BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pasangan Usia … 2.pdf · 9 Awalnya pada tahun 1957,...
-
Upload
nguyenhuong -
Category
Documents
-
view
225 -
download
0
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pasangan Usia … 2.pdf · 9 Awalnya pada tahun 1957,...
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Pasangan Usia Subur (PUS)
Pasangan Usia Subur (PUS) adalah pasangan suami istri yang istrinya berumur
antara 15 sampai dengan 49 tahun atau pasangan suami istri yang istri berumur
kurang dari 15 tahun dan sudah haid atau istri berumur lebih dari 50 tahun, tetapi
masih haid (datang bulan) (Kurniawati, 2014). PUS yang menjadi peserta KB adalah
pasangan usia subur yang suami/istrinya sedang memakai atau menggunakan salah
satu alat atau cara kontrasepsi modern pada tahun pelaksanaan pendataan keluarga.
(BKKBN, 2011)
2.2 Perkembangan Program Keluarga Berencana dan Penggunaan Alat
Kontrasepsi
Program Keluarga Berencana (KB) merupakan salah satu program pemerintah
yang diselenggarakan untuk membatasi kelahiran guna mengurangi pertumbuhan
penduduk dan menurunkan laju penduduk. Program KB diatur berdasarkan UU No
10 Tahun 1992 dan disempurnakan lagi dengan terbitnya UU No 52 Tahun 2009.
Program KB merupakan upaya mengatur kelahiran anak, jarak, dan usia ideal
melahirkan, mengatur kehamilan, melalui promosi, perlindungan dan bantuan sesuai
dengan hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas (UU No 52,
2009). Tujuan dari program KB pada dasarnya yaitu pengaturan kelahiran guna
membangun keluarga sejahtera (Sulistyaningsih, 2013).
9
Awalnya pada tahun 1957, terbentuklah Perkumpulan Keluarga Berencana
Indonesia (PKBI) yang merupakan organisasi sosial yang bergerak dalam bidang
KB. Namun setelah adanya perkembangan, program KB diambil oleh Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) sebagai tindak lanjut
dari UU No. 52 Tahun 2009 (Rismawati, 2015)
Berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI),
angkakelahiran total (Total Fertility Rate/TFR) secara nasional cenderung menurun
dari 2,4 (SDKI 2002/2003 setelah revisi) menjadi sekitar 2,3 anak per perempuan
usia reproduksi (SDKI 2007 setelah direvisi). Penurunan TFR antara lain didorong
oleh meningkatnya usia kawin pertama perempuan dari sekitar 19,2 tahun pada tahun
2003, menjadi 19,8 tahun (SDKI,2007). Selain itu juga disebabkan karena penurunan
angka kelahiran menurut umur 15-19 tahun dari 35 menjadi 30 per 1000
perempuan.Dari aspek kualitas penduduk, program Keluarga Berencana Nasional
juga telah membantu meningkatkan kualitas dan kesejahteraan keluarga Indonesia
karena dengan dua atau tiga anak, setiap keluarga lebih dapat memenuhi hak-hak
dasar anak-anaknya (BKKBN, 2011)
Prevalensi pemakaian kontrasepsi (Contraceptive Prevalence rate/CPR) masih
rendah dan bervariasi antar provinsi, status ekonomi, tingkat pendidikan, dan desa-
kota. Bila dilihat hasil SDKI 2002-2003 dan 2007, CPR tidak memperlihatkan
peningkatan yang berarti, yaitu masing-masing dari 56,7% menjadi 57,4% (cara
modern) dan dari 60% menjadi 61,4%(semua cara). CPR terendah terdapat di
Maluku sekitar 33,9 persen dan tertinggi di Bengkulu sekitar 73,9 persen(BKKBN,
2011).
Di Indonesia penggunaan alat kontrasepsi cara modern berdasarkan survey
SDKI 2007 dan 2012 tidak meningkat secara signifikan, yaitu dari sebesar 56,7%
10
pada tahun 2002 menjadi sebesar 57,4 % pada tahun 2007, dan pada tahun 2012
meningkat menjadi sebesar 57,9%. Penggunaan alat dan obat Metode Kontrasepsi
Jangka Pendek (non MKJP) terus meningkat dari 46,5% menjadi 47,3%), sementara
Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) cenderung menurun, dari 10,9%
menjadi 10,6. Rendahnya kesertaan KB Pria, yaitu sebesar 2,0 persen (BKKBN,
2015).
2.3 Kebutuhan Ber-KB
2.3.1 Kebutuhan Ber-KB yang Terpenuhi
Pemenuhan kebutuhan ber-KB merupakan salah satu faktor penting dalam
pengendalian tingkat kelahiran. Indikator ini merupakan salah satu indikator penting
dalam mengukur keberhasilan program dalama memenuhi kebutuhan akan informasi
dan pelayanan KB di kalangan PUS. PUS yang mengikuti program KB dengan
tujuan ingin mengatur jarak dan jumlah kelahiran termasuk ke dalam kebutuhan ber-
KB yang telah terpenuhi (BKKBN, 2009).
2.3.2 Kebutuhan Ber-KB yang Tidak Terpenuhi (unmet need KB)
Salah satu sasaran strategis BKKBN dalam memenuhi program KB yaitu
menurunnya kebutuhan ber-KB yang tidak terpenuhi (unmet need KB)(BKKBN,
2011). Unmet need KB adalah Pasangan Usia Subur (PUS) yang tidak
menginginkan anak, menginginkan anak dengan jarak 2 tahun atau lebih tetapi
tidak menggunakan alat kontrasepsi. Kelompok unmet need merupakan sasaran
yang perlu menjadi perhatian dalam pelayanan program KB(Handrina, 2011).
Dalam program KB di Indonesia, terjadi peningkatan unmet need dari 8,4% pada
tahun 2002 menjadi 9,1% pada tahun 2007, padahal prevalensi pemakaian
kontrasepsimengalami peningkatan dari 60,3% pada tahun 2002 menjadi
11
61,4%pada tahun 2007.Oleh karena itu peningkatan persentase unmet need KB
diIndonesia perlu digali kembali apa yang menjadi penyebabnya(BKKBN, 2009).
Berdasarkan SDKI 2007 dan 2012, total unmet need di Indonesia menurun dari 13%
menjadi 11% .
2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebutuhan Ber-KB Pada PUS
Terjadinya unmet need pada pasangan usia subur merupakan salah satu sikap
dan perilaku dari pasangan tersebut dalam menggunakan alat kontrasepsi. Salah satu
teori perilaku yaitu Teori Precede-Proced yang dikembangkan oleh Lawrence Green
pada tahun 1991.
Berdasarkan penelitian sebelumnya terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi kejadian unmet need pada PUS. Namun terdapat pula faktor lain yang
dapat mempengaruhi PUS untuk tidak menggunakan alat kontrasepsi dan menjadi
kelompok unmet need KB berdasarkan teori perilaku. Faktor-faktor tersebut dapat
dikelompokkan kedalam teori yang dikemukakan oleh Lawrence Green (1991).
2.4.1 Faktor Predisposisi
a. Umur
Umur berperan sebagai faktor presdiposisi dalam hubungannya dengan
pemakaian KB. Umur berhubungan dengan struktur organ, fungsi fisiologis
komposisi biokimiawi serta sistem hormonal seorang wanita(Indira, 2009).
Perbedaan fungsi fisiologis, komposisi biokimiawi dan sistem hormonal akan
mempengaruhi pemakaian kontrasepsi yang bermaksud untuk menyelamatkan
ibu dan anak akibat melahirkan pada usia muda, jarak kelahiran yang terlalu
dekat dan melahirkan pada usia tua. Berdasarkan penelitian yang pernah
dilakukan oleh Ulsafitri dan Nabila, 2015 tidak terdapat hubungan yang
12
signifikan antara umur responden dengan kejadian unmet need KB (p = 0,500
(p>0,05 ; OR = 0,67)(Ulsafitri & Nabila, 2015).
b. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah seseorang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Tanpa adanya
pengetahuan, seseorang tidak akan memiliki dasar dalam pengambilan sebuah
keputusan serta menentukan tindakan maupun solusi terhadap masalah yang
dihadapi(Dwijayanti, 2008).Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan
terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan responden terhdapa
kejadian unmet need KB (p=0,0 (p<0,05) ; OR= 0,079)(Ulsafitri & Nabila,
2015). Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Suseno 2011 menunjukkan
bahwa variabel pengetahuan berpengaruh secara signifikan antara pengetahuan
dengan kejadian unmet need KB (p=0,049 (p<0,05) ; 95% CI = 1,004-
8,378).(Suseno, 2011).
c. Riwayat Penyakit Tertentu
Terdapat beberapa penyakit yang tidak memperbolehkan seseorang untuk
menggunakan alat kontrasepsi salah satunya adalah kontrasepsi yang bersifat
hormonal. Salah satu penyakit mempengaruhi seseorang untuk tidak
menggunakan alat kontrasepsi yaitu kanker payudara. Berdasarkan penelitian
yang dilakukan oleh Oktavianisya, 2011, responden dengan lama penggunaan
metode kontrasepsi 4>tahun memiliki risiko 4,67 kali lebih besar untuk
menderita kanker payudara daripada responden dengan lama penggunaan
kontrasepsi ≤4 tahun (OR = 4,67). Selain itu jenis alat kontrasepsi pil
berpengaruh secara signifikan terhadap kanker payudara (OR =
13
2,61)(Oktavianisya, 2011). Pil, implant dan suntik merupakan alat kontrasepsi
yang bersifat hormonal.
d. Jumlah Anak Hidup
Jumlah anak yang dimaksud adalah jumlah anak yang masih hidup yang
dimiliki oleh seorang wanita sampai saat wawancara dilakukan (BPS,2009
dalam Indira 2009). Keluarga yang berkualitas adalah keluarga yang sejahtera,
sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan ke depan,
bertanggungjawab, harmonis,dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Suseno 2011 tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara jumlah anak dengan kejadian unmet need KB
(p=0,25 (p>0,05))(Suseno, 2011). Selain itu, menurut penelitian oleh Usman,
2013 menyatakan bahwa jumlah anak memiliki hubungan yang signifikan
terhadap kejadian unmet need KB (p=0,031 (p<0,05).
2.4.2 Faktor Pemungkin
a. Akses Terhadap Pelayanan Alat Kontrasepsi
Agar suatu metode kontrasepsi dapat tercapai maka terlebih dahulu
kontrasepsi tersebut harus tersedia dan tempat pelayanannya pun mudah
dijangkau oleh masyarakat. Jarak pelayanan alat kontrasepsi berdasarkan
kriteria yang dibuat oleh BPS dalam mengelompokkan rata-rata jarak terdekat
(km) dari rumah tangga ke fasilitas umum yaitu dikategorikan dengan jika
jarak dari rumah ke puskesmas ≤ 2,5 km dan jauh jika jarak dari rumah
puskesmas > 2,5 km (BPS 2007 dalam Purba, 2008). Untuk mendapatkan alat
kontrasepsi, maka masyarakat dapat memperolehnya di puskesmas atau
layanan kesehatan milik pemerintah, klinik swasta, dokter, praktik swasta,
maupun bidan praktik mandiri (BPM). Alat kontrasepsi berupa kondom dapat
14
didapatkan dengan mudah dengan cara membeli di supermarket atau apotek.
Jarak pelayanan kesehatan yang dekat akan memberikan dampak positif
kepada PUS yang ingin menggunakan KB.
b. Pendapatan Keluarga
Pendapatan menurut BPS (2006) merupakan balas jasa yang diterima oleh
faktor-faktor produksi dalam jangka waktu tertentu. Menurut penelitian yang
dilakukan oleh Suseno (2011) pendapatan memiliki hubungan yang signifikan
terhadap kejadian unmet need (p=0,033 (p<0,05) ; 95% CI = 1,162-14,463).
(Suseno, 2011). Pendapatan keluarga perbulan yang rendah akan
memungkinkan PUS tersebut untuk tidak menggunakan KB karena
penggunaan KB bukan merupakan kebutuhan primer di keluarga.
c. Biaya
Mekanisme harga adalah proses yang berjalan atas dasar haya tarik-
menarik antara konsumen-konsumen dan produsen-produsen yang bertemu di
pasar (Boediono, 2011). Pasar yang dimaksud dapat kita artikan sebagai
pelayanan kesehatan, PUS sebagai konsumen dan tenaga kesehatan sebagai
produsen. Biaya alat kontrasepsi yang dimaksud adalah semua pengeluaran
yang digunakan untuk memasang atau memperoleh alat kontrasepsi. Dalam
penggunaan metode kontrasepsi, harga atau biaya yang mudah dijangkau oleh
masyarakat merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi, sehingga
kontrasepsi dapat digunakan oleh semua PUS.
2.4.3 Faktor Pendorong
a. Dukungan dari Pasangan
Dalam persyaratan penggunaan metode kontrasepsi telah dijelaskan bahwa
dalam penggunaan metode kontrasepsi harus dapat diterima bukan hanya oleh
15
klien tetapi juga pasangan dan lingkungan budaya di masyarakat. Permasalahan
yang ada dalam kontrasepsi yaitu apabila mendengar kata kontrasepsi identik
dengan perempuan sebagai penggunaanya. Berdasarkan penelitian yang
dipernah dilakukan oleh Ulsafitri dan Nabila, 2015 terdapat hubungan yang
signifikan antara dukungan suami dengan kejadian unmet need KB (p=0,001
(p<0,05) ; OR = 0,115)(Ulsafitri & Nabila, 2015). Keputusan dalam
menggunakan KB dibutuhkan kesepakatan antara dua belah pihak agar
nantinya dalam pelaksanaan tidak menimbulkan dampak negatif bagi
keharmonisan keluarga.
b. Informasi Dari Tenaga Kesehatan
Peran tenaga kesehatan sangat penting dalam membantu, melindungi dan
mendukung pelaksanaan program KB. Untuk pasangan baru yang ingin
menggunakan alat kontrasepsi, biasanya akan berkonsultasi dengan bidan di
klinik KB yang dekat dengan temapt tinggalnya. Terlihat proses interaksi sosial
dan penyampaian pesan terjadi, di mana bidan akan akan menjelaskan dan
memberikan informasi secara detail apa itu program KB, apa saja jenis-jenis
kntrasepsi hingga apa saja reaksi atau dampak dari setiap jenis alat kontrasepsi
tersebut (Nainggolan, 2013). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Ulsafitri dan Nabila, 2015 disebutkan bahwa ada hubungan yang signifikan
antara infromasi dari tenaga kesehatan dengan kejadian unmet need KB
(p=0,001 (p<0,05) ; OR=0,151)(Ulsafitri & Nabila, 2015).
16
2.4.4 Teori Health Belief Model dalam Faktor Yang Mempengaruhi Unmet
need KB
Persepsi dapat dikatakan sebagai proses bagaimana seseorang
menyeleksi, mengatur dan menginterpretasikan informasi sehingga
memperoleh gambaran keseluruhan yang berarti. Dalam menilai persepsi
dapat digunakan salah teori perilaku yaitu Teori Health Belief Model. Teori
in dapat dibagi menjadi empat komponen utama yaitu Perceived
Susceptibility, Perceived Seriousness, Perceived Benefits Dan Perceieved
Barriers. Jika dihubungkan dengan perilaku penggunaan KB maka
penjabaran teori adalah sebagai berikut :
1. Perceived Susceptibility dapat diartikan sebagai persepsi individu
terhadap keyakinan bahwa menggunakan KB merupakan cara yang baik
untuk menunda kehamilan dan meningkatkan kualitas hidup. Maka bila
tidak menggunakan KB maka akan rentan untuk terkena gangguan
kesehatan.
2. Perceived Severity merupakan persepsi individu terhadap efek samping
dalam menggunakan KB. Efek samping dapat diartikan sebagai bahaya
yang ditimbulkan saat menggunakan KB sehingga membuat PUS tidak
cocok untuk menggunakan KB.
3. Perceived Benefits yaitu persepsi individu terhadap keuntungan atau
manfaat yang didapat dari penggunaan KB
4. Perceived Barriers yaitu persepsi individu terhadap hambatan yang akan
dialami jika menggunakan KB. Hambatan dalam menggunakan KB dapat
berupa akses untuk mencapai layanan KB dan dukungan dari pasangan.
17
2.5 Teori-teori Perilaku
Menurut beberapa sumber, terdapat beberapa teori perubahan perilaku antara
lain :
2.5.1 Teori HL Blum
Menurut teori HL Blum (dalam Kandera, 2004) terdapat empat faktor utama
yang mempengaruhi status kesehatan yaitu faktor genetik, faktor perilaku, pelayanan
kesehatan dan faktor lingkungan. Faktor genetik didapatkan dari orang tua dan
pelayanan kesehatan mencakup ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan. Faktor
lainnya yaitu lingkungan mencakup kimia, sosial dan biologi. Faktor perilaku
disebutkan paling berpengaruh karena faktor lainnya dipengaruhi oleh perilaku
individu dan sebaliknya.
2.5.2 Teori Lawrence Green
Menurut Lawrence Green, kesehatan seseorang dipengaruhi oleh dua faktor
pokok yaitu faktor perilaku dan faktor di luar perilaku. Perilaku dipengaruhi oleh tiga
faktor utama yaitu Predisposing, Enabling, and Reinforcing Causes in Educational
Diagnosis and Evaluation (PRECEDE). Precede adalah arahan dalam mengevaluasi
perilaku untuk intervensi pendidikan atau promosi kesehatan. Sedangkan PROCEED
(Policy, Regulatory, Organizational Constract in Educational and Environmental
Development) merupakan arahan dalam perencanaan, implementasi dan evaluasi
pendidikan atau promosi kesehatan. Precede dapat diuraikan menjadi tiga faktor
yaitu faktor predisposisi, faktor pemungkin, dan faktor pendorong(Notoatmojo,
2014)
Faktor predisposisi (predisposing factor) merupakan faktor yang ada dalam
diri seseorang yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan,
nilai-nilai, dan lain sebagainya. Faktor pemungkin (enabling factor) merupakan fakor
18
yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidaknya fasilitas kesehatan,
misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban dan sebagainya.
Faktor pendorong (reinforcing factor) dapat terwujud dari sikap dan perilaku petugas
kesehatan yang merupakan kelompok referensi dari perilaku kesehatan (Notoatmojo,
2014)
2.5.3 Teori Kurt Lewin
Kurt Lewin (1970) menjelaskan bahwa perilaku manusia itu adalah sesuatu
keadaan yang seimbang antara kekuatan-kekuatan pendorong dan kekuatan-kekuatan
penahan. Perilaku tersebut dapat berubah apabila terjadi ketidakseimbangan antara
kedua tersebut. Atau dalam konsep sehat sakitnya adalah terjadi ketidakseimbangan
antara yin dan yang, maka akan menimbulkan penyakit dalam konsep Cina. Maka
agar tidak terjadinya penyakit atau ingin sehat maka harus memiliki keseimbangan
Yin dan Yang harus terjaga(Alamsyah & Muliawati, 2013).
2.5.4 Teori Health Belief Model
Beberapa pertimbangan yang mempengaruhi perubahan perilaku kesehatan
yaitu(Kandera, 2004) :
a. Seseorang berubah ketika menyadari ada ancaman terhadap suatu penyakit
tertentu (Perceived Susceptability)
b. Seseorang berubah jika dirinya menganggap bahwa ancaman tersebut adalah
ancaman yang serius (Perceived Severity)
c. Perubahan perilaku yang dilakukan dianggap memberikan keuntungan
sehingga orang tersebut akan mempertimbangkan untuk mmebuat perubahan
(Perceived Benefits)
d. Seseorang mempertimbangkan berbagai hambatan yang akan ditemui bila
suatu perubahan akan dilaksanakan (Perceived Barrier)
19
e. Perubahan akan tergantung pada kemampuan diri seseorang untuk mau
bertindak dan berubah (Self Efficacy)
f. Faktor-faktor lainnya yang dapat mempengaruhi perubahan seperti faktor
usia, pendidikan, psikologi, dan faktor sosial lainnya (Other Variable)
Menurut Notoatmojo 2014, penilaian pengetahuan dapat dikategorikan
menjadi 3 yaitu :
1. Kategori tinggi bila jumlah responden yang menjawab benar pertanyaan
adalah 75% atau apabila jumlah jawaban responden yang benar adalah 75%.
2. Kategori sedang bila 40-74% responden menjawab benar pertanyaan yang
diajukan atau apabila jumlah jawabnan responden yang benar berkisar 40-
74%.
3. Kategori rendah apabila kurang dari 40% responden menjawab benar seluruh
pertanyaan yang diajukan atau apabila total skor responden yang menjawab
benar dibawah 40%.
2.6 Metode Analisis Regresi
Terdapat beberapa model regresi yang digunakan untuk mempelajari
hubungan antara variabel bebas dengan satu variabel tergantung. Beberapa
diantaranya terdiri dari regresi linier sederhana dan ganda, regresi logistik, regresi
Poison, dan regresi Cox(Widarsa, 2010). Jenis regresi tersebut ditentukan
berdasarkan jenis variabel tergantungnya.
2.6.1 Metode Analisis Regresi Linier
Metode regresi linier yang berguna untuk memperkirakan persamaan
garis lurus adalah metode yang paling tepat untuk menjelaskan hubungan
antara variabel numerik. Model regresi linier digunakan apabila variabel
20
tergantungnya numerik (interval).Model regresi linier terdapat dua jenis yaitu regresi
linier sederhana dan regresi linier ganda. Pemilihan metode regresi linier yang
dipakai dilihat dari jumlah variabel bebas yang ada. Regresi linier sederhana
adalah model regresi yang digunakan untuk mempelajari hubungan satu variabel
bebas (X) dengan satu variabel tergantung (Y). Sedangkan regresi linier ganda
adalah model regresi yang digunakan unuk mempelajari hubungan beberapa
variabel bebas (Xi) dengan satu variabel tergantung berskala kontinyu (Y).
Menurut (Daniel, 2009), model dari persamaan regresi linier sederhana yaitu :
𝑦 = 𝛽0 + 𝛽𝑋
Sedangkan untuk model persamaan regresi linier berganda yaitu :
𝑦 = 𝛽0 + 𝛽1𝑋1 + ⋯ + 𝛽𝑖𝑋𝑖
Keterangan :
Y = variabel tergantung
β0 = koefisien regresi / intercept (nilai Y bila X = 0)
β1 = koefisien regresi untuk X = 1
X = variabel bebas
2.6.2 Metode Analisis Regresi Logistik
Regresi logistik merupakan suatu model matematis yang digunakan utnutk
menganalisa hubungan antara satu atau beberapa variabel bebas dengan satu variabel
tergantung yang bersifat kategorikal (Riyanto, 2012). Model regresi logistik juga
dapat digunakan untuk mengendalikan efek perancu dari beberap avariabel perancu
secara simultan dan juga dapat digunakan untuk meramal kemungkinan seseorang
dengan faktor risiko tertentu menderita penyakit tertentu (Widarsa, 2010).
Berdasarkan jenis variabel tergantungnya, regresi logistik dibedakan menjadi dua
yaitu Binary Logistic Regression dan Multinomial Logistic Regression. Binary
21
Logistic Regression digunakan apabila variabel tergantungnya memiliki dua kategori
yaitu “ya” dan “tidak”. Sedangkan Multinomial Logistic Regression digunakan
apabila variabel tergantungnya lebih dari dua kategori yaitu “rendah”, “sedang”, dan
“tinggi”.
Regresi logistik dibedakan menjadi dua yaitu regresi logistik sederhana dan
regresi logistik ganda. Regresi logistik sederhana digunakan apabila ingin
mempelajari hubungan antara satu variabel bebas dengan satu variabel tergantung
yang bersifat kategorikal. Regresi logistik ganda digunakan apabila ingin
mempelajari hubungan beberapa variabel bebas dengan satu variabel tergantung yang
bersifat kategorikal.
2.6.2.1 Persamaan Model Regresi Logistik
Model regresi logistik merupakan perkembangan dari model regresi linier. Dalam
beberapa kasus penelitian ingin melihat hubungan dari beberapa variabel bebas
dengan variabel tergantunng yang berskala kategorikal sehingga analisis regresi
linier tidak dapat digunakan. Oleh karena itu, salah satu pilihan analisis yang
digunakan adalah model regresi logistik. Model logistik dikembangkan dari fungsi
logistik
𝐿𝑜𝑔 𝑂𝑑𝑑 = 𝛼 + 𝛽1𝑋1 (regresi logistik sederhana)
𝐿𝑜𝑔 𝑂𝑑𝑑 = 𝛼 + 𝛽1𝑋1 +𝛽2𝑋2 + ⋯ + 𝛽𝑖𝑋𝑖 (regresi logistik ganda)
2.6.2.2 Penentuan Faktor Risiko dan Koefisien Determinasi (R2)
Ada tidaknya faktor risiko dari variabel bebas terhadap variabel tergantung dapat
dilihat dari Odds Ratio. Odds adalah perbandingan antara probabilitas A (sakit)
dibagi dengan probabilitas A (tidak sakit). Secara umum dijelaskan dalam persamaan
dibawah ini (Kirkwood & C, 2000)
22
𝑂𝑑𝑑𝑠 𝐴 =𝑃𝑟𝑜𝑏 (𝐴 𝑠𝑎𝑘𝑖𝑡)
𝑃𝑟𝑜𝑏 (𝐴 𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑠𝑎𝑘𝑖𝑡)=
𝑝
1 − 𝑝
Sedangkan Odds ratio (OR) adalah rasio antara Odds dari kelompok terpapar dengan
Odds dari kelompok tidak terpapar. Misalnya akan dianalisis hubungan dukungan
suami terhadap kejadian unmet need, dimana variabel X adalah dukungan suami
dengan kategori X=1 adalah tidak mendukung dan X=0 adalah mendukung maka OR
dukungan suami adalah :
𝑂𝑅 = 𝑂𝑑𝑑𝑥=1
𝑂𝑑𝑑𝑥=0=
𝐸𝑥𝑝𝑎+𝑏𝑖
𝐸𝑥𝑝𝑎=
𝐸𝑥𝑝𝑎 𝑥 𝐸𝑥𝑝𝑏𝑖
𝐸𝑥𝑝𝑎= 𝐸𝑥𝑝𝑏𝑖
Odds ratio yang diperoleh dari analisis regresi logistik disebut adjusted odds ratio
karena asumsinya bahwa tidak ada pengaruh variabel bebas yang lain.
Koefisien determinasi (R2) merupakan besarnya pengaruh variabel bebas (X)
terhadap variabel tergantung (Y). Misalnya R2 = 0,60 berarti 60% variasi nilai
variabel Y dipengaruhi oleh variabel X dan sisanya oleh faktor lain. Berikut adalah
persamaanya (Daniel, 2009).
𝑅2 = ∑(𝑌′ − 𝑌 ̅)2
∑(𝑌 − 𝑌 ̅)2=
𝑆𝑆𝑅
𝑇𝑆𝑆
Keterangan :
R2 : Koefisien determinasi
Y’ : Nilai Y terhitung
�̅� : Rata-rata nilai variabel Y
Y : Nilai variabel Y
SSR : Sum Square Residual
TSS : Total Sum of Square
23
2.6.2.3 Uji Hipotesis
Untuk mengetahui seberapa penting suatu variabel di dalam model, maka perlu
membandingkan nilai-nilai prediksi pada dua model yaitu model tanpa variabel
tersebut dibandingkan model dengan variabel tersebut. Untuk membandingkan nila-
nilai prediksi tersebut maka digunakan dua uji yaitu uji Likelihood ratio dan uji Wald
(Kirkwood & C, 2000).
a. Uji Likelihood Ratio
Uji likelihood ratio menggunakan ratio nilai maksimal dari fungsi likelihood
untuk model penuh (L1) atasnilai maksimal dari fungsi likelihood untuk
model sederhana (L0). Berikut persamaannya :
𝐿𝑅𝑆 = −2 𝑥 log(𝐿𝑅) = −2𝑥(𝐿𝑛𝑢𝑙𝑙 – 𝐿𝑀𝐿𝐸) 𝑎𝑑𝑎𝑙𝑎ℎ 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑋2 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑑𝑓 = 1
Keterangan :
LRS : Likelihood Ratio Statistic
LR : Likelihood Ratio
𝐿𝑛𝑢𝑙𝑙 : fungsi likelihood untuk mode sederhana
𝐿𝑀𝐿𝐸 : fungsi likelihood untuk model penuh
b. Uji Wald
Uji Wald sejenis dengan Likelihood ratio tapi nilai yang digunakan
berdasarkan pada likelihood ratio dalam keadaan fir quadratic. Berikut
persamaannya:
log (𝐿𝑅)𝑞𝑢𝑎𝑑 = −1
2 (
𝑀𝐿𝐸 − 𝜃
𝑆 )
Maka nilai LRSWald dihitung dengan persamaan:
𝐿𝑅𝑆 = −2 𝑥 log(𝐿𝑅)𝑄𝑢𝑎𝑑 = (𝑀𝐿𝐸 − 𝜃𝑞𝑢𝑎𝑑
𝑆) = (
𝑀𝐿𝐸
𝑆)
2
, 𝑏𝑖𝑙𝑎 𝜃𝑛𝑢𝑙𝑙 = 0
Keterangan :
24
LRS : Likelihood Ratio Statistic
MLE : Maximum Likelihood Estimation
𝑆 : Standarrt Error
𝜃 : Rate ratio
Pengambilan keputusan didasarkan atas nilai interval kepercayaan dan nilai p.
Penentuan rentang kepercayaan atau Confidence Interval (CI) dihitung berdasarkan
koefisien regresi (b) dan standart error (Sebi). Berikut adalah persamaannya
(Widarsa, 2009).
Berikut adalah persamaan uji t untuk melihat apakah nilai OR tersebut
bermakna atau tidak
𝑡 =𝑏𝑖
𝑆𝑒𝑏𝑖
Keterangan :
t : Uji t
b : koefisien regresi
Se : standart error
Dalam program SPSS, untuk menguji hipotesis nihil β = 0 atau koefisien
regresi = 0 dipergunakan statistik Wald dengan persamaan berikut :
𝑊𝑎𝑙𝑑 = √𝑏𝑖
𝑆𝑒𝑏𝑖
Nilai p pada hasil analisis juga digunakan untuk menguji apakah Odd ratio
bermakna atau tidak. Nilai p<α menyatakan H0 ditolak dan nilai P>α menyatakan H0
diterima.
Beberapa sumber menyebutkan bahwa Uji Likelihood Ratio lebih baik
digunakan dibandingkan dengan Uji Wald (Kirkwood dan Sterne, 2000), karena :
25
1. Perhitungan dan interpretasi yang didapatkan dengan uji leklihood ratio dapat
digunakan untuk situasi yang lebih kompleks dibandingkan dengan uji wald.
2. Walaupun Uji wald lebih baik dalam analisis variabel terpapar (exposure)
yang diwakili oleh satu parameter, uji ini kurang baik untuk analisis dengan
skala data kategori.
2.6.2.4 Binary Logistic Regression
Binary Logistic Regression adalah salah satu model regresi logistik dengan
variabel tergantung binomial. Berdasarkan jenis variabel bebasnya ada dua jenis
Binary Logistic Regression yaitu Binary Logistic Regression dengan variabel bebas
binomial dan binary logistic regression dengan variabel bebas ordinal (Widarsa,
2009).
a. Binary Logistic Regression dengan variabel bebas binomial
Pada binary logistic regression dengan variabel bebas binomial (2 kategori).
Perhitungan OR pada masing-masing variabel bebas (X1, X2, X3) dilakukan
dengan menggunakan rumus adjusted OR dimana bila yang dianalisis X1
maka variabel bebas lainnya dikendalikan :
𝑂𝑅 = 𝐸𝑥𝑝 (𝑎 + 𝑏1)
𝐸𝑥𝑝 (𝑎)= 𝐸𝑥𝑝 (𝑏𝑖)
b. Binary Logistic Regression dengan variabel bebas ordinal
Analisis Binary Logistic Regression dengan variabel bebas ordinal, dapat
dilakukan dengan mengubah variabel bebas X tersebut menjadi bentuk
dummy variable yaitu variabel nominal dengan dua kategori saja yaitu
umumya 1 dan 0. Misalnya akan dianalisis hubungan pengetahuan (rendah,
sedang, dan tinggi) dengan kejadian unmet need KB, maka akan dibuat
dummy variabble dengan pembanding (baseline) umumnya adalah kategori
26
terendah dimana dalam contoh ini adalah pengetahuan rendah. Maka bentuk
dummy variable nya adalah yang pertama variabel pengetahuan sedang (X1)
dengan kategori 1 = sedang dan kategori 0 = rendah. Kedua adalah variabel
pengetahuan tinggi (X2) dengan kategori 1 = tinggi dan kategori 0 = rendah.
Variabel yang dianalisis adalah variabel hasil transformasi yaitu X1
(pengetahuan sedang) dan X2 (pengetahuan tinggi). Model regresi logistiknya
menjadi :
𝐿𝑂𝑔 𝑂𝑑𝑑 = 𝑎 + 𝑏1𝑋1 + 𝑏2𝑋2
𝑂𝑅 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑋1 = 𝐸𝑥𝑝 (𝑏1)𝑑𝑎𝑛 𝑂𝑅 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑋2 = 𝐸𝑥𝑝 (𝑏2)
Keterangan :
a : intercept
b1 : koefisien regresi X1 terhadap Y
b2 : koefisien regresi X2 terhadap Y
2.6.2.5 Uji Kesesuaian Model
Untuk mengukur tentang kesesuiaan model regresi logistik ada beberapa
ukuran statistik yang dapat dijadikan kriteria diantaranya yaitu Goodness of fit,
classification table dan deviance (Widarsa, 2010)
a. Goodness of fit
Goodness of fit merupakan cara yang sering dipakai untuk mengetahui apakah
data fit dengan model regresi logistik. Pada metode ini akan dibandingkan antara
hasil observasi dengan prediksi hipotetik dimana data fit model secara sempurna.
Perbedaan antara hasil observasi dengan hasil prediksi mempunyai distribusi Chi
Square.
27
b. Classification table
Tabel klasifikasi adalah salah satu metode untuk mengetahui apakah data fit
dengan model regresi logistik. Dalam tabel klasifikasi akan dibandingkan antara
hasil observasi dengan yang diperkirakan dari model sehingga akan diketahui
berapa persen hasil observasi sama dengan hasil prediksi dari model (percent
correct). Bila percent correct lebih besar dari 50% maka dapat disimpulkan
bahwa adat fit dengan model regresi logistik.
c. Deviance
Devience merupakan cara lain yang dapat digunakan untuk mengukur seberapa
mirip hasil obeservasi dengan hasil prediksi dari model. Probabilitas hasil
observasi mirip dengan prediksi dari model disebut dengan likelihood. Karena
likelihood lebih kecil dari 1, lalu dipakai -2 kali log (likelihood_ atau -2LL
sebagai ukuran seberapa baik model fit dengan data. Bila data fit dengan model
secara sempurna, maka likelihood adalah 1 dan -2LL adan 0. -2 LL memiliki
distribusi Chi square.
2.6.2.6 Estimasi Probability
Model regresi logistik juga dapat digunakan untuk meramalkan
kemungkinan seseorang dengan risiko tertentu untuk menderita penyakit tertentu.
Kemungkinan tertentu dapat dirumuskan sebagai berikut (Widarsa, 2010)
𝑝 =𝐸𝑥𝑝𝑎+𝑏𝑖𝑋𝑖
1 + 𝐸𝑥𝑝𝑎+𝑏𝑖𝑋𝑖
2.6.2.7 Seleksi Variabel Prediktor
Dalam analisis Model Regresi, untuk membuat model yang baik ada 4
algoritma seleksi yang dapat dipilih yaitu metode stepwise, forward, backward, dan
metode enter (Triton, 2005).
28
a. Metode enter adalah metode regresi dengan cara memasukkan semua variabel
nenas secara bersam-sama ke dalam model dan besar kecil pengaruh setiap
variabel bebas diabaikan. Metode enter ini paling sering digunakan.
Penggunaan metode enter tepat apabila secara teori variabel bebas benar-
benar berpengaruh terhadap variabel tergantung.
b. Metode forward adalah metode regresi dengan proses analisis variabel
prediktor dari depan dimana semua variabel bebas awalnya dianggap tidak
berpengaruh kemudian secara bertahap dimasukkan variabel-variabel yang
berpengaruh.
c. Metode backward adalah metode regresi yang berlawanan dengan metode
forward yaitu memasukkan variabel yang paling berpengaruh terlebih dahulu
dengan model akhir adalah membuang variabel bebas yang tidak
berpengaruh.
d. Metode stepwise, prosedur seleksinya merupakan kombinasi metode forward
dan metode backward. Pertama diterapkan prosedur forward dan variabel
yang sudah ada di dalam model selanjutnya akan dianalisis dengan metode
backward.
2.6.3 Pemanfaatan Metode Regresi Logistik
Metode regresi logistik telah banyak dimanfaatkan untuk analisis faktor risiko
atau determinan. Salah satu penelitian yang memanfaatkan metode regresi logistik
adalah penelitian untuk mengetahui faktor determian asi ekslusif pada bayi usia 6-12
bulan di puskesmas III denpasar selatan. Dari hasil analisis dapat diketahui bahwa
variabel pengetahuan ibu tinggi berpengaruh secara signifikan terhadap pemberian
asi ekslusif. Selain itu penelitian yang memanfaatkan metode regresi logistik adalah
29
penenlitian untuk faktor risiko kanker nasofaring di RSUP Sanglah. Dari hasil
penenlitian dapat diketahui variabel papapran asap rokok pada perokok pasif dan
aktif berpengaruh terhadap kejadian kanker nasofaring.