BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Perdagangan Internasional · Selain aplikasi dalam ... Newton...
-
Upload
phungtuong -
Category
Documents
-
view
235 -
download
0
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Perdagangan Internasional · Selain aplikasi dalam ... Newton...
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Perdagangan Internasional
Dalam perdagangan domestik para pelaku ekonomi bertujuan untuk
memperoleh keuntungan dari aktivitas ekonomi yang dilakukannya. Demikian
halnya dengan perdagangan internasional. Setiap negara yang melakukan
perdagangan bertujuan mencari keuntungan dari perdagangan tersebut. Selain
motif mencari keuntungan, Krugman (2003) mengungkapkan bahwa alasan utama
terjadinya perdagangan internasional:
1. Negara-negara berdagang karena mereka berbeda satu sama lain.
2. Negara-negara melakukan perdagangan dengan tujuan untuk mencapai
skala ekonomi (economic of scale).
Suatu kegiatan perdagangan internasional terjadi ditandai dengan adanya
kegiatan ekspor dan impor atau pertukaran komoditi antar dua negara atau lebih.
Kegiatan ini dapat terjadi karena adanya perbedaan permintaan dan penawaran
serta adanya perbedaan tingkat harga antar negara-negara tersebut. Secara grafis
kegiatan perdagangan internasional dapat dijelaskan melalui gambar berikut:
Sumber: Dominick Salvatore, 1997
Gambar 2.1 Proses Terjadinya Perdagangan Internasional
Keterangan:
Kiri : Negara A, berperan sebagai negara pengekspor
Kanan : Negara B, berperan sebagai negara pengimpor
Tengah : Pasar Internasional
9
Pa : Harga domestik barang di negara A tanpa perdagangan internasional
O – Qa : Jumlah produksi barang di negara B tanpa perdagangan internasional
Pb : Harga domestik barang di negara B tanpa perdagangan internasional
O – Qb : Jumlah produksi domestik barang di negara B tanpa perdagangan
internasional
EA : Keseimbangan antara permintaan dan penawaran barang di negara A
tanpa perdagangan internasional
EB : Keseimbangan antara permintaan dan penawaran barang di negara B
tanpa perdagangan internasional
P1 : Harga barang yang terjadi di pasar internasional setelah kedua negara
sepakat untuk melakukan kegiatan ekspor impor
Q1 : Jumlah barang yang diproduksi atau jumlah barang yang tersedia di
pasar internasional setelah kedua negara sepakat untuk melakukan
kegiatan ekspor impor
Berdasarkan Gambar 2.1, diumpamakan bahwa komoditi yang akan
digunakan untuk perdagangan internasional adalah komoditi mutiara. Grafik
diatas menjelaskan bahwa sebelum terjadi proses perdagangan internasional,
harga di negara A (negara pengekspor) adalah sebesar Pa, sedangkan harga di
negara B (negara pengimpor) adalah sebesar Pb. Sebelum terjadi proses
perdagangan internasional jumlah produksi mutiara di negara A adalah sebesar O-
Qa, sedangkan jumlah produksi mutiara di negara B adalah sebesar O – Qb.
Apabila harga di negara B adalah sebesar Pa maka hal ini akan menyebabkan
terjadinya kondisi kelebihan permintaan (excess demand), sedangkan apabila
harga di negara A adalah sebesar Pb maka hal ini akan menyebabkan terjadinya
kondisi kelebihan penawaran (excess supply). Pertemuan antara kondisi excess
demand dan excess supply inilah yang nantinya akan membentuk harga di pasar
internasional yang disepakati oleh kedua negara tersebut. Dalam hal ini negara A
akan mengekspor ke negara B, sedangkan negara B akan mengimpor dari negara
A. Sehingga dengan demikian terjadilah proses perdagangan internasional.
2.2 Konsep Daya Saing
Daya saing merupakan kemampuan suatu komoditi untuk memasuki pasar
luar negeri dan kemampuan untuk dapat bertahan di dalam pasar tersebut, dalam
10
artian jika suatu produk mempunyai daya saing maka produk tersebutlah yang
banyak diminati konsumen (Tambunan, 2001). Pendekatan yang sering digunakan
sebagai indikator untuk mengukur daya saing suatu komoditi, yaitu keunggulan
komparatif dan keunggulan kompetitif.
2.2.1 Teori Keunggulan Komparatif
Teori keunggulan komparatif (theory of comparative advantage)
merupakan teori yang dikemukakan oleh David Ricardo. Dalam teori ini, Ricardo
menyatakan bahwa perdagangan internasional terjadi bila ada perbedaan
keunggulan komparatif antarnegara. Keunggulan komparatif akan tercapai jika
suatu negara mampu memproduksi barang dan jasa lebih banyak dengan biaya
yang lebih murah daripada negara lainnya.
Hukum keunggulan komparatif (law of comparative advantage)
menyatakan bahwa perdagangan dapat dilakukan oleh negara yang tidak memiliki
keunggulan absolut pada kedua komoditi yang diperdagangkan dengan melakukan
spesialisasi produk yang kerugian absolutnya lebih kecil atau memiliki
keunggulan komparatif. Keunggulan komparatif tersebut dibedakan atas cost
comparative advantage (labor efficiency) dan production comparative advantage
(labor productivity).
Menurut teori cost comparative advantage (labor efficiency), suatu negara
akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan
spesialisasi produksi dan mengekspor barang di mana negara tersebut dapat
berproduksi lebih efisien serta mengimpor barang di mana negara tersebut
berproduksi relatif kurang atau tidak efisien. Sementara itu, pada production
comparative advantage (labor productivity) dapat dikatakan bahwa suatu negara
akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan
spesialisasi produksi dan mengekspor barang di mana negara tersebut berproduksi
lebih produktif serta mengimpor barang di mana negara tersebut berproduksi
relatif kurang atau tidak produktif. Dengan kata lain, cost comparative
menekankan bahwa keunggulan komparatif akan tercapai jika suatu negara
memproduksi suatu barang yang membutuhkan sedikit jumlah jam tenaga kerja
dibandingkan negara lain sehingga terjadi efisiensi produksi. Sedangkan
production comparative menekankan bahwa keunggulan komparatif akan tercapai
11
jika seorang tenaga kerja di suatu negara dapat memproduksi lebih banyak suatu
barang atau jasa dibandingkan negara lain sehingga tidak memerlukan tenaga
kerja yang lebih banyak. Dengan demikian keuntungan perdagangan diperoleh
jika negara melakukan spesialisasi pada barang yang memiliki cost comparative
advantage dan production advantage atau dengan mengekspor barang yang
keunggulan komparatifnya tinggi dan mengimpor barang yang keunggulan
komparatifnya rendah (Firdaus, 2011). Dengan kata lain, dalam teori keunggulan
komparatif, suatu bangsa dapat meningkatkan standar kehidupan dan
pendapatannya jika negara tersebut melakukan spesialisasi produksi barang dan
jasa yang memiliki produktivitas dan efisiensi tinggi.
2.2.2 Teori Keunggulan Kompetitif
Keunggulan kompetitif adalah keunggulan yang dimiliki oleh suatu negara
untuk dapat bersaing di pasar internasional. Berbeda dengan konsep keunggulan
komparatif yang menyatakan bahwa suatu negara tidak perlu menghasilkan suatu
produk apabila produk tersebut telah dapat dihasilkan oleh negara lain dengan
lebih baik, unggul, dan efisien secara alami, konsep keunggulan kompetitif adalah
sebuah konsep yang menyatakan bahwa kondisi alami tidaklah perlu untuk
dijadikan penghambat karena keunggulan pada dasarnya dapat diperjuangkan dan
dikompetisikan dengan berbagai perjuangan atau usaha. Keunggulan suatu negara
bergantung pada kemampuan perusahaan-perusahaan di dalam negara tersebut
untuk berkompetisi dalam menghasilkan produk yang dapat bersaing di pasar
(Porter, 1990).
2.3 Teori Revealed Comparative Advantage (RCA)
Revealed Comparative Advantage (RCA) digunakan untuk menganalisis
keunggulan komparatif suatu komoditi dalam suatu negara. RCA merupakan salah
satu metode yang digunakan untuk mengukur kinerja ekspor suatu komoditi dari
suatu negara dengan mengevaluasi peranan ekspor komoditi tertentu dalam ekspor
total suatu negara dibandingkan dengan pangsa komoditi tersebut dalam
perdagangan dunia. Konsep RCA ini pertama kali diperkenalkan oleh Ballasa
pada tahun 1965, yang menganggap bahwa keunggulan komparatif suatu negara
direfleksikan atau terungkap dalam ekspornya. Pada saat itu, konsep RCA banyak
digunakan dalam laporan penelitian dan studi empiris yang dijadikan sebagai
12
indikator keunggulan komparatif suatu produk dan dipergunakan sebagai acuan
spesialisasi perdagangan internasional.
Dari nilai RCA dapat diketahui bagaimana daya saing suatu produk apakah
daya saingnya rendah atau tinggi. Jika semakin tinggi nilai RCA, berarti daya
saingnya semakin tinggi, dan sebaliknya. Batasan nilai daya saing, yaitu:
RCA > 1 = daya saing tinggi
RCA< 1 = daya saing rendah
2.4 Teori Export Product Dynamics (EPD)
Untuk mengetahui posisi pangsa pasar dapat dilakukan menggunakan alat
analisis Export Product Dynamics (EPD) berdasarkan dua indikator utama, yaitu
peningkatan pangsa pasar ekspor negara dan peningkatan pangsa pasar produk.
Melalui analisis ini diperoleh empat posisi pangsa pasar yang berbeda, yaitu:
- Rising Star: terjadi peningkatan pangsa pasar ekspor negara dan pangsa pasar
produk tertentu di perdagangan dunia.
- Lost Opportunity: terjadi penurunan pangsa pasar ekspor negara, tapi terjadi
peningkatan pangsa pasar produk tertentu di perdagangan dunia.
- Falling Star: terjadi peningkatan pangsa pasar ekspor negara, tapi terjadi
penurunan pangsa produk tertentu di perdagangan dunia.
- Retreat: terjadi penurunan pangsa pasar ekspor negara dan pangsa pasar
produk tertentu di perdagangan dunia.
2.5 Konsep Gravity Model
Gravity Model adalah model yang digunakan untuk menganalisis faktor-
faktor ekonomi yang memengaruhi perdagangan antara dua negara. Model yang
dibentuk berdasarkan hukum gravitasi Newton ini diaplikasikan untuk
menganalisis terjadinya aliran perdagangan antar negara. Selain aplikasi dalam
aliran perdagangan, model ini juga diaplikasikan dalam ilmu sosial lainnya seperti
transportasi dan perpindahan penduduk antar kota bahkan benua. Model ini telah
sukses secara empiris dalam menjelaskan terjadinya arus perdagangan antar
negara, tetapi alasan yang diterima secara teoritis masih diperdebatkan. Menurut
model ini, barang ekspor dari negara i ke negara j diterangkan oleh ukuran
ekonomi masing-masing negara (GDP), populasi masing-masing negara, dan jarak
antar negara (Bergstrand, 1985 dalam Setyo, 2009).
13
Gravity Model pertama kali digunakan oleh Tinberger pada tahun 1962
dan Ponyohen pada tahun 1963 untuk menganalisis aliran perdagangan antara
negara-negara Eropa. Kemudian model ini dikembangkan oleh Bergstrand pada
tahun 1985 yang menerapkan bahwa model gravitasi ini tidak hanya digunakan
untuk menganalisis perdagangan secara agregat, tetapi dapat diterapkan terhadap
aliran perdagangan suatu komoditas.
Perumusan gravity model ini diadopsi dari persamaan umum Gravitasi
Newton dalam bidang ilmu fisika yang menyatakan bahwa “Interaksi antara dua
objek adalah sebanding dengan massanya dan berbanding terbalik dengan jarak
masing-masing”. Pernyataan tersebut teraplikasi dalam rumus sebagai berikut:
Fij = G x Mi x Mj
Dij
Di mana:
F = Volume interaksi antardua negara (aliran perdagangan bilateral)
M = Ukuran ekonomi untuk kedua negara
D = Jarak ekonomi kedua negara
G = Konstanta
Kemudian dengan menggunakan persamaan logaritma, persamaan tersebut
diubah kedalam bentuk linear untuk analisis ekonometrik yang selanjutnya
menjadi bentuk umum dari gravity model. Dalam hal ini, konstanta G diubah
menjadi bagian dari β0 dan digunakan GDP sebagai ukuran ekonomi untuk kedua
negara.
Log (Aliran perdagangan bilateral) = β0 + β1 log (GDP negara 1) + β2 log (GDP
negara 2) + β3 log (Jarak) + ε
Dengan demikian, rumus umum dari gravity model menurut Bergstrand
(1985), Koo, et al (1994) dalam Oktaviani (2000) sebagai berikut:
Tij = f (Yi, Yj, Fij)
Keterangan:
Tij = Nilai aliran perdagangan dari negara i ke negara j
Yi = Gross Domestic Product negara i
Yj = Gross Domestic Product negara j
14
Fij = Faktor-faktor lain yang mempengarhi perdagangan antara negara i
dengan negara j
Pada dasarnya, model gravitasi ini menjelaskan perdagangan berdasarkan
jarak antar negara dan interaksi antara besarnya ukuran perekonomian (GDP dan
populasi) antar negara. Aliran perdagangan antar negara ditentukan oleh:
1. Variabel-variabel yang mewakili total permintaan potensi negara
pengimpor.
2. Variabel-variabel indikator total penawaran potensial negara pengekspor.
3. Variabel-variabel pendukung atau penghambat aliran perdagangan antara
negara pengimpor dan negara pengekspor.
Pada penerapan konsep gravity model ini, variabel yang mewakili total
permintaan potensial negara pengimpor dapat digambarkan dengan GDP negara
importir sedangkan variabel indikator total penawaran potensial negara
pengekspor dapat digambarkan dengan GDP negara pengekspor. Akan tetapi,
dapat pula digunakan GDP per kapita sebagai pengganti variabel GDP. Sementara
itu, variabel pendukung atau penghambat aliran perdagangan antara negara
pengimpor dan negara pengekspor adalah adanya variabel jarak, harga ekspor
komoditi dan nilai tukar (exchange rate) antar dua negara.
1. GDP Per Kapita
GDP per kapita merupakan ukuran berapa banyak perolehan pendapatan
setiap individu dalam perekonomian. Untuk mengetahui kemampuan daya beli
negara tujuan ekspor terhadap produk yang diekspor digunakan variabel GDP per
kapita riil sebab pada GDP per kapita riil memperhatikan adanya pengaruh dari
harga, sedangkan GDP per kapita nominal merupakan nilai GDP yang tidak
memperhatikan adanya pengaruh dari harga. Dengan demikian, tingkat konsumsi
atau kemampuan daya beli suatu negara atas suatu komoditi dapat diukur dari
pendapatan per kapita riil suatu negara. Jika pendapatan per kapita suatu negara
dinilai cukup tinggi, maka dapat dikatakan suatu negara tersebut merupakan pasar
potensial bagi pemasaran suatu komoditi ataupun produk tertentu.
2. Nilai Tukar
Nilai tukar (exchange rate) atau kurs diantara dua negara adalah harga di
mana penduduk kedua negara saling melakukan perdagangan. Nilai tukar yang
15
digunakan pada pemodelan gravity model ini adalah nilai tukar riil yang
merupakan nilai tukar nominal yang sudah dikoreksi dengan harga relatif, yaitu
harga-harga di dalam negeri dibandingkan dengan harga-harga di luar negeri.
Nilai Tukar Riil = Nilai Tukar Nominal x IHK AS
IHK negara tujuan ekspor
Kondisi nilai tukar seperti terapresiasinya mata uang domestik negara
tujuan ekspor terhadap Dollar Amerika membuat harga suatu produk relatif lebih
murah. Hal ini mendorong terjadinya peningkatan nilai impor dari negara tujuan
karena negara tujuan membutuhkan sedikit uang untuk membeli barang impor.
3. Populasi
Jumlah penduduk menjadi salah satu faktor penentu dalam permintaan
ekspor. Semakin banyaknya jumlah penduduk suatu negara, maka semakin
banyak juga permintaan negara tersebut terhadap suatu barang untuk memenuhi
kebutuhan masyarakatnya (cateris paribus). Kenaikan jumlah penduduk akan
menggeser kurva permintaan ke kanan atas dan memperlihatkan bahwa dengan
naiknya jumlah penduduk maka jumlah komoditi yang diminta pada setiap tingkat
harga akan lebih banyak (Lipsey, 1995).
4. Jarak Ekonomi
Jarak adalah faktor geografi yang menjadi variabel utama dalam gravity
model untuk analisis aliran perdagangan bilateral. Variabel jarak ini merupakan
indikasi dari biaya transportasi yang dihadapi oleh suatu negara dalam melakukan
ekspor. Semakin jauh jarak, semakin besar biaya transportasi dan semakin rendah
nilai ekspornya. Jika biaya transportasi terlalu mahal maka nilai perdagangan akan
menurun bersamaan dengan penurunan keuntungan. Adapun jarak yang
digunakan adalah jarak ekonomi dengan perhitungan sebagai berikut:
Jarak Ekonomi = Jarak geografis antar negara X GDP negara jn
1
GDP negara j
2.6 Teori Model Data Panel
Metode data panel merupakan model ekonometrika yang menggabungkan
informasi yang diperoleh dari data time series dan data cross section. Penggunaan
data panel ini memiliki dua keuntungan (Firdaus, 2011), diantaranya:
16
1. Jumlah observasi menjadi lebih besar. Marginal effect dari peubah penjelas
dilihat dari dua dimensi (individu dan waktu) sehingga parameter yang
diestimasi akan lebih akurat dibandingkan dengan model lain. Secara teknis
menurut Hsiao (2004), data panel dapat memberikan data yang informatif,
mengurangi kolinearitas antarpeubah serta meningkatkan derajat kebebasan
yang artinya meningkatkan efisiensi.
2. Keuntungan yang lebih penting dari penggunaan data panel adalah
mengurangi masalah identifikasi. Data panel lebih baik dalam
mengidentifikasi dan mengukur efek yang secara sederhana tidak dapat diatasi
dalam data cross section saja atau time series saja. Data panel mampu
mengontrol heterogenitas individu. Dengan metode ini estimasi yang
dilakukan dapat secara eksplisit memasukkan unsur heterogenitas individu.
Data panel juga lebih baik untuk studi dynamics of adjustment. Hal ini
berkaitan dengan observasi pada cross section yang sama secara berulang,
sehingga data panel lebih baik dalam mempelajari perubahan dinamis.
Dalam analisis data panel, terdapat tiga pendekatan yang terdiri dari
pendekatan kuadrat terkecil (pooled least squre), model efek tetap (fixed effects
model), dan model efek acak (random effects model). Pada pendekatan Fixed
Effects Model (FEM) dan Random Effects Model (REM) dibedakan berdasarkan
ada atau tidaknya korelasi antara komponen error dengan peubah bebas
(regresor).
Misalkan: yit = αi + Xitβ + εit
Pada one way error components model, komponen error dispesifikasikan
dalam bentuk: εit = λi + uit
Untuk two way error components model, komponen error dispesifikasikan
dalam bentuk: εit = λi +µt + uit
Pada pendekatan one way, error term hanya memasukkan komponen error
yang merupakan efek dari individu (λi). Pada two way, dimasukkan efek dari
waktu (µt) ke dalam komponen error. Jadi perbedaan antara FEM dan REM
terletak pada ada atau tidaknya korelasi antara λi dan µt dengan Xit.
17
1. Pooled Least Square (PLS)
Pada prinsipnya, pendekatan ini menggunakan gabungan dari seluruh data
(pooled), sehingga terdapat N x T observasi, di mana N menunjukkan jumlah unit
cross section dan T menunjukkan jumlah time series yang digunakan.
Model yang digunakan yaitu :
yit = αi + Xitβ + uit
Dengan mengumpulkan semua data cross section dan time series, dapat
meningkatkan derajat kebebasan sehingga dapat memberikan hasil estimasi yang
lebih efisien. Akan tetapi, pendekatan ini memiliki kelemahan yaitu dugaan
parameter β akan bias. Hal ini ditunjukkan dari arah kemiringan PLS yang tidak
sejajar dengan garis regresi dari masing-masing individu. Parameter yang bias ini
disebabkan karena PLS tidak dapat membedakan observasi yang berbeda pada
periode yang sama, atau tidak dapat membedakan observasi yang sama pada
periode yang berbeda.
2. Fixed Effects Model (FEM)
FEM muncul ketika antara efek individu dan peubah penjelas memiliki
korelasi dengan Xit atau memiliki pola yang sifatnya tidak acak. Asumsi ini
membuat komponen error dari efek individu dan waktu dapat menjadi bagian dari
intersep, yaitu:
Untuk one way komponen error : yit = αi + λi + Xitβ + uit
Untuk two way komponen error : yit = αi + λi + µt + Xitβ + uit
Penduga pada FEM dapat dihitung dengan teknik : Pooled Least Square
(PLS), Within Group (WG), Least Square Dummy Variable (LSDV), Two Way
Error Components Fixed Effect Model.
3. Random Effects Model (REM)
REM muncul ketika antara efek individu dan regresor tidak ada korelasi.
Asumsi ini membuat komponen error dari efek individu dan waktu dimasukkan
ke dalam error.
Untuk one way error component : yit = αi + Xit β + uit+ λi
Untuk two way error component : yit = αi + Xit β + uit+ λi + μt
Terdapat dua jenis pendekatan yang digunakan untuk menghitung
estimator REM, yaitu between estimator dan Generalized Least Square (GLS).
18
2.7 Tinjauan Penelitian Terdahulu
2.7.1 Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai mutiara Indonesia sudah pernah dilakukan
sebelumnya. Pada penelitian mengenai analisis faktor-faktor yang memengaruhi
permintaan ekspor mutiara Indonesia (Sukmawati, 2011) menggunakan dua
analisis yaitu analisis deskriptif dan kuantitatif. Analisis deskriptif untuk
menggambarkan kondisi perkembangan permintaan ekspor mutiara Indonesia dan
metode kuantitatif digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi
ekspor mutiara Indonesia. Model analisis data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah menggunakan model regresi berganda dengan metode estimasi Pooled
Least Square (PLS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada taraf nyata
sepuluh persen GDP per kapita negara importir, nilai tukar negara importir, harga
ekspor mutiara ke negara tujuan secara signifikan berpengaruh terhadap
permintaan ekspor mutiara Indonesia, sedangkan populasi negara importir tidak
berpengaruh signifikan pada taraf nyata sepuluh persen terhadap permintaan
ekspor mutiara Indonesia.
Penelitian yang dilakukan oleh Saptanto (2011) mengenai Daya Saing
Ekspor Produk Perikanan Indonesia di Lingkup ASEAN dan ASEAN-China
menggunakan metode analisis Revealed Comparatif Advantage (RCA). Data yang
digunakan adalah data dari tahun 2000 hingga 2008. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa tingkat ASEAN maupun ASEAN-China, produk Indonesia
yang memiliki daya saing adalah produk dengan kode HS 03 (ikan, udang-
udangan, hewan lunak, invertebrata perairan), HS 710110 (mutiara dari alam yang
belum diolah), HS 710121 (mutiara budidaya yang belum diolah), dan HS 121220
(rumput laut dan alga lainnya). Dari hasil dalam penelitian ini menunjukkan
bahwa Indonesia masih lemah dalam hal ekspor produk yang memiliki nilai
tambah.
Penelitian yang dilakukan oleh Hafni (2011) mengenai Analisis Daya
Saing dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aliran Ekspor Pisang Indonesia
menggunakan metode Revealed Comparatif Advantage (RCA), Export Product
Dynamic (EPD), dan Intra-Industry Trade (IIT) untuk menganalisis daya saing
komoditi selama periode 2005-2009 dan pendekatan gravity model untuk
19
menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi aliran ekspor pisang Indonesia ke
negara tujuan dengan data panel berupa time series tahun 2001-2009 dan cross
section enam negara tujuan ekspor: Jepang, Hongkong, Singapura, Malaysia,
Arab Saudi, dan Amerika Serikat serta menggunakan analisis fixed effect.
2.7.2 Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan mengenai Analisis Daya Saing dan Faktor-
Faktor yang Memengaruhi Permintaan Ekspor Mutiara Indonesia ini mempunyai
beberapa perbedaan dengan penelitian-penelitian terdahulu. HS yang digunakan
sama sampai dengan level enam digit, perbedaannya dalam penelitian ini HS yang
digunakan tidak dibedakan, yaitu gabungan antara HS710110 (natural pearls) dan
HS710121 (cultured pearls, unworked) dari tahun 1999 hingga 2011. Negara yang
diteliti adalah negara Australia, Hongkong, dan Jepang di mana ketiga negara
tersebut merupakan negara utama tujuan ekspor mutiara Indonesia. Untuk
menganalisis faktor-faktor yang signifikan memengaruhi permintaan ekspor
mutiara Indonesia digunakan analisis gravity model, yaitu dengan memasukkan
jarak ekonomi ke dalam model. Selain itu, untuk menganalisis daya saingnya
digunakan analisis RCA untuk mengukur keunggulan komparatif, sedangkan
analisis EPD digunakan untuk menganalisis keunggulan kompetitifnya.
2.8 Kerangka Pemikiran
Daya saing ekspor mutiara mengalami tren yang berfluktuatif setiap
tahunnya. Selain itu, kualitas ekspor mutiara Indonesia yang diekspor masih bisa
dikatakan rendah. Dibalik kelemahan ini, ternyata mutiara Indonesia sudah
dikenal dan diminati oleh masyarakat luar negeri yang dikenal dengan nama
South Sea Pearl (mutiara laut selatan) dan mutiara ini dijuluki The Queen of
Pearls.
Besarnya tingkat daya saing komoditi mutiara Indonesia diukur
menggunakan Revealed Comparative Advantage (RCA) untuk mengukur
keunggulan komparatifnya. Dapat dilihat apakah daya saing komoditi mutiara
Indonesia memiliki daya saing yang rendah atau tinggi. Apabila daya saingnya
rendah, maka pemerintah harus membuat kebijakan agar meningkatkan daya
saingnya. Tidak hanya itu, selain melihat bagaimana keunggulan komparatif
dengan menggunakan analisis RCA, juga dilakukan analisis untuk melihat
20
keunggulan kompetitif dengan analisis Export Product Dynamis (EPD). Lalu
Gravity Model untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi permintaan
ekspor mutiara Indonesia di pasar Internasional. Hal ini perlu dilakukan melihat
beragamnya karakteristik dari masing-masing negara sehingga dapat berpengaruh
pada perdagangan internasional.
Dari hasil analisis ini diharapkan diperoleh implikasi kebijakan yang
cocok dan bermanfaat bagi pengembangan ekspor komoditi mutiara Indonesia di
pasar internasional. Untuk memperjelas rangkaian analisis yang dilakukan, maka
disajikan dalam bentuk kerangka pemikiran penelitian seperti pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran
Indonesia sebagai negara bahari dan kepulauan dengan
luas wilayah perairaannya adalah dua pertiga dari total wilayah
Indonesia
Mutiara sebagai salah satu komoditi potensial sektor
kelautan dan Perikanan
Daya saing mutiara Indonesia Faktor-faktor yang memengaruhi
permintaan ekspor mutiara Indonesia
1. GDP riil negara tujuan ekspor
2. Nilai tukar rii negara tujuan ekspor
3. Nilai ekspor mutiara tahun
sebelumnya
4. Jumlah penduduk pengimpor
5. Jarak Ekonomi
Rekomendasi kebijakan
- Export Product Dynamic
( EPD)
- Revealed Comparative
Advantage (RCA)
21
2.10 Hipotesis
Hipotesis yang digunakan pada penelitian ini adalah:
1. GDP per kapita riil negara importir memiliki pengaruh yang positif
terhadap permintaan ekspor mutiara Indonesia. Hal ini mengindikasikan
bahwa apabila GDP per kapita negara tujuan ekspor meningkat maka akan
semakin meningkatkan daya beli masyarakat.
2. Nilai tukar riil negara importir memiliki pengaruh positif terhadap
permintaan ekspor mutiara Indonesia. Apabila nilai tukar riil negara
importir terapresiasi (nilai tukar riil tinggi) akan menyebabkan volume
permintaan ekspor mutiara Indonesia meningkat.
3. Nilai ekspor mutiara Indonesia ke negara tujuan ekspor tahun sebelumnya
berpengaruh positif terhadap permintaan ekspor mutiara Indonesia.
4. Populasi negara importir memilki pengaruh positif terhadap volume
ekpsor mutiara Indonesia. Semakin besar jumlah populasi negara importir
tersebut akan menyebabkan semakin besar pula volume permintaan ekspor
mutiara Indonesia.
5. Jarak ekonomi berpengaruh negatif terhadap permintaan ekspor produk
mutiara Indonesia.