BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kinerja -...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kinerja -...
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kinerja
1. Pengertian kinerja
Istilah kinerja berasal dari kata Job Performance atau Actual performance
(prestasi kerja atau prestasi yang sesungguhnya yang dicapai seseorang).
Kinerja menurut Mangkunegara (2009) adalah hasil kerja secara kualitas dan
kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya
sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Kinerja menurut
(Prawirosentono dalam Usman, 2011) kinerja adalah usaha yang dilakukan
dari hasil kerja yang dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam
suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing
dalam rangka mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak
melanggar hukum dan sesuai moral serta etika. Sehingga dapat disimpulkan
kinerja adalah hasil kerja yang dicapai seseorang baik secara kualitas dan
kuantitas.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
(Mathis, 1997; Hafizurrachman, 2009 dalam Mua 2011) menyatakan ada
tiga faktor yang mempengaruhi kinerja yaitu: kemampuan pribadi untuk
melakukan pekerjaan tersebut, tingkat usaha yang dicurahkan, dan dukungan
organisasi. Selain itu, (Ivancevich & Mataerson, 1990; Gibson, Ivancevic &
Donelly, 1997, Ilyas, 2002 dalam Mua 2011) mengemukakan bahwa faktor-
faktor yang berhubungan dengan kinerja personel, dimana kinerja personel
terdiri dari tiga kelompok variabel yang berpengaruh terhadap kinerja dan ber
efek pada kinerja personel yaitu:
a. Variabel individu
Sub variabel kemampuan dan keterampilan, latar belakang dan demografi.
Sub variabel kemampuan dan keterampilan merupakan faktor utama yang
mempengaruhi perilaku dan kinerja individu. Sub variabel demografis
mempunyai efek tidak langsung pada perilaku dan kinerja individu.
Dimana perawat mempunyai kemampuan secara professional dalam
melakukan asuhan keperawatan pada pasien.
b. Variabel organisasi yaitu sumber daya, kepemimpinan, imbalan atau
penghargaan, struktur, desain pekerjaan, supervisi dan kontrol.
c. Variabel psikologis yaitu persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan
motivasi. Variable psikologis sangat kompleks dan sulit di ukur serta
sukar mencapai kesepakatan tentang pengertian psikologis. Setiap perawat
mempunyai sifat dan perilaku yang berbeda-beda dan tidak ada ukuran
pasti, dimana setiap individu mempunyaipemikiran dan kemampuan dan
pemikiran yang berbeda. Hal ini dapat berpengaruh pada kinerja perawat
dalam hubungannya dengan sesama perawat ataupun dengan pasiennya.
( Ilyas, 2002 dalam Mua, 2011) mengatakan kinerja juga dapat
dipengaruhi oleh faktor umur, lama kerja dan supervisi. Semakin tua umur
seseorang maka kebutuhan aktualisasi diri akan semakin tinggi bila
dibandingkan dengan kebutuhan fisiologisnya. Pengalaman kerja akan
mempengaruhi seseorang dalam berinteraksi dengan pekerjaan yang
dilaksanakannya. Sedangkan Supervisi adalah proses yang memacu anggota
organisasi untuk berkontribusi secara positif agar tujuan organisasi dapat
tercapai. Supervisi dalam keperawatan dilakukan untuk memastikan kegiatan
dilaksanakan sesuai dengan visi, misi, dan tujuan organisasi serta sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan.
3. Kinerja dalam keperawatan
Kinerja merupakan hasil yang diharapkan dari apa yang dikerjakan oleh
perilaku individu (Notoatmodjo, 2002). Kinerja perawat adalah tindakan yang
dilakukan oleh seorang perawat dalam suatu organisasi sesuai dengan
wewenang dan tanggung jawabnya masing-masing, tidak melanggar hukum,
aturan serta sesuai moral dan etika, dimana kinerja yang baik dapat
memberikan kepuasan pada pengguna jasa. Sedangkan menurut Nursalam,
(2008) kinerja perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan kepada klien
menggunakan standar praktek keperawatan yang telah dijabarkan oleh PPNI
(2000) yang mengacu dalam tahapan proses keperawatan, yang meliputi :
pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi,dan evaluasi.
Berdasarkan penilaian kinerja perawat untuk mengetahui kualitas
pelayanan keperawatan kepada pasien digunakan indikator kinerja perawat
menurut Direktorat pelayanan dan Dirjen Pelayanan Medik Departemen
Kesehatan Tahun 2001 menyatakan bahwa penilaian kinerja perawat terhadap
mutu asuhan keperawatan dilakukan melalui penerapan Standar Asuhan
Keperawatan (SAK) pada pedoman studi dokumentasi asuhan keperawatan,
evaluasi persepsi pasien/keluarga terhadap mutu asuhan keperawatan dan
evaluasi tindakan perawat berdasarkan Standar Operasional Prosedur (SOP)
(Depkes, 2001).
Dokumentasi proses asuhan keperawatan merupakan tampilan perilaku
atau kinerja perawat pelaksana dalam memberikan proses asuhan keperawatan
kepada pasien selama pasien dirawat di rumah sakit. Dokumentasi proses
asuhan keperawatan yang baik dan berkualitas haruslah akurat, lengkap dan
sesuai standar. Apabila kegiatan keperawatan tidak didokumentasikan dengan
akurat dan lengkap maka sulit untuk membuktikan bahwa tindakan
keperawatan telah dilakukan dengan benar (Hidayat, 2004).
Pendokumentasian proses asuhan keperawatan merupakan suatu proses yang
harus dilaksanakan oleh perawat pelaksana sebagai bagian dari standar kerja
yang telah ditetapkan (Nursalam, 2008).
Hakekat dokumentasi keperawatan adalah terciptanya kegiatan-kegiatan
keperawatan yang menjamin tumbuhnya pandangan, sikap, cara berfikir dan
bertindak professional pada setiap perawat sehingga mencerminkan kualitas
kinerja perawat.
Profesionalisme perawat dalam bekerja dapat dilihat dari asuhan
keperawatan yang diberikan kepada klien yang dirawatnya. Perawat perlu
mendokumentasikan segala bentuk asuhan keperawatan yang diberikan
melalui pencatatan atau pendokumentasian. Hal ini dilakukan sebagai bentuk
tanggung jawab dan tanggung gugat perawat terhadap klien yang dirawatnya.
Oleh karena itu pelaksanaan asuhan keperawatan merupakan salah satu
tolak ukur kualitas pelayanan dan kinerja perawat dari suatu rumah sakit.
Dokumentasi mencakup beberapa aspek penting antara lain aspek hukum,
aspek jaminan mutu, aspek komunikasi, aspek pendidikan, aspek penelitian,
dan aspek akreditasi (Nursalam. 2008)
4. Dokumentasi keperawatan
Dokumentasi adalah segala sesuatu yang tertulis atau tercetak dan dapat
dijadikan bukti bagi pihak berwenang Dokumentasi rekam medis klien
merupakan aspek penting dalam praktik keperawatan. Dokumentasi dan
pelaporan merupakan tanggung jawab perawat yang sangat penting, karena
menyangkut kualitas pelayanan, standar lembaga, praktik keperawatan,
struktur penggantian biaya dalam sistem pelayanan kesehatan dan pedoman
hukum. Dokumentasi keperawatan harus akurat, komprehensif dan fleksibel
untuk memperoleh data penting, mempertahankan kesinambungan pelayanan,
melacak hasil klien, menggambarkan standar praktik terkini dan
meminimalisasi resiko kesalahan. Lembaga akreditasi seperti The Joint
Commision juga menguraikan pedoman dokumentasi (Potter & Perry, 2009)
Tujuan dari pendokumentasian keperawatan menurut Potter & Perry,
(2009) :
a. Komunikasi
Dokumentasi merupakan alat bagi anggota tim kesehatan untuk
mengkomunikasikan kebutuhan dan kemajuan klien, terapi individual,
hasil konferensi, edukasi klien, dan rencana pemulangan. Dokumentasi
harus memiliki informasi terkini dan paling akurat tentang status
kesehatan klien. Dokumentasi juga harus menyediakan data untuk
mengidentifikasi dan mendukung dignosis keperawatan, menyusun hasil
perawatan yang diharapkan, merencanakan intervensi dan mengevaluasi
pelayanan sesuai respon klien.
b. Dokumentasi legal
Dokumentasi akurat merupakan pertahanan terpenting bagi klaim hukum
yang terkait dengan pelayanan keperawatan. Untuk membatasi tanggung
jawab hukum pada keperawatan, maka dokumentasi keperawatan harus
menyatakan dengan jelas bahwa pelayanan keperawatan berdasarkan hasil
pemeriksaan.
c. Tagihan keuangan
Dalam sistem pembayaran prospektif, sistem medicare membayar
penggantian biaya kepada rumah sakit bagi tiap kelompok diagnosis yang
berhubungan. Dokumentasi dapat membantu klarifikasi jenis terapi dan
penggantian biaya bagi lembaga kesehatan.
d. Pendidikan
Dokumentasi klien mengandung berbagai informasi termasuk respon klien
tergadap perawatan. Dengan mengidentifikasi pola berbagai masalah
kesehatan perawat, siswa keperawatan dapat belajar mengantisipasi jenis
pelayanan yang dibutuhkan klien
e. Penelitian
Seorang perawat boleh menggunakan dokumentasi klien selama penelitian
klinis untuk menyelidiki intervensi keperawatan baru. Peneliti dapat
membendingkan temuan untuk menentukan efektivitas metode baru
dibandingkan dengan protokol standar.
f. Audit monitor
The Joint Commision (2007) mewajibkan rumah sakit untuk membangun
progaram peningkatan kualitas dalam upaya melakukan tinjauan objektif
berkelanjutan bagi perawatan klien. TJC menginstruksikan institusi untuk
menetapkan standar pelayanan berkualitas.
Dokumentasi dan pelaporan berkualitas memiliki lima karakteristik
penting, yaitu :
1) Faktual
Sebuah pencatatan yang faktual mengadung informasi deskriptif dan
objektif tentang hal yang dilihat, dirasakan dan dihidu oleh perawat.
2) Akurat
Dokumentasi data yang ringkas akan mudah untuk dipahami. Hindari
penggunaan kata yang tidak diperlukan dan relevan. Pengukuran secara
eksakta akan menghasilkan ketepatan. Gunakan singkatan secara hati-hati
untuk menghindari kesalahpahaman.
3) Lengkap
Informasi dalam pencatatan atau laporan harus lengkap dan mengandung
informasi yang penting. Tulisan perawat dalam pendokumentasian
keperawatan mendeskripsikan pelayanan keperawatan beserta respon
klien.
4) Baru
Masukan data yang tepat waktu dan baru sangat penting bagi pelayanan
klien.
5) Terorganisasi
Perawat harus mengomunikasikan informasi dalam urutan yang logis.
Penggunaan pemikiran kritis dan proses keperawatan memberikan logika
dan urutan untuk dokumentasi keperawatan.
Melalui dokumentasi keperawatan akan dapat dilihat sejauh mana peran
dan fungsi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien. Hal
ini akan bermanfaat bagi peningkatan mutu pelayanan dan menggambarkan
kinerja seorang perawat.
5. Penilaian kinerja perawat
Penilaian kerja merupakan alat yang paling dapat dipercaya oleh manager
perawat dalam mengontrol sumber daya manusia dan efektifitas. Proses
penilaian dapat dipergunakan secara efektif dalam mengarahkan perilaku
perawat pelaksana dalam rangka menghasilkan jasa pelayanan yang lebih
baik. Satu ukuran pengawasan yang digunakan oleh manager perawat guna
mencapai hasil organisasi adalah sistem penilaian pelaksanaan kerja perawat.
Hal ini berguna untuk memperbaiki pelaksanaan kerja perawat, memberitahu
perawat bahwa kerja mereka kurang memuaskan, serta mempromosikan
jabatan dan kenaikan gaji, mengenal pegawai yang memenuhi persyaratan
penugasan khusus, memperbaiki komunikasi bawahan dan atasan serta
memberikan pelatihan dan bimbingan khusus (Nursalam, 2008)
Manfaat dari penilaian kerja tersebut, menurut Nursalam, (2008) antara
lain :
a. Meningkatkan prestasi kerja staf baik secara individu atau kelompok
dengan memberikan kesempatan pada mereka untuk memenuhi
kebutuhan aktualisasi di dalam kerangka pencapaian tujuan pelayanan
rumah sakit.
b. Peningkatan yang terjadi pada prestasi staf secara perorangan pada
gilirannya akan mempengaruhi atau mendorong sumber daya manusia
secara keseluruhannya.
c. Merangsang minat dalam pengembangan pribadi dengan tujuan
meningkatkan hasil karya dan prestasi dengan cara memberikan umpan
balik kepada mereka tentang prestasinya.
d. Membantu rumah sakit untuk dapat menyusun program pengembangan
dan pelatihan staf yang lebih tepat guna. Sehingga rumah sakit akan
mempunyai tenaga yang cakap dan tampil untuk pengembangan
pelayanan perawatan dimasa depan.
e. Menyediakan alat dan sarana untuk membandingkan prestasi kerja
meningkatkan gajinya atau sistem imbalan yang baik.
f. Memberikan kesempatan kepada pegawai atau staf untuk mengeluarkan
perasaannya tentang pekerjaannya atau hal lain yang ada kaitannya
melalui jalur komunikasi dan dialog, sehingga dapat mempererat
hubungan antara atasan dan bawahan.
6. Cara penilaian kinerja perawat
Penilaian kinerja perawat pelaksana dapat dilakukan dengan dua cara,
yaitu:
a. Penilaian perilaku perawat selama melaksanakan asuhan keperawatan
dengan cara self evaluation. Penilaian diri sendiri merupakan pendekatan
yang paling umum digunakan untuk mengukur dan memahami perbedaan
individu (Ilyas, 2002; Marquis & Huston, 2010 dalam Mua 2011). Metode
ini baik digunakan bila bertujuan untuk pengembangan dan umpan balik
kinerja karyawan, penilaian dalam jumlah besar, biaya murah dan cepat.
Self evaluation dilakukan dengan meminta perawat pelaksana untuk
menilai diri sendiri tentang perilakunya dalam memberikan asuhan
keperawatan. Siagian (2009) dalam Mua (2011) menyatakan penilaian
diri sendiri bila dikaitkan dengan pengembangan karir pegawai berarti
seorang mampu melakukan penilaian yang obyektif mengenai diri sendiri,
termasuk mengenai potensinya yang masih dapat dikembangkan.
Meskipun dalam menilai diri sendiri seseorang akan cenderung
menonjolkan ciri-ciri positif mengenai dirinya, namun orang yang sudah
matang jiwanya akan juga mengakui bahwa dalam dirinya terdapat
kelemahan. Pengakuan demikian akan mempermudahnya menerima
bantuan orang lain seperti supervisor untuk mengatasinya.
b. Penilaian hasil kerja. Hasil kerja perawat pelaksana salah satunya dapat
dinilai melalui dokumentasi asuhan keperawatan yang telah diberikan
kepada pasien. Melalui penilaian ini dapat diketahui seberapa baik
perawat melakukan pekerjaan mereka jika dibandingkan dengan standar
yang telah ditetapkan, sebab kinerja perawat pada dasarnya adalah apa
yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh perawat.
Untuk itu harus digunakan standar praktik keperawatan yang telah
menjadi pedoman bagi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan.
Standar praktik keperawatan telah dijabarkan oleh PPNI (2000) yang mengacu
dalam tahapan proses keperawatan, yang meliputi : pengkajian, diagnosis
keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi.
Standar keperawatan dapat digunakan sebagai instrumen penilaian kerja
perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan mulai dari pengkajian,
diagnosa keperawatan, implementasi keperawatan sampai evaluasi
keperawatan (Nursalam, 2008).
1) Standar I: Pengkajian Keperawatan
Perawat mengumpulkan data tentang status kesehatan klien secara
sistematis, menyeluruh, akurat, singkat dan berkesinambungan. Kriteria
pengkajian keperawatan meliputi:
a) Pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesa, observasi,
pemeriksaan fisisk serta dari pemeriksaan penunjang.
b) Sumber data adalah klien, keluarga atau orang yang terkait, tim
kesehatan rekam medis dan catatan lain.
c) Data yang dikumpulkan difokuskan untuk mengidentifikasi status
kesehatan klien masa lalu, status kesehatan klien saat ini, status
biologis- psikologis-sosial-spiritual, respon terhadap terapi, harapan
terhadap tingkat kesehatan yang optimal, resiko-resiko tinggi.
2) Standar II: Diagnosis Keperawatan
Perawat menganalisa data pengkajian untuk merumuskan diagnosa
keperawatan. Adapun kriteria dalam proses ini adalah:
1) Proses diagnosa terdiri dari analisa, interpretasi data, identifikasi
masalah klien, dan perumusan diagnosa masalah keperawatan.
2) Diagnosa keperawatan terdiri dari: masalah (P), penyebab (E), dan
tanda atau gejala (S), atau terdiri dari masalh dan penyebab (PE).
3) Bekerja dengan klien, dan petugas kesehatan lain untuk memvalidasi
diagnosa keperawatan.
4) Melakukan pengkajian ulang dan merevisi diagnosa berdasarkan data
terbaru.
3) Standar III: Perencanaan Keperawatan
Perawat membuat rencana tindakan untuk mengatasi masalah dan
meningkatkan kesehatan klien. Kriteria prosesnya meliputi:
1) Perencanaan terdiri dari penetapan prioritas masalah, tujuan dan
rencana tindakan perawatan.
2) Bekerja sama dengan klien dalam menyusun rencana tindakan
keperawatan.
3) Perencanaan bersifat individual sesuai dengan kondisi atau kebutuhan
klien.
4) Mendokumentasikan rencana keperawatan
4) Standar IV : Implementasi keperawatan
Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi dalam
rencana asuahan keperawatan. Kriteria dalam proses ini meliputi:
1) Bekerja sama dengan klien dalam tindakan rencana keperawatan.
2) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain
3) Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi kesehatan klien.
4) Memberikan pendidikan kepada klien dan keluarga mengenai konsep,
keterampilan asuahan diri serat membantu klien memodifikasi
lingkungan yang digunakan.
5) Mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawtan
berdasarkan respon klien
5) Standar V : Evaluasi Keperawatan
Perawat mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan keperawatan
dalam pencapaian tujuan dan merevisi data dasar dan perencanaan.
Adapun kriteria prosesnya adalah:
1) Menyusun rencana evaluasi dari intervensi secara komprehensif, tepat
waktu dan terus menerus.
2) Menggunakan data dasar dan respon klien dalam mengukur
perkembangan ke arah pencapaian tujuan.
3) Memvalidasi dan menganalisis data baru dengan teman sejawat
4) Bekerja sama dengan klien dan keluarga untuk memodifikasi rencana
asuahan keperawatan.
5) Mendokumentasikan hasil evaluasi dan memodifikasi hasil
perencanaan.
Standar tersebut adalah penyataan deskriptif mengenai tingkat penampilan
yang diinginkan terdapat kualitas stuktur, proses atau hasil yang dapat dinilai
(Nursalam, 2008). Tujuan pendokumentasikan asuhan keperawatan adalah
untuk memudahkan menentukan kualitas perawat, klien, menjamin
pendokumentasian kemajuan dan hubungan dengan hasil yang berfokus pada
klien dan memudahkan konsistensi antar disiplin dan mengkomunikasikan
tujuan tindakan dan kemajuan. Sumber penilaian adalah dokumentasi
keperawatan yang merupakan bukti tindakan keperawatan yang sudah
dilakukan dan disimpan pada masing-masing status atau pada tempat khusus,
sebagai bukti tanggung jawab dan tanggung gugat (Doenges, 2000)
B. Persepsi
1. Pengertian persepsi
Persepsi merupakan proses akhir dari pengamatan yang di awali oleh
proses penginderaan yaitu proses diterima nya stimulus oleh alat indera
kemudian individu ada perhatian, lalu diterukan ke otak dan baru kemudian
individu baru menyadari tentang sesuatu yang dinamakan persepsi. Dengan
persepsi individu menyadari dan dapat mengerti tentang keadaan lingkungan
yang ada disekitarnya maupun tentang hal yang ada dalam diri individu yang
bersangkutan (Sunaryo, 2004). Menurut Leavie, persepsi (perception) dalam
arti sempit adalah penglihatan, bagaimana cara seseorang melihat sesuatu
sedangkan dalam arti luas ialah pandangan atau penglihatan yaitu bagaimana
seseorang memandang atau mengartikan sesuatu (Sobur, 2009)
Sedangkan menurut Wexley dan Yukl dalam Pribadi (2009) seseorang
memberikan reaksi atau tanggapan sesuai dengan persepsi dirinya terhadap
dunianya daripada kondisi-kondisi obyektif dimana mereka sebenarnya
berada. Seseorang hanya bisa menggunakan sebagian kecil rangsangan
kesadaran (sensory stimuli) yang ada pada suatu peristiwa, dan bagian ini
diinterprestasikan sesuai dengan harapan nilai-nilai serta keyakinannya.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah proses
diterimanya rangsang oleh panca indera yang didahului oleh perhatian
sehingga individu mampu mengetahui, mengartikan dan menghayati tentang
hal yang di amati baik yang ada di luar maupun dalam diri individu.
2. Macam-macam persepsi
Menurut sunaryo (2004) persepsi dibedakan menjadi dua macam yaitu
external perception dan self perception. External perception yaitu persepsi
yang terjadi karena adanya rangsang dari luar individu. Sedangkan self
perception yaitu persepsi yang terjadi karena adanya rangsang yang berasal
dari dalam individu, dalam hal ini yang menjadi objek adalah diri nya sendiri.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi
Persepsi seseorang tidak timbul begitu saja, tentu ada faktor yang
mempengaruhi. Faktor-faktor ini yang menyebabkan mengapa dua orang yang
melihat sesuatu mungkin memberikan interprestasi yang berbeda tentang yang
dilihatnya itu. secara umum menurut (Robbin, 1998 dalam Warsito, 2006) dapat
dikatakan bahwa terdapat 3 faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang yaitu
a. Pelaku persepsi (perceiver) atau diri orang yang bersangkutan sendiri, apabila
seseorang melihat sesuatu dan berusaha memberikan interprestasi tentang apa
yang dilihatnya itu, ia dipengaruhi oleh karakteristik individu yang turut
mempengaruhi seperti sikap, motif, kepentingan, minat, pengalaman dan
harapan. Ada variabel lain yang dapat menentukan pelaku persepsi adalah
umur, tingkat pendidikan, latar belakang sosial ekonomi, budaya,
lingkungan fisik, pekerjaan, kepribadian dan pengalaman hidup individu
b. Sasaran atau objek persepsi tersebut, sasaran itu mungkin berupa orang,
benda atau peristiwa. Sifat-sifat sasaran itu biasanya berpengaruh terhadap
persepsi orang yang melihatnya. Dengan kata lain gerakan, suara, ukuran,
tindak-tanduk dan ciri-ciri lain dari sasaran persepsi itu turut menentukan
cara pandang orang melihatnya.
c. Faktor situasi, persepsi harus dapat dilihat secara konsektual yang berarti
dalam situasi mana persepsi itu timbul perlu pula mendapat perhatian. Situasi
merupakan fakta yang turut berperan dalam pertumbuhan persepsi seseorang
C. Supervisi
1. Pengertian supervisi
Supervisi mempunyai arti yang sangat luas. Dilihat dari asal kata supervisi
berasal dari kata super (bahasa latin yang berarti di atas) dan videre (bahasa
latin yang berarti melihat). Bila dilihat dari asal katanya supervisi berarti
melihat dari atas. Supervisi adalah melakukan pengamatan secara langsung
dan berkala oleh atasan terhadap pekerjaan yang dilakukan bawahan untuk
kemudian bila di temukan masalah segera diberi bantuan yang bersifat
langsung untuk mengatasi nya (Suarly & bachtiar, 2009)
Swansburg (1999), mengatakan bahwa supervisi adalah suatu proses
kemudahan untuk penyelesaian tugas-tugas keperawatan. Sedangkan menurut
Sudjana (2004) supervisi merupakan upaya untuk membantu pembinaan dan
peningkatan kemampuan pihak yang di supervisi agar mereka dapat
melaksanakan tugas yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien
(Nursalam, 2008).
Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kegiatan
supervisi adalah kegiatan-kegiatan yang terencana seorang manajer melalui
aktifitas bimbingan, pengarahan, observasi, motivasi dan evaluasi pada
stafnya dalam melaksanakan kegiatan atau tugas sehari-hari (Arwani &
Supriyatno, 2006).
Dalam pelaksanaannya, supervisi bukan hanya apakah seluruh staf
keperawatan menjalankan tugasnya dengan sebaik-baiknya, sesuai dengan
instruksi atau ketentuan yang telah digariskan, tetapi juga bagaimana
memperbaiki proses keperawatan yang sedang berlangsung (Suyanto, 2008).
Jadi dalam kegiatan supervisi semua orang yang terlibat bukan sebagai
pelaksana pasif, namun secara bersama sebagai mitra kerja yang memiliki ide-
ide, pendapat, dan pengalaman yang perlu didengar, dihargai, dan
diikutsertakan dalam usaha perbaikan proses kegiatan termasuk proses
keperawatan. Dengan demikian, supervisi merupakan suatu kegiatan dinamis
yang mampu meningkatkan motivasi dan kepuasan di antara orang-orang
yang terlibat baik pimpinan, anggota, maupun klien dan keluarganya.
2. Manfaat dan tujuan supervisi
Apabila supervisi dapat dilakukan dengan baik, akan diperoleh banyak
manfaat. Manfaat tersebut diantaranya adalah sebagai berikut (Suarli &
Bachtiar, 2009) :
a. Supervisi dapat meningkatkan efektifitas kerja. Peningkatan efektifitas
kerja ini erat hubungannya dengan peningkatan pengetahuan dan
keterampilan bawahan, serta makin terbinanya hubungan dan suasana
kerja yang lebih harmonis antara atasan dan bawahan.
b. Supervisi dapat lebih meningkatkan efesiensi kerja. Peningkatan efesiensi
kerja ini erat kaitannya dengan makin berkurangnya kesalahan yang
dilakukan bawahan, sehingga pemakaian sumber daya (tenaga, harta dan
sarana) yang sia-sia akan dapat dicegah.
Apabila kedua peningkatan ini dapat diwujudkan, sama artinya dengan
telah tercapainya tujuan suatu organisasi. Tujuan pokok dari supervisi ialah
menjamin pelaksanaan berbagai kegiatan yang telah direncanakan secara
benar dan tepat, dalam arti lebih efektif dan efesien, sehingga tujuan yang
telah ditetapkan organisasi dapat dicapai dengan memuaskan (Suarli &
Bachtiar, 2008).
Swansburg & Swansburg (1999) menyatakan bahwa tujuan supervisi
keperawatan antara lain:
1) Memperhatikan anggota unit organisasi disamping itu area kerja dan
pekerjaan itu sendiri.
2) Memperhatikan rencana, kegiatan dan evaluasi dari pekerjaannya.
3) Meningkatkan kemampuan pekerjaan melalui orientasi, latihan dan
bimbingan individu sesuai kebutuhannya serta mengarahkan kepada
kemampuan ketrampilan keperawatan (Supratman & Sudaryanto, 2008)
3. Sasaran supervisi
Sasaran yang harus dicapai dalam pelaksanaan supervisi antara lain:
pelaksanaan tugas keperawatan, penggunaan alat yang efektif dan ekonomis,
system dan prosedur yang tidak menyimpang, pembagian tugas dan
wewenang, penyimpangan / penyelewengan kekuasaan, kedudukan dan
keuangan (Suyanto, 2008). Setiap sasaran dan target dilaksanakan sesuai
dengan pola yang disepakati berdasarkan struktur dan hirearki tugas. Sasaran
atau objek dari supervisi adalah pekerjaan yang dilakukan oleh bawahan, serta
bawahan yang melakukan pekerjaan. Jika supervisi mempunyai sasaran
berupa pekerjaan yang dilakukan, maka disebut supervisi langsung,
sedangkan jika sasaran berupa bawahan yang melakukan pekerjaan disebut
supervisi tidak langsung. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan
kinerja pekerjaan yang dilakukan oleh bawahan (Suarli & Bachtiar, 2009)
4. Frekuensi pelaksanaan supervisi
Supervisi harus dilakukan dengan frekuensi berbeda. Supervisi yang
dilakukan hanya sekali bukanlah supervisi yang baik. Tidak ada pedoman
mengenai frekuensi supervisi, semua tergantung pada derajat kesulitan
pekerjaan. Menurut Nursalam (2008) dalam melakukan supervisi yang tepat,
supervisor harus dapat kapan dan apa yang harus dilakukan supervisi.
Sepanjang control supervisi penting, tergantung bagaiman staf melihatnya :
a. Over control. Control yang terlalu berlebihan akan merusak delegasi yang
diberikan sehingga staf tidak bisa memikul tanggung jawabnya.
b. Under control. Sebaliknya control yang kurang juga berdampak buruk
dimana staf tidak produktif dan berdampak secara signifikan terhadap
hasil yang diharapkan. Sehingga berikan kesempatan kepada staf untuk
berpikir dan menyelesaikan tugas nya.
5. Pelaksana supervisi
Supervisi dilaksanakan oleh orang-orang yang bertanggung jawab dan
mempunyai kemampuan dalam melaksanakan supervisi. Menurut Suarli &
Bachtiar (2009) syarat atau karakteristik yang harus dimiliki supervisor antara
lain :
a. Sebaiknya atasan langsung dari yang disupervisi atau apabila hal ini tidak
memungkinkan dapat ditunjuk staf khusus dengan batas-batas
kewenangan dan tanggung jawab yang jelas.
b. Pelaksana supervisi harus memiliki pengetahuan dan keterampilan yang
cukup untuk jenis pekerjaan yang disupervisi.
c. Pelaksana supervisi harus memiliki keterampilan melakukan supervisi,
artinya memahami prinsip-prinsip pokok serta tehnik supervisi.
d. Pelaksana supervisi harus memiliki sifat educative dan supportive, bukan
otoriter.
e. Pelaksana supervisi harus mempunyai waktu yang cukup, sabar, dan
selalu berupaya meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku
bawahan yang disupervisi.
Menurut Suyanto (2008) pelaksana supervisi antara lain :
1) Kepala ruangan
Bertanggung jawab untuk melakukan supervisi pelayanan keperawatan
yang diberikan pada pasien di ruang perawatan yang dipimpinnya.
Kepala ruangan mengawasi perawat pelaksana dalam memberikan
asuhan keperawatan baik secara langsung maupun tidak langsung.
2) Pengawas perawatan
Ruang perawatan dan unit pelayanan yang berada di bawah unit
pelaksana fungsional (UPF) mempunyai pengawas yang bertanggung
jawab mengawasi jalannya pelayanan keperawatan.
3) Kepala bidang keperawatan
Sebagai top manager dalam keperawatan, kepala bidang keperawatan
bertanggung jawab untuk melakukan supervisi baik secara langsung
atau tidak langsung melalui para pengawas perawatan.
6. Teknik supervisi
Menurut Azwar (1996) dalam Nursalam (2008) Untuk melaksanakan
supervisi yang baik, supervisi dapat dilakukan dengan dua teknik, yaitu :
a. Pengamatan langsung
Pengamatan langsung harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Untuk
itu ada beberapa hal lain yang harus diperhatikan.
1) Sasaran pengamatan. Pengamatan langsung yang tidak jelas
sasarannya dapat menimbulkan kebingungan. Untuk mencegah
keadaan yang seperti ini, maka pada pengamatan langsung perlu
ditetapkan sasaran pengamatan, yakni hanya ditujukan pada sesuatu
yang bersifat pokok dan strategis saja
2) Objektivitas pengamatan. Pengamatan langsung yang tidak
terstandardisasi dapat menggangu objektivitas. Untuk mencegah
keadaan yang seperti ini, maka diperlukan suatu daftar isi yang telah
dipersiapkan..
3) Pendekatan pengamatan. Pengamatan langsung sering menimbulkan
berbagai dampak dan kesan negatif, misalnya rasa takut dan tidak
senang, atau kesan menggangagu kelancaran pekerjaan. Sangat
dianjurkan pengamatan tersebut dapat dilakukan secara edukatif dan
suportif, bukan menunjukkan kekuasaan atau otoritas.
b. Kerjasama
Keberhasilan pemberian bantuan dalam meningkatkan kinerja bawahan
nya, perlu terjalin kerja sama antara yang di supervisi dengan supervisor.
Sehingga terjalin nya komunikasi yang baik di antara keduanya sangat
penting.
7. Model-model supervisi
Di beberapa negara maju terutama Amerika dan Eropa, kegiatan supervisi
klinik keperawatan dirumah sakit dilakukan dengan sangat sistematis. Peran
dan kedudukan perawat supervisor begitu penting. Peran supervisor dapat
menentukan apakah pelayanan keperawatan mencapai standar mutu atau
tidak. Penelitian Hyrkas dan Paunonen-Ilmonen (2001), membuktikan bahwa
supervisi klinik yang dilakukan dengan baik berdampak positif bagi
peningkatan mutu pelayanan. Model-model supervisi keperawatan klinik :
(Supratman & Sudaryanto, 2008)
a. Model developmental
Model ini diperkenalkan oleh Dixon pada rumah sakit mental dan
southern cost addiction technology transfer center tahun 1998. Model ini
dikembangkan dalam rumah sakit jiwa yang bertujuan agar pasien yang
dirawat mengalami proses perkembangan yang lebih baik. Maka semua ini
menjadi tugas utama perawat. Supervisor diberikan kewenangan untuk
membimbing perawat dengan tiga cara, yaitu change agent, counselor,
dan teacher. Kegiatan change agent bertujuan agar supervisor
membimbing perawat menjadi agen perubahan, kegiatan tersebut nantinya
ditransfer kepada pasien sehingga pasien memahami masalah kesehatan.
Kegiatan counselor dilakukan supervisor dengan tujuan membina,
membimbing, mengajarkan kepada perawat tentang hal-hal yang berkaitan
dengan tugas rutin perawat. Kegiatan teaching bertujuan mengenalkan dan
mempraktikkan ‘nursing practice’ yang sesuai dengan tugas perawat.
b. Model akademik
Model ini diperkenalkan oleh Farington di Royal College of Nursing UK
tahun 1995. Farington menyebutkan bahwa supervisi klinik dilakukan
untuk membagi pengalaman supervisor kepada para perawat sehingga ada
proses pengembangan kemampuan professional yang berkelanjutan.
Dilihat dari prosesnya, supervisi klinik merupakan proses formal dari
perawat professional untuk mendorong dan mengarahkan sehingga
pengetahuan dan kompetensi perawat dapat dipertanggungjawabkan
sehingga pasien mendapatkan perlindungan dan merasa aman selama
menjalani perawatan. Dalam model akademik proses supervisi klinik
meliputi tiga kegiatan, yaitu educative, supportive, managerial. Kegiatan
educative dilakukan dengan mengajarkan ketrampilan dan kemampuan.
Kegiatan supportive dilakukan dengan cara melatih perawat menggali
emosi ketika bekerja. Kegiatan managerial dilakukan dengan melibatkan
perawat dalam peningkatkan standar contoh standar operasional prosedur
yang sudah ada dikaji bersama kemudian diperbaiki hal-hal yang perlu.
c. Model experiential
Model ini diperkenalkan oleh Milne dan James di Newcastle University
UK dan Department of Health US tahun 2005 yang merupakan adopsi
penelitian Milne, Aylott dan Fitzpatrick. Dalam model ini disebutkan
bahwa kegiatan supervisi klinik keperawatan meliputi training dan
mentoring. Dalam kegiatan training, supervisor mengajarkan teknik-
teknik keperawatan tertentu yang belum dipahami perawat pelaksana.
Dalam kegiatan mentoring, supervisor lebih mirip seorang penasihat
dimana ia bertugas memberikan nasihat berkaitan dengan masalah-
masalah rutin sehari-hari. Kegiatan ini lebih mirip kegiatan supportive
dalam model akademik.
d. Model 4S
Model ini diperkenalkan oleh Page dan Wosket dari hasil penelitian di
Greater Manchester UK dan New York tahun 1995. Model supervisor ini
dikembangkan dengan empat strategi, yaitu Structure, Skills, Support dan
Sustainability. Dalam model ini, kegiatan structure dilakukan oleh
perawat tingkat lanjut dalam melakukan pengkajian dan asuhan pasien
dimana perawat yang dibina sekitar 6-8 orang perawat pemula. Tujuan
kegiatan ini adalah untuk mengembangkan pengalaman perawat dalam hal
konsultasi, fasilitasi dan assisting. Kegiatan skills dilakukan supervisor
untuk meningkatkan ketrampilan praktis. Kegiatan support dilakukan
dengan tujuan untuk akan kebutuhan keilmuan yang bersifat baru dan
terkini. Kegiatan sustainability bertujuan untuk tetap mempertahankan
pengalaman, ketrampilan, nilai-nilai yang telah dianut perawat. Kegiatan
ini dilakukan secara kontinyu dengan cara mentransfer pengalaman
supervisor kepada perawat pelaksana.
8. Kompetensi supervisor keperawatan
Kompetensi adalah suatu keadaan menjadi kompeten (mampu) untuk
memenuhi semua tuntutan atau mempunyai kemampuan / kapasitas.
Kompetensi juga merupakan kualitas pribadi / kemampuan untuk
melaksanakan tugas yang diperlukan. Sedangkan menurut Del Beuno dkk,
kinerja kompetensi adalah penerapan efektif dari pengetahuan dan
keterampilan dalam lingkungan kerja (Swansburg, 1999)
Seorang supervisor harus dapat menguasai beberapa kompetensi untuk
melaksanakan supervisi keperawatan. Menurut Bittel ( 1987) dalam
Nainggoalan (2010) kompetensi tersebut meliputi :
a. Kompetensi Pengetahuan
Merupakan pintu masuk seseorang untuk dapat bekerja dengan baik.
Seorang manajer akan lebih sukses bila dilandasi dengan pengetahuan
yang cukup.
b. Kompetensi Enterpreneurial
Kompetensi supervisor meliputi orientasi efisiensi suatu keinginan untuk
mendapatkan dan melakukan pekerjaan yang lebih baik. Efisiensi dapat
dicapai dengan cara menggunakan dan menggabungkan semua sumber
daya serta berupaya untuk mempunyai inisiatif, motivasi, dan bersedia
melakukan perbaikan.
c. Kompetensi intelektual
Kompetensi intelektual adalah bagaimana supervisor dapat berpikir logis.
Kemampuan ini dapat dilihat dari:
1) Kemampuan supervisor mencari penyebab dari suatu kejadian yang
meliputi kemampuan mengumpulkan informasi dan dapat
membedakan hal-hal diluar pola/konsep.
2) Keterampilan mendiagnosa yang mencakup kemampuan
mengaplikasikan konsep dan teori ke dalam situasi dan kondisi
kehidupan nyata.
(Danim, 2004 dalam Nainggolan, 2010) mengemukakan seorang
supervisor dapat melaksanakan supervisi dengan baik bila memahami ilmu
dan seni supervisi.
d. Kemampuan Sosioemosional
Kompetensi supervisor dalam hal emosi dan bersosialisasi mencakup :
Kepercayaan diri, mempunyai rasa percaya diri kuat sehingga dapat
mencapai tujuan.
1) Membantu mengembangkan rasa tanggung jawab.
2) Menanamkan kedisiplinan dan membantu memberikan nasehat pada
yang memerlukannya.
3) Kemampuan lainnya adalah persepsi obyektif yaitu kemampuan untuk
mengerti dan memahami walaupun dalam keadaan kontras, terutama
dalam situasi konflik, pengkajian diri yang akurat untuk bersedia dan
mau mengakui kekurangan maupun kelebihan yang dipunyainya,
adaptasi stamina yang mencakup mempunyai tingkat energi yang
tinggi dan mampu berfungsi secara efektif walaupun dalam keadaan
yang tidak menyenangkan.
Faktor yang sangat mempengaruhi keberhasilan supervisi adalah
hubungan kuat antara supervisor dan anggota yang di supervisi, kontrak dan
peran yang jelas, komitmen untuk bertemu secara berkala, tempat pertemuan
yang bebas dari gangguan, dan manajemen komitmen untuk menyediakan
waktu untuk proses supervisi klinik.
e. Kompetensi interpersonal
Kemampuan dalam berinteraksi dengan orang lain mencakup :
1) Kepercayaan diri yaitu mempunyai rasa percaya diri yang kuat
sehingga dapat mencapai tujuan.
2) Pengembangan diri meliputi; membantu pengembangan rasa tanggung
jawab, menanamkan kedisiplinan dan membantu memberikan nasehat
pada yang memerlukannya.
3) Memperhatikan dan mempelajari semua perilaku atau respon terhadap
kebijakan atau keputusan organisasi.
4) Mengelola proses kelompok dapat memberikan inspirasi, mampu
bekerja sama dan dapat mengkoordinasi semua kegiatan di dalam
kelompoknya.
Hasil penelitian Hasniaty (2002) menunjukkan kompetensi knowledge,
enterpreneurial, intelektual, emosi, dan interpersonal berhubungan secara
signifikan dengan kepuasan kerja perawat. Variabel kompetensi merupakan
variabel utama yang signifikan berhubungan dengan kepuasan kerja dan sub
variabel kompetensi intelektual dan emosi yang dominan berhubungan dengan
kepuasan kerja perawat pelaksana.
9. Prinsip supervisi
Prinsip pokok supervisi menurut Sualy & Bactiar (2009) dapat diuraikan
sebagai berikut :
a. Tujuan utama supervisi adalah untuk meningkatkan kinerja bawahan
bukan untuk mencari kesalahan. Peningkatan kerja dilakukan dengan
pengamatan langsung terhadap hasil pekerjaan bawahan, untuk
kemudian apabila ditemukan masalah, segera diberi petunjuk atau bantuan
untuk mengatasinya.
b. Untuk mencapai tujuan tersebut sifat supervisi harus edukatif dan suportif
bukan otoriter.
c. Supervisi harus dilakukan secara teratur dan berkala
d. Dalam pelaksanaan supervisi harus terjalin hubungan yang baik antara
yang di supervisi dan supervisor terutama dalam penyelesaian masalah
dan lebih mengutamakan kepentingan bawahan
e. Strategi dan tata cara pelaksanaan supervisi harus sesuai kebutuhan
bawahan masing-masing individu
f. Supervisi harus dilaksanakan secara fleksibel dan selalu di sesuaikan
dengan perkembangan.
10. Tugas dan fungsi supervisor
Tugas supervisor adalah mengusahakan seoptimal mungkin kondisi kerja
yang nyaman dan aman, efektif dan efisien. Tugas dan fungsi supervisor
menurut Suyanto (2008) sebagai berikut:
a. Mengorientasi staf dan pelaksana keperawatan terutama pegawai baru
b. Melatih staf dan pelaksana keperawatan
c. Memberikan pengarahan dalam pelaksana tugas agar menyadari, mengerti
terhadap peran, fungsi sebagai staf dan pelaksana asuhan keperawatan
d. Memberikan pelayanan bimbingan kepada pelaksana keperawatan dalam
memberikan asuhan keperawatan
Dalam keperawatan fungsi supervisi adalah untuk mengatur dan
mengorganisir proses pemberian pelayanan keperawatan menyangkut
pelaksanaan standar asuhan keperawatan. Seorang supervisor harus menyadari
fungsi nya dalam supervisi, antara lain :
1) Menilai dalam memperbaiki faktor-faktor yang mempengaruhi proses
pemberian pelayanan asuhan keperawatan
2) Mengkoordinasikan, menstimulasi dan mendorong ke arah peningkatan
kualitas asuhan keperawatan
3) Membantu (asistensing), memberi support (supporting), dan mengajak
untuk diikutsertakan (sharing)
11. Kegiatan rutin supervisor
Tugas-tugas rutin yang harus dilakukan oleh supervisor setiap harinya
menurut Bittel, (1987) dalam Mua (2011) adalah sebagai berikut:
a. Sebelum pertukaran shif dimulai (15 – 30 menit)
Kegiatan ini meliputi mengecek kecukupan fasilitas peralatan dan sarana
untuk hari itu dan mengecek jadwal kerja harian.
b. Pada waktu mulai pertukaran shif (15 – 30 menit)
Kegiatan pada saat ini adalah mengecek personil yang ada, menganalisis
keseimbangan personil dan pekerjaan, mengatur pekerjaan,
mengidentifikasi kendala yang muncul, dan mencari jalan supaya
pekerjaan dapat diselesaikan
c. Sepanjang hari dinas (6 -7 jam)
Selama dinas kegiatan supervisor meliputi; mengecek pekerjaan setiap
personil, mengarahkan (instruksi, mengoreksi atau memberikan latihan)
sesuai dengan kebutuhannya, mengecek kemajuan pekerjaan dari personil
sehingga dapat segera membantu apabila diperlukan, mengecek pekerjaan
rumah tangga, menciptakan kenyamanan kerja, terutama untuk personil
baru, berjaga-jaga di tempat apabila ada pertanyaan atau permintaan
bantuan, mengatur jadwal istirahat personil, mendeteksi dan mencatat
problem yang muncul pada saat itu dan mencari cara memecahkannya,
mengecek kembali kecukupan alat / fasilitas / sarana sesuai kondisi
operasional, mencatat fasilitas / sarana yang rusak kemudian
melaporkannya, dan mengecek adanya kejadian kecelakaan kerja.
d. Sekali dalam sehari (15 – 30 menit)
Mengobservasi satu personil atau area kerja secara kontinyu untuk 15
menit. Kegiatan supervisor adalah melihat dengan seksama hal-hal yang
mungkin terjadi seperti keterlambatan pekerjaan, lamanya mengambil
barang dan kesulitan pekerjaan.
e. Sebelum pulang ke rumah (15 menit)
Sebelum pulang dari dinas supervisor harus melakukan kegiatan,
membuat daftar masalah yang belum terpecahkan dan berusaha untuk
memecahkan persoalan tersebut keesokan harinya, pikirkan pekerjaan
yang telah dilakukan sepanjang hari dengan mengecek hasilnya,
kecukupan material dan peralatannya, lengkapi laporan harian sebelum
pulang, membuat daftar pekerjaan untuk keesokan harinya, membawa
pulang, dan mempelajarinya di rumah sebelum pergi bekerja kembali.
D. Kerangka Teori
Skema 2.1 : Kerangka Teori
Sumber modifikasi Nursalam, (2008), Ilyas, (2002), Depkes RI, (2001)
1. Faktor individu
kemampuan dan
keterampilan
latar belakang dan
demografi
2. Faktor organisasi
sumber daya
kepemimpinan
imbalan/penghargaan
struktur
desain pekerjaan supervisi
3. Faktor psikologis
persepsi
sikap kepribadian
belajar
motivasi
Kinerja perawat
pelaksana dalam
pendokumentasian
proses keperawatan 1. Pengkajian
2. Diagnosa
3. Perencanaan
4. Implementasi
5. Evaluasi
Karakteristik perawat :
Usia
Jenis kelamin
Status kawin
Pendidikan
Masa kerja
Pelayanan
keperawatan
yang bermutu
Standar asuhan
keperawatan
E. Kerangka Konsep
Skema 2.2 : Kerangka Konsep
F. Variabel Penelitian
Variabel adalah sebuah konsep yang dapat dibedakan menjadi dua yakni yang
bersifat kuantitatif dan kualitatif (Hidayat, 2009). Variabel juga mengandung
pengertian ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota-anggota suatu kelompok
yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok lain (Notoatmodjo, 2010)
Berdasarkan hubungan fungsional antara variabel-variabel satu dengan yang
lain, variabel dapat dibedakan menjadi dua yaitu variabel tergantung atau
dependent dan variabel bebas atau independent. Variabel dependent merupakan
variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat karena variabel bebas. Variabel ini
tergantung dari variabel bebas terhadap perubahan. Sedangkan variabel
independen merupakan variabel yang menjadi sebab perubahan. Variabel ini
dikenal dengan variabel bebas karena bebas dalam mempengaruhi variabel lain
(Hidayat, 2009)
Variabel pada penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu variabel bebas
(Independent) dan variabel terikat (Dependent).
1. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah persepsi perawat pelaksana tentang
kemampuan supervisi kepala ruang
2. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kinerja perawat dalam
pendokumentasian proses keperawatan.
Persepsi perawat pelaksana tentang
kemampuan supervisi kepala ruang
Kinerja perawat pelaksana dalam pendokumentasian
proses keperawatan
G. Hipotesis / pertanyaan penelitian
Hipotesis berasal dari kata hipo (lemah) dan tesis (pernyataan), yaitu suatu
pernyataan yang masih lemah dan membutuhkan pembuktian untuk menegaskan
apakah hipotesis tersebut dapat diterima atau harus ditolak, berdasarkan fakta atau
data empiris yang telah dikumpulkan dalam penelitian. Hipotesis juga merupakan
sebuah pernyataan tentang hubungan antara dua variabel atau lebih yang dapat
diuji secara empiris (Hidayat, 2009). Hipotesis merupakan suatu kesimpulan
sementara atau jawaban sementara dari rumusan masalah atau pertanyaan
penelitian (Notoatmodjo, 2010)
Berdasarkan kerangka konsep penelitian di atas, maka dapat dirumuskan
hipotesis penelitian ini sebagai berikut :
Ho : Tidak ada hubungan antara persepsi perawat pelaksana tentang
kemampuan supervisi kepala ruang dengan kinerja perawat dalam
pendokumentasian proses keperawatan di instalasi rawat inap rumah
sakit umum daerah kota semarang
Ha : Ada hubungan antara persepsi perawat pelaksana tentang kemampuan
supervisi kepala ruang dengan kinerja perawat dalam
pendokumentasian proses keperawatan di instalasi rawat inap rumah
sakit umum daerah kota semarang