BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pati -...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pati -...
19
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pati
Pati atau amilum adalah karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam
air, berwujud bubuk putih, tawar dan tidak berbau. Barangkali tidak ada satu
senyawa organik lain yang tersebar begitu luas sebagai kandungan tanaman
seperti halnya pati. Dalam jumlah besar, pati dihasilkan dari dalam daun-daun
hijau sebagai wujud penympanan sementara dari produk fotosintesis. Pati juga
tersimpan dalam bahan makanan cadangan permanen untuk tanaman, dalam
biji, jari-jari teras, kulit batang, akar tanaman menahun dan umbi. Pati
merupakan 50-65% berat kering biji gandum dan 80% bahan kering umbi
kentang (Claus, et al., 1970).
Pati berbentuk granul atau butir-butir kecil dengan lapisan-lapisan yang
karakteristik. Lapisan-lapisan ini serta ukuran dan bentuk granul seringkali
khas bagi beberapa spesies tanaman sehingga dapat digunakan untuk identitas
tanaman asalnya (Claus, et al., 1970).
Tanaman yang mengandung pati digunakan dalam farmasi seperti Zea
mays (jagung), Oryza sativa (beras), Solanum tuberosum (kentang), Triticum
aesticum (gandum), Maranta arundinacea (garut), Ipomoea batatas (ketela
rambat) dan Manihot utilissima (ketela pohon) (Claus, et al., 1970).
Secara umum pati terdiri dari 20% bagian yang larut air (amilosa) dan
80% bagian yang tidak larut dalam air (amilopektin). Amilosa merupakan
Universitas Sumatera Utara
20
molekul yang lurus, terdiri dari 250 sampai 300 satuan D-glukopiranosa dan
dihubungkan secara seragam oleh ikatan alfa-1,4-glukosida yang cenderung
menyebabkan molekul tersebut dianggap berbentuk seperti uliran (helix).
Amilopektin terdiri dari 1000 atau lebih satuan glikosa yang kebanyakan juga
dihubungkan dengan hubungan alfa-1,4. Namun terdapat juga sejumlah
hubungan alfa-1,6 yang terdapat pada titik-titik percabangan. Jumlah hubungan
semacam ini terdapat kurang lebih 4% dari jumlah hubungan atau satu untuk
setiap 25 satuan glukosa.
Oleh karena perbedaan struktur ini maka amilosa lebih larut dalam air
dibandingkan dengan amilopektin. Hal ini digunakan untuk memisahkan kedua
komponen tersebut. Pemisahan yang lebih efisien dilakukan dengan
mengendapkan dan membuat senyawa kompleks dari amilosa dengan pereaksi
yang sesuai meliputi bermacam-macam etanil atau nitroparafin. Amilosa
bereaksi dengan iodium membentuk senyawa kompleks berwarna biru tua,
sedangkan amilopektin memberikan warna violet kebiruan atau ungu.
2.1.1 Amilosa
Amilosa merupakan polisakarida, polimer yang tersusun dari glukosa
sebagai monomernya. Tiap-tuap monomer terhubung dengan ikatan 1,4-
glikosidik. Amilosa merupakan polimer tidak bercabang yang bersama-sama
dengan amilopektin menjadi komponen penyusun pati. Dalam masakn, amilosa
memberi efek keras bagi pati atau tepung (Whistler dan Paschall, 1984).
Universitas Sumatera Utara
21
Gambar 2.1 Rumus struktur amilosa
2.1.2 Amilopektin
Amilopektin merupakan polisakarida yang tersusun dari monomer G-
glukosa. Amilopektin merupakan molekul raksasa dan mudah ditemukan
karena menjadi satu dari dua senyawa penyusun pati, bersama-sama dengan
amilosa. Walaupun tersusun dari monomer yang sama, amilopektin berbeda
dengan amilosa, yang terlihat dari karakteristik fisiknya. Secara struktural,
amilopektin terbentuk dari rantai glukosa yang terikat dengan ikatan 1,4-
glikosidik, sama dengan amilosa.
Namun demikian, pada amilopektin terbentuk cabang-cabang (sekitar
tiap 20 mata rantai glukosa) dengan ikatan 1,6-glikosidik. Amilopektin tidak
larut dalam air. Dalam produk makanan amilopektin bersifat merangsang
terjadinya proses mekar (puffing) dimana produk makanan yang berasal dari
pati yang kandungan amilopektinnya tinggi akan bersifat ringan, porus, garing
dan renyah. Kebalikannya pati dengan kandungan amilosa tinggi, cenderung
menghasilkan produk yang keras, karena proses mekarnya terjadi secara terbata
(Whistler dan Paschall, 1984).
Universitas Sumatera Utara
22
Gambar 2.2 Rumus struktur amilopektin
2.2 Pati Tapai Padat (Brem)
Pati tapai padat atau Sari Tapai Padat merupakan produk yang dibuat
dari sari tapai yang dipanaskan sampai kental dan didinginkan sampai
bentuknya padat. Pati tapai padat mempunyai rasa yang manis atau manis
keasaman, tekstur padat, kering tidak lembek, warna putih kekuningan sampai
kecoklatan dan larut di mulut (Astwan dan Astwan, 1991). Pati tapai padat di
masyarakat dikenal dengan nama Brem. Brem berdasarkan cara pembuatanya
dikenal dua macam jenis brem, yaitu brem cair dan brem padat. Brem cair
merupakan jenis minuman yang rasanya manis, sedikit asam dan bewarna
merah dengan kandungan alkohol 3-10%. Brem padat merupakan jenis
makanan tradisional yang bewama putih sampai kecoklatan dengan rasa manis
keasaman yang merupakan hasil fermentasi yang dipadatkan (Sri, 2008). Brem
padat banyak diproduksi di daerah Jawa Timur, Jawa Tengah seperti Boyolali,
Wonogiri, Caruban dan Madiun dengan menggunakan ketan putih sebagai
bahan baku. Bentuk brem padat yang paling umum diperjual belikan adalah
bentuk persegi empat (kotak) atau bulat pipih (Astwan dan Astwan, 1991).
Universitas Sumatera Utara
23
Bahan dasar tapai ketan adalah ketan putih yang merupakan salah satu
vareitas padi. Menurut Steenis (1988), ketan putih merupakan sejenis berm
yang mempunyai klasifikasi sebagai berikut:
Divisio : Spermatophyta
Sub divisio : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Poales
Famili : Gramineae/Poaeeae
Genus : Oryza
Spesies : Oryza sativa L. Var. Glutinosa
Ketan putih hampir seluruhnya terdiri dari pati yang merupakan suatu
polimer yang terdiri dari dua komponen utama yaitu amilosa dan amilopektin.
Pembuatan pati tapai padat dapat dibagi menjadi dua tahap antara lain:
proses pengolahan bahan baku menjadi tapai dan proses pengolahan tapai
menjadi pati tapai padat. Proses pengolahan bahan baku menjadi tapai
meliputi: pemilahan bahan baku, perendaman, pencucian, pemasakan,
pendinginan, pemberian ragi, fermentasi dan pengepresan sedangkan proses
pengolahan tapai menjadi pati tapai padat meliputi; pemasakan air tapai,
pengadukan, pencetakan dan pengeringan, pemotongan, pembungkusan dan
pengepakan (Meigia, dkk., 2004).
Universitas Sumatera Utara
2.3 Amok
Am
terhadap a
tidak lebih
Pemerian:
Kelarutan
karbon tet
Baku pem
POM, 199
Pe
mengamat
tersebut te
Chain ber
penisilin.
kemudian
kebutuhan
semisintet
ksisilin
G
moksisilin m
anhidrat. Me
h dari 1050
serbuk hab
: sukar laru
traklorida da
mbanding B
95).
nisilin dite
ti pertumb
erkontamina
rhasil meng
Pertama d
digunakan
n meningkat
tis. Penisili
Gambar 2.3
mengandung
empunyai p
μg per mg C
blur, putih, p
ut dalam air
an dalam kl
BPFI; tidak
mukan oleh
uhan stafil
asi oleh jam
gisolasi sub
digunakan
n P.Chrys
t. Penisilin
in alam dip
vi
3 Rumus str
g tidak kura
potensi setar
C16H19N3O
praktis tidak
r dan meth
loroform.
k boleh dik
h Fleming
lokokus te
mur. Kemud
bstansia ak
penisilin n
sogenum se
terbagi atas
peroleh den
ruktur amok
ang dari 90
ra dengan ti
5S, dihitung
k berbau.
anol; tidak
keringkan s
pada tahun
ertentu diha
dian di ujung
ktif dari jam
neonatum u
emasa per
s dua yaitu
ngan jalan
ksisilin
,0% C16H19
idak kurang
g terhadap z
larut dalam
sebelum dig
n 1929 di
ambat bila
g tahun 193
mur Flemin
untuk pem
ang dunia
penisilin al
mengubah
9N3O5S, dih
g dari 900 μ
zat anhidrat.
m benzen, d
gunakan (D
London, se
a bakteri-b
30-an Flore
ng yang di
makaian sist
a kedua k
lam dan pen
h struktur k
hitung
μg dan
.
dalam
Ditjen
etelah
akteri
y dan
isebut
temik
karena
nisilin
kimia
Universitas Sumatera Utara
vii
penisilin alam atau dengan cara sintetis inti penisilin yaitu asam amino penisilat
(Munaf, 1994).
Tetapi penemuan ini baru dikembangkan dan digunakan pada permulaan
perang dunia kedua di tahun 1941, ketika obat-obat antibakteri sangat diperlukan
untuk menanggulangi infeksi dari luka-luka akibat pertempuran (Tan dan
Rahardja, 2002)
Menurut Siswandono dan Soekardjo (1995), antibiotika berasal dari
sumber-sumber berikut, yaitu Actiomycetales (58,2%), jamur (18,1%), tanaman
tinggi (12,1%), Eubacteriales terutama Bacilli (7,7%), binatang (1,8%),
Pseudomonales (1,2%) dan ganggang atau lumut (0,9%). Antibiotika dapat
dikelompokkan berdasarkan tempat kerja, spektrum aktivitas dan struktur
kimianya. Penggolongan antibiotika berdasarkan spektrum aktivitasnya:
1. Antibiotika dengan spektrum luas, efektif baik terhadap Gram-positif
maupun Gram-negatif.
Contoh: turunan tetrasiklin, turunan amfenikol, turunan aminoglikosida,
turunan makrolida, rifamfisin, beberapa turunan penisilin, seperti
ampisilin, amoksisilin, bakampisilin, karbenisilin, hetasilin, rivampisilin,
sulbenisilin, dan tikarsilin, dan sebagian besar turunan sefalosporin.
2. Antibiotika yang aktivitasnya lebih dominan terhadap bakteri Gram-
positif.
Contoh: Basitrin, eritromisin, sebagian besar turunan penisilin, seperti
benzilpenisilin, penisilin G prokain, penisilin V, metisilin Na, nafsilin Na,
oksasilin Na, kloksasilin Na, dikloksasilin Na dan floksasilin Na, turunan
linkoksamida, asam fusidat dan beberapa turunan sefalosporin.
Universitas Sumatera Utara
viii
3. Antibiotika yang aktivitasnya lebih dominan terhadap bakteri Gram-
negatif.
Contoh: Kolistin, polimiksin B sulfat dan sulfomisin.
4. Antibiotika yang aktivitasnya lebih dominan terhadap Mycobacteriae
(antituberkulosis)
Contoh: Streptomisin, kanamisin, rifampisin, viomisin dan kapreomisin.
5. Antibiotika yang aktif terhadap jamur (anti jamur).
Contoh: Gliseofulfin dan antibiotika polien, seperti nistatin, amfoterisin B
dan kandisidin.
6. Antibiotika yang aktif terhadap neoplasma (anti kanker).
Contoh: Aktinomisin, bleomisin, daunorubisin, mitomisin dan mitramisin.
Amoksisilin adalah antibiotika golongan β-laktam dengan spektrum luas,
digunakan untuk pengobatan infeksi pada saluran napas, saluran empedu dan
saluran seni, gonorhu, gastroenteritis, meningitis dan infeksi karena Salmonella
sp., seperti demam tipoid. Amoksisilin merupakan turunan penisilin yang tahan
asam tetapi tidak tahan terhadap penisilanase. Beberapa keuntungan dibandingkan
ampisilin adalah penyerapan obat dalam saluran cerna lebih sempurna, sehingga
kadar darah dalam plasma dan saluran seni lebih tinggi, serta adanya makanan
tidak mempengaryhi penyerapan obat (Siswandono dan Soekardjo, 1995).
Menurut Munaf (1994), berdasarkan aktivitas antimikrobanya turunan
penisilin dibagi menjadi beberapa kelompok sebagai berikut:
1. Penisilin G dan penisilin V yang sangat aktif terhadap kokus gram positif,
tetapi mudah dihidrolisir oleh penisilanase. Sehingga obat ini tidak aktif
terhadap sebagian besar strain stafilokokus.
Universitas Sumatera Utara
ix
2. Penisilin retensi penisilanase seperti metisilin, nafsilin, oksasilin,
kloksasilin, diklosasilin, kurang sensitif terhadap mikroorganisme yang
sensitif terhadap penisilin G, tetapi merupakan obat pilihan terhadap
stafilokokus aureus penghasil penisilanase.
3. Ampisilin, amoksisilin dan hetasilin termasuk satu grup penisilin dimana
aktivitas antimikrobanya lebih luas termasuk gram negatif seperti
Hemofilus influenza, Eschericia coli, Prosteus mirabilis.
4. Karbenislin, tikarsilin dan azlosilin digunakan untuk Pseudomonas,
Enterobacter dan spesies Proteus.
5. Grup pensilin baru. Mezlosin dan piperasilin berguna untuk Klebsiela dan
mikroorganisme gram negatif tertentu.
Antibiotika adalah zat yang dibentuk oleh mikroorganisme yang dapat
menghambat atau membunuh pertumbuhan mikroorganisme lain. Antibiotika
dapat juga dibentuk oleh beberapa hewan dan tanaman tinggi. Di samping itu,
berdasarkan antibiotika alam, dapat pula dibuat antibiotika baru secara sintetis
parsial yang sebagian mempunyai sifat yang lebih baik. Antibiotika yang berguna
hanyalah antibiotika yang mempunyai kadar hambat minimun (KHM) in vitro
lebioh kecil dari kadar zat yang dapat dicapai dalam tubuh dan tidak toksik.
Mekanisme antibiotika umumnya:
1. Menghambat biosintetis dinding sel
2. Meninggikan permeabilitas membran sitoplasma
3. Mengganggu sintesis protein normal bakteri
Universitas Sumatera Utara
x
Umumnya, antibiotika yang mempengaruhi pembentukan dinding sel atau
permeabilitas membran sel bekerja bakterisida, sedangkan yang bekerja pada
sintesis protein bekerja bakteriostatik (Mutschler, 1999).
Antibiotika tidak aktif terhadap kebanyakan virus kecil, mungkin karena
virus tidak memiliki proses metabolisme sesungguhnya, melainkan tergantung
seluruhnya dari proses tuan rumah (Tan dan Rahardja, 2002).
Obat yang digunakan untuk membasmi mikroba, penyebab infeksi pada
manusia, ditentukan harus memiliki sifat toksisitas selektif setinggi mungkin.
Artinya, obat haruslah bersifat sangat toksik untuk mikroba, tetapi relatif tidak
toksis pada hospes. Sifat toksisitas selektif yang absolut belum atau mungkin juga
diperoleh (Anonim, 2002).
Mekanisme Kerja
Setelah diabsorpsi amoksisilin didistribusikan ke berbagai jaringan tubuh.
Kadar terapi dalam jaringan-jaringan seperti cairan sendi, pleural, pericardium dan
empedu. Dalam jumlah kecil ditemukan dalam sekresi prostat, jaringan otak, dan
cairan intraokuler (Munaf, 1994).
Amoksisilin adalah derivat-hidroksi dengan aktivitas sama dengan
ampisilin. Tetapi resorbsinya lebih lengkap dan pesat dengan kadar darah dua kali
lipat. Waktu paruhnya 1-2 jam. Persentasi pengikatan pada protein jauh lebih
ringan dari pada penisilin G dan penisilin V. Difusinya ke jaringan dan cairan
tubuh lebih baik, antara lain kedalam air liur pasien bronchitis kronis. Kadar
bentuk aktifnya dalam kemih jauh lebih tinggi dari pada ampisilin sehingga lebih
banyak digunakan pada infeksi saluran kemih. Efek samping berupa gangguan
lambung usus (Tan dan Rahardja, 2002).
Universitas Sumatera Utara
xi
Amoksisilin merupakan antibiotika dari penisilin semisintetik yang stabil
dalam suasana asam, kerja bakterisida, atau pembunuh bakterinya seperti
ampisilin. Amoksisilin diabsorbsi dengan cepat dan baik di saluran pencernaan,
tidak tergantung adanya makanan dalam lambung dan setelah 1 jam
konsentrasinya dalam darah sangat tinggi sehingga efektivitasnya tinggi.
Amoksisilin diekskresikan atau dibuang terutama melalui ginjal, dalam air kemih
terdapat dalam bentuk aktif. Amoksisilin sangat efektif terhadap organisme gram
positif dan gram negatif. Penggunaan amoksisilin seringkali dikombinasikan
dengan asam klavunalat untuk meningkatkan potensi dalam membunuh bakteri
(Junaidi, 2009).
Dosis: oral 3 kali sehari 375-1000 mg, anak-anak < 10 tahun 3 kali sehari
10 mg/kg, 3-10 tahun 3 kali sehari 250 mg, 1-3 tahun 3 kali sehari 125 mg, 0-1
tahun 3 kali sehari 100 mg, juga diberikan secara i.m/i.v (Tan dan Rahardja,
2002).
2.4 Sirup Kering
Sirup kering adalah suatu campuran padat yang ditambahkan air pada saat
digunakan, sediaan tersebut dibuat pada umumnya untuk bahan obat yang tidak
stabil dan tidak larut dalam pembawa air. Agar campuran setelah ditambah air
membentuk dispersi yang homogen, maka dalam formulanya digunakan bahan
pensuspensi atau bahan pendispersi. Komposisi sediaan ini biasanya terdiri dari
bahan pensuspensi atau pendispersi, pembasah, pemanis, pengawet, penambah
rasa atau aroma, buffer dan zat warna. Obat yang biasa dibuat dalam sediaan sirup
kering adalah obat yang tidak stabil untuk disimpan dalam periode waktu tertentu
Universitas Sumatera Utara
xii
dengan adanya pembawa air (sebagai contoh obat-obat antibiotik) sehingga lebih
sering diberikan sebagai campuran kering untuk dibuat suspensi atau larutan pada
saat akan digunakan. Biasanya sirup kering hanya digunakan untuk pemakaian
selama satu minggu setelah dalam bentuk cairan (Ansel, 1989).
Adapun kriteria suspensi dan suspensi kering yaitu harus memenuhi
krietria tertentu. Kriteria dari suatu sediaan suspensi yang baik adalah :
a. Pengendapan partikel lambat sehingga takaran pemakaian yang serba sama
dapat dipertahankan dengan pengocokan sediaan.
b. Seandainya terjadi pengendapan selama penyimpanan harus dapat segera
terdispersi kembali apabila suspensi dikocok.
c. Endapan yang terbentuk tidak boleh mengeras pada dasar wadah.
d. Viskositas suspensi tidak boleh terlalu tinggi sehingga sediaan dengan
mudah dapat dituang dari wadahnya.
e. Memberikan warna, rasa, bau serta rupa yang menarik.
Sedangkan kriteria suatu sediaan suspensi keringyang baik adalah:
a. Kadar air serbuk boleh melebihi batas maksimum. Selama penyimpanan
serbuk harus stabil secara fisik seperti tidak terjadi perubahan warna, bau,
bentuk partikel dan stabil secara kimia seperti tidak terjadi perubahan pH
yang drastis.
b. Pada saat akan disuspensikan, serbuk harus cepat terdispersi secara merata
di seluruh cairan pembawa dengan hanya memerlukan sedikit pengocokan
atau pengadukan.
c. Bila suspensi kering telah dibuat suspensi maka suspensi kering dapat
diterima bila memiliki kriteria dari suspensi.
Universitas Sumatera Utara
xiii
2.5 Granulasi
Granulasi adalah proses dimana partikel serbuk diubah menjadi granul.
Secara umum granulasi dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu granulasi basah
dan granulasi kering.
a. Granulasi basah
Pada granulasi basah bahan dilembabkan dengan larutan pengikat yang
cocok, sehingga serbuk terikat bersama dan terbentuk masaa yang lembab. Pelarut
yang digunakan umumnya bersifat volatil sehingga mudah dihilangkan pada saat
dikeringkan. Massa lembab kemudian dibagi-bagi sehingga terbentuk nutiran
granul.
b. Granulasi kering
Pada granulasi kering obat dan bahan pembantu mula-mula dicetak
menjadi tablet yang cukup besar, yang massanya tidak tentu. Selanjutnya tablet
yang terbentuk dihancurkan dengan mesin penggranul kering gesekan atau dengan
cara sederhana menggunkan alu di atas sebuah ayakan sehingga terbentuk butiran
granul.
2.6 Stabilitas sediaan sirup kering
Menurut Syamsuni (2005), salah satu masalah yang dihadapi dalam proses
pembuatan suspensi ataupun sirup kering adalah cara memperlambat penimbunan
partiket serta menjaga homogenitas partikel. Cara tersebut merupakan salah satu
tindakan untuk menjaga stabilitas suspensi atau sirup kering. Beberapa faktor
yang mempengaruhi stabilitas nya adalah:
Universitas Sumatera Utara
xiv
a. Ukuran partikel
Ukuran partikel erat hubungannya dengan luas penampang partikel
tersebut serta daya tekan ke atas dari cairan suspensi itu. Hubungan antara ukuran
partikel merupakan perbandingan terbalik dengan luas penampangnya. Sedangkan
antara luas penampang dengan daya tekan ke atas terdapat hubungan linier.
Artinya semakin kecil ukuran partikel semakin besar luas penampangnya (dalam
volume yang sama). Sedangkan semakin besar luas penampang partikel, daya
tekan keatas cairan akan semakin besar, akibatnya memperlambat gerakan partikel
untuk mengendap sehingga untuk memperlambat gerakan tersebut dapat
dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel (Syamsuni, 2005).
b. Kekentalan (Viskositas)
Kekentalan suatu cairan mempengaruhi pula kecepatan aliran cairan
tersebut, semakin kental suatu cairan, kecepatan alirannya semakin turun atau
semakin kecil. Kecepatan aliran dari cairan tersebut akan mempengaruhi pula
gerakan turun partikel yang terdapat di dalamnya. Dengan demikian, dengan
menambah kekentalan atau viskositas cairan, gerakan turun partikel yang
dikandungnya akan diperlambat. Perlu diingat bahwa kekentalan suspensi tidak
boleh terlalu tinggi agar sediaan mudah dikocok dan dituang (Syamsuni, 2005).
c. Jumlah Partikel (Konsentrasi)
Jika di dalam suatu ruangan terdapat partikel dalam jumlah besar, maka
partikel akan sulit melakukan gerakan bebas karena sering terjadi benturan antara
partikel tersebut. Oleh benturan ini akan menyebabkan terbentuknya endapan zat
tersebut, oleh karena itu semakin besar konsentrasi partikel, makin besar
Universitas Sumatera Utara
xv
kemungkinannya terjadi endapan partikel dalam waktu yang singkat (Syamsuni,
2005).
d. Sifat atau Muatan Partikel
Suatu suspensi kemungkinan besar terdiri atas beberapa macam campuran
bahan yang sifatnya tidak selalu sama. Dengan demikian, ada kemungkinan
terjadi interaksi antarbahan yang menghasilkan bahan yang sukar larut dalam
cairan tersebut. Karena sifat bahan tersebut sudah merupakan sifat alam, kita tidak
dapat mempengaruhinya. Stabilitas fisik suspensi farmasi didefinisikan sebagai
kondisi suspensi dimana partikel tidak mengalami agregasi dan tetap terdistribusi
merata. Jika partikel mengendap, partikel tersebut akan mudah tersuspensi
kembali dengan pengocokan ringan. Partikel yang mengendap ada kemungkinan
dapat saling melekat oleh suatu kekuatan untuk membentuk agregasi dan
selanjutnya membentuk compacted cake, peristiwa itu disebut “caking”
(Syamsuni, 2005).
2.7 Spektrofotometri Ultraviolet
Spektrofotometri serapan merupakan pengukuran suatu interaksi antara
radiasi elektromagnetik dengan molekul atau atom dari suatu zat kimia. Teknik
yang sering digunakan dalam analisis farmasi meliputi spektrofotometri
ultraviolet, cahaya tampak, infra merah dan serapan atom. Jangkauan panjang
gelombang untuk daerah ultraviolet adalah 190 - 380 nm, daerah cahaya tampak
380 - 780 nm, daerah inframerah dekat 780 - 3000 nm, dan daerah inframerah 2,5
- 40 µm atau 4000 - 250 cm-1 (Ditjen POM, 1995).
Universitas Sumatera Utara
xvi
Radiasi ultraviolet dan sinar tampak diabsorpsi oleh molekul organik
aromatik, molekul yang mengandung elektron-π terkonjugasi dan atau atom
dengan elektron-n yang menyebabkan transisi elektron di orbital terluarnya dari
tingkat energi dasar ke tingkat energi tereksitasi. Besarnya serapan radiasi tersebut
sebanding dengan banyaknya molekul analit yang mengabsorpsi sehingga dapat
digunakan untuk analisis kuantitatif (Satiadarma, dkk., 2004).
Spektrofotometer UV-VIS adalah pengukuran panjang gelombang dan
intensitas sinar ultraviolet dan cahaya tampak yang diabsorbsi oleh sampel.
Spektrofotometer UV-VIS biasanya digunakan untuk molekul dan ion anorganik
atau kompleks didalam larutan. Sinar ultraviolet berada pada panjang gelombang
400 - 800 nm.
Sebagai sumber cahaya biasanya digunakan lampu hydrogen atau
deuterium untuk pengukuran UV dan lampu tungsten untuk pengukuran pada
cahaya tampak. Panjang gelombang dari sumber cahaya akan dibagi oleh pemisah
panajnag gelombang. Seperti pada prisma atau monokromator. Panjang
gelombang adalah jarak antara satu lembah dan satu puncak. Sedangkan frekuensi
adalah kecepatan cahaya dibagi dengan panjang gelombang. Bilangan gelombang
(V) adalah satu satuan perpanjangan gelombang (Dachriyanus, 2004).
Spektrofotometri merupakan suatu alat yang berguna untuk mempelajari
keseimbangan kimia atau untuk menentukan laju reaksi kimia. Zat kimia yang
mengambil bagian dalam keseimbangan harus mempunyai spekta absorbsi yang
berbeda dan seseorang dengan mudah mengamati variasi absorbsi pada panjang
gelombang tertentu untuk setiap zat (Martin,1990).
Universitas Sumatera Utara