BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/40617/3/BAB II.pdf · ... komunikasi...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/40617/3/BAB II.pdf · ... komunikasi...
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Komunikasi Antar budaya pada dasarnya adalah komunikasi
antara individu dari budaya yang berbeda dan individu-individu yang
memiliki keyakinan, etika atau cara berperilaku budaya yang berbeda
beda (Devito, 1997:479).
Banyak penelitian mengenai komunikasi antar budaya adalah
penelitian yang dinamis dan selalu mengalami perkembangan sesuai
dengan perubahan sosial, dimana perubahan semacam ini akan terjadi
secara kontinu. Kajian tentang komunikasi antar etnis ini sebenarnya
sudah pernah diteliti oleh Raharjo di Suprajan, Surakarta, Solo.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut didapatkan kondisi mindlessness.
Beberapa kelompok etnis tersebut cenderung tidak tulus dalam
melakukan komunikasi, dimana mereka cenderung bersikap reaktif dari
pada proaktif, dan menafsirkan berbagai perilaku kelompok etnis lain
berdasarkan pandangan dari kelompok etnisnya saja. Dalam situasi
komunikasi, dimana ketidakmampuan memahami pandangan pihak
lain, maka hampir bisa dipastikan tidak ada eksistensi (keberadaan) lagi
dari masing-masing budaya kelompok etnis (Rahardjo, 2005:13-14).
Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat digunakan sebagai
acuan dalam penelitian selanjutnya, walaupun demikian hasil yang akan
dicapai dalam penelitian lanjutan belum tentu memiliki kesamaan
karena fokus dan waktu penelitian yang berbeda.
8
2.1 Komunikasi Antar Budaya
Pada dasarnya komunikasi tidak bisa dilepaskan dari aspek
kebudayaan karena keduanya memiliki korelasi feedback, dimana dalam
kontek budaya sudah menjadi bagian dari perilaku komunikasi yang
pada akhirnya perilaku komunikasi akan menentukan, merawat, dan
mengembangkan suatu kebudayaan. Di sisi lain konsep komunikasi
adalah suatu mekanisme untuk muwujudkan aturan-aturan budaya
masyarakat secara horizontal ataupun vertikal dari budaya generasi ke
budaya generasi selanjutnya.
Dasar dari mekanisme komunikasi antar budaya adalah ketika
komunikasi terlaksana minimal dua individu yang melakukan
komunikasi atau bisa lebih dari dua individu, seperti kelompok
organisasi dan massa yang melakukan timbal balik mengenai simbol-
simbol yng mencakup; suara, seperti telefon atau radio; kata-kata,
seperti pada halaman buku dan surat kabar tercetak atau suara dan kata-
kata, yaitu melalui televisi. Salah satu karakteristik komunikasi adalah
komunikasi sebagai proses, hal itu karena komunakasi pada dasarnya
bersifat dinamis dan sering berubah-ubah menyesuaikan dengan
lingkungan dan kebudayaan yang ada (Liliweri, 2003: 24-33).
Perilaku komunikasi pada dasarnya mengacu pada kontek
kebudayaan, dimana kebudayaan memberikan pengetahuan kepada
pesertanya untuk melakukan tindakan komunikasi. Hal tersebut
memiliki arti bahwa kontribusi latar belakang kebudayaan sangat
penting terhadap bagaimana seseorang memahami makna-makna yang
9
dipersepsi dari tindakan komunikasi yang bersumber dari kebudayaan
yang berbeda. (Liliweri, 2003: 2).
Mengkaji masalah komunikasi antarbudaya sebenarnya diwarnai
oleh 2 konsep utama, yaitu konsep komunikasi dan konsep kebudayaan.
konsep kebudayaan dan konsep komunikasi. Budaya mempengaruhi
komunikasi dan pada gilirannya komunikasi turut menentukan,
menciptakan dan memelihara realitas budaya dari sebuah komunitas atau
kelompok budaya (Martin dan Thomas, 2007: 92). Artinya, komunikasi
dan budaya merupakan dua hal yang saling mempengaruhi dan tidak
terpisahkan oleh satu sama lain. Bukan hanya siapa bicara dengan siapa,
tentang apa dan bagaimana komunikasi berlangsung yang ditentukan
oleh budaya, tetapi budaya juga turut menentukan bagaimana orang
menyandi pesan, makna yang ia miliki untuk pesan dan kondisi-
kondisinya untuk mengirim, memperhatikan dan menafsirkan pesan.
Budaya tempat manusia tersebut dibesarkan yang sebenarnya
mempengaruhi seluruh perbendaharaan perilaku manusia.
Konsekuensinya, budaya merupakan landasan komunikasi. Bila budaya
beraneka ragam, maka beraneka ragam pula komunikasi yang terjadi
(Mulyana dan Rakhmat, 2005: 20).
Dari pada konsep komunikasi dan konsep kebudayaan tersebut,
dapat diartikan bahwa studi komunikasi antarbudaya adalah studi yang
menekankan pada dampak kebudayaan terhadap komunikasi. Berikut
adalah beberapa definisi komunikasi antarbudaya:
10
1. Dalam buku Larry A. Samovar dan Richard E. Porter Intercultural
Communication, A Reader, Andrea L. Rich dan Dennis M. Ogawa
mengatakan bahwa komunikasi atara orang-orang yang berbeda
kebudayaan (antarsuku bangsa, antaretnik dan ras, antarkelas sosial)
itulah yang disebut dengan komunikasi antarbudaya.
2. Samovar dan Porter , komunikasi yang terjadi di antara produser
pesan dan penerima pesan yang masing-masing memiliki latar
belakang kebudayaan berbeda adalah komunikasi antarbudaya.
3. Charley H. Dood mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya
adalah komunikasi yang melibatkan pihak-pihak yang mewakili
pribadi, antarpribadi atau kelompok dan perilakunya dipengaruhi
dan ditekankan pada perbedaan latar belakang kebudayaan yang
dimiliki.
4. Seperti yang dinyatakan oleh Guo-Ming Chen dan William J.
Starosta bahwa proses pertukaran sistem simbolik atau negosiasi
yang membimbing dan membatasi perilaku manusia dalam
menjalankan fungsinya sebagai kelompok adalah yang disebut
sebagai komunikasi antarbudaya (Liliweri, 2003: 10-11).
Fenomena komunikasi antar budaya adalah saat para partisipan
yang memiliki latar belakang yang berbeda menjalin kontak satu sama
lain secaralangsung maupun tidak langsung. Bukan menjadi fokus studi
dari komunikasi antarbudaya jika membahas tentang karateristik-
karakteristik kulturan dari partisipan dengan mempersyaratkan dan
berkaitan dengan kesamaan-kesamaan dan perbedaan-perbedaan
kultural antara pihak-pihak yang terlibat, bukan komunikasi
antarbudaya melainkan proses komunikasi antara individu dengan
individu dan kelompok dengan kelompok (Rahardjo, 2005: 54).
Ada tiga prinsip penting dalam komunikasi antarbudaya yang
dikemukakan oleh Sarbaugh (dalam Tubbs dan Moss, 2005: 240), yaitu:
1. Suatu sistem sandi bersama terdiri dari dua aspek yaitu verbal dan
non verbal. Komunikasi tidak akan mungkin dapat terjadi tanpa
adanya suatu sistem bersama. Terdapat berbagai tingkat perbedaan
11
sistem sandi, dan semakin sedikit persamaan sandi maka semakin
sedikit komunikasi yang mungkin terjadi.
2. Perbedaan kepercayaan dan perilaku antara pihak-pihak yang
berkomunikasi mempengaruhi persepsi masing-masing pihak tentang
apa yang dilakukan orang lain sehingga menentukan respons.
Dengan begitu sangat mudah bagi dua orang yang berbeda memberi
makna yang berbeda kepada perilaku yang sama. Bila ini terjadi,
kedua orang itu berperilaku secara berbeda tidak dapat menerka
respon pihak lainnya, padahal kemampuan meramalkan ini
merupakan bagian integral dari kemampuan berkomunikasi secara
efektif.
3. Tingkat mengetahui dan menerima kepercayaan dan perilaku orang
lain. Keefektifan komunikasi yang terjadi ditentukan oleh bagaimana
kita menilai budaya lain dengan nilai-nilai budaya kita sendiri dan
menolak mempertimbangkan norma-norma yang dimiliki budaya
lain (Tubbs dan Moss, 2005: 240).
Keinginan yang jujur dan tulus untuk berkomunikasi dan
mengharapkan pengertian timbal balik adalah hal yang harus dimiliki
oleh pihak-pihak yang melakukan komunikasi antarbudaya.. Sikap
positif dan mengenyampingkan korelasi superior-inferior yang
mengacu pada kelompok dalam budaya-budaya, ras-ras atau kelompok-
kelompok etnik diperlukan untuk hal tersebut (Mulyana dan Rakhmat,
2005: 37).
12
Konsep komunikasi antarbudaya sesungguhnya dapat merubah
interpretasi dan sikap orang lain atau mungkin dapat meningkatkan
kreativitas budaya manusia yang bersangkutan. Banyak fenomena atas
kesalahan dalam komunikasi antarbudaya tidak jarang membuat
manusia makin berusaha merubah budaya berkomunikasi, paling tidak
melalui pemahaman terhadap latar belakang budaya orang lain.
Masalah komunikasi antarbudaya yang mucul seringkali disebabkan
oleh kurang menyadari dan tidak mampu mengusahakan cara yang
efektif untuk berkomunikasi antarbudaya (Liliweri, 2003: 254).
Disamping itu berdasarkan apa yang telah dinyatakan oleh
Sarbaugh, komunikasi yang efektif dapat tercipta dengan penggunaan
sistem sandi yang sama, pengakuan atas perbedaan yang ada dalam
kepercayaan dan perilaku, dan sikap toleran terhadap kepercayaan dan
perilaku orang lain. (Tubbs dan Moss, 2005: 242).
Beberapa aspek dalam proses komunikasi antarbudaya yang
mencakup komunikator, komunikan, pesan/simbol, media, efek atau
umpan balik, suasana, dan gangguan. Komunikator, adalah pihak yang
memprakarsai komunikasi, hal ini dapat dijelaskan bahwa dia yang
pertama kali mengirimkan pesan tertentu kepada lawan komunikasinya
atau yang disebut komunikan. Dalam komunikasi antar budaya seorang
komunikator dan komunikan berasal dari latar belakang kebudayaan
tertentu yang berbeda.
13
Komunikan, atau disebut dengan orang yang menerima pesan
tertentu dari lawan kamunikasinya, dimana komunikan menjadi sasaran
komunikasi dari lawan komunikasi atau komunikator (Nurjaman &
Umam, 2012:36). Tujuan komunikasi akan tercapai jika komunikan
menerima dan memahami makna dari pesan yang disampaikan oleh
komunikator, dan memberikan perhatian (mendengar, meninton atau
membaca pesan tersebut) serta menerima pesan yang disampaikan
secara menyeluruh sehingga mudah dipahami dan dimengerti oleh
komunikan.
Pesan/simbol, dalam proses komunikasi pesan berisi pikiran ide
atau gagasan, perasaan yang dalam bentuk simbol dikirim komunikator
kepada komunikan. Simbol pada dasarnya merupakan sesuatu yang
digunakan untuk mewakili maksud tertentu, simbol bisa berupa verbal
yang berupa ucapan atau tulisan maupun non verbal yang diperagakan
melalui gerak-gerik anggota tubuh, warna, artifak, gambar, pakaian dan
hal lain yang semuanya harus dipahami secara konotatif. Pesan
merupakan sesuatu yang telah ditekankan atau dikomunikasikan oleh
komunikator kepada komunikan. Setiap pesan minimal memiliki dua
aspek utama: content dan treatment, yaitu isi dan perlakuan. Isi pesan
mencakup daya tarik dari pesan, misalnya kebaruan, kontroversi,
argumentative, rasional bahkan emosional.
. Ada dua aspek utama yang setidaknya harus dimiliki oleh
setiap pesan, yaitu content (isi) dan treatment (perlakuan). Kebaruan,
14
kontroversi, argumentasi, rasional bahkan emosional adalah hal-hal
yang menjadi aspek daya tarik pesan.
Media, sebagai eelemen penting dalam proses komunikasi
antarbudaya, dalam hal ini media adalah instrumen yang dilalui oleh
pesan atau simbol yang dikirim melalui media tertulis, media massa
(cetak) dan media massa elektronik. Namun kadang-kadang pesan-
pesan tersebut dikirim tidak melalui media, seperti dalam proses
komunikasi antar budaya secara tatap muka dengan orang yang
memiliki latar belakang budaya yang berbeda.
Effect atau umpan balik, adalah respon balik dari komunikan
kepada komunikator setelah pesan-pesan tersebut sampai. Tanpa adanya
umpan balik ide, pikiran dan perasaan yang terkandung dalam pesan
tersebut tidak bisa dipahami oleh komunikan dan komunikator Jika
komunikasi berlangsung secara tatap muka, umpan balik akan lebih
mudah diterima, karena komunikator akan langsung mengetahui apakah
pesan yang ia sampaikan dapat diterima oleh komunikan atau tidak.
Reaksi yang disampaikan sebagai umpan balik bisa saja disampaikan
secara verbal seperti kata-kata menerima, mengerti bahkan mungkin
penolakan atau bisa juga disampaikan secara non verbal seperti
anggukkan kepala sebagai tanda setuju dan menggelengkan kepala
sebagai ungkapan tidak setuju.
Suasana (setting dan context), juga merupakan aspek penting
dalam komunikasi antar budaya, dimana suasana yang terkadang
disebut setting of communication, yakni tempat (ruang, space) dan
15
waktu (time) serta suasana (sosial, psikologis) ketika komunikasi
antarbudaya berlangsung. Suasana itu berkaitan dengan waktu yang
tepat, tempat untuk berkomunikasi dan kualitas relasi (formal dan
informal) yang mempengaruhi komunikasi antarbudaya.
Gangguan (Noise atau interference), segala sesuatu yang
menghambat laju pesan bahkan mengurangi makna pesan antara
komunikator dan komunikan adalah yang disebut gangguan dalam
komunikasi antarbudaya. Gangguan itu dapat bersumber dari unsur-
unsur komunikasi, misalnya komunikator, komunikan, pesan,
media/saluran yang mengurangi usaha bersama untuk memberikan
makna yang sama atas pesan yang disampaikan.
Perbedaan status sosial dan budaya yang mempengaruhi
bagaimana cara menyampaikan pesan adalah salah satu contoh
gangguan yang ditimbulkan oleh komunikator. Sementara gangguan
yang berasal dari pesan misalnya perbedaan pemberian makna atas
pesan yang disampaikan secara verbal (sinonim, homonin, detonatif dan
konotatif) atau pesan non verbal. Pemilihan yang salah dan tidak sesuai
dengan konteks pesan yang disampaikan juga menjadi salah satu contoh
gangguan media yang mengakibatkan situasi, kondisi dan suasana yang
tidak mendukung terlaksananya komunikasi antarbudaya.
Dalam hal ini De Vito menggolongkan tiga macam gangguan,
antara lain:
16
percakapan
1. Fisik-berupa interferensi dengan tranmisi fisik isyarat atau
pesan lain, misalnya desingan mobil yang lewat, dengungan
computer, kaca mata;
2. Psikologis-interfensi kognitif atau mental, seperti prasangka
dan bias pada sumber –penerimaan-pikiran yang sempit;
3. Sematik-berupa pembicara dan pendengar memberi arti yang
berlainan, misalnya orang berbicara dengan bahasa yang
berbeda, menggunakan jargon atau istilah yang terlalu yang
tidak dipahami pendengar:
Bagan Model Komunikasi Antarbudaya
(Sumber : Alo Liliweri, 2003:h.32)
Bagan model komunikasi antarbudaya di atas dapat dilihat
bahwa A dan B adalah dua individu yang memiliki latar belakang
kebudayaan yang berbeda, yang selanjutnya juga memiliki perbedaan
kepribadian dan persepsi dalam hubungan atau relasi antar pribadi.
Ketika A dengan B berinteraksi itulah yang disebut komunikasi antar
budaya karena dua pihak “menerima” perbedaan diantara mereka
sehingga mampu menurunkan tingkat ketidakpastian dan kecemasan
Menerima
perbedaan
perbedaan
Kebudayaan
Kepribadian
Persepsi terhadap
relasi antar pribadi
C
A B
Ketidakpastian
Kecemasan
Strategi komunikasi
yang akomodatif
Kebudayaan
Kepribadian
Persepsi terhadap
relasi antar pribadi
Adaptif
Efektif
17
dalam berkomunikasi sekaligus dapat menjadi motivasi bagi strategi
komunikasi yang bersifat akomodatif. Hal ini bisa dihasilkan oleh
karena terbentuknya sebuah “kebudayaan” baru (C), dimana secara
psikologis dapat kedua orang yang berkomunikasi itu menjadi senang.
Dampaknya adalah komunikasi yang bersifat adaptif yakni A dan B
saling menyesuaikan diri dan akibatnya menghasilkan komunikasi antar
pribadi-antar budaya yang efektif.
2.2 Komunikasi Antar Etnik
Pada dasarnya etnik atau kelompok etnik adalah sebuah
himpunan atau subkelompok manusia yang menjadi satu karena saling
memiliki kesadaran atas kesamaan budaya tertentu, atau karena
kesamaan latar belakang, agama, asal usul bangsa, bahkan peran dan
fungsi tertentu. Anggota-anggota dalam kelompok etnik memiliki
kesamaan dalam hal sejarah, bahasa, sistem nilai, adat istiadat, dan
tradisi budaya yang dianut (Liliweri, 2003: 14).
Komunikasi antarbudaya bisa juga disebut sebagai komunikasi
antar-anggota etnik yang berbeda latar belakang, atau komunikasi antar-
anggota etnik yang sama, namun memiliki perbedaan latar belakang
kebudayaan. Artinya, dalam komunikasi antar etnik terdapat proses
pemahaman dan memahami antara dua orang atau lebih yang memiliki
latar belakang etnis yang berbeda. Seperti halnya komunikasi antara
ketiga etnis yang bermukim di RW 07 Kelurahan Purwantoro Kota
Malang yang terjalin suasana yang harmonis dengan tetap
mempertahankan adat istiadat dan nilai budaya masing-masing.
18
Komunikasi antaretnik ini juga merupakan bagian dari
komunikasi antarbudaya. Membahas mengenai komunikasi
antarbudaya sama halnya dengan melibatkan bagaimana proses
komunikasi antaretnik yang terjadi dalam suatu kebudayaan yang
memiliki perbedaan dalam segala hal. Atau sebaliknya, jika mengkaji
mengenai komunikasi antaretnik, maka secara tidak langsung
pembahasan itu masuk dalam wilayah ruang lingkup komunikasi
antarbudaya.
Kelompok etnik dikenal sebagai suatu populasi yang dapat
digambarkan sebagai berikut:
1. Secara biologis mampu berkembang biak dan bertahan;
2. Mempunyai nilai-nilai budaya yang sama dan sadar akan rasa
kebersamaan dalam suatu bentuk kebudayaan;
3. Membentuk jaringan komunikasi dan interaksi sendiri;
4. Menentukan ciri kelompoknya sendiri yang diterima oleh kelompok
lain dan dapat dibedakan dari kelompok populasi lain (Liliweri,
2003: 335).
Selanjutnya Alo Liliweri menjadikan istilah kelompok etnik
sebagai konsep untuk menerangkan suatu kelompok, baik kelompok ras
maupun yang bukan kelompok ras yang secara sosial dianggap berada
dan telah mengembangkan subkultur sendiri. Karena kekuatan yang
sangat besar untuk mempertahankan superioritas etnik, dia berubah
menjadi satu paham atau isme sehingga superioritas etnik itu sering
disebut etnosentrisme. Sedangkan Etnikistas merujuk pada
19
penggolongan etnik berdasarkan hubungan mereka dengan obyek yang
diafliliasi dalam konteks tertentu (Liliweri, 2003 : 335-6).
Kelompok etnik merupakan sekumpulan orang yang memiliki
karakteristik kebudayaan yang relatif sama sehingga kebudayaan itu
menjadi panutan para anggota kelompoknya. Artinya bahwa pengertian
etnik sepandan dengan kelompok agama, suku bangsa, organisasi sosial
dan politik. Hanya saja karena para anggotanya memiliki nilai-nilai
budaya yang sama sehingga tertutup bagi orang lain (Liliweri, 2003 :
334).
Hal ini dapat difahami bahwa komunikasi antarpribadi pada
komunikasi kelompok yang terjadi antara kelompok-kelompok agama,
suku, ras, dan golongan dapat dikategorikan pula sebagai komunikasi
antaretnik.
Semua etnik dalam perspektif biologis bisa beruba dan
berkembang serta dapat pula bertahan serta mempunyai nilai-nilai
kultural dan nilai moral yang dapat dijadikan karakteristik dari etnik
yang bersangkutan. Sama halnya dengan semua etnik yang memiliki
ciri-ciri sistem komunikasi dan cara berinteraksi sekaligus ciri
kelompok etnik tersebut bisa muda difahami dan dapat dibedakan
dengan kelompok lain. Semua etnik tersebut dapat difahami dengan
bagaimana cara berkomunikasi dan dapat dibedakan dengan kelompok
lain. Artinya semua etnik dalam kehidupan sosial yang telah mapan
batasan etnik sangat jelas sehingga interaksi antaretnik memiliki
kartakteristik sistem sosial yang telah disepakati.
20
Berdasarkan teori Barth yang merupakan teroi lanjutan dari teori
Goffman, dimana dalam pengambangan diri dan penyesuaian diri dalam
masyarakat. Dalam teori Goffman, manusia adalah sebagai makluk
yang kreatif dan berubah-ubah sesuai dengan keinginan dan kondisi
disekelilinginya serta menurut keinginannya. Sedangkan pada teori
Barth dalam kehidupan sosialpun mereka saling berbeda budaya dan
etnik, namun kebersatuan dan pemisahan mengacu pada proses dan
perubahan sosial dalam masyarakat. Menurut Teori Goffman bahwa
manusia mampu menunjukkan dirinya secara berubah-ubah yang
mengacu pada makna. Sedangkan menurut teori Barth, bahwa dalam
suatu kelompok dapat mempertahankan identitasnya sementara
anggotanya berinteraksi dengan masyarakat lainnya sehingga kriteria
dan batasan dari suatu masyarakat guna menjalin hubungan dan
menjaga keharmonisan dalam masyarakat yang bersangkutan. (Rani,
2004 : 8)
2.3 Teori Pola Komunikasi
Definisi pola komunikasi adalah bentuk hubungan dua individu
atau kelompok dalam proses pengiriman dan penerimaan pesan dengan
cara yang tepat sehingga pesan komunikasi dapat dipahami baik oleh
komunikan maupun komunikator. Dalam hal ini, pola komunikasi
merupakan bentuk, sistem atau cara kerja. Terkait dengan proses
komunikasi adalah sebagai bentuk penyampaian pesan yang dikirimkan
oleh seseorang melalui pertanda pada perilaku orang lain, baik berupa
ucapan, gerak tubuh, atau sikap serta perasaan apa yang ingin
21
disampaikan oleh orang lain. Menurut DeVito, macam-macam pola
komunikasi, yaitu sebagai berikut:
a. Pola Komunikasi Primer
Pola komunikasi primer adalah suatu proses pengiriman
pesan oleh komunikator kepada komunikan dengan menggunakan
lambang atau simbol sebagai media penyampaian pesan. Dalam pola
komunikasi ini juga memiliki dua lambang, yaitu lambang verbal
dan nirverbal. Lambang verbal mencakup bahasa, yang paling sering
digunakan, karena bahasa biasanya digunakan oleh manusia untuk
menyampaikan pesan atau informasi komunikator. Sedangkan
lambang nirverbal adalah lambang dan bukan bahasa yang
digunakan dalam berkomunikasi, walaupun demikian suatu lambang
adalah isyarat yang biasanya menggunakan bahasa tubuh.
b. Pola Komunikasi Sekunder
Konsep pola komunikasi secara sekunder merupakan bnetuk
penyampaian pesan komunikasi oleh komunikator kepada
komunikan yang menggunakan instrumen atau sarana sebagai media
kedua setelah memakai lambang pada media pertama. Komunikator
menggunakan media kedua ini karena yang menjadi tujuan
komunikasi berada jauh dari tempatnya, atau berjumlah banyak.
Semakin lama proses komunikasi secara sekunder ini akan semakin
efektif dan efisien karena didukung oleh perkembangan teknologi.
22
c. Pola Komunikasi Linear
Pola komunikasi linear adalah mencakup makna linier yang
artinya secara lurus menuju dari satu titik ke titik yang lain. Pola
komunikasi ini berarti penyampaian pesan oleh komunikator kepada
komunikan sebagai titik terminal. Biasanya proses komunikasi ini
terjadi face to face, namun kadang juga komunikasi yang
menggunakan media. Perencanaan sebelum melaksanakan
komunikasi akan membuat proses komunikasi ini menjadi lebih
efektif.
d. Pola Komunikasi Sirkular
Pola komunikasi sirkular adalah proses komunikasi
melingkar dan terjadinya umpan balik (feedback) adalah penentu
keberhasilan dari proses komunikasi ini. Adanya umpan balik antara
komunikator dan komunikan akan membuat komnukasi berjalan
terus. (Permata, 2013:3-4).
Pada penelitian ini fokus penelitian terletak pada pola
komunikasi pada antar etnis Jawa, Madura dan Tionghoa, dimana
ketiga etnis yang berbeda kebudayaan bisa hidup berdampingan dan
berinteraksi dengan baik sehingga menjadi kesatuan, dan apakah ketiga
etnis tersebut tetap mempertahankan kebudayaan asli mereka masing-
masing.
2.4 Konflik Etnis di Indonesia
Hubungan antar etnis, budaya dan agama merupakan tema
Parenis (abadi). Ia akan hidup sepanjang zaman dalam perubahan ruang
23
dan waktu yang cenderung bergerak cepat. Perubahan ini berimplikasi
terhadap perubahan cara pandang individu atau kelompok tertentu
kepada etnis, budaya dan agama. Sudah sejak dulu Indonesia seringkali
dijadikan sebagai barometer kerukunan antar etnis, budaya dan agama
di dunia. Faktanya, di Indonesia tumbuh dan berkembang beberapa
agama etnis, budaya dan agama yang dalam perjalanannya relatif aman
dan hidup berdampingan. Jika ada persoalan yang didasari oleh
sentimen etnis, budaya dan agama situasinya cepat dapat diperbaiki.
Konflik etnis adalah konflik yang terkait dengan permasalahan-
permasalahan mendesak mengenai politik, ekonomi, sosial, budaya, dan
teritorial di antara dua atau lebih kelompok etnis (Sukamdi dan
Browslee, 2000:125). Walaupun tidak selalu, namun seringnya konfik
etnis diwarnai dengan kekerasan sehingga menimbulkan jatuhnya
korban. Kebudayaan yang berbeda membuat penilaian tentang hal yang
dianggap baik atau sakral oleh suku tertentu mungkin berbeda dengan
budaya lainnya. Dengan perbedaan tersebut dapat menimbulkan
terjadinya konflik antar etnis.
Hal ini seperti yang terjadi pada konflik antar etnik yang
terbesar diantaranya melibatkan etnik Madura dengan Etnik Dayak di
Kalimantan yang terkenal dengan tragedi Sambas dan tragedi Sampit.
Kedua kerusuhan ini merembet ke hampir semua wilayah Kalimantan
dan berakhir dengan pengusiran dan pengungsian ribuan warga Madura,
dengan jumlah korban hingga mencapai 500-an orang (Adelita, 2014).
24
Disebutkan oleh Faturochman (2003), setidaknya ada enam hal
yang menjadi latar belakan terjadinya konflik antar etnis disebuah
tempat yakni:
1. Saling mempertahankan kepentingan yang sama diantara beberapa
pihak
2. Saling memperebutkan sumber daya yang ada
3. Keberadaan sumber daya yang sangat terbatas
4. Adanya kategori atau identitas yang berbeda
5. Munculnya prasangka atau adanya diskriminasi
6. Bias aturan atau adanya ketidakadilan.
Seringnya muncul konflik antar etnis biasanya dilatarbelakangi
oleh berbagai kepentingan beberapa orang atau pihak yang sengaja
ingin memperoleh keuntungan dari konflik antar etnis tersebut. Karena
keberadaan sumberdaya manusia yang terbatas merekayang terlibat
dalam konflik antar etnis sangat mudah untuk diprovokasi. Kondisi
sumber daya manusia yang rendah seperti tingkat pendidikannya kurang
dan banyaknya kemiskinan. Karena itu kepala daerah daerah yang
terkait dituntut untuk dapat bertindak tegas dan berlaku adil terhadap
mereka yang terlibat konflik antar etnis.
Dewasa ini seringkali terjadi konflik antar etnis yang banyak
dilatarbelakangi sumber daya manusia yang rendah atau
keterbelakangan suatu daerah di wilayah konflik tersebut. Sementara
itu, Sukamdi dan Browslee (2000) menyebutkan bahwa ada tiga shal
25
utama yang menjadi penyebab dari konflik antar etnik di Indonesia
yaitu:
1. Latar belakang konflik dikarenakan gesekan budaya yang berlainan
2. Latar belakang konflik dikarenakan masalah ekonomi politik
3. Latar belakang konflik dikarenakan kesenjangan ekonomi.
Peristiwa konflik dengan kelompok etnis lain pada dasarnya
adalah manifestasi dari perlawanan terhadap tatanan ekonomi-politik
yang tidak berpihak pada mereka, sehingga mudah menimbulkan konflik
diantara yang satu dengan yang lainnya. Etnosentrisme yang kaku
timbul oleh perbedaan identitas sosial (etnik dan budaya khasnya),
dimana seseorang tidak mampu memahami perilaku orang lain
berdasarkan latar belakang budayanya dikarenakan tidak bisa keluar dari
perspektif yang dimiliki.. Sikap etnosentrisme yang kaku ini sangat
berperan dalam menciptakan konflik karena ketidakmampuan orang-
orang untuk memahami perbedaan. Pengidentifikasian kuat seseorang
terhadap kelompok budaya lain cenderung akan menyebabkan orang
tersebut lebih berprasangka, yang akan menjadi penyebab terjadinya
konflik.
2.5 Definisi Konseptual
Konsep adalah suatu kata atau istilah yang menjelaskan
mengenai korelasi antara suatu gejala dengan gejala lainnya. Konsep
juga diasumsikan sebagai bentuk yang abstrak yang lebih rendah
dibandingkan dengan teori (Wulansari, 2009: 33). Definisi konseptual
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
26
1. Komunikasi
Komunikasi menurut Walstrom merupakan proses pembagian
informasi, gagasan atau perasaan yang tidak saja dilakukan secara
lisan dan tertulis melainkan melalui bahasa tubuh, atau gaya, atau
tampilan pribadi, atau hal lain disekelilingnya yang menjelaskan
makna (Liliweri, 2003 : 8).
2. Komunikasi Antar Budaya
Komunikasi antar budaya mengacu pada komunikasi antara
orang-orang dari kultur yang berbeda antara orang-orang yang
memiliki kepercayaan, nilai atau cara berperilaku kultural ya ng
berbeda. (Devito, 1997:479).
3. Etnis
Etnis atau Suku Bangsa merupakan proses dari sistem
kekerabatan yang lebih luas. Mereka percaya bahwa mereka
memiliki ikatan darah dan berasal dari nenek moyang yang sama.
Suatu kesatuan sosial yang dapat dibedakan dari kesatuan yang lain
berdasarkan akar dan identitas kebudayaan, terutama bahasa lah
yang disebut dengan etnis. Dengan kata lain etnis adalah kelompok
manusia yang terikat oleh kesadaran dan identitas tadi sering kali
dikuatkan oleh kesatuan bahasa. Kelompok etnis bisa mempunyai
bahasa sendiri, agama sendiri, adatistiadat sendiri yang berbeda
dengan kelompok lain. Yang paling penting, para anggota dari
kelompok etnis itu mempunyai perasaan sendiri yang secara
27
tradisional berbeda dengan kelompok sosial lain (Liliweri, 2005 :
11).
Jika memandang orang dari berbagai asal-usul maka etnis
merupakan sebuah kata yang tepat. Etnis mungkin dipertimbangkan
dalam istilah kelompok apapun yang didefinisikan atau disusun oleh
asal-usul budaya, agama, nasional atau beberapa kombinasi dari
kategori-kategori tersebut. Dari pengertian tersebut dapat diambil
kesimpulan bahwa kesamaan ras, adat, agama, bahasa, keturunan
dan memiliki sejarah yang sama yang membuat mereka memiliki
keterikatan sosial sehingga mampu menciptakan sebuah sistem
budaya yang mengikat mereka didalamnya itulah yang disebut
dengan etnis
4. Etnis Jawa
Pusat daerah kebudayaan jawa meliputi bekas kerajaan
mataram yaitu, Surakarta dan Yogyakarta, dimana pada kedua kota
ini memang merupakan pusat pemerintahan atau kerajaan sejak
waktu itu. Masyarakat jawa adalah orang yang bahasa ibunya adalah
bahasa jawa yang sebenarnya mendiami bagian tengah dan timur
pulau jawa. Pada masyarakat jawa prinsip hidup yaitu prinsip
kerukunan dan hormat (Magnis Franz, 1999: 38).
Pada masyarakat jawa hubungan antara sanak keluarga,
hubungan teman sekerja sangat dekat. Hubungan dekat ini dapat
dilihat jika seseorang sedang melakukan acara, keluarga, tetangga
dan handai taulan tentu diundang dan memerlukan untuk datang.
28
Bagi orang jawa sumber moral bagi kelakuan terdapat pada
hubungan sosial yang konkret dan pandagan orang lain itu penting
(Niels, 1986: 36).
Merurut Koentjaraningrat, pada kebudayaan etnis Jawa
terdapat suatu konsep nilai budaya yang dianggap oleh mereka
bernilai tinggi yaitu apabila manusia itu suka bekerjasama dengan
sesamanya dengan solidaritas yang tinggi (gotong royong),
mementingkan kepentingan bersama, rukun dan saling menghormati
dan membantu serta menekankan keselarasan dan keharmonisan
hubungan antara pribadi.
5. Etnis Madura
Etnis Madura merupakan kelompok masyarakat yang
mendiami kepulauan Madura. Mayarakat etnis Madura terkenal
sebagai salah satu etnis yang mempunyai adat dan kebiasaan yang
keras, cenderung berbicara apa adaya, kaku dan sensitif. (Wiyata,
2002: 79)
Pandangan ini beranggapan bahwa karakteristik masyarakat
Madura itu mudah tersinggung, mudah curiga pada orang lain,
mudah marah, pendendam serta suka melakukan tindak kekerasan.
Karakter tersebut juga didukung oleh tradisi “carok” yaitu suatu
perkelahian massal atau perorangan yang bertujuan saling
membunuh. (Effendy, 1990: 31)
Menurut Wiyata anggapan masyarakat luar mengenai
masyarakat Madura tersebut tidak lebih dari suatu gambaran streotip
29
belaka. Sebab menurutnya, salah satu karakteristik sosok Madura
yang paling menonjol adalah karakter yang apa adanya. Artinya,
sifat masyarakat etnik ini memang ekspresif, spontas dan terbuka.
Ekspresif, spontanitas dan terbukanya orang Madura, senantiasa
termanifestasikan ketika harus merespon segala sesuatu yang
dihadapi khususnya terhadap perlakuan orag lain atas dirinya.
6. Etnis Tionghoa
Budaya etnis Cina dalam kehidupan sehari-hari lebih
mengutamankan nilai – nilai prestasi atau keahlian, keja keras,
hemat, disiplin pribadi daripada hubungan sosial atau kesejahteraan
masyarakat secara luas, solidaritas sosial etnis Cina lebih dominan
pada keluarga daripada masyarakat luas. (Hidayat,1984: 122)
Etnis Cina pada umumnya lebih terlibat kesibukan dalam
urusan bisnis dan perdagangan, banyak berdagang (pagi hingga sore
bahkan pada malam hari berada di toko melayani pembeli,
melakukan tugas administrasi dan management perdagangan),
sehingga perhatian dan kesempatan waktu yang dimilikinya lebih
tercurah terhadap pekerjaan tersebut daripada kegiatan – kegiatan
sosial atau kemasyarakatan.