BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transportasi 2.1.1 Sistem ...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transportasi 2.1.1 Sistem ...
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Transportasi
2.1.1 Sistem Transportasi
Sistem adalah beberapa komponen atau objek yang saling berkaitan (Tamin, 2000).
Sistem transportasi merupakan sistem pergerakan orang dan/ barang dari suatu zona asal ke
zona tujuan dalam wilayah yang bersangkutan. Pergerakan yang dimaksud dapat dilakukan
dengan menggunakan berbagai sumber tenaga, dan dilakukan untuk suatu keperluan
tertentu. Sistem transportasi terdiri dari sistem transportasi secara makro dan mikro.
A. Sistem Transportasi Makro
Sistem transportasi menyeluruh (makro) dapat dipecahkan menjadi beberapa sistem
yang lebih mikro, yang masing-masing saling terkait dan saling mempengaruhi.
Gambar 2. 1 Sistem Transportasi Makro
Sumber: Tamin (2000)
B. Sistem Transportasi Mikro
Sistem transportasi mikro terdiri dari beberapa sistem, yaitu:
1. Sistem kegiatan atau tiap tata guna lahan (sistem mikro pertama) mempunyai jenis
kegiatan tertentu yang akan membangkitkan pergerakan dan akan menarik
pergerakan dalam proses pemenuhan kebutuhan.
2. Sistem pergerakan timbul dari sistem kegiatan tata guna lahan sebagai alat
pemenuhan kebutuhan yang perlu dilakukan setiap hari yang tidak dapat dipenuhi
oleh tata guna lahan tersebut.
12
3. Sistem jaringan merupakan prasarana transportasi yang diperlukan untuk pergerakan
berupa pergerakan manusia dan/atau barang, yaitu moda transportasi (sarana) dan
media (prasarana) tempat moda tersebut bergerak.
Gambar 2. 2 Siklus Tata Guna Lahan atau Transportasi
Sumber: Tamin (2000)
Siklus tata guna lahan atau transportasi menjelaskan bahwa perubahan aksesibilitas
akan menentukan nilai guna lahan, perubahan nilai guna lahan mempengaruhi penggunaan
lahan. Penggunaan lahan mempengaruhi pergerakan manusia dan pergerakan manusia
mebutuhkan alat transportasi, sehingga menghasilkan perubahan pada seluruh siklus. Siklus
ini merupakan penyederhanaan dari kondisi sebenarnya.
2.1.2 Konsep Perencanaan Transportasi
Konsep yang paling dikenal dalam perencanaan transportasi adalah model
perencanaan transpotrasi empat tahap. Keempat tahap tersebut adalah:
1. Bangkitan dan tarikan pergerakan
2. Sebaran pergerakan
3. Pemilihan moda
4. Pemilihan rute
Gambar 2. 3 Konsep Perencaanaan Empat Tahap
Sumber: Miro (2005)
13
Model perencaan ini merupakan gabungan dari beberapa sub model yang
masingmasing harus dilakukan secara terpisah dan berurutan. Sub model tersebut adalah:
1. Aksesibilitas
2. Bangkitan dan tarikan pergerakan
3. Sebaran pergerakan
4. Pemilihan moda
5. Pemilihan rute
6. Arus lalulintas dinamis
Kondisi arus lalu lintas dipengaruhi oleh sistem transportasi dan aktivitas pada tata
guna lahan. Adapun hubunga antara arus lalu lintas, tata guna lahan, dan system transportasi
adalah sebagai berikut:
Gambar 2. 4 Hubungan Tata Guna Lahan, Transportasi, dan Arus Lalu Lintas
Sumber: Miro (2005)
Arus lalu lintas (pola dan jumlah) ditentukan menurut pola guna lahan dan tingkat
pelayanan system transportasi pada jangka pendek. Jika arus lalu lintas dalam jangka waktu
panjang semakin bertambah, maka pola guna lahan dan tingkat pelayanan transportasi
mengalami perubahan.
2.2 Guna Lahan
Berdasarkan Permen PU Nomor 20 Tahun 2011 tentang Pedoman Penyusunan
Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota, guna lahan dibedakan
menjadi beberapa jenis, yaitu:
a. Perumahan
b. Perdagangan dan jasa
c. Pemerintahan
d. Industri
e. Pelayanan umum
f. Ruang terbuka hijau dan non hijau
g. Peruntukan lainnya, peruntukan khusus, dan campuran
14
Warpani (1990;103) menjelaskan bahwa ada empat faktor yang mempengaruhi
perkembangan guna lahan, yaitu:
a. Topografi, perkembangan kota sedikit banyak dipengaruhi oleh permukaan
topografi dalam hal pembangunan jalan, drainase, dan saluran limbah.
b. Jumlah penduduk, perkembangan jumlah penduduk berakibat meningkatnya
kebutuhan lahan perumahan serta diikuti dengan tuntutan kebutuhan lahan lainnya,
seperti sarana dan prasarana pelengkap.
c. Biaya bangunan
d. Derajat pelayanan jaringan perangkutan
Perdagangan dan jasa merupakan peruntukan ruang yang merupakan bagian dari
kawasan budidaya difungsikan untuk kegiatan usaha yang bersifat komersial, tempat
bekerja, tempat berusaha serta tempat hiburan dan rekreasi serta fasilitas umum/social
pendukungnya. Menurut Permen PU Nomor 20 Tahun 2011 tentang Penyusunan Rencana
Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota, Perdagangan dan Jasa memiliki
fungsi sebagai berikut:
a. Tempat menampung tenaga kerja atau sebagai guna lahan yang memberikan
lapangan pekerjaan baik berupa perkantoran, pertokoan, jasa, rekreasi dan pelayanan
masyarakat;
b. Sebagai tempat penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial,
dan budaya;
c. Tempat yang melayani kegiatan-kegiatan produksi dan distribusi dalam upaya
meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah.
Adapun jenis dari perdagangan dan jasa berdasarkan Permen PU Nomor 20 tahun
2011, yaitu
1. Perdagangan tunggal (bentuk bangunan tunggal secara horizontal maupun vertical)
2. Perdagangan kopel (bentuk bangunan tunggal dengan atap menyambung untuk 2
unit toko)
3. Perdagangan deret (bangunan dengan bentuk deret yang terdiri dari beberapa unit
usaha secara horizontal)
Penelitian “Pengaruh Tarikan Pergerakan Pusat Perbelanjaan Giant dan Superindo
Terhadap Kinerja Jalan Soedanco Supriyadi Kota Malang” berfokus pada jenis guna lahan
perdagangan dan jasa dengan jenis perdagangan tunggal atau pusat perbelanjaan “Giant dan
Superindo”.
15
2.3 Bangkitan dan Tarikan Pergerakan
Bangkitan pergerakan adalah tahapan pemodelan yang memperkirakan jumlah
pergerakan yang berasal dari suatu zona atau tata guna lahan dan jumlah yang tertarik ke
suatu zona atau tata guna lahan (Tamin, 2000;40) Bangkitan pergerakan itu mencakup lalu
lintas yang meninggalkan suatu lokasi dan lalu lintas yang menuju atau tiba di lokasi. Tujuan
bangkitan pergerakan adalah menghasilkan model hubungan yang mengaitkan parameter
tata guna lahan dengan jumlah pergerakan yang menuju ke suatu zona atau jumlah
pergerakan yang meninggalkan suatu zona. Bangkitan pergerakan digunakan untuk suatu
pergerakan berbasis rumah yang mempunyai tempat asal dan / atau tujuan adalah rumah
atau pergerakan yang dibangkitkan oleh pergerakan berbasis rumah.
Berbeda dengan bangkitan pergerakan, tarikan pergerakan digunakan untuk suatu
pergerakan berbasis yang mempunyai tempat asal dan / atau tujuan bukan rumah atau
pergerakan yang tertarik oleh pergerakan berbasis bukan rumah. Pusat perbelanjaan
merupakan jenis guna lahan perdagangan dan jasa yang termasuk tujuan pergerakan bukan
rumah, sehingga pusat perbelanjaan termasuk guna lahan yang menarik pergarakan.
Gambar 2. 5 Diagram Bangkitan dan Tarikan Pergerakan Sumber: ejournal.unsrat.ac.id
Hasil keluaran dari perhitungan bangkitan dan tarikan lalu lintas berupa jumlah
kendaraan, orang, atau angkutan barang per satuan waktu yang tergantung pada dua aspek
tata guna lahan sebagai berikut:
1. Jenis tata guna lahan yang berbeda (pemukiman, akademik, komersial) mempunyai
ciri bangkitan yang berbeda pada jumlah arus lalu lintas dan jenis lalu lintas, seperti
pejalan kaki, truk, dan mobil, dipengaruhi oleh lalulintas pada waktu tertentu.
2. Aktivitas tata guna lahan tersebut, semakin tinggi tingkat penggunaan sebidang
tanah akan semakin tinggi pula tingkat pergerakan yang dihasilkannya.
Pusat perbelanjaan merupakan guna lahan non permukiman, artinya merupakan
guna lahan yang menarik pergerakan. Faktor yang Mempengaruhi terjadinya pergerakan
antara lain:
16
1. Bangkitan Pergerakan untuk Manusia
Faktor yang harus dipertimbangkan dalam bengkitan pergerakan manusia
menentukan bangkitan pergerakan dari lingkungan perumahan adalah:
a. Pendapatan
b. Kepemilikan kendaraan
c. Struktur rumah tangga
d. Ukuran rumah tangga
e. Nilai lahan
f. Kepadatan daerah pemukiman
g. Aksesibilitas
2. Tarikan Pergerakan untuk Manusia
Faktor yang paling banyak digunakan adalah luas lantai dari jenis kegiatan tata guna
lahan.
3. Bangkitan dan Tarikan Pergerakan untuk Barang
Pergerakan ini banyak terjadi di negara industri. Faktor yang banyak digunakan
adalah lapangan kerja.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui “Pengaruh Tarikan Pergerakan Pusat
Perbelanjaan Giant dan Superindo Terhadap Kinerja Jalan Soedanco Supriyadi, Kota
Malang. Sehingga, penelitian ini berfokus pada guna lahan pusat perbelanjaan Giant dan
Superindo yang termasuk dalam jenis guna lahan perdagangan dan jasa, yaitu melayani
masyarakat di bidang distribusi barang dan jasa serta jenis guna lahan lain yang memberi
pengaruh terhadap ruas jalan Soedanco Supriyadi.
2.4 Analisis Korelasi
Korelasi merupakan salah satu statistic inferensi yang akan menguji dua variable
atau lebih mempunyai hubungan atau tidak. Thoifah, 2015 menjelaskan bahwa korelasi
dibagi menjadi:
a. Korelasi positif, jika semakin tinggi nilai variabel X menyebakan semain tinggi nilai
variabel Y.
b. Korelasi negative, jika semakin tinggi nilai variabel X menyebabkan semakin rendah
nilai variabel Y.
c. Korelasi nol, tidak ada korelasi atau tidak ada hubungan antara variabel X dengan
variabel Y.
17
Bila dua peubah tidak berhubungan, maka korelasinya nol. Namun, bila korelasinya
sempurna, maka korelasinya 1. Adapun keeratan hubungan antar variabel ditentukan dengan
koefisien korelasi (kk):
a. kk = 0, tidak ada korelasi
b. 0<kk≤0,20, korelasi sangat rendah
c. 0,20<kk≤0,40, korelasi rendah
d. 0,40>kk≤0,70, korelasi cukup berarti
e. 0,70<kk≤0,90, korelasi kuat
f. 0,90<kk≤1,00, korelasi sangat tinggi
g. kk = 1, korelasi sempurna
2.5 Analisis Regresi Linier
Analisis Regresi Linear Berganda merupakan analisis dimana variabel terikat (Y)
dihubungkan atau dijelaskan dengan lebih dari satu variabel dan seterusnya dari variabel
bebas (X1, X2, X3, …, Xn) namun masih menunjukkan hubungan yang linear (Hasan, 2008).
Regresi merupakan metode statistika untuk mempelajari bagaimana keterkaitan suatu
variabel tidak bebas dihubungkan dengan satu atau lebih variabel bebas. Langkah untuk
menyelesaikan analisis regresi adalah memilih variabel yang berhubungan dengan masalah
yang ditinjau dan mengetahui variabel yang dianggap sebagai variabel-variabel bebas atau
variabel-variabel tidak bebas. Bentuk umum persamaam regresi linier adalah sebagai
berikut:
Y = a + b1X1 + b2X2 + … + bnXn + e (2. 4)
Y = peubah tidak bebas
Xn…n = peubah bebas
a = intersep atau konstanta regresi
B1…bn = koefisien regresi
Analisis Regresi Berganda merupakan regresi linier dapat diperluas untuk bisa
mendapatkan lebih dari satu variabel bebas dengan menggunakan analisis regresi linier
berganda. Analisis regresi menetapkan beberapa asumsi penting yang perlu diperhatikan
yaitu (Tamin,2000).
a. Nilai peubah, khususnya peubah bebas, mempunyai nilai tertentu atau merupakan
nilai yang didapat dari hasil survei tanpa kesalahan berarti
b. Peubah tidak bebas (Y) harus mempunyai hubungan korelasi linier dengan peubah
bebas (X). Jika hubungan tersebut linier, transformasi linier harus dilakukan,
meskipun batasan ini akan mempunyai implikasi lain dalam analisis residual
18
c. Efek peubah bebas pada peubah tidak bebas merupakan penjumlahan, dan harus
tidak ada korelasi yang kuat antara sesama peubah bebas
d. Variansi peubah tidak bebas terhadap garis regresi harus sama untuk semua nilai
peubah bebas
e. Nilai peubah tidak bebas harus tersebar normal atau minimal mendekati normal
f. Nilai peubah bebas sebaiknya merupakan besaran yang relatif mudah diproyeksikan.
Model regresi yang didapat perlu diuji statistik agar model tarikan pergerakan dapat
dinyatakan absah. Uji statistik yang dilakukan untuk menentukan kelayakan model tarikan
adalah uji F, uji t, uji signifikansi.
a. Uji F
Uji F dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat
secara bersamaan. Hasil uji F dilihat di tabel ANOVA dalam kolom sig. dari hasil
analisis regresi. Model yang dihasilkan dari analisis regresi dikatakan layak jika
angka signifikan pada ANOVA sebesar <0.05.
b. Uji t
Uji dilakukan untuk menguji secara parsial atau masing-masing variabel. Hasil uji t
dapat dilihat pada tabel coefficient pada kolom sig. Jika nilai t atau signifikansi
<0.05, maka terdapat pengaruh antara variabel bebas terhadap variabel terikat.
Namun, jika nilai t >0.05, maka tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara
masing-masig variabel bebas terhadap variabel terikat.
c. Uji Signifikansi
Uji signifikansi dilakukan untuk mengetahui berpengaruhnya variabel bebas
terhadap variabel bebas. Penelitian ini menggunakan tingkat kepercayaan 0,05. Jika
nilai probabilitas kurang 0,05, maka terdapat pengaruh antara variabel bebas
terhadap variabel terikat secara parsial. Jika probabilitas lebih dari 0,05, maka tidak
terdapat pengaruh yang signifikan antara masing-masing variabel bebas terhadap
variabel terikat
2.6 Karakteristik Jalan
Karakteristik geometrik atau karakteristik jalan berpengaruh pada kinerja jalan.
Berdasarkan PKJI tahun 2014, geometri jalan terdiri dari:
1. Tipe jalan, berbagai tipe jalan akan menunjukkan kinerja berbeda pada pembebanan
lalulintas tertentu, misalnya jalan terbagi dan terbagi, jalan satu arah. Segmen jalan
perkotaan melingkupi empat tipe jalan, yaitu:
a. Jalan sedang tipe 2/2 TT
19
b. Jalan raya tipe 4/2 T
c. Jalan rata tipe 6/2 T
d. Jalan satu arah tipe 1/1, 2/1, dan 3/1
2. Lebar jalur lalu lintas, kecepatan arus bebas dan kapasitas meningkat dengan
pertambahan lebar jalur lalulintas.
3. Kereb, sebagai batas antara jalur lalulintas dan trotoar bepengaruh terhadap dampak
hambatan samping pada kapasitas dan kecepatan. Kapasitas jalan kereb lebih kecil
dari jalan dengan bahu.
4. Bahu, jalan perkotaan tanpa kereb pada umunya mempunyai bahu pada kedua sisi
jalur lalulintasnya.
5. Median, median yang direncanakan dengan baik meningkatkan kapasitas jalan.
2.7 Kapasitas Jalan
Kapasitas jalan merupakan maximum yang dapat dipertahankan (tetap) pada suatu
bagian jalan dalam kondisi tertentu. Kapasitas jalan dapat diperoleh dengan Persamaan
(2.1).
C = CO x FCLJ x FCPA x FCHS x FCUK (skr/jam) (2. 2)
Keterangan:
C : Kapasitas
CO : Kapasitas dasar (skr/jam)
FCLJ : Faktor penyesuaian kapasitas terkait lebar lajur atau jalur lalu lintas
FCPA : Faktor penyesuaian kapasitas terkait pemisahan arah, hanya pada jalan tak terbagi
FCHS : Faktor penyesuaian terkait KHS pada jalan berbahu atau berkereb
FCUK : Faktor penyesuaian kapasitas terkait ukuran kota
Berikut adalah penjelasan rinci untuk tiap-tiap faktor:
Tabel 2. 1 Kapasitas Dasar (CO) Jalan Perkotaan
Tipe Jalan Kapasitas Dasar (smp/jam) Catatan Empat lajur terbagi atau jaan
satu arah 1650 Per lajur (satu arah)
Dua lajur tak terbagi 2900 Tota dua arah Sumber: PKJI (2014)
Tabel 2. 2 Faktor penyesuaian kapasitas terkait lebar lajur atau jalur lalu lintas (FCLJ)
Tipe Jalan Lebar Jalur Lalu Lintas
efektif FCLJ
Empat lajur terbagi atau jaan
satu arah Per lajur
3 0,92
3,25 0,96
3,50 1
20
Tipe Jalan Lebar Jalur Lalu Lintas
efektif FCLJ
3,75 1,04
4 1,08
Dua lajur tak terbagi Total dua arah 5 0,56
6 0,87
7 1
8 1,14
9 1,25
10 1,29
11 1,34
Sumber: PKJI (2014)
Faktor penyesuaian kapasitas untuk jalan lebih dari empat jalur dapat ditentukan
dengan menggunakan nilai per lajur yang diberikan untuk jalan empat jalur.
Tabel 2. 3 Faktor Penyesuaian Kapasitas untuk Pemisahan Arah Lalu Lintas (FCPA)
Pemisahan Arah SP %-% 50-50 55-45 60-40 65-35 70-30 FCPA Dua lajur Tak Terbagi 1 0,97 0,94 0,91 0,88
Sumber: PKJI (2014)
Jalan terbagi dan jalan satu arah, faktor penyesuaian kapasitas untuk pemisahan arah
tidak dapat diterapkan.
Tabel 2. 4 Faktor Penyesuaian Kapasitas akibat Hambatan Samping pada Jalan Berbahu (FCHS)
Tipe Jalan Kelas
Hambatan Samping
FCHS
Lebar Bahu Efektif (m) ≤ 0,5 1 1,5 ≥ 2
4/2 terbagi SR
R
S
T
ST
0,96 0,94 0,92 0,88 0,84
0,98 0,97 0,95 0,92 0,88
1,01 1
0,98 0,95 0,92
1,03 1,02
1 0,98 0,96
2/2 tak terbagi
atau jalan satu arah
SR
R
S
T
ST
0,94 0,92 0,89 0,82 0,73
0,96 0,94 0,92 0,86 0,79
0,99 0,97 0,95
0,9 0,85
1,01 1
0,98 0,95 0,91
Sumber: PKJI (2014)
Faktor penyesuaian kapasitas untuk hambatan samping berdasarkan lebar bahu
efektif dan kelas hambatan samping.
Tabel 2. 5 Faktor Penyesuaian Kapasitas untuk Hambatan Samping (FCHS) Jalan dengan Kereb
Tipe Jalan Kelas
Hambatan Samping
Faktor Penyesuaian untuk Hambatan Samping dan Lebar Bahu (FCHS)
Lebar Bahu Efektif (FCHS) ≤ 0,5 1 1,5 ≥ 2
4/2 terbagi VL L M H VH
0,95 0,94 0,91 0,86 0,81
0,97 0,96 0,93 0,89 0,85
0,99 0,98 0,95 0,92 0,88
1,01 1
0,98 0,95 0,92
21
Tipe Jalan Kelas
Hambatan Samping
Faktor Penyesuaian untuk Hambatan Samping dan Lebar Bahu (FCHS)
Lebar Bahu Efektif (FCHS) ≤ 0,5 1 1,5 ≥ 2
2/2 tak terbagi
atau jalan satu arah
VL L M H VH
0,93 0,90 0,86 0,78 0,68
0,95 0,92 0,88 0,81 0,72
0,97 0,95 0,91 0,84 0,77
0,99 0,97 0,94 0,88 0,82
Sumber: PKJI (2014)
Faktor penyesuaian ukuran kota didasarkan pada jumlah penduduk.
Tabel 2. 6 Faktor Penyesuaian Kapasitas untuk Ukuran Kota (FCUK)
Ukuran Kota (Juta Penduduk) Faktor Penyesuaian untuk Ukuran Kota < 0,1
0,1-0,5 0,5-1
1-3 >3
0,86 0,90 0,94
1 1,04
Sumber: PKJI (2014)
2.8 Volume Arus Lalu lintas
Perhitungan arus lalu lintas dilakukan per satuan jam atau lebih periode. Arus lalu
lintas (Q) untuk setiap gerakan dikonversi dari kendaraan per jam menjadi satuan kendaraan
(skr) per jam dengan menggunakan ekivalen kendaraan penumpang (ekr). Berikut
merupakan tabel ekivalen kendaraan ringan untuk tipe jalan 2/2TT dan jalan terbagai atau
satu arah.
Tabel 2. 7 Ekivalen Kendaraan Ringan untuk Tipe Jalan 2/2TT
Tipe Jalan Arus Lalu Lintas Total Dua
Arah (kend/jam)
ekr
KB SM
≤ 6 m > 6 m
2/2 TT < 3700 1,3 0,5 0,40
≥ 1800 1,2 0,35 0,25
Sumber: PKJI (2014)
Tabel 2. 8 Ekivalen Kendaraan Ringan untuk Tipe Jalan Terbagi dan Satu Arah
Tipe Jalan Arus Lalu Lintas Total Dua
Arah (kend/jam)
ekr
KB SM
2/1 dan 4/2 T < 1050 1,3 0,40
≥ 1050 1,2 0,25
3/1 dan 6/2 T < 1100 1,3 0,40
≥ 1100 1,2 0,25
Sumber: PKJI (2014)
Berikut merupakan rumus yang digunakan untuk menghitung arus lalu lintas.
Q = [QKR + (QKB x ekrKB) + (QSM x ekrSM)] (2. 1)
Keterangan:
Q = Volume lalu lintas (skr/jam)
QKR = Volume KR (kend/jam)
QKB = Volume KB (kend/jam)
22
EkrKB = Ekivalen kendaraan berat
QSM = Volume SM (kend/jam)
EkrSM = Ekivalen sepeda motor
2.9 Interaksi Tata Guna Lahan – Jaringan Jalan
Gambar 2. 6 Konsep Interaksi Guna Lahan – Jaringan Jalan Sumber: Waloejo (2017)
Sebelum menghitung total insteraksi antara guna lahan dan jaringan jalan yang
perlu mengetahui pangaruh antara model tarikan pergerakan dalam suatu kawasan dengan
peubah tata guna lahan, pengaruh antara model kapasitas jaringan jalan dalam satu kawasan
dengan peubah tata guna lahan, dan pengaruh antara model tarikan dengan model kapasitas
jaringan yang ditunjukkan dengan rumus sebagai berikut (Waloejo, 2017):
1. Total volume kendaraan pengaruh dari tarikan guna lahan (Vinternal):
∑YI = Y1 + Y2 + Y3 + Y4 + ...Yn (volume pergerakan kendaraan per hari)
Agar terjadi kesamaan satuan ukuran, maka harus menyesuaikan dengan jumlah
volume pergerakan kendaraan malalui raso yang diperoleh dari pengukuran di
lapangan 06.00 – 22.00.
∑VI = e1Y1 + e2Y2 + e3Y3 +...enYn (volume pergerakan kendaraan per jam)
e1 = VI / YI = Rasio jumlah volume pergerakan kendaraan masuk dari guna lahan
pada saat jam tertentu dibandingkan dengan jumlah seluruh volume pergerakan
kendaraan per hari.
2. Total volume pergerakan eksternal (Veksternal)
∑Veksternal = jumlah volume pergerakan kendaraan eksternal per jam yang ada pada
koridor jalan utama
∑Vekternal = Veks-1 + Veks-2 +...Vn + Veks-5 + Veks-6
Veks-1 = volume pergerakan kendaraan/jam dari jalan-jalan lingkungan/gang – 1
Veks-2 = volume pergerakan kendaraan/jam dari jalan-jalan lingkungan/gang – 2
.......................................................................................................................... Vn
23
Veks-5 = volume pergerakan kendaraan/jam yang menerus pada jalan utama
Veks-6 = volume pergerakan kendaraan/jam yang menerus pada jalan utama
Berdasarkan konsep model interaksi tata guna lahan – jaringan jalan, didapatkan
pergitungan untuk mengetahui model interaksi tata guna lahan – jaringan jalan yang
dalam penelitian ini khusus perdagangan dan jasa berupa Giant dan Superindo.
Vtotal = ∑Vinternal + ∑Veksternal
Dimana:
Vtotal = total volume pergerakan kendaraan/jam yang ada pada koridor jalan utama
∑Vinternal = jumlah volume pergerakan kendaraan/jam dari tarikan tata guna lahan
∑Veksternal = jumlah volume pergerakan kendaraan/jam koridor jalan utama yang
diperoleh dari volume pergerakan kendaraan dari jalan-jalan lingkungan atau gang
ditambah volume pergerakan kendaraan/jam yang menerus.
2.10 Derajat Kejenuhan
Level of service atau derajat kejenuhan suatu ruas jalan dibagi menjadi bagian
(Tamin 2000: 46):
1. Tingkat pelayanan tergantung arus
Tingkat pelayanan tergantung arus yang dimaksuda adalah kecepatan operasi atau
fasilitas jalan, tergantung pada perbandingan arus terhadap kapasitas.
2. Tingkat pelayanan pelayanan tergantung fasilitas
Ruas jalan yang tidak banyak dipenuhi dengan fasilitas, memiliki tingkat pelayanan
tinggi dari pada ruas jalan yang dipenuhi dengan fasilitas yang banyak. Rumus
derajat kejenuhan adalah:
DS = (2. 3)
Dimana:
Qsmp = arus total (skr/jam)
C = kapasitas jalan (skr/jam)
Derajat kejenuhan digunakan untuk menentukan level of srevice atau tingkat
pelayanan jalan dengan menggunkan indikator berikut:
Tabel 2. 9 Indikator Tingkat Pelayanan Jalan
LOS Karakteristik Rasio A Kondisi pelayanan jalan yang baik dengan penggunaan
kecepatan yang bebas dan tidak ada hambatan < 0,60
B Kondisi pelayanan jalan yang baik, namun ada sedikit
hambatan tetapi tidak berpengaruh terlalu besar 0,60 <V/C<0,70
24
LOS Karakteristik Rasio C Pelayanan cukup baik, perjalanan kendaraan tergolong
lancar, namun ada hambatan lalu linrtas yang dapat
berpotensi mengganggu perjalanan
0,70V/C<0,80
D Pelayanan jalan kurang baik, kendaraan tidak dapat berjalan
dengan lancar dan adanya hambatan sebagai pengganggu 0,80<V/C<0,90
E Kondisi pelayanan kurang baik, karena banyaknya
hambatan, sehingga perjalanan kurang lancar 0,90<V/C<1,00
F Kondisi pelayanan buruk, kendaraan lamban dan cenderung
macet >1,00
Sumber: PKJI (2014)
Gambar 2. 7 Hubungan Vt dengan DS pada Tipe Jalan 2/2TT Sumber: PKJI (2014)
Gambar 2. 8 Hubungan Vt dengan DS pada Tipe Jalan 4/2T, 6/2T Sumber: PKJI (2014)
25
2.11 Penelitian Terdahulu
Tabel 2. 10 Studi Penelitian Terdahulu
Nama Peneliti
Judul Variabel Lokasi
Studi Metode Hasil
Budi Sugiarto
Waloejo (2013)
Model Interaksi
Jaringan Jalan dan Tata Guna
Lahan
1. Sistem jaringan jalan
- Karakteristik jalan
- Kapasitas jalan
- Tingkat pelayanan jalan
2. Tata guna lahan
Perumahan
Y= tarikan pergerakan
X= luas bangunan, jumlah
kamar tidur, jumlah anggota
keluarga, jumlah
kepemilikan kendaraan,
pendapatan rumah tangga.
Pendidikan TK- SMK
Y= tarikan pergerakan
X= jumlah murid, jumlah
guru/pegawai, jumlah kelas,
luas tanah, luas bangunan.
Pendidikan PTN/PTS
Y= tarikan pergerakan
X= luas bangunan, jumlah
mahasiswa, jumlah
dosen/pegawai, jumlah mata
kuliah yang ditawarkan.
Perkantoran
Y= tarikan pergerakan
X= jumlah pegawai, jumlah
pengunjung, luas tanah, luas
bangunan.
Kesehatan Rumah Sakit
Y= tarikan pergerakan
X= jumlah dokter/pegawai,
jumlah pasien harian, jumlah
Seluruh tata
guna lahan di
Jl. MT Haryono
– Jl. Raya Tlogomas
dan Jl. Gatot Subroto –
Jl. Martadinata
• Manual MKJI
• Regresi linear
berganda • Model interaksi
tata guna lahan–
jaringan jalan
• Volume pergerakan kendaraan menerus pada Jl. MT
Haryono Jl. Raya Tlogomas dan Jl. Gatot Subroto – Jl. Martadinata lebih besar dari pada volume
pergerakan kendaraan lokal, yaitu sebesar 2.712,97 : 11. 181 dan 3.141,44 : 12.267
• Model tata guna lahan Jl. MT Haryono-Tlogomas eRumah (1,012+0,004(X1)+0,264(X3)+0,251(X4)) + eTK-
SMK/SMU (2,498+0,141(X6)+0,024(X10)) + ePTN/PTS (-
3,555+0,008(X11)+ 0,149 (X12)) + eKantor
(9,456+0,564(X16)+0,089(X18)) + eRumahSakit
(13,715+0,291(X20)+0,055(X21)) + eApotek (25,323 +
0,322 (X25) +0,084(X26)) + ePerdagangan & Jasa (4,639 +
0,180(X29) + 0,189 (X31))+ ePasar
(1,648+0,500(X33)+0,979(X35)+0,505(X36) + 1,127
(X37)) + eSPBU (-3,255+12,867(X41)) + eTerminal (49,435
+ 8,097 (X43)) = 23.033 smp/hari
• Model pergerakan perdagangan dan jasa Jl. Gatot
Subroto – Jl. Martadinata: YPerdagangan dan Jasa = 4,639 + 0,180 (X29) + 0,189 (X31)
Ket: YPerdagangan dan Jasa = jumlah pergerakan kendaraan keluar
masuk guna lahan perdagangan dan jasa
X68 = luas parkir X69 = luas bangunan X70 = jumlah pegawai
X71 = jumlah pengunjung
26
Nama Peneliti
Judul Variabel Lokasi
Studi Metode Hasil
luasan kamar rawat inap,
jumlah luasan parkir, luas
bangunan.
Kesehatan Apotek
Y= tarikan pergerakan
X= jumlah pegawai, jumlah
pengunjung, luas bangunan,
luas parkir.
Perdagangan dan Jasa
Y= tarikan pergerakan
X= luas parkir, luas
bangunan, jumlah pegawai,
jumlah pengunjung
Syavitri Sukma Utami, Imma Widyawati
Agustin, Yeni Sumantri (Universitas Brawijaya,
2016)
Model Tarikan Perdagangan dan
Jasa Terhadap
Kinerja Jalan di
Jalan Mayjen
Sungkono, Kota Surabaya
Luas bangunan, luas parkir,
jumlah lantai, jumlah anggota
keluarga/pegawai, jumlah
pengunjung, kepemilikan
kendaraan
Jalan Mayjen
Sungkono,
Kota Surabaya
• Traffic
Counting
• Regresi linear
berganda
• Level of service
• Pengaruh tertinggi aktivitas perdagangan dan jasa
terjadi pada pukul 17.00-18.00 yakni sebesar 6,97%
• Model tarikan pergerakan perdagangan dan jasa di Jalan
Mayjen Sungkono Surabaya:
YToko pakaian dan olahraga = 9,889 + 0,487 (X24) + 0,013 (X21)
YDealer dan bengkel = 97,016 + 2,999 (X26) + 1,290 (X28) -
1,290 (X25)
YToko Bahan bangunan = 0,923 + 0,668 (X20) + 0,013 (X18)
YRumah dan warung makan = 51,827 + 0,723 (X36) + 5,859 (X34)
– 0,072 (X33)
YToko elektronik dan komputer =93,570+2,137(X40)-0,057 (X57)
YBank dan ATM = 5,918 + 1,062 (X48) – 0,010 (X45) – 2,073
(X46)
YMinimarket = 38,106 + 0,621 (X64) + 4,317 (X62) – 0,043
(X61)
YMall = 4224,401 + 1,372 (X60) - 4,317 (X57)
YJasa lain-lain = 25,545 + 1,043 (X36) - 0,016 (X53)
YToko lain-lain = 1,662 + 0,371 (X52) – 0,007 (X49) + 0,384
(X50)
27
Nama Peneliti
Judul Variabel Lokasi
Studi Metode Hasil
Fauzan
Roziqin,
Imma
Widyawati
Agustin, Yeni
Sumantri
(Universitas
Brawijaya,
2017)
Dampak Pergerakan
Kendaraan Industri
Besar dan Sedang
terhadap Kinerja
Jalan di
Kota Malang
Karakteristik Industri,
Tarikan guna lahan,
Kinerja Jalan
Kota Malang • Analisis
deskriptif
perseberan
industry
• Analisis kinerja
jalan
• Analisis
korelasi
• Analisis regresi
linear berganda
• Analisis do
something
• Model guna lahan industry besar dan sedang di Kota
Malang adalah:
Y = 5,104 + 0,736 (X3) + 1,832 (X6) dimana X3 adalah
jumlah pegawai dan X6 = frekuensi pengiriman
• Pengaruh pergerakan industry besar dan sedang adalah
13-22%
• Arahan rencana untuk menangani permasalahan tersebut
dengan cara pembuatan rute alternative yakni melewati
Jalan Tenaga Utara dan LA Sucipto.
Chintya
Nindyarini,
Imma
Widyawati
Agustin, Yeni
Sumantri
(Universitas
Brawijaya,
2017)
Pengaruh Tarikan
Stasiun Terhadap
Jalan
Trunojoyo di Kota
Malang
Tarikn Guna Lahan dan Kinerja
Jalan
Jalan
Trunojoyo,
Kota Malang
• Analisis
korelasi
• Analisis regresi
linear berganda
• Analisis kinerja
jalan
• Analisis do
something
• Model tarikan stasiun yang dihasilkan adalah:
YStasiun = 345,778 + 0,521 (X1)
Dengan x1 merupakan pengunjung
• Pengaruh tarikan tertinggi terjadi pada pukul 20.00 –
21.00 yakni sebesar 18,9% dan terendah pada pukul
18.00 – 19.00 yakni sebesar 13,5%)
• Arahan rencana dengan mengarahkan pintu keluar ke
ruas jalan lain stasiun kota baru
Nama
Peneliti Judul Variabel
Lokasi
Studi Metode Persamaan dan Perbedaan
Alfian Nino
Syahputra
Pengaruh Aktifitas
Pusat Perbelanjaan
Giant dan Superindo
Terhadap Kinerja
Jalan Soedanco
Supriyadi, Kota
Malang
- Jumlah pengunjung
- Jumlah pegawai
- Luas parkir
- Luas lantai basah
- Luas lantai kering
- Luas lantai lain-lain
Giant dan
Superindo di
ruas Jalan
Soedanco
Supriyadi
• analisis korelasi
• analisis regresi
linear berganda
• analisis kinerja
jalan
• Persamaan dengan penelitian sebelumnya adalah
mencari tahu model tarikan pergerakan dan
menggunakan hasil model yang sudah ada dari
penelitian terdahulu serta pengaruh tarikan pergerakan
terhadap kinerja jalan dengan analisis yang sama.
Hasil model tarikan tarikan pergerakan yang digunakan
dari beberapa penelitian terdahulu yaitu:
Ypendidikan SD-SMA/SMK = 2,498 + 0,141 (X9) + 0,024 (X10)
Yperkantoran pemerintah/swasta = 9,456 + 0,564 (X11) + 0,089
(X12)
Yapotek = 25,323 + 0,322 (X21) + 0,084 (X22)
YAgen Tiket = 7,52 + 0,717 (X34)
28
Nama Peneliti
Judul Variabel Lokasi
Studi Metode Hasil
Ytoko helm = 0,762 + 0,817 (X35)
Yjasa pos dan kurir = 17,286 + 0,686 (X36) + 0,529 (X37) +
0.011 (X38)
Ytoko = 4,766 + 0,445 (X39) + 0,049 (X40)
Ybengkel = 2,074 + 0,252 (X43) + 0,702 (X44)
Ydealer = 13,189 + 0,23 (X45) + 0,392 (X46)
Yrestoran dan warung = 1,811 + 1,840 (X49) + 0,443 (X50)
YToko Bahan bangunan = 0,923 + 0,668 (X20) + 0,013 (X18)
YToko pakaian dan olahraga = 9,889 + 0,487 (X24) + 0,013 (X21)
YMinimarket = 38,106 + 0,621 (X64) + 4,317 (X62) – 0,043
(X61)
• Perbedaannya adalah lokasi penelitian serta fokus
penelitian dilakukan untuk mencari tahu model tarikan
aktivitas pusat perbelanjaan
29
2.12 Kerangka Teori
Gambar 2. 9 Kerangka Teori
30
“Halaman ini sengaja dikosongkan”