BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH · PDF filePengertian otonomi daerah adalah...
Transcript of BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH · PDF filePengertian otonomi daerah adalah...
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH,
PENEGAKAN HUKUM, PERIZINAN, DAN IZIN MENDIRIKAN
BANGUNAN (IMB)
2.1 Pemerintahan Daerah
Sebagai daerah otonomi, pemerintah daerah provinsi, kabupaten
dan kota, berwenang untuk membuat peraturan daerah dan peraturan
kepala daerah, guna menyelenggarakan urusan otonomi daerah dan tugas
pembantuan. Istilah otonomi menurut Ateng syafrudin mempunyai makna
“kebebasan atas kemandirian tetapi bukan kemerdekaan, melainkan
kebebasan yang terbatas atau kemandirian itu terwujud pemberian
kesempatan yang harus dapat dipertanggung jawabkan”.1 Syarif Saleh
memiliki pendapat yang berbeda yaitu “otomoni itu sebagai hak mengatur
dan memerintah daerah sendiri, atas inisiatif dan kemauan sendiri”.2
Pengertian otonomi daerah adalah kesatuan masyarakat hukum
yang mempunyai batas-batas wilayah, yang berwenang mengatur dan
mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
menurut prakarsa sendiri, berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sedangkan menurut Pasal 1 angka
(6) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
1. Ateng Syafrudin, 1985, Pasang Surut Otonomi Daerah, Bina Cipta, Bandung,
(selanjutnya disingkat Ateng SyafrudinI), h. 23. 2. Syarif Saleh, 1993, Otonomi dan Daerah Otonom, Endang, Jakarta, h. 31.
disebutkan bahwa, otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Dalam urusan penyelenggaraan pemerintahan, dilaksanakan
dengan beberapa asas-asas yaitu sebagai berikut:3
1. Asas desentralisasi, adalah penyerehan wewenang pemerintah
oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk
mengatur dan mengurus urusan pemerintah dalam sistem
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Asas dekonsentrasi, adalah pelimpahan wewenang
pemerintahan oleh pemerintah kepada gubernur, sebagai wakil
pemerintah kepada instansi vertikal di wilayah tertentu.
3. Asas tugas pembantuan, adalah penugasan dari pemerintah
kepada daerah dan desa, dari pemerintah provinsi kepada
pemerintah kabupaten/kota dan desa, serta dari pemerintah
kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.
Pembentukan pemerintahan daerah sesuai dengan Amanat Pasal 18
UUD Negara RI Tahun 1945, melahirkan berbagai bentuk produk undang-
undang dan peraturan perundang-undangan lain yang mengatur tentang
pemerintahan daerah yang terbaru adalah Undang-Undang Nomor 23
3. Jum Anggriani, 2012, Hukum Administrasi Negara, Ed. I, cet. I, Graha Ilmu
Yogyakarta, h. 75.
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dengan ada beberapa pasal yang
berubah yang tercantum pada Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015
tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah menurut Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah bahwa pemerintahan
daerah adalah pelenggaraan urusan pemerintah oleh pemerintah daerah
dan dewan perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan
prinsip Negara kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dalam Pasal 1 angka (6) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa, otonomi daerah adalah
hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Salah satu
wewenang yang di peroleh Pemerintah Kota Denpasar berhak membentuk
dan menetapkan peraturan daerah (Perda) dan salah satu perda yang telah
dibentuk oleh Pemerintah Kota Denpasar adalah Peraturan Daerah Kota
Denpasar Nomo 6 Tahun 2001 tentang Izin Bangun-Bangunan.
2.2 Penegakan Hukum
Pada dasarnya penegakan hukum merupakan upaya yang dilakukan
secara sengaja untuk mewujudkan cita-cita hukum dalam rangka
menciptakan keadilan dan kedamaian dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara, hal ini diungkapkan oleh Jimly Asshiddiqie.4
Menurut Soerjono Soekanto, ini dan arti penegakan hukum terletak
pada kegiatan yang menyertakan hubungan nilai-nilai yang menjabarkan
didalamnya kaidah-kaidah dan sikap, tindak sebagai rangkaian penjabaran
nilai tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan
kedamaian pergaulan hidup.5 Sedangkan menurut Wayne LaFavre dengan
mengutip pendapat Roscoe Pound yaitu penegakan hukum sebagai suatu
proses, pada hakikatnya merupakan penerapan diskresi yang berada
diantara hukum dan moral, yang menyangkut membuat keputusan yang
tidak secara ketat diatur oleh kaidah hukum, akan tetapi mempunyai unsur
penilaian pribadi.6
Kesimpulan yang didapat dari ketiga pendapat diatas adalah
penegakan hukum merupakan kegiatan yang dilakukan dalam upaya
menyelaraskan nilai-nilai prilaku yang terdapat dimasyarakat untuk
menciptakan, mempertahankan dan memelihara keadilan dan kedamain
didalam kehidupan, penegakan hukum bukanlah semata-mata pelaksanaan
perundang-undangan, walaupun didalam kenyataan di Indonesia
kecenderungannya adalah demikian. Selain itu, ada kencenderungan yang
4. Jimly Asshiddiqie, 1998, Agenda Pembangunan Hukum Nasional Di Abad Globalisasi,
cet. I, Balai Pustaka, Jakarta, h. 93. 5. Soerjono Soekanto, 2014, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, PT.
Raja Grafindo Persada, Cet ke 13, Jakarta, (selanjutnya disingkat Soerjono Soekanto II), h. 5. 6. Ibid, h. 7.
kuat untuk mengartikan penegakan hukum sebagai pelaksanaan
keputusan-keputusan hakim.
Penegakan hukum memiliki beberapa unsur-unsur yang dapat
ditarik dari pengertian diatas, yaitu:
1) Adanya kegiatan yang dilakukan secara disengaja
2) Sebagai upaya menyelaraskan nilai-nilai yang terdapat didalam
perilaku masyarakat
3) Untuk menciptakan, mempertahankan dan memelihara kedamaian
dalam bergaul.
Berdasarkan penjelesan-penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan
sementara, bahwa masalah pokok penegakan hukum sebenarnya terletak
pada faktor-faktor yang mungkin mempengaruhinya. Adapun beberapa
faktor-faktor yang mempengaruhi adalah sebagai berikut:7
1) Faktor hukumnya sendiri, yang didalam tulisan ini akan dibatasi
pada undang-undang saja.
2) Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk
maupun menerapkan hukum.
3) Faktor sarana atau fasilitaas yang mendukung penegsakan hukum.
4) Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut
berlaku atau diterapkan.
5) Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang
didasarkan pada karsa manusia didalam pergaulan hidup.
7. Ibid, h. 8.
Kelima faktor tersebut saling berkaitan dengan erat, karena merupakan
esensi dari penegakan hukum, juga merupakan tolak ukur dari pada
efektivitas penegakan hukum.
Penegakan hukum yang dilaksanakan secara administrasi memiliki
tujuan untuk mengubah prilaku yang dikenakan bagi para pelanggar.
Tujuan yang hendak dicapai dalam penegakan hukum administrasi adalah
untuk menghentikan tindakan atau perbuatan yang tidak diperbolehkan dan
dianggap sebagai pelanggaran supaya tidak terjadi lagi. Didalam
pemberian sanksi administrasi semata-mata menekan perilaku yang
membuat pelanggaran melainkan untuk tidak lagi melakukan
perbuatannya, sehingga dapat merubah prilakunya. Menurut Van Wijk dan
W. Koninjenbelt sanksi administrasi merupakan sarana-sarana kekuatan
menurut hukum publik yang dapat diterapkan oleh Badan atau Pejabat
Tata Usaha Negara sebagai reaksi terhadap mereka yang tidak mentaati
norma hukum Tata Usaha Negara.8 Pada negara hukum, pengawasan
terhadap tindakan pemerintah sangatlah penting, agar pemerintah
melaksanakan tugasnya sesuai dengan norma-norma hukum, dalam upaya
preventif yang bertujuan untuk mengembalikan situasi sebelum terjadinya
pelanggaran norma-norma hukum dan upaya represif yang bertujuan agar
tindakan pemerintah memberikan manfaat ketentraman dan perlindungan
terhadap masyarakat. Bukan hanya pemerintah, masyarakatpun memiliki
8. Indroharto, 1996, Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha
Negara, Buku I, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, h. 91.
peran penting yaitu mengawasi jalannya pemerintahan. Jadi hukum
administrasi ditujukan pada perlindungan hukum bagi masyarakat atas
tindakan pemerintah.9Sanksi administrasi merupakan kekuatan pemerintah
sebagai reaksi terhadap ketidak patuhannya masyarakat terhadap
perundang-undangan. Sanksi administrasi dapat berbentuk peringatan,
penyegelan, pencabutan izin, serta pembongkaran bangunan.
2.3 Perizinan dan Izin Mendirikan Banguana (IMB)
Dalam hukum administarasi Negara modern, keputusan yang
banyak bersifat menguntungkan adalah izin.10 E. Ultrecht memberikan
penjelasan bahwa, bilamana pembuat peraturan tidak umumnya
melarang suatu perbuatan, tetapi masih juga memperkenankannya asal
saja diadakan secara yang di tentukan masing–masing hal yang kongkrit,
maka keputusan Administrasi Negara yang memperkenankan perbuatan
tersebut bersifat suatu izin (vergunning).11
Dalam kamus hukum di jelaskan bahwa izin merupakan
“Overheidstoestenirning door wet of verordening vereist gesteld voor tal
van handeling waarop in het algemeen belang special toezicht vereist is,
maar die, in het algemeen, niet als onwenselijt wonder beschouwd”
(perkenaan/izin dan pemerintahan berdasarkan undang-undang atau
9. Sajijono, 2008, Memahami Beberapa Bab Pokok Hukum Administrasi, Lakabang
Pressindo, Yogyakarta, h. 18. 10. Prins W.F dan R. Kosim Adipoetra, 1976, Pengantar Ilmu Hukum Administrasi
Negara, cet II, Pradnya Paramita, Jakarta, h. 72. 11. E. Ultrecht, 1986, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia, Cet IV ,
pustaka Tinta Mas Surabaya, hal.135.
peraturan pemerintahan yang diisyaratkan untuk perbuatan yang pada
umumnya memerlukan pengawasan khusus, tetapi yang pada umumnya
tidaklah dianggap sebagai hal-hal yang sama sekali tidak dihendaki).12
Selanjutnya menurut Vander Pot izin merupakan keputusan yang
memperkenankan dilakukannya perbuatan yang pada prinsipnya tidak
dilarang oleh pembuat peraturan.13
Jadi izin (vergunning) adalah suatu persetujuan dari penguasa
berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah dalam keadaan
tertentu menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan peraturan
perundang-undangan. Izin juga dapat di artikan sebagai dispensasi atau
pelepasan/pembebasan dari suatu larangan.
Perizinan berasal dari kata izin atau licere dalam bahasa latin,
perizinan merupakan kata benda yang dibentuk dari kata izin dengan
mendapat imbuhan per-an.14 Pengertian perizinan dari beberapa ahli
seperti:
1. Bagir Manan menyebutkan, bahwa perizinan dalam arti luas
berarti suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan peraturan
12. Ridwan HR, Op.cit, h. 206-207. 13.Van der Pot dalam Utrecht dan Moh. Saleh djinjang, 1985, Pengantar Hukum
Administrasi Negara Indonesia, cetakan kedelapan, Penerbit Balai Buku Ichitiar Jakarta, h. 143. 14. Hasan Alwi, 2000, dkk, Tata Bahasa Baku Bahasa, edisi ketiga, Balai pustaka,
Jakarta, hal.231
perundang-undangan untuk memperolehkan melakukan
tindakan atau perbuatan yang secara umum dilarang.15
2. Sjachran Basah, perizinan adalah perbuatan hukum
administrasi negara bersegi satu yang mengaplikasikan
peraturan dalam hal konkret berdasarkan persyaratan dan
prosedur sebagaimana tetapkan oleh ketentuan peraturan
perundang-undangaan.16
3. Ateng Syafrudin mengatakan, bahwa perizinan merupakan
penghilangan halangan, hal yang dilarang menjadi boleh.17
4. N.M. Spelt dan J.B.J.M ten Berge, membagi pengertian
perizinan dalah arti luas dan sempit, dalam arti luas izin
merupakan salah satu instrumen yang paling banyak digunakan
dalam hukum administrasi. Pemerintah menggunakan izin
sebagai sarana yuridis untuk mengemudikan tingkah laku
masyarakatnya. Dengan memberikan izin, penguasa
memperkenankan orang yang memohonnya untuk melakukan
tindakan-tindakan tertentu yang sebenarnya dilarang. Ini
menyangkut perkenan bagi suatu tindakan yang demi
kepentingan umum mengharuskan pengawasan khusus
15. Bagir Manan, 1995, Ketentuan –Ketentuan Mengenai Peraturan Penyalrnggaraan
Hak Kemerdekaan Berkumpul Ditinjau dari Perspektif UUD 1945, Makalah Tidak Dipublikasikan, Jakarta, h. 8
16. Sjachran Basah, 1995, Pencabutan Izin Salah Satu Sanksi Hukum Administrasi,Makalah pada Penataran Hukum Administrasi dari Lingkungan Di Fakultas Hukum Unair, Surabaya, h. 3.
17. Ateng Syafrudin, Perizinan Untuk Berbagai Kegiatan, Makalah tidak dipublikasikan, (selanjutnya disingkat Ateng Syafrudin II), h.1
atasannya.18Selanjutnya N.M Spelt dan J.B.J.M ten Berge,
mendefinisikan perizinan dalam arti sempit, yakni pengikatan-
pengikatan pada suatu peraturan izin pada umumnya
didasarkan pada keinginan pembuat undang-undang untuk
mencapai suatu tatanan tertentu atau untuk menghalangi
keadaan-keadaan yang buruk. Hal pokok pada perizinan dalam
arti sempit adalah bahwa suatu tindakan dilarang, terkecuali
diperkenankan dengan tujuan agar dalam ketentuan-ketentuan
yang disangkutkan dengan perkenan dapat dengan teliti
diberikan batas-batas tertentu bagi setiap kasus.19
Dalam perkembangannya, secara yuridis pengertian izin dan
perizinan tertuang dalam Pasal 1 angka (8) dan (9) Peraturan Materi
Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Dalam Pasal 1 angka (8) ditegaskan bahwa
izin adalah dokumen yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah
berdasarkan peraturan daerah atau peraturan lainnya yang merupakan bukti
legalitas, menyatakan sah atau diperbolehkannya seseorang atau badan
untuk melakukan usaha atau kegiatan tertentu. Kemudian Pasal 1 angka
(9) menegaskan bahwa perizinan adalah pemberian legalitas kepada
seseorang atau pelaku usaha/kegiatan tertentu, baik dalam bentuk izin
maupun tanda daftar usaha.
18. N.M. Spelt dan J.B.J.M ten Berge, op.cit, h. 2-3. 19. Ibid.
Pada dasarnya perizinan merupakan keputusan pejabat/badan tata
usaha negara yang berwenang, yang isinya atau substansinya mempunyai
sifat sebagai berikut:20
1. Izin bersifat bebas, adalah izin sebagai keputusan tata usaha
negara yang menerbitkannya tidak terikat pada aturan dan
hukum tertulis serta organ yang berwenang dalam izin memiliki
kadar kebebasan yang besar dalam memutuskan pemberian
izin.
2. perizinan berifat terikat, adalah izin sebagai keputusan tata
usaha negara yang penerbitannya terikat pada aturan dan
hukum tertulis dan tidak tertulis serta organ yang berwenang
dalam izin kadar kebebasannya dan wewenangnya tergantung
pada kadar sejauh mana peraturan perundang-undangan
mengaturnya. Misalnya, izin yang bersifat terikat adalah IMB,
izin usaha industri dan lain-lain. Pada perizinan yang bersifat
terikat, pembuatan undang-undang memformulasikan syarat-
syarat dimana izin diberikan dan izin dapat ditarik
kembali/dicabut.
3. Perizinan yang bersifat menguntungkan, merupakan izin yang
isinya mempunyai sifat menguntungkan pada yang
bersangkutan. Dalam arti, yang bersangkutan diberikan hak-hak
20. Adrian Sutedi, Op.cit, h. 175.
atau pemenuhan tuntutan yang tidak akan ada tanpa keputusan
tersebut. Misalnya, SIM, SIUP dan lain-lain.
4. Perizinan bersifat memberatkan, merupakan izin yang isinya
mengandung unsur-unsur memberatkan dalam bentuk
ketentuan-ketentuan yang berkaitan kepadanya. Perbedaan
antar perizinan yang bersifat menguntungkan dengan perizinan
yang bersifat memberatkan adalah penting dalam hal penarikan
kembali/pencabutan dan perubahannya.
5. Perizinan yang segera berakhir, merupakan izin yang
menyangkut tindakan-tindakan yang akan segera berakhir atau
izin yang masa berlakunya relatif pendek. Misalnya, IMB, yang
hanya berlaku untuk mendirikan bangunan dan berakhir saat
banguna selesai didirikan.
6. Perizinan yang berlangsung lama, merupakan izin yang
menyangkut tindakan-tindakan yang berakhirnya atau masa
berlakunya relatif lama. Misalnya, izin usaha industri dan izin
yang berhubungan dengan lingkungan.
7. Perizinan yang bersifat pribadi, merupakan izin yang isinya
tergantung pada sifat atau kualitas pribadi dan memohon izin.
Misalnya, izin mengemudi (SIM).
8. Perizinan yang bersifat kebendaan, merupakan izin yang isinya
tergantung pada sifat dan obyek izin.
Ketentuan tentang perizinan memiliki fungsi yakni sebagai fungsi
penertiban dan sebagai fungsi pengatur. Sebagai fungsi penertib,
dimaksudkan agar izin atau setiap tempat-tempat usaha, bangunan, dan
bentuk kegiatan masyarakat lainnya tidak bertentangan satu sama lain,
sehingga ketertiban dalam setiap segi kehidupan masyarakat dapat
terwujud. Sebagai fungsi mengatur dimaksudkan agar perizinan yang ada
dapat dilaksanakan sesuai dengan peruntukannya, sehingga terdapat
penyalahgunaan izin yang telah diberikan, dengan kata lain, fungsi
pengaturan ini dapat disebut juga sebagai fungsi yang dimiliki oleh
pemerintah.
Dalam hal Izin Mendirikan Bangunan, fungsi dari izin bangunan
ini dapat dilihat dalam beberapa hal yaitu:21
1. Segi teknis perkotaan
Pemberian izin mendirikan bangunan sangat penting artinya
bagi pemerintah daerah guna mengatur, menetapkan, dan
merencanakan pembangunan perumahan di wilayahnya sesuai
dengan potensial dan prioritas kota yang dituangkan dalam
Master Plan Kota. Untuk mendapatkan pola pembangunan kota
yang terencana dalam terkontrol tersebut, pelaksanaan
pembangunan diatas wilayah suatu kota diwajibkan memiliki
IMB dan penggunaannya sesuai dengan yang disetujui oleh
21. Adrian Sutedi, Op.cit, h. 193.
Dinas Perizinan dan Pengawasan Pembangunan Kota. Dengan
adanya pengaturan pembangunan melalui izin ini, pemerintah
di daerah dapat merencanakan pelaksanaan pembangunan
sebagai sarana serta unsur kota dengan berbagai instansi yang
berkepentingan. Hal ini penting artinya agar wajah perkotaan
dapat ditata dengan rapi serta menjamin keterpaduan
pelaksanaan pekerjaan pembangunan perkotaan. Penyesuaian
izin mendirikan bangunan dengan Master Plan Kota akan
memungkinkan adanya koordinasi antara berbagai departemen
teknis dalam melaksanakan pembangunan kota.
2. Segi kepastian hukum
Izin mendirikan bangunan penting artinya sebagai pengawasan
dan pengendalian bagi pemerintah dalam hal pembangunan
perumahan. Izin mendirikan bangunan dapat menjadi acuan
atau titik tolak dalam pengaturan perumahan selanjutnya. Bagi
masyarakat pentingan izin mendirikan bangunan ini adalah
untuk mendapat kepastian hukum terhadap hak bangunan yang
dilakukan, sehingga tidak adanya gangguan atau hal-hal yang
merugikan pihak lain dan akan memungkinkan untuk
mendapatkan keamanan dan ketentraman dalam pelaksanaan
usaha atau pekerjaan. Selain itu, izin mendirikan bangunan bagi
pemiliknya dapat berfungsi antara lain sebagai berikut:
a. Bukti milik bangunan yang sah.
b. Kekuatan hukum terhadap tuntutan ganti rugi dalam
hal berikut:
1. Terjadinya hak milik untuk keperluan
pembangunan yang bersifat untuk kepentingan
hukum.
2. Bentuk-bentuk kerugian yang diderita pemilik
bangunan lainnya yang berasal dari
kebijaksanaan dan kegiatan yang dilakukan oleh
pemerintah.
3. Segi pendapatan daerah
Izin mendirikan bangunan merupakan salah satu sektor
pemasukan yang tidak dapat diabaikan begitu saja. Melalui
pemberian izin ini dapat dipungut retribusi izin mendirikan
bangunan. Retribusi atas izin mendirikan bangunan itu
ditetapkan berdasarkan persentase dari taksiran biaya
bangunan yang dibedakan menurut fungsi bangunan tersebut.
Retribusi izin mendirikan bangunan dibebankan kepada setiap
orang atau badan hukum yang namanya tercantum dalam surat
izin yang dikeluarkan.
Hukum perizinan adalah bagian dari Hukum Administrasi Negara.
Adapun yang dimaksud dengan perizinan adalah melakukan perbuatan
atau usaha yang sifatnya sepihak yang berada di bidang Hukum Publik
yang berdasarkan wewenang tertentu yang berupa penetapan dari
permohonan seseorang maupun badan hukum terhadap masalah yang
dimohonkan. Disisi lain izin merupakan instrumen yuridis yang digunakan
oleh pemerintah untuk mempengaruhi para masyarakat agar mau
mengikuti cara yang dianjurkan guna mencapai suatu tujuan konkret.22
Sebagai suatu instrumen, izin berfungsi selaku ujung tombak instrumen
hukum sebagai pengarah, perekayasa, dan perancang masyarakat adil dan
makmur. Melalui izin dapat diketahui bagaimana gambaran masyarakat
apakah sudah terwujud adil dan makmur. Ini berarti persyaratan-
persyaratan yang terkandung dalam izin merupakan pengendali dalam
memfungsikan izin itu sendiri.23 Menurut Prajudi Atmosudirdjo,
berkenaan dengan fungsi-fungsi hukum modern, izin dapat diletakkan
dalam fungsi menertibkan masyarakat.24
Secara teoritis, perizinan memiliki beberapa fungsi sebagaimana
dijelaskan sebagai berikut:25
1. Instrumen rekayasa pembangunan
Pemerintah dapat membuat regulasi dan keputusan yang
memberikan insentif bagi pertumbuhan sosial ekonomi.
Demikian juga sebaliknya, regulasi dan keputusan tersebut
dapat pula menjadi penghambat (sekaligus sumber korupsi)
bagi pembangunan. Perizinan adalah instrumen yang
22. N.M. Spelt dan J.B.J.M. ten Berge, Op.cit, h. 5. 23. Sjachran Basah, Op.cit, h. 2. 24. Prajudi Atmosudirdjo, 1981, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta,
h. 23. 25. Adrian Sutedi, Op.cit, h. 198.
pemanfaatannya ditentukan oleh tujuan dan prosedur yang
ditetapkan oleh pemerintah. Jika perizinan hanya dimaksudkan
sebagai sumber income daerah, maka hal ini tentu akan
memberikan dampak negatif bagi pembangunan. Pada sisi lain,
jika prosedur perizinan dilakukan dengan cara-cara yang tidak
transparan, tidak ada kepastian hukum, berbelit-belit, dan hanya
bisa dilakukan dengan carayang tidak sehat, maka perizinan
juga bisa menjadi penghambat bagi pertumbuhan sosial
ekonomi daerah. Dengan demikian, baik buruknya, tercapai
atau tidaknya tujuan perizinan akan sangat ditentukan oleh
prosedur yang di tetapkan dan dilaksanakan. Semakin mudah,
cepat, dan tranparan prosedur pemberian perizinan, maka
semakin tinggi potensi perizinan menjadi instrumen rekayasa
pembangunan.
2. Budgetering
Perizinan memiliki fungsi keuangan (budgetering), yaitu
menjadi sumber pendapatan bagi negara. Pemberian lisensi dan
izin kepada masyarakat dilakukan dengan kontra prestasi
berupa retribusi perizinan. Karena negara mendapatkan
kedaulatan dari rakyat, maka retribusi perizinan hanya bisa
dilakukan melalui peraturan perundang-undangan. Penarikan
retribusi perizinan hanya dibenarkan jika ada dasar hukum,
yaitu undang-undang/peraturan daerah. Hal ini untuk menjamin
bahwa hak-hak dasar masyarakat untuk mendapatkan pelayanan
dari pemerintah tidak terlukai karena penarikan retribusi
perizinan yang sewenang-wenang dan tidak memiliki dasar
hukum. Pada sisi lainnya, jika secara imperatif melalui
peraturan perundang-undangan pemerintah telah memperoleh
mandat untuk menarik retribusi perizinan, maka masyarakat
juga tidak boleh menghindar untuk membayarnya. Hal itu
karena retribusi perizinan juga menjadi sumber pendapatan
yang membiayai pelayanan-pelayanan perizinan lainnya yang
harus diberikan pemerintah kepada masyarakatnya. Meskipun
demikian, pemerintah harus memperhatikan aspek
keberlangsungan dan kelestarian daya dukung pembangunan,
serta pertumbuhan sosial ekonomi. Penetapan tarif retribusi
perizinan tidak boleh melebihi kemampuan masyarakat untuk
pembayarannya. Sebaliknya, untuk beberapa aspek strategis
yang terkait dengan daya dukung lingkungan dalam
pembangunan, tarif retribusi perizinan tidak boleh juga terlalu
murah dan mudah yang menyebabkan kerusakan lingkungan
dan menurunnya daya dukung dan kelestarian lingkungan.
3. Reguleren
Perizinan memiliki fungsi pengaturan (reguleren), yaitu
menjadi instrumen pengaturan tindakan dan perilaku
masyarakat. Sebagaimana juga dalam prinsip pemungutan
pajak, maka perizinan dapat mengatur pilihan-pilihan tindakan
dan perilaku masyarakat. Jika perizinan terkait dengan
peraturan untuk pengelolaan sumber daya alam, lingkungan,
tata ruang, dan aspek strategis lainnya, maka prosedur dan
syarat yang harus ditetapkan oleh peraturan perundang-
undangan haruslah terkait dengan pertimbangan-pertimbangan
strategis tersebut. Dengan demikian, harus ada keterkaitan
antara tujuan pemberian pelayanan perizinan dengan syarat-
syarat yang ditetapkan. Di samping itu juga penetapan tarif
terhadap perizinan harus memperhatikan tujuan dan fungsi
pengaturan yang akan dicapai oleh perizinan tersebut.
Secara umum tujuan dan fungsi dari perizinan adalah untuk
mengendalikan aktivitas pemerintah dalam hal-hal tertentu dimana
ketentuannya berisi pedoman-pedoman yang harus dilaksanakan baik oleh
yang berkepentingan ataupun oleh pejabat yang berwenang. Selain itu,
tujuan dari perizinan itu dapat dilihat dari dua sisi yaitu:
1. Dari sisi pemerintah
Dari segi pemerintah tujuan pemberian izin itu adalah sebagai berikut:
a. Untuk melaksanakan peraturan
Apakah ketentuan-ketentuan yang termuat dalam peraturan
tersebut sesuai dengan kenyataan dalam praktiknya atau tidak dan
sekaligus untuk mengatur ketertiban.
b. Sebagai sumber pendapatan daerah
Dengan adanya permintaan permohonan izin, maka secara
langsung pendapatan pemerintah akan bertambah karena setiap
izin yang dikeluarkan pemohon harus membayar retribusi terlebih
dahulu. Semakin banyak pula pendapatan dibidang retribusi
tujuan akhirnya, yaitu untuk membiayai pembangunan.
2. Dari sisi masyarakat
Dari sisi masyarakat tujuan pemberian izin itu adalah sebagai berikut:
a. Untuk adanya kepastian hukum.
b. Untuk adanya kepastian hak.
c. Untuk memudahkan mendapatkan fasilitas, apabila bangunan
yang didirikan telah mempunyai izin akan lebih mudah mendapat
fasilitas.
Dengan mengikatkan tindakan-tindakan pada suatu sistem
perizinan, pembuat undang-undang dapat mengejar berbagai tujuan dari
izin, yaitu sebagai berikut:26
1) Keinginan mengarahkan/mengendalikan aktivitas-aktivitas tertentu,
misalnya izin mendirikan bangunan.
2) Mencegah bahaya lingkungan, misalnya izin penebangan, dan izin
usaha indrustri.
26. N.M. Spelt dan J.B.J.M. ten Berge, Op.cit, h. 4-5.
3) Melindungi objek-objek tertentu, misalnya izin membongkar
monumen-monumen, dan izin mencari/menemukan barang-barang
peninggalan terpendam.
4) Membagi benda-benda, lahan atau wilayah yang terbatas, misalnya
izin menghuni di daerah padat penduduk (SIP).
5) Mengarahkan/pengarahan dengan menggunakan seleksi terhadap
orang dan aktivitas-aktivitas tertentu, misalnya izin bertransmigrasi.
2.3.1 Izin Mendirikan Bangunan
Izin mendirikan bangunan adalah izin yang diberikan oleh
pemerintah daerah kepada orang pribadi atau badan hukum untuk
mendirikan bangunan yang dimaksud agar pembangunan yang
dilaksanakan sesuai dengan tata ruang yang berlaku dan sesuai dengan
syarat-syarat keselamatan bagi yang menempati bangunan tersebut.27
Sedangkan dalam Pasal 1 angka (9) Peraturan Walikota Denpasar No. 25
Tahun 2014 tentang Tata Cara Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan, izin
mendirikan bangunan adalah izin yang diberikan Pemerintah Daerah
kepada orang pribadi atau badan hukum yang dimaksudkan agar desain,
pelaksanaan pembangunan dan bangunan sesuai dengan Rencana Tata
Ruang yang berlaku, sesuai dengan Koefisien Dasar Bangunan, Koefisien
Lantai Bangunan, Ketinggian Bangunan yang ditetapkan dan sesuai
dengan syarat-syarat keselamatan bangunan yang menempati bangunan
27. Adrian Sutedi, Op.cit, h. 195.
tersebut. Izin mendirikan bangunan memiliki tujuan untuk melindungi
kepentingan baik kepentingan pemerintah maupun kepentingan
masyarakat yang ditujukan atas kepentingan hak atas tanah, menjaga
ketertiban, keselarasan, kenyamanan dan keamanan bangunan dengan
penghuninya dan lingkungannya.
Pemegang izin mendirikan bangunan (IMB), baik itu perorangan
atau badan hukum mendapat pegangan ketika ingin melakukan kegiatan
yang berhubungan dengan pembangunan misalnya bangunan yang
didirikan sesuai dengan perencanaan penataan ruang, sehingga tidak
mungkin ada pelanggaran sehingga menimbulkan pembongkaran paksa
atau penggusuran. Pendirian bangunan diusahakan agar tidak berdampak
pada kerusakan lingkungan sekitar. Untuk mendapatkan IMB harus
memenuhi beberapa persyaratan yang telah ditetapkan, yaitu:
1. Persyaratan administrasi
2. Persyaratan teknis
3. Penerbitan bangunan, syarat umum penertiban bangunan
4. Bangunan komersial, syarat umum bangunan komersial
5. Legalitas
Surat izin mendirikan bangunan diterbitkan oleh instansi yang
berwenang. Menurut Poerwadarmita, surat izin adalah surat yang berisikan
keterangan mengenai pemegang izin telah memperoleh kewenangan untuk
melakukan sesuatu.28 Instansi-instansi yang memiliki wewenang untuk
menerbitkan izin mendirikan bangunan yaitu:29
1. Dinas Tata Kota dan Tata Bangunan 2. Unit pelayangan terpadu satu atap 3. Dinas Kirnpraswali 4. Subdinas karya
Pemberian izin mendirikan bangunan agar pemerintah bisa
mengatur, mengendalikan dan mengawasi kegiatan pembangunan atau
mendirikan bangunan. Mengatur agar pemegang IMB melakukan
pembangunan secara tertib dan teratur sesuai dengan fungsinya.
Mengendalian memiliki tujuan agar pemerintah bisa mengendalikan laju
perkembangan pembangunan, jika laju pembangunan tidak sesuai aturan
akan berdampak buruk bagi lingkungan sekitar. Mengawasi yaitu
memperhatikan kegiatan mendirikan bangunan yang dilakukan agar segala
kegiatan pembangunan dilaksanakan menurut peraturan yang berlaku,
sesuai dengan izin mendirikan bangunan yang telah dikeluarkan oleh
badan yang berwenang.
28. Daan Sugandha, 1996, Koordinasi Alat Pembantu Administrasi, Intermedia, Jakarta,
h.97. 29. Y.SM Pudyatmoko, 2009, Perizinan Problem dan Upaya Pembenahan, PT. Gramedia
Widiasarana Indonesia, Jakarta, h. 242.