BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Kriminologi Tentang...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Kriminologi Tentang...
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Kriminologi Tentang Kejahatan
1. Pengertian Kejahatan
Seperti yang sudah diketahui kriminologi merupakan cabang
ilmu yang mempelajari kejahatan sebagaimana yang sudah
dikemukakan oleh P. Topinard (1830-1911) seorang antropologi
Perancis, secara harfiah berasal dari kata “crimen yang berarti
kejahatan atau penjahat dan “logos” yang berarti ilmu pengetahuan,
maka kriminologi dapat berarti ilmu tentang kejahatan atau
penjahat.1
Sesuai dengan definisi diatas, kriminologi terutama ditujukan untuk
mencari sebab-sebab kejahatan, disamping itu juga meneliti latar belakang
kelakuan jahat. Oleh karena itu, secara sederhana kriminologi dapat juga
disebut sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang kejahatan
yang timbul dari gejala-gejala social (fenomena social).
Kejahatan dapat dikatakan sebagai suatu perilaku manusia yang
menyimpang, bertentangan dengan hukum, dan merugikan masyarakat,
untuk itulah maka maka para penegak hukum berupaya untuk
menanggulanginya. Untuk menaggulangi kejahatan maka harus diketahui
penyebab timbulnya kejahatan, Adapun sebab-sebab timbulnya kejahatan
dapat dijumpai dalam berbagai faktor, dimana suatu faktor dapat
menimbulkan kejahatan tertentu, sedangkan faktor lain dapat
menimbulkan jenis kejahatan yang lain pula.
1 Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa. 2002. Kriminologi. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada.
Halaman 3-9
16
2. Teori Sebab-sebab Kejahatan
Secara garis besar faktor-faktor penyebab kejahatan dapat
dibagi dalam dua bagian, yang pertama faktor yang bersumber dari
dalam diri individu (intern) yang mana dibagi lagi menjadi factor
intern yang bersifat umum dan factor intern yang bersifat
khusus.Sedangkan faktor yang kedua yaitu factor yang bersumber
dari luar individu (ekstern). Faktor intern yang bersifat khusus
berkaitan dengan keadaan psikologis (masalah kepribadian sering
menimbulkan perilaku menyimpang). Sifat khusus yang menjadi
penyebab timbulnya kejahatan adalah mental dan daya inlegensi
yang rendah, faktor intern yang bersifat umum meliputi pendidikan
sedangkan faktor yang bersumber dari luar luar diri individu adalah
faktor lingkungan.2
Orang yang memiliki mental rendah apabila terus mengalami
tekanan dari luar maka cenderung akan melakukan penyimpangan atau
kejahatan, rendahnya mental berhubungan erat dengan daya Intelegensi,
Intelegensi yang tajam dapat menilai realitis, maka semakin mudah dalam
menyesuaikan diri dengan masyarakat, sebaliknya apabila seseorang
memiliki intelegensi yang rendah maka akan sulit untuk menyesuaikan diri
dengan masyarakat, sehingga orang itu akan merasa semakin jauh dari
kehidupan masyarakat, dan tidak sanggup melakukan sesuatu, sehingga
orang tersebut akan merasa tertekan dan mencari jalan sendiri yang
menyimpang dari norma yang ada di masyarakat.
Faktor intern sebab timbulnya kejahatan yang bersifat umum adalah
rendahnya pendidikan, seseorang yang memiliki pendidikan rendah kurang
memahami norma dan aturan yang berlaku di masyarakat, minimnya
pengetahuan mengenai norma dan aturan membuat orang tersebut tidak
2 Made Darma Weda, Kriminologi, rajawali Press, 1996, hal 12
17
dapat membedakan mana yang benar dan mana yang salah dari persepektif
norma yang ada di masyarakat.
Rendahnya tingkat pendidikan berbanding terbalik dengan
intelegensi seseorang yang mana terkadang menjadi faktor pendukung
individu dalam melakukan kejahatan, dalam beberapa jenis kejahatan
tertentu dibutuhkan intelegensi yang tinggi untuk melakukannya, contoh
begal, keterampilan yang dimiliki individu untuk melakukan kejahatan
tersebut terkadang memang tidak berkaitan dengan tingkat pendidikan
yang rendah, keterampilan untuk melakukan kejahatan tersebut bisa
didapat melalui interaksi dengan masyarakat disekitarnya atau melalui
sarana belajar yang lain. Dengan menguasai kemampuan khusus, maka
individu akan tergoda untuk melakukan kejahatan, dikarenakan
keterampilan yang dimilikinya dapat dengan mudah digunakan untuk
melakukan tindakan kejahatan tersebut.
Sedangkan berkaitan dengan faktor yang bersumber dari luar
individu (ektern), terdapat teori yang menyatakan bahwa kejahatan
berkaitan dengan faktor lingkungan manusia dan faktor inilah yang
berpengaruh besar. Mazhab lingkungan seperti yang dikatakan oleh A.
Lacassagne, G. Tarde, F. Turatti, N.N. Colajani, Von Myr, Bonger dan
Shuterland bersemboyan “Die welt ist shuld an mir als ich” (Dunia lebih
bertanggung jawab atas jadinya saya daripada saya sendiri), Teori ini
berpendapat bahwa seseorang dapat berbuat kejahatan apabila terdapat :
a. Lingkungan yang memberi kesempatan akan timbulnya kejahatan
b. lingkungan pergaulan yang memberi contoh atau tauladan
18
c. lingkungan ekonomi (kemiskinan, kesengsaraan)
d. lingkungan pergaulan yang berbeda-beda (differential association)3
Terhadap lingkungan ekonomi mazhab sosialis memandang “bahwa
kejahatan timbul karena tekanan ekonomi”, seseorang menjadi jahat
karena terlilit ekonomi seperti misalnya miskin, pengangguran dan baru di
PHK. ditambah lagi menurut Harvey Bremner, terdapat tujuh macam
pandangan teoritis yang berkenaan dengan sebab-sebab kejahatan yang
berhubungan langsung dengan masalah pengaruh perubahan ekonomi
terhadap perilaku jahat teori ini mencakup :
a. Kemrosotan ekonomi
Menurunnya tingkat pendapat nasional dan lapangan kerja
b. kemunduran komparatif dalam keadaan sosial ekonomi sebagai
akibat tersebarnya sebagian besar keuntungan ekonomi pada
sebagian besar penduduk
c. meningkatnya perbuatan pelanggaran sebagai akibat berkurangnya
kesempatan dalam sektor-sektor formal ekonomi
d. teori frustasi agresi
berkaitan dengan tindak kekerasan tanpa faedah. hipotesa ini berasal
dari ilmu jiwa
e. perkembangan penyimpangan sub budaya, baik dalam nilai-nilai
maupun pola normative sebagai “reaksi formasi” terhadap tiadanya
integrasi sosial ekonomi
f. Teori Asosiasi diferential
menggambarkan mekanisme bagaimana seorang individu menjadi
akrab dengan sub-kultur kriminal
g. Urbanisasi dan pertumbuhan ekonomi yang secara potensial
menimbulkan integrasi masyarakat yang lebih miskin4
Terhadap lingkungan ekonomi yang buruk seperti diatas, misal
minimnya kesempatan kerja maka akan menimbulkan banyak
pengangguran, orang yang tidak mendapatkan pekerjaan akan terdorong
untuk melakukan kejahatan agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya,
3 Op Cit hal 29 4 Made Darma Weda, Kriminologi, rajawali Press, 1996, hal 15
19
sehingga dapat dikatakan pengangguran memberi dampak yang besar
timbulya suatu kejahatan.
Walter C Reckless menyebut profesional criminal sebagai
pelaku yang memiliki very skilled career, dengan keahlian yang
dimiliki maka profesional criminal dikategorikan sebagai pelaku
kejahatan tingkat atas (upper class), mereka digolongkan demikian
bukan saja karena memiliki keahlian khusus, tetapi memiliki konsep
perencanaan untuk melakukan kejahatan5
Minimnya mata pencaharian sangat mempengaruhi perkembangan
kejahatan, Individu yang memiliki keahlian dalam hal ini menggunakan
keahliannya untuk melakukan kejahatan, individu tersebut menggunakan
keahliannya untuk mencari pencaharian dengan cara menyimpang dari
aturan yang ada, misalnya pencurian dengan kekerasan atau biasa disebut
dengan begal, individu tersebut memiliki keahlian dan memiliki konsep
perencanaan dalam melakukan kejahatan. Oleh karena kejahatan
digunakan sebagai mata pencaharian maka faktor ekonomilah yang
memiliki dampak besar sebab terjadinya tindak kejahatan.
B. Upaya Penanggulangan Kejahatan Oleh Kepolisian
Upaya Polri dalam menanggulangi kejahatan merupakan
penanggulangan kriminalitas untuk dapat menemukan sifat-sifat, bentuk-
bentuk, serta perkembangan perilaku manusia dalam hubungannya dengan
kriminalitas. Kejahatan dapat dikatakan sebagai suatu perilaku manusia
yang menyimpang, bertentangan dengan hukum dan merugikan
masyarakat.
5 G.W. Bawengan, Pengantar Psikologi Kriminal, PT Pradnya Paramita, Jakarta, 1991, hal.32
20
Menurut Noach, bahwa “Kejahatan sesungguhnya tidak dapat
dihilangkan dalam masyarakat, yang mungkin hanyalah mengurangi atau
membatasi adanya kejahatan tersebut.”6 Pernyataan tersebut senada
dengan apa yang diungkapkan oleh Barnes dan Teeters, bahwa “Kejahatan
akan selalu ada, seperti adanya penyakit dan kematian pada manusia yang
selalu pasti terjadi serta berulang-ulang adanya seperti halnya musim yang
akan berganti –ganti dari tahun ke tahun”.7 untuk itulah maka perilaku
aparat penegak hukum, masyarakat dan para ilmuwan, terutama ahli dalam
kriminologi, kemudian berkehendak untuk menanggulanginya.
Dalam upaya untuk mengatasi masalah pencurian dengan kekerasan,
Kepolisian melakukan upaya-upaya yang diharapkan dapat mengatasi
masalah-masalah tersebut dengan langkah preventif dan represif seperti
dijelakan sebagi berikut :
a. Langkah Preventif
yang dimaksud dengan langkah preventif adalah tindakan yang
diarahkan kepada usaha pencegahan terhadap kejahatan. Tindakan
tersebut diarahkan sebelum kejahatan tersebut dilakukan. dengan
tindakan-tindakan preventif diharapkan dapat mengurangi timbulnya
kejahatan-kejahatan baru, setidaknya bisa memperkecil jumlah
pelaku-pelakunya.
b. Langkah Represif
Langkah terakhir ini merupakan tindakan penaggulangan yang
dilakukan setelah suatu kejahatan dilakukan,. Tindakan yang
dimaksud tersebut adalah tindakan yang berupa pengusutan,
penyidikan, penghukuman, dan rehabilitasi.Upaya penaggulangan ini
adalah berupa tindakan langsung yang dilakukan oleh satuan fungsi
reserse yang dikedepankan dan dibantu oleh satuan fungsi intel,
yaitu tindakan tindakan secara hukum yang ditujukan kepada pelaku
kejahatan. Perlakuan tersebut dimaksudkan sebagai suatu rangkaian
pembalasan atas perbuatan si pelanggar hukum. Penghukuman
merupakan tindakan untuk memberikan penderitaan terhadap pelaku
kejahatan yang sebanding atau mungkin lebih berat dari akibat yang
ditimbulkan oleh perbuatan kejahatan tersebut, apakah ia berupa
hukuman pemenjaraan ataupun hukuman yang bersifat penderitaan8.
6 Noach, Simanjuntak dan Pasaribu, Kriminologi, Tarsito, Bandung. 1983, Hal 6 7 Ibid hal 7 8 Djoko Prakoso, Polri sebagai Penyidik dalam Penegakan Hukum, Bina Aksara, Jakarta, Hal 22
21
Menurut pendapat penulis langkah preventif merupakan yang
dilakukan oleh Kepolisian untuk mencegah timbulnya suatu tindak
kejahatan, contoh dari langkah preventif yang dilakukan oleh kepolisian
adalah melakukan patroli secara terarah dan teratur, melakukan
pengintaian di tempat-tempat yang rawan baik yang dilakukan oleh polisi
berseragam, ataupun polisi yang tidak berseragam (Intel). Sedangkan
langkah represif merupakan tindakan pencegahan oleh kepolisian pada
saat sedang atau setelah terjadinya sutu kejahatan, misal dari tindakan
represif adalah dilakukan penangkapan, menghimpun bukti-bukti
sehubungan dengan pengusutan perkara dan bahkan berusaha untuk
menemukan kembali barang-barang hasil curian, melakukan penahanan
untuk kemudian diserahkan ke tangan kejaksaan yang kelak akan
meneruskannya ke Pengadilan.
Upaya penanggulangan kejahatan yang sebaik-baiknya harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a) Sistem dan operasi Kepolisian yang baik.
b) Peradilan yang efektif.
c) Hukum dan perundang-undangan yang berwibawa.
d) Koodinasi antar penegak hukum dan aparatur pemerintah
yang serasi.
e) Partisipasi masyarakat dalam penangulangan kejahatan.
f) Pengawasan dan kesiagaan terhadap kemungkinan
timbulnya kejahatan.
g) Pembinaan organisasi kemasyarakatan. 9
9 Mirza Wilanda. teori penaggulangan kejahatan. http://mirzabrexs.blogspot.co.id. Diakses 22
Agustus 2016. Jam 21.53 WIB
22
Persyaratan diatas jika tidak dipenuhi salah satunya maka dalam
pelaksanaannya akan terasa pincang, maka dengan itu persyaratan diatas
haruslah memenuhi syarat dalam pelaksanannya.
C. Tinjauan Umum Tentang Kendala yang Dihadapi Oleh Kepolisian
Kendala yang dihadapi oleh kepolisian adalah sulitnya untuk
merumuskan sebab-sebab timbulnya kejahatan, penyebab kejahatan
memang sulit untuk dirumuskan secara pasti karena itu bukanlah hal yang
mudah dapat menggali sebab-sebab kejahatan, terhadap hal ini
dikarenakan :
a. Adanya kesulitan dalam menentukan factor-faktor yang menjadi
penyebabnya.
b. Karena terdapat berbagai faktor yang saling mempengaruhi (multiple
factor approacg), dimana suatu faktor tidaklah cukup untuk
menimbulkan kejahatan.
c. sebab kejahatan tidak mengenal generasi , yang berarti bila sebab
tersebut telah diketahui tidak serta merta berlaku bagi kejahatan
lainnya.10
Keanekaragaman faktor penyebab timbulnya kejahatan ini diakui
pula oleh Sutherland dan cressey, mereka menyatakan bahwa :
Kejahatan adalah hasil dari faktor-faktor yang beraneka ragam dan
bermacam-macam dan bahwa factor-faktor dewasa ini dan untuk
selanjutnya tidak bisa disusun menurut suatu ketentuan yang berlaku
umum tanpa ada pengecualian, atau dengan perkataan lain, untuk
menerangkan kelakuan criminal memang tidak ada teori ilmiah.11
Selanjutnya kendala yang dihadapi oleh kepolisian adalah
kurangnya personil kepolisian. Achmad Ali (1998:211) menyatakan :
Memang tidak dapat disangka kendala yang dihadapi pihak kepolisian kita
adalah keterbatasan kepolisian Indonesia menanggulangi berbagai jenis
kriminalitas. Faktor penyebabnya salah satu adalah tidak terlepas dari
10 Made Darma Weda, 1996, Kriminologi, Raja Grafindo Persada, hal 16 11 ibid hal 44
23
belum berimbangnya antara jumlah personil polisi dengan jumlah warga
masyarakat yang harus dilayani.12
Luasnya wilayah kota Pasuruan dengan jumlah personil yang
terbatas menjadi kendala kepolisian dalam melakukan pengawasan. Selain
itu biaya operasional yang terbatas dalam memburu pelaku kejahatan juga
ikut memiliki andil dalam menghambat upaya penanggulangan pencurian
dengan kekerasan.
Permasalahan lain adalah terjadinya perbedaan persepsi antara polisi
dengan penegak hukum lainnya dalam memperlakukan penjahat. Polisi
selaku garda paling depan dalam memburu penjahat berorientasi pada
perlindungan korban kejahatan. Polisi berusaha semaksimal mungkin
memelihara kantibmas dengan melibas segala bentuk perilaku
menyimpang yang diperangi masyarakat.
Sedangkan aparat hukum lainya (Hakim dan Penasehat Hukum)
lebih banyak berorientasi pada perlindungan hukum dan HAM pelaku
kejahatan. Hak-hak yang dipenuhi oleh penjahat dipenuhi secara optimal.
Sehingga, tidak jarang jika polisi (sakit hati) kepada penjahat yang telah
dengan susah payah ditangkap (seringkali perlaku yang tertangkap
bungkam mengenai jaringannya), kemudian dibebaskan oleh pengadilan,
baik karena tidak terbukti atau karena sang penjahat solid dan ia mampu
membeli keadilan. hal ini merupakan hambatan yang paling besar dalam
memberantas tindak pidana pencurian dengan kekerasan, dengan
12 Syafri, http://syafrifaisal-syafri.blogspot.co.id, kendala yang diahadapi kepolisian dalam
mencegah kejahatan diakses tanggal 01 November 2016
24
dilindunginya hak-hak pelaku maka menurut penulis tidak memberikan
efek jera terhadap si pelaku, sehingga memungkinkan si pelaku untuk
mengulangi tindak pidana yang sama.
D. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan
Tindak pidana pencurian menurut KUHP terbagi menjadi 3, yaitu:
a. Pencurian Biasa
Pencurian biasa dalam KUHP diatur dalam pasal 362 yang berbunyi
“Barang siapa mengambil sesuatu barang, yang seluruhnya
atau sebagian milik orang lain dengan maksud untuk dimiliki
secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan
pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak
enam puluh rupiah”
Dalam pasal 362 KUHP dapat dilihat unsur-unsur Tindak pidana
pencurian biasa yang terbagi menjadi 2, yaitu unsur obyektif dan
subyektif. Unsur obyektif meliputi, mengambil, suatu barang, yang
seluruhnya atau sebagian milik orang lain. Sedangkan Unsur subyektif
meliputi dengan maksud, untuk memiliki barang/benda tersebut untuk
dirinya sendiri, secara melawan hukum.
b. Pencurian Dengan Pemberatan
Pencurian dengan pemberatan diatur dalam pasal 363 dan pasal
365 KUHP13. Dikatakan pencurian dengan pemberatan dikarenakan
pencurian tersebut merupakan pencurian yang dilakukan dengan cara-
cara tertentu dan dalam keadaan tertentu yang bersifat memberatkan.
Maka dalam persidangan pembuktian terhadap unsur-unsur tindak pidana
harus diawali dengan membuktikan pencurian dalam pokoknya14
13 Lihat pasal 363 dan 365 KUHP
14 Op.Cit, Tongat Hal 23
25
Perbedaan pasal 363 dan 365 adalah, pasal 363 KUHP atau
disebut juga dengan istilah pencurian dengan pemberatan (Curat)
memiliki unsur pencurian biasa dengan pemberatan tanpa melibatkan
korban, sedangkan dalam pasal 365 KUHP biasa disebut dengan istilah
pencurian dengan kekerasan (Curas) memiliki unsur pencurian yang
melibatkan penodongan, perampasan menggunakan senjata tajam dan
menyakiti korban.
c. Pencurian Ringan
Pencurian ringan adalah pencurian yang memiliki unsur-unsur
dari pencurian dalam bentuk pokok. Pencurian ringan dalam KUHP
diatur
dalam ketentuan pasal 364.15 Yang berbunyi
“Perbuatan yang diterangkan dalam pasal 362 dan pasal 363
ke-4, begitupun perbuatan yang diterangkan dalam pasal 363
ke-5, apabila tidak dilakukan dalam sebuah rumah atau
pekarangan tertutup yang ada rumahnya, jika harga barang
yang dicuri tidak lebih dari dua puluh lima rupia,
dikenai,karena pencurian ringan, pidana penjara paling lama
tiga bulan atau denda paling banyak enam puluh rupiah”
Berdasarkan pasal 364 KUHP diatas, maka unsur-unsurnya adalah
pencurian dalam bentuk yang pokok, pencurian yang dilakukan oleh
dua orang atau lebih secara bersama-sama, pencurian yang diklakukan
dengan membongkar, merusak atau memanjat, dengan anak kunci,
perintah palsu atau seragam palsu, tidak dilakukan dalam sebuah
rumah, tidak dilakukan dalam pekarangan tertutup yang ada
15 Ibid, Hal 41
26
rumahnya, apabila harga barang yang dicurinya tidak lebih dari dua
puluh lima rupiah.
Dalam hal ini penulis akan membahas pencurian dengan
pemberatan yang diatur pada pasal 365 KUHP. Istilah “pencurian
dengan kekerasan” atau popular dengan istilah “curas”. Pada dasarnya
pencurian dengan kekerasan memang sangat berbeda dengan
pencurian, namun substansi yang ada dalam pencurian dengan
kekerasan sama dengan pencurian. Letak perbedaan keduanya berada
pada teknis di lapangan, pencurian dengan kekerasan adalah tindakan
pencurian yang berlangsung saat diketahui sang korban, sedangkan
pencurian identik dilakukan saat tidak diketahui korban. Berikut
ketentuan dalam pasal 365 KUHP selengkapnya adalah :
Ayat 1 :Diancam dengan pidana penjara paling lama
Sembilan tahu, pencurian yang didahului, disertai, atau diikuti
dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, terhadap orang,
dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah
pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, untuk
memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lainnya,
atau untuk tetap menguasai barang yang dicurinya.
Berdasarkan pasal 365 ayat 1, maka unsur-unsurnya adalah :
Pencurian, Didahului, disertai atau diikuti, Kekerasan atau ancaman
kekerasan, Terhadap orang, Dilakukan dengan maksud untuk :
a. Mempersiapkan,
b. Memudahkan,
c. Dalam hal tertangkap tangan,
d. Untuk memungkinakan melarikan diri bagi dirinya atau peserta
lain,
e. Untuk menjamin tetap dikuasainya barang yang dicuri
27
Unsur “didahului” atau “disertai” atau “diikuti” kekerasan atau
ancaman kekerasan haruslah terkait erat dengan upaya untuk
mempermudah atau mempersiapkan atau dalam hal tertangkap tangan
untuk memungkinkan melarikan diri bagi diri sendiri atau peserta lain
atau untuk menjamin tetap dikuasainya barang yang dicuri, sedangkan
penjelasan atas pengertian “kekerasan” dapat dilihat dalam pasal 89
KUHP, yang menyatakan bahwa membuat orang pingsan atau tidak
berdaya disamakan dengan menggunakan kekerasan. Apabila unsur
kekerasan atau ancaman kekerasan diatas dapat dihubungkan dengan
unsur lain dalam pasal 365 KUHP, yaitu unsur “luka berat atau mati”,
maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan “kekerasan
atau ancaman kekerasan” dalam pasal 365 KUHP adalah kekerasan
dalam arti fisik.16 Begal dalam melakukan aksinya seingkali
melakukan kekerasan untuk mempermudah menjalankan aksinya,
sehingga dapat dikatakan begal telah memenuhi unsur yang ada pada
pasal 365 KUHP.
Ayat 2 Diancam dengan pidana penjara paling lama dua
belas tahun :
Ke-1 jika perbuatan dilakukan pada waktu malam dalam
sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada
rumahnya, di jalan umum, atau dalam kereta api atau
trem yang sedang berjalan.
Ke-2 jika perbuatan dilakukan oleh dua orang atau lebih
secara bersama-sama
Ke-3 jika masuknya ke tempat melakukan kejahatan, dengan
membongkar, merusak, atau memanjat, atau memakai
anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan
palsu.
16 Ibid Hal 36-37
28
Ke-4 jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat.
Berdasarkan pasal 365 ayat 2, maka unsur-unsurnya adalah :
Ke-1 : Waktu malam hari, dalam sebuah rumah atau pekarangan
tertutup yang ada rumahnya, di jalan umum, dalam kereta api
atau trem yang sedang berjalan
Ke-2 : Dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama- sama.
Pengertian “bersama-sama” menunjuk pada suatu kerjasama
dimana antara dua orang atau lebih mempunyai maksud untuk
melakukan pencurian secara bersama-sama. Hal ini sesuai
dengan pengertian yang diberikan oleh yurisprudensi. Dalam
Arrest HR 10 Desember 1894 secara eksplisit dinyatakan,
bahwa pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih
secara bersama-sama itu haruslah dilakukan dalam
hubungannya sebagai bentuk “turut serta melakukan tindak
pidana (mededaderschap) dan bukan sebagai “membantu
melakukan tindak pidana (medeplichtigheid)”.
Ke-3 : membongkar, merusak, memanjat, anak kunci palsu, perintah
palsu, pakaian jabatan (seragam palsu)
Ke-4 : Mengakibatkan luka-luka berat. Tentang pengertian luka berat
sudah diatur dalam pasal 90 KUHP.
Ayat 3 Jika perbuatan mengakibatkan mati, maka dikenakan
penjara paling lama lima belas tahun
29
Unsur-unsur yang terdapat dalam pasal 365 KUHP ayat (3)
kiranya sudah cukup jelas adanya. Pencurian yang didahulu, disertai
atau diikuti oleh kekerasan atau ancaman kekerasan dan sebagainya
apabila mengakibatkan kematian, maka terhadap pelakunya diancam
dengan pidana yang lebih berat, yaitu berupa pidana penajara paling
lama lima belas tahun.
Ayat 4 Diancam dengan pidana mati atau pidana seumur
hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh
tahun, jika perbuatan mengakibatkan luka berat atau mati dan
dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama
dengan disertai oleh salah satu hal yang diterangkan dalam
ayat 2 ke-1 dan ke-3.
Dalam ketentuan ini ditegaskan, bahwa apabila pencurian yang
diatur dalam pasal 365 ayat (1) dan ayat (2) KUHP mengakibatkan
luka atau mati dan dilakukan oleh dua orang atau lebih secara
bersama-sama juga disertai salah satu hal yang dimaksud dalam
ketentuan no. 1 dan 3, ancaman pidananya berupa pidana mati atau
pidana seumur hidup atau pidana selama waktu terntu paling lama dua
puluh tahun. Jenis tindak pidana pencurian ini merupakan tindak
pidana pencurian yang paling berat diantara berbagai jenis tindak
pidana pencurian yang lain.
Unsur – unsur dalam Pasal 365 KUHP meliputi unsur objektif
dan unsur subjektif , unsur Objektif dalam pasal 365 KUHP adalah
Pencurian dengan didahului, disertai, diikuti kekerasan atau ancaman
kekerasan terhadap seseorang, sedangkan unsur subjektif dalam pasal
365 KUHP yaitu dengan maksud untuk mempersiapkan atau
30
mempermudah pencurian itu atau jika tertangkap tangan memberi
kesempatan bagi diri sendiri atau peserta lainnya dalam kejahatan itu.
Yang dikatakan dengan kekerasan adalah setiap perbuatan
yang mempergunakan tenaga badan atau fisik yang tidak ringan.
Penggunaan kekerasan terwujud dalam bentuk memukul dengan
sengaja, memukul dengan senjata, menyekap, mengikat, menahan.,
dsb.
Tindak pidana pencurian disertai kekerasan pada dasarnya
identik sekali dengan tindak pidana pembegalan atau
perampokan, hal ini berkaitan dengan cara pengambilan harta
itu sendiri, yaitu dilakukan dengan cara terang-terangan dan
menggunakan unsur-unsur kekerasan didalamnya.17
Begal dapat dikategorikan sebagai pencurian dengan kekerasan
hal tersebut dapat dilihat bahwa pelaku tidak bekerja sendirian
melainkan dilakukan oleh beberapa orang dan dilakukan pada saat
malam hari, Hal tersebut sesuai dengan unsur-unsur pidana yang
dirumuskan dalam pasal 365 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP).
17 Djazuli,1992, Fiqih Jinayah (upaya menanggulangi kejahatan dalam Islam), Raja Grafindo
Persada, Jakarta, Hal 86