struktur hukum berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 meliputi;
mulai dari Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan Badan Pelaksana Pidana
(Lapas). Kewenangan lembaga penegak hukum dijamin oleh undang-undang.
Sehingga dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya terlepas dari
pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh-pengaruh lain. Hukum tidak
dapat berjalan atau tegak bila tidak ada aparat penegak hukum yang
kredibilitas, kompeten dan independen. Seberapa bagusnya suatu peraturan
perundang-undangan bila tidak didukung dengan aparat penegak hukum yang
baik maka keadilan hanya angan-angan.
Lemahnya mentalitas aparat penegak hukum mengakibatkan penegakkan
hukum tidak berjalan sebagaimana mestinya. Banyak faktor yang
mempengaruhi lemahnya mentalitas aparat penegak hukum diantaranya
lemahnya pemahaman agama, ekonomi, proses rekruitmen yang tidak
transparan dan lain sebagainya. Sehingga dapat dipertegas bahwa faktor
penegak hukum memainkan peran penting dalam memfungsikan hukum.
Kalau peraturan sudah baik, tetapi kualitas penegak hukum rendah maka akan
ada masalah. Demikian juga, apabila peraturannya buruk sedangkan kualitas
penegak hukum baik, kemungkinan munculnya masalah masih terbuka.
29
Ibid, h. 9.
27
3. Budaya Hukum: Kultur hukum adalah sikap manusia terhadap hukum dan
sistem hukum-kepercayaan, nilai, pemikiran, serta harapannya.30
Kultur
hukum adalah suasana pemikiran sosial dan kekuatan sosial yang menentukan
bagaimana hukum digunakan, dihindari, atau disalahgunakan. Budaya hukum
erat kaitannya dengan kesadaran hukum masyarakat. Semakin tinggi
kesadaran hukum masyarakat maka akan tercipta budaya hukum yang baik
dan dapat merubah pola pikir masyarakat mengenai hukum selama ini. Secara
sederhana, tingkat kepatuhan masyarakat terhadap hukum merupakan salah
satu indikator berfungsinya hukum.
Hubungan antara tiga unsur sistem hukum itu sendiri tak berdaya, seperti
pekerjaan mekanik. Struktur diibaratkan seperti mesin, substansi adalah apa yang
dikerjakan dan dihasilkan oleh mesin, sedangkan kultur hukum adalah apa saja
atau siapa saja yang memutuskan untuk menghidupkan dan mematikan mesin itu,
serta memutuskan bagaimana mesin itu digunakan. Dikaitkan dengan sistem
hukum di Indonesia, Teori Friedman tersebut dapat kita jadikan patokan dalam
mengukur proses penegakan hukum di Indonesia.
2.2 Tinjauan Tentang Perencanaan Ruang
2.2.1 Pengertian dan Dasar Hukum Tata Ruang
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan
Ruang, mennyebutkan “Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang
laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan
30
Ibid
28
wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan
memelihara kelangsungan hidupnya.” Dilanjutkan dengan Pasal 1 angka 2
menyebutkan “Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang”.
Penataan ruang menyangkut seluruh aspek kehidupan sehingga
masyarakat perlu mendapat akses dalam proses perencanaan penataan ruang.
Konsep dasar hukum penataan ruang terdapat dalam pembukaan Undang –
Undang Dasar 1945 aliniea ke-4, yang menyatakan “Melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta
melaksanakan ketertiban dunia”. Selanjutnya, dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-
Undang Dasar 1945 menyatakan “Bumi dan air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya
untuk kemakmuran rakyat”.
Ketentuan tersebut memberikan “hak penguasaan kepada Negara atas
seluruh sumber daya alam Indonesia, dan memberikan kewajiban kepada Negara
untuk menggunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.” Kalimat tersebut
mengandung makna, Negara mempunyai kewenangan untuk melakukan
pengelolaan, mengambil dan memanfaatkan sumber daya alam guna
terlaksananya kesejahteraan yang dikehendaki. Untuk dapat mewujudkan tujuan
Negara tersebut, khususnya untuk meningkatkan kesejahteraan umum dan
mencerdaskan kehidupan bangsa berarti Negara harus dapat melaksanakan
pembangunan sebagai penunjang dalam tercapainya tujuan tersebut dengan suatu
perencanaan yang cermat dan terarah.
29
Ruang harus dimanfaatkan secara arif dan efisien, sehingga
memungkinkan pemanfaatan sumber daya alam yang terkandung di dalamnnya
dapat secara optimal dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Bila pemanfaatan ruang tidak diatur dengan baik, kemungkinan besar terdapat
penerobosan pemanfaatan ruang dan penurunan kualitas ruang. Diperlukan
penataan ruang untuk mengatur pemanfaatannya berdasarkan besaran kegiatan,
jenis kegiatan, fungsi lokasi, kualitas ruang dan estetika lingkungan. Untuk
menjaga kelangsungannya, maka ruang perlu ditata dan dikendalikan serta
direncanakan sehingga dapat memberikan dampak positif bagi mahluk hidup di
atasnya untuk jangka panjang dan berkelanjutan.
Konsep pengembangan wilayah di Indonesia lahir dari suatu
penggabungan dasar-dasar pemahaman teoritis (teori faktor pembentuk ruang dari
Walter Down Effect dan Polarization Effect dari Hirschman, Teori Backwash and
Spread Effect dari Myrdal, teori Growth Pole dari Friedman, teori Urban and
Rural Linkages dari Douglas, teori pembangunan infrastruktur dari Sutami dan
lain-lain) dengan pengalaman-pengalaman praktis sebagai bentuk penerapannya
yang bersifat dinamis.31
Dalam teori Walter Down Effect dan Polarization Effect
dari Hirschman ia berpandapat bahwa perkembangan suatu wilayah tidak terjadi
secara bersamaan.32
Dalam teori ini terdapat sistem polarisasi perkembangan
suatu wilayah yang kemudian akan memberikan efek ke wilayah lainnya, atau
dengan kata lain, suatu wilayah yang berkembang akan membuat wilayah di
31
S. Ernaw, 2008, Kebijakan Ruang Berdasarkan UU NO.26 Tahun 2007 dalam Rangka
Penyelenggaraan Infrastruktur Pekerjaan Umum. Available from www. Penataan Ruang.net. 32
Adisasmita,R, 2008, Pengembangan Wilayah Konsep dan Teori, Graha Ilmu. Yogyakarta,
h. 68.
30
sekitarnya akan ikut berkembang; Teori Backwash and Spread Effect dari Myrdal,
dalam teori ini ia memberikan kesan pesimisti yang berpendapat bahwa polarisasi
muncul lebih kuat dari pada penyebaran pembangunan, permintaan faktor-faktor
produksi akan menumpuk di daerah-daerah perkotaan yang memberikan manfaat
kepadanya, dan sebaliknya di daerah perdesaan yang tidak menguntungkan akan
menipis.33
Contohnya adalah makin bertambahnya permintaan masyarakat suatu
wilayah kaya atas hasil-hasil dari masyarakat miskin berupa bahan makanan
pokok seperti beras yang sumbernya dari pertanian masyarakat wilayah miskin.
Sementara Spread effects contohnya adalah makin berkurangnya kualitas
pertanian masyarakat miskin akibat dampak negatif dari polusi yang disebabkan
oleh masyarakat wilayah kaya; teori Growth Pole dari Friedman, teori ini lebih
menekankan pada pembentukan hirarki guna mempermudah pengembangan
system pembangunan dengan asumsi bahwa dengan adanya pusat pertumbuhan
akan lebih memudahkan dan pembangunan akan lebih terencana; teori Urban and
Rural Linkages dari Douglas, teori ini menekankan hubungan antara urban dan
rural area dalam bidang ekonomi, sosial, dan keterkaitan lingkungan, dan juga
membutuhkan suatu keseimbangan dan pendekatan-pendekatan yang saling
menguntungkan.34
Tidak sepenuhnya pembangunan daerah rural karena
pembangunan dari daerah urban. Pandangan baru tentang ini mengacu kepada
rural urban linkage yang berarti aliran peningkatan atau kemajuan dari ibukota,
masyarakat (contoh: migrasi dan nglaju) dan barang antara wilayah rural dan
urban. Sangat penting dalam menambahkan atau mensertakan aliran ide, aliran
33
Ibid. 34
Ibid, h. 69.
31
informasi, dan aliran dari difusi informasi; teori pembangunan infrastruktur dari
Sutami, teori ini mengungkapkan manfaat pembangunan infrastruktur yang
intensif untuk mendukung pemanfaatan potensi sumber daya alam akan mampu
mempercepat pengembangan wilayah sehingga perkembangan wilayah tergantung
pada sumber daya alam yang terdapat di daerah tersebut.35
Dengan kata lain,
konsep pengembangan wilayah di Indonesia merupakan penggabungan dari
berbagai teori dan model yang senantiasa berkembang yang telah diuji terapkan
dan kemudian dirumuskan kembali menjaadi suatu pendekatan yang disesuaikan
dengan kondisi dan kebutuhan pembangunan di Indonesia.
Pengembangan wilayah bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat
dan kualitas lingkungan. Secara konseptual pengertian pengembangan wilayah
dapat dirumuskan sebagai rangkaian upaya untuk mewujudkan keterpaduan dalam
penggunaan berbagai sumber daya, merekatkan dan menyeimbangkan
pembangunan nasional dan kesatuan wilayah nasional, meningkatkan keserasian
antar kawasan, keterpaduan antar sektor pembangunan melalui proses penataan
ruang dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan yang berkelanjutan.
Dalam rangka mewujudkan konsep pengembangan wilayah yang
didalamnya tujuan dan sasaran yang bersifat kewilayahan di Indonesia,36
maka
dilaksanakan penataan ruang yang terdiri dari 3 (tiga) rangkaian proses utama
yang saling berkaitan satu dengan lainnya sesuai Undang-Undang Nomor 26
tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yakni:
35
Ibid 36
Dit.Jen. Agraria, 1997, Penggunaan tanah (Land use), h. 75.
32
a. Proses perencanaan tata ruang merupakan suatu proses untuk
menentukan struktur dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan
penetapan rencana tata ruang, yang menghasilkan rencana wilayah
(RTRW). Disamping itu RTRW pada dasarnya merupakan bentuk
intervensi yang dilakukan agar manusia/ mahluk hidup dengan
lingkungannya dapat berjalan serasi, seimbang untuk tercapainya
kesejahteraan manusia/ makhluk hidup kelestarian lingkungan dan
keberlanjutan pembangunan (development sustainability).
b. Proses pemanfaatan ruang merupakan upaya untuk mewujudkan
struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui
penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya, yang
merupakan wujud operasionalisasi rencana ruang atau pelaksanaan itu
sendiri.
c. Proses pengendalian pemanfaatan ruang merupakan upaya untuk
mewujudkan tertib tata ruang yang terdiri atas mekanisme perizinan dan
penertiban terhadap pelaksanaan pembangunan agar tetap sesuai dengan
RTRW dan tujuan penataan ruang wilayahnya. Pembangunan wilayah
bukan sekedar upaya untuk memenuhi tujuan-tujuan sektoral atau
daerah yang bersifat parsial, namun untuk memenuhi tujuan-tujuan
pengembangan wilayah yang bersifat komprehensif dan holistic perlu
mempertimbangkan keserasian antara berbagai sumber daya sebagai
unsur utama pembentuk ruang, didukung oleh sistem hukum dan sistem
kelembagaan yang melingkupinya. Di samping itu, pengembangan
wilayah dilakukan sebagai langkah strategis untuk mengatasi
kesenjangan wilayah. Sehingga dalam hal ini, pengembangan wilayah
dilakukan dalam paying “penataan ruang” untuk meningkatkan kualitas
hidup masyarakat (city as engine of economic growth) yang berkeadilan
sosial (social justice) dalam lingkungan hidup yang lestari
(environmentaly sound) dan berkesinambungan (sustainability sound).
Pengembangan wilayah melalui penataan ruang adalah rangkaian upaya
untuk mewujudkan keterpaduan penggunaan berbagai sumber daya, merekatkan
dan menyeimbangkan pembangunan nasional dan kesatuan wilayah nasional,
meningkatkan keserasian antar kawasan, keterpaduan antar sektor pembangunan
melalui proses penataan ruang dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan
yang berkelanjutan dalam wadah Negara Republik Indonesia.37
37
Ibid
33
Salah satu konsep dasar pemikiran tata ruang menurut hukum Indonesia
terdapat dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria. Sesuai dengan Pasal 33 ayat 3 UUD 1945, tentang
pengertian hak menguasai dari negara terhadap konsep tata ruang, Pasal 2 UUPA
memuat wewenang untuk:
(1) Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan penggunaan, persediaan,
dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa.
(2) Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang
dengan bumi, air, dan ruang angkasa.
(3) Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang
dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang
angkasa.
Ketentuan tersebut memberikan hak penguasan kepada negara atas seluruh
sumber daya alam Indonesia, dan memberikan kewajiban kepada negara untuk
menggunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat dalam rangka
masyarakat yang adil dan makmur (Pasal 2 ayat (2) dan (3)). Kalimat tersebut
mengandung makna, negara mempunyai kewenangan untuk melakukan
pengelolaan, mengambil dan memanfaatkan sumber daya alam guna
terlaksananya kesejahteraan rakyat yang dikehendaki.
Adapun, kekuasaan Negara yang dimaksudkan itu mengenai semua bumi,
air dan ruang angkasa, jadi baik yang sudah dihaki oleh seseorang maupun yang
tidak. Kekuasaan Negara mengenai tanah yang sudah dipunyai orang dengan
sesuatu hak dibatasi oleh isi dari hak itu, artinya sampai seberapa Negara memberi
kekuasaan kepada yang mempunyai untuk menggunakan haknya sampai disitulah
batas kekuasaan Negara tersebut.
34
Untuk dapat mewujudkan tujuan negara tersebut, khususnya untuk
meningkatkan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa berarti
negara harus dapat melaksanakan pembangunan sebagai penunjang dalam
tercapainya tujuan tadi dengan suatu perencanaan yang cermat dan terarah.
Apabila dicermati dengan seksama, kekayaan alam yang ada dan dimiliki oleh
negara, yang kesemuanya itu memiliki suatu nilai ekonomis, maka dalam
pemanfaatannya pun harus diatur dan dikembangkan dalam pola tata ruang yang
terkoordinasi, sehingga tidak akan adanya perusakan terhadap lingkungan hidup.
2.2.2 Asas dan Tujuan Penataan Ruang
Berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang ditegaskan dalam kerangka Negara kesatuan Republik Indonesia,
penataan ruang diselenggarakan berdasarkan asas:
1) Keterpaduan
Penataan ruang diselenggarakan dengan mengintegrasikan, berbagai
kepentingan yang bersifat lintas sektor, lintas wilayah dan lintas pemangku
kepentingan. Pemangku kepentingan antara lain pemerintah, pemerintah
daerah dan masyarakat
2) Keserasian, keselarasan dan keseimbangan
Penataan ruang diselenggarakan dengan mewujudkan keserasian antara
struktur ruang dan pola ruang, keselarasan antara kehidupan manusia
dengan lingkungannya, keseimbangan pertumbuhan dan perkembangan
antar daerah serta antara kawasan perkotaan dan kawasan pedesaan.
3) Keberlanjutan
Penataan ruang diselenggarakan dengan menjamin kelestarian dan
kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan dengan
memperlihatkan kepentingan mendatang
4) Keberdayagunaan dan keberhasilgunaan
Penataan ruang diselenggarakan dengan mengoptimalkan manfaat ruang
dan sumber daya yang terkandung didalamnya serta menjamin
terwujudnya tata ruang yang berkualitas
35
5) Keterbukaan
Penataan ruang diselenggarakan dengan memberikan akses yang seluas-
luasnya kepada masyarakat untuk mendapatkan informasi yang berkaitan
dengan penataan ruang
6) Kebersamaan dan kemitraan
Penataan ruang diselenggarakan dengan melibatkan seluruh pemangku
kepentingan
7) Perlindungan kepentingan umum
Penataan ruang diselenggarakan dengan mengutamakan kepentingan
masyarakat
8) Kepastian hukum dan keadilan
Penataan ruang diselenggarakan dengan berlandaskan hukum atau
ketentuan peraturan perundang-undangan dan bahwa penataan ruang
dilaksanakan dengan mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat serta
melindungi hak dan kewajiban semua pihak secara adil dengan jaminan
kepastian hukum.
9) Akuntabilitas
Penyelenggaraan penataan ruang dapat dipertanggungjawabkan, baik
prosesnya, pembiayaan maupun hasilnya.38
Perencanaan tata ruang perkotaan seyogyanya dimulai dengan
mengidentifikasi kawasan-kawasan yang secara alami harus diselamatkan
(kawasan lindung) untuk menjamin kelestarian lingkungan, dan kawasan-kawasan
yang secara alami rentan terhadap bencana alam seperti gempa, longsor, banjir,
maupun bencana alam lainnya. Sesuai dengan yang disebutkan pada Pasal 3
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Pentaan Ruang:
Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang
wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan
berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dengan:
a. terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan
buatan;
b. terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan
sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan
c. terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif
terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.
38
Hasni, 2008, Hukum Penataan Ruang dan Penatagunaan Tanah, Rajawali Pers, Jakarta,
h. 133
36
Dari pasal tersebut dapat dipahami bahwa rumusan tujuan (pengaturan
penataan ruang) merupakan penerapan bagaimana konsep asas-asas
penyelenggaraan penatan ruang mengendalikan arah dan sasaran yang hendak
ditujui oleh suatu pengaturan Undang-Undang Penataan Ruang ini.
2.3 Tinjauan Umum Tentang Ruang terbuka Hijau
2.3.1 Pengertian Umum dan Ruang Lingkup Terbuka Hijau
Menurut Pasal 1 butir 31 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang, Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau
mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh
tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Dalam
ruang terbuka hijau pemanfatannya lebih bersifat pengisian hijau tanaman atau
tumbuh-tumbuhan secara alamiah ataupun budidaya tanaman seperti lahan
pertanian, pertamanan, perkebunan dan sebagainya.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang Proporsi RTH pada wilayah kota paling sedikit 30% dari luas wilayah
kota. Proporsi 30% merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan
ekosistem kota, yang selanjutnya akan meningkatkan ketersediaan udara bersih
yang diperlukan masyarakat, serta dapat meningkatkan nilai estetika kota.
Peraturan Menteri Dalam Negeri No.1 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan, Ruang Terbuka Hijau Kawasan
Perkotaan (selanjutnya disingkat RTHKP) adalah bagian dari ruang terbuka suatu
kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung
manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika. RTHKP Publik adalah
37
RTHKP yang penyediaan dan pemeliharaannya menjadi tanggungjawab
Pemerintah Kabupaten/Kota. Pemanfaatan RTHKP publik dikelola oleh
Pemerintah Daerah dengan melibatkan para pelaku pembangunan. RTHKP publik
tidak dapat dialihfungsikan. Pemanfaatan RTHKP publik dapat dikerjasamakan
dengan pihak ketiga ataupun antar pemerintah daerah.
Tujuan pengadaan dan penataan RTH di wilayah perkotaan menurut
Permendagri Nomor 1 Tahun 2007, yaitu : menjaga keserasian dan keseimbangan
ekosistem lingkungan, mewujudkan keseimbangan antara lingkungan alam dan
lingkungan buatan bagi kepentingan masyarakat, meningkatkan kualitas
lingkungan yang sehat, indah, bersih, dan nyaman.
Jenis RTH kawasan perkotaan (Permendagri Nomor 1 Tahun 2007) yaitu :
(1) pertamanan meliputi taman kota, taman wisata, taman rekreasi, taman
lingkungan perumahan dan permukiman, taman lingkungan perkantoran, taman
hutan raya, (2) hutan kota, hutan lindung, dan cagar alam sebagai tempat rekreasi
dan konservasi, (3) kebun raya dan kebun binatang, (4) lapangan olah raga seperti
golf, sepak bola dan sebagainya, (5) pemakaman umum, (6) lahan pertanian, (7)
jalur hijau meliputi koridor utilitas, blueway meliputi bantaran sungai dan
kanal/danau, water front meliputi pantai, (8) daerah penyangga (buffer zone), dan
(9) taman atap (roof garden)
2.3.2 Peran dan Fungsi Ruang Terbuka Hijau
Fungsi pokok ruang terbuka hijau adalah pelaksanaan pengembangan
ruang terbuka hijau yang dilakukan dengan pengisian hijau tumbuhan secara
38
alami ataupun dengan tanaman budidaya. Namun demikian, ditinjau dari kondisi
ekosistem pada umumnya, apapun sebutan bagian-bagian ruang terbuka hijau kota
tersebut hendaknya semua selalu mengandung tiga fungsi pokok yaitu:39
1. Fisik-ekologis (termasuk perkayaan jenis)
2. Ekonomis (nilai produktif dan penyeimbang untuk kesehatan
lingkungan)
3. Sosial budaya (termasuk pendidikan, dan nilai budaya dan
psikologisnya)
Menurut Permendagri Nomor 1 Tahun 2007 fungsi RTH di wilayah
perkotaan, antara lain : pengaman keberadaan kawasan lindung perkotaan,
pengendali pencemaran dan kerusakan tanah, air, dan udara, tempat perlindungan
plasma nutfah dan keanekaragaman hayati, pengendali tata air, dan sarana estetika
kota.
Peranan RTH bagi pengembangan kota dapat dilihat dalam beberapa aspek
sebagai berikut : 40
a. Alat pengukur iklim amplitude (klimatologis).
Penghijauan memperkecil amplitude variasi yang lebih besar dari
kondisi udara panas ke kondisi udara sejuk
b. Penyaring udara kotor (protektif).
Penghijauan dapat mencegah terjadinya pencemaran udara yang
berlebihan oleh adanya asap kendaraan, asap buangan industri dan
gas beracun lainnya
c. Sebagai tempat hidup satwa.
Pohon peneduh tepi jalan sebagai tempat hidup satwa
burung/unggas
d. Sebagai penunjang keindahan (estetika).
Tanaman ini memiliki bentuk teksur dan warna yang menarik
e. Mempertinggi kualitas ruang kehidupan lingkungan.
Ditinjau dari sudut planologi, penghijauan berfungsi sebagai
pengikat dan pemersatu elemen-elemen (bangunan) yang ada
39
Ibid, h. 230. 40
Hakim dan Utomo, 2004, Komponen Perancangan Arsitektur Lansekap, Bumi Aksara,
Jakarta, h. 57.
39
disekelilingnya. Dengan demikian, dapat tercipta lingkungan yang
kompak dan serasi.
Menurut Permendagri No. 1 Tahun 2007, lokasi RTH terbagi menjadi
enam kawasan peruntukan ruang kota, yaitu : kawasan pusat perdagangan
meliputi taman lingkungan sekitar pusat perdagangan, kawasan perdagangan
meliputi taman lingkungan kantor, dan jalur hijau jalan, kawasan pendidikan
(sekolah/kampus) meliputi jalan lingkungan kampus, pusat lingkungan dan taman,
kawasan industri dan fasilitasnya meliputi jalur hijau jalan, taman lingkungan
pabrik, kawasan permukiman meliputi halaman rumah, taman lingkungan,
fasilitas perumahan, bantaran sungai, daerah rawan erosi, jalur hijau jalan raya
dan jalan lingkungan, kawasan pertanian dan perkebunan meliputi ladang, kebun,
sawah, hutan, cagar alam, daerah rawan erosi, bantaran sungai dan konservasi
pesisir pantai.
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No.1 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan, manfaat RTHKP adalah
sebagai berikut:
a. Sarana untuk mencerminkan identitas daerah
b. Sarana penelitian, pendidikan dan penyuluhan
c. Sarana rekreasi aktif dan pasif serta interkasi sosial
d. Meningkatkan nilai ekonomi lahan perkotaan
e. Menumbuhkan rasa bangga dan meningkatkan prestise daerah
f. Sarana aktivitas sosial bagi anak-anak, remaja, dewasa dan manula
g. Sarana ruang evakuasi untuk keadaan darurat
h. Memperbaiki iklim mikro
i. Meningkatkan cadangan oksigen di perkotaan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05/PRT/M/2008
Manfaat RTH secara langsung dan tidak langsung, sebagian besar dihasilkan dari
40
adanya fungsi ekologis, atau kondisi ’alami’ ini dapat dipertimbangkan sebagai
pembentuk berbagai faktor. Berlangsungnya fungsi ekologis alami dalam
lingkungan perkotaan secara seimbang dan lestari akan membentuk kota yang
sehat dan manusiawi. Secara langsung, manfaat RTH adalah berupa bahan-bahan
yang untuk dijual dan kenyamanan fisik. Sedangkan RTH yang manfaatnya tidak
langsung adalah bermanfaat dalam perlindungan tata air dan konservasi
hayati/untuk keanekaragaman hayati. Selain itu, RTH dapat bermanfaat bagi
kesehatan dan ameliorasi iklim.