BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.ump.ac.id/9223/3/Nenden Setyaningrum_BAB II.pdf · 2019. 9....
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKArepository.ump.ac.id/9223/3/Nenden Setyaningrum_BAB II.pdf · 2019. 9....
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Hasil Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu di Rawat Inap RSUD Banyumas oleh Meikaputri
(2015), yang berjudul kajian penggunaan obat antihipertensi oral pada ibu
hamil pre-eklampsia menyatakan obat yang paling efektif dalam
menurunkan tekanan darah adalah nifedipin. Perbedaan penelitian tersebut
dengan penelitian ini yaitu populasi yang digunakan pada penelitian ini
adalah seluruh ibu hamil yang mengalami hipertensi baik itu ibu hamil
dengan riwayat hipertensi, ibu hamil dengan pre-eklampsia dan eklampsia
serta pengambilan data pada penelitian ini dilakukan secara retrospektif
sedangkan pada penelitian tersebut pengambilan data dilakukan secara
prospektif. Persamaan pada penelitian ini yaitu penelitian dilakukan secara
deskriptif observasional.
Penelitian terdahulu di Poliklinik Obstetri dan Ginekologi di Rumah
Sakit Swasta Royal Prima Medan oleh Putri (2016), yang berjudul
penggunaan obat pada pasien ibu hamil menyatakan masih ada beberapa
obat beresiko terhadap kehamilan yang digunakan oleh ibu hamil.
Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu
populasi yang digunakan pada penelitian ini lebih spesifik dan
persamaannya yaitu penelitian dilakukan secara deskriptif observasional
dan pengambilan data dilakukan secara retrospektif.
B. Landasan Teori
1. Kehamilan
Proses kehamilan didahului oleh proses pembuahan satu sel telur
yang bersatu dengan sel spermatozoa dan hasilnya akan terbentuk
zigot. Zigot mulai membelah diri satu sel menjadi dua sel, dari dua sel
menjadi empat sel dan seterusnya. Pada hari ke empat zigot tersebut
menjadi segumpal sel yang sudah siap untuk menempel/nidasi pada
lapisan dalam rongga rahim (endometrium). Kehamilan dimulai sejak
terjadinya proses nidasi ini. Pada hari ketujuh gumpalan tersebut sudah
Studi Penggunaan Obat…, Nenden Setyaningrum, Fakultas Farmasi UMP, 2019
5
tersusun menjadi lapisan sel yang mengelilingi suatu ruangan yang
berisi sekelompok sel di bagian dalamnya (Depkes RI, 2006).
a. Klasifikasi Kehamilan menurut Kemenkes tahun (2013):
1) Kehamilan normal
Keadaan umum ibu baik, tekanan darah <140/90 mmHg,
bertambahnya berat badan sesuai minimal 8 kg selama
kehamilan (1 kg tiap bulan) atau sesuai IMT (Indeks Massa
Tubuh) ibu, edema hanya pada ekstremitas, denyut jantung janin
120–160 kali/menit, gerakan janin dapat dirasakan setelah usia
kehamilan 18–20 minggu hingga melahirkan, tidak ada kelainan
riwayat obstetrik, ukuran uterus sesuai dengan usia kehamilan,
pemeriksaan fisik dan laboratorium dalam batas normal
2) Kehamilan dengan masalah kesehatan yang membutuhkan
rujukan untuk konsultasi dan atau kerjasama dalam
penanganannya
a) Riwayat pada kehamilan sebelumnya: janin atauneonatus
mati, keguguran ≥3x, bayi <2500 g atau rujukan untuk
konsultasi dan >4500 g, hipertensi, pembedahan pada organ
b) Kehamilan saat ini: kehamilan ganda, usia ibu <16 atau 40,
Rh (-), hipertensi, massa pelvis, penyakit jantung, penyakit
ginjal, diabetes melitus, malaria, Human Immunodeficiency
Virus (HIV), sifilis, Tuberculosis (TBC), anemia berat,
penyalahgunaan obat-obatan dan alkohol, Lingkar Lengan
Atas (LILA) <23,5 cm, tinggi badan <145 cm, kenaikan
berat badan <1 kg atau >2 kg tiap bulan atau tidak sesuai
IMT, Tinggi Fundus Uteri (TFU) tidak sesuai usia
kehamilan, pertumbuhan janin terhambat, infeksi saluran
kemih, penyakit kelamin, malposisi/malpresentasi, gangguan
kejiwaan, dan kondisi-kondisi lain yang dapat memburuk
kehamilan
Studi Penggunaan Obat…, Nenden Setyaningrum, Fakultas Farmasi UMP, 2019
6
3) Kehamilan dengan kondisi kegawat daruratan yang
membutuhkan rujukan segera
Adanya perdarahan, preeklampsia, eklampsia, ketuban pecah
dini, gawat janin, atau kondisi-kondisi kegawat daruratan lain
yang mengancam nyawa ibu dan bayi
2. Penyebab Kematian Pada Ibu Hamil
Hipertensi akibat kehamilan adalah tekanan darah diastolik 110
mmHg atau lebih, atau 90 mmHg pada dua kali pengukuran setelah 20
minggu pada wanita yang sebelumnya normotensif. Tekanan darah
diastolik 90 mmHg sebelum 20 minggu menunjukkan keadaan
hipertensi kronis, yang dipastikan jika hipertensi menetap setelah
melahirkan (Rubenstein et al, 2007).
Tabel 2.1 Klasifikasi tekanan darah JNC-7 (Indicates the Seventh Report of
the Joint National Committe on Prevention, Detection, Evaluation and
Treatment of High Blood Pressure) vs NHBPEP (National High Blood
Pressure Education Program Working Group Report on High Blood Pressure
in Pregnancy)
JNC-7 Blood Pressure
Classification (Nonpregnant),
mmHg
NHBPEP Blood Pressure
Classification (Pregnant), mmHg
Normal
Sistolic ≤120 and diastolic ≤80
Norrmal/acceptable in Pregnancy
Sistolic ≤140 and diastolic ≤90
Pre-hypertension
Sistolic 120 to 139 or diastolic 80
to 89
Stage 1 hypertension
Sistolic 140 to 159 or diastolic 90
to 99
Mild hypertension
Sistolic 140 to 150 or diastolic 90 to
109
Stage 2 hypertension
Sistolic 160 to 179 or diastolic 100
to 110
Severe hypertension
Sistolic ≥160 or diastolic ≥110
Stage 3 hypertension
Sistolic 180 to 209 or diastolic 110
to 119
(Podymow dan August, 2008)
a. Hipertensi Pada Ibu Hamil
1) Hipertensi Kronik
Hipertensi kronik merupakan hipertensi tanpa proteinuria
yang timbul dari sebelum kehamilan dan menetap setelah
persalinan. Gambaran klinis meliputi tekanan darah ≥140/90
mmHg, sudah ada riwayat hipertensi sebelum hamil atau
diketahui adanya hipertensi pada usia kehamilan <20 minggu,
Studi Penggunaan Obat…, Nenden Setyaningrum, Fakultas Farmasi UMP, 2019
7
tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urin), dapat
disertai keterlibatan organ lain, seperti mata, jantung, dan ginjal
(Kemenkes, 2013).
2) Hipertensi gestasional
Merupakan hipertensi tanpa proteinuria yang timbul setelah
kehamilan 20 minggu dan menghilang setelah persalinan.
Gambaran klinis meliputi tekanan darah ≥140/90 mmHg, tidak
ada riwayat hipertensi sebelum hamil, tekanan darah normal di
usia kehamilan <12 minggu, tidak ada proteinuria (diperiksa
dengan tes celup urin), dapat disertai tanda dan gejala
preeklampsia, seperti nyeri ulu hati dan trombositopenia
(Kemenkes, 2013).
3) Preeklampsia
Merupakan komplikasi kehamilan pada usia setelah 20
minggu dengan ekskresi protein abnormal/proteinuria disertai
manifestasi pada organ lain (nyeri kepala, nyeri epigastrium,
mata kabur, trombositopenia, disfungsi renal, liver, edema paru).
Menurut Sibai, proteinuria tidak selalu muncul pada
preeklampsia (Dachlan et al, 2019).
Tabel 2.2 Klasifikasi preeklampsia berdasarkan derajat manifestasi
klinik
Abnormalitas Preeklampsia Preeklampsia berat
Tekanan darah
(TD) diastolik
˂ 110 mmHg ≥ 110 mmHg
TD sistolik ˂ 160 mmHg ≥ 160 mmHg
Proteinuria -/+ -/+
Nyeri kepala - +
Gangguan visual - +
Nyeri ulu hati - +
Oliguria - +
Kejang/eclampsia - +
Serum kreatinin Normal Meningkat
Trombositopenia
(˂100.000 U/L)
- +
Peningkatan serum
transaminase
Minimal Meningkat
Gangguan
pertumbuhan janin
- +
Edema paru - +
(Dachlan et al, 2019)
Studi Penggunaan Obat…, Nenden Setyaningrum, Fakultas Farmasi UMP, 2019
8
a) Pre-eklampsia terjadi pada sekitar 5 % primipara, namun
lebih jarang pada kehamilan berikutnya dengan ayah janin
yang sama (Rubenstein et al, 2007).
b) Pengobatan pre-eklampsia
Pengobatan preeklampsia bertujuan untuk menghindari
kelanjutan menjadi eklampsia. Pengobatan pada pre-
eklampsia berat dilakukan dengan pemberian:
Sedatif: phenobarbital 3 x 200 mg, valium 3 x 20 mg),
menghindari kejang: magnesium sulfat (dosis awal 8 g IM,
dosis ikutan 4 g/6 jam, observasi pernapasan tidak kurang 16
menit, reflex patella positif, urin tidak kurang dari 600 cc/24
jam), valium (dosis awal 20 mg IV, dosis ikutan 20 mg/drip
20 tetes/menit, dosis maksimal 120 mg/24 jam), kombinasi
pengobatan (pethidine 50 mg IM, klorpromazin 50 mg IM,
diazepam [valium] 20 mg IM), bila terjadi oliguria diberikan
glukosa 40% IV untuk menarik cairan dari jaringan sehingga
dapat merangsang diuresis (Manuaba, 2013).
4) Eklampsia
Merupakan kelanjutan pre-eklampsia berat dengan tambahan
gejala kejang dan/atau koma. Menjelang kejang-kejang dapat
didahului gejala subjektif yaitu nyeri kepala di daerah frontal,
nyeri epigastrium, pengelihatan semakin kabur, terdapat mual
dan muntah serta pemeriksaan menunjukkan hiper-refleksia atau
mudah terangsang. Selama terjadi kejang-kejang suhu tubuh
dapat naik mencapai C, frekuensi nadi bertambah cepat dan
tekanan darah meningkat. Kejang dapat menimbulkan
komplikasi pada ibu dan janin (Manuaba, 2013).
a) Penatalaksanaan eklampsia
Tujuan pengobatan eklampsia adalah menghindari kejang
dan koma yang menyebabkan angka kematian ibu dan janin
tinggi dan mengakhiri kehamilan dengan traumatis. Konsep
pengobatan eklampsia (Manuaba, 2013): Jika dalam
Studi Penggunaan Obat…, Nenden Setyaningrum, Fakultas Farmasi UMP, 2019
9
perjalanan ke rumah sakit dapat diberikan penenang dengan
suntikan 20 mg valium, pasang infus glukosa 5% dan dapat
ditambah valium 10 sampai 20 mg.
Beberapa pengobatan yang dilakukan di rumah sakit
diantaranya sebagai berikut:
(1) Sistem Stroganof: Suntikan 100 mg luminal IM. ½ jam
kemudian suntikkan 10 cc magnesium sulfat 40% IM,
selanjutnya tiap 3 jam berganti-ganti diberi luminal 50
mg dan 10 cc magnesium sulfat 40% IM
(2) Pemberian sodium pentothal dapat menghilangkan
kejang. Dosis awal pentothal antara 200 mg dan 300 mg
IV perlahan-lahan
(3) Magnesium sulfat mempunyai efek menurunkan tekanan
darah, mengurangi sensitivitas saraf pada sinapsis,
meningkatkan diuresis, merusak sirkulasi iskemik
plasenta sehingga menurunkan gejala klinis eklampsia.
Dosis pemberian larutan Mg 40%: intramuskular (8
g daerah gluteal kanan kiri, 4 g interval 6 jam), jika
melalui intravena (10 cc magnesium sulfat 40% IV
perlahan-lahan diikuti IM 8 g). Syarat pemberian
magnesium sulfat adalah reflex patella masih positif,
pernapasan tidak kurang dari 16 per menit, diuresis
minimal 600 cc /24 jam. Antidotum untuk magnesium
sulfat adalah 1 g kalsium klorida atau glukonas kalsikus
(4) Diazepam atau valium dipergunakan sebagai pengobatan
eklampsia, karena mudah didapat dan murah. Dosis
maksimal diazepam 120 mg/24 jam. Metode pemberian
valium: pasang infus glukosa 5%, dosis awal diberikan
20 mg/intravena. Dosis ikutan dalam glukosa 5% 5
sampai 10 sampai 20 mg dengan 20 tetesan/menit.
Observasi yang dilakukan: kesadaran penderita, keadaan
Studi Penggunaan Obat…, Nenden Setyaningrum, Fakultas Farmasi UMP, 2019
10
janin dalam rahim, kejang-kejang, diuresis, tekanan
darah, nadi dan pernapasan
(5) Litik koktil terdiri dari petidin 100 mg, klopromazin 100
mg dan prometazin 50 mg yang dilarutkan dalam 500 cc
glukosa 5% di berika secara IV dengan memeperhatikan
tekanan darah, nadi dan kejang. Observasi pengobatan
dilakukan setiap 5 menit karena tekanan darah dapat
turun mendadak
Pada pengobatan yang berhasil, dijumpai perbaikan
diuresis makin bertambah, tekanan darah menurun, nadi
membaik, kesadaran membaik dan kejang berkurang. Pada
kegagalan pengobatan dapat dijumpai gejala kejang lebih
dari 12 kali, suhu meningkat di atas C, kesadaran makin
menurun dan nadi meningkat di atas 100 kali per menit.
b. Perdarahan
Klasifikasi perdarahan pada ibu hamil terbagi menjadi 2 bagian,
yaitu:
1) Perdarahan Antepartum
Perdarahan Antepartum adalah perdarahan yang terjadi pada
kehamilan di atas 22 minggu, sehingga bayi masih dapat
diselamatkan dengan perawatan unit intensif (Manuaba et al,
2012).
2) Perdarahan Postpartum
Perdarahan Postpartum adalah perdarahan yang terjadi setelah
kelahiran bayi dan menyebabkan hilangnya darah lebih dari 500
ml (milliliter) selama 24 jam pertama (Oxorn). Perdarahan
postpartum menyebabkan kematian maternal lebih tinggi karena
kejadiannya sebagian besar mendadak dan sering terlambat
dirujuk (Manuaba et al, 2012). Sejalan dengan hal tersebut di
Indonesia perdarahan postpartum merupakan salahsatu
penyebab utama kematian pada ibu (Kemenkes RI, 2015).
Studi Penggunaan Obat…, Nenden Setyaningrum, Fakultas Farmasi UMP, 2019
11
c. Infeksi
Di seluruh dunia, infeksi secara historis merupakan penyebab
penting morbiditas dan mortalitas pada ibu dan janin. Infeksi
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya: status serologi ibu,
waktu infeksi selama kehamilan, cara penularan dan status
imunologis (Cunningham et al, 2013). Infeksi pada kehamilan
diklasifikasikan menjadi beberapa bagian, yaitu: infeksi vagina,
infeksi endoserviks, infeksi traktus urinarius, infeksi hepatitis,
infeksi kelompok Toksoplasmosis, Rubella, Cytomegalovirus,
Herpes simplex virus (TORCH), infeksi sifilis dan infeksi virus
lainnya (infeksi Human Immunodeficiency Virus [HIV], Infeksi
parvovirus, infeksi virus varicella) (Manuaba et al, 2012).
3. Penggunaan Obat Selama Kehamilan
Selama kehamilan seorang ibu dapat mengalami berbagai keluhan
atau gangguan kesehatan yang membutuhkan obat. Obat sebaiknya
diresepkan pada ibu hamil jika keuntungan yang diharapkan lebih
besar daripada risiko bagi janin sehingga ibu dapat melahirkan bayi
yang sehat dengan selamat (Depkes RI, 2006).
a. Antihipertensi
Beberapa obat antihipertensi aman dan efektif baik untuk
hipertensi yang timbul karena hamil maupun untuk pre-eklampsia.
Metildopa dipandang sebagai obat antihipertensi yang aman untuk
digunakan sepanjang kehamilan. Obat ini melintasi plasenta dan
ditemukan di dalam darah tali pusat dengan konsentrasi yang sama
di dalam darah ibu. Metildopa menurunkan tekanan darah sistolik
pada neonatus. Data mengenai tindak lanjut pediatrik selama 7
tahun pada ibu hamil yang menggunakan metildopa untuk
pengobatan hipertensi atau pre-eklampsia tidak memperlihatkan
kelainan jangka panjang dalam perkembangan janin. Antagonis
saluran kalsium yakni nifedipin, nikardipin dan nitrendipin telah
terbukti dapat menurunkan tekanan darah pada kehamilan dan
mengendalikan hipertensi atenatal dan pasca persalinan. Pada
Studi Penggunaan Obat…, Nenden Setyaningrum, Fakultas Farmasi UMP, 2019
12
hipertensi berat akut nifedipin dapat diberikan per oral dan
sublingual sebagai alternatif pada obat parenteral (Rubin, 2000).
b. Analgetik
Analgetik adalah obat yang paling sering digunakan dalam
masa kehamilan yang dapat dibeli tanpa resep dokter. Contoh dari
analgetik yang digunakan diantaranya yaitu parasetamol. Pada
penelitian pra klinis, parasetamol tidak memperlihatkan adanya
efek yang merugikan pada pertumbuhan janin dan plasenta (Rubin,
2000).
c. Antiemetik
Mual dan muntah umumnya berlangsung singkat dan dapat
diatasi tanpa menggunakan obat, tetapi terapi obat seringkali
diperlukan jika gejala mual dan muntah berat. Contoh obat ini
adalah metoklopamid yang telah digunakan pada kehamilan lanjut
dengan hyperemesis gravidarum (Rubin, 2000).
d. Antibiotik
Alasan paling sering bagi wanita hamil untuk mendapat
antibiotik adalah untuk pengobatan sistitis akut atau bacteri uria
yang timbul dari sistitis tersebut. Pilihan terapinya yaitu ampisilin
dan sefaleksin. Sefaleksin lebih efektif dari ampisilin karena
separuh bakteri gram negatif yang sering menyebabkan infeksi
saluran kemih resisten terhadap ampisilin (Rubin, 2000).
e. Farmakokinetika
Selama kehamilan terjadi perubahan-perubahan fisiologi yang
mempengaruhi farmakokinetika obat. Perubahan tersebut meliputi
peningkatan cairan tubuh misalnya penambahan volume darah
sampai 50% dan curah jantung sampai dengan 30%. Pada akhir
semester pertama aliran darah ginjal meningkat 50% dan pada
akhir kehamilan aliran darah ke rahim mencapai puncaknya hingga
600-700 ml/menit. Peningkatan cairan tubuh tersebut terdistribusi
60 % di plasenta, janin dan cairan amniotik, 40% di jaringan si ibu
(Depkes RI, 2006).
Studi Penggunaan Obat…, Nenden Setyaningrum, Fakultas Farmasi UMP, 2019
13
f. Farmakodinamika
1) Mekanisme kerja obat ibu hamil
Efek obat pada jaringan reproduksi, uterus dan kelenjar
susu, pada kehamilan kadang dipengaruhi oleh hormon-hormon
sesuai dengan fase kehamilan. Efek obat pada jaringan tidak
berubah bermakna karena kehamilan tidak berubah, walau
terjadi perubahan misalnya curah jantung, aliran darah ke
ginjal. Perubahan tersebut kadang menyebabkan wanita hamil
membutuhkan obat yang tidak dibutuhkan pada saat tidak
hamil. Contohnya glikosida jantung dan diuretik yang
dibutuhkan pada kehamilan karena peningkatan beban jantung
pada kehamilan atau insulin yang dibutuhkan untuk mengontrol
glukosa darah pada diabetes yang diinduksi oleh kehamilan
(Depkes RI, 2006).
2) Mekanisme kerja obat pada janin
Beberapa penelitian untuk mengetahui kerja obat di janin
berkembang dengan pesat, yang berkaitan dengan pemberian
obat pada wanita hamil yang ditujukan untuk pengobatan janin
walaupun mekanismenya masih belum diketahui jelas.
Contohnya kortikosteroid diberikan untuk merangsang
matangnya paru janin bila ada prediksi kelahiran prematur.
Contoh lain adalah fenobarbital yang dapat menginduksi enzim
hati untuk metabolisme bilirubin sehingga insiden jaundice
(bayi kuning) akan berkurang. Selain itu fenobarbital juga
dapat menurunkan risiko perdarahan intracranial bayi kurang
umur. Antiaritmia juga diberikan pada ibu hamil untuk
mengobati janinnya yang menderita aritmia jantung (Depkes
RI, 2006).
a) Kerja obat teratogenik
Penggunaan obat pada saat perkembangan janin dapat
mempengaruhi struktur janin pada saat terpapar.
Thalidomid adalah contoh obat yang besar pengaruhnya
Studi Penggunaan Obat…, Nenden Setyaningrum, Fakultas Farmasi UMP, 2019
14
pada perkembangan anggota badan (tangan, kaki) segera
sesudah terjadi pemaparan. Pemaparan ini akan berefek
pada saat waktu kritis pertumbuhan anggota badan yaitu
selama minggu ke-4 sampai minggu ke-7 kehamilan.
Mekanisme berbagai obat yang menghasilkan efek
teratogenik belum diketahui dan mungkin disebabkan oleh
multi faktor:
(1) Obat dapat bekerja langsung pada jaringan ibu dan juga
secara tidak langsung mempengaruhi jaringan janin
(2) Obat mungkin juga menganggu aliran oksigen atau
nutrisi lewat plasenta sehingga mempengaruhi jaringan
janin
(3) Obat juga dapat bekerja langsung pada proses
perkembangan jaringan janin, misalnya vitamin A
(retinol) yang memperlihatkan perubahan pada jaringan
normal. Derivat vitamin A (isotretinoin, etretinat)
adalah teratogenik yang potensial
(4) Kekurangan substansi yang esensial diperlukan juga
akan berperan pada abnormalitas. Misalnya pemberian
asam folat selama kehamilan dapat menurunkan insiden
kerusakan pada selubung saraf, yang menyebabkan
timbulnya spina bifida
g. Klasifikasi keamanan obat pada kehamilan menurut Food and
Drug Administration (FDA):
1) Kategori A: studi terkontrol pada wanita hamil tidak
memperlihatkan adanya resiko terhadap janin pada kehamilan
trimester 1 dan trimester berikutnya
2) Kategori B: studi terhadap reproduksi binatang memperlihatkan
tidak ada resiko terhadap janin, tetap belum ada studi terkontrol
terhadap manusia
Studi Penggunaan Obat…, Nenden Setyaningrum, Fakultas Farmasi UMP, 2019
15
3) Kategori C: studi pada binatang percobaan memperlihatkan
adanya efek terhadap janin dan studi terkontrol pada wanita dan
binatang tidak tersedia atau tidak dapat dilakukan
4) Kategori D: terdapat bukti adanya resiko pada janin pada
binatang percobaan atau studi pada manusia
5) Kategori X: studi pada manusia dan binatang memperlihatkan
adanya abnormalitas pada janin
C. Kerangka Konsep
Gambar 2.1 Kerangka Konsep
Keterangan:
Diteliti :
Tidak diteliti :
Tingginya tingkat kematian ibu
Hipertensi Pendarahan Sepsis
Karakteristik pasien:
1. Usia pasien
2. Usia kehamilan
3. Status gravida
(Manuaba, 2012)
Studi Penggunaan obat:
1. Efektivitas obat
2. Interaksi obat
(Siregar, 2006)
3. Kategori keamanan obat
menurut FDA
Evaluasi
Studi Penggunaan Obat…, Nenden Setyaningrum, Fakultas Farmasi UMP, 2019