BAB II TINJAUAN PUSTAKA - poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/680/2/6. BAB II.pdf ·...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA - poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/680/2/6. BAB II.pdf ·...
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Antibiotik
1. Definisi Antibiotik
Antibiotik adalah obat pembasmi mikroba, khususnya mikroba yang
merugikan manusia. Dalam pembicaraan disini, yang dimaksud dengan
mikroba terbatas pada jasad renik yang tidak termasuk kelompok parasit.
Antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi, yang
dapat menghambat atau membasmi mikroba jenis lain. Banyak antibiotik
dewasa ini dibuat secara semisintetik atau sintetik penuh. (Gunawan,
2012:585)
2. Golongan Antibiotik
Ada beberapa besar golongan-golongan antibiotik, yaitu :
a. Golongan penisilin
Penisilin diklasifikasikan sebagai golongan β-laktam karena cincin laktam
meraka yang unik. Mereka memiliki ciri-ciri kimiawi, mekanisme kerja,
farmakologi, efek klinis, dan karakteristik imunologi yang mirip dengan
sefalosporin, monobactam, carbapenem, dan β-laktamase inhibitor, yang juga
merupakan senyawa β-laktam.
Penisilin dapat terbagi menjadi beberapa golongan :
1) Penisilin (misalnya, penisilin G)
Jenis penisilin ini memiliki aktivitas terkuat terhadap organisme gram positif,
kokus gram-negatif, dan mikroorganisme anaerob yang tidak menghasilkan β-
laktamase. Akan tetapi jenis ini hanya sedikit efektif terhadap batang gram
negatif dan rentang dihidrolisis oleh β-laktamase.
2) Penisilin antistafilokokus (misalnya, Nafsilin)
Penisilin ini resisten terhadap stafilokokal β-laktamase, golongan ini aktif
terhadap stapilokokus dan streptokokus tetapi tidak aktif terhadap
enterokokus, bakteri anaerob, dan kokus gram negatif dan batang gram
negatif.
7
3) Penisilin dengan spektrum yang diperluas (Ampisilin dan Penisilin
antipseudomonas)
Jenis penisilin ini tetap memiliki spektrum antibakteri seperti penisilin tetapi
efektivitasnya meningkat terhadap organisme gram-negatif. Namun seperti
penisilin, jenis ini rentan dihidrolisis oleh β-laktamase (Katzung, 2011:748)
b. Golongan Sefalosporin dan Sefamisin
Sefalosporin serupa dengan penisilin, tetapi lebih stabil terhadap banyak
β-laktamase bakteri sehingga memiliki aktivitas spektrum yang lebih luas.
Akan tetapi, galur E coli dan spesies Klibsiella mengekspresikan β-laktamase
berspektrum luas, yang dapat dihidrolisis sebagian besar sefalosporin, saat ini
menjadi masalah. Sefalosporin tidak aktif terhadap enterococcus L
monocytogenes. Sefalosporin terbagi dalam beberapa generasi, yaitu :
1) Sefalosporin generasi pertama
Sefalosporin generasi pertama meliputi sefadroksil, sefazolin, sefaleksin,
sefalotin, sefapirin, dan sefradin. Obat-obat ini sangat aktif terhadap kokus
gram positif seperti pneumokokus , streptokokus, dan stafilokukus.
Sefalosporin tidak aktif terhadap galur stafilokokus yang resisten terhadap
metisilin. E. coli, K. pneumonie, dan Proteus mirabilis seringkali sensitif
terhadap obat ini, tetapi aktifitas terhadap P. aeruginosa, proteus indol-
positif, enterobakter, Serratia mercescens, sitrobakter, dan asinetobakter
sangat kecil. Kokus anaerob (misalnya, peptococcus, peptostreptokokus)
biasanya sensitif, tetapi Bacteroites tidak demikian.
2) Sefalosporin generasi kedua
Anggota dari sefalosporin generasi kedua, antara lain: sefaklor, sefamandol,
sefonisid, sefuroksim, sefprozil, lorakarbef, dan seforanid serta sefamisin
yang terkait secara struktural seperti sefoksitin, sefmetazol, dan sefotetan,
yang memiliki aktivitas terhadap bakteri anaerob. Kelompok obat ini tersusun
atas berbagai obat (heterogen) yang memiliki perbedaan nyata dalam hal
aktivitas, farmakokinetik, dan toksisitas pada setiap individu. Pada umumnya
obat ini aktif terhadap organisme yang dihambat oleh obat-obat generasi
pertama, tetapi selain itu obat ini memiliki cakupan gram-negatif yang lebih
8
luas. Sefaklor, sefuroksim aksetil, sefprozil, dan lorakarbef dapat diberikan
per oral
3) Sefalosporin generasi ketiga
Obat–obat sefalosporin generasi ketiga adalah sefoperazon, sefotaksim,
seftazidim, seftizoksim, seftriakson, sefiksim, seftibuten, moksalaktam, dll.
Obat generasi ketiga memiliki spektrum yang lebih diperluas kepada bakteri
gram negatif dan dapat menembus sawar darah otak. Waktu paruh dan
interval pemberian obat sangat bervariasi.
4) Sefalosporin generasi keempat
Sefepime merupakan contoh dari sefalosporin generasi keempat dan memiliki
spektrum yang luas. Obat ini lebis resisten terhadap hidrolisis oleh β-
laktamase kromosomal (yang diproduksi oleh enterobakter). Sefepim sangat
efektif terhadap homefilus dan naiseria serta cukup mempenetrasi cairan
serebrospinal (Katzung & Bertram, 2011:760).
c. Golongan Kloramfenikol
Kloramfenikol merupakan penghambat sintesis protein, dan golongan
antibiotik bakteriostatis berspektrum luas yang aktif terhadap bakteri gram
negatif dan gram positif, baik anaerob maupun aerob (Katzung & Bertram,
2011). Kloramfenikol biasanya diberikan secara oral atau melalui suntikan
intravena. Kloramfenikol efektif melawan spektrum organisme yang luas,
namun efek sampingnya serius termasuk aplasia sumsum tulang atau
kegagalan berkembangnya sumsum tulang belakang dan berakibat fatal (Neal,
2006:85)
d. Golongan Tetrasiklin
Golongan tetrasiklin merupakan antibiotik bakteriostatis berspektrum luas
yang menghambat sintesis protein. Tertasiklin berkerja aktif terhadap banyak
bakteri gram positif dan gram negatif, termasuk bakteri anaerob, riketsia,
klamidia, mikoplasma, dan bentuk L, dan terhadap protozoa (Katzung &
Bertram, 2011:768).
e. Golongan Makrolida
Eritromisin merupakan bentuk prototype dari obat golongan makrolida
yang disintesis dari S.erythreus. Eritromisin efektif terhadap bakteri gram
9
positif terutama pneumokokus, streptokokus, stfilokokus, dan
korinebakterium. Aktifitas antibakterial eritromisin bersifat bakterisida dan
meningkat pada pH basa (katzung, 2011:771)
f. Golongan Aminoglikosida
Yang termasuk golongan Aminoglikosida, antara lalin: streptomisin,
neomisin, kanamisin, tobramisin, sisomisin, netilmisin, dan lain-lain.
Golongan aminoglikosida pada umumnya digunakan untuk mengobati infeksi
akibat bakteri gram negatif enterik, terutama pada bakteremia dan sepsis,
dalam kombinasi dengan vankomisin atau penisilin untuk mengobati
endokarditis, dan pengobatan tuberkulosis (Katzung, 2011:779).
g. Golongan Sulfonamida dan Trimetoprin
Sulfonamida dan trimetropim merupakan obat yang mekanisme kerjaya
menghambat sintesis asam folat bakteri yang akhirnya berujung kepada tidak
terbentuknya basa purin dan DNA pada bakteri. Kombinasi dari trimetoprin
dan sulfametoksazol merupakan pengobatan yang sangat efektif terhadap
pneumonia akibat P.jiroveci, sigellosis, infeksi salmonella sistemik, infeksi
saluran kemih, prostatitis, dan beberapa infeksi mikobakterium non
tuberkulosis (Katzung, 2011:788)
h. Golongan Florokuinolon
Golongan florokuinolon termasuk di dalamnya asam nalidiksat,
siprofloksasin, norfloksasin, ofloksasin, levofloksasin, dan lain-lain. Golongan
fluorokuinolon aktif terhadap berbagai macam bakteri gram negatif dan gram
positif. Golongan fluorokuinolon efektif mengobati infeksi saluran kemih
yang disebabkan oleh pseudomonas. Golongan ini juga aktif mengobati diare
yang disebabkan oleh shigella, salmonella, E.coli, dan Campilobacter
(Katzung, 2011:792).
i. Golongan Klindamisin
Klindamisin merupakan turunan linkomisin yang tersubstitusi klorin, suatu
antibiotik yang dihasilkan oleh Streptomyces lincolnensis. Klindamisin seperti
eritromisin, menghambat sintesis protein dengan mengganggu pembentukan
kompleks inisiasi serta reaksi translokasi aminoasil. (Katzung, 2011:774)
10
3. Prinsip Penggunaan antibiotik
Secara prinsip, pemilihan antimikroba yang tepat harus
mempertimbangkan aktivitas mikrobiologik dan farmakodinamik masing-
masing terhadap pola sensitivitas kuman setempat. Dosis efektif antimikroba
merupakan fungsi dari kadar hambat minimal, kemampuan pertahanan tubuh
individu, dan profil farmakokinetika antimikroba (Dwiprahasto, 2005:179)
Prinsip penggunaan antibiotik bijak
a. Penggunaan antibiotik bijak yaitu penggunaan antibiotik dengan
Spektrum sempit, pada indikasi yang ketat dengan dosis yang adekuat,
interval dan lama pemberian yang tepat.
b. Kebijakan penggunaan antibiotik (antibioticpolicy) ditandai dengan
pembatasan penggunaan antibiotik dan mengutamakan penggunaan antibiotik
lini pertama.
c. Pembatasan penggunaan antibiotik dapat dilakukan dengan menerapkan
pedoman penggunaan antibiotik, penerapan penggunaan antibiotik secara
terbatas (restricted), dan penerapan kewenangan dalam penggunaan antibiotik
tertentu (reservedantibiotics)
d. Indikasi ketat penggunaan antibiotik dimulai dengan menegakkan diagnosis
penyakit infeksi, menggunakan informasi klinis dan hasil pemeriksaan
laboratorium seperti mikrobiologi, serologi, dan penunjang lainnya. Antibiotik
tidak diberikan pada penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus atau
penyakit yang dapat sembuh sendiri (self-limited). (Permenkes RI No:
2406/MENKES/PER/XII/2011 :13)
4. Resistensi Antibiotik
Resisten adalah keadaan dimana akan terjadi pengurangan dari suatu
khasiat antibiotik terhadap mikroorganisme tertentu. Resisten terjadi
dikarenakan adanya faktor yang sudah ada pada mikroorganisme sebelumnya.
Resistensi dapat terjadi pada beberapa obat merupakan suatu proses alamiah
karena organsime selalu melakukan pengembangan dan toleransi terhadap
lingkungan baru (Utami, 2011:192)
Penggunaan antibiotik yang kurang tepat, terlalu singkat, dosis yang tidak
efisien dan diagnosa yang salah merupakan faktor pendukung yang dapat
11
menyebabkan resistensi terhadap antibiotik. Pemberian pemahaman terhadap
pasien untuk menggunakan antibiotik yang baik dapat mengurangi kejadian
resistensi agar tidak semua pasien menggunakan antibiotik disetiap penyakit
yang dialaminya. Pasien yang memiliki pemahaman yang salah terhadap
penggunaan antibiotik bahwa semua penyakit dapat diberikan pengobatan
antibiotik meskipun penyakit yang diderita disebabkan oleh virus contohnya,
batuk flu dan demam (Utami, 2011:193).
Beberapa faktor yang menunjang kejadian resisten ini, adalah :
a. Pemakaian antibiotik yang bebas oleh masyarakat (tanpa resep)
b. Pemakaian antibiotika oleh dokter yang tanpa pedoman dan tanpa kontrol
c. Dosis yang tidak tepat
d. Lama pemberian yang kurang tepat
e. Ada penyakit lain yang menurunkan imunitas, serta kelainan-kelainan yang
merupakan presdiposisi untuk typhoid. (Kemenkes, 2006:27)
B. Typhoid
1. Definisi Typhoid
Typhoid adalah infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi,
biasanya melalui konsumsi makanan atau air yang terkontaminasi. Penyakit
akut ditandai dengan demam yang berkepanjangan, sakit kepala, mual,
kehilangan nafsu makan, dan sembelit atau kadang diare. Gejala sering tidak
spesifik dan secara klinis tidak dapat dibedakan dari penyakit demam lainnya.
Namun, keparahan klinis bervariasi dan kasus yang parah dapat menyebabkan
komplikasi serius atau bahkan kematian. Ini terjadi terutama terkait dengan
sanitasi yang buruk dan kurangnya air minum bersih (WHO, 2011:1).
Demam typhoid sendiri dibagi menjadi 2 diantaranya demam typhoid dan
paratifoid. Demam Typhoid adalah salah satu penyakit infeksi sistemik
bersifat akut yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Demam paratifoid adalah
penyakit sejenis yang disebabkan oleh Salmonella Paratyphi A, B, C. Gejala
dan tanda kedua penyakit tersebut hamper sama, tetapi manifestasi klinis
paratifoid lebih ringan. Kedua penyakit tersebut disebut Typhoid. Terminologi
12
lain yang sering digunakan adalah typhoid fever, paratyphoid fever, typhus
dan paratyphus abdominalis atau demam enterik (Widoyono, 2011:41-42).
2. Patogenesis Typhoid
Patogenesis typhoid merupakan proses yang kompleks yang melalui
beberapa tahapan. Setelah kuman Salmonella typhi tertelan, kuman tersebut
dapat bertahan pada asam lambung dan masuk ke dalam tubuh melalui
mukosa usus pada ileum terminalis. Bakteri melekat pada mikrovili, kemudian
melalui barier usus yang melibatkan mekanisme membrane ruffling, actin
rearrangement, dan internalisasi dalam vakuola intraseluler. Kemudian
Salmonella typhi menyebar ke sistem limfoid dan masuk ke dalam pembuluh
darah melalui sistem limfatik. Bakteremia primer terjadi pada tahap ini dan
biasanya tidak didapatkan gejala dan kultur darah biasanya masih memberikan
hasil yang negatif (Bhutta ZA, 2006:266).
Periode inkubasi ini terjadi selama 7-14 hari. Bakteri dalam pembuluh
darah ini akan menyebar ke seluruh tubuh dan berkolonisasi dalam organ-
organ sistem retikuloendotelial, yakni di hati, limpa, dan sumsum tulang.
Kuman juga dapat melakukan replikasi dalam makrofag. Setelah periode
replikasi, kuman akan disebarkan kembali ke dalam sistem peredaran darah
dan menyebabkan bakteremia sekunder sekaligus menandai berakhirnya
periode inkubasi. Bakteremia sekunder menimbulkan gejala klinis seperti
demam, sakit kepala, dan nyeri abdomen. Bakteremia dapat menetap selama
beberapa minggu bila tidak diobati dengan antibiotik (Surgery, 2011)
Komplikasi perdarahan dan perforasi usus dapat menyusul ulserasi.
Kekambuhan dapat terjadi bila kuman masih menetap dalam organ-organ
sistem retikuloendotelial dan berkesempatan untuk berproliferasi kembali.
Menetapnya Salmonella dalam tubuh manusia diistilahkan sebagai pembawa
kuman atau carrier (Parry CM, 2015:911).
3. Gejala Typhoid
Gejala klinis demam typhoid sangat bervariasi, dari ringan sampai dengan
berat sehingga memerlukan perawatan dirumah sakit. Variasi gejala tersebut
disebabkan faktor galur salmonella, status nutrisi, dan imunologik pejamu
serta lama sakit dirumah. Gejala klinis demam typhoid juga dapat dipengaruhi
13
oleh penyakit penyerta dan pemberian antibiotik sebelumnya (Rampengan,
2013:274)
Kumpulan gejala-gejala klinis demam typhoid disebut dengan sindrom
demam typhoid. Beberapa gejala klinis yang sering pada typhoid diantaranya
adalah:
1) Demam
Pada kasus yang khas demam berlangsung 3 minggu, bersifat febris remiten
dan suhu tidak tingggi sekali. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur-
angsur naik setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi
pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua pasien terus berada dalam
keadaan demam pada minggu ketiga suhu berangsur turun dan normal kembali
pada akhir minggu ketiga (Ngastiyah, 2005:237)
2) Gangguan Saluran Pencernaan
Pada mulut terdapat napas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah
(ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan
tepinya kemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen dapat ditemukan
keadaan perut kembung (meteorismus). Hati dan limpa membesar disertai
nyeri pada perabaan. Biasanya sering terjadi konstipasi tetapi dapat juga diare
atau normal (Ngastiyah, 2005:237)
3) Gangguan Kesadaran
Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak dalam yaitu apatis
sampai somnolen, jarang terjadi spoor, koma atau gelisah (kecuali penyakitnya
berat dan terlambat mendapat pengobatan). Disamping gejala tersebut
mungkin terdapat gejala lainnya. Pada punggung dan anggota gerak dapat
ditemukan bintik-bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit
yang dapat ditemukan pada minggu pertama demam. Kadang-kadang
ditemukan pula bradikardia dan epistaksis pada anak besar (Ngastiyah,
2005:237)
4. Epidemiologi Penyakit
Demam typhoid merupakan penyakit infeksi akut usus halus yang
disebabkan oleh Salmonella typhi. Penyakit menular ini masih menjadi
masalah kesehatan dimasyarakat dengan jumlah kasus sebanyak 22 juta per
14
tahun di dunia dan menyebabkan 216.000-600.000 kematian (Purba et
al.,2016). Studi yang dilakukan di daerah urban dibeberapa negara di asia
pada anak usia 5-15 tahun menunjukkan bahwa insidensi dengan hasil kultur
darah positif mencapai 180-194 per 100.000 anak, di Asia Selatan pada usia 5-
15 tahun sebesar 400-500 per 100.000 penduduk, dan di asia tenggara 100-200
per 100.000 penduduk (Ochiai et al., 2007:264)
Negara maju diperkirakan 5.700 kasus terjadi setiap tahunnya, juta
demam tifoid masih umum dinegara berkembang dimana hal iu
mempengaruhi sekitar 21,5 juta orang pertahun. Secara global diperkirakan
setiap tahunnya terjadi sekitar 21 juta kasus dan 222.000 menyebabkan
kematian. Demam typhoid menjadi penyebab utama terjadinya mortalitas dan
morbidilitas di Negara-negara berpenghasilan dan menengah (WHO, 2016;
Batubuaya, 2017:2)
5. Diagnosis Typhoid
Diagnosis pasti demam typhoid atau bukan diperoleh dengan cara
indentifikasi Salmonella typhi. Penegakan diagnosis untuk typhoid didasarkan
dengan gejala klinis berupa demam, keluhan gastrointestinal dan dapat disertai
dengan penurunan kesadaran yang ditunjang dengan pemeriksaan
laboratorium, sebagai berikut :
a. Pemeriksaan darah tepi
Terdapat gambaran leukopenia, limfositosis relatif dan aneosinofilia pada
permukaan sakit. Mungkin terdapat anemia trombositopenia ringan.
Pemeriksaan darah tepi ini sederhana, mudah dikerjakan di laboratorium yang
sederhana akan tetapi berguna untuk membantu diagnosis yang cepat
b. Pemeriksaan sumsum tulang
Dapat digunakan untuk menyokong diagnosis. Pemeriksaan ini tidak termasuk
permeriksaan rutin yang sederhana. Terdapat gambaran sum-sum tulang
berupa hiperaktif RES dengan adanya sel makrofag, sedangkan sistem
eritropoesis, granulopoesis dan trombopoesis berkurang.
c. Biakan empedu
Basil Salmonella typhi dapat ditemukan dalam darah penderita biasanya dalam
minggu pertama sakit. Selanjutnya lebih banyak ditemukan dalam urin dan
15
feses dan mungkin akan tetap positif untuk waktu yang lama. Oleh karena itu
pemeriksaan yang positif dari contoh darah digunakan utuk menegakkan
diagnosis, sedangkan pemeriksaan negatif dari contoh urin dan feses 2 kali
berturut-turut digunakan untuk menentukan bahwa penderita telah benar-benar
sembuh dan tidak menjadi pembawa kuman (karier)
d. Pemeriksaan Widal
Dasar pemeriksaan ialah reaksi aglutinasi yang terjadi bila serum penderita
dicampur dengan suspensi antigen Salmonella typhi. Pemeriksaan yang positif
ialah bila terjadi reaksi aglutinasi. Dengan jalan mengencerkan serum, maka
kadar zat anti dapat ditentukan, yaitu pengenceran tertinggi yang masih
menimbulkan reaksi aglutinasi. Untuk membuat diagnosis yang diperlukan
ialah titer zat anti terhadap antigen O. Titer yang bernilai 1/200 atau lebih dan
atau menunjukkan kenaikan yang progresif digunakan untuk membuat
diagnosis. Titer tersebut mencapai puncaknya bersamaan dengan
penyembuhan penderita. (Nursallam, 2005:154)
Bila positif ditemukan bakteri Salmonella typhi, maka penderita sudah
pasti mengidap demam typhoid. Kultur sumsum tulang belakang merupakan
tes yang paling sensitif untuk Salmonella typhi. Kultur sampel tinja dan urin
dimulai pada minggu ke-2 demam dilaksanakan setiap minggu. Bila pada
minggu ke-4 biakan tinja masih positif maka pasien tergolong carrier. (Aden
R, 2010:37)
6. Terapi Typhoid
Prinsip penatalaksanaan typhoid yang ada saat ini meliputi perawatan
umum dan nutrisi, kontrol dan monitor dalam perawatan serta pemberian
antimikroba (Kemenkes, 2006:14)
a. Perawatan umum dan nutrisi
Penderita demam typhoid, dengan gambaran klinik yang jelas sebaikanya
dirawat di rumah sakit atau sarana kesehatan lain yang memiliki fasilitas
perawatan.
Tujuan perawatan adalah:
1) Optimalisasi pengobatan dan mempercepat penyembuhan
2) Observasi terhadap perjalanan penyakit
16
3) Minimalisasi komplikasi
4) Isolasi untuk menjamin pencegahan terhadap pencemaran dan atau
kontaminasi
b. Nutrisi
1)Cairan
Penderita harus mendapat cairan yang cukup, baik secara oral maupun
parenteral diindikasikan pada penderita sakit berat, ada komplikasi, penurunan
kesadaran serta yang sulit makan.
Dosis cairan parenteral adalah sesuai dengan kebutuhan harian. Bila ada
komplikasi dosis cairan disesuaikan dengan kebutuhan. Cairan harus
mengandung elektrolit dan kalori yang optimal.
2)Diet
Penderita penyakit typhoid selama menjalani perawatan haruslah
mengikuti petunjuk diet yang dianjurkan oleh dokter untuk dikonsumsi, antara
lain :
a) Makanan yang cukup cairan, kalori, vitamin & protein.
b) Tidak mengandung banyak serat.
c) Tidak merangsang dan tidak menimbulkan banyak gas
d) Makanan lunak diberikan selama istirahat.
3) Terapi simptomatik dapat diberikan dengan pertimbangan untuk perbaikan
keadaan umum penderita
a) Vitamin
b) Antipiretik, untuk kenyamanan penderita, terutama untuk anak-anak
c) Antiemetik, antiemetik diperlukan bila penderita muntah hebat
c. Kontrol dan monitor dalam perawatan
Kontrol dan monitor yang baik harus dilakukan untuk mengetahui
keberhasilan pengobatan. Hal-hal ini yang menjadi prioritas untuk dimonitor
adalah :
1) Suhu tubuh (status demam)
2) Keseimbangan cairan
3) Deteksi dini terhadap timbulnya komplikasi
4) Adanya koinfeksi dan atau komorbid dengan penyakit lain
17
5) Efek samping dan atau efek toksik obat
6) Resistensi anti mikroba
7) Kemajuan pegobatan secara umum (Kemenkes, 2006:16)
d. Pemberian terapi obat
Pada typhoid, obat pilihan yang digunakan dibagi menjadi lini pertama
dan lini kedua. Kloramfenikol, kotrimosazol, dan amoksisilin/ampisilin adalah
obat demam typhoid lini pertama. Lini kedua adalah kuinolon, sefiksim, dan
seftriakson. Kloramfenikol tidak lagi menjadi plihan utama untuk mengobati
penyakit tersebut karena telah tersedia obat-obat yang lebih aman seperti
siprofloksasin dan seftriakson (Santoso, 2009).
7. Obat-obat typhoid
a. Antibiotik
Kebijakan dasar pemberian antibiotik pada demam typhoid diberikan bila
diagnosis klinis demam typhoid telah dapat ditegakkan, baik dalam diagnosis
konfirmasi, probable, maupun suspek. Sebelum antibiotik diberikan, harus
diambil spesimen darah lebih dulu, untuk pemeriksaan biakan kuman
Salmonella (biagakan gaal). (Kemenskes, 2006:17)
Pilihan antibiotik untuk demam typhoid yang dikemukakan dalam tabel
dibawah ini adalah yang telah dikenal sensitif dan efektif untuk demam
typhoid serta merupakan pilihan dan dipilih dari hasil uji kepekaan.
Table 2.1 Pilihan Antibiotik untuk Demam Typhoid Menurut KeputusanMenteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 364/menkes/SK/V/2006
Tentang Pengendalian Demam Typhoid
Antibiotika DosisKloramfenikol Dewasa : (4 x 500 mg (2 gr)
Selama 14 hariAnak : 50-100 mg/kg BB/hari
Max 2 gr selama 10-14 hrDibagi 4 dosis
Seftriakson Dewasa : (2-4) gr/hr. Selama 3-5 hariAnak : 80 mg/kg BB/hr
Dosis tunggal selama 6 hariAmpisilin & amoksisilin Dewasa : (3-4) gr/hr selama 14 hari
Anak : 100 mg/kg BB/hariSelama 10 hari
18
Antibiotika DosisTMP-SMX(Kotrimoksasol)
Dewasa : 2 x (160-800)Selama 2 minggu
Anak : TMP 6-10 mg/kg BB/hr atauSMX 30-50 mg/kg BB/hrSelama 10 hari
Quinolone - siprofloksasin :2 x 500 mg 1 minggu
- ofloksasin2 x (200-400) 1 minggu
- pefloksasin1 x 400 selama 1 minggu
- Fleroksasin1 x 400 selama 1 minggu
Tiamfenikol Dewasa : 4x500 mgAnak : 50 mg/kg BB/hari selama (5-7) haribebas panas
Cefixime Anak : 15-20 mg/kg BB/hr dibagi 2 dosisselama 10 hari
1) Antibiotik yang sering digunakan untuk diagnosa typhoid
a) Kloramfenikol
(1) Indikasi : Infeksi terhadap bakteri aerob gram positif dan beberapa bakteri
aerob gram negativ (BNFFC,2012:284)
(2) Farmokokinetik : Kadar puncak dalam darah tercapai dalam 2 jam. Masa
paruh eliminasinya pada orang dewasa ± 3 jam, pada bayi berumur kurang
dari 2 minggu sekitar 24 jam. Kira-kira 50% kloramfenikol dalam darah
terikat dalam albumin (Gunawan, 2012:700)
(3) Bentuk sediaan : Kapsul, suspensi, injeksi.
(4) Aturan pakai : anak dan bayi <2 minggu: sehari 25mg/kgBB dalam 4-6 dosis
b) Seftriakson
(1) indikasi : Infeksi karena Gram-positif dan Gram-negatif yang sensitif
(BNFFC, 2012:270)
(2) Farmakokinetik : Waktu paruh seftriakson mencapai 8 jam. Jumlah seftriakson
yang terikat pada protein plasma umumnya sekitar 83-96% (Gunawan,
2012:686)
(3) Bentuk sediaan : injeksi
(4) Aturan pakai : bayi dan anak-anak 20-80 mg/kgBB/hari. Diinjeksikan ke
gluteus maximus. Intravena atau per infus min. 10 ml aqua pro injection.
19
c) Amoksisilin
(1) Indikasi : infeksi gram positif dan negatif pada saluran cerna, saluran kemih
(BNFFC, 2012:261)
(2) Farmakokinetik : Absorbsi amoksisilin dicaluran cerna jauh lebih baik dari
pada ampisilin. Amoksisilin mencapai kadar dalam darah yang tingginya kira-
kira lebih tinggi dari pada ampisilin, masa paruh eliminasi ampisilin dan
amoksisilin hampir sama. Distribusi ampisilin dan amoksisilin secara garis
besar sama (Gunawan, 2012:668)
(3) Bentuk Sediaan : kapsul, sirup, injeksi
(4) Aturan pakai : anak BB > 20kg: sehari 250-500 mg sebelum makan; anak BB
< 20kg: 20-40 mg/kgBB/hari dalam dosis terbagi tiga
d) Ampisilin
(1) Indikasi : infeksi gram positif dan negatif pada saluran cerna, saluran kemih
(BNFFC, 2012:262)
(2) Farmakokinetik : Ampisilin didistribusi luas didalam tubuh dan pengikatnya
dalam protein plasma hanya 20%. Ampisilin yang masuk kedalam empedu
mengalami sirkulasi enterohepatik, tetapi yang di ekskresi dalam tinja
jumlahnya cukup tinggi (Gunawan, 2012:667)
(3) Bentuk sediaan : Kapsul, sirup, injeksi
(4) Aturan pakai : Anak berat 20 kg sehari 3-4 x 250 mg, anak BB < 20 kg: 50-
100 mg/kg BB tiap 6 jam. Diberikan 1 jam sebelum makan.
e) Kotrimoksasol
(1) Indikasi : Infeksi yang disebabkan oleh bakteri (BNFFC, 2012:289)
(2) Farmakokinetik : Trimetropin cepat didistribusi kedalam jaringan dan kira-
kira 40% terikat pada protein plasma dengan adanya sulfametoksazol. Kira-
kira 65% sulfametoksozol terikat pada protein plasma. Sampai 60%
trimetoprin dan 25-50% sulfametoksazol diekskresi melalui urin dalam 24 jam
setelah pemberian (Gunawan, 2012)
(3) Bentuk sediaan : Tablet, sirup
(4) Aturan pakai : Anak 6-12 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis atau setiap 12
jam
20
f) Quinolone
(1) Indikasi : untuk bakteri gram positif dan gram negatif (BNFFC, 2012:297)
(2) Farmakokinetik : Kadar Puncak siprofloksasin 1,5-3 (Mg/L), volume
distribusi 2,5-5 (l/kg), masa paruh eliminasi 3-5 jam. Kadar puncak ofloksasin
3,5-5,5 (mg/L), volume distribusi 1,2 (l/L), masa paruh eliminasi 5-7 jam.
Kadar puncak Pefloksasin 4 (mg/L), masa paruh eliminasi 10 jam. (Gunawan,
2010)
(3) Bentuk sediaan : Tablet dan injeksi.
(4) Aturan pakai : untuk anak 20-30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis.
g) cefixime
(1) Indikasi : untuk bakteri gram positif dan gram negatif (BNFFC, 2012:268)
(2) Farmakokinetik : Absorbsi sefiksim melalui oral berjalan lambat dan tidak
lengkap. Bioavailabilitas absolut sekitar 40% sampai 50%. Sefiksim
diekskresi terutama di ginjal. Eksresi melalui empedu sekitar 10% dari dosis.
Obat ini tidak dimetabolisme. Waktu paruh eliminasi dalam serum antara 3
sampai 4 jam. (Gunawan, 2012:686)
(3) Bentuk sediaan :Tablet, suspensi dan sirup kering
(4) Aturan pakai : Anak dengan BB>30 kg 50-100 mg 2x/hr. sir kering Anak 1,5-
3mg/kg/2 x / hr
h) Tiamfenikol
(1) Indikasi : Infeksi bakteri salmonella penyebab typhoid (BNFFC, 2012)
(2) Farmakokinetik : Obat ini diserap dengan baik pada pemberian peroral dan
penetrasinya baik ke cairan serebrospinal. Obat ini sebagian besar diekskresi
utuh dalam urin (Gunawan, 2012:702)
(3) Bentuk sediaan : oral, injeksi
(4) Aturan pakai : Anak dan bayi diatas 2 minggu: sehari 50 mg/kgBB dalam
dosis tunggal terbagi 3-4 kali
b. Antipiretik
Obat antipiretik adalah obat untuk menurunkan panas. Hanya menurunkan
temperatur tubuh saat panas dan tidak berefektif pada orang normal. Dapat
menurunkan panas karena dapat menghambat prostatglandin pada Susunan
Saraf Pusat. (Zeenot, 2012:24 )
21
Contoh obat antipiretik yang sering digunakan untuk menurunkan
demam
1) Parasetamol
(1) Indikasi : Demam, nyeri ringan sampai sedang, nyeri sesudah operasi cabut
gigi, pireksia (BNFFC, 2012:200)
(2) Farmakokinetik : Parasetamol diabsorpsi cepat dan sempurna melalu saluran
pencernaan. Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu setengah
jam dan masa paruh plama antara satu sampai tiga jam. Obat ini tersebar
keseluruh cairan tubuh. Dalam plasma, 25% paracetamol terika protein
plasma. Obat ini dimetabolisme oleh enzim mikrosom hati. Sebagian
asetaminopen (80%) dikonjugasi dengan asam glukoronat dan sebagian kecil
lainnya dengan asam sulfat. Selain itu obat ini juga dapat mengalami
hidroksilasi. Metabolit hasil hidroksilasi dapat menimbulkan
methemoglobinemia dan hemolysis eritrosit. Obat ini diekresi melalui ginjal,
sebagian kecil sebagai paracetamol (3%) dan sebagian besar dalam bentuk
terkonjugasi (Gunawan, 2012:238).
(3) Bentuk sediaan : sirup, dry sirup, infus, tablet
(4) Aturan pakai : anak 1-5 tahun 125-250 mg setiap 4-6 jam, anak5-12 tahun
250-500 mg setiap 4-6 jam, anak 12-18 tahun 500mg setiap 4-6 jam
2) Ibuprofen
(1) Indikasi : Nyeri ringan sampai sedang antara lain nyeri pada penyakit gigi atau
pencabutan gigi, nyeri pasca bedah, sakit kepala, gejala artritis reumatoid,
gejala osteoartritis, gejala juvenile artritis reumatoid, menurunkan demam
pada anak(BNFFC, 2012:503).
(2) Farmakokinetik : Ibuprofen diabsorpsi cepat melalui lambung dan kadar
maksimum dalam plasma dicapai setelah sati sampai dua jam. Waktu paruh
dengan plasma sekitar dua jam. Ibuprofen 90% terikat dalam plasma.
Ekresinya berlangsung cepat dan lengkap. Kira–kira 90% dari dosis yang
absorpsi akan diekresi melalui urin sebagai metabolit atau konjungiatnya.
Metabolit utama merupakan hasil hidroksilasi dan karboksilasi (Gunawan,
2012:240)
(3) Bentuk sediaan :sirup, tablet, injeksi
22
(4) Aturan pakai :1-2 tahun, 50 mg 3-4 kali sehari. 3-7 tahun, 100-125 mg 3-4 kali
sehari. 8-12 tahun, 200 -250 mg 3-4 kali sehari.
C. Anak
Anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya
manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa
yang memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus
memerlukan pembinaan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan
dan perkembangan fisik, mental, social secara utuh, serasi, selaras dan
simbang. Sedangkan apa yang dimaksud dengan pertumbuhan dan
perkembangan perdefinisinya sebagai berikut:
1. Pertumbuhan berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah,
ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu, yang dapat diukur
dengan ukuran berat, ukuran panjang cm atau meter, umur keseimbangan
metabolik.
2. Perkembangan adalah bertumbuhnya kemampuan dalam struktur dan fungsi
tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur sebagai proses
pematangan (Ngastiyah, 2005:1-2:Sinurat 2016)
Untuk menentukan dosis obat, The British Pediatric Association (BPA)
mengusulkan rentang waktu berikut yang didasrkan pada saat terjadinya
perubahan-perubahan biologis.
1. Neonatus : Awal kelahiran sampai usia 1 bulan
2. Bayi : 1 bulan sampai 2 bulan
3. Anak : 2 sampai 12 tahun
4. Remaja : 12 sampai 18 tahun
Menurut Undang-Undang Indonesia Nomor 23 tahun 2002 tetang
perlindungan anak pasal 1 ayat 1, anak adalah seseorang yang belum berusia
18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang dalam kandungan (UU RI No
23, 2002:2)
23
D. Formularium Rumah Sakit
Formularium Rumah Sakit merupakan daftar obat yang disepakati staf
medis, disusun oleh tim farmasi dan terapi (TFT) yang ditetapkan oleh
Pimpinan Rumah Sakit yang ditujukan untuk digunakan oleh pasien selain
pasien Asuransi Kesehatan (JKN). Formularium Rumah Sakit harus tersedia
untuk semua penulis resep, pemberian obat, dan penyedia obat di rumah sakit.
Evaluasi terhadap Formularium Rumah Sakit harus secara rutin dan dilakukan
revisi Formularium Rumah Sakit dikembangkan berdasarkan pertimbangan
terapetik dan ekonomi dari penggunaan obat agar dihasilkan Formularium
Rumah Sakit yang selalu Mutakhir dan dapat memenuhi kebutuhan
pengobatan yang rasional. Formularium Rumah Sakit disusun mengacu
kepada Formularium Nasional (Kemenkes N0. 58, 2014:12)
Formularium Nasional disusun oleh Komite Nasional (Komas).
Penyusunan Fornas yang disahkan oleh Menteri Kesehatan, beranggotakan
pakar dalam bidang kedokteran dan dokter gigi, baik umum maupun spesialis,
farmakologi klinik, apoteker dan penanggung jawab Obat dan Makanan
(BPOM) (Kemenkes RI,2014). pelayanan obat untuk peserta asuransi
kesehatan. Jaminan kesehatan nasional pada fasilitas kesehatan mengacu pada
daftar obat yang tercantum pada fornas dan harga obat tercantum pada e-
katalog obat yang ditujukan untuk pasien BPJS (PMK N0.28, 2014:25)
E. Rekam Medis
Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang
identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain
kepada pasien. Isi rekam medis untuk pasien rawat jalan pada sarana
pelayanan kesehatan sekurang-kurangnya memuat (Permenkes RI No:
269/MENKES/PER/III/2008: I : 1 (1)):
1. Identitas pasien
2. Tanggal dan waktu
3. Hasil anamnesis, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan riwayat
penyakit.
4. Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik.
24
5. Diagnosis
6. Rencana penatalaksanaan
7. Pengobatan dan/atau tindakan
8. Pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien
9. Untuk pasien kasus gigi dilengkapi dengan odontogram klinik, dan
10. Persetujuan tindakan bila perlu dilakukan
F. Rumah Sakit
1. Definisi Rumah Sakit
Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat
(Permenkes, No.56, 2014).
Rumah Sakit Pertamina Bintang Amin Provinsi Lampung adalah Rumah
Sakit swasta tipe C. Rumah Sakit ini mampu memberikan pelayanan
kedokteran spesialis terbatas. Rumah Sakit ini juga menampung pelayanan
rujukan dari puskesmas. Rumah Sakit ini menyelenggarakan pelayanan
pengobatan bagi pasien rawat jalan dan rawat inap.
Rawat jalan adalah pelayanan medis kepada seorang pasien untuk tujuan
pengamatan, diagnosis, pengobatan, rehabilitasi, dana pelayanan kesehatan
lainnya, tanpa mengharuskan pasien tersebut dirawat inap. Keuntungannya,
pasien tidak perlu mengeluarkan biaya untuk menginap (opname). Dalam
pelayanan pasien rawat jalan terdapat pasien rawat jalan terdapat pasien dari
IGD dan poliklinik dengan pembiayaan dan BPJS (JKN).
Pasien umum adalah pasien yang pembiayaannya ditanggung sendiri,
sedangkan pasien BPJS adalah yang pembiayaannya ditanggung oleh
BPJS/asuransi.
2. Tugas dan fungsi Rumah Sakit
Menurut UU RI No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, tugas dan
fungsi Rumah Sakit adalah:
25
a. Tugas Rumah Sakit
Rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna.
b. Fungsi Rumah Sakit
Untuk menjalani tugas secara benar, Rumah Sakit memiliki beberapa
fungsi yaitu:
1) Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai
dengan standar pelayanan Rumah Sakit.
2) Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.
3) Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam
rangka peningktan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan; dan
4) Penyelengaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi
bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan etika ilmu pengtahuan bidang kesehatan.
3. Klasifikasi Rumah Sakit
Dalam rangka penyelengaraan pelayanan kesehatan secara berjenjang dan
fungsi rujukan, Rumah Sakit umum dan Rumah Sakit khusus diklasifikasikan
berdasarkan fasilitas pelayana Rumah Sakit. Menurut UU RI No. 44 tahun
2009 tetang Rumah Sakit yaitu :
a. Rumah Sakit Umum tipe A
Rumah Sakit umum tipe A adalah rumah sakit yang mempunyai fasilitas
dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar, 5
(lima) spesialis penunjang medik, 12 (dua belas) spesialis lain, dan 13 (tiga
belas) subspesialis.
b. Rumah Sakit umum tipe B
Rumah Sakit umum tipe B adalah rumah sakit yang mempunyai fasilitas
dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar, 4
(empat) spesialis penunjang medik, 8 (delapan) spesialis lain, dan 2 (dua)
subspesialis dasar.
26
c. Rumah Sakit Umum tipe C
Rumah Sakit umum tipe C adalah Rumah Sakit yang mempunyai fasilitas
dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat) spesialis dasar,
dan 4 (empat) spesialis penunjang medic
d. Rumah Sakit Umum tipe D
Rumah Sakit umum tipe D adalah Rumah Sakit yang mempunyai fasilitas
dan kemamuan pelayanan medik paling sedikit 2 (dua) spesialis dasar.
27
F. Kerangka Teori
Berdasarkan teori-teori yang dikemukakan, maka penulis
menggambarkan dalam bentuk kerangka teori sebagai berikut :
(sumber : Depkes, 2006 ; BNFFC, 2012 ; Gunawan, 2012)
Gambar 2.2 Kerangka Teori
1.Kloramfenikol2. Seftriakson3. Cefixime4. Tiamfenikol
Kesesuaian dengan formulariumRSPBA Bandar Lampung
Farmakologi Non Farmakologi
Antibiotik Antipiretikk
1. Perawatan/tirahbaring
2. Nutrisi (Cairandan diet)
3. Kontrol danmonitor dalamperawatan
Antiemetik Vitaminn
Typhoid
Rumah Sakit
PengobatanTyphoid pada anak
28
G. Kerangka Konsep
Gambar 2.3 Kerangka Konsep
Pemberian antibiotikpada pasien anak dengan
diagnosa typhoid
1. Karateristik sosio-demografi
2. Pemilihan antibiotik3. Pemberian berdasarkan
ketepatan dosis4. Lama pemberian obat5. Kesesuaian dengan
formularium RumahSakit Pertamina BintangAmin Bandar Lampung
29
F. Definisi Operasional
Tabel 2.2 Definisi Operasional
No Variabel DefinisiOperasional Cara Ukur Alat
Ukur Hasil Ukur SkalaUkur
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Usia
JenisKelamin
PemilihanAntibiotik
Tepat Dosis
Lamapemberianobat
KesesuaiandenganFormularimRumah sakit
Lama hiduppasien yangdihitung sejaklahir sampaiulang tahunterahir
Identitas gender
Antibiotik yangdigunakanselamamenderitaTyphoid
Dosis Antibiotikyang diberikansesuai dengandosis lazim
Lama hari obatyang harusdihabiskan
Resep antibiotik(jenis obat dankekuatansediaan) sesuaiformulariumRSPBA Tahun2018
PenelitianDokumen
ObsevasiDokumen
ObservasiDokumen
ObservasiDokumen
ObservasiDokumen
ObservasiDokumen
Checklist
Checklist
Checklist
Checklist
Checklist
Checklist
2-5 Tahun>5-12 Tahun
1. Laki-laki2.Perempuan
1.Kloramfenikol2.Seftriakson3. Cefixime4. thiampenkol
1. Tepat2. Tidak Tepat
1. Tepat2. Tidak tepat
1. Tepat2. Tidak tepat
Ordinal
Nominal
Nominal
Ordinal
Ordinal
Ordinal