BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecanduan Game Onlineeprints.mercubuana-yogya.ac.id/51/3/bab II.pdf ·...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecanduan Game Onlineeprints.mercubuana-yogya.ac.id/51/3/bab II.pdf ·...
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kecanduan Game Online
1. Pengertian Kecanduan Game Online
Kecanduan atau addiction adalah suatu keadaan interaksi antara psikis
terkadang juga fisik dari organisme hidup dan obat, dibedakan oleh
tanggapan perilaku dan respon yang lainnya yang selalu menyertakan suatu
keharusan untuk mengambil obat secara terus menerus atau berkala untuk
mengalami efek psikis, dan kadang-kadang untuk menghindari ketidaknyamanan
ketiadaan dari obat (Grispon & Bokular dalam Kusumadewi, 2009).
Kecanduan dalam Kamus Psikologi diartikan sebagai keadaan
bergantung secara fisik pada suatu obat bius. Pada umumnya, kecanduan
tersebut menambah toleransi terhadap suatu obat bius, ketergantungan fisik
dan psikologis, dan menambah gejala pengasingan diri dari masyarakat,
apabila obat bius dihentikan (Chaplin, 2009). Kata kecanduan (adiksi) biasanya
digunakan dalam konteks klinis dan diperhalus dengan perilaku berlebihan
(excessive). Konsep kecanduan dapat diterapkan pada perilaku secara luas
termasuk kecanduan teknologi komunikasi informasi (ICT) (Chaplin, 2009).
Adiksi adalah suatu gangguan yang bersifat kronis dan kompulsif
berulang-ulang untuk memuaskan diri pada aktivitas tertentu (Soetjipto, 2007).
Kecanduan game online merupakan salah satu jenis bentuk kecanduan yang
disebabkan oleh teknologi internet atau yang lebih dikenal dengan internet
12
13
addictive disorder. Sepeti yang disebutkan Young (1999) yang menyatakan
bahwa internet dapat menyebabkan kecanduan, salah satunya adalah computer
game addiction (berlebihan dalam bermain game). Dari sini terlihat bahwa game
online merupakan bagian dari internet yang sering dikunjungi dan sangat
digemari dan bahkan bisa mengakibatkan kecanduan yang memiliki intensitas
yang sangat tinggi. Seseorang yang mengalami kecanduan biasa menggunakan
waktu 2-10 jam per minggu (Kusumadewi, 2009) bahkan 39 jam dalam seminggu
(Young, 1999) atau rata-rata 20-25 jam dalam seminggu (Chou, 2005).
Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan pengertian
kecanduan adalah suatu keadaan seseorang terikat pada kebiasaan yang
sangat kuat, misalnya kebiasaan aktivitas bermain game online dan tidak bisa
lepas dari suatu hal, misalnya tidak bisa lepas dari selalu ingin bermain game
online.
Game online menurut Kim, dkk., (2002) adalah game (permainan)
dimana banyak orang yang dapat bermain pada waktu yang sama dengan
melalui jaringan komunikasi online (LAN atau Internet). Winn dan Fisher
(2004) mengatakan multiplayer game online merupakan pengembangan dari game
yang dimainkan satu orang, dalam bagian yang besar menggunakan bentuk
yang sama dan metode yang sama serta melibatkan konsep umum yang sama
seperti semua game lain. Perbedaannya adalah bahwa untuk multiplayer game
dapat dimainkan oleh banyak orang dalam waktu yang sama.
Game online adalah permainan komputer yang dapat dimainkan oleh multi
pemain melalu internet. Biasanya disediakan sebagai tambahan jasa online atau
14
dapat diakses langsung (mengunjungi halaman web yang bersangkutan) dari
perusahaan yang mengkhususkan diri dalam menyediakan berbagai tipe software.
(Febrian dan Andayani, 2002).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan pengertian online game
adalah game (permainan) dilakukan banyak orang yang dapat bermain pada
waktu yang sama dengan melalui jaringan komunikasi online (LAN atau
Internet).
Berdasarkan dua macam uraian di atas, dengan demikian dapat
disimpulkan pengertian kecanduan game online adalah suatu keadaan seseorang
terikat pada kebiasaan yang sangat kuat dan tidak bisa lepas untuk bermain
melalui jaringan komunikasi online (LAN atau Internet).
2. Aspek Kecanduan Bermain Game online
Menurut Yee (2002), indikator kecanduan game online adalah :
a. Salience : menunjukkan dominasi aktivitas bermain game dalam pikiran dan
tingkah laku seseorang.
b. Cognitive salience : dominasi aktivitas bermain game pada level pikiran.
c. Behavioral salience : dominasi aktivitas bermain game pada level tingkah
laku.
d. Euphoria : mendapatkan kesenangan dalam aktivitas bermain game.
e. Conflict : pertentangan yang muncul antara orang yang kecanduan dengan
orang-orang yang ada di sekitarnya (external conflict) dan juga dengan
dirinya sendiri (internal conflict) tentang tingkat dari tingkah laku sosial
yang berlebihan.
15
f. Interpersonal conflict (eksternal): konflik yang terjadi dan konflik
komunikasi dengan orang-orang yang ada di sekitarnya.
g. Interpersonal conflict (internal) : konflik yang terjadi dalam dirinya sendiri.
h. Tolerance : aktivitas bermain game online mengalami peningkatan secara
progresif selama rentang periode untuk mendapatkan efek kepuasan.
i. Withdrawal: perasaan tidak menyenangkan pada saat tidak melakukan
aktivitas bermain game.
j. Relapse and Reinstatement : kecenderungan untuk melakukan pengulangan
terhadap pola-pola awal tingkah laku kecanduan atau bahkan menjadi lebih
parah walaupun setelah bertahun-tahun hilang dan dikontrol. Hal ini
menunjukkan kecenderungan ketidakmampuan untuk berhenti secara utuh
dari aktivitas bermain game.
Griffiths (2005) telah mencantumkan enam aspek untuk menentukan apakah
individu sudah digolongkan sebagai kecanduan game online. Komponen atau
dimensi itu adalah sebagai berikut:
a. Salience. Hal ini terjadi ketika penggunaan internet menjadi aktivitas yang
paling penting dalam kehidupan individu, mendominasi pikiran individu
(preokupasi atau gangguan kognitif), perasaan (merasa sangat butuh), dan
tingkah laku (kemunduran dalam perilaku sosial).
b. Mood modification. Keterlibatan yang tinggi saat menggunakan internet.
Dimana perasaan senang dan tenang (seperti menghilangkan stress) saat
perilaku kecanduan itu muncul.
16
c. Tolerance. Hal ini merupakan proses dimana terjadinya peningkatan jumlah
penggunaan internet untuk mendapatkan efek perubahan dari mood. Demi
mencapai kepuasan, jumlah penggunaan internet meningkat secara
mencolok. Kepuasaan yang diperoleh dalam menggunakan internet secara
terus menerus dalam jumlah waktu yang sama akan menurun secara
mencolok, dan untuk memperoleh pengaruh yang sama kuatnya seperti
sebelumnya, maka pemakaian secara berangsur-angsur harus meningkatkan
jumlah pemakaian agar tidak terjadi toleransi, contohnya pemain tidak akan
mendapatkan perasaan kegembiraan yang sama seperti jumlah waktu
pertama bermain sebelum mencapai waktu yang lama.
d. Withdrawal symptoms. Hal ini merupakan perasaan tidak menyenangkan
yang terjadi karena penggunaan internet dikurangi atau tidak dilanjutkan dan
berpengaruh pada fisik seseorang. Perasaan dan efek antara perasaan dan
fisik (seperti, pusing, insomnia) atau psikologisnya (misalnya, mudah marah
atau moodiness).
e. Conflict. Hal ini mengarah pada konflik yang terjadi antara pengguna
internet dengan lingkungan sekitarnya (konflik interpersonal), konflik dalam
tugas lainnya (pekerjaan, tugas, kehidupan sosial, hobi) atau konflik yang
terjadi dalam dirinya sendiri (konflik intrafisik atau merasa kurangnya
kontrol) yang diakibatkan karena terlalu banyak menghabiskan waktu
bermain internet.
f. Relapse. Hal ini merupakan dimana orang sebelum sembuh dari perilaku
kecanduannya sudah mengulangi kembali kebiasaannya.
17
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa aspek
kecanduan game online adalah aspek cognitive salience, aspek behavioral
salience, aspek euphoria, aspek external conflict, aspek internal conflict, aspek
tolerance, aspek withdrawal, dan aspek relapse and reinstatement. Penelitian ini
hanya menggunakan 8 (delapan) aspek dari 10 aspek kecanduan game online.
Hal ini dikarenakan untuk aspek salience teorinya hampir sama dengan
cognitive salience tentang dominasi aktivitas bermain game dan conflict
salience teorinya hampir sama dengan aspek external conflict dan aspek internal
conflict yang lebih detail tentang konflik yang terjadi (Yee 2002; Griffiths,
2005).
Kriteria seseorang kecanduan akan game online sebenarnya hampir sama
dengan jenis kecanduan yang lain akan tetapi kecanduan game online
dimasukkan kedalam golongan kecanduan psikologis dan bukan kecanduan
secara fisik. Chen dan Chang (dalam Chou, 2005) menyebutkan bahwa
sedikitnya ada empat aspek kecanduan, keempat aspek tersebut yaitu:
a. Compulsion (dorongan untuk melakukan secara terus menerus)
Yaitu suatu dorongan atau tekanan kuat yang berasal dari dalam diri sendiri
untuk melakukan suatu hal secara terus menerus, dperilakua dalam hal ini
merupakan dorongan dari dalam diri untuk terus menerus untuk bermain game
online.
b. Withdrawal (penarikan diri)
Merupakan suatu upaya untuk menarik diri atau menjauhkan diri dari
suatu hal. Seseorang yang kecanduan game online merasa tidak mampu
18
untuk menarik atau menjauhkan diri dari hal-hal yang berkenaan dengan
game online.
c. Tolerance (toleransi)
Toleransi dalam hal ini diartikan sebagai sikap menerima keadaan diri kita
ketika melakukan suatu hal. Biasanya toleransi ini berkenaan dengan
jumlah waktu yang digunakan atau dihabiskan untuk melakukan sesuatu
yang dalam hal ini adalah bermain game online. Dan kebanyakan pemain
game online tidak akan berhenti bermain hingga merasa puas.
d. Interpersonal and health-related problems (masalah hubungan interpersonal
dan kesehatan).
Merupakan persoalan-persoalan yang berkaitan dengan interaksi kita
dengan orang lain dan juga masalah kesehatan. Pecandu game online
cenderung untuk tidak menghiraukan bagaperilakua hubungan
interpersonal yang mereka miliki karena mereka hanya terfokus pada game
online saja. Begitu pula dengan masalah kesehatan, para pecandu game
online kurang memperhatikan masalah kesehatan mereka seperti waktu
tidur yang kurang, tidak menjaga kebersihan badan dan pola makan
yang tidak teratur.
Menurut Lee (2011), terdapat empat kriteria kecanduan game online yaitu:
a. Excessive use terjadi ketika bermain game online menjadi aktivitas yang
paling penting dalam kehidupan individu. Kriteria ini mendominasi pikiran
individu (preokupasi atau gangguan kognitif), perasaan (merasa sangat
butuh), dan tingkah laku (kemunduran dalam perilaku sosial).
19
b. Withdrawal symptoms adalah perasaan tidak menyenangkan karena
pengguna game online dikurangi atau tidak dilanjutkan. Gejala ini akan
berpengaruh pada fisik pemain. Perasaan dan efek antara perasaan dan fisik
akan timbul, seperti pusing dan insomnia. Gejala ini berpengaruh juga pada
psikologisnya, seperti mudah marah atau moodiness.
c. Tolerance merupakan proses dperilakua terjadinya peningkatan jumlah
pengguna game online untuk mendapat efek perubahan dari mood. Kepuasan
yang diperoleh dalam menggunakan game online akan menurun apabila
digunakan secara terus menerus dalam jumlah waktu yang sama. Pemain
tidak akan mendapatkan perasaan kegembiraan yang sama seperti jumlah
waktu pertama bermain sebelum mencapai waktu yang lama. Oleh karena itu,
untuk memperoleh pengaruh yang sama kuatnya dengan sebelumnya, jumlah
penggunaan harus ditingkatkan agar tidak terjadi toleransi.
d. Negative repercussions mengarah pada dampak negatif yang terjadi antara
pengguna game online dengan lingkungan sekitarnya. Komponen ini juga
berdampak pada tugas lainnya, seperti pekerjaan, hobby, dan kehidupan
sosial. Dampak yang terjadi pada diri pemain dapat berupa konflik intrafisik
atau merasa kurangnya kontrol yang diakibatkan karena terlalu banyak
menghabiskan waktu bermain game.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
kriteria kecanduan game online adalah excessive use, withdrawal symptoms,
tolerance, dan negative repercussions.
Dalam penelitian ini untuk mengukur kecanduan bermain game online
20
menggunakan skala kecanduan bermain game online yang terdiri dari 10 aspek
kecanduan bermain game online dari Yee (2002), yaitu aspek salience, cognitive
salience, behavioral salience, euphoria, conflict, interpersonal conflict
(eksternal), interpersonal conflict (internal), tolerance, withdrawal, dan relapse
and reinstatement. Penggunaan aspek ini untuk mengukur kecanduan bermain
game online, dikarenakan aspek ini sangat cocok, relevan, dan komprehensif
untuk mengukur kecanduan bermain game online pada remaja mahasiswa yang
sudah digolongkan sebagai kecanduan game online.
3. Perkembangan Game online
Perkembangan online game tidak lepas dari perkembangan teknologi
komputer dan jaringan komputer itu sendiri. Meledaknya game online sendiri
merupakan cerminan dari pesatnya jaringan komputer yang dahulunya
berskala kecil (small local network) sampai menjadi internet dan terus
berkembang sampai sekarang. Game online saat ini tidaklah sama seperti ketika
online game diperkenalkan untuk pertama kalinya. Pada saat muncul pertama
kalinya tahun 1960, komputer hanya bisa dipakai untuk 2 (dua) orang saja untuk
bermain game. Kemudian muncullah komputer dengan kemampuan time-sharing,
sehingga pemain yang bisa memainkan game tersebut bisa lebih banyak dan
tidak harus berada di suatu ruangan yang sama (multiplayer games)
(Andayani dan Jack, 2002).
Pada tahun 1970 ketika muncul jaringan komputer berbasis paket (packet
based computer networking), jaringan komputer tidak hanya sebatas LAN
(Local Area Network) saja, tetapi sudah mencakup WAN (Wide Area
21
Network) dan menjadi internet. Game online pertama kali muncul kebanyakan
adalah game-game simulasi perang ataupun pesawat yang dipakai untuk
kepentingan militer yang akhirnya dilepas lalu dikomersialkan. Game-game
ini kemudian menginspirasi game-game yang lain muncul dan berkembang.
Menurut Liga Game Indonesia (ligagames.com), online game muncul di
Indonesia pada tahun 2001, dimulai dengan masuknya Nexia Online. Game
online yang beredar di Indonesia sendiri cukup beragam, mulai dari yang
berjenis action, sport, maupun RPG (Role-Playing Game) (Andayani dan Jack,
2002).
Dapat disimpulkan bahwa perkembangan game online di Indonesia tidak
lepas dari pengaruh perkembangan komputer dan jaringan internet yang ada di
Indonesia, sehingga perkembangan komputer dan jaringan internet ini mendukung
perkembangan game online di Indonesia. Perkembangan itu sendiri semakin
beragam mulai dari yang action, sport, maupun RPG (Role-Playing Game).
4. Tipe-tipe Game online
Menurut Yenn (Andayani dan Jack, 2002), ada beberapa tipe online game
antara lain :
a. First Person Shooter (FPS), sesuai judulnya game ini mengambil
pandangan orang pertama pada game-nya, sehingga seolah-olah pemain
sendiri yang berada dalam game tersebut, kebanyakan game ini mengambil
setting peperangan dengan senjata-senjata militer (di Indonesia game jenis
ini sering disebut game tembak-tembakan).
b. Real-Time Strategy. Tipe ini merupakan game yang permainannya
22
menekankan pada kehebatan strategi pemainnya. Biasanya pemain
memainkan tidak hanya 1 karakter saja akan, tetapi banyak karakter.
c. Cross-Platform Online. Tipe ini merupakan game yang dapat dimainkan
secara online dengan hardware yang berbeda, misalnya saja need for
speed undercover dapat dimainkan secara online dari PC maupun Xbox
360 (Xbox 360 merupakan hardware/console game yang memiliki
konektivitas ke internet sehingga dapat bermain secara online).
d. Browser Games. Tipe ini merupakan game yang dimainkan pada browser
seperti Firefox, Opera, IE. Syarat agar sebuah browser dapat memainkan game
ini adalah browser sudah mendukung javascript, PHP, maupun flash.
e. Massive Multiplayer Game onlines, adalah jenis game yang pemain bermain
dalam dunia yang skalanya besar (lebih dari 100 pemain), setiap pemain
dapat berinteraksi langsung seperti halnya dunia nyata. Contoh dari
permainan ini adalah DOTA (Defense Of The Ancients) online, seal online, RF
online, PW online.
Menurut Fiutami (Kusumadewi, 2009) tipe-tipe game online ada tiga jenis
yaitu :
a. Massively Multiplayer Online Role Playing Game (MMORPG) adalah salah
satu jenis game online yang memainkan karakter tokoh maya. Seorang pemain
dapat menghubungkan komputer atau laptop ke sebuah server dan
memainkannya bersama dengan ribuan pemain di seluruh dunia. Pemain
dalam permainan MMORPG akan dihadapkan dengan berbagai tantangan dan
kesempatan untuk meningkatkan kemampuan tokoh yang dimainkannya.
23
Permainan ini merupakan permainan yang tidak ada akhirnya karena levelnya
selalu meningkat. Contoh permainan MMORPG yang terkenal di Indonesia
adalah Ragnarok, Perfect world, Seal Online, Ran Online, Audition Ayo
Dance, dan Risk Your Life.
b. Massively Multiplayer Online First Person Shooter (MMOFPS) adalah jenis
game online yang menekankan pada penggunaan senjata. Permainan ini
memiliki banyak tantangan dibandingkan dengan permainan lainnya karena
permainan ini menonjolkan kekerasan, sehingga permainan ini sering disebut
dengan permainan pertarungan. Pemain MMOFPS dapat bermain sendiri dan
dapat bermain secara tim untuk melawan musuh. Contoh permainan
MMOFPS adalah Counter Strike (CS). Counter Strike merupakan permainan
yang terkenal di Indonesia karena permainan ini mengandalkan skill kecepatan
dan ketepatan menembak serta dapat memompa adrenalin pemain.
c. Massively Multiplayer Online Real Time Strategy (MMORTS) adalah
permainan yang menggabungkan Real Time Strategy (RTS) dengan banyak
pemain secara bersamaan. Permainan ini merupakan permainan yang di
dalamnya terdapat kegiatan pengembangan teknologi, konstruksi bangunan
dan pengolahan sumber daya alam. Contoh dari permainan ini adalah
Command an Conqueror (1995), War Craft, Sim City (1999).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tipe-
tipe game online adalah First Person Shooter (FPS), Real-Time Strategy, Cross-
Platform Online, Browser Games, Massively Multiplayer Online Role Playing
Game (MMORPG), Massively Multiplayer Online First Person Shooter
24
(MMOFPS), dan Massively Multiplayer Online Real Time Strategy (MMORTS).
Dalam penelitian ini akan difokuskan pada game online Real-Time Strategy
dengan permainan Class of Clans. Hal ini dikarenakan tipe game online Real-
Time Strategy dengan permainan Class of Clans ini merupakan game yang lebih
banyak dimainkan oleh remaja mahasiswa dan permainannya menekankan pada
kehebatan strategi pemainnya yang mana pemain memainkan tidak hanya satu
karakter saja akan, tetapi berbagai karakter.
5. Dampak Bermain Game online
Selain memberikan dampak positif, game online juga memberikan
dampak negatif. Dampak positif dalam bermain game online ini, yaitu
dampak yang memberi manfaat atau pengaruh baik bagi penggunanya.
Menurut Poetoe (2012), dampak positif game online adalah:
a. Setiap game memiliki tingkat kesulitan yang berbeda. Umumnya permainan ini
dilengkapi pernak pernik senjata, amunisi, karakter dan peta permainan yang
berbeda. Untuk menyelesaikan level atau mengalahkan musuh secara efisien
dibutuhkan strategi. Permainan game online akan melatih pemainnya untuk
dapat memenangkan permainan dengan cepat, efisien, dan menghasilkan lebih
banyak poin. Dampak positifnya, yaitu seseorang akan menemukan hal-hal
yang baru. Hal-hal yang baru tersebut membuat manusia bisa saling bermain,
berdialog, bahkan saling adu strategi dan bertempur, yaitu suatu aktivitas yang
sangat alami dan sangat dekat dengan kehidupan manusia. Dampaknya lebih
memberikan kepuasan psikologis daripada game yang model lama yang untuk
memainkannya perlu keterampilan lebih kompleks, kecekatan lebih tinggi.
25
b. Meningkatkan konsentrasi. Kemampuan konsentrasi pemain game online akan
meningkat karena mereka harus menyelesaikan beberapa tugas, mencari celah
yang mungkin bisa dilewati dan memonitor jalannya permainan. Semakin sulit
sebuah game, maka semakin diperlukan konsentrasi yang tinggi.
c. Meningkatkan koordinasi tangan dan mata. Hal ini dikarenakan bermain game
dibutuhkan kecepatan antara koordinasi tangan dan mata sehingga akhirnya
dapat memenangkan permainan.
d. Meningkatkan kemampuan membaca. Setiap tahapan kemenangan dalam
sebuah permainan, menuntut pemainnya untuk mempunyai banyak
pengetahuan dan harus banyak membaca.
e. Meningkatkan kemampuan berbahasa inggris. Para pemain berasal dari
berbagai macam negara, sehingga membuat pemain harus bisa berbahasa
inggris.
f. Meningkatkan pengetahuan tentang komputer. Hal ini dikarenakan permainan
selalu berhubungan dengan komputer membuat dampak positif yaitu membuat
pemain menjadi lebih memahami pengetahuan tentang komputer.
g. Meningkatkan kemampuan mengetik. Upaya untuk memenangkan sebuah
permainan dibutuhkan kecepatan dalam mengetik.
Menurut Poetoe (2012) dampak negatif dari bermain game online yaitu:
a. Seseorang, yang bermain game online hanya menghambur-hamburkan waktu
dan uang secara sia-sia.
b. Bermain game online membuat orang menjadi ketagihan.
c. Terkadang lebih merelakan sekolahnya untuk bermain game online (bolos
26
sekolah).
d. Dengan bermain game online tersebut juga bisa membuat lupa waktu, untuk
makan, beribadah, waktu untuk pulang, dan lain-lain.
e. Dengan terlalu sering berhadapan dengan monitor secara mata telanjang dapat
membuat mata menjadi minus.
f. Seorang anak jadi sering berbohong kepada orang tuanya karena pada awalnya
berpamitan untuk berangkat sekolah ternyata bolos sekolah untuk bermain
game online.
Menurut Young (2007), dampak negatif dari bermain game online secara
non-material adalah:
a. Menimbulkan adiksi (kecanduan yang kuat).
b. Mendorong melakukan hal-hal negatif.
c. Berbicara kasar dan kotor.
d. Terbengkalai-nya kegiatan di dunia nyata.
e. Perubahan pola makan dan istirahat.
f. Pemborosan.
g. Mengganggu kesehatan.
Menurut Lestari (Kertamuda & Redi, 2009) dampak negatif bermain game
online meliputi :
a. Pendidikan. Orang yang bermain game online adalah orang yang sangat
menyukai tantangan. Hal ini cenderung tidak menyukai rangsangan yang daya
tariknya lemah, monoton, tidak menantang dan lamban. Ini setidaknya akan
berakibat pada proses belajar akademis.
27
b. Kesehatan. Pengaruh kecanduan game online banyak sekali dampaknya, dari
sepertiga waktu yang digunakan untuk bermain game setiap hari. Hal yang
lebih mengkhawatirkan sekitar 7% nya bermain paling sedikit selama 30 jam
perminggu. Selama itu mereka hanya duduk sehingga memberi dampak pada
sendi sendi tulangnya. Penyakit ini semacam nyeri sendi yang menyerang
remaja pecandu game online. Jika tidak ditangani secara serius akan
menyebabkan kecacatan pada remaja.
a. Psikologis. Kecanduan game online menyebabkan perilaku pasif yang biasanya
orang jadi apatis pada lingkungan sekitarnya, kehidupan sosial sedikit
terganggu, karena lebih senang bermain dengan game-nya dari pada bergaul
dengan teman-temanya, selain itu dapat menyebabkan perilaku Kecanduan
Game Online.
Menurut Solomon (2007), dampak kecanduan game online antara lain:
a. Secara sosial. Hubungan dengan teman dan keluarga jadi renggang karena
waktu bersama mereka menjadi jauh berkurang. Pergaulan mereka hanya game
online saja, sehingga membuat para pencandu game online jadi terisolir dari
teman-teman dan lingkungan pergaulan nyata. Keterampilan sosial berkurang,
sehingga semakin merasa sulit berhubungan dengan orang lain. Perilaku jadi
kasar dan kecanduan game online karena terpengaruh oleh apa yang dilihat dan
mainkan di game online.
b. Secara psikis. Pikiran mereka jadi terus menerus memikirkan game yang
sedang mereka mainkan. Mereka jadi sulit konsentrasi terhadap studi,
pekerjaan, sering bolos atau menghindari pekerjaan. Membuat mereka jadi
28
acuh tak acuh, kurang peduli terhadap hal-hal yang terjadi disekeliling mereka.
Melakukan apapun demi bisa bermain game, seperti mencuri, berbohong, dan
lain-lain. Terbiasa hanya berinteraksi satu arah dengan komputermembuat
mereka jadi tertutup, sulit mengekspresikan diri ketika berada di lingkungan
nyata.
c. Secara fisik. Terkena paparan cahaya radiasi komputer dapat merusak saraf
mata dan otak, kesehatan jantung menurun akibat begadang 24 jam bermain
game online, ginjal dan lambung juga terpengaruh akibat banyak duduk,
kurang minum, lupa makan karena keasyikan main, berat badan menurun
karena lupa makan atau bisa juga bertambah karena banyak makan makanan
kecil dan kurang olah raga.
Berdasarkan uraian di atas, maka dampak kecanduan game online adalah
berdampak pada pendidikan, aspek kesehatan, sosial, fisik, dan aspek
psikologis. Bahwa dampak positif game online adalah meningkatkan
permainan, meningkatkan kemampuan membaca, meningkatkan koordinasi
tangan dan mata, kemampuan mengetik, kemampuan berbahasa inggris, dan
mengetahui tentang komputer. Dampak negatif game online adalah membuang
waktu dan uang secara sia-sia, menyebabkan kecanduan, terbengkalainya
kegiatan dunia nyata, pola makan dan istirahat yang tidak teratur, dan
mendorong melakukan hal-hal negatif.
29
6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecanduan Bermain Game online
Faktor-faktor yang mempengaruhi addiction bermain game online (Young,
1999) di antaranya :
a. Faktor kecanduan ditinjau dari game
1) Permainan jenis game online bersifat beberapa bentuk kompetisi dengan
yang lain komunikasi sosial secara online dan sistem tugas, reward, dan
feedback pada game ini, membuat para game aktif memainkan game
tersebut.
2) Game merupakan tempat dimana para pemain mungkin bisa mengurangi
rasa bosannya terhadap kehidupan nyata.
3) Permainan game online merupakan bagian dari dimensi sosial, yang mana
menghilangkan streotype rasa kesepian, ketidakmampuan bersosial bagi
pemain yang kecanduan.
b. Faktor kecanduan ditinjau dari sisi pemain
Kecanduan game online tidak hanya menekankan pada propertis game itu
sendiri dan virtual yang nyata, tetapi lebih kepada para pemain. Faktor-
faktor psikologi tersebut antara lain :
1) Rendahnya self esteem dan self efficacy
Pada saat yang sama dapat dikatakan bahwa self esteem dan self
efficacy yang positif merupakan salah satu tujuan perkembangan
remaja, yang mana berhubungan terhadap pertimbangan para pemain
muda untuk bergabung dalam komunitas game, dimana hal ini lebih
penting dari yang lainnya (Smahel dalam Young & Afren, 2010).
30
Fakor rendahnya self-esteem secara krusial membentuk kecanduan, hal
ini ditunjukkan dari beberapa penelitian yang menunjukkan
pengaruhnya secara langsung. Perbedaan persepsi pemain terhadap
dirinya, ideal self, dan karakter game. Hasilnya menunjukkan bahwa
penerimaan diri yang salah dari pada karakter game, dan penerimaan
karakter game yang salah dari pada ideal self mereka. Perbedaan ini
menunjukkan peningkatan pada tingkat depresi dan tingkat self esteem
pada umumnya. Pemain dengan self-esteem yang tinggi secara
otomatis rendah kecanduannya antara pandangan terhadap dirinya
sendiri dan karakter game, sebaliknya tingginya kecanduannya
menunjukkan rendahnya self-esteem pada pemain.
Ideal self juga menunjukkan hal yang sama. Maksudnya pemain
yang lebih depresi dan pemain yang self esteem-nya rendah akan
memandang karakter game adalah yang ideal dan mungkin akan
mengalami kecenderungan melakukan penyelesaian sesuai yang
diterima di dalam game dan mengalami kecenderungan untuk bertahan
di dalam game.
2) Lingkungan virtual
Lingkungan virtual di dalam game online menunjukkan rendahnya
penekanan pada self-control yang menunjukkan kesadaran pemain
dalam mengekspresikan dirinya. Pemain game role-playing sering
bermimpi mengenai game, karakter mereka dan berbagai situasi.
Fantasi di dalam game menjadi salah satu keuntungan bagi pemain dan
31
kejadian-kejadian yang ada pada game sangat kuat, yang mana hal ini
membawa pemain dan alasan mereka untuk melihat permainan itu
kembali. Pemain menyatakan dirinya termotivasi bermain karena
bermain game itu menyenangkan, memberi kesempatan untuk
bereksperimen, dan lain-lain, tetapi sebenarnya tanpa sadar mereka
termotivasi, karena bermain game memberikan kesempatan
mengekspresikan dirinya dan terkadang jenuh terhadap kehidupan
nyata mereka.
Berdasarkan uraian-uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi addiction bermain online adalah adanya reward, feedback
pada game, mengurangi rasa bosannya terhadap kehidupan nyata, menghilangkan
streotype rasa kesepian, ketidakmampuan bersosial bagi pemain yang kecanduan,
rendahnya self esteem dan self efficacy, dan lingkungan virtual.
B. Remaja Tengah (Mahasiswa)
1. Pengertian Remaja dan Batasan Usia Remaja
Hurlock (1999), menyatakan bahwa adolescence adalah suatu fase hidup
dengan perubahan-perubahan tercakup dalam perkembangan fase kognitifnya.
Secara psikologis, remaja adalah usia individu mulai berintegrasi dengan
masyarakat dewasa, mengalami perubahan hak yang sama dengan orang dewasa,
dan mengalami perubahan intelektual yang menonjol (Suherman, 2012). Calon
(Admin dalam Fitriyah dan Titin, 2014) menyatakan bahwa remaja merupakan
masa yang menunjukkan dengan jelas sifat masa transisi atau peralihan karena
32
remaja belum memperoleh status dewasa dan tidak lagi memiliki status kanak-
kanak.
Neidahart (Admin dalam Fitriyah dan Titin, 2014) menyatakan bahwa
masa remaja merupakan masa peralihan dari ketergantungan pada masa kanak-
kanak ke masa dewasa, dan pada masa ini remaja dituntut untuk mandiri. Bahkan
Daradjat (dalam Admin, 2008) mengatakan bahwa masa remaja adalah masa yang
muncul dengan berbagai kebutuhan dan emosi serta tumbuhnya kekuatan dan
kemampuan fisik yang lebih jelas dan daya fikir yang matang.
Menurut WHO (dalam Rohmaniah, 2014), usia remaja adalah usia 12-24
tahun. Menurut Hurlock (1999), awal masa remaja berlangsung kira-kira dari
umur 13 sampai dengan 16 tahun, dan akhir masa remaja berkisar usia 24 tahun.
Monks, dkk., (dalam Suherman 2012) memberi batasan usia remaja adalah 12
sampai dengan 21 tahun, sedangkan batasan usia remaja yaitu antara 12 sampai
dengan 23 tahun. Pakpahan (2009) membagi remaja dalam tiga tingkatan, yaitu
masa remaja awal yang berkisar antara usia 12 sampai dengan 13 tahun, remaja
tengah berkisar antara usia 13-18 tahun, dan remaja akhir berkisar antara usia 18
sampai dengan 22 tahun.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
pengertian remaja adalah individu yang sedang berada pada masa peralihan dari
masa akhir kanak-kanak (mulai 12 tahun) menuju masa remaja akhir (sampai usia
24 tahun) dan ditandai dengan perkembangan psikis, fisik, maupun sosialnya,
untuk mencapai kematangan. Subjek yang dijadikan untuk penelitian adalah
remaja tengah yang berusia 17 sampai dengan 24 tahun.
33
2. Ciri-ciri Masa Remaja
Menurut Joomla (2011), ada beberapa ciri-ciri perubahan yang terjadi
selama masa remaja:
a. Peningkatan emosional yang terjadi secara cepat pada masa remaja awal yang
dikenal sebagai masa storm dan stress. Peningkatan emosional ini merupakan
hasil dari perubahan fisik terutama hormon yang terjadi pada masa remaja.
Dari segi kondisi sosial, peningkatan emosi ini merupakan tanda bahwa
remaja berada dalam kondisi baru yang berbeda dari masa sebelumnya. Pada
masa ini banyak tuntutan dan tekanan yang ditujukan pada remaja, misalnya
mereka diharapkan untuk tidak lagi bertingkah seperti anak-anak, mereka
harus lebih mandiri dan bertanggung jawab.
b. Perubahan yang cepat secara fisik yang juga disertai kematangan seksual.
Terkadang perubahan ini membuat remaja merasa tidak yakin akan diri dan
kemampuan mereka sendiri. Perubahan fisik yang terjadi secara cepat, baik
perubahan internal seperti sistem sirkulasi, pencernaan, dan sistem respirasi
maupun perubahan eksternal seperti tinggi badan, berat badan, dan proporsi
tubuh sangat berpengaruh terhadap konsep diri remaja.
c. Perubahan dalam hal yang menarik bagi dirinya dan hubungan dengan orang
lain. Selama masa remaja banyak hal-hal yang menarik bagi dirinya yang
dibawa dari masa kanak-kanak digantikan dengan hal menarik yang baru dan
lebih matang. Hal ini juga dikarenakan adanya tanggung jawab yang lebih
besar pada masa remaja, sehingga remaja diharapkan untuk dapat
mengarahkan ketertarikan mereka pada hal-hal yang lebih penting,
34
d. Perubahan nilai, perilaku yang mereka anggap penting pada masa kanak-
kanak menjadi kurang penting karena sudah mendekati dewasa.
e. Kebanyakan remaja bersifat ambivalen dalam menghadapi perubahan yang
terjadi. Disatu sisi remaja menginginkan kebebasan, tetapi disisi lain mereka
takut akan tanggung jawab yang menyertai kebebasan tersebut, serta
meragukan kemampuan mereka sendiri untuk memikul tanggung jawab
tersebut.
Menurut Hurlock (1999) ciri-ciri remaja adalah:
a. Masa remaja sebagai periode yang penting
Yaitu perubahan-perubahan yang dialami masa remaja akan memberikan
dampak langsung pada individu yang bersangkutan dan akan mempengaruhi
perkembangan selanjutnya.
b. Masa remaja sebagai periode peralihan
Disini berarti perkembangan masa kanak-kanak belum selesai tetapi juga
belum dianggap sebagai orang dewasa. Status remaja tidak jelas, keadaan ini
memberi waktu padanya untuk mencoba gaya hidup yang berbeda dan
menentukan pola perilaku, nilai dan sifat yang paling sesuai dengan dirinya.
c. Masa remaja sebagai periode perubahan
Yaitu perubahan pada emosi, tubuh, minat, dan peran (menjadi dewasa yang
mandiri), nilai-nilai yang dianut, serta keinginan dan kebebasan.
d. Masa remaja sebagai masa mencari identitas
Disini yang dicari oleh remaja yaitu berupa usaha untuk menjelaskan siapa
dirinya dan apa peranannya dalam masyarakat.
35
e. Masa remaja sebagai masa yang menimbulkan ketakutan
Dikatakan demikian karena remaja sulit diatur dan cenderung berperilaku
yang kurang baik. Hal ini yang membuat banyak orang tua menjadi takut.
f. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik
Remaja cenderung memandang kehidupan dari kacamata berwarna merah
jambu, melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagai perilaku yang
diinginkan dan bukan sebagai perilaku adanya, terlebih dalam hal cita-cita.
g. Masa remaja sebagai masa ambang dewasa
Remaja mengalami kebingungan atau kesulitan didalam usaha meninggalkan
kebiasaan pada usia sebelumnya dan di dalam memberikan kesan bahwa
mereka hampir atau sudah dewasa, yaitu dengan merokok, minum-minuman
keras, menggunakan obat-obatan dan terlibat dalam perilaku seks. Mereka
menganggap bahwa perilaku ini akan memberikan citra yang mereka
inginkan.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ciri-
ciri masa remaja adalah masa remaja sebagai periode yang penting, masa remaja
sebagai periode peralihan, masa remaja sebagai periode perubahan, masa remaja
sebagai masa mencari identitas, masa remaja sebagai masa yang menimbulkan
ketakutan, masa remaja sebagai masa yang tidak realistik, dan masa remaja
sebagai masa ambang dewasa. Masa remaja terjadi peningkatan emosi yang
terjadi secara cepat, perubahan fisik yang juga disertai kematangan kematangan
seksual. Masa remaja sebagai periode yang penting, periode peralihan, periode
36
perubahan, masa mencari identitas, masa yang menimbulkan ketakutan, masa
yang tidak realistik, dan masa ambang dewasa.
C. Fenomena Kecanduan Game Online
Pengguna game online bukan hanya dari kalangan anak-anak, namun ada
juga dari kalangan remaja hingga orang dewasa sekalipun. Cukup banyak yang
berpartisipasi dalam pertandingan game online yang pernah diadakan sebelumnya.
Selain untuk mencari para pemenang juga sebagai tujuan mencari kawan ataupun
silaturahmi bagi para pecinta game online. Berbagai keragaman dan kemudahan
yang ditawarkan di dalam game tersebut menjadikan mereka tahan berlama-lama
di depan komputer dan taraf pemakaiannya menjadi semakin meningkat.
Peningkatan bermain dan pemakaian game online secara intensif ini menimbulkan
berbagai permasalahan yang di kalangan para ahli psikologi dikenal sebagai
kecanduan game online (Soetjipto, 2007).
Para pakar psikologi Amerika, secara resmi menyatakan kekhawatiran
mereka terhadap efek yang ditimbulkan dari kebiasaan sejumlah orang yang
sangat gemar bermain game online dan hal tersebut harus segera diatasi karena
bisa mengakibatkan penyakit kejiwaan yang cukup parah (Soetjipto, 2007).
Bermain game umumnya dilakukan sendirian, dan itu dilakukan dalam waktu
yang cukup lama. Semakin kecanduan terhadap game, semakin sedikit pula waktu
yang tersediauntuk berkomunikasi dengan teman-teman seusianya. Menurut
Poerwodarminto (2005) kecanduan (addiction) adalah kejangkitan suatu
kegemaran (hingga lupa akan hal-hal lain). Dari sini jelas sekali terbayang
37
dampak negatif yang ditimbulkan oleh game online tersebut. Mereka akan
kehilangan kemampuan untuk bersosialisasi dengan masyarakat. Psikolog
Amerika Serikat Ian Danforth menegaskan bahwa frekuensi bermain yang terlalu
sering akan mengacaukan kehidupan sehari-hari. Masalah ini bisa menjadi sesuatu
yang mengkhawatirkan, jika tidak ada kontrol pada diri remaja untuk bisa
membatasi dari game online tersebut.
Fase kecanduan bermain game online merupakan keadaan dimana seorang
pemain akan sangat sulit untuk lepas dari permainannya. Fase kecanduan game
online yang sudah berat akan terjadi efek perilaku compulsion (dorongan untuk
melakukan secara terus menerus). Menurut Chen dan Chang (dalam Chou, 2005),
compulsion yaitu suatu dorongan atau tekanan kuat yang berasal dari dalam diri
sendiri untuk melakukan suatu hal secara terus menerus, perilaku dalam hal ini
merupakan dorongan dari dalam diri untuk terus menerus untuk bermain game
online. Sedangkan menurut Lee (2011), fase kecanduan game online yang sudah
berat akan terjadi excessive use terjadi ketika bermain game online menjadi
aktivitas yang paling penting dalam kehidupan individu. Kriteria ini mendominasi
pikiran individu (preokupasi atau gangguan kognitif), perasaan (merasa sangat
butuh), dan tingkah laku (kemunduran dalam perilaku sosial). Kemunduran dalam
perilaku sosial tersebut seperti hilangnya kontrol diri, agresifitas, sikap antisosial,
mudah marah, kehilangan kemampuan untuk bersosialisasi dengan masyarakat.
Kemudian efek ahlak juga dapat terjadi seperti lupa akan melaksanakan ibadah,
masalah kekerasan karena meniru game pembunuhan atau game perkelahian,
berbohong kepada orang tuanya (Poetoe, 2012).
38
Kecanduan bermain game online ini banyak terjadi pada remaja mahasiswa,
dimana masa remaja merupakan masa peralihan dari ketergantungan pada masa
kanak-kanak kemasa dewasa, dan pada masa ini remaja dituntut untuk mandiri.
Daradjat (dalam Admin, 2008) mengatakan bahwa masa remaja adalah masa yang
muncul dengan berbagai kebutuhan dan emosi serta tumbuhnya kekuatan dan
kemampuan fisik yang lebih jelas dan daya fikir yang matang. Tujuan dasar atau
tujuan utama permainan game ini tidak lain adalah untuk kesenangan. Seseorang
yang gemar bermain game online akan mendapatkan kepuasan psikologis dimana
ia terdorong untuk menuntaskan dan memenangkan permainan yang ada di game
online tersebut. Dengan bermain, maka seseorang akan menemukan hal-hal yang
baru. Hal-hal yang baru tersebut membuat manusia bisa saling bermain,
berdialog, bahkan saling adu strategi dan bertempur, yaitu suatu aktivitas yang
sangat alami dan sangat dekat dengan kehidupan manusia.
Kecanduan game online yang lebih banyak berdampak negatif, yaitu uang
dan waktu yang terbuang sia-sia, kemunduran perilaku, sosial, dan ahlak daripada
dampak positifnya. Menurut Lee (2011), fase kecanduan game online yang sudah
berat akan terjadi excessive use terjadi ketika bermain game online menjadi
aktivitas yang paling penting dalam kehidupan individu. Kriteria ini mendominasi
pikiran individu (preokupasi atau gangguan kognitif), perasaan (merasa sangat
butuh), dan tingkah laku (kemunduran dalam perilaku sosial). Kemunduran dalam
perilaku sosial tersebut seperti hilangnya kontrol diri, agresifitas, sikap antisosial,
mudah marah, kehilangan kemampuan untuk bersosialisasi dengan masyarakat.
Kemudian efek ahlak juga dapat terjadi seperti lupa akan melaksanakan ibadah,
39
masalah kekerasan karena meniru game pembunuhan atau game perkelahian,
berbohong kepada orang tuanya (Poetoe, 2012). Game online juga dapat
berdampak positif yaitu, meningkatkan intensitas pengalaman manusia dengan
cara yang relatif aman, tetapi tetap memberikan ketegangan dan kesenangan.
Kemudian efek atau fungsi permainan menurut Sutton-Smith (1991), dengan
bermain manusia dapat menemukan dirinya berada di depan permasalahan yang
dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, tetapi yang telah disederhanakan
sehingga dapat diatasi dalam waktu dan ruang yang tersedia. Dengan bermain,
maka seseorang akan menemukan hal-hal yang baru. Hal-hal yang baru tersebut
membuat manusia bisa saling bermain, berdialog, bahkan saling adu strategi dan
bertempur, yaitu suatu aktivitas yang sangat alami dan sangat dekat dengan
kehidupan manusia. Bahwa game dapat membuat orang lebih bermotivasi (Mark
Griffiths dalam Prayoga, 2009). Seorang pemain (player) akan bisa adu strategi
dan keterampilan dengan sejumlah pemain lain yang berada di belahan dunia yang
lain. Perkembangan teknologi permainan (game) ini telah diikuti oleh munculnya
fenomena permainan game dengan frekuensi yang tinggi.
Seseorang yang sudah kecanduan game online, jika tidak bermain game
online, maka seseorang akan merasakan tidak menemukan kepuasan dalam
permainan yang tidak mereka temukan di dunia nyata. Jika tidak bermain game
online, maka para remaja tidak dapat menghilangkan segala rasa penat dan stress
(baik itu datang dari sendiri maupun dari orang tua, guru, maupun orang lain).
Rasa penat dan stress tersebut dapat bertambah, sehingga gamer merasakan
dampak yang negatif pula akibat tidak bermain game online. Berdasarkan uraian-
40
uraian di atas, maka penelitian ini akan menggambarkan secara deskriptif tentang
tinggi-rendahnya fenomena kecanduan game online pada mahasiswa UMBY.