BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kematangan Karir 1. Pengertian...
-
Upload
dinhkhuong -
Category
Documents
-
view
237 -
download
0
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kematangan Karir 1. Pengertian...
20
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kematangan Karir
1. Pengertian Kematangan Karir
Super (Winkel dan Hastuti, 2004), mengembangkan konsep kematangan
karir yang menunjuk pada keberhasilan seseorang menyelesaikan tugas
perkembangan karir yang khas bagi tahap perkembangan tertentu. Lebih lanjut
Super menambahkan bahwa indikasi relevan bagi kematangan karir adalah
misalnya kemampuan untuk membuat rencana, kerelaan untuk memikul tanggung
jawab, serta kesadaran akan segala faktor internal dan eksternal yang harus
dipertimbangkan dalam membuat pilihan jabatan atau memantapkan diri dalam
suatu jabatan. Menurut Komandyahrini dan Hawadi (2008), juga mengatakan
bahwa dalam perkembangan karir seseorang terdapat tugas-tugas perkembangan
karir yang harus dilalui seseorang. Keberhasilan dan kesiapan seseorang untuk
bernegosiasi dan membuat keputusan-keputusan karir sesuai dengan tahap
perkembangan karirnya.
Menurut Brown dan Brooks (dalam Komandyahrini dan Hawadi, 2008),
mendefinisikan kematangan karir sebagai kesiapan kognitif dan afektif dari
individu untuk mengatasi tugas-tugas perkembangan yang dihadapkan kepadanya,
karena perkembangan biologis dan sosialnya serta harapan dari orang-orang
dalam masyarakat yang telah mencapai tahapan perkembangan tertentu. Disisi
lain menurut Holland (dalam Gonzalez, 2008), mengatakan bahwa seseorang
21
dikatakan memiliki kematangan karir ketika orang tersebut mampu
memanifestasikan konsistensi, diferensiasi, dan keselarasan dalam tingkatan yang
tinggi ketika melakukan pemilihan karir.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan kematangan karir merupakan
keberhasilan individu untuk menjalankan tugas perkembangan karir sesuai dengan
tahap perkembangan yang sedang dijalani, kemampuan untuk membuat rencana,
kerelaan untuk memikul tanggung jawab, konsistensi, diferensiasi, dan
keselarasan ketika melakukan pemilihan karir dalam membuat keputusan karir.
2. Aspek-aspek Kematangan Karir
Crites (1981) mengemukakan sebagai dari studi longitudinal Inventori
Kematangan Karir (Career Maturity Inventory/CMI) tentang kematangan karir.
Inventori ini terdiri dari dua bagian, yaitu dimensi sikap dan dimensi kompetensi
yaitu:
a. Dimensi sikap
Skala sikap ditujukan untuk mengukur proses pilihan karir yang dipandang
sebagai kecenderungan tanggapan disposional bahwa individu terlibat secara
utuh dalam suatu pembuatan keputusan. Dimensi sikap meliputi keterlibatan
(involvement), kemandirian (independence), pengenalan (orientation),
penentuan (desiveness), dan kompromi (compromise).
b. Dimensi kompetensi
Dimensi kompetensi mengukur aspek pilihan karir yang sifatnya lebih
kognitif, terdiri dari pengukuran diri (self appraisal), informasi jabatan atau
22
pekerjaan (problem solving information), seleksi tujuan (goal setting),
perencanaan (planning) dan pemecahan masalah (problem solving).
Menurut Super (dalam Sharf, 2006), mendeskripsikan lima komponen
mayor dalam kematangan karir, yaitu:
a. Orientasi pada pemilihan karir (orientasi to vocational choice)
Komponen ini menyangkut pilihan karir dan penggunaan informasi kerja.
Dalam hal ini, seseorang menentukan pilihan karirnya secara pasti
berdasarkan pertimbangan dari informasi kerja yang dimilikinya.
b. Informasi dan perencanaan pekerjaan yang disukai (information and planing
about preferred occupation)
Komponen ini berkaitan dengan informasi spesifik yang dimiliki seorang
tentang pekerjaan yang akan dimasukinya. Seseorang mencari dan menggali
secara menyeluruh segala informasi yang berkaitan dengan pekerjaan yang
nantinya akan digeluti, sehingga dengan informasi yang dimiliki seseorang
dapat menyusun perencanaan untuk mencapai pilihan karirnya.
c. Konsistensi pilihan karir (consistency of vocational preference)
Komponen ini tidak hanya fokus pada konsistensi pilihan karir dari waktu-
kewaktu, tetapi juga konsistensi dalam bidang dan level kerja. Konsistensi
pilihan karir terlihat bila seseorang benar-benar yakin akan pilihan karirnya
dan tidak berubah-ubah dari waktu ke waktu.
d. Kristalisasi sifat (cristalization of traits)
Komponen ini mencakup tujuh indek sikap terhadap pekerjaan, komponen ini
juga mengindikasikan terbentuknya minat, karakteristik kepribadian dan
23
bakat yang relevan dengan pilihan karir. Dalam hal ini, sesorang akan
melakukan pemilihan karir atau pekerjaan yang dapat menjadi media untuk
mengekspresikan dirinya.
e. Kebijaksanaan pilihan karir (The wisdom of vocational preference)
Komponen ini terkait hubungan antara pilihan karir dengan kemampuan,
aktifitas, dan minat yang dimiliki. Jadi, dalam hal ini seseorang harus dapat
secara bijaksana menjatuhkan pilihan karir yang sesuai dengan kemampuan,
aktifitas, dan minat yang dimilikinya.
Berdasarkan pemaparan di atas aspek-aspek kematangan karir menurut
Super (dalam Sharf, 2006), mendeskripsikan lima komponen mayor dalam
kematangan karir yaitu orientasi pada pemilihan karir, informasi dan perencanaan
pekerjaan yang disukai, konsistensi pilihan karir, kristalisasi sifat, kebijaksanaan
pilihan karir dan menurut Crites (1981) mengemukakan inventori kematangan
karir terbagi menjadi dua bagian yaitu dimensi sikap dan dimensi kompetensi.
Dengan demikian aspek-aspek kematangan karir yang digunakan sebagai acuan
dalam penelitian ini adalah teori dari Super (dalam Sharf, 2006), mendeskripsikan
lima komponen mayor dalam kematangan vokasional yaitu orientasi pada
pemilihan karir, informasi dan perencanaan pekerjaan yang disukai, konsistensi
pilihan karir, kristalisasi sifat, kebijaksanaan pilihan karir. Peneliti memilih
menggunakan teori dari Super karena dapat mengungkap sikap dan perilaku
dalam memilih karir melalui tahapan-tahapan secara jelas yang menunjukkan
siswa memiliki kematangan karir.
24
3. Tugas-tugas Perkembangan Karir
Menurut Super (dalam Winkel, 1997), menjelaskan bahwa pada masa-
masa tertentu dalam hidupnya, seseorang dihadapkan pada tugas-tugas karir
tertentu, yaitu:
a. Perencanaan garis besar masa depan (Cristallization), usia 14-18 tahun
Tugas perkembangan karir pada masa ini terutama bersifat kognitif dengan
meninjau diri sendiri dan situasi hidupnya.
b. Penentuan (specification), usia 18-24
Tugas perkembangan karir yang harus diselesaikan pada masa ini adalah
mengarahkan diri ke bidang jabatan tertentu dan mulai memegang jabatan itu.
c. Pemantapan (estabilishment), usia 24-35
Pada tahapan ini tugas perkembangan karir yang harus diselesaikan seseorang
adalah untuk membuktikan bahwa dirinya mampu memangku jabatan yang
terpilih.
d. Pengakaran (consolidation) usia diatas 35
Tugas perkembangan karir pada tahapan ini lebih bercirikan pada pencapaian
status tertentu dan memperoleh senioritas.
Berdasarkan kriteria kematangan karir dalam penelitian ini, yaitu siswa
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) kelas XII dengan kisaran usia 17-18 tahun,
maka penelitian ini mengacu pada tugas perkembangan karir penentuan
(specification). Pada tahap ini seseorang dituntut untuk mampu mengarahkan dan
mengkhususkan diri pada pilihan jabatan tertentu. Dalam hal ini, siswa SMK
25
diharapkan sudah mampu menentukan pilihan karir atau program studi di
perguruan tinggi.
4. Faktor-faktor Kematangan Karir
Menurut Super (dalam Sharf, 2006) faktor-faktor yang mempengaruhi
kematangan karir yaitu:
a. Faktor bio-sosial
Faktor umur dan kecerdasan mempengaruhi dalam pencarian informasi yang
lebih spesifik, perencanaan pilihan karir, dan tanggung jawab terhadap pilihan
karir.
b. Faktor lingkungan
Faktor lingkungan baik lingkungan keluarga, lingkungan pekerjaan,
lingkungan sekolah, stimulus budaya mempengaruhi kematangan karir. Orang
tua, sekolah dan teman dapat menjadi penolong dalam perkembangan anak.
Pentingnya keluarga, teman dan sekolah pada proses pendewasaan dan
pembuatan keputusan serta masa depan karir (Ferry, 2006). Anak muda yang
mendapatkan dukungan dari sekolah, teman dan keluarga dapat membuat
keputusan dalam memilih karir. Dukungan sosial berpengaruh positif dalam
pemilihan dan perencanaan karir (Ferry, 2006). Dukungan sosial yang paling
baik adalah dukungan yang didapatkan dari keluarga (Rodin & Solovey
dalam Nashriyah dkk, 2014).
c. Kepribadian
Meliputi konsep diri, fokus kendali, bakat khusus, nilai atau norma dan tujuan
hidup. Konsep diri yang positif akan mengarahkan seseorang untuk dapat
26
memiliki kemandirian, mampu mengatasi permasalahan yang sedang
dialaminya, mampu merencanakan dan memutuskan apa yang baik mengenai
karir untuk dirinya di masa depan (Setyawati, 2005). Siswa yang sudah
mengenali bakat khususnya sejak dini akan lebih mudah untuk memutuskan
pilihan karirnya. Nilai-nilai atau norma pada lingkungan setempat akan
memiliki pengaruh saat siswa akan memutuskan pilihan karir (Purnamasari,
2012). Tujuan hidup yang sudah ditetapkan dengan jelas akan membuat siswa
lebih matang saat harus memutuskan karir yang sesuai dengan tujuan
hidupnya.
d. Vokasional
Kematangan karir individu berkorelasi positif dengan aspirasi vokasional
tingkat kesesuaian aspirasi dan ekspektasi karir.
e. Prestasi individu
Meliputi prestasi belajar, kebebasan, partisipasi di sekolah dan di luar
sekolah. Prestasi akademik yang tinggi akan membuat siswa membentuk
aspirasi karir yang mantap. Aspirasi karir yang mantap, akan membuat
individu lebih serius dalam mencari informasi mengenai karir dan
menyesuaikan antara kemampuan dan minat yang dimiliki dengan
pemahaman mengenai karir, sehingga akhirnya mampu membuat keputusan
karir yang tepat.
Menurut Seligmen (1994) menjelaskan beberapa faktor yang
mempengaruhi perkembangan karir individu dimana perkembangan karir akan
membentuk kematangan karir. Faktor-faktor tersebut adalah:
27
1. Faktor keluarga
Latar belakang keluarga berperan penting dalam kematangan karir seseorang.
Pengalaman masa kecil dimana role model yang paling signifikan adalah
orang tua, berikut latar belakang orang tua.
2. Faktor internal individu
Faktor individu memiliki pengaruh yang kuat pada perkembangan karir
seseorang, hal ini mencakup:
a. Self esteem atau harga diri merupakan evaluasi positif dan negatif tentang
diri sendiri yang dimiliki seseorang. Evaluasi ini memperlihatkan
bagaimana individu menilai dirinya sendiri dan diakui atau tidaknya
kemampuan dan keberhasilan yang diperolehnya. Penilaian tersebut
terlihat dari penghargaan mereka terhadap keberadaan dan keberartian
dirinya (Shahizan, 2003).
b. Self efficacy, merupakan keyakinan seseorang tentang kemampuan untuk
mencapai suatu hasil atau prestasi yang dapat mempengaruhi hidup
mereka (Bandura, 1997).
c. Locus of control adalah konsep yang menjelaskan persepsi individu
mengenai tanggung jawabnya atas kejadian-kejadian dalam hidupnya
(Larsen dan Buss 2008). Locus of control dikelompokkan menjadi dua
macam yakni internal locus of control dan eksternal locus of control.
Internal locus of control mempercayai bahwa peristiwa yang terjadi
sebagai hasil dari perilakunya. Sedangkan eksternal locus of control
menunjukkan adanya keyakinan bahwa peristiwa yang terjadi dalam
28
hidup adalah hasil dari kekuatan diluar dirinya seperti keberuntungan,
kesempatan, serta kekuasaan (Dillon & Kaur, 2005). Internal locus of
control penting dimiliki siswa, karena dengan keyakinan bahwa semua
pencapaian ditentukan oleh usaha, ketrampilan dan kemampuan, maka
siswa akan berusaha meningkatkan kemampuan dan ketrampilan yang
menjadi persyaratan karir (Nugraheni, 2012).
d. Keterampilan merupakan kecekatan, kecakapan atau kemampuan untuk
melakukan sesuatu dengan baik dan cermat atau dengan keahlian
(Poerwadharminta, 1996). Seseorang yang sudah mengetahui memiliki
ketrampilan tertentu akan dapat menentukan dan memilih karir dengan
tepat.
e. Minat merupakan keinginan yang besar terhadap sesuatu. Remaja yang
memiliki minat terhadap sesuatu akan terdorong untuk dapat melakukan
hubungan dengan hal tersebut begitu juga dalam hal karir atau pekerjaan
(Syah, 2005). Minat yang kuat terhadap sesuatu dapat mengarahkan
siswa dalam memilih karir sesuai dengan minat dan ketertarikan dalam
karir tertentu. Minat merupakan faktor penting yang mempengaruhi
keberhasilan karir. Minat berkaitan dengan bidang dan tingkat pilihan
karir (Nugraheni, 2012).
f. Bakat mengandung makna kemampuan bawaan yang masih bersifat
potensial atau laten dan memerlukan pengembangan lebih lanjut (Ali,
2004). Bakat khusus yang dimiliki dan sudah diketahui siswa dapat
mengarahkan siswa untuk dapat melakukan pemilihan karir tertentu
29
sesuai dengan bakat yang dimiliki. Setiap pekerjaan membutuhkan bakat
dan kemampuan khusus yang berbeda. Bakat sangat penting karena
memungkinkan individu untuk mencapai keberhasilan dalam bekerja
(Nugraheni, 2012).
g. Kepribadian, remaja akan melakukan refleksi terhadap sifat-sifat
kepribadiannya sehingga dapat lebih mengenal diri dan memperoleh
pemahaman diri (Winkel, 1997). Holland dan Roe (dalam Nugraheni,
2012) menyatakan bahwa individu akan memilih karir yang cenderung
sesuai dengan karakteristik kepribadian. Kepribadian meliputi sejumlah
dimensi yang relevan dengan perkembangan karir yaitu orientasi
interpersonal, nilai, motivasi, stabilitas dan kemauan untuk mengambil
resiko.
h. Usia, tingkat kematangan karir remaja bertambah seiring dengan
meningkatnya usia. Kematangan karir berjalan seiring dengan
bertambahnya usia dan mengalami dinamika yang penting pada masa
sekolah menengah (Crites dalam Barnes & Carter, 2002). Semakin
meningkat usia, maka kematangan karir semakin meningkat.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan faktor-faktor yang
mempengaruhi kematangan karir adalah faktor bio-sosial, faktor lingkungan yaitu
dukungan sosial, kepribadian, vokasional, prestasi individu. Faktor keluarga,
faktor internal mencakup mencakup self esteem, self expectation, self efficacy,
locus of control, ketrampilan, minat, bakat, kepribadian dan usia.
30
Peneliti tertarik untuk mengetahui lebih lanjut pengaruh internal locus of
control dan dukungan sosial keluarga terhadap kematangan karir siswa. Internal
locus of control merupakan persepsi yang menganggap terjadinya suatu peristiwa
baik positif maupun negatif merupakan konsekuensi dari apa yang telah
dilakukan, sehingga dengan keyakinan bahwa semua pencapaian ditentukan oleh
usaha, ketrampilan dan kemampuan, maka siswa akan berusaha meningkatkan
kemampuan dan ketrampilan yang menjadi persyaratan karir sehingga siswa
memiliki kematangan karir. Individu dengan kecenderungan internal locus of
control akan aktif mencari informasi dan pengetahuan terkait dengan situsai yang
sedang dijalani (Rotter dalam Fredman dan Schustack, 2006). Hasil penelitian
oleh Suryanti ddk (2012) menunjukkan ada hubungan positif antara internal locus
of control dengan kematangan karir. Penelitian oleh Dhilon & Kaur (2005)
tentang kematangan karir pada anak sekolah di SMA di Amritsar, menunjukkan
hasil ada hubungan positif antara internal locus of control dengan kematangan
karir.
Berdasarkan hasil wawancara dilapangan ditemukan bahwa siswa belum
memiliki usaha untuk menentukan masa depannya terutama dalam hal karir.
Siswa juga belum mendapatkan infrormasi dan bantuan dari keluargnya mengenai
karir, Sehingga siswa belum mampu untuk memilih karir yang akan di pilih
setelah lulus sekolah. Dukungan sosial keluarga merupakan bantuan yang
diberikan ayah, ibu, dan kerabat sehingga individu merasa diperhatikan, dicintai,
dihargai dan dipercayai. Bantuan yang diberikan berupa instrumental, informasi,
emosional dan penilaian, akan dapat mempengaruhi siswa dalam orientasi
31
pemilihan karir, perencanaan, konsisten dalam memilih karir dan kebijaksaan
ketika memilih karir sehingga siswa dapat mencapai kematangan karir sesuai
usianya. Dukungan sosial berpengaruh positif dalam pemilihan dan perencanaan
karir (Ferry, 2006). Dukungan sosial yang paling baik adalah dukungan yang
didapatkan dari keluarga (Rodin & Solovey dalam Nashriyah dkk, 2014).
Penelitian oleh Nashriyah dkk (2014), menunjukkan ada hubungan dukungan
sosial keluarga dengan kematangan karir mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP
UNS. Dukungan sosial keluarga berpengaruh pada kematangan karir mahasiswa.
B. Internal Locus of Control
1. Pengertian Internal Locus of Control
Menurut Rotter (Sarason, 1985) Locus of control merupakan salah satu
variabel kepribadian yang didefinisikan sebagai keyakinan individu terhadap
mampu tidaknya mengontrol nasib (destiny) sendiri. Dillon & Kaur (2005)
menyebutkan bahwa locus of control merupakan sebuah bagian dari kepribadian
individu yang menjelaskan mengenai pengelompokkan individu berdasarkan
derajat kepercayaan individu untuk mengontrol peristiwa yang terjadi dalam
hidupnya. Larsen & Buss (2008) mengatakan bahwa locus of control adalah
sebuah konsep yang menggambarkan persepsi seseorang mengenai
tanggungjawabnya atas peristiwa yang terjadi dalam hidupnya.
Locus of control dikelompokkan menjadi dua macam yakni internal locus
of control dan eksternal locus of control. Internal locus of control merupakan
tingkat kepercayaan terhadap kontrol mereka atas kejadian dalam kehidupan
32
mereka. Eksternal locus of control menunjukkan adanya keyakinan bahwa
peristiwa yang terjadi dalam hidup adalah hasil dari kekuatan diluar dirinya
seperti keberuntungan, kesempatan, serta kekuasaan (Dillon & Kaur, 2005).
Menurut Lefcourt (dalam Smet, 1994) menjelaskan bahwa locus of control
mengacu pada derajat dimana individu memandang peristiwa-peristiwa dalam
kehidupannya sebagai konsekuensi perbuatannya, dengan demikian individu yang
dapat mengontrol peristiwa yang terjadi dalam dirinya (internal control), atau
sebagai sesuatu yang tidak berhubungan dengan perilakunya sehingga diluar
control peribadinya (eksternal control). Sehingga peristiwa yang terjadi karena
perilaku dari dirinya dan diluar kontrol dirinya.
Robbins dan Judge (2007) mendefinisikan locus of control sebagai tingkat
dimana individu yakin bahwa diri pribadi dan lingkungan adalah penentu nasib.
Locus of control terbagi menjadi dua yaitu internal locus of control adalah
individu yang yakin bahwa mereka merupakan pemegang kendali atas apapun
yang terjadi pada diri mereka, sedangkan eksternal locus of control adalah
individu yang yakin bahwa apapun yang terjadi pada diri mereka dikendalikan
oleh kekuatan luar seperti keberuntungan dan kesempatan.
Siagian (2004) menegaskan bahwa orang yang bersifat eksternal
berpendapat bahwa dirinya hanyalah merupakan poin dalam peraturan nasib.
Artinya orang yang eksternal berpendapat bahwa nasibnya ditentukan oleh
kekuatan diluar dirinya. Larsen & Buss (2008) menambahkan bahwa orang yang
cenderung memiliki eksternal locus of control akan berpandangan bahwa semua
hal yang terjadi disebabkan oleh nasib, keberuntungan atau kesempatan.
33
Internal locus of control mempunyai suatu ekspektasi berupa persepsi
yang menganggap terjadinya suatu peristiwa baik positif maupun negatif
merupakan konsekuensi dari apa yang telah dilakukan (Lefcourt, 1982). Siagian
(2004) menegaskan bahwa orang yang “internal” pada dasarnya berpandangan
bahwa dirinya yang menjadi tuan dari nasibnya. Larsen & Buss (2008)
menambahkan bahwa orang dengan internal locus of control yang tinggi percaya
bahwa hasil tergantung pada usaha mereka sendiri.
Internal locus of control merupakan salah satu orientasi dari locus of
control di mana individu menganggap bahwa peristiwa yang dialami terjadi
karena tindakan individu itu sendiri. Menurut Lefcourt (dalam Smet, 1994)
internal locus of control adalah keyakinan individu mengenai peristiwa yang
berpengaruh dalam kehidupannya akibat tingkah lakunya sehingga dapat
mengontrol. Pendapat tersebut didukung oleh Sarafino (1990) yang menyatakan,
individu dengan internal locus of control yakin bahwa kesuksesan dan kegagalan
yang terjadi dalam hidup tergantung pada diri sendiri.
Internal locus of control adalah keyakinan individu terhadap segala
sesuatu yang terjadi pada dirinya, karena faktor dari dalam diri, kemampuan,
minat dan usaha dalam diri individu akan mempengaruhi keberhasilan individu
itu. Orang dengan internal locus of control lebih berorientasi pada keberhasilan
karena menganggap perilaku mereka dapat menghasilkan efek positif dan juga
mereka lebih cenderung tergolong high-achiever (Phares dalam Widyastuti &
Arini. 2015).
34
Individu yang kecenderungan dengan internal locus of control memiliki
keyakinan bahwa kejadian yang dialami merupakan akibat dari perilakunya dan
tindakannya sendiri. Hal ini membuatnya mampu memiliki kendali yang baik
terhadap perilakunya sendiri, cenderung dapat mempengaruhi orang lain, yakin
bahwa usahanya dapat berhasil. Individu dengan kecenderungan internal locus of
control akan aktif mencari informasi dan pengetahuan terkait dengan situsai yang
sedang dijalani (Rotter dalam Fredman dan Schustack, 2006).
Penelitian yang dilakukan Zulkaidam (2007), terdapat hubungan positif
antara internal locus of control dengan kematangan karir. Individu dengan
internal locus of control ketika dihadapkan oleh pemilihan karir maka akan
melakukan usaha untuk mengenal diri, mencari tahu tentang pekerjaan, langkah-
langkah pendidikan, serta mengatasi masalah yang dialami.
Berdasarkan definisi yang telah diberikan oleh beberapa ahli di atas, dapat
dijelaskan bahwa internal locus of control sebagai kemampuan dan keyakinan
individu terhadap mampu tidaknya mengontrol nasib (destiny) sendiri.
2. Aspek-aspek internal Locus of Control
Levenson (dalam Legerski, 2006) menyatakan bahwa terdapat tiga dimensi
dalam Internal locus of control, yakni:
a. Internal (I), berupa keyakinan individu bahwa dirinya dapat mengendalikan
hidupnya sendiri.
b. Exsternal powerful others (P), berupa keyakinan bahwa peristiwa yang terjadi
dalam hidupnya ditentukan oleh kekuatan orang lain.
35
c. Exsternal chance (C), berupa keyakinan bahwa peristiwa yang terjadi dalam
hidupnya ditentukan oleh adanya kesempatan, keberuntungan, takdir.
Wolfgang dan Weiss’s (dalam Clachar, 1992) menjelaskan bahwa terdapat
dua dimensi dalam locus of control, yaitu:
a. Locus of personal control direfleksikan sebagai kepercayaan individu
terhadap kompetensi serta efikasi diri. Locus of personal control terdiri dari
locus of personal control yang berorientasi internal dan locus of personal
control yang berorientasi eksternal. Locus of personal control yang
berorientasi internal ditandai dengan keyakinan akan efikasi diri, sedangkan
locus of personal control yang berorientasi eksternal ditandai dengan
keyakinan pada kesempatan, keberuntungan.
b. Locus of responsibility digunakan untuk mengukur tingkat tanggung jawab
individu terhadap peristiwa yang terjadi dalam hidupnya. Locus of
responsibility terdiri dari locus of responsibility yang berorientasi internal dan
locus of responsibility yang berorientasi eksternal. Locus of responsibility
yang berorientasi internal ditandai dengan keyakinan adanya hubungan yang
kuat antara usaha, kerja keras dengan kesuksesan yang dicapai, sedangkan
locus of responsibility yang berorientasi eksternal ditandai dengan keyakinan
bahwa sosial, politik, ekonomi adalah kekuatan dan pembentuk nasib
individu.
Menurut hasil penelitian Rotter (Sarason & Sarason, 1985) mengenai pusat
kendali (internal locus of control) diperoleh karakteristik sebagai berikut :
36
a. Kontrol, yaitu keyakinan individu bahwa peristiwa hidupnya (baik
ganjaran/hukuman) adalah hasil dari faktor internal (kontrol personal).
Memiliki keyakinan bahwa prestasi atau keberhasilan yang diraih atas usaha
yang dilakukan.
b. Mandiri, yaitu usaha individu untuk mencapai suatu tujuan atau hasil,
percaya dengan kemampuan dan ketrampilannya sendiri. Individu memiliki
keyakinan dengan kemampuan yang dimiliki mampu meraih tujuan yang
telah ditetapkann sendiri sehingga mencapai keberhasilan.
c. Tanggung jawab, yaitu kesedian individu untuk menerima segala sesuatu
sebagai akibat dari sikap atau tingkah lakunya sendiri, serta berusaha
memperbaiki sikap atau tingkah lakunya agar mencapai hasil yang lebih baik
lagi. Misalnya, Individu selalu mengevaluasi peristiwa yang terjadi dalam
hidupnya, baik positif maupun negative, serta memperbaiki kearah yang lebih
baik.
d. Ekspektancy, yaitu penilaian subyektif individu atau keyakinan bahwa
konsekuensi positif (reward) akan diperoleh pada situasi tertentu sebagai
imbalan tingkah lakunya. Ekspektancy ini dipengaruhi oleh pengalaman
keberhasilan atau kegagalan di masa lalu.
Berdasarkan uraian beberapa ahli di atas, menurut Levenson (dalam
Legerski, 2006) menyatakan bahwa terdapat tiga dimensi dalam Internal locus of
control, yakni Internal (I), Exsternal powerful others (P), Exsternal chance (C).
Menurut Wolfgang dan Weiss’s (dalam Clachar, 1992) menjelaskan bahwa
terdapat dua dimensi dalam locus of control, yaitu Locus of personal control dan
37
Locus of responsibility. Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengukur internal
locus of control yang dimiliki siswa secara mendalam yang dapat memberikan
gambaran internal locus of control siswa, maka penelitian ini dalam pembuatan
alat ukur internal locus of control mengacu pada karakteristik dari teori Rotter
(Sarason & Sarason, 1985) yaitu kontrol, mandiri, tanggung jawab, ekspektancy.
Karakteristik tersebut digunakan karena lebih komprehensif dan dapat
menggambarkan internal locus of control pada siswa dengan berbagai latar
belakang, status sosial ekonomi, jenis kelamin dan usia.
C. Dukungan Sosial Keluarga
1. Pengertian Dukungan Sosial Keluarga
Dukungan menurut Chaplin (2002) adalah menyediakan sesuatu untuk
memenuhi kebutuhan orang lain, serta memberikan dorongan atau semangat dan
nasehat kepada orang lain dalam satu situasi dalam mengambil keputusan. Effendi
dan Tjahjono (1999) dukungan sosial sebagai transaksi interpersonal yang
diperoleh dari orang lain berupa bantuan yang diperlukan. Baron dan Byrne
(1997) bahwa dukungan sosial merupakan perasaan nyaman baik fisik ataupun
psikologis yang disediakan oleh teman maupun anggota keluarga.
Cohen dan Syme (1996) mendefinisikan dukungan sosial sebagai suatu
keadaan bermanfaat atau menguntungkan yang diperoleh individu dari orang lain
yang berasal dari hubungan struktur sosial yang meliputi keluarga dan teman atau
lembaga pendidikan yang berupa dukungan emosi, informasi, penilaian dan
instrumental. Cobb, dkk (dalam Sarafino, 1997) mendefinisikan dukungan sosial
38
sebagai adanya kenyamanan, perhatian, penghargaan atau menolong orang dengan
sikap menerima kondisinya, dukungan sosial tersebut diperoleh dari individu
maupun kelompok. Sarason (Effendi dan Tjahjono, 1999) dukungan sosial dapat
berupa pemberian informasi, pemberian bantuan tingkah laku atau materi yang
didapat dari hubungan sosial yang akrab atau hanya disimpulkan dari keberadaan
mereka yang membuat individu merasa diperhatikan bernilai dan dicintai.
House (dalam Smet, 1994) juga mengatakan bahwa dukungan sosial
adalah kenyamanan, bantuan atau informasi yang diterima individu melalui
kontak formal dengan individu atau kelompok. Rook (dalam Smet, 1994)
menganggap dukungan sosial sebagai satu di antara fungsi pertalian atau ikatan
sosial. Menurut Gottlieb (dalam Smet, 1994) dukungan sosial terdiri dari
informasi atau nasehat verbal dan non-verbal, bantuan nyata, atau tindakan yang
diberikan oleh keakraban sosial atau didapat karena kehadiran mereka dan
mempunyai manfaat emosional atau efek perilaku bagi pihak penerima. Dukungan
sosial dapat bersumber dari orang-orang yang memiliki hubungan yang berarti
bagi individu seperti keluarga, teman dekat, maupun tetangga terdekat dari rumah.
Dukungan sosial keluarga merupakan dukungan dari orang tua dengan
memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat mengembangkan kemampuan
yang dimilikinya. Belajar mengambil inisiatif, mengambil keputusan dan
mengenai apa yang ingin dilakukan dan belajar mempertanggungjawabkan segala
perbuatannya (Santrock, 2003). Dukungan sosial keluarga adalah melindungi,
kesehatan, kesejahteraan, hak-hak individu dalam keluarga serta menjamin anak
agar mendapatkan proses pendidikan yang baik. fokus dari dukungan keluarga
39
adalah mendukung kehidupan anak, baik dalam biang sosial, psikologis, dan
perkembangan pendidikan (Giligan dalam Arifiati, 2013).
Dukungan sosial keluarga adalah pemberian perasaan nyaman baik fisik
maupun psikologis yang berupa pemberian perhatian, informasi atau nasihat, rasa
dihargai dan dicintai yang berbentuk verbal dan nonverbal yang diberikan oleh
keluarga, ayah, ibu, kaum kerabat (kakak, adik, kakek, nenek, sepupu, paman,
bibi) atau orang seisi rumah kepada individu (Nashriyah dkk, 2014).
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial keluarga
merupakan bantuan yang diterima individu dari ayah, ibu, dan kerabat sehingga
individu merasa diperhatikan, dicintai, dihargai dan dipercayai. Bantuan yang
diberikan berupa instrumental, informasi, emosional dan penilaian.
2. Aspek-aspek Dukungan Sosial Keluarga
Menurut House dan Kahn (Sarafino, 1997) aspek-aspek dukungan sosial
terdiri dari:
a. Dukungan emosional adalah penghargaan, cinta dan kasih sayang,
kepercayaan, perhatian dan kesediaan mendengarkan terhadap seseorang
berupa ungkapan empati, kepedulian dan afeksi.
b. Dukungan informative adalah dukungan yang berguna untuk mempermudah
dalam menjalani hidupnya dan memberikan informasi berupa nasihat,
petunjuk saran dan umpan balik.
c. Dukungan alat adalah dukungan sarana untuk menolong remaja, berupa
bantuan langsung yang berupa dukungan nyata berupa material seperti uang
dan alat.
40
d. Dukungan penghargaan adalah dukungan dalam bentuk penguatan dan
perbandingan sosial serta umpan balik yang diterima remaja, berupa
ungkapan hormat (penghargaan) positif, dorongan untuk maju atau
persetujuan tentang perasaan remaja, dukungan ini dapat membantu remaja
dalam mengembangkan kepribadian dan meningkatkan identitas diri.
Menurut Weiss (Kuntjoro, 2002) mengemukakan adanya 6 (enam)
komponen dukungan sosial yang disebut sebagai “The Social Provision Scale”,
dimana masing-masing komponen dapat berdiri sendiri-sendiri, namun satu sama
lain saling berhubungan. Adapun komponen-komponen tersebut adalah :
a. Kerekatan emosional (Emotional Attachment). Jenis dukungan sosial
semacam ini memungkinkan seseorang memperoleh kerekatan (kedekatan)
emosional sehingga menimbulkan rasa aman bagi yang menerima.
b. Integrasi sosial (Social Integration). Jenis sosial semacam ini memungkinkan
seseorang memperoleh perasaan memiliki suatu kelompok yang
memungkinkannya untuk membagi minat, perhatian serta melakukan
kegiatan yang sifatnya rekreatif secara bersama-sama.
c. Adanya pengakuan (Reanssurance of Worth). Dukungan sosial jenis ini
seseorang mendapat pengakuan atas kemampuan dan keahliannya serta
mendapat penghargaan dari orang lain atau lembaga.
d. Ketergantungan yang dapat diandalkan (Reliable Reliance). Seseorang
mendapat dukungan sosial berupa jaminan bahwa ada orang yang dapat
diandalkan bantuannya ketika seseorang membutuhkan bantuannya.
41
e. Bimbingan (Guidance). Dukungan sosial jenis ini adalah berupa adanya
hubungan kerja ataupun hubungan sosial yang memungkinkan individu
mendapatkan informasi, saran, atau nasehat yang diperlukan dalam
memenuhi kebutuhan dan mengatasi permasalahan yang dihadapi.
f. Kesempatan untuk mengasuh (Opportunity for Nurturance). Jenis dukungan
sosial ini memungkinkan seseorang untuk memperoleh perasaan bahwa orang
lain tergantung padanya untuk memperoleh kesejahteraan.
Dukungan sosial didefinisikan Smet (1994) sebagai transaksi interpersonal
yang melibatkan satu atau lebih aspek-aspek berikut ini:
a. Dukungan Emosional. Yaitu mencakup ungkapan empati, kepedulian dan
perhatian terhadap orang yang bersangkutan. Misalnya, siswa yang
mendapatkan perhatian dan kepedulian dari keluarga mengenai perencanaan
dan pemilihan pekerjaan akan membantu siswa dalam menetapkan pilihan
karir.
b. Dukungan Penghargaan. Terjadi lewat ungkapan hormat (penghargaan)
positif bagi orang itu, dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan atau
perasaan individu, dan perbandingan positif orang itu dengan orang lain.
Misalnya, siswa yang mendapat pujian dan umpan balik dari keluarga
mengenai karir akan meningkatkan percayaan diri dalam pemilihan karir.
c. Dukungan Instrumental. Yaitu mencakup bantuan langsung untuk
mempermudah perilaku yang secara langsung menolong individu. Misalnya
bantuan benda, pekerjaan, dan waktu. contoh, memberi berbagai brosur
mengenai informasi pekerjaan.
42
d. Dukungan Informatif. Yaitu mencakup pemberian nasehat, saran-saran, atau
umpan balik. Misalnya, Keluarga memberikan nasehat mengenai
pengambilan keputusan untuk masa depan saya terutama pemilihan
pekerjaan.
Berdasarkan uraian beberapa ahli di atas dapat disimpulkan aspek-aspek
dukungan sosial menurut House dan Kahn (Sarafino, 1997) adalah dukungan
emosional, dukungan informatif, dukungan alat dan dukungan penghargaan.
Menurut Weiss (Kuntjoro, 2002) enam komponen dalam dukungan sosial yaitu
kerekatan emosional, integrasi sosial, adanya pengakuan, ketergantungan yang
dapat diandalkan, bimbingan, dan kesempatan untuk mengasuh. Dalam penelitian
ini peneliti ingin mendapatkan gambaran dukungan sosial yang diperoleh siswa
dari keluarga, maka dalam pembuatan alat ukur dukungan sosial keluarga
mengacu pada aspek dari teori Smet (1994) yaitu, dukungan emosional, dukungan
informative, dukungan instrumental dan dukungan penghargaan yang akan
dijadikan sebagai acuan pembuatan alat ukur. Aspek-aspek dukungan sosial dari
teori smet (1994) digunakan sebagai acuan alat ukur karena lebih komprehensif
dan dapat menggambarkan dukungan sosial keluarga yang diterima berupa
dukungan emosional, dukungan informative, dukungan instrumental dan
dukungan penghargaan dari keluarga siswa dengan berbagai latar belakang, status
sosial ekonomi, jenis kelamin dan usia.
D. Hubungan Antara Internal Locus of Control dengan Kematangan Karir
Perkembangan karir seseorang terdapat tugas-tugas perkembangan karir
yang harus dilalui seseorang. Keberhasilan dan kesiapan seseorang untuk
43
bernegosiasi dan membuat keputusan-keputusan karir sesuai dengan tahap
perkembangan karirnya (Komandyahrini dan Hawadi, 2008). Kematangan karir
sebagai kesiapan kognitif dan afektif dari individu untuk mengatasi tugas-tugas
perkembangan yang dihadapkan kepadanya, karena perkembangan biologis dan
sosialnya serta harapan dari orang-orang dalam masyarakat yang telah mencapai
tahapan perkembangan tertentu (Brown dan Brooks dalam Komandyahrini dan
Hawadi, 2008). Disisi lain menurut Holland (Gonzalez, 2008), mengatakan bahwa
seseorang dikatakan memiliki kematangan karir ketika orang tersebut mampu
memanifestasikan konsistensi, diferensiasi, dan keselarasan dalam tingkatan yang
tinggi ketika melakukan pemilihan karir.
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kematangan karir adalah locus
of control. Dillon & Kaur (2005) menyebutkan bahwa locus of control merupakan
sebuah bagian dari kepribadian individu yang menjelaskan mengenai
pengelompokkan individu berdasarkan derajat kepercayaan individu untuk
mengontrol peristiwa yang terjadi dalam hidupnya.
Internal locus of control merupakan salah satu orientasi dari locus of
control di mana individu menganggap bahwa peristiwa yang dialami terjadi
karena tindakan individu itu sendiri. Menurut Lefcourt (dalam Smet, 1994)
internal locus of control adalah keyakinan individu mengenai peristiwa-peristiwa
yang berpengaruh dalam kehidupannya akibat tingkah lakunya sehingga dapat
dikontrol.
Menurut hasil penelitian Rotter (Sarason & Sarason, 1985) mengenai
internal locus of control diperoleh karakteristik sebagai berikut: Kontrol, yaitu
44
individu mempunyai keyakinan bahwa peristiwa hidupnya (baik
ganjaran/hukuman) adalah hasil dari faktor internal (kontrol personal). Ketika
individu memiliki kemampuan dalam kontrol pribadi, maka individu akan lebih
bertanggung jawab atas pilihan karirnya (kebijaksanaan pilihan karir). Mandiri,
yaitu individu dalam usahanya untuk mencapai suatu tujuan atau hasil, percaya
dengan kemampuan dan ketrampilannya sendiri. Individu akan mencari dan
menggali secara menyeluruh segala informasi yang berkaitan dengan pekerjaan
yang nantinya akan digeluti, sehingga dengan informasi yang dimiliki seseorang
dapat menyusun perencanaan untuk mencapai pilihan karirnya. Individu yang
memiliki kemandirian akan mampu membuat perencanaan dan memutuskan karir
terbaik untuk dirinya (Informasi dan perencanaan pekerjaan yang disukai).
Menurut Roter (Sarason & Sarason, 1985) aspek-aspek internal locus of
control mencakup tanggung jawab, yaitu individu memiliki kesediaan untuk
menerima segala sesuatu sebagai akibat dari sikap atau tingkah lakunya sendiri,
serta berusaha memperbaiki sikap atau tingkah lakunya agar mencapai hasil yang
lebih baik lagi. Individu yang memiliki rasa tanggung jawab tidak hanya fokus
pada konsistensi pilihan karir dari waktu-kewaktu, tetapi juga konsistensi dalam
bidang dan level kerja. Dengan tanggung jawab seseorang benar-benar yakin
akan pilihan karirnya dan tidak berubah-ubah dari waktu ke waktu (konsistensi
pilihan karir). Ekspektancy, yaitu individu mempunyai penilaian subyektif atau
keyakinan bahwa konsekuensi positif (reward) akan diperoleh pada situasi
tertentu sebagai imbalan tingkah lakunya. Ekspektancy ini dipengaruhi oleh
pengalaman keberhasilan atau kegagalan di masa lalu. Berdasarkan pengalaman
45
yang sudah dilalui, individu cenderung sudah lebih mampu untuk menilai
kemampuan dan aktifitas yang disukai dan tidak disukai. Dalam hal ini individu
akan lebih bijaksana dalam menjatuhkan pilihan karir yang sesuai dengan
kemampuan, bakat, aktifitas dan minat yang dimilikinya (kebijaksanaan pilihan
karir). Siswa yang memiliki internal locus of control mempunyai gambaran
realistis dengan bakat serta kemampuan berinteraksi dengan lingkunganya.
Pemahaman mengenai bakat yang dimiliki serta kemampuan yang baik dalam
berinteraksi dengan lingkungan memungkinkan siswa dalam mencapai
kematangan karir. (Coertse dan schrepers, 2004).
Khan (Dillon dan Kaur, 2005 ) menemukan score kematangan karir yang
tinggi berhubungan dengan internal locus of control. Nilai pada semua pelajar
juga menunjukkan bahwa internal locus of control lebih kondusiv dalam
pembentukan kematangan karir dari pada eksternal locus of control. Mullis dan
Mullis (1997) menemukan siswa Sekolah Menengah Atas dengan skore yang
tinggi pada self esteem dan internal locus of control menunjukkan kematangan
karir.
Berdasarkan pemaparan di atas senada dengan Penelitian oleh Suryanti
ddk (2012) yang menunjukkan ada hubungan antara internal locus of control dan
konsep diri dengan kematangan karir pada siswa kelas XI SMK Negeri 2
surakarta. Hasil penelitian juga menunjukkan ada hubungan positif antara internal
locus of control dengan kematangan karir, sumbangan efektif internal locus of
control dengan kematang karir sebesar 42,5%.
46
E. Hubungan Antara Dukungan Sosial Keluarga dengan Kematangan
Karir
Super (Winkel dan Hastuti, 2004), mengembangkan konsep kematangan
karir yang menunjuk pada keberhasilan seseorang menyelesaikan tugas
perkembangan vokasional yang khas bagi tahap perkembangan tertentu. Lebih
lanjut Super menambahkan bahwa indikasi relevan bagi kematangan vokasioanal
adalah misalnya kemampuan untuk membuat rencana, kerelaan untuk memikul
tanggung jawab, serta kesadaran akan segala faktor internal dan eksternal yang
harus dipertimbangkan dalam membuat pilihan jabatan atau memantapkan diri
dalam suatu jabatan.
Brown dan Brooks (dalam Komandyahrini dan Hawadi, 2008)
kematangan karir sebagai kesiapan kognitif dan afektif dari individu untuk
mengatasi tugas-tugas perkembangan yang dihadapkan kepadanya, karena
perkembangan biologis dan sosialnya serta harapan dari orang-orang dalam
masyarakat yang telah mencapai tahapan perkembangan tertentu. Disisi lain
Holland (dalam Gonzalez, 2008), mengatakan bahwa seseorang dikatakan
memiliki kematangan karir ketika orang tersebut mampu memanifestasikan
konsistensi, diferensiasi, dan keselarasan dalam tingkatan yang tinggi ketika
melakukan pemilihan karir.
Salah satu faktor yang mempengaruhi kematangan karir adalah dukungan
sosial keluarga. Dukungan sosial keluarga adalah pemberian perasaan nyaman
baik fisik maupun psikologis yang berupa pemberian perhatian, informasi atau
nasihat berbentuk verbal dan nonverbal rasa dihargai dan dicintai yang diberikan
47
oleh keluarga, ayah, ibu, kaum kerabat (kakak, adik, kakek, nenek, sepupu,
paman, bibi) atau orang seisi rumah kepada individu (Nashriyah dkk, 2014).
Menurut Sarason (Effendi dan Tjahjono, 1999) dukungan sosial dapat
berupa pemberian informasi, pemberian bantuan tingkah laku atau materi yang
didapat dari hubungan sosial yang akrab atau hanya disimpulkan dari keberadaan
mereka yang membuat individu merasa diperhatikan bernilai dan dicintai.
House (dalam Smet, 1994) juga mengatakan bahwa dukungan sosial
adalah kenyamanan, bantuan atau informasi yang diterima individu melalui
kontak formal dengan individu atau kelompok. Rook (dalam Smet, 1994)
menganggap dukungan sosial sebagai satu di antara fungsi pertalian atau ikatan
sosial.
Menurut Rodin dan Solovey (dalam Smet, 1994) dukungan terpenting
adalah dukungan yang diberikan keluarga. Jadi dukungan sosial yang didapatkan
individu dari keluarganya akan meningkatkan kematanga karirnya. Uraian ini
menununjukkan bahwa remaja akan dapat merencanakan dan mempersiapkan
karirnya di masa depan dengan baik jika dirinya mendapat dukungan sosial
keluarga yang tinggi sehingga akan dicapai kematangna karir di dalam dirinya
(Nashriyah dkk, 2014).
Aspek-aspek dukungan sosial keluarga menurut Smet (1994) yaitu
dukungan emosional yaitu mencakup ungkapan empati, kepedulian dan perhatian
terhadap orang yang bersangkutan. Individu yang mendapat dukungan emosional
dari keluarga akan merasa lebih nyaman dan memiliki keyakinan ketika akan
memutuskan dalam pilihan karir (kebijaksanaan pilihan karir). Kualitas pilihan
48
karir ditentukan oleh kematangan karir yang dimiliki individu (Komandyahrini,
2008). Dukungan penghargaan, terjadi lewat ungkapan hormat (penghargaan)
positif bagi orang itu, dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan atau
perasaan individu, dan perbandingan positif orang itu dengan orang lain. Hal ini
akan membuat individu memiliki kepercayaan diri untuk menentukan karir yang
sesuai dengan minat dan ketrampilanya (kristalisasi sifat). Dukungan instrumental
yaitu mencakup bantuan langsung untuk mempermudah perilaku yang secara
langsung menolong individu. Dukungan instrumental yang diberikan keluarga
dapat secara langsung memudahkan individu untuk mencapai kematangan karir
(informasi dan perencanaan pekerjaan yang disukai). Dukungan informatif, yaitu
mencakup pemberian nasehat, saran-saran, atau umpan balik dapat memberikan
informasi yang lebih luas mengenai pilihan karir sehingga individu memiliki
informasi yang banyak dan dapat mempertimbangkan pilihan karir sesuai dengan
saran-saran dari keluarga sehingga dapat memutuskan karir yang tepat dan dapat
mencapai kematangan karir sesuai tahapannya (orientasi pada pemilihan karir).
Dukungan sosial dapat berupa informasi verbal atau non verbal, saran, bantuan
yang nyata, atau tindakan yang diberikan oleh keakraban sosial atau didapat
karena kehadiran mereka sehingga iundividu yang menerimanya merasa dihargai
(Gotlhieb, dalam Nashriyah, 2014).
Berdasarkan uraian diatas didukung oleh hasil penelitian Nasriyah dkk
(2014) yang menunjukkan ada hubungan positif antara dukungan sosial keluarga
dengan kematangan karir siswa. Siswa yang mendapatkan dukungan sosial
keluarga akan memilik kematangan karir sesuai dengan tahap perkembanganya.
49
F. Hubungan Antara Internal Locus of Control dan Dukungan Sosial
Keluarga dengan Kematangan Karir Pada Siswa SMK
Menurut Super (dalam Winkel, 2004) mendefinisikan kematangan karir
sebagai keberhasilan individu untuk menyelesaikan tugas-tugas perkembangan
karir yang khas bagi tahap perkembangan tertentu. Super (dalam Savickas, 2001)
menjelaskan bahwa individu dikatakan matang atau siap untuk membuat
keputusan karir jika pengetahuan yang dimilikinya untuk membuat keputusan
karir didukung oleh informasi yang adekuat mengenai pekerjaan berdasarkan
eksplorasi yang telah dilakukan. Kematangan karir pada suatu tahap berbeda
dengan kematangan karir pada tahap lain. Tugas perkembangan karir yang harus
diselesaikan oleh remaja adalah mengenal dan mampu membuat keputusan karir,
memperoleh informasi yang relevan mengenai pekerjaan, kristalisasi konsep diri,
serta dapat mengidentifikasi tingkat dan lapangan pekerjaan yang tepat (Super
dalam Fuhrmann, 1990).
Kematangan karir sebagai kesiapan kognitif dan afektif dari individu untuk
mengatasi tugas-tugas perkembangan yang sedang dihadapi, karena
perkembangan biologis dan sosialnya mencapai tahapan perkembangan karir
tertentu (Brown dan Brooks, dalam Komandyahrini dan Hawadi, 2008). Menurut
Sharf (2006), Super menyampaikan lima komponen mayor dalam kematangan
karir, yaitu orientasi pada pemilihan karir, informasi dan perencanaan pekerjaan
yang disukai, konsistensi piihan karir, kristalisasi sifat, dan kebijaksanaan pilihan
karir. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kematangan karir adalah locus
of control. Dillon & Kaur (2005) menyebutkan bahwa locus of control merupakan
50
sebuah bagian dari kepribadian individu yang menjelaskan mengenai individu
berdasarkan derajat kepercayaan individu untuk mengontrol peristiwa yang terjadi
dalam hidupnya.
Lau (1988) mengartikan locus of control sebagai kontrol diri yang
berkaitan dengan hal-hal yang menyangkut masalah perilaku dari individu yang
bersangkutan. Individu dengan kontrol peristiwa dalam kehidupannya yang tinggi
akan mampu mengontrol setiap perilakunya (internal locus of control). Pendapat
tersebut didukung oleh Sarafino (1990) yang menyatakan, individu dengan
internal locus of control yakin bahwa kesuksesan dan kegagalan yang terjadi
dalam hidup tergantung pada diri sendiri. Internal locus of control mempercayai
bahwa peristiwa yang terjadi sebagai hasil dari perilakunya (Dillon & Kaur,
2005). Internal locus of control mempunyai suatu ekspektasi berupa persepsi yang
menganggap terjadinya suatu peristiwa baik positif maupun negatif merupakan
konsekuensi dari apa yang telah dilakukan (Lefcourt, 1982).
Menurut hasil penelitian Rotter (Sarason, 1985) mengenai Internal locus
of control diperoleh karakteristik yaitu kontrol, yaitu individu mempunyai
keyakinan bahwa peristiwa hidupnya (baik ganjaran/hukuman) adalah hasil dari
faktor internal (kontrol personal). Mandiri, yaitu individu dalam usahanya untuk
mencapai suatu tujuan atau hasil, percaya dengan kemampuan dan ketrampilannya
sendiri. Tanggung jawab, yaitu individu memiliki kesedian untuk menerima
segala sesuatu sebagai akibat dari sikap atau tingkah lakunya sendiri, serta
berusaha memperbaiki sikap atau tingkah lakunya agar mencapai hasil yang lebih
baik lagi. Ekspektancy, yaitu individu mempunyai penilaian subyektif atau
51
keyakinan bahwa konsekuensi positif (reward) akan diperoleh pada situasi
tertentu sebagai imbalan tingkah lakunya.
Penelitian oleh Suryanti ddk (2012) ada hubungan antara internal locus of
control dan konsep diri dengan kematangan karir pada siswa kelas XI SMK
Negeri 2 surakarta. Hasil penelitian juga menunjukkan ada hubungan positif
antara internal locus of control dengan kematangan karir, sumbangan efektif
internal locus of control dengan kematang karir sebesar 42,5%.
Selain faktor internal locus of control, faktor dukungan sosial keluarga
dapat mempengaruhi kematangan karir pada siswa. Menurut Effendi dan Tjahjono
(1999) dukungan sosial sebagai transaksi interpersonal yang diperoleh dari orang
lain yang berarti bagi orang tersebut berupa bantuan yang diperlukan, demikian
juga yang dikatakan Baron dan Byrne (1997) bahwa dukungan sosial merupakan
perasaan nyaman baik fisik ataupun psikologis yang disediakan oleh teman
maupun anggota keluarga. Sarason (Effendi dan Tjahjono, 1999) dukungan sosial
dapat berupa pemberian informasi, pemberian bantuan tingkah laku atau materi
yang didapat dari hubungan sosial yang akrab atau hanya disimpulkan dari
keberadaan mereka yang membuat individu merasa diperhatikan bernilai dan
dicintai.
Dukungan sosial keluarga adalah pemberian perasaan nyaman baik fisik
maupun psikologis yang berupa pemberian perhatian, informasi atau nasihat
berbentuk verbal dan nonverbal rasa dihargai dan dicintai yang diberikan oleh
keluarga, ayah, ibu, kaum kerabat (kakak, adik, kakek, nenek, sepupu, paman,
bibi) atau orang seisi rumah kepada individu (Nashriyah dkk, 2014). Rodin dan
52
Solovey (dalam Smet, 1994) dukungan terpenting adalah dukungan yang
diberikan keluarga. Jadi dukungan sosial yang didapatkan individu dari
keluarganya akan meningkatkan kematangan karirnya. Uraian ini menununjukkan
bahwa remaja akan dapat merencanakan dan mempersiapkan karirnya di masa
depan dengan baik jika dirinya mendapat dukungan sosial keluarga yang tinggi
sehingga akan dicapai kematangna karir di dalam dirinya (Nashriyah dkk, 2014).
Aspek-aspek dukungan sosial keluarga menurut Smet (1994) yaitu
dukungan emosional yaitu mencakup ungkapan empati, kepedulian dan perhatian
terhadap orang yang bersangkutan. Individu yang mendapat dukungan emosional
dari keluarga akan merasa lebih nyaman dan memiliki keyakinan ketika akan
memutuskan dalam pilihan karir (kebijaksanaan pilihan karir). Kualitas pilihan
karir ditentukan oleh kematangan karir yang dimiliki individu (Komandyahrini,
2008). Dukungan penghargaan, terjadi lewat ungkapan hormat (penghargaan)
positif bagi orang itu, dorongan maju atau persetujuan dengan gagasan atau
perasaan individu, dan perbandingan positif orang itu dengan orang lain. Hal ini
akan membuat individu memiliki kepercayaan diri untuk menentukan karir yang
sesuai dengan minat dan ketrampilanya (kristalisasi sifat). Dukungan instrumental
yaitu mencakup bantuan langsung untuk mempermudah perilaku yang secara
langsung menolong individu. Dukungan instrumental yang diberikan keluarga
dapat secara langsung memudahkan individu untuk mencapai kematangan karir
(informasi dan perencanaan pekerjaan yang disukai). Dukungan informatif, yaitu
mencakup pemberian nasehat, saran-saran, atau umpan balik dapat memberikan
informasi yang lebih luas mengenai pilihan karir sehingga individu memiliki
53
informasi yang banyak dan dapat mempertimbangkan pilihan karir sesuai dengan
saran-saran dari keluarga sehingga dapat memutuskan karir yang tepat dan dapat
mencapai kematangan karir sesuai tahapannya (orientasi pada pemilihan karir).
Dukungan sosial dapat berupa informasi verbal atau non verbal, saran, bantuan
yang nyata, atau tindakan yang diberikan oleh keakraban sosial atau didapat
karena kehadiran mereka sehingga iundividu yang menerimanya merasa dihargai
(Gotlhieb, dalam Nashriyah, 2014).
G. Landasan Teori
Menurut Super (Winkel dan Hastuti, 2004), mengembangkan konsep
kematangan karir yang menunjuk pada keberhasilan seseorang menyelesaikan
tugas perkembangan vokasional yang khas bagi tahap perkembangan tertentu.
Lebih lanjut Super menambahkan bahwa indikasi relevan bagi kematangan
vokasioanal adalah misalnya kemampuan untuk membuat rencana, kerelaan untuk
memikul tanggung jawab, serta kesadaran akan segala faktor internal dan
eksternal yang harus dipertimbangkan dalam membuat pilihan jabatan atau
memantapkan diri dalam suatu jabatan. Menurut Komandyahrini dan Hawadi
(2008), juga mengatakan bahwa dalam perkembangan karir seseorang terdapat
tugas-tugas perkembangan karir yang harus dilalui seseorang. Keberhasilan dan
kesiapan seseorang untuk bernegosiasi dan membuat keputusan-keputusan karir
sesuai dengan tahap perkembangan karirnya. Super (dalam Sharf, 2006),
mendeskripsikan lima komponen mayor dalam kematangan vokasional yaitu
54
orientasi pada pemilihan karir, informasi dan perencanaan pekerjaan yang disukai,
konsistensi pilihan karir, kristalisasi sifat, kebijaksanaan pilihan karir.
Siswa yang memiliki kematangan karir diharapkan dapat memilih dan
menetapkan karir sesuai dengan bakat dan minat yang yang dimiliki, sehingga
dapat mengambil keputusan dengan yakin dan konsisten serta kelak dapat lebih
berkembang dan produktif dalam berkarir (Sudjani, 2012). Hal ini sejalan dengan
pernyataan Holland (dalam Gonzalez, 2008), seseorang dikatakan memiliki
kematangan karir ketika orang tersebut mampu memanifestasikan konsistensi,
diferensiasi, dan keselarasan dalam tingkatan yang tinggi ketika melakukan
pemilihan karir. Oleh karena itu, siswa dapat lebih konsisten saat memilih karir
setelah lulus sekolah dan dapat lebih berkembang dengan karir yang digelutinya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kematangan karir adalah faktor bio-
sosial, faktor lingkungan yaitu dukungan sosial, kepribadian, vokasional, prestasi
individu (Super dalam Sharf, 2006). Menurut Seligmen (1994) faktor-faktor yang
mempengaruhi kematangan karir yaitu faktor keluarga, faktor internal yang
mencakup self esteem, self expectation, self efficacy, locus of control, ketrampilan,
minat, bakat, kepribadian dan usia. Peneliti tertarik untuk mengetahui lebih lanjut
pengaruh internal locus of control dan dukungan sosial keluarga terhadap
kematangan karir siswa.
Internal locus of control merupakan persepsi yang menganggap terjadinya
suatu peristiwa baik positif maupun negatif merupakan konsekuensi dari apa yang
telah dilakukan, sehingga dengan keyakinan bahwa semua pencapaian ditentukan
oleh usaha, ketrampilan dan kemampuan, maka siswa akan berusaha
55
meningkatkan kemampuan dan ketrampilan yang menjadi persyaratan karir
sehingga siswa memiliki kematangan karir (Nugraheni, 2012).
Larsen & Buss (2008) menyatakan bahwa locus of control adalah sebuah
konsep yang menggambarkan persepsi seseorang mengenai tanggungjawabnya
atas peristiwa yang terjadi dalam hidupnya. Dillon & Kaur (2005) menyebutkan
bahwa locus of control merupakan sebuah bagian dari kepribadian individu yang
menjelaskan mengenai pengelompokkan individu berdasarkan derajat
kepercayaan individu untuk mengontrol peristiwa yang terjadi dalam hidupnya.
Internal locus of control adalah keyakinan individu terhadap segala
sesuatu yang terjadi pada dirinya, karena faktor dari dalam diri, kemampuan,
minat dan usaha dalam diri individu akan mempengaruhi keberhasilan individu
itu. Orang dengan internal locus of control lebih berorientasi pada keberhasilan
karena menganggap perilaku mereka dapat menghasilkan efek positif dan juga
mereka lebih cenderung tergolong high-achiever (Phares dalam Widyastuti &
Arini. 2015). Pendapat tersebut didukung oleh Sarafino (1990) yang menyatakan,
individu dengan internal locus of control yakin bahwa kesuksesan dan kegagalan
yang terjadi dalam hidup tergantung pada diri sendiri. Menurut hasil penelitian
Rotter (Sarason, 1985) mengenai karakteristik internal locus of control yaitu
kontrol, mandiri, tanggung jawab, dan ekspektancy. Internal locus of control
penting dimiliki siswa, karena dengan keyakinan bahwa semua pencapaian
ditentukan oleh usaha, ketrampilan dan kemampuan, maka siswa akan berusaha
meningkatkan kemampuan dan ketrampilan yang menjadi persyaratan karir
(Nugraheni, 2012).
56
Selain faktor internal locus of control, salah satu faktor yang
mempengaruhi kematangan karir adalah dukungan sosial keluarga. Dukungan
sosial keluarga merupakan bantuan yang diberikan ayah, ibu, dan kerabat
sehingga individu merasa diperhatikan, dicintai, dihargai dan dipercayai. Bantuan
yang diberikan berupa instrumental, informasi, emosional dan penghargaan, akan
dapat mempengaruhi siswa dalam orientasi pemilihan karir, perencanaan,
konsisten dalam memilih karir dan kebijaksaan ketika memilih karir sehingga
siswa dapat mencapai kematangan karir sesuai usianya (Nashriyah dkk, 2014)
Dukungan sosial keluarga adalah pemberian perasaan nyaman baik fisik
maupun psikologis yang berupa pemberian perhatian, informasi atau nasihat
berbentuk verbal dan nonverbal rasa dihargai dan dicintai yang diberikan oleh
keluarga, ayah, ibu, kaum kerabat (kakak, adik, kakek, nenek, sepupu, paman,
bibi) atau orang seisi rumah kepada individu (Nashriyah, Munawir & Nugraha,
2014). Rodin dan Solovey (dalam Smet, 1994) dukungan terpenting adalah
dukungan yang diberikan keluarga. Jadi dukungan sosial yang didapatkan
individu dari keluarganya akan meningkatkan kematangan karirnya. Uraian ini
menununjukkan bahwa remaja akan dapat merencanakan dan mempersiapkan
karirnya di masa depan dengan baik jika dirinya mendapat dukungan sosial
keluarga yang tinggi sehingga akan dicapai kematangna karir di dalam dirinya
(Nashriyah, Munawir & Nugraha, 2014). Aspek-aspek dukungan sosial keluarga
menurut Smet (1994) yaitu dukungan emosional, dukungan penghargaan,
dukungan instrumental, dukungan informatif.
57
Dukungan sosial keluarga merupakan bantuan yang diberikan ayah, ibu,
dan kerabat sehingga individu merasa diperhatikan, dicintai, dihargai dan
dipercayai. Bantuan yang diberikan berupa instrumental, informasi, emosional dan
penilaian, akan dapat mempengaruhi siswa dalam orientasi pemilihan karir,
perencanaan, konsisten dalam memilih karir dan kebijaksaan ketika memilih karir
sehingga siswa dapat mencapai kematangan karir sesuai usianya (Nashriyah dkk,
2014). Anak muda yang mendapatkan dukungan dari sekolah, teman dan keluarga
dapat membuat keputusan dalam memilih karir. Dukungan sosial berpengaruh
positif dalam pemilihan dan perencanaan karir (Ferry, 2006). Dukungan sosial
yang paling baik adalah dukungan yang didapatkan dari keluarga (Rodin &
Solovey dalam Nashriyah dkk, 2014).
Internal locus of control dan dukungan sosial keluarga mempengaruhi
kematangan karir siswa SMK, siswa yang yakin dengan apa yang dilakukan
dengan usahanya sendiri akan menimbulkan keyakinan kemampuan terhadap
pilihanya. Dukungan sosial keluarga akan dapat membantu dan memperkuat
keyakinan dalam dirinya sehingga siswa memiliki kematangan karir. Untuk itu
bila mempunyai internal locus of control tinggi akan mempengaruhi kematangan
karir pada siswa. Dukungan sosial yang besar akan mempengaruhi kematangan
karir pada siswa. Sehingga internal locus of control dan dukungan sosial keluarga
yang tinggi maka kematangan karir siswa akan meningkat sesuai dengan usianya.
Dengan demikian hubungan antara variabel internal locus of control (X1)
dan dukungan sosial keluarga (X2) dengan kematangan karir (Y) menjadi fokus
pada penelitian ini akan diperjelas dengan kerangka teori di bawah ini.
58
Kerangka Fikir :
1
3
2
2
Gambar1. Kerangka Teori
Keterangan :
Panah 1 menunjukkan hubungan X1 dengan Y
Panah 2 menunjukkan hubungan X2 dengan Y
Panah 3 menunjukkan hubungan X1 dan X2 dengan Y
Internal locus of control:
1. Kontrol
2. Mandiri
3. Tanggung jawab
4. Ekspektancy
Dukungan Sosial Keluarga
1. Dukungan Emosional
2. Dukungan penghargaan
3. Dukungan intrumental
4. Dukungan informatif
Kematangan Karir:
1. Orientasi pada pemilihan
karir
2. Informasi dan perencanaan
pekerjaan yang disukai
3. Konsistensi pilihan karir
4. kristalisasi sifat
5. Kebijaksanaan pilihan karir
59
H. Hipotesis
Hipotesis penelitian ini terdiri dari :
1. Ada hubungan positif antara internal locus of control dengan kematangan
karir. Semakin tinggi internal locus of control maka semakin tinggi
kematangan karir, sebaliknya semakin rendah internal locus of control maka
semakin rendah kematangan karir.
2. Ada hubungan positif antara dukungan sosial keluarga dengan kematangan
karir. Semakin tinggi dukungan sosial keluarga maka semakin tinggi
kematangan karir, sebaliknya semakin rendah dukungan sosial keluarga maka
semakin rendah kematangan karir.
3. Ada hubungan internal locus of control dan dukungan sosial keluarga dengan
kematangan karir.