BAB II TINJAUAN PUSTAKA -...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA -...
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pasteurisasi
Pasteurisasi merupakan suatu proses pemanasan pada suhu di bawah
100oC dalam jangka waktu tertentu sehingga dapat mematikan sebagian mikroba
dalam susu dengan meminimalisir kerusakan protein. Selain ditujukan untuk
membunuh mikroba pembawa penyakit (pathogen) seperti bakteri TB; Coli, dll.
Proses pasteurisasi yang dilanjutkan dengan pendinginan segera akan
menghambat pertumbuhan mikroba yang tahan terhadap suhu pasteurisasi dan
akan merusak sistem enzimatis yang dihasilkannya (misalnya enzim phosphatase,
lipase, dll) sehingga dapat mengurangi kerusakan zat gizi serta memperbaiki daya
simpan susu segar. (Fakhrul Ulum, 2009).
Dikenal 2 metoda yang digunakan pada proses pasteurisasi susu yaitu
1) LTLT (Low Temperature Long Time)
Metode LTLT pada dasarnya dilakukan dengan pemanasan susu sampai
suhu 63-65⁰C dan dipertahankan pada suhu tersebut selama 30 menit. Alat
yang digunakan untuk LTLT berupa tangki terbuka (open vat) dengan
pemanas tidak langsung atau lebih dikenal dengan “Batch Pasteuriser”.
2) HTST (High Temperature Short Time).
Metoda HTST dilakukan dengan pemanasan susu selama 15–16 detik pada
suhu 76⁰C atau lebih dengan menggunakan alat penukar panas (heat
exchanger) dan diikuti dengan proses pendinginan susu dengan cepat agar
mikroba yang masih hidup tidak tumbuh kembali.
(Fakhrul Ulum, 2009)
6
Perancangan dan Pembuatan Segmen Pemanasan Untuk Simulator Pasteurisasi Susu Secara Kontinyu dan Karakterisasi Perpindahan Panas
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Alat Penukar Panas Pasteurisasi Susu
Alat Penukar Panas (heat exchanger) menjadi alat yang paling esensial
dalam proses pasteurisasi karena kebutuhan panas yang digunakan untuk
pasteurisasi dihasilkan oleh alat penukar panas. Beberapa jenis alat penukar panas
yang dapat digunakan adalah sebagai berikut :
1) Plate Heat Exchanger (PHE)
Terdapat 3 komponen yang menyusun PHE, yaitu :
a) Lembar baja tahan karat beralur (plate)
Alat penukar panas ini terdiri dari lembar (plate) baja tahan karat
(stainless steel) yang dicetak menggunakan mesin press berdaya
tinggi. Pengepresan tersebut berfungsi membentuk alur-alur dengan
motif tertentu dan memperbesar luas permukaan lembar baja
sehingga mengakibatkan terjadinya turbulensi aliran cairan. Lembar-
lembar baja ini disusun dengan jumlah tertentu sesuai kebutuhan
dalam suatu kerangka (frame).
b) Rangka penyusun (frame)
Suatu rangka (frame) berfungsi menjepit seluruh susunan lembar baja
sehingga setiap pasangan lembar terdapat celah yang dapat dialiri
cairan maka di sekeliling lembar terdapat parit guna meletakkan pita
karet (gasket).
c) Pita karet (gasket)
Pita karet (gasket) terbuat dari bahan yang tahan panas/dingin, tahan
karat dan non toksis (food grade). Susunan PHE tersebut dapat terdiri
dari beberapa bagian (section), misalnya heating, cooling,
regeneration, dll.
Pada Gambar 2.1a dapat dilihat contoh plate heat exchanger yang
digunakan untuk pasteurisasi.
7
Perancangan dan Pembuatan Segmen Pemanasan Untuk Simulator Pasteurisasi Susu Secara Kontinyu dan Karakterisasi Perpindahan Panas
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2) Tubular Heat Exchanger (THE)
Sebelum ditemukan alat penukar panas PHE yang lebih kompak
dan dapat diproduksi secara massal, maka alat penukar panas jenis THE
telah lebih dahulu digunakan. Double pipe heat exchanger adalah salah
satu tipe alat penukar panas jenis Tubular Heat Exchanger (THE) yang
kontruksinya sederhana. Pada Gambar 2.1b dapat dilihat Tubular Heat
Exchanger (THE) jenis double pipe heat exchanger.
Double Pipe Heat Exchanger (DPHE) adalah alat perpindahan
panas yang merupakan gabungan 2 buah pipa yang berdiameter berbeda
dan dipasang secara konsentris. DPHE ini biasanya digunakan apabila
kebutuhan luas pemanasan lebih kecil dari 120 ft2. Double pipe heat
exchanger pada dasarnya terdiri dari dua buah pipa konsentrik, satu fluida
mengalir lewat pipa dalam sedangkan fluida yang lain mengalir lewat
annulus. Pada Tabel 2.1 dapat dilihat kelebihan dan kekurangan tubular
heat exchanger dan plate heat exchanger.
(a) (b) Gambar 2.1(a) Plate Heat Exchanger (b) Tubular Heat Exchanger (DPHE)
(anonim,1998)
8
Perancangan dan Pembuatan Segmen Pemanasan Untuk Simulator Pasteurisasi Susu Secara Kontinyu dan Karakterisasi Perpindahan Panas
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Tabel 2.1 Perbandingan kelebihan dan kekurangan dari PHE dan THE
Pembanding Plate Heat Exchanger Tubular Heat Exchanger
Kelebihan Mudah dibersihkan Investasinya lebih murah
Pemindahan panas lebih
efisien (diatas 85 %)
Dapat difabrikasi di dalam negeri
Mudah diperbesar
kapasitasnya
Secara mikrobiologis lebih aman,
karena tidak memakai gasket
Biaya Perawatan murah
Kekurangan
Investasinya mahal Pemidahan panas dibawah 85 %
Tidak/Belum dapat dibuat di
dalam negeri
Penambahan kapasitas lebih sulit
Biaya perawatan tinggi
(anonim, 2009)
Dari Tabel 2.1 dapat dilihat bahwa alat penukar panas jenis PHE
merupakan alat penukar panas yang paling efektif dan efisien untuk proses
pasteurisasi karena memiliki luas permukaan panas yang lebih tinggi
dibandingkan THE (Double Pipe Heat Exchanger). Hal itu juga mengakibatkan
efisiensi panas yang dihasilkan oleh alat penukar panas PHE lebih dari 85%.
Namun apabila dilihat dari segi investasi yang diperlukan dan skala penggunaan
alat tersebut, yaitu laboratorium maka alat jenis THE lebih memiliki keunggulan
dibandingkan PHE.
9
Perancangan dan Pembuatan Segmen Pemanasan Untuk Simulator Pasteurisasi Susu Secara Kontinyu dan Karakterisasi Perpindahan Panas
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.3 Dasar Perpindahan Panas
Perpindahan panas terjadi karena perbedaan temperatur dan aliran panas
dari daerah yang tinggi ke daerah yang rendah. Perpindahan panas dapat terjadi
oleh satu atau lebih dari mekanisme dasar perpindahan panas, yaitu konduksi,
konveksi dan radiasi.
Pada proses industri perpindahan panas diantara dua fluida secara umum
dikerjakan oleh alat perpindahan panas (heat exchanger). Pemindahan panas
terjadi dari fluida panas ke dinding tabung oleh konveksi, melalui dinding tabung
atau plate dengan konduksi lalu dengan konveksi ke fluida dingin. (Geankoplis,
1983).
2.4 Jenis Perpindahan Panas
Seperti yang telah disebutkan di atas, mekanisme perpindahan panas
dibagi kedalam 3 jenis, yaitu konveksi, konduksi, dan radiasi. Dibawah ini
terdapat penjelasan singkat mengenai 3 jenis mekanisme perpindahan panas
tersebut.
2.4.1 Perpindahan Panas Konduksi
Jika dalam suatu bahan kontinyu terdapat gradien (landaian) suhu, maka
kalor akan mengalir tanpa disertai oleh gerakan zat. Aliran kalor seperti ini
disebut konduksi atau hantaran. Pada logam-logam padat, konduksi termal
disebabkan oleh gerakan elektron yang tak terikat dan konduktivitas termal ini
mempunyai hubungan yang erat sekali dengan konduktivitas listrik.
Konduksi adalah perpindahan panas melalui material yang tetap, misalnya
pada dinding (lihat Gambar 2.2). arah perpindahan panas tegak lurus pada
dinding apabila permukaannya isotermal, sedangkan benda tersebut homogen dan
isotropik.
Untuk mengetahui besarnya konduksi yang mengalir melalui suatu bahan
digunakan Hukum Fourier.
“Besarnya perpindahan panas secara konduksi adalah berbanding langsung dengan luas yang dilalui, beda suhu dan sifat bahan (konduktivitas panas) serta berbanding terbalik dengan tebal bahan yang dilaluinya”.
10
Perancangan dan Pembuatan Segmen Pemanasan Untuk Simulator Pasteurisasi Susu Secara Kontinyu dan Karakterisasi Perpindahan Panas
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 2.2 Perpindahan panas secara konduksi pada dinding
Sumber : (Geankoplis, 1983)
Besarnya aliran panas adalah :
dq = k A [-
] 2.1
Tanda negatif pada (-dt/dx) menunjukkan bahwa suhu pada muka panas
adalah lebih tinggi dari pada suhu pada muka dinding. Konstanta proporsional k
diperoleh dengan percobaan berdasarkan persamaan 2.1 dan harganya besar
untuk material perambat panas, tetapi kecil untuk isolator panas.
Persamaan 2.1 berlaku untuk luas permukaan yang konstan, dan karenanya
bersifat khusus. Secara umum persamaan 2.1 dapat ditulis sebagai berikut :
Q = k A [ -
] 2.2
Keterangan :
Q = Laju perpindahan panas (Watt)
k = Koefisien perpindahan panas konduksi (W/m2.K)
A = Luas area (m2)
2.4.1.1 Perpindahan Panas Melalui Dinding Pipa
Dalam aliran panas melalui dinding datar, luas yang dilaluinya adalah
konstan untuk seluruh jarak yang ditempuhnya. Hal yang demikian tidak terjadi
dalam aliran panas melalui dinding pipa (lihat Gambar 2.3), luas untuk aliran
11
Perancangan dan Pembuatan Segmen Pemanasan Untuk Simulator Pasteurisasi Susu Secara Kontinyu dan Karakterisasi Perpindahan Panas
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
panas berubah-ubah dari dinding dalam sampai dinding luar pipa. Dengan
memperhatikan Gambar 2.3, maka luas perpindahan panas pada jari-jari r adalah
2 π r L, dan seandainya panas mengalir dari dalam ke luar, maka gradien suhu
adalah (-dt/dr). Dengan demikian persamaan 2.2 berubah menjadi :
Q = 2πrLk [-
] 2.3
Keterangan :
Q = Laju perpindahan panas (Watt)
k = Koefisien perpindahan panas konduksi (W/m2.K)
L = Panjang silinder (m)
r = Jari – jari (m)
Gambar 2.3 Perpindahan panas konduksi pada pipa
Sumber : (Geankoplis, 1983)
2.4.2 Perpindahan Panas Konveksi
Konveksi ialah perpindahan panas di antara fluida yang lebih panas dan
lebih dingin karena keduanya bercampur. Fluida dingin yang dekat kepada
permukaan panas menerima panas dan kemudian memberikannya kepada bulk
fluida dingin ketika bercampur, hal ini terjadi karena adanya gerakan fluida.
Dalam konveksi dikenal 2 cara yaitu konveksi bebas atau konveksi alami dan
konveksi paksa.
Peristiwa perpindahan panas ini dapat dinyatakan dengan sebuah
persamaan berikut :
12
Perancangan dan Pembuatan Segmen Pemanasan Untuk Simulator Pasteurisasi Susu Secara Kontinyu dan Karakterisasi Perpindahan Panas
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
dq = h A dt 2.4 dimana, h adalah koefisien perpindahan panas (Btu/jam.ft2.oF) yang dipengaruhi
oleh sifat-sifat fluida dan pengadukan.
Persamaan 2.4 dapat ditulis dalam bentuk hasil integrasi, yaitu :
Q = h A ∆t 2.5
Keterangan :
Q = Laju perpindahan panas (Watt)
h = Koefisien perpindahan panas konveksi (W/m2.K)
A = Luas area (m2)
∆t = Perbedaan suhu (K)
(a) (b)
Gambar 2.4 Perpindahan panas secara konveksi (a) pada dinding (b) silinder Sumber : Geankoplis,1983
2.4.3 Perpindahan Panas Radiasi
Radiasi adalah peristiwa perpindahan energi melalui ruang oleh
gelombang-gelombang elektromagnetik. Jika radiasi berlangsung melalui ruang
kosong, tidak ditransformasikan menjadi kalor atau bentuk-bentuk lain dari
energi dan tidak pula terbelok dari lintasannya. Tetapi sebaliknya, bila terdapat zat
pada lintasannya, radiasi itu akan mengalami transmisi, refleksi dan absorpsi.
Hanya energi yang diserap saja yang muncul sebagai kalor, dan bersifat
kuantitatif. Secara umum, radiasi menjadi sangat penting pada suhu tinggi.
Daerah panjang gelombang yang dapat disebut radiasi panas terutama terletak
13
Perancangan dan Pembuatan Segmen Pemanasan Untuk Simulator Pasteurisasi Susu Secara Kontinyu dan Karakterisasi Perpindahan Panas
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
antara 0,1-10 mikron. Daerah ini hanya sebagian kecil dari keseluruhan radiasi
elektromagnetik.
Perpindahan panas secara radiasi dapat dinyatakan dalam persamaan berikut :
4ATQ 2.6
Keterangan :
Q = Laju perpindahan panas (W)
= Konstanta Boltzman = 5,676 x 10-8(W/m2..K4)
ε = Emissivity (=1 untuk benda hitam)
A = Luas permukaan benda (m2)
T = Temperatur (K)
Gambar 2.5 Perpindahan panas secara radiasi Sumber : Geankoplis,1983
2.5 Koefisien Perpindahan Panas Keseluruhan
Koefisien perpindahan panas keseluruhan adalah kemampuan keseluruhan
dari serangkaian hambatan konduksi dan konveksi untuk perpindahan panas. Hal
ini umumnya diterapkan pada perhitungan perpindahan panas dalam alat penukar
panas. Untuk kasus penukar panas, dapat digunakan untuk menentukan
perpindahan panas total antara dua aliran dalam penukar panas oleh hubungan
sebagai berikut :
Q = U A ∆Tlm 2.7
14
Perancangan dan Pembuatan Segmen Pemanasan Untuk Simulator Pasteurisasi Susu Secara Kontinyu dan Karakterisasi Perpindahan Panas
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Keterangan :
Q = Laju perpindahan panas (Watt)
U = Koefisiensi perpindahan panas menyeluruh (W/m2K)
A = Luas area (m2)
∆Tlm= Beda suhu rata–rata logartmik (K)
2.6 Log Mean Temperature Difference (LMTD)
Pada double pipe heat exchanger fluida dapat mengalir dengan laju alir
searah atau berlawanan arah. Selain itu, pada masukan dan keluaran fluida panas
dan dingin terdapat perbedaan suhu yang berbeda–beda (lihat Gambar 2.6) maka
diperlukan perumusan suhu rata–rata logaritmik (LMTD). Persamaan yang
digunakan untuk mencari suhu rata–rata logaritmik sebagai berikut :
Untuk aliran berlawanan atau counter current :
Δt1>Δt2
Δt = LMTD =
=
2.8
Untuk aliran searah atau cocurrent :
Δt = LMTD =
=
2.9
(a) (b) Gambar 2.6 Profil temperatur double pipe heat exchanger (a) countercurrent flow (b) cocurrent
flow Sumber :Geankoplis, 1983
Log Mean Temperature Difference (LMTD) digunakan untuk menentukan
seberapa besar gaya dorong untuk perpindahan panas dalam suatu sistem aliran,
15
Perancangan dan Pembuatan Segmen Pemanasan Untuk Simulator Pasteurisasi Susu Secara Kontinyu dan Karakterisasi Perpindahan Panas
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
terutama dalam alat penukar panas. Semakin besar LMTD, semakin banyak panas
yang ditransfer. (Wikipedia, 2012).
2.7 Bilangan Tak Berdimensi
Dalam analisis dimensional, bilangan tak berdimensi adalah bilangan yang
tidak memiliki unit fisis melainkan hanyalah bilangan. Bilangan itu pada
umumnya didefinisikan sebagai produk atau rasio atau satuan yang memiliki unit.
Contoh dalam ilmu keteknikan dan fisika adalah pengukuran sudut bidang
miring. Sudut umumnya diukur menggunakan rasio panjang dan tinggi yang
selalu spesifik setiap sudut. Rasio tersebut, panjang dibagi tinggi, adalah satuan
tak berdimensi.
2.7.1 Bilangan Grashof
Bilangan Grashof, NGr adalah parameter non dimensional yang digunakan
dalam korelasi perpindahan panas dan massa karena induksi termal konveksi
alami pada permukaan padat yang terendam didalam cairan. (Wikipedia, 2012).
Persamaan umum yang digunakan untuk mencari Bilangan Grashof adalah :
2.10
2.11
2.12
Keterangan :
g = Percepatan gravitasi
β = Volumetric thermal expansion coefficient (1/T, untuk fluida ideal, dimana T
adalah temperatur absolut) (1/K)
Ts = Temperatur permukaan (K)
T∞ = Temperatur bulk (K)
L = Panjang (m)
D = Diameter (m)
(Pelat pipih vertikal)
(Pipa)
(Bluff Bodies)
16
Perancangan dan Pembuatan Segmen Pemanasan Untuk Simulator Pasteurisasi Susu Secara Kontinyu dan Karakterisasi Perpindahan Panas
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
ν = Viskositas kinematik (m2/s)
Bilangan Grashof adalah bahwa hal itu merupakan rasio antara kekuatan
daya apung akibat variasi dalam densitas fluida (yang disebabkan oleh perbedaan
suhu) dengan kekuatan penahanan karena viskosistas fluida.
2.7.2 Bilangan Nusselt
Dalam perpindahan panas di batas (permukaan) dalam cairan, Bilangan
Nusselt adalah rasio konvektif untuk perpindahan panas konduktif di (normal)
batas. Dalam konteks ini, konveksi meliputi adveksi dan konduksi. (Wikipedia,
2012). Persamaan umum yang digunakan untuk mencari Bilangan Nusselt adalah
:
2.13
Keterangan :
L = Panjang (m)
h =Koefisien panas konveksi cairan (W/m2K)
kf = Koefisien konduksi termal (W/m2K)
2.7.3 Bilangan Prandtl
Bilangan Prandtl, NPr adalah parameter non dimensional yang menyatakan
rasio difusivitas momentum (viskositas kinematik) terhadap difusitas termal.
Persamaan umum yang digunakan untuk mencari Bilangan Prandtl adalah :
2.14
Keterangan :
v = Viskositas kinematik (m2/s)
α = Thermal diffusivity (m2/s)
17
Perancangan dan Pembuatan Segmen Pemanasan Untuk Simulator Pasteurisasi Susu Secara Kontinyu dan Karakterisasi Perpindahan Panas
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Dalam masalah perpindahan panas, nilai Bilangan Prandtl mengontrol
ketebalan relatif momentum dan lapisan batas termal. Ketika NPr kecil itu berarti
bahwa panas berdifusi sangat cepat dibandingkan dengan kecepatan (momentum),
maka untuk logam cair yang memiliki Bilangan NPr kecil ketebalan lapisan batas
termal jauh lebih besar dari lapisan batas kecepatan. Pada Tabel 2.2 dapat dilihat
nilai Bilangan Prandtl dari berbagai zat. (Wikipedia, 2012).
Tabel 2.2 Bilangan Prandtl dari berbagai zat.
Jenis Zat Bilangan NPr
Gas 0,7 – 1,0
Air 1 – 10
Liquid Metals 0,001 – 0,03
Minyak 50 – 2.000
(anonim, 2012)
2.8 Denaturasi Protein
Denaturasi protein dapat diartikan suatu perubahan atau modifikasi
terhadap struktur sekunder, tersier dan kuartener molekul protein tanpa terjadinya
pemecahan ikatan-ikatan kovalen. Karena itu denaturasi dapat diartikan suatu
proses terpecahnya ikatan hidrogen, interaksi hidrofobik, ikatan garam dan
terbukanya lipatan molekul protein. Denaturasi protein meliputi gangguan dan
kerusakan yang mungkin terjadi pada struktur sekunder dan tersier protein.
Faktor yang menyebabkan protein terdenaturasi adalah pemanasan,
pengadukan, pH, dan pengaruh garam. Pemanasan dan pengadukan yang
diberikan akan menyebabkan kekacauan ikatan hidrogen dan interaksi hidrofobik
non polar. Hal ini terjadi karena suhu tinggi dapat meningkatkan energi kinetik
dan menyebabkan molekul penyusun protein bergerak atau bergetar sangat cepat
sehingga mengacaukan ikatan molekul tersebut. Pada Tabel 2.3 dapat dilihat
waktu dan suhu yang diperlukan agar protein pada susu tidak banyak
terdenaturasi.
18
Perancangan dan Pembuatan Segmen Pemanasan Untuk Simulator Pasteurisasi Susu Secara Kontinyu dan Karakterisasi Perpindahan Panas
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Tabel 2.3 Waktu dan temperatur yang dibutuhkan agar protein tidak banyak terdenaturasi
(sumber: IDFA, 2009)
Ciri – ciri susu yang telah terdenaturasi dapat dilihat secara visual, yaitu
terlihat menggumpal karena berkurangnya kelarutan pada protein. Pada Gambar
2.7 dapat dilihat susu yang telah terdenaturasi.
Gambar 2.7 Susu terdenaturasi
Temperature Time Pasteurization Type
63oC 30 minutes Vat Pasteurization
72oC 15 seconds High Temperature Short Time (HTST)
89oC 1,0 seconds Higher-Heat Shorter Time (HHST)
90oC 0,5 seconds Higher-Heat Shorter Time (HHST)
94oC 0,1 seconds Higher-Heat Shorter Time (HHST)
96oC 0,05 seconds Higher-Heat Shorter Time (HHST)
100oC 0,01 seconds Higher-Heat Shorter Time (HHST)
138oC 2,0 seconds Ultra Pasteurization (UP)