BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. Hakikat Latihan a...

38
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Hakikat Latihan a. Pengertian Latihan Menurut Harsono dalam Giriwijoyo, dkk (2005: 43) latihan atau training adalah suatu proses berlatih yang sistematis yang dilakukan secara berulang-ulang, dan yang kian hari jumlah beban latihannya kian bertambah. Sistematis berarti bahwa pelatihan dilaksanakan secara teratur, berencana, menurut jadwal, menurut pola, menurut sistem tertentu, metodis, bersinambung dari yang sederhana ke yang lebih kompleks. Berulang-ulang berarti bahwa gerakan yang dipelajari harus dilatih secara berulang kali (mungkin berpuluh atau beratus kali) agar gerakan yang semula sukar dilakukan dan koordinasi gerakan yang masih kaku menjadi kian mudah, otomatis dan reflektif pelaksanaannya. Demikian pula agar pola serta koordinasi gerak menjadi semakin halus sehingga semakin menghemat energi (efisien). Beban kian hari kian bertambah berarti secara berkala beban latihan harus ditingkatkan manakala sudah tiba saatnya untuk ditingkatkan. Sukadiyanto (2010: 7) mengatakan bahwa latihan berasal dalam kata bahasa Inggris yang dapat mengandung beberapa makna seperti: practice, exercises, dan training. Dalam bahasa Indonesia kata-kata tersebut semuanya mempunyai arti yang sama yaitu latihan. Namun,

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. Hakikat Latihan a...

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Hakikat Latihan

a. Pengertian Latihan

Menurut Harsono dalam Giriwijoyo, dkk (2005: 43) latihan atau

training adalah suatu proses berlatih yang sistematis yang dilakukan

secara berulang-ulang, dan yang kian hari jumlah beban latihannya kian

bertambah. Sistematis berarti bahwa pelatihan dilaksanakan secara

teratur, berencana, menurut jadwal, menurut pola, menurut sistem

tertentu, metodis, bersinambung dari yang sederhana ke yang lebih

kompleks. Berulang-ulang berarti bahwa gerakan yang dipelajari harus

dilatih secara berulang kali (mungkin berpuluh atau beratus kali) agar

gerakan yang semula sukar dilakukan dan koordinasi gerakan yang masih

kaku menjadi kian mudah, otomatis dan reflektif pelaksanaannya.

Demikian pula agar pola serta koordinasi gerak menjadi semakin halus

sehingga semakin menghemat energi (efisien). Beban kian hari kian

bertambah berarti secara berkala beban latihan harus ditingkatkan

manakala sudah tiba saatnya untuk ditingkatkan.

Sukadiyanto (2010: 7) mengatakan bahwa latihan berasal dalam

kata bahasa Inggris yang dapat mengandung beberapa makna seperti:

practice, exercises, dan training. Dalam bahasa Indonesia kata-kata

tersebut semuanya mempunyai arti yang sama yaitu latihan. Namun,

9

dalam bahasa Inggris kenyataanya setiap kata tersebut memiliki maksud

yang berbeda-beda. Dari beberapa istilah tersebut, setelah diaplikasikan

di lapangan memang nampak sama kegiatanya, yaitu aktivitas fisik.

Pengertian latihan yang berasal dari kata practice adalah aktivitas

untuk meningkatkan keterampilan (kemahiran) berolahraga dengan

menggunakan berbagai peralatan sesuai dengan tujuan dan kebutuhan

cabang olahraganya. Artinya, selama dalam kegiatan proses berlatih

melatih agar dapat menguasai keterampilan gerak cabang olahraganya

selalu dibantu dengan menggunakan berbagai peralatan pendukung.

Sebagai contoh, apabila pseorang pemain sepakbola agar dapat

menggiring bola dalam penguasaanya penuhm maka perlu practice

dalam menggiring bola. Untuk itu diperlukan alat bantu seperti pancang

yang disusun berjarak 1 meter sebanyak 10 pancang. Pemain tersebut

berusaha lari sambil menggiring bola dengan cara zig-zag melewati

pancang-pancang. Dalam proses berlatih melatih practice sifatnya

sebagai bagian dari proses latihan yang berasal exercise. Artinya, dalam

setiap proses latihan yang berasal dari kata exercises pasti ada bentuk

latihan practice.

Selain pendapat tersebut, ada beberapa pendapat para ahli di

antaranya McMorris & Hale (2006: 97) juga mengemukakan hal yang

berkaitan dengan kata practice, yaitu “practice is essential if learning is

to take place. To the congnitivists, practice follows instruction. It is the

keyfactor in the intermediate and autonomous stages of fits and posner,

10

would see it as being when we move from declarative knowledge

(knowing what to do) to procedural knowledge (developing the ability to

perform the task)”. Maksud dari pernyataan McMorris & Hale, praktik

adalah hal yang penting untuk mengembangkan pengetahuan dengan

mengikuti instruksi-instruksi yang diberikan yang akan mengubah

pengetahuan deklaratif (mengetahui apa yang harus dilakukan) hingga

pengetahuan prosedural (mengembangkan kemampuan untuk melakukan

tugas).

Menurut Drake (2009: 51) ada beberapa hal penting di dalam

practice yang baik, yaitu “offers areas of provision on a continuous basis

to enable children to develop ideas and understanding over time.

Encourage children as independent learners and thinkers within the

environment, organizing provision to promote self selection and decision

making”. Maksud dari pernyataan Drake, dengan practice secara terus-

menerus maka akan memungkinkan anak untuk mengembangkan ide dan

pemahaman dari waktu ke waktu. Practice juga mendorong anak-anak

untuk dapat mandiri dan mengembangkan kreativitas dalam pengambilan

keputusan. “To achieve excellence in any domain, individuals have to

spend a considerable amount of time trying to improve performance

through practice related activities” (Ericsson, Krampe, & Tesch-Römer,

1993: 363). Maksud pendapat tersebut yaitu untuk mencapai berbagai

domain yang baik, individu menggunakan banyak waktu mencoba untuk

11

meningkatkan kemampuan melalui aktivitas yang berhubungan dengan

latihan (practice).

Menurut Sukadiyanto (2010: 7) pengertian latihan yang berasal

dari kata exercises adalah perangkat utama dalam proses latihan harian

untuk meningkatkan kualitas fungsi organ tubuh manusia, sehingga

mempermudah olahragawan dalam penyempurnaan geraknya. Latihan

exercises merupakan materi latihan yang dirancang dan disusun oleh

pelatih untuk satu sesi latihan atau satu kali tatap muka dalam latihan.

Birch et al. (2005: 1) mengemukakan latihan yang berasal dari kata

exercise yaitu “exercise is defined as repetitive physical activity or

movement aimed at improving or maintaining fitness or health”. Maksud

dari pernyataan Birch et al. latihan didefinisikan sebagai aktivitas fisik

yang berulang atau gerakan yang bertujuan untuk meningkatkan atau

mempertahankan kebugaran maupun kesehatan.

Pengertian latihan yang berasal dari kata training adalah

penerapan dari suatu perencanaan untuk meningkatkan kemampuan

berolahraga yang berisikan materi teori dan praktek, metode, dan aturan

pelaksanaan sesuai dengan tujuan dan sasaran yang akan dicapai (Martin

dalam Sukadiyanto, 2010: 8). Menurut Bompa (2009: 3) training is

usually defined as systematic process of long duration, repetitive,

progressive exercises, having the ultimate goal of improving athletic

performance.

12

Latihan biasanya didefinisikan sebagai suatu proses sistematis

yang dilakukan dalam jangka waktu panjang, berulang-ulang, progresif,

dan mempunyai tujuan untuk meningkatkan penampilan fisik. Menurut

Reilly (2005: 1) training is an essential part of preparing for sports

competition. If training for soccer is to be effective it must be related to

the demands of the game. Latihan merupakan bagian penting dari

persiapan menuju kompetisi olahraga. Apabila latihan sepakbola, yang

efektif seharusnya berhubungan dengan kebutuhan dalam permainan.

Selanjutnya Gordon (2009: 90) mengemukakan training can be viewed

as a very powerful stimulus which evokes a response in the body, the

result of which is adaptation. Maksud dari pernyataan Gordon, latihan

dapat dilihat sebagai stimulus yang sangat kuat yang dapat

membangkitkan respon dalam tubuh, yang hasilnya adalah adaptasi.

Berdasarkan beberapa pengertian latihan tersebut, diketahui

bahwa latihan sangat berperan penting bagi atlet untuk mencapai prestasi,

dengan adanya program latihan yang disusun dan di implementasikan

secara kontinyu, maka atlet akan terbiasa beradaptasi serta meningkatkan

kualitas fisik maupun psikis. Pada prinsipnya latihan merupakan suatu

proses perubahan ke arah yang lebih baik, yaitu untuk meningkatkan:

kualitas fisik, kemampuan fungsional peralatan tubuh, dan kualitas psikis

anak latih. Jadi dapat disimpulkan bahwa latihan merupakan aktivitas

fisik yang dilakukan secara sistematis, dalam jangka waktu yang panjang,

dilakukan berulang-ulang, meningkat, dan dengan sebuah metode

13

tertentu sesuai tujuan yang diinginkan. Proses berlatih yang dilakukan

secara teratur, terencana, berulang-ulang dan semakin lama semakin

bertambah beban, serta dimulai dari yang sederhana ke yang kompleks.

Practice adalah suatu bagian dari bentuk aktivitas yang dilakukan dengan

menggunakan berbagai peralatan sesuai dengan tujuan dan kebutuhan

cabang olahraganya. Exercise adalah aktivitas yang dilakukan dalam satu

sesi atau satu kali tatap muka sedangkan training merupakan suatu

latihan yang dilakukan secara berulang-ulang, teratur dan terprogram

yang berlangsung dalam beberapa hari atau bulan.

Salah satu ciri latihan yang baik yang dikemukakan oleh

Sukadiyanto (2010: 9) berasal dari kata practice, exercises, maupun

training, adalah adanya beban latihan. Oleh karena diperlukanya beban

latihan selama proses berlatih melatih agar hasil latihan dapat

berpengaruh terhadap peningkatan kualitas fisik, psikis, sikap, dan sosial

olahragawan, sehingga puncak prestasi dapat dicapai dalam waktu yang

singkat dan dapat bertahan relatif lebih lama.

Latihan yang sistematis adalah dilakukan secara teratur, latihan

tersebut berlangsung beberapa kali dalam satu minggu, tergantung pada

standart atlet dan periode latihan. Selanjutnya latihan tersebut dilakukan

berdasarkan suatu sistem yang mengikuti prinsip-prinsip latihan yang

bersikap dasar. Dalam penelitian ini latihan dilaksanakan tiga kali

pertemuan dalam satu minggu sesuai jadwal latihan ekstrakurikuler

atletik SD Negeri Surodadi 1 yaitu pada hari Selasa, Kamis dan Sabtu.

14

b. Tujuan Latihan

Tujuan utama latihan adalah untuk membantu atlet meningkatkan

keterampilan dan prestasinya semaksimal mungkin. Agar dapat mencapai

hal itu ada empat aspek latihan yang perlu diperhatikan dan dilatih secara

seksama oleh atlet, yaitu:

1) Latihan Fisik (physical training) tanpa kondisi fisik yang baik atlet

tidak bias mengikuti latihan-latihan dengans empurna. Latihan fisik

hendaklah menunjang perkembangan fisik secara menyeluruh.

2) Latihan Teknik (technical training) latihan untuk mempermahir

teknik-teknik gerakan yang diperlukan untuk melakukan cabang

olahraga yang dilakukan atlet. Latihan teknik juga bermanfaat untuk

membentuk dan mengembangkan kebiasaan-kebiasaan motorik atau

perkembangan neuromuscular.

3) Latihan Taktik (tactical training) bertujuan untuk menunjukan

perkembangan interpretatif atau daya tafsir pada atlet. Teknik

gerakan-gerakan yang sudah dikuasai dengan baik harus dituangkan

dan diorganisir dalam bentuk-bentuk, strategi-strategi dan taktik-

taktik, sehingga berkembang menjadi satu kesatuan gerak yang

sempurna.

4) Latihan Mental (psychological training) untuk mempertinggi efisiensi

mental atlet terutama apabila atlet dalam situasi stress yang komplek.

Latihan mental adalah latihan-latihan yang lebih menekan pada

perkembangan kedewasaan atlet serta perkembangan emosional.

15

Sedangkan menurut Sukadiyanto (2010: 9) tujuan latihan adalah:

1) Meningkatkan kualitas fisik dasar secara umum dan menyeluruh.

2) Mengembangkan dan meningkatkan potensi fisik yang khusus.

3) Menambah dan menyempurnakan teknik.

4) Mengembangkan dan menyempurnakan strategi.

5) Meningkatkan kualitas dan kemampuan psikis olahragawan dalam

bertanding.

c. Prinsip Latihan

A basic principle of training is that the biological system to be

affected is overloaded. The training stimulus or stress presented is

greater than that which the individual is normally accustomed to (Reilly

2007: 2). Prinsip dasar dari latihan adalah memberikan pengaruh

maksimal terhadap sistem dalam tubuh. Stimulus latihan atau rangsang

yang dilakukan lebih besar dari pada ketika individu beraktivitas normal

seperti biasa. Menurut Sukadiyanto (2010: 18) prinsip latihan merupakan

hal-hal yang harus ditaati, dilakukan atau dihindari agar tujuan latihan

dapat tercapai sesuai dengan yang diharapkan. Prinsip-prinsip latihan

memiliki peranan penting terhadap aspek fisiologis dan psikologis bagi

olahragawan. Dengan memahami prinsip-prinsip latihan akan

mendukung upaya dalam meningkatkan kualitas suatu latihan. Selain itu,

akan dapat menghindarkan olahragawan dari rasa sakit dan timbul cedera

selama dalam proses latihan. Menurut Furqon (1995: 5) prinsip-prinsip

latihan adalah garis pedoman suatu latihan terorganisasi dengan baik

16

yang harus digunakan. Prinsip-pinsip semacam itu menunjuk pada semua

aspek dan kegiatan latihan, prinsip-prinsip itu menentukan isi, cara dan

metode serta organisasi latihan.

Menurut Sukadiyanto (2010: 19) macam-macam prinsip latihan

adalah sebagai berikut: 1) Prinsip kesiapan; 2) Prinsip individual; 3)

Prinsip adaptasi; 4) Prinsip beban lebih; 5) Prinsip progresif; 6) Prinsip

spesifikasi; 7) Prinsip variasi; 8) Prinsip pemanasan dan pendinginan; 9)

Prinsip latihan jangka panjang; 10) Prinsip berkebalikan; 11) Prinsip

moderat (tidak berlebih); 12) Prinsip sistematik. Menurut Husein, et al.

(2007: 46) bahwa prinsip latihan ada empat yaitu prinsip pedagogik,

prinsip individual, prinsip keterlibatan aktif dan prinsip variasi. Menurut

Irianto (2002: 43) tiga prinsip latihan yaitu:

1) Prinsip Beban Lebih (Overload). Tubuh manusia tersusun atas

berjuta-juta sel yang masing-masing mengemban tugas sesuai

dengan fungsinya, sel-sel tersebut mempunyai kemampuan

untuk menyesuaikan diri terhadap latihan. Apabila tubuh

diberikan beban latihan yang tepat, dengan kian hari

menambah beban latihan maka tubuh akan mengalami

peningkatan kemampuan.

2) Prinsip Kembali Asal (Reversible). Maksudnya, adaptasi

latihan yang dicapai akan berkurang bahkan hilang, jika

latihan tidak dilakukan secara teratur dengan takaran yang

tepat.

3) Prinsip Kekhususan (Specifity). Model latihan yang dipilih

harus disesuaikan dengan tujuan latihan yang hendak dicapai.

Dalam satu kali tatap muka, seluruh prinsip latihan dapat

diterapkan secara bersamaan dan saling mendukung. Apabila ada prinsip

latihan yang tidak diterapkan, maka akan berpengaruh terhadap keadaan

fisik dan psikis olahragawan (Sukadiyanto, 2010: 18). Menurut Irianto,

17

dkk (2009: 43) bahwa untuk mencapai tujuan latihan atau fitness secara

optimal, maka perlu mengetahui prinsip-prinsip dasar dalam latihan

fitness yang memiliki peranan yang sangat penting terhadap aspek

fisiologis maupun psikologis. Menurut Husein et al. (2007: 46) bahwa

prinsip latihan ada empat yaitu: Prinsip pedagogik, prinsip individual,

prinsip keterlibatan aktif dan prinsip variasi.

d. Komponen Latihan

Menurut Sukadiyanto (2010: 40) komponen latihan merupakan

kunci atau hal penting yang harus dipertimbangkan dalam menentukan

dosis dan beban latihan. Selain itu komponen latihan sebagai pedoman

dan tolok ukur yang sangat menentukan untuk tercapai tidaknya suatu

tujuan dan sasaran latihan yang telah disusun dan dilaksanakan. Menurut

Reilly (2007: 4) the dimensions of exercise are its intensity, its duration

and its frequency. A consideration relevant to these factors is the type of

exercise performed. Dimensi dari latihan adalah intensitas, durasi dan

frekuensi. Sebuah pertimbangan yang berhubungan dengan faktor ini

adalah tipe latihan yang dilakukan. Menurut Bompa & Haff (2009: 79)

semua komponen latihan harus ditingkatkan sesuai dengan perbaikan

atau kemajuan yang dicapai atlet secara keseluruhan dan terpantau

dengan benar. Komponen-komponen latihan antara lain volume latihan,

intensitas latihan, densitas latihan dan kompleksitas latihan.

18

1) Volume Latihan

Sebagai komponen utama latihan, volume adalah persyaratan

yang sangat penting untuk mendapatkan teknik yang tinggi, taktik dan

khususnya pencapaian fisik (Bompa & Haff, 2009: 79). Menurut

Sukadiyanto (2010: 40) volume adalah ukuran yang menunjukkan

kuantitas (jumlah) suatu rangsang atau pembebanan. Adapun dalam

proses latihan cara yang digunakan untuk meningkatkan volume

latihan dapat dilakukan dengan cara diperberat, diperlama, dipercepat,

atau diperbanyak.

Menurut Bompa (2009: 40) volume latihan disebut dengan

jangka waktu yang dipakai selama sesi latihan atau durasi yang

melibatkan beberapa bagian secara integral yang meliputi: waktu atau

jangka waktu yang dipakai dalam latihan, jarak atau jumlah tegangan

yang dapat ditanggulangi atau diangkat persatuan waktu, jumlah

pengulangan bentuk latihan atau elemen teknik yang dilakukan dalam

waktu tertentu. Sehingga diperkirakan bahwa volume terdiri dari

jumlah keseluruhan dari kegiatan yang dilakukan dalam latihan.

Volume diartikan sebagai jumlah kerja yang dilakukan selama satu

kali latihan atau selama fase latihan. Peningkatan volume latihan

merupakan puncak latihan dari semua cabang olahraga yang memiliki

komponen aerobik, hal yang sama terjadi juga pada cabang olahraga

yang menuntut kesempurnaan teknik atau keterampilan taktik.

19

Menurut Sukadiyanto (2010: 40) adapun dalam proses latihan

cara yang digunakan untuk meningkatkan volume latihan dapat

dilakukan dengan cara menambah berat, memperlambat,

mempercepat, atau memperbanyak latihan itu sendiri. Apabila volume

latihan telah mencukupi, maka lebih bijaksana untuk meningkatkan

jumlah satuan latihan daripada menambah volume kerja.

2) Intensitas Latihan

Menurut Suharjana (2008: 15) intensitas latihan adalah fungsi

dari kekuatan rangsangan syaraf yang dilakukan dalam latihan dan

kekuatan rangsangan tergantung dari beban kecepatan gerakan, variasi

interval atau istirahat di antara tiap ulangan. Elemen yang tidak kalah

penting adalah tekanan kejiwaan sewaktu latihan. Jadi intensitas dapat

diukur sesuai dengan kecepatan. Menurut Bompa (2009: 4) intensitas

adalah tinggi rendahnya beban (ambang rangsang) yang akan

digunakan untuk latihan. Intensitas latihan dapat diperkirakan dengan

cara menghitung persentase denyut jantung saat latihan dari denyut

jantung maksimal.

Sukadiyanto (2010: 43) intensitas adalah ukuran yang

menunjukkan kualitas (mutu) suatu rangsang atau pembebanan. Untuk

menentukan besarnya ukuran intensitas antara lain ditentukan dengan

cara sebagai berikut:

20

a) Denyut jantung per menit

Denyut jantung per menit sebagai ukuran intensitas dihitung

berdasarkan denyut jantung maksimal. Denyut jantung maksimal

orang kebanyakan biasanya dihitung menggunakan rumus 220 –

usia. Pada umumnya bagi orang yang terlatih cenderung memiliki

denyut jantung istirahat yang lebih sedikit daripada orang

kebanyakan atau yang tidak terlatih.

b) Kecepatan (waktu tempuh)

Kecepatan dapat sebagai ukuran intensitas, yaitu lamanya waktu

tempuh yang digunakan untuk mencapai jarak tertentu. Misalnya

pelari berlari menempuh jarak 100 meter dengan lama waktu

tempuh 12:50 detik. Untuk menentukan intensitas latihannya

dengan cara jarak tempuh dibagi waktu tempuh, menjadi 100/12:50

detik = 8 meter/detik. Artinya kecepatan pelari tersebut setiap 8

meter memerlukan waktu tempuh 1 detik, sehingga ukuran

intensitas latihannya adalah 8 meter/detik.

c) Jarak tempuh

Jarak tempuh dapat sebagai ukuran intensitas, yaitu kemampuan

seseorang dalam menempuh jarak tertentu dalam waktu tertentu.

Sebagai contoh adalah kebalikan dari kecepatan (waktu tempuh)

tersebut, yaitu intensitas latihan dengan menggunakan kecepatan 8

meter/detik. Sedangkan dalam intensitas yang menggunakan jarak

21

tempuh 8 meter/detik diartikan bahwa dalam setiap 1 detik pelari

tersebut mampu berlari menempuh jarak 8 meter.

d) Jumlah repetisi (ulangan) per waktu tempuh (menit/detik)

Jumlah repetisi dapat sebagai ukuran intensitas, yaitu dengan cara

melakukan satu bentuk aktivitas dalam waktu tertentu dan mampu

melakukannya dalam beberapa ulangan. Contohnya seseorang

melakukan aktivitas seperti sit ups, back ups, atau push ups

sebanyak-banyaknya dalam waktu 30 detik mampu melakukan 25

kali.

e) Pemberian waktu recovery dan interval

Semakin singkat pemberian waktu recovery dan interval

selama latihan, berarti semakin tinggi intensitas latihannya.

Menurut Sukadiyanto (2010: 43) recovery adalah waktu istirahat

yang diberikan pada saat antar set atau antar repetisi (ulangan).

Interval adalah waktu istirahat yang diberikan pada saat antar seri,

antar sirkuit, atau antar sesi per unit latihan. Pada prinsipnya

pemberian waktu recovery selalu lebih pendek (singkat) daripada

pemberian waktu interval.

3) Densitas latihan

Menurut Sukadiyanto (2010: 44) bahwa densitas latihan adalah

ukuran yang menunjukkan padatnya waktu perangsangan (lamanya

pembebanan). Padat atau tidaknya waktu perangsangan (densitas) ini

sangat dipengaruhi oleh lamanya pemberian waktu recovery dan

22

interval. Semakin pendek waktu recovery dan interval yang diberikan,

maka densitas latihan semakin tinggi (padat), sebaliknya semakin

lama waktu recovery dan interval yang diberikan, maka densitas

latihan semakin rendah (kurang padat). Sebagai contoh waktu latihan

(durasi) selama 3 jam dalam satu kali tatap muka, densitas latihan

(waktu efektif) dapat hanya berlangsung selama 1 jam 30 menit

karena dikurangi total waktu recovery dan interval yang lama,

sehingga dapat dikatakan densitas latihan menjadi berkurang (rendah).

4) Kompleksitas latihan

Kompleksitas latihan dikaitkan kepada kerumitan bentuk

latihan yang dilaksanakan dalam latihan (Bompa & Haff, 2009: 28).

Menurut Bompa& Haff (2009: 28) kompleksitas dari suatu

keterampilan dapat menjadi penyebab yang penting dalam menambah

intensitas latihan. Keterampilan teknik yang rumit atau sulit, mungkin

akan menimbulkan permasalahan dan akhirnya akan menyebabkan

tekanan tambahan terhadap otot, khususnya selama tahap di mana

koordinasi syaraf otot berada dalam keadaan lemah. Semakin sulit

bentuk latihan semakin besar juga perbedaan individual serta efisiensi

mekanismenya.

2. Metode Latihan Drill

Menurut Rusman (2012: 290) metode drill adalah suatu metode

dalam latihan dengan melatih atlet terhadap materi yang diberikan. Melalui

metode drill akan ditanamkan kebiasaan tertentu dalam bentuk latihan.

23

Dengan latihan yang terus menerus, maka akan tertanam dan kemudian akan

menjadi kebiasaan. Misalnya yaitu dengan melakukan gerakan teknik-teknik

secara berulang-ulang. Menurut Ma’mum & Subroto (2001: 7) metode drill

adalah cara belajar yang lebih menekankan komponen-komponen teknik.

Menurut Sudjana dalam Patrianti (2014: 16) metode drill adalah

suatu kegiatan melakukan hal yang sama, berulang-ulang secara sungguh-

sungguh dengan tujuan untuk memperkuat suatu asosiasi atau

menyempurnakan suatu keterampilan agar menjadi bersifat permanen.

Menurut Sugiyanto (1993: 371) dalam metode drill siswa melakukan

gerakan-gerakan sesuai dengan apa yang diinstruksikan guru dan

melakukannya secara berulang-ulang. Latihan berulang-ulang gerakan ini

dimaksudkan agar terjadi otomatisasi gerakan. Oleh karena itu, dalam

metode drill perlu disusun tata urutan pembelajaran yang baik agar siswa

terlibat aktif, sehingga akan diperoleh hasil belajar yang optimal.

Keaktifan siswa melakukan tugas ajar sangat dituntut dalam metode

konvensional. Kelangsungan proses latihan pada tahap berikutnya ialah

penguasaan teknik yang ideal. Hal ini tergantung pada inisiatif dan self-

activity dari pihak siswa itu sendiri. Sedangkan guru bertugas mengarahkan

penguasaan gerak, melakukan koreksi dan evaluasi setiap terjadi kesalahan

teknik adalah penting terhindar dari pola gerakan yang salah dari teknik

yang dipelajari. Seperti dikemukakan Sugiyanto (1993: 372) bahwa, setiap

pelaksanaan drill perlu selalu mengoreksi agar perhatian tertuju pada

kebenaran gerak.

24

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut disimpulkan bahwa metode

latihan drill adalah metode dalam latihan dengan melakukan hal yang sama,

berulang-ulang secara sungguh-sungguh dengan tujuan untuk memperkuat

suatu asosiasi atau menyempurnakan suatu keterampilan agar menjadi

kebiasaan yang bersifat permanen.

3. Metode Latihan Interval

Latihan secara interval merupakan serentetan latihan yang diselingi

dengan istirahat tertentu. Faktor istirahat haruslah diperhitungkan setelah

jasmani melakukan kerja berat akibat latihan. Sistem latihan secara interval

digunakan hampir pada semua cabang olahraga. Menurut Suharno (1993:

17) prinsip interval sangat penting dalam latihan yang bersifat harian,

mingguan, bulanan, kuwartalan, tahunan yang berguna untuk pemulihan

fisik dan mental atlet dalam menjalankan latihan.

Pada dasarnya istilah interval terkait erat dengan recovery sebab

kedua istilah tersebut memiliki makna yang sama, yaitu pemberian waktu

istirahat yang diberikan pada saat antar set atau antar repetisi (ulangan)

(Sukadiyanto 2010: 41). Latihan interval adalah suatu metode latihan yang

diselingi oleh interval yang berupa istirahat. Interval training untuk daya

tahan biasanya intensitas larinya rendah sampai medium sekitar 50% -70%

dari kemampuan maksimal. Ada beberapa faktor yang harus dipenuhi dalam

menyusun interval training yaitu :

1. Lamanya latihan

2. Intensitas latihan

25

3. Ulangan (repetisi)

4. Masa istirahat setiap repetisi latihan

Menurut Sukadiyanto (2010: 41) metode latihan interval adalah

suatu metode latihan yang diselingi oleh interval yang berupa istirahat.

Interval adalah waktu istirahat yang diberikan pada saat antar seri, antar

sirkuit, atau antar sesi per unit latihan. Selanjutnya Sukadiyanto (2010: 156)

pemberian waktu recovery dan interval merupakan faktor penting agar

latihan kekuatan dapat diadaptasi oleh otot. Waktu recovery dan interval

tergantung dari macam kekuatan yang dilatih, jumlah otot yang terlibat,

kemampuan olahragawan, irama dan durasi latihan.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut disimpulkan bahwa dasar

latihan interval adalah olahraga yang memberikan jeda di sela-sela aktivitas

fisik. Misalnya, dengan mengubah kecepatan setiap menit secara bertahap

adanya istirahat yang diselingkan pada waktu melakukan latihan. Istirahat

diantara latihan tersebut dapat berupa istirahat pasif atau pun aktif. Interval

yang dimaksud dalam penelitian ini adalah metode interval training

bertujuan untuk meningkatkan kecepatan lari sejauh 50 meter siswa SD

Negeri Surodadi 1 Candimulyo Magelang.

4. Hakikat Rasio Panjang Tungkai dan Tinggi Badan

Panjang tungkai adalah jarak vertikal antara telapak kaki sampai

dengan pangkal paha yang diukur dengan cara berdiri tegak. Panjang

tungkai sebagai bagian dari postur tubuh memiliki hubungan yang sangat

erat kaitannya sebagai penolak disaat melakukan lari dan lompatan. Panjang

26

tungkai sebagai salah satu anggota gerak bawah memiliki peran penting

dalam unjuk kerja olahraga khususnya cabang olahraga atletik nomor lari 50

meter.

Sebagai anggota gerak bawah, panjang tungkai berfungsi sebagai

penopang gerak anggota tubuh bagian atas, serta penentu gerakan baik

dalam berjalan, berlari, melompat. Panjang tungkai melibatkan tulang-

tulang dan otot-otot pembentuk tungkai baik tungkai bawah dan tungkai

atas. Tulang-tulang pembentuk tungkai meliputi tulang-tulang kaki, tulang

tibia dan fibula, serta tulang femur (Raven 1981: 14). Seperti definisinya

tulang adalah penyangga/penopang tubuh dan terdiri atas kolagen, suatu

protein yang berisi kalsium fosfat dan mineral yang memerikan kekuatan

untuk menyangga seluruh organ tubuh. Ada berbagai jenis tulang

diantaranya adalah tulang panjang, tulang pipih, dan tulang ireguler. Akan

tetapi dalam hal ini yang termasuk di dalamnya adalah tulang anggota gerak

bawah dikaitkan pada batang tubuh dengan perantara gelang panggul, yaitu

tulang pangkal paha (coxae), tulang paha (femur), tulang kering (tibia),

tulang betis (fibula), tempurung lutut (patela), tulang pangkal kaki

(tarsalia), tulang telapak kaki (meta tarsalia), ruas jari-jari kaki (phalangea)

(Syarifuddin (1992: 31). Berikut ini merupakan gambar dari struktur

otot tungkai:

27

Gambar 1. Struktur Otot Tungkai

(Sumber: Syarifuddin 1992: 31)

Otot merupakan penggerak tulang. Otot dapat bergerak karena

adanya sel otot. Otot bekerja dengan cara berkontraksi (memendek) dan

berileksasi (memanjang) sehingga otot disebut alat gerak aktif. Ada

beberapa jenis otot diantaranya adalah otot kepala, otot leher, otot

pernapasan, otot anggota gerak atas, otot anggota gerak bawah dan lain-

lain. Otot-otot pembentuk tungkai yang terlibat pada pelaksanaan lari 50

meter adalah otot-otot anggota gerak bawah. Otot-otot anggota bawah

terdiri dari beberapa kelompok otot, yaitu otot pangkal paha, otot tungkai

atas, otot tungkai bawah, otot kaki (Raven 1981: 14).

Perbandingan panjang tungkai dengan tinggi badan merupakan rasio

ukuran anthropometrik yang secara biomekanikal dapat mendukung

pencapaian prestasi lompat jauh dimana di dalam gerakan tubuh yang terjadi

sebagai batang pengungkit adalah tulang paha atau femur, sebagai sumbu

28

adalah sendi panggul, yang menghasilkan gaya adalah kontraksi otot-otot

ektensor sendi panggul, dan sebagai tahanan adalah berat bagian badan di

atas sendi panggul. Pada sendi lutut, sebagai batang pengungkit adalah

tulang tungkai bawah yang terdiri dari 2 bagian yaitu tibia dan fibula,

sebagai sumbu adalah sendi lutut, yang menghasilkan gaya adalah kontraksi

otot-otot ekstensor sendi lutut, dan sebagai tahanan adalah berat bagian

badan mulai dari paha ke atas.

Panjang tungkai bisa dikatakan relatif panjang apabila ditinjau dari

segi perbandingannya dengan tinggi badan. Pada postur yang normal,

panjang kaki dibanding togok pada orang dewasa adalah berimbang. Tetapi

dalam kenyataan, tidak semua individu memiliki ukuran anthropometrik

yang seimbang seperti itu. Ada individu yang memiliki kaki yang secara

proporsional lebih panjang dibanding togok; dan sebaliknya ada juga yang

memiliki togok yang lebih tinggi dibanding kakinya.

Variasi perbandingan ukuran bagian-bagian tubuh tersebut terjadi

karena adanya sebab tertentu. Salah satu faktor penyebab yang dikaji secara

seksama adalah faktor irama pertumbuhan dan tempo perkembangan

kematangan. Espenschade & Eckert dalam Lesmana (2008: 28) ada individu

yang cepat matang, pada usia dewasanya akan memiliki kaki yang relatif

lebih panjang dibanding togoknya. Pada individu yang lambat matang

memiliki kaki yang relatif lebih panjang dibanding togoknya. Sedangkan

perkembangan kematangan normal memilki kaki dan togok yang

panjangnya seimbang.

29

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa

rasio panjang tungkai dengan tinggi badan adalah perbandingan prosentase

ukuran anthropometrik jarak vertikal antara telapak kaki sampai dengan

pangkal paha dengan jarak vertikal antara telapak kaki sampai dengan ujung

kepala yang diukur dengan cara berdiri tegak.

5. Kecepatan Lari 50 Meter

a. Pengertian Kecepatan Lari

Menurut Sajoto (1995: 9) kecepatan adalah kemampuan

seseorang unutk mengerjakan gerakan kesinambungan dalam waktu yang

sesingkat singkatnya. Bompa (1994: 123) membagi kecepatan menjadi

dua jenis yaitu kecepatan umum dan kecepatan khusus. Kecepatan umum

adalah kemampuan untuk melakukan beberapa gerakan, melalui reaksi

motorik dengan cara yang cepat. Sedangkan kecepatan khusus adalah

kemampuan untuk melakukan suatu latihan atau keterampilan pada

kecepatan-kecepatan tertentu dan biasanya pada kecepatannya yang

sangat tinggi sesuai dengan cabang olahraga.

Jonath (1987: 89) membagi kecepatan menjadi kecepatan siklik

dan kecepatan asiklik. Kecepatan siklik adalah kecepatan hasil yang

dihitung dari panjang dan frekuensi langkah. Sedangkan kecepatan

asiklik adalah kecepatan yang terbatas pada kecepatan kontraksi otot.

Menurut Sudjarwo (1993: 20) kecepatan lari adalah kemampuan untuk

bergerak kedepan dengan kekuatan dan kecepatan maksimal yang

dihasilkan oleh banyaknya frekuensi gerakan kaki serta panjang langkah.

30

Berdasarkan uraian beberapa pendapat tersebut, dapat

disimpulkan bahwa kecepatan lari adalah suatu aktivitas fisik (berlari)

yang dilaksanakan dengan menggunakan kecepatan tinggi tentu saja agar

seorang atlet dapat berlari dengan kekuatan dan kecepatan yang

maksimal. Lari cepat merupakan olahraga dalam cabang atletik dimana

peserta berlari dengan kecepatan maksimal sepanjang jarak yang

ditempuh.

b. Lari 50 Meter

Lari termasuk pada kategori keterampilan gerak siklis (cyclic

movement). Struktur gerakkan lari secara utuh merupakan rangkaian

gerak yang meliputi: start, gerakan lari, dan finish. Tujuan utama lomba

lari adalah menempuh jarak tertentu (lari tanpa rintangan atau dengan

rintangan) dengan waktu yang secepat mungkin.

Menurut Soedarminto, dkk (1994: 12) pada gerak lari ada 3 faktor

penting yang perlu diperhatikan yaitu: (1) Mula-mula pelari harus

melakukan awalan sedini mungkin dan sekuat mungkin; (2) Mengubah

kecepatan geak; (3) Memelihara kecepatan gerak setelah maksimal

tercapai. Jika pelari bermaksud menambah kecepatan, pada umumnya

cara yang dilakukan adalah memperpanjang langkah dan bukan

memperbanyak langkah (step). Ini berarti pada saat itu pelari harus

memperbesar power tolakan kaki kearah belakang. Untuk memelihara

kecepatan lari, pelari harus mempertahankan sikap kemiringan tubuhnya,

sedemikian rupa sehingga proyeksi titik berat jatuh tepat pada tumpuan

31

kaki depan dengan tanah. Kemiringan tubuh dimaksud juga dapat

mengurangi gaya hambatan dari udara.

Lari cepat atau sprint itu sendiri adalah semua perlombaan lari

dimana peserta berlari dengan kecepatan maksimal sepanjang jarak yang

harus ditempuh, sampai dengan jarak 400 meter masih dapat digolongkan

dalam lari cepat. Menurut Muhajir (2004: 25) sprint atau lari cepat yaitu,

perlombaan lari dimana peserta berlari dengan kecepatan penuh yang

menempuh jarak 100 m, 200 m, dan 400 m. Pada umumnya dikenal 3

cara melakukan start atau tolakan yaitu:

1) Start berdiri (standing start)

2) Start melayang (flying start)

3) Start jongkok (crouching start)

Sesuai aba-aba yang diberikan, urutan gerakan dan sikap dalam

start jongkok dibagi menjadi 3 tahapan yaitu: sikap start setelah aba-aba

“bersedia”, sikap start setelah aba-aba “siap”, dan sikap start setelah aba-

aba “ya” atau terdengar letusan pistol.

Menurut Chaniago (2010: 11) lari 50 meter merupakan salah satu

nomor sprint yang digunakan untuk perlombaan atletik usia SD yang

juga memerlukan pembinaan yang serius agar dapat berprestasi.

Dalam pembinaan atlet lari 50 meter, diperlukan rangkaian latihan yang

terarah dan terprogram. Pada umumnya prestasi lari 50 meter

berhubungan erat dengan faktor genetik, yaitu komposisi serabut FT

(fast-twitch) yang memiliki kecepatan berkedut sampai 40 kali perdetik

32

dalam vitro. Hal ini menimbulkan ungkapan “pelari cepat itu dilahirkan

bukan dibuat”.

Menurut Sidik (2009: 5) lari sprint dapat dibagi ke dalam

beberapa bagian atau fase yang mewakili setiap gerakan per jaraknya.

Fase tersebut adalah (1) kecepatan reaksi pada saat keluar dari balok

start, (2) acceleration atau percepatan pada jarak 0-30 meter, (3)

kecepatan maksimal pada jarak 30-80 meter (4) perlambatan dan

pemeliharaan kecepatan pada jarak 80-100 meter. Berdasarkan pendapat

tersebut, untuk nomor lari yang dilombakan pada kelompok usia sekolah

dasar yaitu 50 meter maka fase yang sangat penting adalah kecepatan

reaksi, percepatan, dan kecepatan maksimal.

Teknik lari sprint 50 meter dapat dirinci menjadi tahap-tahap

sebagai berikut: tahap reaksi dan dorongan, tahap lari akselerasi, tahap

transisi/perubahan, tahap kecepatan maksimum, tahap pemeliharaan

kecepatan, dan finish. Lomba lari sprint yang lain mengikuti pola dasar

yang sama, tetapi panjang dan pentingnya tahapan relatif bervariasi.

Dalam aspek biomekanika kecepatan lari ditentukan oleh panjang

langkah dan frekuensi langkah (jumlah langkah per satuan waktu).

Untuk bisa berlari lebih cepat seoarang atlet harus meningkatkan satu

atau kedua-duanya. Hubungan optimal antara panjang langkah dan

frekuensi langkah bervariasi bagi tahap-tahap lomba yang berbeda-beda.

Seiring dengan kemajuan teknologi dan penelitian-penelitian

ilmiah yang terus berkembang, prestasi lari sprint tidak hanya

33

dipengaruhi oleh kecepatan, namun melibatkan faktor yang kompleks.

Faktor yang mempengaruhi di antaranya taktik, mental, dan komponen

biomotor (kekuatan, kelentuaran, koordinasi dan daya tahan). Secara

sistematis, prestasi lari sprint 50 meter dipengaruhi oleh komponen-

komponen sebagai berikut:

Gambar 2. Parameter-Parameter yang Berkaitan dengan Prestasi Sprint

(Sumber: IAAF 2001: 20)

6. Hakikat Ekstrakurikuler

a. Pengertian Ekstrakurikuler

Menurut Saputra (1998: 6) kegiatan ekstrakurikuler adalah

kegiatan di luar jam pelajaran sekolah biasa, yang dilakukan di sekolah

atau di luar sekolah dengan tujuan untuk memperluas pengetahuan siswa,

mengenai hubungan antara mata pelajaran, menyalurkan bakat dan minat

serta melengkapi pembinaan manusia seutuhnya”. Ekstrakurikuler adalah

34

kegiatan yang dilakukan siswa sekolah atau universitas, di luar jam

belajar kurikulum standar. Kegiatan-kegiatan ini ada pada setiap jenjang

pendidikan dari sekolah dasar sampai universitas. Kegiatan

ekstrakurikuler ditujukan agar siswa dapat mengembangkan kepribadian,

bakat, dan kemampuannya di berbagai bidang di luar akademik. Kegiatan

ini diadakan secara swadaya dari pihak sekolah maupun siswa-siswi itu

sendiri untuk merintis kegiatan di luar jam pelajaran sekolah. Kegiatan

ekstrakurikuler ini sendiri dapat berbentuk kegiatan pada seni, olahraga,

pengembangan kepribadian, dan kegiatan lain yang bertujuan positif

untuk kemajuan dari siswa-siswi itu sendiri (Wikipedia 2012: 1).

Berdasarkan beberapa pendapat tentang kegiatan ekstrakurikuler

tersebut dapat disimpulkan bahwa kegiatan ekstrakurikuler merupakan

kegiatan di luar jam pelajaran sekolah yang menekankan kepada

kebutuhan siswa agar mengembangkan wawasan, sikap dan keterampilan

siswa diluar akademik serta melengkapi pembinaan manusia seutuhnya.

b. Tujuan Kegiatan Ekstrakurikuler

Mengenai tujuan kegiatan dalam ekstrakurikuler dijelaskan oleh

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1995: 2) sebagai berikut:

1) Siswa dapat memperdalam dan memperluas pengetahuan

keterampilan mengenai hubungan antara berbagai mata

pelajaran, menyalurkan bakat dan minat, serta melengkapi

upaya pembinaan manusia seutuhnya yang beriman dan

bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur,

memiliki pengetahuan dan keterampilan, sehat rohani dan

jasmani, berkepribadian yang mantap dan mandiri, memilki

rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

35

2) Siswa mampu memanfaatkan pendidikan kepribadian serta

mengaitkan pengetahuan yang diperolehnya dalam program

kurikulum dengan kebutuhan dan keadaan lingkungan.

Menurut Yudha M. Saputra (1998: 16) kegiatan ekstrakurikuler

bertujuan memberikan sumbangan pada perkembangan kepribadian anak

didik, khususnya bagi mereka yang berpartisipasi dalam kegiatan

tersebut. Bahkan Depdikbud menetapkan susunan program tersebut

sebagai peningkatan kualitas siswa pada seluruh jenjang pendidikan. Jadi

perkembangan anak didik tersebut, intelektual dan juga perilaku,

merupakan tujuan mendasar untuk dicapai melalui ekstrakurikuler.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan

bahwa kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan di luar jam pelajaran

yang dilaksanakan di sekolah maupun di luar sekolah yang bertujuan

untuk menambah wawasan dan keterampilan siswa menurut kegiatan

ekstrakurikuler yang diikuti oleh siswa. Pada hakikatnya tujuan kegiatan

ekstrakurikuler yang ingin dicapai adalah untuk kepentingan siswa.

Dengan kata lain, kegiatan ekstrakurikuler memiliki nilai-nilai

pendidikan bagi siswa dalam upaya pembinaan manusia seutuhnya.

7. Hakikat Atletik

a. Pengertian Atletik

Atletik berasal dari bahasa Yunani yaitu athlon yang berarti

pertandingan, perlombaan, pergulatan atau perjuangan, sedangkan orang

yang melakukannya dinamakan athleta (atlet). Atletik adalah salah satu

cabang olahraga yang terdiri dari nomor-nomor jalan, lari, lompat dan

36

lempar. Atletik menjadi inti sari atau ibu dari seluruh cabang olahraga

(Syarifuddin 1992: 1). IAAF (International Amateur Athletic Federation)

adalah induk organisasi atletik dunia, dibentuk pada tahun 1912, sedangkan

induk organisasi cabang olahraga atletik Indonesia adalah PASI (Persatuan

Atletik Seluruh Indonesia) yang didirikan pada tanggal 3 September 1951 di

Semarang.

Atletik merupakan aktivitas jasmani yang terdiri dari gerakan-

gerakan dasar yang dinamis dan harmonis, yaitu jalan, lari, lompat dan

lempar. Atletik juga merupakan sarana untuk pendidikan jasmani dalam

upaya meningkatkan kemampuan biomotorik, misalnya daya ledak otot,

panjang tungkai, keseimbangan, kekuatan, daya tahan, kecepatan, dan

sebagainya. Selain itu juga sebagai sarana untuk penelitian bagi para ilmuan

(Purnomo. 2007: 1). Atletik adalah satu cabang olahraga yang

diperlombakan yang meliputi nomor-nomor jalan, lari, lempar, lompat

(Syarifuddin 1992: 2).

Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa atletik

adalah salah satu cabang olahraga yang terdiri dari nomor-nomor jalan, lari,

lompat dan lempar yang dapat menjadi sarana untuk pendidikan jasmani

dalam upaya meningkatkan kemampuan biomotorik, misalnya daya ledak

otot, panjang tungkai, keseimbangan, kekuatan, daya tahan, kecepatan, dan

sebagainya.

37

b. Nomor-Nomor Atletik

Menurut Purnomo (2007: 1) nomor-nomor dalam atletik yang sering

diperlombakan dapat diperinci sebagai berikut:

1) Nomor Jalan dan Lari

a) Jalan cepat yang diperlombakan untuk putri adalah 10 km dan

20 km, putra 20 km dan 50 km.

b) Lari, ditinjau dari jarak yang ditempuh dapat dibedakan:

(1) Lari jarak pendek (sprint) mulai dari 60 m sampai dengan

400 m

(2) Lari jarak menengah (middle distance) adalah 800 m dan

1500 m

(3) Lari jarak jauh (long distance) adalah 3000 m sampai

dengan 42,195 km (marathon)

c) Lari, ditinjau dari lintasan atau jalan yang dilewati:

(1) Lari dari lintasan tanpa melewati rintangan (flat) yaitu 100

m, 200 m, 400 m, 800 m, 1500 m, 5000 dan 10.000 m

(2) Lari ladang atau cross country atau lari lintas alam

(3) Lari 3000 m halang rintang (steplechase)

(4) Lari gawang 100 m, 400 m gawang untuk putri, 110 m

dan 400 m gawang untuk putra

d) Lari, ditinjau dari jumlah peserta dan jumlah nomor yang

dilakukan dapat dibedakan:

(1) Lari estafet yaitu 4 x 100 m untuk putra dan putri, 4 x 400

m untuk putra dan putri

(2) Combined event (nomor lomba gabungan) yaitu panca

lomba (untuk kelompok remaja), sapta lomba (junior

putra-putri dan senior putri), dan dasa lomba (senior putra)

2) Nomor Lompat

a) Lompat tinggi (high jump)

b) Lompat jauh (long jump)

c) Lompat jangkit (triple jump)

d) Lompat tinggi galah (polevoult)

3) Nomor Lempar

a) Tolak peluru (shot put)

b) Lempar lembing (javelin throw)

c) Lempar cakaram (discus throw)

d) Lontar martil (hammer)

Nomor lari 50 meter dalam penelitian ini dapat digolongkan ke

dalam nomor lari jarak pendek cabang olahraga atletik. Menurut Eddy

Purnomo (2007: 30) lari jarak pendek adalah lari yang menempuh jarak

38

antara 50 m sampai dengan jarak 400 m. Oleh karena itu kebutuhan utama

untuk lari jarak pendek adalah kecepatan. Kecepatan dalam lari jarak

pendek adalah hasil kontraksi yang kuat dan cepat dari otot-otot yang

dirobah menjadi gerakan halus, lancar dan efisien.

Start yang digunakan dalam nomor lari jarak pendek adalah start

jongkok (crouch start). Menurut Purnomo (2007: 23) start adalah suatu

persiapan awal seorang pelari akan melakukan gerakan berlari. Suatu start

yang baik ditandai dengan sifat-sifat berikut ini: (1) konsentrasi penuh dan

menghilangkan semua gangguan dari luar saat dalam posisi aba-aba

“Bersediaaaa”; (2) menyesuaikan sikap yang sesuai pada posisi aba-aba

“Siaaap”; (3) suatu dorongan eksplosif oleh kedua kaki terhadap tumpuan

pada start blok dalam suatu sudut yang optimal.

Suatu analisa struktural prestasi lari jarak pendek dan kebutuhan

latihan dan pembelajaran untuk memperbaikinya harus dilihat sebagai suatu

kombinasi yang kompleks dari proses biomekanika, biomotor dan energetik.

Menurut Purnomo (2007: 31) lari jarak pendek bila dilihat dari

tahap-tahap berlari, terdiri dari beberapa tahap, yaitu:

1) Tahap reaksi dan dorongan (reaction and drive)

2) Tahap percepatan (acceleration)

3) Tahap transisi/perobahan (transition)

4) Tahap kecepatan maksimum (speed maximum)

5) Tahap pemeliharaan kecepatan (maintenance speed)

6) Finish.

39

Menurut Purnomo (2007: 32) tujuan lari jarak pendek adalah

untuk memaksimalkan kecepatan horizontal, yang dihasilkan dari

dorongan badan ke depan. Kecepatan lari ditentukan oleh panjang

langkah dan frekuensi langkah (jumlah langkah persatuan waktu). Oleh

karena itu, seorang pelari jarak pendek harus dapat meningkatkan satu

atau kedua-duanya.

8. Karakteristik Anak Usia Sekolah Dasar

Masa sekolah dasar (SD) ini, pada umumnya lebih mudah diasuh

dibanding masa sebelumnya (masa kanak-kanak) dan sesudahnya (masa

remaja). Masa pra-sekolah dan masa remaja termasuk fase yang penuh

dengan gejolak (masa keguncangan). Usia sekolah dasar disebut juga masa

intelektual, karena keterbukaan dan keinginan anak mendapatkan

pengetahuan, keterampilan dan pengalaman serta sifat yang sangat khas.

Menurut Annarino yang dikutip oleh Sukintaka (1992: 62), bahwa

anak kelas IV-VI (10-12 tahun), mempunyai karakteristik sebagai berikut:

a. Pertumbuhan otot, lengan, dan tungkai makin bertambah

b. Ada kesadaran mengenai badannya.

c. Anak laki-laki lebih menguasai permainan kasar.

d. Pertumbuhan tinggi dan berat tidak baik.

e. Kekuatan otot tidak menunjang pertumbuhan.

f. Waktu reaksi makin baik.

g. Perbedaan akibat jenis kelamin makin nyata.

h. Koordinasi makin baik.

i. Badan lebih sehat dan kuat.

j. Tungkai mengalami masa pertumbuhan yang lebih kuat bila

dibandingkan dengan bagian anggota atas.

k. Perlu diketahui bahwa ada perbedaan kekuatan otot dan

keterampilan antara anak laki-laki dan putri.

40

Pemberian pembatasan umur pada pendapat di atas menandakan

bahwa dalam pemberian aktivitas jasmani, disesuaikan dengan fase dan

sifat siswa dalam pemberian pendidikan, dalam hal ini pendidikan jasmani

yang diberikan pada siswa oleh guru dalam pembelajaran pendidikan

jasmani perlu mendalami dan memahami karakteristik siswa sebagai peserta

didik.

Adapun karakteristik dan kebutuhan menurut Nursidik Kurniawan

(2007: 1) adalah sebagai berikut:

a. Senang bermain. Karakteristik ini menurut guru sekolah dasar

untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran yang bermuatan

permainan. Terlebih untuk kelas rendah. Guru seyogyanya dapat

merancang model-model pembelajaran yang mengandung unsur-

unsur permainan. Penyususnan jadwal pelajaran diselang-seling

antara pelajaran serius seperti matematika, IPA, IPS, dengan

pelajaran yang bersifat permainan seperti pendidikan jasmani atau

keterampilan.

b. Senang bergerak. Orang dewasa dapat duduk berjam-jam

sedangkan adat duduk dengan tenang paling lama 30 menit. Oleh

sebab itu hendaknya guru merancang model pembelajaran yang

memungkinkan anak berpindah atau bergerak. Menurut anak

untuk duduk yang rapi dengan jangka yang lama merupakan

siksaan.

c. Senang bekerja sama dalam kelompok. Dalam pergaulan dengan

teman sejawat mereka belajar aspek-aspek penting dalam proses

sosialisasi seperti, belajar memenuhi aturan kelomopok, belajar

setia kawan, belajar bertanggung jawab, belajar bersaing dengan

teman lain secara sehat (sportif).

Dengan karakteristik ini guru dapat merancang model

pembelajaran dengan membentuk kelompok kecil dan memberi tugas

secara kelompok untuk menyelesaikannya. Senang merasakan atau

melakukan sesuatu secara langsung. Ditinjau dari teori perkembangan

kognitif, anak sekolah dasar memasuki tahap operasional kongkrit. Dari

41

apa yang dipelajari di sekolah, belajar menghubungkan konsep baru

dengan konsep lama. Berdasarkan pengalaman ini siswa membentuk

konsep-konsep tentang angka, ruang, waktu, jenis kelamin, fungsi-fungsi

badan, dan sebagainya. Bagi siswa sekolah dasar penjelasan guru tentang

materi pelajaran akan lebih dipahami bila anak mengalami langsung sama

halnya dengan orang dewasa. Dengan demikian hendaknya guru

merancang model-model pembelajaran yang memungkinkan anak terlibat

langsung dalam proses pembelajaran.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa

karakteristik anak sekolah dasar adalah masa-masa perkembangan yang

mencakup perkembangan fisik, pola gerak, perkembangan dalam berpikir.

Selain dalam hal perkembangan, masa ini adalah masa seorang anak

memiliki rasa keingintahuan yang lebih terhadap hal yang baru dikenal.

B. Kerangka Pikir

Berdasarkan landasan teori dan penelitian yang relevan di atas, maka

dilanjutkan dengan kerangka berpikir peneliti. Atletik adalah induk cabang

olahraga, unsur atletik banyak dilakukan oleh anak-anak. Karena pada

dasarnya anak usia SD termasuk dalam tahap pola gerak dasar. Gerak dasar

yang banyak dilakukan anak-anak SD diantaranya adalah lari. Teknik untuk

melakukan lari pada dasarnya yaitu melakukan suatu bentuk gerakan dengan

cara memindahkan badan ke depan melalui gerakan langkah kaki. Sehingga

rasio panjang tungkai dengan tinggi badan seorang atlet akan mempengaruhi

panjang langkah. Namun dengan adanya perbedaan jarak yang ditempuh dalam

42

perlombaan lari, tekniknya pun harus disesuaikan dengan jarak yang akan

ditempuh, baik mengenai kecondongan badan, gerakan kaki, ayunan lengan

atau tangan maupun cara pengaturan pernafasan.

1. Perbedaan pengaruh metode latihan drill dan interval terhadap

kecepatan lari 50 meter

Kaitannya dengan pelaksanaan program latihan metode latihan drill

dan metode latihan interval untuk meningkatkan prestasi siswa

ekstrakurikuler atletik SD Negeri Surodadi 1 Candimulyo, apabila dikaji

dari landasan teori maka metode drill yang dalam latihan dengan melakukan

hal yang sama, berulang-ulang secara sungguh-sungguh dengan tujuan

untuk memperkuat suatu asosiasi atau menyempurnakan suatu keterampilan

agar menjadi kebiasaan yang bersifat permanen. Sedangkan metode interval

dengan mengubah kecepatan setiap menit secara bertahap adanya istirahat

yang diselingkan pada waktu melakukan latihan. Istirahat diantara latihan

tersebut dapat berupa istirahat pasif atau pun aktif. Maka dalam hal ini

dimungkinkan metode drill akan lebih baik dari pada metode interval dalam

meningkatkan kecepatan lari 50 meter, karena dalam lari sprint pada saat

keluar dari balok start merupakan fase kecepatan reaksi. Kemudian pada

jarak 0-30 meter adalah fase acceleration atau percepatan, pada jarak 30-80

meter merupakan kecepatan maksimal, pada jarak 80-100 meter

perlambatan dan pemeliharaan kecepatan. Berdasarkan pendapat tersebut,

untuk nomor lari yang dilombakan pada kelompok usia sekolah dasar yaitu

50 meter maka fase yang sangat penting adalah kecepatan reaksi,

percepatan, dan kecepatan maksimal. Metode latihan drill dirasa lebih baik

43

untuk meningkatkan aspek tersebut, sedangkan metode interval dirasa lebih

baik dalam meningkatkan aspek daya tahan dalam pemeliharaan kecepatan.

Perlu dibuktikan secara ilmiah apakah metode yang sudah diterapkan pelatih

selama ini yaitu metode latihan drill atau metode latihan interval (interval

training) berpengaruh terhadap prestasi kecepatan lari siswa atau tidak.

2. Perbedaan pengaruh rasio panjang tungkai tinggi dan rasio panjang

tungkai rendah terhadap kecepatan lari 50 meter

Setiap siswa ekstrakurikuler atletik SD Negeri Surodadi 1

Kecamatan Candimulyo Kabupaten Magelang memiliki perbedaan antara

individu satu dengan lainnya, salah satunya yaitu rasio panjang tungkai

dengan tinggi badan. Rasio panjang tungkai dengan tinggi badan secara

teori berpengaruh pada panjang langkah yang merupakan unsur penting

dalam kecepatan lari. Menurut Corn & Nulson (2003) secara mekanis

bahwa kecepatan berlari dapat didefinisikan sebagai hasil dari frekuensi

langkah (stride rate) dan panjang langkah (stride length). Maka dalam hal

ini perlu dibuktikan pengaruh rasio panjang tungkai dengan tinggi badan

yang terdiri dari kategori tinggi dan rendah terhadap kecepatan lari 50 meter

siswa ekstrakurikuler atletik SD Negeri Surodadi 1 Kecamatan Candimulyo

Kabupaten Magelang.

3. Interaksi metode latihan dan rasio panjang tungkai terhadap

kecepatan lari 50 meter

Tentu adanya faktor perbedaan rasio panjang tungkai kategori tinggi

dan rasio panjang tungkai kategori rendah yang dimiliki siswa ini menjadi

tambahan pertimbangan pelatih dalam menentukan metode yang akan

44

diterapkan untuk setiap karakteristik siswa. Belum diketahui apakah lebih

efektif menggunakan metode latihan drill atau metode latihan interval.

Berdasarkan penerapan metode latihan yang tepat sesuai dengan karakteristik

siswa diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan pertimbangan dalam

penyusunan program latihan yang efektif untuk mencapai prestasi maksimal.

Sehingga dalam penelitian ini akan dilakukan pembuktian secara

ilmiah, penerapan metode latihan drill atau metode latihan interval kepada

siswa ekstrakurikuler atletik SD Negeri Surodadi 1 Candimulyo. Setelah

melakukan program latihan dengan dua kelompok metode tersebut

diharapkan siswa dengan karakteristik rasio panjang tungkainya masing-

masing akan mengalami peningkatan kecepatan lari secara signifikan. Namun

juga perlu diketahui kelompok siswa dengan karakteristik rasio panjang

tungkai dan dengan metode latihan yang manakah yang efektif untuk

mencapai prestasi maksimal. Berdasarkan landasan teori dan penelitian yang

relevan, maka akan dilanjutkan dengan kerangka berpikir sebagai berikut:

Gambar 3. Kerangka Pikir Penelitian

Siswa Ekstrakurikuler Atletik

Latihan Latihan

Rasio Panjang Tungkai Tinggi Rasio Panjang Tungkai Rendah

Kecepatan Lari 50 Meter

Metode Drill

Metode Interval

Metode Drill

Metode Interval

45

C. Hipotesis

Berdasarkan kajian teoritik dan kerangka berpikir diatas maka dapat

dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

1. Ada perbedaan pengaruh metode latihan drill dan metode latihan interval

terhadap kecepatan lari 50 meter pada siswa ekstrakurikuler atletik.

Metode latihan drill lebih berpengaruh dari pada metode latihan interval

dalam meningkatkan kecepatan lari 50 meter pada siswa ekstrakurikuler

atletik

2. Ada perbedaan pengaruh kecepatan lari 50 meter pada siswa

ekstrakurikuler atletik yang memiliki rasio panjang tungkai tinggi dan

rasio panjang tungkai rendah. Rasio panjang tungkai tinggi lebih

berpengaruh dari pada metode latihan interval dalam meningkatkan

kecepatan lari 50 meter pada siswa ekstrakurikuler atletik

3. Ada interaksi antara metode latihan dan rasio panjang tungkai dengan

tinggi badan terhadap kecepatan lari 50 meter pada siswa ekstrakurikuler

atletik.