BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja Mahasiswaeprints.umm.ac.id/49019/2/BAB II.pdf11 BAB II TINJAUAN...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja Mahasiswaeprints.umm.ac.id/49019/2/BAB II.pdf11 BAB II TINJAUAN...
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Remaja Mahasiswa
Masa remaja (Adolescents) merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju
dewasa, biasanya antara usia 13-20 tahun. Istilah adolescents merujuk pada kematangan
psikologis individu, sedangkan pubertas merujuk pada saat telah ada kemampuan
reproduksi. Adolescence dianggap dianggap masa yang penuh masalah, namun saat ini
diketahui bahwa sebagian besar remaja mampu menghadapi tantangan pada masa
adolescence dengan baik. Masa remaja memiliki tiga subfase : masa remaja awal (usia 11-14
tahun), masa remaja pertengahan (usia 15-17 tahun), dan masa remaja akhir (usia18-20
tahun). Banyak variasi antar-subfase dalam perkembangan fisik, kognitif dan psikososial.
Demikian juga dengan kesempatan, tantangan, perubahan keterampilan dan tekanan
(Potter & Perry, 2010).
Sedangkan dalam Nisrima et al. (2016), dijelaskan bahwa remaja adalah masa
transisi peralihan dari anak-anak untuk menjadi dewasa yang memiliki rasa ingin tahu
yang tinggi, sehingga seringkali ingin mencoba-coba dan melakukan hal-hal yang
sesungguhnya dilarang untuk dilakukan. Menurut Monks, masa remaja berlangsung
antara usis 13-21 tahun, tahap perkembangan remaja terbagi menjadi 3 fase, yaitu : fase
remaja awal (usia 12-15 tahun), fase remaja pertengahan (usia 15-18 tahun), dan fase
remaja akhir (usia 18-21 tahun). Remaja akhir merupakan masa paling rawan dalam
melakukan penyesuaian sosial, karena mendekati masa dewasa awal dengan segala
tuntutannya.
Steinberg mendefinisikan masa remaja sebagai suatu periode transisi yang terdiri
dari perubahan biologis, psikologis, sosial dan ekonomi. Steinberg juga menjelaskan
12
bahwa banyak para ahli menilai masa remaja terdiri atas beberapa fase, pada setiap fase
memiliki karakteristik yang berbeda. Para ahli membedakan antara fase remaja awal
pada usia 10-13 tahun, remaja madya pada usia 14-18 tahun, dan fase remaja akhir
pada usia 19-22 tahun. Selain itu, remaja merupakan golongan orang yang sedang
menempuh pendidikan dibangku akhir SD, SMP, SMA dan tidak terkecuali
Mahasiswa, hal ini sesuai dengan teori perkembangan Steinberg bahwa mahasiswa
tergolong pada fase remaja akhir, sehingga sudah harus bersiap-siap untuk memasuki
dewasa awal (Amalia, 2011).
Masa remaja adalah masa yang timbul banyak masalah hidup yang harus
dihadapi, karena jiwa yang belum stabil dalam mengambil suatu keputusan dan mudah
dipengaruhi oleh hal-hal negatif yang dapat mempengaruhi perilakunya, misalnya
keingintahuan mencoba rokok, narkoba, seks, dan lain sebagainya (Mardjan, 2010).
Remaja mengalami perubahan fisik, perubahan kognitif, perubahan psikososial dan
resiko kesehatan. Perubahan fisik memiliki empat fokus utama :
1. Peningkatan pertumbuhan tulang rangka, otot, dan organ dalam
2. Perubahan spesifik pada tiap jenis kelamin, seperti perubahan lebar bahu dan
pinggul
3. Perubahan distribusi otot dan lemak
4. Perkembangan system reproduktif dan karakteristik seks sekunder
Perubahan kognitif terjadi pada perubahan pikiran dan lingkungan sosial yang akan
menghasilkan tingkat perkembangan intelektual yang tinggi, serta dapat memperoleh
kemampuan memperkirakan suatu kemungkinan, mengutarakannya, memecahkan
masalah dan mengambil keputusan melalui pemikiran yang logis. Tahap perubahan atau
perkembangan psikososial, seseorang mulai melakukan pencarian jati diri yang menjadi
tugas utama seorang remaja, seseorang dapat membentuk hubungan kelompok yang
13
erat atau memilih untuk tetap terisolasi. Pada tahap ini remaja melakukan pencarian
identitas, mulai dari identitas sosial, identitas keluarga, identitas kelompok, identitas
moral, identitas pekerjaan, dan identitas kesehatan. Remaja juga sering mengalami resiko
kesehatan, mulai dari kekurangan nutrisi, hygiene oral, kecelakaan, pembunuhan, bunuh
diri, penyakit menular seksual, kekerasan dengan menggunakan senjata api, serta
penyalahgunaan obat-obat terlarang, alcohol dan megkonsumsi rokok (Potter & Perry,
2010).
2.1.1 Perilaku Merokok pada Remaja
Penyebab perilaku merokok digolongkan menjadi tiga faktor, yaitu faktor
predisposisi (Predisposing fctor), faktor pendukung (enabling factor), dan faktor penguat
(reinforcing factor). Alasan seseorang merokok mungkin tidak tahu bahwa merokok
merupakan faktor resiko terjadinya hipertensi maupun penyakit yang lain (predisposing
factor), mungkin karena rokok tersedia dan diperjual-belikan dengan harga yang relative
murah (enabling factor), selain itu mungkin juga karena teman-teman di lingkungan
sekitarnya merupakan perokok dan menganjurkan seseorang untuk merokok (reimforcing
factor (Nursalam & Efendy, 2009). Menurut sumber lain, sebuah teori menjelaskan
bahwa perilaku merokok masyarakat dipengaruhi oleh berbagai faktor, terutama faktor
lingkungan. Berawal dari lingkungan yang mayoritas penduduknya perokok aktif
sehingga orang disekitar menjadi terpengaruh dan sebagian besar yang lain menjadi
perokok pasif (Rahmasari, 2015).
14
2.2 Rokok
2.2.1 Pengertian Rokok
Rokok adalah benda berbentuk silinder yang terbuat dari kertas yang berukuran
panjang 70 – 120 mm (namun bervariasi tergantung merk dan negara yang
memproduksi) dengan diameter 10 mm (juga bervariasi) yang berisi daun-daun
tembakau yang telah dipotong-potong atau dicacah (Waruwu et al., 2017). Rokok
tembakau menyebabkan terjadinya paparan campuran yang mematikan yang terdiri lebih
dari 7000 bahan kimia beracun, termasuk setidaknya 70 zat karsinogen yang dikenal
dapat merusak hampir semua sistem organ dalam tubuh manusia (Drope & Schuluger,
2018).
Salah satu zat yang terkandung dalam rokok adalah nikotin, dan zat ini berasal
dari daun tembakau yang menjadi bahan baku utama dari rokok. Nikotin adalah zat
yang menjadikan perokok menjadi kecanduan karena memiliki rasa yang nikmat, dan
orang yang merokok akan mengatakan bahwa rokok dapat membuat tubuh menjadi
segar dan meningkatkan semangat. Selain rasa enak dari yang dihasilkan dari rokok,
namun hal tersebut dapat menimbulkan masalah kesehatan yang serius, bahkan dapat
terjadi komplikasi (Sukmana, 2009).
2.2.1 Komplikasi
1. Efek kesehatan bagi perokok (Drope & Schuluger, 2018)
1) Wanita hamil yang merokok dapat beresiko lebih tinggi mengalami
gangguan bawaan bayi baru lahir, kanker, penyakit paru-paru, dan kematian
mendadak
2) Efek kesehatan bagi tubuh secara keseluruhan meliputi :
a. Mata : katarak, kebutaan (degenerasi makula)
15
b. Otak dan psikis : stroke, ketergantungan, perubahan kimia otak,
kecemasan
c. Rambut : baud an mengalami perubahan warna
d. Hidung : kanker rongga hidung dan sinus paranasal, rinosinusitis kronis,
serta gangguan penciuman
e. Gigi : penyakit periodontal (penyakit gusi, gingivitis, periodontitis), gigi
terlepas, karies dan plak gigi, serta perubahan warna pada gigi
f. Mulut dan tenggorokan : kanker (mulut, tenggorokan, laring dan faring),
sakit tenggorokan, gangguan indera perasa, dan bau mulut
g. Telinga : gangguan pendengaran dan infeksi telinga
h. Paru-paru : kanker (paru, bronkus dan trakea), penyakit paru obstruksi
kronis (PPOK), emfisema, bronkitis kronis, infeksi pernapasan (influenza,
pneumonia, tuberkulosis), sesak napas, asma, serta batuk kronis dan
produksi sputum berlebih
i. Jantung : serangan jantung, aterosklerosis (kerusakan dan oklusi
pembulih darah)
j. Dada dan perut : kanker esophageal, kanker lambung, kanker colon, kanker
pancreas, abdominal aorti aneurysm, ulkus peptikum (kerongkongan, perut,
bagian atas usus kecil), serta peningkatan resiko kanker payudara
k. Liver : kanker hati
l. Reproduksi laki-laki : infertilitas (deformitas, hilangnya motilitas, dan
mengurangi jumlah sperma), impoten, kematian kanker prostat
m. Reproduksi wanita : kanker (servik dan ovarium), menopause dini,
mengurangi kesuburan, nyeri menstruasi
n. Sistem urin : kanker kandung kemih, ginjal dan saluran kencing
16
o. Tangan : peripheral vascular disease, sirkulasi buruk (jari tangan dingin)
p. Kulit : psoriasis, perubahan warna kulit, kerutan dan penuaan dini
q. Sistem skeletal : osteoporosis, hip fracture, susceptibility to back problems, kanker
sumsum tulang, radang sendi
r. Luka dan pembedahan : gangguan penyembuhan luka, kesulitan
pemulihan luka pasca-bedah, luka bakar dari rokok dan kebakaran yang
disebabkan oleh rokok
s. Kaki dan telapak kaki : penyakit pembuluh darah perifer, telapak kaki
dingin, nyeri kaki, gangrene, deep vein thrombosis
t. System peredaran darah : buerger’s disease (peradangan pada arteri, vena
dan saraf kaki), leukimia myeloid akut
u. Sistem imun : resisten terhadap infeksi, peningkatan resiko penyakit
alergi
v. Efek kesehatan lain : diabetes dan kematian mendadak
2. Komplikasi akibat paparan asap rokok (Drope & Schuluger, 2018)
1) Sindrom kematian mendadak pada bayi
2) Pada anak-anak terjadi asma, mengi, gangguan fungsi paru, pneumonia,
gejala ganggua pernapasan (batuk dan sesak napas), serta penyakit telinga
tengah (infeksi akut dan berulang)
3) Pada orang dewasa dengan bukti cukup, terjadi penyakit jantung koroner,
kanker aru-paru, iritasi hidung, stroke
4) Pada orang dewasa dengan bukti sugestif, terjadi penyakit paru obstruksi
kronis (PPOK), gejala pernapasan akut (mengi, dan kesulitan bernapas),
gejala pernapasan kronis, asma, gangguan fungsi paru, kanker payudara,
17
kelahiran premature, aterosklerosis, serta kanker hidung (sinus), faring dan
laring.
2.3 Motivasi
2.3.1 Pengertian Motivasi
Menurut Weiner dalam Nursalam & Efendi (2009), motivasi didefinisikan
sebagai kondisi internal yang membangkitkan untuk bertindak, mendorong untuk
mencapai tujuan tertentu dan membuat kita tetap tertarik dalam kegiatan tertentu.
Menurut Uno, motivasi dapat diartikan sebagai dorongan internal dan eksternal dalam
diri seseorang yang diindikasikan dengan adanya (1) hasrat dan minat untuk melakukan
kegiatan, (2) dorongan dan kebutuhan untuk melakukan kegiatan, (3) harapan dan cita-
cita, (4) Penghargaan dan penghormatan atas diri, (5) lingkungan yang baik, serta (6)
kegiatan yang menarik.
Menurut Amirullah et al. (2002), dalam Pianda (2018), motivasi adalah kondisi
yang berpengaruh dalam membangkitkan, mengarahkan dan memelihara perilaku yang
berhubungan dengan lingkungan sekitar. Sumber lain menjelaskan, motivasi adalah
suatu kekuatan potensial yang ada dalam diri seorang manusia, yang dapat
dikembangkan oleh sejumlah kekuatan luar atau dorongan dari lingkungan sekitar yang
pada intinya dapat mempengaruhi pemikiran seseorang. Menurut Winardi (2002) dalam
Pianda (2018), Motivasi juga dapat diartikan sebagai dorongan yang berasal dari diri
sendiri atau orang lain untuk mencapai suatu tujuan.
2.3.2 Faktor-faktor Motivasi
Timbulnya motivasi dapat dipengaruhi oleh beberapa factor (Nursalam &
Efendi, 2009).
18
1. Faktor internal atau motivasi intrinsik merupakan motivasi yang timbul dari diri
sendiri untuk bertindak tanpa adanya rangsangan dari luar.
2. Faktor eksternal atau motivasi ekstrinsik dijabarkan sebagai motivasi yang datang dari
luar individu dan tidak dapat dikendalikan oleh individu tersebut. Contohnya
dengan nilai, hadiah, atau penghargaan yang digunakan untuk merangsang motivasi
seseorang
Sedangkan menurut Wim de Jong Syamsu Hidayat dalam Muzakki (2014),
motivasi dipengaruhi oleh :
1. Energi
Sumber energi yang mendorong tingkah laku, sehingga seseorang mempunyai
kekuatan untuk melakukan suatu tindakan tertentu
2. Belajar
Dinyatakan bahwa ada interaksi antara belajar dan motivasi dalam tingkah laku.
Semakin banyak seseorang mempelajari sesuatu, maka akan lebih termotivasi untuk
bertingkah laku sesuai dengan yang pernah dipelajarinya
3. Interaksi sosial
Dinyatakan bahwa interaksi sosial dengan individu lain akan mempengaruhi
motivasi dalam bertindak. Semakin sering seseorang berinteraksi dengan orang lain,
maka akan semakin mempengaruhi motivasi seseorang untuk melakukan tindakan
sesuai dengan tujuan
4. Proses kognitif
Merupakan informasi yang masuk pada seseorang, kemudian diserap dan diproses
pengetahuan tersebut untuk mempengaruhi tingkah laku dalam melakukan tindakan
sesuai tujuan
19
2.3.3 Teori Motivasi
Berdasarkan beberapa pendekatan mengenai motivasi, menurut Swansburg
motivasi diklasifikasika dalam teori-terori isi motivasi dan proses motivasi..
1. Teori isi motivasi
Teori isi motivasi berfokus pada faktor-faktor atau kebutuhan dalam diri seseorang
untuk menimbulkan semangat, mengarahkan, mempertahankan, dan menghentikan
perilaku (Nursalam & Efendi, 2009)
1) Teori Motivasi Kebutuhan (Abraham A. Maslow)
Maslow menyusun suatu teori tentang kebutuhan manusia secara hierarki, yang
terdiri atas kelompok defisiensi dan kelompok pengembangan. Kelompok
defisiensi merupakan fisiologis, rasa aman, kasih sayang dan penerimaan, serta
kebutuhan akan harga diri. Kelompok pengembangan mecakup kebutuhan
aktualisasi diri.
Gambar 2.1 Bagan hierarki kebutuhan menurut Maslow (Nursalam & Efendi, 2009)
Aktualisasi Diri
Harga Diri
Kasih Sayang
Rasa Aman
Fisiologi
20
Berikut ini penjabaran hierarki kebutuhan menurut Abraham A. Maslow :
a. Kebutuhan fisiologis
Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan pemenuhan unsur biologis
(hiraki kebutuhan manusia yang paling mendasar), yaitu berupa : kebutuhan
makan, minum, bernapas, seksual, dan sebagainya
b. Kebutuhan akn rasa aman
Apabila kebutuhan fisiologis relatif sudah terpenuhi, maka muncul
kebutuhan yang kedua yaitu kebutuhan rasa aman yang merupakan
kebutuhan pelindung dari ancaman dan bahaya dari lingkungan
c. Kebutuhan akan kasih sayang dan cinta
Kebutuhan akan kasih sayang dan cinta adalah kebutuhan untuk diterima
dalam kelompok, berafiliasi, berinteraksi, mencintai dan dicintai. Kebutuhan
ini muncul setelah kebutuhan fisiologis dan kebutuhan rasa aman relatif
sudah terpenuhi
d. Kebutuhan akan harga diri
Kebutuhan ini meliputi kebutuhan untuk dihormati dan dihargai atas
prestasi yang dicapai,serta pengakuan atak kemampuan dan keahlian
seseorang
e. Kebutuhan akan aktualisasi diri
Aktualisasi diri merupakan hirarki kebutuhan peling tinggi dari maslow, yaitu
kebutuhan untuk menggunakan kemampuan (skill) dan potensi, serta
berpendapat dengan mengemukakan penilaian dan kritik terhadap sesuatu.
2) Teori ERG (Alderfer’s ERG Theory)
Teori ERG (existence, relatedness, and growth), dikembangkan oleh Clayton Alderfer
yang mengemukakan tiga komponen kebutuhan (Nursalam & Efendi, 2009).
21
a. Eksistensi (existence)
Menurut teori ini, komponen existence adalah mempertahankan kebutuhan
dasar dan pokok manusia yang berarti kebutuhan dasar manusia untuk
menjadi terhormat. Komponen eksistensi hampir sama dengan teori
Maslow, yaitu kebutuhan dasar manusia selain kebutuhan fisiologis juga
terdapat kebutuhan akan rasa aman.
b. Relatedness (keterkaitan)
Komponen relatedness tercermin dari sifat manusia sebagai insan sosial yang
ingin berafiliasi, dihargai, dan diterima oleh lingkungan sosial.
c. Pertumbuhan (growth)
Komponen growth lebih menekankan kepada keinginan seseorang untuk
tumbuh dan berkembang, mengalami kemajuan dlam kehidupan, pekerjaan
dan kemampuan, serta mengaktualisasikan diri
3) Teori motivasi Dua Faktor (Frederick Herzbeg’s Two Factors Theory)
Seorang Psikolog yang bernama Herzberg berusaha mengembangkan kebenaran
teorinya, dengan melakukan penelitian kepada sejumlah pekerja untuk
menemukan jawaban dari : “Apa yang sebenarnya yang diinginkan seseorang
dari pekerjaan?”. Timbulnya keinginan Herzberg untuk meneliti adalah karena
adanya keyakinan bahwa terdapat hubungan yang mendasar antara seseorang
dengan pekerjaannya. Oleh karena itu, sikap seseorang terhadap pekerjaannya
akan sangat menentukan tingkat keberhasilan dan kegagalan.
Teori motivasi menurut Herzberg dalam Nursalam & Efendi (2009), terdapat
dua faktor yang mendasari motivasi pada kepuasan atau ketidakpuasan kerja.
a. Pertama faktor pemeliharaann (maintenance factors)
22
Faktor ini disebut dissatisffiers, hygiene factors, job context, dan extrinsic factors.
Faktor pemeliharaan meliputi administrasi dan kebijakan perusahaan,
hubungan dengan subordiat, kualitas pengawsan, upah, kondisi kerja, dan
status.
b. Faktor lainnya adalah faktor pemotivasi (motivational factors)
Faktor ini disebut pula satisfier, motivators, job content, atau intrinsic factors yang
meliputi dorongan berprestasi, pengenalan, kemajuan, work it self,
kesempatan berkembang, dan tanggung jawab
2. Teori Proses Motivasi
Terdiri atas teori pnguatan, teori pengharapan, teori keadilan, dan teori
penetapan tujuan (Nursalam & Efendi, 2009).
1) Teori Penguatan(Skinner’s Reinforcement Teory)
Teori proses motivasi yang disebut operant conditioning dikemukakan oleh Skinner.
Pembelajaran timbul sebagai akibat dari perilaku, yang juga disebut modifikasi
perilaku. Perilaku merupakan operant, yang dapat dikendalikan dan diubah melalui
penghargaan dan hukuman. Perilaku positif yang diinginkan harus dihargai atau
diperkuat, karena penguatan akan memberikan motivasi, meningkatkan kekuatan
dari suatu respons atau menyebabkan pengulangan (Nursalam & Efendi, 2009).
Porter dan Lawler memperluas teori harapan yang dikembangkan oleh Vroom. Inti
dari teori harapan terletak pada pendapat yang mengemukakan bahwa kuatnya
kecenderungan seseorang bertindak, bergantung pada harapan bahwa tindakan
tersebut akan diikuti oleh suatu hasil tertentu dan terdapat daya tarik pada hasil
tersebut bagi yang bersangkutan (Nursalam & Efendi, 2009).
2) Teori Keadilan (Adam’s Equity Theory)
23
Teori keadilan yang dikembangkan oleh Adam didasari pada asumsi bahwa puas
atau tidaknya seseorang terhadap apa yang dikerjakannyamerupakan hasil dari
membandingkan antara input usaha, pengalaman, skill, pendidikan, dan jam kerjanya
dengan output atau hasil yang didapatkan dari pekerjaan tersebut (Nursalam &
Efendi, 2009).
3) Teori Penetapan Tujuan (Edwin Locke’s Theory)
Edwin Locke mengemukakan kesimpulan bahwa penetapan suatu tujuan tidak
hanya berpengaruh terhadap pekerjaan saja, tetapi juga mempengaruhi orang
tersebut untuk mencari cara yang efektif dalam mengerjakannya. Kejelasan tujuan
yang hendak dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugasnya akan
menumbuhkan motivasi yang tinggi. Tujuan yang sulit sekalipun apabila ditetapkan
sendiri oleh orang yang bersangkutan atau organisasi yang membawahinya akan
membuat prestasi yang meningkat, asalkan dapat diterima sebagai tujuan yang
pantas dan layak dicapai (Nursalam & Efendi, 2009).
2.3.4 Fungsi Motivasi
Menurut Sudirman dalam Muzakki (2014), fungsi motivasi ada tiga, yaitu :
1. Mendorong manusia utuk berbuat
Motivasi dalam hal ini adalah motor penggerak dari setiap kegiatan yang akan
dikerjakan untuk mencapai suatu tujuan. Sehingga, apabila tidak memiliki motivasi
dan tindakan untuk berhenti merokok maka tidak akan mencapai tujuan untuk
berhenti merokok
2. Menentukan arah perbuatan
Menentukan ke arah tujuan yang akan dicapai, sehingga motivasi dapat memberikan
arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan tujuan yang akan dicapai.
Arah tujuan dalam hal berhenti merokok adalah untuk menjaga kesehatan agar
24
terhindar dari berbagai penyakit akibat dari rokok, maka hal tersebut dapat dijadikan
sebagai motivasi berhenti merokok
3. Menyeleksi perbuatan
Menentukan perbuatan-perbuatan yang harus dilakukan dan sesuai dengan tujuan,
dengan mengesampingkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat. Perbuatan
dalam hal berhenti merokok yaitu tindakan yang dilakukan seperti mengurangi
konsumsi rokok dan mengesampingkan perbuatan yang tidak bermanfaat atau hal
yang dapat menghambat untuk mencapai suatu tujuan
2.3.5 Motivasi Berhenti Merokok
Remaja atau mahasiswa perokok berawal dari coba-coba atau menerima ajakan
teman dilingkungan sekitar, seseorang menjadi kecanduan karena perokok tersebut
merasakan kenikmatan rokok dan saat mencoba tidak mengetahui kerugian atau resiko
kesehatan apabila merokok, namun seseorang yang mengetahui kerugian atau resiko
kesehatan yang diakibatkan memilih untuk tidak merokok. Demikian juga tidak sedikit
seseorang yang sudah menjadi perokok sadar akan dampak yang ditimbulkan, baik pada
diri sendiri maupun pada orang lain yang bukan perokok disekitarnya, hal tersebut dapat
dijadikan motivasi untuk berhenti merokok
Motivasi berhenti merokok merupakan dorongan keinginan dari dalam diri
sendiri maupun dari orang sekitar untuk mencapai suatu tujuan yang dimiliki seorang
perokok. Tujuan yang dimaksud adalah untuk berhenti mengkonsumsi rokok agar
terhindar dari berbagai penyakit, hal ini dilakukan untuk menghindari resiko penyakit
yang ditimbulkan oleh kandungan zat-zat adiktif dalam rokok. Hal tersebut senada
dengan pernyataan Winardi (2002) dalam Pianda (2018), motivasi juga dapat diartikan
sebagai dorongan yang berasal dari diri sendiri atau orang lain untuk mencapai suatu
tujuan. Sehingga motivasi berhenti merokok adalah bentuk usaha atau dorongan
25
seseorang dalam proses menjalani hidup yang lebih sehat dengan cara mengurangi
jumlah konsumsi rokok, serta dukungan dari berbagai pihak untuk memperkuat
keinginan berhenti merokok. Pengambilan keputusan untuk berhenti merokok selain
dari keinginan, kemauan, dan niat dari dalam diri sendiri juga harus datang dari
dukungan sosial orang-orang di lingkungan sekitar perokok (Rahmasari, 2015).
2.4 Dukungan Sosial
2.4.1 Pengertian Dukungan Sosial
Dukungan adalah usaha-usaha yang dapat menyebabkan seseorang tergerak
melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang dikehendakinya. Dukungan sosial
adalah dukungan dari orang lain yang dapat memberikan kenyamanan fisik maupun
psikis (Suparmi et al., 2016). Menurut Ganster, dkk, dukungan sosial adalah tersedianya
hubungan yang bersifat menolong dan mempunyai nilai khusus bagi individu yang
menerimanya. Menurut Cohen & Syme, dukungan sosial adalah sumber-sumber yang
disediakan orang lain terhadap individu yang dapat mempengaruhi kesejahteraan
individu yang bersangkutan. Sedangkan dukungan sosial menurut Cohen & Hoberman
mengacu pada berbagai sumber daya yang disediakan oleh hubungan antar pribadi
seseorang.
Dukungan sosial menurut DePanfillis dalam Robert & Greene (2009), adalah
suatu pemikiran terbaik sebagai suatu konstruk multidimensional yang terdiri dari
komponen fungsional dan struktural. Dukungan sosial merujuk pada tindakan yang
dilakukan orang lain ketika mereka menyampaikan suatu bantuan. Dukungan sosial
sebagai mediator untuk membantu menyelesaikan masalah seseorang yang memerlukan
bantuan keluarga, tetangga, teman sebaya dan kelompok atau organisasi, yang secara
spesifik direncanakan untuk mencapai suatu tujuan.
26
2.4.2 Jenis Dukungan Sosial
Menurut Cohen dan Hoberman dalam Maziyah (2015), dukungan sosial
dibedakan mejadi beberapa bentuk, yaitu :
1. Appraisal support
Dukungan dapat berupa bantuan nasihat yang berkaitan dengan pemecahan suatu
masalah dalam mengurangi stressor
2. Tangiable support
Bantuan yang berupa tindakan atau bantuan fisik untuk menyelesaikan suatu
masalah
3. Self Esteem support
Dukungan dari orang lain yang berkaitan dengan harga diri atau perasaan seseorang
sebagai bagian dari suatu kelompok
4. Belonging support
Berupa dukungan yang menunjukkan perasaan bahwa seseorang diterima pada
bagian suatu kelompok, serta menunjukkan rasa kebersamaan
Sumber lain menyebutkan terdapat tiga jenis dukungan sosial yang berbeda.
(Robert & Greene, 2009)
1. Dukungan emosional
Adanya seseorang yang mendengarkan perasaan individu, menyenangkan hati, atau
memberikan dorongan.
2. Dukungan informasional
Adanya seseorang yang mengajarkan sesuatu pada individu, memberikan informasi
atau nasihat, atau membantu membuat suatu keputusan.
27
3. Dukungan konkret
Adanya seseorang yang membantu dengan tindakan atau berbentuk fisik yang kasat
mata, meminjamkan sesuatu, memberikan informasi, membantu melakukan tugas
atau mengambilkan suatu barang.
Sedangkan House dalam Suparmi et al., (2016), membedakan 4 jenis dukungan
sosial yang lebih kompleks :
1. Dukungan emosional : ungkapan empati, kepedulian, dan perhatian terhadap orang
yang bersangkutan
2. Dukungan penghargaan : terjadi melalui ungkapan hormat atau penghargaan positif
untuk orang lain, suatu dorongan untuk maju atau persetujuan dengan gagasan atau
perasaan individu dan perbandingan positif orang itu dengan orang lain
3. Dukungan instrumental : meliputi bantuan secara langsung sesuai dengan yang
dibutuhkan oleh seseorang, seperti member pinjaman uang atau dengan menolong
dengan pekerjaan
4. Dukungan informatif : pemberian nasihat, saran, pengetahuan, informasi, serta
petunjuk
2.4.3 Sumber atau faktor yang mempengaruhi dukungan sosial
Menurut Reis Suparmi et al., (2016), ada 3 faktor yang mempengaruhi
penerimaan dukungan sosial pada individu, yaitu :
1. Keintimn atau Kedekatan
Dukungan sosial lebih banyak diperoleh dari kedekatan dalam interaksi sosial,
semakin dekat seseorang maka dukungan yang diperoleh akan semakin besar
2. Harga diri
28
Harga diri dalam memandang bantuan dari orang lain merupakan bentuk penurunan
harga diri, dengan menerima bantuan dari orang lain diartikan bahwa individu yang
bersangkutan tidak mampu dalam berusaha
3. Keterampilan sosial
Pergaulan yang luas merupakan keterampilan sosial yang tinggi, sehingga akan
memiliki jaringan sosial yang luas. Sedangkan keterampilan sosial yang rendah
adalah individu yang memiliki jaringan kurang luas. Sumber dukungan sosial adalah
orang lain yang akan berinteraksi dengan individu tersebut, serta dapat merasakan
kenyamanan fisik dan psikologis orang lain ini terdiri dari pasangan hidup, orang
tua, saudara, anak, kerabat, teman atau sahabat, serta anggota dalam suatu
kelompok.
Sedangkan sumber-sumber dukungan sosial menurut Goldberger dalam
Maziyah (2015), adalah orang tua, saudara kandung, anak-anak, kerabat, pasangan hidup,
sahabat dan tetangga. Sedangkan menurut Wentzel berasal dari orang-orang yang
memiliki hubungan yang berarti atau hubungan dekat dengan individu, seperti keluarga,
teman dekat, pasangan hidup, rekan kerja, saudara, teman-teman dan guru di sekolah,
serta tetangga.
2.5 Hubungan Dukungan Sosial dangan motivasi Berhenti Merokok pada
Mahasiswa Kesehatan
Remaja merupakan golongan orang yang sedang menempuh pendidikan
dibangku akhir SD, SMP, SMA dan tidak terkecuali Mahasiswa, hal ini sesuai dengan
teori perkembangan Steinberg, bahwa mahasiswa tergolong pada fase remaja akhir,
sehingga sudah harus bersiap-siap untuk memasuki dewasa awal (Amalia, 2011). Masa
remaja sebagai masa transisi untuk menjadi dewasa atau disebut juga masa pencarian jati
29
diri seseorang dapat menimbulakan perilaku-perilaku yang dapat mengancam masalah
kesehatan seseorang, seperti halnya kekurangan nutrisi, hygiene oral, kecelakaan,
pembunuhan, bunuh diri, penyakit menular seksual, kekerasan dengan menggunakan
senjata api, serta penyalahgunaan obat-obat terlarang, alcohol dan megkonsumsi rokok
(Potter & Perry, 2010).
Merokok adalah kegiatan yang sering dilakukan oleh seserorang yang gemar
mengkonsumsi rokok dengan dalih agar mulut terasa enak dan perasaan menjadi tenang.
Seseorang menjadi perokok berawal dari coba-coba dan ikut teman di lingkungan
sekitar yang merupakan seorang perokok, termasuk juga mahasiswa menjadi seorang
perokok karena terpengaruh lingkungan yang mayoritas seorang perokok aktif, sehingga
ikut mengkonsumsi rokok lebih dari tujuh batang dalam satu minggu. Mahasiswa
perokok mengakui dengan banyaknya tugas yang sering dikerjakan, rokok menjadi
teman untuk menenangkan dan menjadikan pikiran jernih kembali. Meskipun dalam
kemasan rokok sudah ada peringatan bahwa rokok itu berbahaya, banyak yang
mengabaikan hal tersebut. Selain itu, tidak sedikit yang menyadari dan mengetahui
bahwa rokok memiliki kandungan zat yang berbahaya, namun hal itu juga kurang
diperhatikan. Namun, sebagian mahasiswa yang menyadari peringatan bahaya rokok dan
mengetahui dampak yang mungkin terjadi, sehingga timbul keinginan atau motivasi
tersendiri untuk berhenti merokok.
Motivasi berhenti merokok merupakan bentuk usaha atau dorongan keinginan
dari dalam diri sendiri, selain keinginan dan niat dari dalam diri sendiri, motivasi dapat
berasal dari orang sekitar, hal ini berkesinambungan dengan respon orang sekitar yang
merasa terganggu apabila terkena asap rokok. Berhenti mengkonsumsi rokok agar
terhindar dari berbagai resiko penyakit dan dapat menjalani hidup yang lebih sehat dapat
dimulai dengan cara mengurangi jumlah konsumsi rokok, serta mendapat dukungan dari
30
berbagai pihak untuk memperkuat keinginan berhenti merokok. Pengambilan keputusan
untuk berhenti merokok selain dari keinginan, kemauan, dan niat dari dalam diri sendiri
juga harus datang dari dukungan sosial orang-orang di lingkungan sekitar perokok
(Rahmasari, 2015).
Dukungan sosial merupakan bantuan yang berasal dari teman, sahabat, keluarga,
orang terdekat, serta masyarakat di lungkungan sekitar. Tentunya dukungan tersebut
harus bersifat positif, bersifat menolong, memiliki nilai atau bermakna, memberikan
kenyamanan fisik dan psikis, tidak menjatuhkan, serta dapat menjadikan motivasi untuk
berhenti merokok lebih kuat, hingga berhasil mencapai tujuan atau berhasil berhenti
merokok. Dukungan sosial memiliki beberapa jenis yang dapat diberikan, yaitu
dukungan yang bersifat penghargaan atau menyangkut harga diri seseorang, dukungan
dengan bantuan fisik, serta dukungan yang bersifat informatif dan emosional (ungkapan
nasihat dan kepedulian).