BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Landasan Teori 2.1.1 ...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Landasan Teori 2.1.1 ...
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Landasan Teori
2.1.1. Manajemen Sumber Daya Manusia
Menurut Mathis dan Jackson (2006:3) Manajemen Sumber Daya Manusia
adalah rancangan sistem-sistem formal dalam sebuah organisasi untuk
memastikan penggunaan bakat manusia secara efektif dan efisien guna mencapai
tujuan-tujuan organisasional. Amstrong (2003:5) MSDM dapat didefinisikan
sebagai pendekatan stratejik dan koheren untuk mengelola aset paling berharga
milik organisasi. Orang-orang yang bekerja di dalam organisasi, baik secara
individu ataupun kolektif, memberikan sumbangan untuk mencapai sasaran
organisasi.
Menurut Daft (2006:144) Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM)
yaitu aktivitas-aktivitas yang dilakukan untuk menarik, mengembangkan, dan
memelihara sebuah angkatan kerja yang efektif dalam sebuah organisasi. Semakin
meningkatnya pertumbuhan dan perkembangan organisasi/perusahaan di
Indonesia berdampak positif bagi masyarakat dengan semakin melebarnya
peluang kerja sehingga akan mengurangi tingkat pengangguran. Namun hal ini
akan berakibat semakin tinggi persaingan antar perusahaan. Hal tersebut
menyebabkan perusahaan yang ingin bertahan dalam persaingan menuntut
karyawannya untuk dapat memberikan kontribusi maksimal bagi perusahaan
tempatnya bekerja.
12
Tuntutan perusahaan terhadap karyawan terkadang membuat perusahaan
kurang memperhatikan kebutuhan dan keinginan karyawan, sementara
kompensasi yang diberikan kepada karyawan belum mencukupi kebutuhan
sehingga karyawan merasa tidak nyaman dan menjadi tidak loyal.
Ketidaknyamanan dalam bekerja yang terjadi dapat menimbulkan hal-hal yang
berakibat buruk bagi perusahaan dan karyawan yang bersangkutan. Antara lain
yang terjadi adalah timbulnya niat atau kecenderungan karyawan untuk
melakukan turnover di perusahaan. Untuk mengurangi atau bahkan untuk
mencegah terjadinya turnover intention di perusahaan, manajemen sumber daya
manusia sebaiknya lebih memperhatikan dan menerapkan kebijakan terhadap para
pekerja agar sesuai dengan kebutuhan dan harapan para pekerja. Pengelolaan
pemberian kompensasi yang baik akan membuat karyawan menjadi loyal terhadap
perusahaan sehingga akan meningkatkan produktivitas dan semangat kerja.
Perusahaan dengan manajemen yang baik seharusnya menyadari bahwa
hakikat karyawan sebagai manusia yang memiliki kebutuhan yang ingin dipenuhi.
Dari keinginan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar, sampai kepada
usaha untuk memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi tingkatannya seperti
kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri. Hal tersebut tidak dapat dihindarkan.
Mau tidak mau perusahaan harus bisa memberikan kesempatan bagi karyawannya
untuk memenuhi segala kebutuhannya. Kurangnya perhatian terhadap kebutuhan
dan keinginan karyawan akan memberikan dampak yang buruk bagi perusahaan
itu sendiri sehingga akan mengakibatkan terjadinya turnover intention.
2.1.2. Turnover Intention
13
Harnoto (2002:2) yang dikutip oleh Putrianti dkk (2014) menyatakan
bahwa “turnover intention adalah kadar atau intensitas dari keinginan untuk
keluar dari perusahaan, banyak alasan yang menyebabkan timbulnya turnover
intention ini dan diantaranya adalah keinginan untuk mendapatkan pekerjaan yang
lebih baik”. Pendapat tersebut juga relatif sama dengan pendapat yang telah
diungkapkan sebelumnya, bahwa turnover intention pada dasarnya adalah
keinginan untuk meninggalkan (keluar) dari perusahaan. Turnover intention harus
disikapi sebagai suatu fenomena dan perilaku manusia yang penting dalam
kehidupan organisasi dari sudut pandang individu maupun sosial, mengingat
bahwa tingkat keinginan berpindah karyawan tersebut akan mempunyai dampak
yang cukup signifikan bagi perusahaan dan individu yang bersangkutan (Suartana
2000) dalam Oktaviani dan Nurhayati (2014).
Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2004:125) turnover
behubungan dengan kepuasan kerja dan komitmen organisasional. Turnover
adalah proses dimana karyawan-karyawan meninggalkan organisasi dan harus
segera digantikan. Dan hal ini merupakan salah satu kerugian terbesar yang akan
dialami perusahaan ketika banyak karyawannya yang meninggalkan
perusahaannya, apalagi karyawan yang keluar adalah karyawan yang berpotensi.
Turnover dikelompokkan dalam beberapa cara yang berbeda (Mathis dan Jackson,
2004:125-126). Setiap klasifikasi berikut dapat digunakan dan tidak terpisah satu
sama lain.
1. Turnover secara tidak sukarela, adalah keluarnya karyawan akibat dari
pemecatan karena kinerja yang buruk dan pelanggaran peraturan kerja.
14
2. Turnover secara suka rela, adalah keluarnya karyawan yang dikarenakan
keinginan sendiri (turnover intention).
Turnover secara tidak sukarela dipicu oleh kebijakan organisasional,
peraturan kerja, dan standar kinerja yang tidak dipenuhi oleh karyawan. Turnover
secara sukarela dapat disebabkan oleh banyak faktor, termasuk peluang karir, gaji,
pengawasan, geografi, dan alasan pribadi atau keluarga. Turnover sukarela juga
tambah meningkat seiring dengan bertambahnya ukuran organisasi, mungkin
sekali dikarenakan semakin perusahaan besar mempunyai lebih banyak karyawan
yang mungkin keluar, semakin perusahaan tersebut bersifat impersonal, begitu
pula dengan birokrasi organisasi yang ada dalam perusahaan tersebut.
1. Turnover Fungsional, adalah keluarnya karyawan yang memiliki kinerja lebih
rendah atau karyawan yang menganggu proses perusahaan.
2. Turonover Disfungsional, adalah keluarnya karyawan penting, berkompetensi,
dan memiliki kinerja yang tinggi.
Tidak semua turnover memberi dampak negatif bagi suatu organisasi
karena kehilangan beberapa angkatan kerja sangat diinginkan, terutama apabila
karyawan-karyawan yang keluar adalah mereka yang masuk kedalam kategori
berkinerja rendah, kurang dapat diandalkan, atau mereka yang mengganggu rekan
kerja lainnya dalam perusahaan. Sayangnya bagi suatu perusahaan, perputaran
disfungsional terjadi ketika karyawan yang penting keluar dari perusahaan, dan
sering kali terjadi pada saat yang kurang tepat.
1. Turnover yang Tidak Dapat Dikendalikan, adalah suatu momentum keluarnya
karyawan karena alasan di luar pengaruh pemberi kerja.
15
2. Turnover yang Dapat Dikendalikan, adalah suatu momentum keluarnya
karyawan karena faktor-faktor yang dipengaruhi oleh pemberi kerja.
Banyak alasan karyawan yang berhenti tidak dapat dikendalikan oleh
perusahaan, dan alasan-alasan tersebut meliputi karyawan pindah dari daerah
geografis, karyawan memutuskan untuk tinggal di rumah untuk alasan keluarga,
suami atau istri karyawan dipindahkan, atau karyawan adalah mahasiswa yang
baru lulus dari perguruan tinggi. Tetapi, yang harus disampaikan adalah turnover
yang dapat dikendalikan. Perusahaan lebih mampu memelihara karyawan apabila
mereka menangani persoalan karyawan yang dapat menimbulkan turnover.
Walaupun beberapa turnover tidak dapat dihindari, banyak pemberi kerja yang
mengetahui bahwa mengurangi turnover sangatlah penting. Kerugian turnover,
termasuk produktivitas perusahaan yang berkurang, telah membuat para pemberi
kerja mengeluarkan usaha untuk dapat memelihara dan mempertahankan
karyawan.
Pendapat lain dikemukakan oleh Abelson (dalam Suwandi, 2000:177)
yang dikutip oleh Waspodo dkk (2013) keinginan ada empat komponen yang
secara muncul dalam individu berupa 1) Adanya pikiran untuk keluar; 2)
Keinginan untuk mencari lowongan pekerjaan; 3) Mengevaluasi kemungkinan
untuk menemukan pekerjaan yang layak di tempat lain; dan 4) Adanya keinginan
untuk meninggalkan organisasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi turnover
intention telah disebutkan sebelumnya pada latar belakang masalah penelitian
yaitu kepuasan kerja, stres kerja, kompensasi, dan penggunaan teknologi
informasi. Dari pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa turnover
16
intention merupakan keinginan seseorang/karyawan untuk berpindah/keluar dari
perusahaan tempatnya bekerja karena suatu alasan.
Adapun indikator turnover intention adalah sebagai berikut :
a. Saya mengalami kejenuhan dalam bekerja pada perusahaan
b. Kebijakan perusahaan membuat saya ingin keluar dari perusahaa
c. Saya merasa pekerjaan yang saya lakukan terlalu berat sehinnga ingin pindah
kerja
2.1.3. Stres Kerja
Stres menurut Moorhead dan Griffin (2013:175) yaitu sebagai respons
adaptif seseorang terhadap rangsangan yang menempatkan tuntutan psikologis
atau fisik secara berlebihan kepada orang tersebut. Menurut Ivancevich et al
(2006:295) stress adalah suatu respons adaptif, dimoderasi oleh perbedaan
individu, yang merupakan konsekuensi dari setiap tindakan, situasi, atau peristiwa
yang memberikan tuntutan khusus terhadap seseorang.
Handoko (2012:200) stres adalah suatu kondisi ketegangan yang
mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang. Mangkunegara
(2008:157) mengemukakan stres kerja sebagai perasaan yang menekan atau
merasa tertekan yang dialami pegawai dalam menghadapi pekerjaan. Stres kerja
adalah suatu kondisi ketegangan yang menciptakan adanya ketidakseimbangan
fisik dan psikis, yang mempengaruhi emosi, proses berpikir, dan kondisi seorang
pegawai. Stres yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk
menghadapi lingkungan. Sebagai hasilnya, pada diri para pegawai berkembang
17
berbagai macam gejala stres yang dapat mengganggu pelaksanaan kerja mereka
(Rivai, 2008:516).
Beberapa faktor penyebab stres (Anatan dan Ellitan, 2009:71)
a. Dari luar organisasi (extra organizational stressor) yang meliputi perubahan
sosial dan teknologi yang mengakibatkan perubahan gaya hidup masyarakat,
perubahan ekonomi dan finansial mempengaruhi pola kerja seseorang yang
pada kondisi kurang menguntungkan menuntut seseorang untuk mencari
kerjaan lain, serta faktor lain yaitu kondisi masyarakat relokasi dan kondisi
keluarga.
b. Dari dalam organisasi (organizational stressor) yang meliputi kondisi
kebijakan dan stretegi administrasi, struktur dan desain organisasi, proses
organisasi dan kondisi lingkungan kerja.
c. Dari kelompok dalam organisasi (group stressor) timbul akibat kurangnya
kesatuan dalam pelaksanaan tugas kerja terutama terjadi pada level bawah,
kurangnya dukungan dari atasan dalam melaksanakan tugas yang dibebankan,
munculnya konflik antar personal, interpersonal, dan antar kelompok.
d. Dari dalam diri individu (individual stressor) yang muncul akibat role
ambiguity and conflict, beban kerja yang terlalu berat dan kurangnya
pengawasan dari pihak perusahaan.
Menurut Siagian (2008:301) dalam bukunya Manajemen Sumber Daya
Manusia menyatakan bahwa pada dasarnya berbagai sumber stres kerja
digolongkan menjadi dua bagian diantaranya: dalam pekerjaan ialah beban kerja
wewenang yang tidak seimbang ketidak jelasan tugas lingkungan kerja yang tidak
18
menyenangkan, rekan kerja yang tidak menyenangkan. Sedangkan dari luar
pekerjaan kekhawatiran finansial kehidupan keluarga yang tidak harmonis dan
perilaku negatif anak.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa stres kerja
merupakan keadaan dimana karyawan mengalami gangguan psikologis maupun
fisik dalam menghadapi suatu permasalahan atau pekerjaan yang dapat
berpengaruh terhadap kinerjanya di dalam perusahaan dan membuat
ketidakseimbangan antara karakteristik kepribadian karyawan dengan
karakateristik aspek-aspek pekerjaannya.
Indikator stress kerja dalam penelitiaan ini adalah sebagai berikut :
a) Adanya tugas yang terlalu banyak.
b) Supervisor yang kurang pandai.
c) Terbatasnya waktu dalam mengerjakan pekerjaan.
2.1.4. Kompensasi
Kompensasi menurut Wibowo (2013:348) merupakan kontra prestasi
terhadap penggunaan tenaga atau jasa yang telah diberikan oleh tenaga kerja.
Werther dan Davis (1996:379) dalam Wibowo (2013:348) mendefinisikan
kompensasi sebagai apa yang diterima pekerja sebagai tukaran atas kontribusinya
kepada organisasi. Menurut Handoko (2012:155) kompensasi adalah segala
sesuatu yang diterima para karyawan sebagai balas jasa untuk kerja mereka.
Mathis dan Jackson (2006:118) yang dikutip oleh Putrianti dkk (2014)
menyatakan bahwa, “kompensasi adalah faktor penting yang mempengaruhi
19
bagaimana dan mengapa orang-orang bekerja pada suatu perusahaan dan bukan
perusahaan lainnya”.
Menurut Sedarmayanti (2011:239) kompensasi adalah segala sesuatu yang
di terima oleh karyawan sebagai balas jasa kerja mereka. Sedangkan Husein Umar
(2007:16) menyatakan bahwa kompensasi adalah segala sesuatu yang diterima
oleh pegawai berupa gaji, upah, insentif, bonus, premi, pengobatan, asuransi dan
lain-lain yang sejenis yang di bayar langsung perusahaan.
Kompensasi mengandung arti yang lebih luas daripada upah atau gaji.
Upah atau gaji lebih menekankan pada balas jasa yang bersifat finansial,
sedangkan kompensasi mencakup balas jasa finansial maupun non-finansial.
Kompensasi merupakan pemberian balas jasa, baik secara langsung berupa uang
(finansial) maupun tidak langsung berupa penghargaan (non-finansial) (Samsudin,
2010:187). Jadi kompensasi adalah suatu balas jasa yang diterima oleh karyawan,
yang diberikan berdasarkan kinerja karyawan, dan bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan dan produktivitas karyawan. Kompensasi dapat diukur dengan
seberapa besar upah/gaji yang diberikan kepada karyawan.
Indikator yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Tunjangan yang diterima
b. Upah lembur yang sesuai dengan harapan
c. Program pemeliharaan kesehatan
d. Adanya kesempatan kenaikan pangkat
e. System kenaikan gaji sesuai dengan lama kerja karyawan
20
2.1.5. Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja menurut Robbins dan Judge (2008:107) yaitu sebagai
suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari
sebuah evaluasi karakteristiknya. Sedangkan menurut Handoko (2012:193)
kepuasan kerja (job satisfaction) adalah keadaan emosional yang menyenangkan
atau tidak menyenangkan dengan mana para karyawan memandang pekerjaan
mereka. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap
pekerjaannya.
Husain Umar (2008:213), menyatakan bahwa: ”Kepuasan kerja adalah
perasaan dan penilaian seorang atas pekerjaannya, khususnya mengenai kondisi
kerjanya, dalam hubungannya dengan apakah pekerjaannya mampu memenuhi
harapan, kebutuhan, dan keinginannya”. Menurut Marihot Tua Effendi Hariandja
(2009:290) berpendapat bahwa kepuasan kerja adalah merupakan salah satu
elemen yang cukup penting dalam organisasi. Hal ini di sebabkan kepuasan kerja
dapat mempengaruhi perilaku kerja seperti malas, rajin, produktif, dan lain – lain,
atau mempunyai hubungan beberapa jenis perilaku yang sangat penting dalam
organisasi. Sedangkan Menurut Luthans (2006:243) kepuasan kerja adalah
keadaan emosi yang senang atau emosi positif yang berasal dari penilaian
pekerjaan atau pengalaman kerja seseorang.
Terdapat lima faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya kepuasan kerja,
Kreitner dan Kinicki (2001:225) dalam Wibowo (2013:504-505), yaitu:
a. Pemenuhan kebutuhan (need fulfillment)
21
Kepuasan ditentukan oleh tingkatan karakteristik pekerjaan memberikan
kesempatan pada individu untuk memenuhi kebutuhannya.
b. Perbedaan (discrepancies)
Kepuasan merupakan suatu hasil memenuhi harapan. Pemenuhan harapan
mencerminkan perbedaan antara apa yang diharapkan dan yang diperoleh
individu dari pekerjaan. Apabila harapan lebih besar daripada apa yang
diterima, orang akan tidak puas. Sebaliknya diperkirakan individu akan puas
apabila mereka menerima manfaat diatas harapan.
c. Pencapaian nilai (value attainment)
Gagasan value attainment adalah bahwa kepuasan merupakan hasil dari
persepsi pekerjaan memberikan pemenuhan nilai kerja individual yang
penting.
d. Keadilan (equity)
Dalam model ini dimaksudkan bahwa kepuasan merupakan fungsi dari
seberapa adil individu diperlakukan di tempat kerja. Kepuasan merupakan
hasil dari persepsi orang bahwa perbandingan antara hasil kerja dan inputnya
relatif lebih menguntungkan dibandingkan dengan perbandingan antara
keluaran dan masukkan pekerjaan lainnya.
e. Komponen genetik (dispositional / genetic components)
Beberapa rekan kerja atau teman tampak puas terhadap variasi lingkungan
kerja, sedangkan lainnya kelihatan tidak puas. Model ini didasarkan pada
keyakinan bahwa kepuasan kerja sebagian merupakan fungsi sifat pribadi dan
faktor genetik. Model menyiratkan perbedaan individu hanya mempunyai arti
22
penting untuk menjelaskan kepuasan kerja seperti halnya karakteristik
lingkungan pekerjaan.
Indikato kepuasan kerja dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Pekerjaan itu dianggap menarik dan memberikan peluang untuk belajar
dan menerima tanggung jawab.
b. Penggajian adalah jumlah upah yang diterima dan kelayakan imbalan
tersebut.
c. Pengembangan karir dan promosi merupakan suatu peluang yang ada
untuk mencapai kemajuan dalam jabatan atau kesempatan untuk maju.
d. Supervisi adalah kemampuan seseorang dalam memberikan supervisi,
panutan, dan perhatian kepada karyawannya.
e. Rekan kerja dan kelompok kerja merupakan suatu kondisi dimana para
rekan sekerja bersikap saling bersahabat, kompeten, dan saling membantu.
2.1.6. Gaya Kepemimpinan
Kepemimpinan secara luas, adalah meliputi proses mempengaruhi dalam
menentukan tujuan organisasi, memotivasi prilaku pengikut untuk mencapai
tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Selain itu
juga mempengaruhi interpretasi mengenai peristiwa-peristiwa para pengikutnya,
pengorganisasian dan aktivitas-aktivitas untuk mencapai sasaran, memelihara
hubungan kerja sama dan kerja kelompok, perolehan dukungan dan kerja sama
dari orang-orang di luar kelompok atau organisasi (Miftah Thoha, 2010). Dalam
teori kepribadian menurut Moejiono memandang bahwa kepemimpinan tersebut
sebenarnya sebagai akibat pengaruh satu arah, karena pemimpin mungkin
23
memiliki kualitas-kualitas tertentu yang membedakan dirinya dengan pengikutnya
(Moejiono, 2002). Kepemimpinan adalah suatu proses pengaruh sosial dimana
pemimpin mengusahakan partisipasi sukarela dari para bawahan dalam suatu
usaha untuk mencapai tujuan organisasi (R Kreitner, A Kinicki, 2005). Pemimpin
adalah seseorang dengan wewenang kepemimpinannya mengarahkan bawahannya
untuk mengerjakan sebagian dari pekerjaannya dalam mencapai tujuan.
Kepemimpinan adalah proses mengarahkan dan mempengaruhi
aktivitasaktivitas yang ada hubungannya dengan pekerjaan para anggota
kelompok. Tiga implikasi penting yang terkandung dalam hal ini yaitu:
1) Kepemimpinan itu melibatkan orang lain baik itu bawahan maupun
pengikut.
2) Kepemimpinan melibatkan pendistribusian kekuasaan antara pemimpin
dan anggota kelompok secara seimbang, karena anggota kelompok
bukanlah tanpa daya.
3) Adanya kemampuan untuk menggunakan berbagai bentuk kekuasaan yang
berbeda-beda untuk mempengaruhi tingkah laku pengikutnya dengan
berbagai cara.
Definisi lain, para ahli kepemimpinan merumuskan definisi, sebagai berikut:
1) Fiedler (Miftah Thohah, 2010) kepemimpinan pada dasarnya merupakan
pola hubungan antara individu-individu yang menggunakan wewenang
dan pengaruhnya terhadap kelompok orang agar bekerja bersama-sama
untuk mencapai tujuan.
24
2) John Pfiffner (Miftah Thohah, 2010) kepemimpinan adalah kemampuan
mengkoordinasikan dan memotivasi orang-orang dan kelompok untuk
mencapai tujuan yang di kehendaki.
3) Davis (Miftah Thohah, 2010) mendefinisikan kepemimpinan adalah
kemampuan untuk mengajak orang lain mencapai tujuan yang sudah
ditentukan dengan penuh semangat.
4) Ott (Miftah Thohah, 2010), kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai
proses hubungan antar pribadi yang di dalamnya seseorang mempengaruhi
sikap, kepercayaan, dan khususnya perilaku orang lain.
Dari beberapa definisi di atas, ada beberapa unsur pokok yang mendasari atau
sudut pandang dan sifat-sifat dasar yang ada dalam merumuskan definisi
kepemimpinan, yaitu:
1) Unsur-unsur yang mendasari
Unsur-unsur yang mendasari kepemimpinan dari definisi-definis yang
dikemukakan di atas, adalah:
a) Kemampuan mempengaruhi orang lain (kelompok/bawahan).
b) Kemampuan mengarahkan atau memotivasi tingkah laku orang lain atau
kelompok.
c) Adanya unsur kerja sama untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
2) Sifat dasar kepemimpinan
Sifat-sifat yang mendasari kepemimpinan adalah kecakapan memimpin. Paling
tidak, dapat dikatakan bahwa kecakapan memimpin mencakup tiga
unsur kecakapan pokok, yaitu:
25
a) Kecakapan memahami individual, artinya mengetahui bahwa setiap
manusia mempunyai daya motivasi yang berbeda pada berbagai saat dan
keadaan yang berlainan.
b) Kemampuan untuk menggugah semangat dan memberi inspirasi.
c) Kemampuan untuk melakukan tindakan dalam suatu cara yang dapat
mengembangkan suasana (iklim) yang mampu memenuhi dan sekaligus
menimbulkan dan mengendalikan motivasi-motivasi.
Indikator yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Keinginan untuk menerima tanggung jawab
b. Kemampuan untuk bisa perspektif
c. Kemampuan untuk bersikap objektif
2.2.Hubungan Logis Antar Variabel dan Perumusan Hipotesis
Hipotesis penelitian merupakan jawaban sementara terhadap rumusan
masalah penelitian. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru
didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data.
2.3.1. Pengaruh Stres Kerja terhadap Turnover Intention
Masalah stres yang dialami oleh karyawan sangat berdampak negatif bagi
suatu perusahaan, karena stres yang dialami oleh karyawan dapat mengakibatkan
kerugian yang relatif cukup diperhitungkan oleh perusahaan. Stres kerja
merupakan suatu gejala yang dapat mempengaruhi seseorang dalam beraktivitas
dalam bekerja. Stres kerja memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap
turnover intention karyawan. Agung AWS Waspodo (2013)
26
Agung AWS Waspodo (2013) menyatakan bahwa sumber stres yang
menyebabkan seseorang tidak berfungsi optimal atau yang menyebabkan
seseorang jatuh sakit, tidak saja datang dari satu macam pembangkit tetapi dari
beberapa pembangkit stres. Sebagian besar dari waktu manusia bekerja. Karena
itu lingkungan pekerjaan mempunyai pengaruh yang besar terhadap kesehatan
seseorang yang bekerja. Pembangkit stres di pekerjaan merupakan pembangkit
stres yang besar perannya terhadap kurang berfungsinya atau jatuh sakitnya
seseorang tenaga kerja yang bekerja.
Hasil dari penelitian mengenai stres terhadap turnover intention juga
didukung oleh Hening Widi Oetomo (2012) dan Agung AWS Waspodo (2013)
yang menyebutkan bahwa stres kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap
turnover intention karyawan, semakin tinggi stres kerja yang dialami karyawan
maka semakin meningkat turnover intention karyawan.
H1 = stres kerja berpengaruh terhadap turnover intention
2.3.2. Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Turnover Intention
Karyawan dengan kepuasan kerja tinggi akan merasa senang dan bahagia
dalam melakukan pekerjaannya dan tidak berusaha mengevaluasi alternatif
pekerjaan lain. Sebaliknya karyawan yang merasa tidak puas dalam pekerjaannya
cenderung mempunyai pikiran untuk keluar, mencari lowongan pekerjaan lain,
mengevaluasi kemungkinan mendapatkan alternatif pekerjaan lain, dan
berkeinginan keluar karena berharap menemukan pekerjaan yang lebih
memuaskan. Semakin puas karyawan bekerja ternyata tidak dibarengi oleh
semakin berkurangnya labor turnover intentions karyawan. Hasil ini didukung
27
juga oleh beberapa penelitian yang menghasilkan kepuasan kerja berpengaruh
negatif terhadap turnover intention (Arin Dewi Putrianti, 2014).
Kepuasan kerja merupakan suatu sikap dari seorang karyawan yang
menggambarkan sikap terpenuhinya beberapa keinginan dan kebutuhan mereka
melalui kegiatan kerja atau bekerja. Kepuasan kerja memiliki pengaruh negatif
dan signifikan terhadap turnover intention karyawan (Agung AWS Waspodo,
2013)). Sedangkan penelitian Arin Dewi Putrianti dkk (2014) menyebutkan
hubungan yang signifikan positif antara kepuasan kerja dan turnover intention.
Karyawan dengan kepuasan kerja tinggi dapat mempengaruhi turnover
intention, jika karyawan merasa puas dan nyaman bekerja pada perusahaan
tersebut maka karyawan tersebut akan terus bekerja dan memberikan hasil
pekerjaan yang baik untuk perusahaan, sebaliknya jika karyawan merasa tidak
puas atau tidak nyaman, maka itu bisa memicu karyawan tersebut untuk
melakukan turnover intention (keluar dari perusahaan).
Hasil dari penelitian mengenai kompensasi terhadap turnover intention
juga didukung oleh Arin Dewi Putrianti dkk (2014) dan Agung AWS Waspodo
(2013) yang menyebutkan bahwa kepuasan kerja berpengaruh terhadap turnover
intention karyawan.
H2 = kepuasan kerja berpengaruh terhadap turnover intention
2.3.3. Pengaruh Kompensasi terhadap Turnover Intention
Arin Dewi Putrianti dkk (2014) menyatakan bahwa kompensasi
merupakan faktor penting yang mempengaruhi bagaimana dan mengapa orang-
orang memilih untuk bekerja di sebuah organisasi daripada yang lain. Para
28
pemberi kerja harus agak kompetitif dengan beberapa jenis kompensasi untuk
menarik dan mempertahankan karyawan yang kompeten. Kompensasi merupakan
faktor penting yang mempengaruhi bagaimana dan mengapa orang-orang memilih
untuk bekerja di sebuah organisasi daripada yang lain. Kompensasi sangat penting
bagi karyawan itu sendiri sebagai individu, karena besarnya kompensasi
merupakan pencerminan atau ukuran nilai pekerjaan karyawan itu sendiri. Salah
satu tujuan sistem kompensasi adalah stabilitas karyawan. Tujuan stabilitas
karyawan melalui pemberian kompensasi akan mudah tercapai apabila karyawan
menilai bahwa kompensasi yang diberikan oleh perusahaan sudah ditentukan
berdasarkan prinsip-prinsip keadilan, kelayakan serta didukung oleh konsistensi
eksternal. Kompensasi berpengaruh signifikan terhadap turnover intention
Supriati (2013).
Supriati (2013) terdapat kesenjangan antara jumlah kompensasi yang
diharapkan dan kenyataan yang diterima atas faktor tinggi rendahnya kompensasi.
Hal ini akan mendorong perilaku karyawan untuk berintensi meninggalkan
pekerjaan saat ini dan mencari organisasi lain yang lebih bisa memenuhi harapan
akan kebutuhan kompensasi mereka. Semakin menarik faktor kompensasi akan
semakin mengurangi niat karyawan untuk meninggalkan organisasi. Sebaliknya
semakin rendah tingkat kompensasi yang diterima semakin mendorong karyawan
untuk meninggalkan organisasi dan mencari alternatif pekerjaan di tempat lain.
Semakin besar kompensai dibayarkan ternyata tidak dibarengi oleh semakin
berkurangnya labor turnover intention karyawan.
29
Penelitian yang dilakukan oleh Supriati (2013) yang menghasilkan
kompensasi berpengaruh negatif terhadap turnover intention. Pemberian
kompensasi pada karyawan menjadi salah satu tugas yang paling kompleks bagi
perusahaan dan menjadi salah satu aspek yang paling berarti baik bagi karyawan
maupun bagi perusahaan. Kompensasi karyawan mempengaruhi kinerja karyawan
untuk tetap bersama perusahaan atau mencari pekerjaan lain. Kompensasi sangat
penting bagi karyawan itu sendiri sebagai individu, karena besarnya kompensasi
merupakan pencerminan atau ukuran nilai pekerjaan karyawan itu sendiri.
Sebaliknya besar kecilnya kompensasi dapat mempengaruhi prestasi kerja,
motivasi dan kepuasan kerja karyawan. Perusahaan harus dapat mengatur
sedemikian rupa agar kompensasi yang diberikan kepada karyawan akan
memperoleh kepuasan kerja dan termotivasi untuk berprestasi dan mencapai
tujuan-tujuan perusahaan yang telah ditetapkan. Kompensasi berpengaruh negatif
dan signifikan terhadap turnover intention, hal ini menunjukkan bahwa
kompensasi mempunyai kontribusi yang besar dalam menurunkan turnover
intention.
Hasil dari penelitian mengenai kompensasi terhadap turnover intention
juga didukung oleh Arin Dewi Putrianti dkk (2014) dan Supriati (2013) yang
menyebutkan bahwa kompensasi berpengaruh terhadap turnover intention
karyawan.
H3 = kompensasi berpengaruh terhadap turnover intention
30
2.3.4. Pengaruh Gaya kepemimpinan terhadap Turnover Intention
Berdasarkan hasil penelitian Supriati (2013), dapat disimpulkan bahwa ada
varians dalam turnover intention yang diamati selama implementasi sistem dan
diprediksi oleh penerimaan individu dari penggunaan teknologi informasi.
Evaluasi teknologi informasi memiliki dampak pada sikap teknologi-independen
seperti kepuasan kerja dan niat perilaku seperti turnover intention. Supriati (2013)
jika seorang karyawan merasa terancam oleh gaya kepemimpinan baru, tetapi
harus menggunakannya seperti yang diminta oleh perusahaan, maka konsekuensi
dan perilaku yang dapat diamati menurut hasil yang berhubungan dengan
pekerjaan, yaitu seperti menurunnya kepuasan kerja dan meningkatkan turnover
intention”. Karyawan memang berhenti dari pekerjaan mereka setelah beberapa
saat ketika mereka merasa terancam oleh adanya gaya kepemimpinan baru.
Gaya kepemimpinan muncul sebagai akibat semakin merebaknya
globalisasi dalam kehidupan organisasi, semakin kerasnya persaingan bisnis,
semakin singkatnya siklus hidup barang dan jasa yang ditawarkan, serta
meningkatnya tuntutan selera konsumen terhadap produk dan jasa yang
ditawarkan. Untuk mengantisipasi semua ini, perusahaan mencari terobosan baru
dengan memanfaatkan teknologi. Gaya kepemimpinan diharapkan dapat menjadi
fasilitator dan interpreter. Karyawan yang tidak mampu mengikuti kemajuan
perusahaan dalam penggunaan teknologi informasi, maka bisa menyebabkan
karyawan tersebut melakukan turnover intention.
Turnover intention merupakan hasil (outcome) yang ditunjukkan oleh
karyawan dalam perusahaan berupa perilaku sebagai akibat dari adanya
31
ketidakpuasan yang dirasakan oleh karyawan atas pekerjaan yang mereka lakukan
Rachmawati Meita Oktaviani Ida Ahsan (2014). Tapi sebaliknya jika karyawan
mampu menguasai materi/teknologi yang diberikan oleh perusahaan, maka
karyawan tersebut akan semakin mampu menjalankan tugasnya dan terbuka
pemikirannya menjadi lebih luas. Hasil dari penelitian Rachmawati Meita
Oktaviani Ida Ahsan (2014) yang menyebutkan gaya kepemimpinan berpengaruh
negatif terhadap turnover intention ternyata juga didukung oleh penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Rachmawati Meita Oktaviani Ida Ahsan (2014)
karyawan yang mampu menggunakan teknologi informasi dengan mudah maka
akan merasakan manfaat dari gaya kepemimpinan tersebut, semakin karyawan
mudah dan bermanfaat dalam gaya kepemimpinan maka karyawan akan semakin
betah dalam bekerja.
Hasil dari penelitian mengenai gaya kepemimpinan berpengaruh negative
terhadap turnover intention juga didukung oleh Rachmawati Meita Oktaviani Ida
Ahsan (2014) dan Supriati (2013) yang menyebutkan bahwa gaya kepemimpinan
berpengaruh terhadap turnover intention karyawan.
H4 = gaya kepemimpinan berpengaruh terhadap turnover intention
32
2.3 Penelitian Terdahulu
Nama
Peneliti dan
Tahun
Penelitian
Sampel/ Objek
Penelitian
Variabel dan Alat
Analisis
Hasil Penelitian
Supriati
(2013)
Dosen Politeknik
Bengkalis yang
berjumlah 58
orang
X1 = Pelatihan
X2 = pengembangan
X3 = kompensasi
X4= gaya
kepemimpinan.
Y= Turnover intention
Alat analisisi : regresi
linier berganda
1 Hasil penelitian
menunjukkan pelatihan
dan pengembangan,
kompensasi dan gaya
kepemimpinan
memberikan pengaruh
negatif terhadap
turnover intention dosen
pada Politeknik
Bengkalis.
2 Hasil ini menunjukkan
bahwa pelatihan dan
pengembangan dan
kompensasi mempunyai
pengaruh negatif
terhadap turnover
intention dosen
sedangkan gaya
kepemimpinan
berpengaruh negatif
terhadap turnover
intention dosen pada
Politeknik Bengkalis
Arin Dewi
Putrianti
(2014)
karyawan PT.
TIKI Jalur
Nugraha Ekakurir
Pusat Malang
adalah sebanyak
62 orang
X1 = Kompensasi,
X2 = kepuasan kerja
Y = turnover intention
Berdasarkan dari hasil
penelitian ini diketahui
adanya pengaruh negatif
yang signifikan dari
kompensasi dan kepuasan
kerja kerja terhadap
turnover intention karyawan
di PT. TIKI Jalur Nugraha
Ekakurir Pusat Malang.
Rachmawati
Meita
Oktaviani
Ida Ahsan
(2014)
karyawan yang
bekerja pada
Kantor Konsultan
Pajak di
Semarang.
X1 = Gaya
kepemimpinan
X2 = Kepuasan Kerja
Y = Turnover intention
Hasil penelitian
menyebutkan gaya
kepemimpinan dan
kepuasan kerja berpengaruh
negatif terhadap turnover
33
Nama
Peneliti dan
Tahun
Penelitian
Sampel/ Objek
Penelitian
Variabel dan Alat
Analisis
Hasil Penelitian
intentions.
Hening
Widi
Oetomo
(2012)
dosen tetap
Sekolah
Tinggi Ilmu
Ekonomi
Indonesia
(STIESIA)
Surabaya.
X1 = Stress
X2 = kompensasi
Y = keinginan
berpindah
1) variabel stres
mempunyai pengaruh
positif terhadap intention
to quit,
2) stres mempunyai
pengaruh tidak langsung
melalui kompensasi
secara signifikan
terhadap intention to
quit, tidak dapat
diterima.
Agung
AWS
Waspodo
(2013)
Populasi penelitian
ini adalah
karyawan pada PT.
Unitex untuk unit
Spinning dan
Weaving. Total
jumlah karyawan
yang menjadi
populasi dalam
penelitian ini
sebesar 130 orang.
X1 = Kepuasan kerja
X2 = stress kerja
Y = keinginan
berpindah
1. Kepuasan kerja memiliki
pengaruh negatif dan
signifikan terhadap
turnover intention
karyawan PT. Unitex di
Bogor.
2. Stres kerja memiliki
pengaruh positif dan
signifikan terhadap
turnover intention
karyawan PT. Unitex di
Bogor.
3. Kepuasan kerja dan stres
kerja secara bersama-
sama terhadap turnover
intention karyawan PT.
Unitex di Bogor.
2.4 Kerangka Pemikiran
Salah satu bentuk perilaku beberapa karyawan yang sulit dicegah adalah
turnover intention. Secara sistem, keluarnya karyawan dapat menggangu kinerja
perusahaan karena perusahaan harus mencari karyawan baru untuk menggantikan
posisi karyawan tersebut atau membebankan tugas karyawan tersebut pada
34
karyawan lain. Kedua pilihan tersebut berpotensi untuk merugikan perusahaan.
Perekrutan karyawan baru memerlukan biaya tambahan untuk melakukan seleksi
dan pelatihan karyawan baru. Apabila dilakukan pembebanan tugas ganda (beban
kerja) akan menyebabkan kinerja tidak optimal karena terbatasnya kemampuan
individu. Keinginan untuk keluar menjadi topik yang menarik dan banyak
mendapatkan perhatian dari banyak peneliti bidang sumber daya manusia
(Oetomo dkk, 2012).
Berdasarkan uraian diatas yang berlandaskan pada teori-teori yang relevan
serta adanya perbedaan dari beberapa hasil penelitian maka dalam penelitian ini
variabel yang mendukung dalam penelitian ini yang digunakan adalah kepuasan
kerja, stres kerja, kompensasi, dan gaya kepemimpinan yang dapat digambarkan
kerangka pikir sebagai berikut:
H4
H3
H2
H1
Stres kerja
Kepuasan
kerja
Kompensasi
Gaya
kepemimpinan
Turnover
Intention