BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uir.ac.idrepository.uir.ac.id/514/6/bab2.pdfSecondary recovery...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.uir.ac.idrepository.uir.ac.id/514/6/bab2.pdfSecondary recovery...
5
Universitas Islam Riau
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Secara umum operasi pengurasan hidrokarbon dibagi dalam tiga tahapan
yaitu: primer, sekunder, dan tersier. Primary recovery atau tahap produksi awal,
dihasilkan dari perpindahan energi secara alami dari dalam reservoir itu sendiri.
Secondary recovery atau tahap kedua produksi, biasanya dilakukan bila produksi
pada tahap primary recovery mulai menurun. Pada umumnya secondary recovery
berupa waterflooding, pressure maintenance, dan injeksi gas. Tertiary recovery,
tahap ketiga produksi, adalah metode yang digunakan setelah waterflooding (atau
metode secondary recovery apapun yang digunakan). Tertiary recovery
menggunakan miscible gases, bahan kimia, dan/atau energi panas (thermal) untuk
meningkatkan produksi minyak jika secondary recovery sudah tidak ekonomis lagi
(Sheng, 2011).
Pada saat ini metode pengurasan hidrokarbon menjadi jantung dari
produksi minyak yang diambil dari reservoir. Jika rata-rata recovery factor
diseluruh dunia dari reservoir hidrokarbon dapat meningkat, maka hal ini dapat
mengatasi beberapa masalah menyangkut pasokan energi global. Hingga pada saat
ini, produksi minyak yang diambil dari lapangan langsung tidak seimbang dengan
meningkatnya kebutuhan minyak dunia (Kokal & Al-Kaabi, 2010). Maka dari itu,
Gambar 2.1 Metode pengurasan cadangan minyak (Speight, 2009)
6
Universitas Islam Riau
berbagai teknologi pada enhance oil recovery (EOR) menjadi salah satu solusi
dalam penyelesaian masalah ini.
Metode EOR telah berfokus pada pemulihan sisa cadangan dari reservoir
yang telah kehabisan energi selama penerapan metode primary recovery dan
secondary recovery. Sebagian besar minyak yang telah diambil dari ladang minyak,
telah dicoba beberapa metode EOR yang menawarkan untuk meningkatkan
produksi mulai 30% hingga 60% (atau lebih banyak) dari original oil in place
sebelumnya (Speight, 2009).
2.1 EOR DI DUNIA
Total produksi minyak dunia dari EOR mengalami peningkat selama
bertahun-tahun, menyumbang sekitar 3 juta barel minyak perhari (gambar 2.3),
dibandingkan dengan 85 juta barel per hari produksi, atau sekitar 3,5 persen dari
produksi harian. Sebagian besar produksi ini berasal dari metode termal yang
menyumbang 2 juta barel minyak perhari. Ini termasuk minyak berat di Kanada
(Alberta), California (Bakersfield), Venezuela, Indonesia, Oman, Cina dan lainnya
(Kokal & Al-Kaabi, 2010). CO2-EOR talah mengalami peningkatan produksi pada
akhir-akhir ini dengan menyumbang sekitar sepertiga dari satu juta barel minyak
per hari, sebagian besar dari Cekungan Permian di AS dan Weyburn lapangan di
Kanada Injeksi gas hidrokarbon menyumbang yang lain sepertiga dari satu juta
barel per hari dari proyek di Venezuela, AS (kebanyakan Alaska), Kanada, dan
Libya. Produksi dari bahan kimia EOR hampir seluruhnya berasal dari China
dengan total produksi di seluruh dunia adalah sepertiga dari satu juta barel per-hari.
Gambar 2.2 Produksi EOR diseluruh dunia (Kokal & Al-Kaabi, 2010)
7
Universitas Islam Riau
Metode lain yang lebih esoteris, seperti mikroba hanya diuji di lapangan tanpa
adanya jumlah yang signifikan diproduksi dalam skala komersial.
2.2 EOR DI INDONESIA
Saat ini Indonesia mulai menjadi salah satu negara produsen minyak yang
menggerakkan metode EOR pada lapangan-lapangan yang masih memiliki
cadangan namun sudah mengalami penurunan produksi. Sekitar 90% porsi
produksi minyak nasional berasal dari lapangan-lapangan tua (mature) yang sudah
depleted, banyak yang sudah berproduksi sejak dan sebelum tahun 1970-an.
Lapangan tua tersebut bahkan ada yang memiliki laju penurunan produksi sampai
24% setiap tahun. Laju penurunan alami produksi minyak yang secara nasional
berada di level 20% per tahun berhasil ditahan di bawah level 3% (SKK Migas,
2016). Pada gambar 2.3 memperlihatkan peningkatan jumlah produksi minyak di
Indonesia dari tahun 2015-2050 dari potensialnya metode EOR untuk lapangan
miyak di Indonesia.
2.3 METODE TERMAL EOR
Pada umumnya metode termal merupakan pemanfaatan energi panas
sebagai sumber energi untuk melakukan tertiary recovery pada suatu sumur.
Metode ini sering digunakan untuk meningkatkan produksi minyak yang tergolong
berat (heavy oil) yang akan menurunkan viskositas akibat suhu reservoir sehingga
minyak dapat mengalir dengan mudah (Speight, 2016). Kunci dari metode termal
Gambar 2.3 Profil perkiraan produksi minyak di Indonesia tahun
2015-2050 (Meng- et al., 2016)
8
Universitas Islam Riau
ini adalah penggunaan panas untuk menurunkan viskositas minyak dan mobility
ratio. Secara umum, metode termal EOR terbagi atas beberapa kategori (Hama et
al., 2014):
1. Proses termal yang umumnya digunakan pada saat ini:
a. Steam flooding (Steam drive: SD).
b. Cyclic steam stimulation (CSS).
c. Steam assisted gravity drainage (SAGD).
d. In-situ combustion (ISC).
2. Proses termal lainnya yang tidak diimplementasikan secara luas:
a. Electrical/electromagnetic heating.
b. Hot water flooding.
2.4 ELECTRICAL/ELECTROMAGNETIC HEATING
2.4.1 Elektromagnetik
Menurut Maxwell, ketika terdapat perubahan medan listrik (E), akan terjadi
perubahan medan magnetik (B). Perubahan medan magnetik ini akan menimbulkan
kembali perubahan medan listrik dan seterusnya. Maxwell menemukan bahwa
perubahan medan listrik dan perubahan medan magnetik ini menghasilkan
gelombang medan listrik dan gelombang medan magnetik yang dapat merambat di
ruang hampa. Gelombang medan listrik (E) dan medan magnetik (B) inilah yang
kemudian dikenal dengan nama gelombang elektromagnetik (Hendra, 2013).
Gambar 2.4 Perambatan gelombang elektromagnetik
9
Universitas Islam Riau
Gambar 2.5 Merupakan gambaran spektrum dari gelombang
elektromagnetik yang pada umumnya sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-
hari. Seperti pada gelombang radio, infrared, ultraviolet, dan masih banyak lagi.
Frekuensi gelombang yang digunakan menjadi pembeda pada setiap tipe yang
sudah disebutkan.
2.4.2 Electromagnetic Heating (EMH)
Pemanasan terhadap suatu objek menggunakan gelombang dari
elektromagnetik. Khususnya disini biasa digunakan prinsip seperti microwave
oven. Radiasi gelombang akan membuat molekul air (bipolar) terus bergerak satu
sama lain yang mengakibatkan adanya friksi antar molekul sehingga terjadinya
panas (Eskandari et al., 2015). Hal ini yang membedakan antara EMH dengan
metode termal lainnya. Pemanasan terjadi langsung pada molekul dalam air,
sedangkan metoda termal lainnya melakukan pemanasan mulai dari molekul di luar
dan ditransfer hingga ke molekul terdalam (gambar 2.6 dan gambar 2.7). EMH juga
bisa digunakan sebagai metode proses preheating untuk meningkatkan efisiensi
produksi pada pompa, atau dapat dikombinasikan dengan fluida injeksi EOR
lainnya untuk dapat menghemat energi dan waktu. Hal ini bisa terjadi dikarenakan
prinsip kerja dari EMH melakukan pemanasan menggunakan gelombang
elektromagnetik, sehingga tidak diperlukannya fluida injeksi untuk
Gambar 2.5 Spektrum gelombang elektromagnetik (Kumar & Dangi, 2016)
10
Universitas Islam Riau
ditransportasikan sebagai pemanas formasi (Hasanvand & Golparvar, 2014).
Injeksi panas merupakan salah satu metode paling efektif untuk meningkatkan
produktifitas pada reservoir yang memiliki kategori minyak berat (heavy oil).
Namun, pada beberapa situasi injeksi panas tidak akan bekerja dengan baik. Pada
kondisi inilah EMH mulai menjadi alternatifnya.
Beberapa alasan EMH mulai digunakan dalam metode EOR (Sahni et al., 2000):
1. Tidak akan terjadinya kerusakan pada lingkungan dan ekonomis (khususnya
pada daerah offshore).
2. Lebih efektif melakukan pemanasan pada formasi yang memiliki permeabilitas
yang kecil.
3. Mampu bekerja pada sumur yang dalam, dikarenakan tidak adanya heatloss
yang terjadi. Dan bekerja dengan effisien pada thin pay-zones (h<10m) (Hu et
al., 1999).
4. Memberikan panas yang dapat dikontrol dengan efisien (Eskandari et al.,
2015).
Gambar 2.7 Mekanisme pemanasan dielektrik (Peraser et al., 2012)
Gambar 2.6 Perbedaan mekanisme pemanasan konvensional dan
pemanasan microwave (Peraser et al., 2012)
11
Universitas Islam Riau
Secara umum, EMH terbagi atas 3 jenis metode (Hasanvand & Golparvar, 2014):
1. Microwave (MW) Heating (High Frequency)
High frequency atau biasa disebut dengan gelombang mikro (microwave)
melakukan pemanasan dengan frekuensi tingkat tinggi (108-1011 Hz). Gelombang
dari elektromagnetik akan memberikan efek pada senyawa dipolar yang ada
didalam fluida, lalu pergerakan yang terjadi terus menerus antar molekul ini akan
menyebabkan panas pada fluida, begitu pula prinsip pada oven MW.
2. Inductive Heating
Memanfaatkan casing yang ada pada sumur sebagai elemen pemanas. Arus
induksi yang terjadi pada casing akan menyebabkan panas pada casing itu sendiri.
Sehingga, dapat meningkatkan mobilitas pada sekitar wellbore dikarenakan efek
panas dari casing.
Gambar 2.8 Skematik microwave heating (Peraser et al., 2012)
Gambar 2.9 Skematik inductive heating (Hasanvand & Golparvar, 2014)
12
Universitas Islam Riau
3. Low-Frequency Heating (Resistive Heating)
Kebanyakan pada metode ini menggunakan frekuensi yang relatif rendah (<60
Hz) yang akan memanaskan formasi yang terletak diantara katoda dan anoda yang
berperan sebagai transmitter dan receiver energi listrik.
Berdasarkan percobaan yang dilakukan oleh Chakma dan Eskandari, ada
beberapa faktor penting yang berpengaruh pada EMH:
1. Irradiation Time
Irradiation time adalah proses ketika formasi dipaparkan oleh radiasi
gelombang EM yang dinyatakan oleh waktu. Ini merupakan faktor yang terpenting
dalam distribusi suhu pada daerah sekitar sumber panas. Dari hasil percobaan, pada
gambar 2.11 didapatkan kenaikan irradiation time seiringan dengan kenaikan suhu.
Dari hal ini yang perlu diperhatikan adalah irradiation time yang optimum,
dikarenakan semakin tinggi irradiation time maka semakin tinggi pula penggunaan
energi listrik yang akan digunakan, dan hal ini akan berpengaruh pada biaya
operasional.
Gambar 2.10 Skematik resistive heating (Sahni et al., 2000)
Gambar 2.11 Kurva peningkatan suhu terhadap irradiation time
(Eskandari et al., 2015)
13
Universitas Islam Riau
2. Fluid Saturation
Dikarenakan gelombang EM akan berpengaruh pada senyawa yang memiliki
molekul dipolar, yaitu air, maka besarnya kandungan air yang ada di dalam batuan
akan mempengatuhi efektifitas dari EMH. Setelah dilakukannya percobaan, batuan
yang memiliki saturasi air (Sw) lebih besar akan memberikan efek laju pemanasan
yang lebih baik (gambar 2.12).
3. Salinitas Air Formasi
Ini merupakan salah satu faktor terpenting dalam EMH. Meningkatnya
salinitas, maka konsentrasi ion dari air juga ikut meningkat. Konsentrasi dari ion
yang ada didalam air akan efek yang secara langsung pada kecepatan absorpsi
energi dan distribusi suhu. Percobaan menggunakan 3 macam fluida dengan
salinitas yang berbeda (air distilasi, 3% NaCl, dan 5% NaCl), memberikan efek
pada oil recovery paling tinggi adalah fluida yang memiliki salinitas tertinggi
(gambar 2.13).
Gambar 2.12 Kurva peningkatan suhu terhadap
saturasi air (Eskandari et al., 2015)
Gambar 2.13 Kurva peningkatan oil recovery terhadap salinitas
air (Hu et al., 1999)
14
Universitas Islam Riau
4. Frekuensi Elektromagnetik
Melihat dari gambar 2.14 dari percobaan 3 frekuensi yang berbeda (5 MHz, 10
MHz, dan 20 Mhz), memberikan hasil pada oil recovery yang berbeda pula. Namun
dari hasil percobaan tersebut menunjukkan semakin tingginya frekuensi yang
diberikan maka semakin tinggi pula oil recovery.
5. Electrical Power
Power merupakan salah satu faktor penting yang dapat menentukan
peningkatan produksi suatu lapangan migas. Hal ini dapat dilihat pada gambar 2.15
yang menunjukkan power yang semakin besar maka akan mengakibatkan
peningkatan pada produksi minyak pada lapangan tersebut.
Gambar 2.14 Kurva peningkatan oil recovery terhadap
frekuensi gelombang (Hu et al., 1999)
Gambar 2.15 Kurva peningkatan oil recovery terhadap
electrical power (Sahni et al., 2000)