BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Landasan Teori II.pdf · Meskipun banyak argumentasi para ahli tentang...
Transcript of BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Landasan Teori II.pdf · Meskipun banyak argumentasi para ahli tentang...
92
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Teori Kecerdasan
Salah satu peneliti tentang kecerdasan manusia adalah Prof. Howard Gardner yang
merupakan seorang ahli psikologi kognitif dari Universitas Harvard. Howard Gardner
memperkenalkan sekaligus mempromosikan hasil penelitian Project Zero di Amerika yang
berkaitan dengan kecerdasan ganda (multipe intelligences). Gardner, menyatakan bahwa IQ tidak
boleh dianggap sebagai tinggi atau rendah seperti tekanan darah manusia dan kecerdasan
seseorang tidak dapat diukur secara mutlak dengan tes-tes IQ. Tes IQ hanya mampu mengukur
kemampuan seseorang dalam mengerjakan tes IQ tersebut saja.
Teorinya menghilangkan anggapan yang ada selama ini tentang kecerdasan manusia. Hasil
penelitiannya menunjukan bahwa tidak ada satuan kegiatan manusia yang hanya menggunakan
satu macam kecerdasan, melainkan seluruh kecerdasan yang selama ini dianggap ada 7 macam
kecerdasan dan pada buku yang mutakhir ditambahkan lagi 3 macam kecerdasan. Semua
kecerdasan ini bekerja sama sebagai satu kesatuan yang utuh dan terpadu. Komposisi
keterpaduannya tentu saja berbeda-beda pada masing-masing orang dan pada masing-masing
budaya. Namun secara keseluruhan semua kecerdasan tersebut dapat diubah dan ditingkatkan.
Kecerdasan yang paling menonjol akan mengontrol kecerdasa-kecerdasan lainnya dalam
memecahkan masalah.
Berdasarkan pada teori Gardner, memberikan petunjuk untuk mengubah dan meningkatkan
kecerdasan-kecerdasan tersebut lengkap dengan instrumentasinya dalam pembelajaran. Ia
93
mengembangkan proses pembelajaran di kelas yang memanfaatkan dan mengembangkan proses
pembelajaran di kelas yang memanfaatkan dan mengembangkan kecerdasan ganda anak, dengan
harapan dapat digunakan anak di luar kelas dalam mengenali dan memahami realitas kehidupan.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan yaitu.
Pengalaman
Pengalaman merupakan ruang belajar yang dapat mendorong
pertumbuhan potensi seseorang. Penelitian menunjukkan bahwa
potensi otak tumbuh dan berkembang sejalan dengan pengalaman
hidup yang dilaluinya.
Lingkungan
Lingkungan atau konteks akan banyak membentuk kepribadian
termasuk potensi kecerdasan seseorang. Lingkungan yang
memberikan stimulus dan tantangan diikuti upaya pemberdayaan serta
dukungan akan memperkuat otot mental dan kecerdasan.
Kemauan dan keputusan
Kemauan yang kuat dalam diri seseorang membantu
meningkatkan daya nalar dan kemampuan memecahkan masalah.
Kemauan dan keputusan sering dijelaskan dalam teori motivasi.
Dorongan positif akan timbul dalam diri seseorang sejalan dengan
lingkungan yang kondusif, sebaliknya jika lingkungan kurang
menantang sulit untuk membangun kesadaran untuk berkreasi. Otak
94
yang paling cerdas sekalipun akan sulit mengembangkan potensi
intelektualnya.
Bawaan
Meskipun banyak argumentasi para ahli tentang besaran
pengaruh genetika atau faktor keturunan dalam perkembangan
kecerdasan seseorang, tetapi semua sepakat bahwa genetika sedikit
banyak berpengaruh.
Gaya hidup
Gaya hidup erat kaitannya dengan respon seseorang terhadap
budaya dan lingkungan. Pilihan gaya hidup berpengaruh besar
terhadap tingkat perkembangan kognitif, seperti pola makan, jam
tidur, olah raga, obat-obatan, minuman, dan musik.
Aktivitas belajar
Aktivitas dan kebiasaan manusia merupakan pengalaman yang
sangat berharga dan bermakna bagi kesuksesan seseorang. Menggali
kebiasaan hidup sehari-hari sangat membantu dalam memetakan
pengalaman belajar. Jika perilaku belajar kita baik dan kecerdasan emosional kita tinggi maka
kita akan dapat memahami segala sesuatu dengan baik.
(KBBI) (Kamus Besar Bahasa Indonesia) (2014), mengartikan kecerdasan sebagai perihal
cerdas (sebagai kata benda), atau kesempurnaan perkembangan akal budi (seperti kepandaian
dan ketajaman pikiran). Kecerdasan memiliki pengertian yang sangat luas. Para ahli psikologis
95
mengartikan kecerdasan sebagai keseluruhan kemampuan individu untuk memperoleh
pengetahuan, menguasai dan mempraktekkannya dalam pemecahan suatu masalah (Yanti, 2011).
Kecerdasan merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang untuk melihat suatu masalah lalu
menyelesaikannya atau membuat sesuatu yang dapat berguna bagi orang lain (Dwijayanti, 2009).
Amstrong (2002) menyatakan bahwa kecerdasan adalah kemampuan untuk menangkap
situasi baru serta kemampuan untuk belajar dari pengalaman masa lalu seseorang. Binet seorang
psikologis Prancis, menyatakan bahwa kecerdasan adalah kemampuan untuk menetapkan dan
mempertahan suatu tujuan untuk mengadakan penyesuaian dalam rangka mencapai tujuan untuk
untuk bersikap kritis terhadap diri sendiri (Lesmana, 2010). Gardner seorang Psikologis Amerika
menyatakan bahwa kecerdasan adalah kemampuan untuk memecahkan persoalan dan
menghasilkan produk dalam suatu aturan yang bermacam-macam dan situasinya yang nyata
(Yanti, 2011). Dengan demikian dari beberapa pengertian diatas kecerdasan dapat diartikan
sebagai kesempurnaan akal budi seseorang yang diwujudkan dalam suatu kemampuan untuk
memperoleh kecakapan-kecakapan tertentu dan untuk memecahkan suatu persoalan atau masalah
dalam kehidupan secara nyata dan tepat.
2.1.2 Tingkat Pemahaman Akuntansi (Y)
(KBBI) (Kamus Besar Bahasa Indonesia) (2014), mendefinisikan paham (pa.ham) sebagai
berpengetahuan banyak, hal ini bisa diartikan paham adalah suatu tolak ukur mengerti atau
tidaknya individu terhadap suatu objek tertentu. Menurut Etter dan Ross (2013) pemahaman
dapat diartikan sebagai proses atau cara untuk memahami.
Dapat disimpulkan bahwa pemahaman adalah bagaimana individu mengerti atau paham
terhadap suatu objek atau individu lainnya. Sedangkan Akuntansi dalam KBBI didefinisikan
sebagai seni pencatatan dan pengikhtisaran transaksi keuangan dan penafsiran akibat suatu
96
transaksi terhadap suatu kesatuan ekonomi (Ansharullah, 2013). Menurut Panangian (2012)
pemahaman merupakan suatu kegiatan berpikir secara diam-diam, menemukan dirinya dalam
orang lain. Dengan demikian jelaslah, bahwa pemahaman merupakan unsur psikologi yang
sangat penting dalam belajar.
Dari pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa tingkat pemahaman akuntansi
adalah bagaimana suatu individu dapat mengerti dan paham terhadap apa yang sudah dipelajari
yang berhubungan dengan mata kuliah akuntansi, serta bisa menalarkan pencatatan dan transaksi
keuangan suatu kesatuan ekonomi.
2.1.3 Kecerdasan Emosional (X1)
Goleman (2007) menyatakan bahwa kemampuan akademik bawaan, nilai rapor, dan
prediksi kelulusan pendidikan tinggi tidak memprediksi seberapa baik kinerja seseorang sudah
bekerja atau seberapa tingkat kesuksesan yang dicapainya dalam hidup. Menurut Bay dan
McKeage (2006) bahwa seperangkat kecakapan khusus seperti empati, disiplin diri, dan inisiatif
mampu membedakan orang sukses dari mereka yang berprestasi biasa-biasa saja, selain
kecerdasan akal yang memengaruhi keberhasilan orang dalam bekerja.
Menurut Amram (2009) mendefinisikan kecerdasan emosional adalah kemampuan
mengenali perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain, memotivasi diri sendiri, serta mengelola
emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain. Menurut Rachmi
(2010) kecerdasan emosional didefinisikan sebagai kemampuan merasakan, memahami, dan
secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi, koneksi
dan pengaruh yang manusiawi. Menurut Mehmet et al. (2013) bahwa kecerdasan emosi
menuntut seseorang untuk belajar mengakui, menghargai perasaan diri sendiri dan orang lain
serta menanggapinya dengan tepat dan menerapkan secara efektif energi emosi dalam kehidupan
97
sehari-hari. Selain itu kecerdasan emosional juga dapat dikatakan sebagai komponen yang
membuat seseorang menjadi pintar menggunakan emosinya. Emosi manusia berada di wilayah
dari perasaan lubuk hati, naluri yang tersembunyi dan sensasi emosi yang apabila diakui dan
dihormati, kecerdasan emosional akan menyediakan pemahaman yang lebih mendalam dan lebih
utuh tentang diri sendiri dan orang lain.
Menurut Melandy dan Aziza (2006) kecerdasan emosional adalah kecerdasan untuk
menggunakan emosi sesuai dengan keinginan, kemampuan untuk mengendalikan emosi sehingga
memberikan dampak yang positif. Kecerdasan emosional dapat membantu membangun
hubungan dalam menuju kebahagiaan dan kesejahteraan. Selain itu kecerdasan emosional dapat
dikatakan sebagai kemampuan untuk mengenali perasaan, meraih dan membangkitkan perasaan
untuk membantu pikiran, memahami perasaan dan maknanya, dan mengendalikan perasaan
secara mendalam sehingga membantu perkembangan emosi. Berdasarkan beberapa pendapat di
atas, peneliti berpendapat bahwa kecerdasan emosional menuntut diri untuk belajar mengakui
dan menghargai perasaan diri sendiri dan orang lain, dan dapat mengelola emosi dengan baik
pada diri sendiri agar dapat membina hubungan atau kerjasama yang baik dengan orang lain.
2.1.4 Perilaku Belajar (X2)
Suwardjono (2005) menyatakan bahwa belajar di perguruan tinggi merupakan suatu pilihan
srategik dalam mencapai tujuan individual seseorang. Semangat, cara belajar, dan sikap
mahasiswa terhadap belajar sangat dipengaruhi oleh kesadaran akan adanya tujuan individual
dan tujuan lembaga pendidikan yang jelas. Kuliah merupakan ajang untuk mengkonfirmasi
pemahaman mahasiswa dalam proses belajar mandiri dan pengendalian proses belajar lebih
penting daripada hasil atau nilai ujian. Menurut Jeanne dan Patrick (2010) jika proses belajar
dijalankan dengan baik, nilai merupakan konsekuensi logis dari proses tersebut. Pada proses
98
belajar diperlukan perilaku belajar yang sesuai dengan tujuan pendidikan, dimana dengan
perilaku belajar tersebut tujuan pendidikan dapat dicapai secara efektif dan efisien, sehingga
prestasi akademik dapat ditingkatkan (Kadhiravan, 2012). Dengan demikian perilaku belajar
dapat diartikan sebagai aktivitas belajar yang dilakukan suatu individu secara berulang-ulang
agar menjadi suatu kebiasaan yang otomatis atau spontan, sehingga suatu individu tersebut dapat
memahami dari hal yang tidak tahu menjadi tahu dan dari hal yang tidak bisa menjadi bisa.
2.1.5 Kepercayaan Diri (X3)
Menurut Lynn et al. (2011) bahwa kepercayaan diri adalah kesadaran yang kuat tentang
harga dan kemampuan diri sendiri. Orang dengan kecakapan ini akan berani tampil dengan
keyakinan diri, berani menyatakan keberadaannya, berani menyuarakan pandangan yang tidak
popular dan bersedia berkorban demi kebenaran serta tegas, mampu membuat keputusan yang
baik kendati dalam keadaan tidak pasti dan tertekan.
Rini (2012) kepercayaan diri adalah sikap positif seorang individu yang memampukan
dirinya untuk mengembangkan penilaian positif baik terhadap diri sendiri maupun terhadap
lingkungan atau situasi yang dihadapinya. Hal ini bukan berarti bahwa individu tersebut mampu
dan kompeten melakukan segala sesuatu seorang diri. Agustian (2011) menyatakan bahwa
seorang konsultan dari Deloitte dan Touche Consulting berpendapat jika seseorang yang
memiliki kepercayaan diri, di samping mampu mengendalikan dan menjaga keyakinan dirinya,
juga akan mampu membuat perubahan di lingkungannya, ini berarti bahwa kepercayaan diri
akan memengaruhi pengenalan diri, pengendalian diri, motivasi, empati dan keterampilan sosial.
Lauster (2003) menyatakan bahwa kepercayaan pada diri sendiri yang sangat berlebihan
tidak selalu berarti sifat yang positif. Ini umumnya dapat menjurus pada usaha tak kenal lelah.
Orang yang terlalu percaya pada diri sendiri sering tidak hati-hati. Tingkah laku mereka sering
99
menyebabkan konflik dengan orang lain. Seseorang yang bertindak dengan kepercayaan pada
diri sendiri yang berlebihan, sering memberikan kesan kejam dan lebih banyak punya lawan dari
pada teman.
Rasa percaya diri yang kuat sebenarnya hanya merujuk pada adanya beberapa aspek dari
kehidupan individu tersebut dimana ia merasa memiliki kompetensi, yakin, mampu dan percaya
bahwa dia bisa, karena didukung oleh pengalaman, potensi aktual, prestasi serta harapan yang
realistik terhadap diri sendiri. Bagi mereka yang kurang percaya diri, setiap kegagalan
mempertegas rasa tidak mampu mereka. Tidak adanya percaya diri dapat terwujud dalam bentuk
rasa putus asa, rasa tidak berdaya, dan meningkatkan keraguan kepada diri sendiri. Di pihak lain,
percaya diri berlebihan dapat membuat orang tampak sombong, terutama bila ia tidak
mempunyai keterampilan sosial. Orang yang memiliki rasa percaya diri umumnya memandang
diri sendiri sebagai orang yang produktif, mampu menghadapi tantangan dan mudah menguasai
pekerjaan atau keterampilan baru. Mereka mempercayai diri sendiri sebagai katalisator,
penggerak, dan pelopor, serta merasa bahwa kemampuan-kemampuan mereka lebih unggul
dibanding kebanyakan orang lain.
Dengan demikian kepercayaan diri dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk
lebih mampu mengenal dirinya, mengendalikan dirinya, memotivasi diri, empati terhadap orang
lain, dan kemampuan untuk dapat bersosialisasi pada lingkungan.
2.2 Hipotesis Penelitian
2.2.1 Pengaruh Kecerdasan Emosional pada Tingkat Pemahaman
Akuntansi
Goleman (2007) menyatakan bahwa kecerdasan emosional memiliki peran lebih dari 80%
dalam mencapai kesuksesan hidup, baik dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan
100
professional. Menurut Bonner (1999) untuk menjadi seorang lulusan akuntansi yang berkualitas
diperlukan waktu yang panjang dan usaha yang keras serta dukungan dari pihak lain yang akan
memengaruhi pengalaman hidup lulusan tersebut tentunya kita juga jangan melupakan bahwa
pengukuran prestasi akademik juga sama pentingnya untuk mengetahui tingkat keberhasilan
yang dicapai mahasiswa dalam belajar.
Hasil penelitian Kennedy (2013) bahwa kecerdasan emosional berpengaruh positif secara
signifikan terhadap tingkat pemahaman akuntansi. Hasil serupa ditemukan oleh Ansharullah
(2013) bahwa kecerdasan emosional berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat
pemahaman akuntansi. Namun hasil penelitian Luqman (2010) bahwa kecerdasan emosional
tidak berpengaruh terhadap tingkat pemahaman akuntansi. Hasil serupa juga ditemukan oleh Dwi
et al. (2014) bahwa kecerdasan emosional tidak berpengaruh terhadap tingkat pemahaman
akuntansi.
Dari uraian di atas maka hipotesis dinyatakan sebagai berikut.
H1: Kecerdasan Emosional Berpengaruh Positif pada Tingkat Pemahaman Akuntansi
Mahasiswa.
2.2.2 Pengaruh Perilaku Belajar pada Tingkat Pemahaman Akuntansi
Menurut Jen et al. (2012) terdapat aspek dalam belajar diperguruan tinggi, yakni: makna
kuliah, pengalaman belajar atau nilai, konsepsi dosen, kemandirian dalam belajar, konsep
memiliki buku, dan kemampuan berbahasa. Menurut Elias (2005) dalam semua aspek,
pengukuran prestasi akademik merupakan hal hal yang sangat penting untuk mengetahui tingkat
keberhasilan yang dicapai mahasiswa dalam belajar. Ini sesuai dengan pendapat Guina et al.
(2012) yang mengartikan bahwa prestasi adalah bukti keberhasilan usaha yang tercapai. Jadi, jika
prestasi akademik mahasiswa baik, maka dikatakan bahwa mahasiswa tersebut telah memperoleh
hasil yang baik dari serangkaian proses belajar yang ditempuhnya.
101
Hasil penelitian Artana (2014) bahwa perilaku belajar berpengaruh positif secara signifikan
terhadap tingkat pemahaman akuntansi. Hasil serupa ditemukan oleh Rachmi (2010) bahwa
perilaku belajar berpengaruh positif secara signifikan terhadap tingkat pemahaman akuntansi.
Namun hasil penelitian Sahara (2014) bahwa perilaku belajar tidak berpengaruh terhadap tingkat
pemahaman akuntansi. Dari uraian di atas maka hipotesis dinyatakan sebagai berikut.
H2: Perilaku Belajar Berpengaruh Positif pada Tingkat Pemahaman Akuntansi Mahasiswa.
2.2.3 Pengaruh Kecerdasan Emosional pada Tingkat Pemahaman Akuntansi
dengan Kepercayaan Diri sebagai Pemoderasi
Kecerdasan emosional adalah kemampuan lebih yang dimiliki seseorang dalam
memotivasi diri, ketahanan dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan menunda
kepuasan, serta mengatur keadaan jiwa (Cetin, 2015). Kemampuan ini saling berbeda dan saling
melengkapi dengan kemampuan akademik murni yang diukur dengan IQ. Kecerdasan emosional
yang baik dapat dilihat dari kemampuan mengenal diri sendiri, mengendalikan diri, memotivasi
diri, berempati, dan kemampuan sosial. Oleh karena itu, mahasiswa yang memiliki keterampilan
emosi yang baik akan berhasil di dalam kehidupan dan memiliki motivasi untuk terus belajar.
Angelis (2005) menyatakan ada beberapa cara untuk mengembangkan kekuatan dan
kelemahan dalam pengenalan diri yaitu intropeksi diri, mengendalikan diri, membangun
kepercayan diri, mengenal dan mengambil inspirasi dari tokoh-tokoh teladan, dan berfikir positif
dan optimis tentang diri sendiri. Dari beberapa cara untuk mengembangkan pengenalan diri
diatas dapat diketahui bahwa kepercayaan diri merupakan salah satu hal yang dapat
memengaruhi bagaimana mahasiswa mengenal dirinya. Kepercayaan diri mahasiswa akan
memengaruhi kemampuan untuk mengendalikan dirinya. Seseorang yang memiliki kepercayaan
diri kuat maka akan lebih percaya terhadap kemampuan dirinya sendiri, dan mampu
mengendalikan segala emosinya sehingga dalam memahami suatu pelajaran akan lebih terfokus
102
dan mampu mengendalikan dirinya untuk melakukan pekerjaan yang membawa manfaat baginya
dan dapat memotivasi dirinya sendiri untuk lebih memahami suatu pelajaran.
Hasil penelitian Ariantini et al. (2014) bahwa terdapat pengaruh interaksi yang positif dan
signifikan antara kecerdasan emosional terhadap tingkat pemahaman akuntansi dengan
kepercayaan diri sebagai pemoderasi. Namun hasil penelitian Hariyoga dan Suprianto (2011)
bahwa kepercayaan diri bukan merupakan variabel moderating antara kecerdasan emosional
dengan tingkat pemahaman akuntansi. Dari uraian di atas maka hipotesis dinyatakan sebagai
berikut.
H3: Kepercayaan Diri memoderasi (memperkuat) pengaruh Kecerdasan Emosional pada Tingkat
Pemahaman Akuntansi.
2.2.4 Pengaruh Perilaku Belajar pada Tingkat Pemahaman Akuntansi
dengan Kepercayaan Diri sebagai Pemoderasi
Berbagai penelitian telah dilakukan berkenaan dengan faktor-faktor yang memengaruhi
perilaku dan prestasi belajar, Kim et al. (2014) menemukan bahwa masalah-masalah pokok yang
mengganggu prestasi akademik mahasiswa adalah kebiasaan belajar yang kurang baik, yaitu
waktu belajar yang tidak teratur (58%) dan kebiasaan membaca yang buruk (30%). Dampak
kebiasaan belajar yang jelek bertambah berat ketika kebiasaan itu membiarkan mahasiswa dapat
lolos tanpa gagal. Selain itu hasil belajar dapat dihubungan dengan terjadinya suatu perubahan,
kecakapan atau kepandaian seseorang dalam proses pertumbuhan tahap demi tahap.
Gea et al. (2002) berpendapat bahwa mengenal diri berarti memahami kekhasan
fisiknya, kepribadian, watak dan temperamennya, mengenal bakat bakat alamiah yang di
milikinya serta punya gambaran atau konsep yang jelas tentang diri sendiri dengan segala
kesulitan dan kelemahannya. Dengan mengenal diri, seseorang dapat mengenal kenyataan
dirinya, dan sekaligus kemungkinan-kemungkinannya, serta diharapkan mengetahui peran apa
yang harus dia mainkan untuk mewujudkannya.
103
Hasil penelitian Hariyoga dan Suprianto (2011) bahwa kepercayaan diri merupakan
variabel moderating antara perilaku belajar dengan tingkat pemahaman akuntansi. Hasil serupa
ditemukan oleh Dwi et al. (2014) bahwa kepercayaan diri merupakan variabel moderating antara
perilaku belajar dengan tingkat pemahaman akuntansi. Namun hasil penelitian Febriastuti (2010)
bahwa kepercayaan diri bukan merupakan variabel moderating antara perilaku belajar dengan
tingkat pemahaman akuntansi.
H4: Kepercayaan Diri memoderasi (memperkuat) pengaruh Perilaku Belajar pada
Tingkat Pemahaman Akuntansi.