BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nilam (Pogostemon cablinrepository.ump.ac.id/5198/3/MUSTIKA KRISNASARI...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nilam (Pogostemon cablinrepository.ump.ac.id/5198/3/MUSTIKA KRISNASARI...
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Nilam (Pogostemon cablin Benth)
2.1.1 Klasifikasi Tanaman Nilam
Menurut Cronquist (1981), tanaman nilam dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
Divisio : Magnoliophyta
Classis : Magnoliopsida
Ordo : Lamiales
Familia : Lamiaceae
Genus : Pogostemon
Spesies : Pogostemon cablin Benth
2.1.2 Deskripsi Tanaman Nilam
Nilam termasuk ke dalam genus Pogostemon yang merupakan tanaman
herba atau perdu, tanaman ini menghasilkan bau harum dengan batang hampir
seluruhnya segi empat dan panjang tangkai daun tanaman nilam 0,8 cm. Tanaman
nilam tumbuh tegak dan cabang sisi serta daun kebanyakan melintang berhadapan.
Nilam yang ditanam di Jawa sering ditemukan tidak berbunga dan biasa ditanam
ditaman. Daun tanaman nilam tidak memiliki daun penumpu dan letak bunga
nilam berhadapan dalam satu rumpun. Bunga berkelamin 2 dan zigomorf, kelopak
berdaun lekat dengan jumlah 5 helai. Mahkota pada bunga nilam hampir
6
Variasi Pemberian Pupuk..., Mustika Krisnasari, FKIP UMP, 2015
7
seluruhnya berjumlah 5. Bunga nilam memiliki benang sari yang berjumlah 4,
bakal buah beruang 2, dengan 2 bakal biji tiap ruang (van Steenis, 2008).
2.1.3 Jenis Tanaman Nilam
Di Indonesia terdapat tiga jenis nilam yang dapat dibedakan antara lain dari
karakter, morfologi, kandungan dan kualitas minyak serta ketahanan terhadap
cekaman berbagai penyakit. Ketiga jenis nilam tersebut adalah Nilam Tapaktuan
(Pogostemon hortensis), Nilam Lhokseumawe (Pogostemon heyneanus) dan
Nilam Sidikalang (Pogostemon cablin).
a) Nilam Tapaktuan (Pogostemon hortensis)
Nilam Tapaktuan memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi, batang
berwarna hijau dengan sedikit warna ungu. Jenis nilam ini biasanya digunakan
dalam pembuatan sabun. Pogostemon hortensis memiliki daun yang tipis, dengan
ujung daun agak runcing dan tidak bebunga. Kadar minyak daun pada
Pogostemon hortensis rendah antara 0,5 – 1,5% dari berat daun kering dan
komposisi minyak tidak bagus (Anonim, 2013).
b) Nilam Lhokseumawe (Pogostemon heyneanus)
Nilam Lhokseumawe memiliki daya adaptasi yang tinggi dan batang
berwarna ungu. Tanaman ini bisa tumbuh secara liar dipekarangan – pekarangan
rumah yang disebut nilam hutan atau nilam jawa. Daun nilam Lhokseumawe lebih
tipis dari pada Pogostemon cablin, dengan ujung daun agak runcing. Kadar
minyak nilam ini berkisar antara 0,5 – 1,5% dari berat daun kering dan memiliki
komposisi minyak jelek (Anonim, 2013). Pogostemon heyneanus merupakan
salah satu jenis tanaman yang dapat menghasilkan senyawa terpenoid. Tanaman
Variasi Pemberian Pupuk..., Mustika Krisnasari, FKIP UMP, 2015
8
ini telah lama berkembang didaerah Aceh. Daerah asal tanaman nilam ini dari
India, Srilangka dan Filipina (Wahyuno dan Sukamto, 2010).
c) Nilam Sidikalang (Pogostemon cablin)
Nilam Sidikalang memiliki daya adaptasi yang tinggi dan warna batang
ungu gelap. Nilam Sidikalang biasa terdapat di Filipina, Brazilia, Paraguai,
Madagaskar dan Indonesia. Memiliki daun sedikit membulat seperti jantung dan
bagian bawah daun terdapat bulu – bulu rambut sehingga warnanya pucat.
Kualitas minyak nilam Sidikalang sangat tinggi dengan kadar minyak 2,5 – 5 %,
komposisinya bagus dan nilam jenis ini jarang sekali berbunga (Anonim, 2013).
Jenis nilam yang banyak dibudidayakan saat ini oleh para petani nilam yaitu
nilam Sidikalang karena memiliki kualitas minyak yang lebih tinggi dibandingkan
dengan jenis nilam Lhokseumawe dan nilam Tapaktuan. Selain memiliki kualitas
minyak yang tinggi, nilam jenis Sidikalang juga toleran terhadap beberapa jenis
penyakit, terutama penyakit layu bakteri yang disebabkan oleh bakteri Ralstonia
solanacearum.
Variasi Pemberian Pupuk..., Mustika Krisnasari, FKIP UMP, 2015
9
Tabel 1.1 Diskripsi Tiga Jenis Tanaman Nilam
Varietas Tapak Tuan Lhokseumawe Sidikalang
Asal Tinggi tan. (cm) Warna batang muda Warna batang tua Bentuk batang Percabangan Jumlah cab. primer Jumlah cab. sekunder Cabang primer (cm) Cabang sekunder (cm) Bentuk daun Pertulangan daun Warna daun Panjang daun (cm) Lebar daun (cm) Tebal daun (mm) Tangkai daun (cm) Jumlah daun/cabang primer Ujung daun Pangkal daun Tepi daun Bulu daun Terna segar (ton/ha) Minyak (kg/ha) Kadar minyak (%) Patchouli alkohol (%) Ketahanan
Meloidogyne incognita Pratylenchus bracyurus Radhopolus similis Ralstonia
solanacearum
Tapak Tuan (NAD) 50,57-82,28 Ungu Hijau keunguan Persegi Lateral 7,30-24,48 18,80-25,70 46,24-65,98 19,80-45,31 Delta, bulat telur Menyirip Hijau 6,47-7,52 5,22-6,39 0,31-0,78 2,67-4,13 35,37-157,84
Runcing Rata, membulat Bergerigi ganda Banyak, lembut 41,51-103,05 234,89-583,26 2,07-3,87 28,69-35,90
Sangat rentan Sangat rentan Rentan Rentan
Lhokseumawe (NAD) 61,07-65,97 Ungu Ungu kehijauan Persegi Lateral 7,00-19,76 11,42-25,72 38,40-63,12 18,96-35,06 Delta, bulat telur Menyirip Hijau 6,23-6,75 5,16-6,36 0,31-0,81 2,66-4,28 48,05-118,62
Runcing Datar, membulat Bergerigi ganda Banyak, lembut 42,59-64,67 273,49-415,05 2,00-4,14 29,11-34,46
Rentan Agak rentan Rentan Rentan
Sidikalang (Sumut) 70,70-75,69 Ungu Ungu kehijauan Persegi Lateral 8,00-15,64 17,37-20,70 43,01-61,69 25,80-34,15 Delta, bulat telur Menyirip Hijau keunguan 6,30-6,45 4,88-6,26 0,30-4,25 2,71-3,34 58,07-130,43
Runcing Rata, membulat Bergerigi ganda Banyak, lembut 31,19-80,37 176,47-464,42 2,23-4,23 30,21-35,20
Agak rentan Agak rentan
Agak rentan
Toleran
Peneliti Y. Nuryani, Hobir, C. Syukur dan I. Mustika
Sumber: Nuryani (2005)
2.1.4 Syarat Tumbuh Tanaman Nilam
1. Tinggi Tempat
Nilam dapat tumbuh dan berkembang di dataran rendah sampai pada
dataran tinggi dengan ketinggian 1.200 meter diatas permukaan laut. Akan tetapi,
nilam akan tumbuh dengan baik dan berproduksi minyak tinggi pada ketinggian
tempat antara 50 – 400 m dpl . Pada dataran rendah kadar minyak lebih tinggi
Variasi Pemberian Pupuk..., Mustika Krisnasari, FKIP UMP, 2015
10
tetapi kadar patchouli alcohol lebih rendah, sebaliknya pada dataran tinggi kadar
minyak rendah, kadar patchouli alcohol (Pa) tinggi (Nuryani dkk, 2005).
2. Jenis Tanah
Tanah yang sesuai untuk tanaman nilam yaitu tanah yang subur dan
gembur, kaya akan humus, tidak tergenang air, bertekstur halus dan dapat diolah
seperti Andosol atau Latosol dengan kemiringan kurang dari 15° (Nuryani, 2006).
3. Keasaman tanah
Tanaman nilam termasuk tanaman yang mudah tumbuh seperti tanaman
herba lainnya, namun untuk memperoleh produksi yang maksimal diperlukan
kondisi ekologi yang sesuai untuk pertumbuhannya. Nilam dapat tumbuh dengan
baik pada kisaran pH antara 5,5 – 7 (Nuryani, 2006).
4. Suhu, Iklim dan Kelembaban
Kondisi ekologi yang sesuai dengan jenis tanaman, akan menyebabkan
tanaman tumbuh secara maksimal. Untuk tanaman nilam sendiri menghendaki
iklim sedang dengan suhu yang panas dan lembab. Suhu optimum untuk tanaman
nilam adalah 24 – 28° C dengan kelembaban relatif antara 70 – 90 % (Nuryani,
2006).
5. Curah Hujan dan Intensitas Cahaya Matahari
Nilam menghendaki intensitas cahaya matahari antara 75 – 100 % dan
apabila tanaman kurang mendapat sinar matahari (ternaungi), maka kadar minyak
nantinya akan rendah. Curah hujan mempunyai beberapa fungsi untuk tanaman,
diantaranya adalah sebagai pelarut zat nutrisi, pembentuk gula dan pati, sarana
transpor hara dalam tanaman, penumbuhan sel dan pembentukan enzim, dan
Variasi Pemberian Pupuk..., Mustika Krisnasari, FKIP UMP, 2015
11
menjaga stabilitas tanaman. Tanaman nilam membutuhkan curah hujan relatif
tinggi yaitu antara 2.000 – 2500 mm per tahun dan penyebarannya merata
sepanjang tahun (Nuryani, 2006).
2.2 Pupuk
Tanaman nilam selalu membutuhkan unsur hara dalam tanah, tanpa
adanya penambahan unsur hara ke dalam tanah maka kondisi tanah akan semakin
buruk. Hal ini dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman nilam karena jumlah
penyerapan unsur hara pada tanaman berkurang. Oleh karena itu penambahan
unsur hara dilakukan untuk usaha memelihara serta mempertinggi kesuburan
tanah yaitu dengan cara pemupukan (Anonim, 2013).
Petani yang melakukan pemupukan pada tanaman nilam hanya 20,8%
dimana tindakan ini sangat diperlukan untuk meningkatkan produktivitas dan
mutu tanaman, juga untuk mempertahankan/mengembalikan kesuburan tanah,
mengingat besarnya unsur hara tanah yang terangkut saat panen. Beberapa
penelitian membuktikan bahwa tanaman nilam sangat responsif terhadap
pemupukan, tindakan pemupukan secara nyata dapat meningkatkan produksi
tanaman dan minyak yang dihasilkan. Pupuk anorganik yang biasa digunakan
bagi tanaman ini adalah pupuk urea (ZA), SP 36 dan KCI sedangkan pupuk
organik berupa pupuk kandang, kompos dan pupuk hijau (Herry dkk, 1998).
Menurut Ismawari (2003), pemupukan dapat memberikan hasil yang
optimum jika dalam pelaksanaannya memperhatikan empat kunci “tepat”, yaitu
tepat jenis, tepat dosis, tepat waktu, dan tepat cara pemberian. Mengingat hasil
pemupukan pada jenis tanaman yang sama tidak selalu memberikan hasil yang
Variasi Pemberian Pupuk..., Mustika Krisnasari, FKIP UMP, 2015
12
sama baik, maka perlu memperhatikan hal – hal lain untuk mendapatkan produksi
lebih baik, yaitu sifat tanah seperti tingkat kesuburan, reaksi tanah, kadar air, sifat
pupuk yang diberikan, pengolahan lahan, penyiangan, dan pemilihan bibit yang
baik. Dalam pertumbuhannya tanaman memerlukan tiga unsur hara penting, yaitu
nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K).
1) Nitrogen (N)
Nitrogen berasal dari organik (sisa – sisa tanaman) yang melapuk, dan
dapat menyuburkan tanah sehingga tanah mampu untuk pertumbuhan tanaman
serta memberikan hasil yang baik. Pelapukan – pelapukan ini berarti telah
melangsungkan pembentukan pupuk organik. Sedangkan N yang berasal dari
pupuk buatan, misalnya urea dan ZA (Mulyani, 2008).
Urea termasuk pupuk nitrogen yang dibuat dari gas amoniak dan gas asam
arang. Persenyawaan kedua zat ini melahirkan pupuk urea dengan kandungan N
sebanyak 46%. Pada kelembaban 73%, pupuk ini mampu menarik uap air dari
udara, karena kemampuannya yang mudah menarik uap air maka urea termasuk
pupuk yang higroskopis. Urea mudah larut dalam air dan mudah diserap oleh
tanaman. Sifat urea mudah tercuci oleh air dan mudah terbakar oleh sinar
matahari, sehingga dianjurkan pemberian urea ini lewat daun (Lingga & Marsono,
2002).
Pupuk Zwavelzure amoniak dibuat dari gas amoniak dan asam belerang
(zwavelzure). Persenyawaan kedua zat ini menghasilkan pupuk ZA dengan
kandungan N sebanyak 20,5 – 21%. Bentuk pupuk ini Kristal berukuran kecil dan
memiliki warna putih, abu – abu, biru keabu – abuan dan kuning. Sifat pupuk ZA
Variasi Pemberian Pupuk..., Mustika Krisnasari, FKIP UMP, 2015
13
menarik air, tetapi akan menarik uap air pada kelembaban 80% dan suhu 30oC.
Sifat lain pupuk ini yaitu reaksi kerjanya sedikit lambat dan akar tanaman tidak
dapat menyerapnya bersama air tanah, tetapi harus mendapatkannya secara
langsung (Lingga & Marsono, 2002).
Peranan utama nitrogen (N) untuk merangsang pertumbuhan tanaman
secara keseluruhan, terutama pada fase vegetatif, khususnya batang, cabang, dan
daun. Nitrogen juga berperan penting dalam pembentukan hijau daun (klorofil)
yang sangat berguna dalam proses fotosintesis (Lingga & Marsono, 2002).
Sumber N sekitar 78% berasal dari udara. Nitrogen masuk ke Bisfera yang
disebabkan oleh jasad renik pengikat N dan dapat hidup bebas yang dapat bekerja
sama sehingga terjadilah protein dalam bentuk atau mengandung asam amino
yang kemudian diubah menjadi bentuk yang tersedia bagi tanaman yaitu NH4+ dan
NO3- (Mulyani, 2008).
Apabila tanaman kekurangan unsur N akan mengalami gejala – gejala
seperti warna daun yang awalnya berwarna hijau agak kekuning – kuningan akan
berubah menjadi kuning lengkap. Jaringan daun mati dan inilah yang
menyebabkan daun selanjutnya menjadi kering dan berwarna merah kecoklatan.
Pada tanaman dewasa pertumbuhan yang terhambat ini akan berpengaruh pada
pembuahan, hal ini menyebabkan perkembangan buah tidak sempurna, umumnya
kecil – kecil dan cepat matang. Kandungan unsur N rendah dapat menimbulkan
daun penuh dengan serat, hal ini dikarenakan menebalnya membran sel daun
sedangkan selnya sendiri berukuran kecil – kecil (Mulyani, 2008).
2) Fosfor (P)
Variasi Pemberian Pupuk..., Mustika Krisnasari, FKIP UMP, 2015
14
Unsur fosfor (P) berfungsi mengedarkan energi keseluruhan bagian
tanaman, berguna untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan akar,
khususnya akar benih dan tanaman muda. Selain itu, fosfor juga berfungsi sebagai
bahan mentah untuk pembentukan sejumlah protein tertentu, membantu asimilasi
dan pernapasan, mempercepat pembungaan dan pembuahan, serta mempercepat
pemasakan biji dan buah (Lingga & Marsono, 2002).
Tanah yang kekurangan unsur fosfor akan mengakibatkan tanaman
menjadi kurang baik. Gejala yang tampak ialah warna daun seluruhnya berubah
tua dan sering tampak mengilap kemerahan. Tepi daun, cabang, dan batang
terdapat warna merah ungu yang lambat laun berubah menjadi kuning. Kalau
tanaman berbuah, buahnya kecil, tampak jelek, dan lekas matang (Lingga &
Marsono, 2002).
3) Kalium (K)
Fungsi utama kalium (K) untuk membantu pembentukan protein,
karbohidrat dan gula. Kaliaum juga berperan dalam memperkuat tubuh tanaman
sehingga daun, bunga dan buah tidak mudah gugur. Membantu pengangkutan gula
dari daun ke buah atau umbi dan sumber kekuatan bagi tanaman dalam
menghadapi kekeringan dan serangan penyakit (Lingga & Masrono, 2002).
Secara fisiologis K mempunyai fungsi mengatur pergerakan stomata dan
hal – hal yang berhubungan dengan cairan sel. Unsur K berperan dalam mengatur
membuka dan menutupnya stomata tanaman, sehingga mempengaruhi transpirasi.
Bila kandungan K tinggi, maka sel – sel stomata tanaman menutup (Novizan,
2002).
Variasi Pemberian Pupuk..., Mustika Krisnasari, FKIP UMP, 2015
15
Tanaman yang tumbuh pada tanah kekurangan unsur kalium akan
memperlihatkan gejala – gejala seperti daun mengerut atau keriting terutama pada
daun tua walaupun tidak merata. Kemudian pada daun akan timbul bercak –
bercak merah cokelat, selanjutnya daun akan mengering kemudian mati. Pada
buah akan tumbuh tidak sempurna, seperti kecil, bermutu jelek, hasilnya rendah
dan tidak tahan simpan (Lingga & Marsono, 2002).
2.2.1 Macam – macam Pupuk
Pupuk merupakan material yang ditambahkan pada media tanam atau
tanaman untuk mencukupi kebutuhan hara yang diperlukan tanaman sehingga
mampu berproduksi dengan baik. Material pupuk dapat berupa bahan organik
ataupun non-organik (mineral). Pupuk berbeda dari suplemen tambahan. Pupuk
mengandung bahan baku pertumbuhan dan perkembangan tanaman, sementara
suplemen seperti hormon tumbuhan membantu kelancaran proses metabolisme.
Pupuk buatan dapat ditambahkan sejumlah material suplemen. Dalam pemberian
pupuk perlu memperhatikan kebutuhan tanaman agar tanaman tidak mendapatkan
kelebihan zat makanan karena kelebihan atau kekurangan zat makanan dapat
berbahaya bagi tanaman (Mulyani, 1995). Agar lebih mudah dipahami, pupuk
dapat dikelompokan berdasarkan asal pembuatannya, yaitu pupuk anorganik dan
pupuk organik.
a) Pupuk Organik
Menurut Intan, (2006) pemupukan merupakan salah satu teknik budidaya
yang dilakukan untuk meningkatkan hasil. Pupuk organik memiliki banyak
Variasi Pemberian Pupuk..., Mustika Krisnasari, FKIP UMP, 2015
16
peranan yang menguntungkan bagi tanaman, antara lain untuk memperbaiki
agregasi tanah, infiltrasi air, kandungan lengas, drainase dan aerasi tanah. Bahan
organik juga berpengaruh terhadap suhu tanah maupun penetrasi akar serta
kegiatan mikroba tanah.
Pupuk organik merupakan bahan yang dihasilkan dari pelapukan sisa –
sisa tanaman, hewan dan manusia. Pupuk organik mempunyai beberapa kelebihan
yang dapat menguntungkan para pertani yaitu memperbaiki struktur tanah,
menaikan daya serap tanah terhadap air, menaikan kondisi kehidupan didalam
tanah dan sebagai sumber zat makanan bagi tanaman (Ismawari, 2003).
b) Pupuk Anorganik
Pupuk anorganik ialah pupuk yang dibuat oleh pabrik – pabrik pupuk
dengan meramu bahan – bahan kimia (anorganik) berkadar hara tinggi. Misalnya,
pupuk urea berkadar N 45 – 46% (setiap 100 kg urea terdapat 45 – 46 kg hara
nitrogen (Lingga & Marsono, 2002).
Pupuk anorganik memiliki beberapa keuntungan yang dapat dimanfaatkan
oleh para petani sehingga tetap diminati sampai sekarang. Kelebihan dari pupuk
anorganik yaitu sebagai berikut:
a) Pemberianya dapat terukur dengan tepat karena pupuk anorganik umumnya
mempunyai takaran hara yang pas.
b) Kebutuhan tanaman akan hara dapat dipenuhi dengan perbandingan yang tepat.
Misalnya, hingga saat panen, nilam menyedot hara nitrogen 200 kg/ha
sehingga bisa diganti dengan takaran pupuk N yang pas.
c) Pupuk anorganik tersedia dalam jumlah cukup.
Variasi Pemberian Pupuk..., Mustika Krisnasari, FKIP UMP, 2015
17
d) Pupuk anorganik mudah diangkut karena jumlahnya relatif sedikit dibanding
pupuk organik seperti kompos atau pupuk kandang. Akibatnya hasil kalkulasi
biaya angkut pupuk ini jauh lebih murah dibanding pupuk organik (Lingga &
Marsono, 2002).
Pupuk anorganik juga mempunyai beberapa kekurangan yaitu pupuk ini
sangat sedikit atau hampir tidak mengandung unsur hara mikro. Itu sebabnya
pemakaian pupuk anorganik yang diberikan lewat akar perlu diimbangi dengan
pemakaian pupuk daun yang banyak mengandung hara mikro. Apabila tanaman
tidak diimbangi dengan pupuk daun, tanaman akan tumbuh tidak sempurna karena
pemakaian pupuk anorganik yang terus menerus dapat merusak tanah. Selain itu,
penggunaan pupuk anorganik yang terlalu banyak akan mengakibatkan tanaman
mati, sehingga perlu mematuhi aturan pakai yang sudah dianjurkan (Lingga &
Marsono, 2002).
Berdasarkan jenis hara yang dikandungnya, pupuk anorganik yang
diberikan lewat akar ini dapat dikelompokan menjadi dua yaitu, pupuk tunggal
dan pupuk majemuk. Dikatakan pupuk tunggal karena hara yang dikandungnya
hanya satu. Pupuk ini berisi hara utama yaitu nitrogen (N), fosfor (P) dan kalium
(K) (Lingga dan Marsono, 2002).
Menurut Lingga dan Marsono (2002), pupuk majemuk merupakan pupuk
campuran dengan mencampurkan dua atau lebih unsur hara. Pupuk majemuk ini
dibuat dengan cara mencampurkan pupuk – pupuk tunggal. Misalnya, pupuk
nitrogen dicampurkan dengan pupuk fosfat menjadi pupuk NP, dan dicampurkan
lagi dengan pupuk kalium menjadi NPK.
Variasi Pemberian Pupuk..., Mustika Krisnasari, FKIP UMP, 2015
18
2.2.2 Waktu Pemupukan
Pupuk susulan untuk mempercepat pertumbuhan tanaman nilam dan
mendapatkan hasil yang optimal perlu dilakukan pemupukan susulan dengan jenis
dan dosis pupuk sebagaimana tabel di bawah ini :
Tabel 2.2 Pemupukan Susulan pada Tanaman Nilam
N
O
Umur
Tanaman
(bulan)
Pemupukan Jenis dan Dosis per Ha (kg)
Ke Waktu Kandang Urea SP-36 KCL
1 0 Dasar 1 – 2 minggu
sebelum tanam 20.000
2 1 1 - 70 100 150
3 3 2 - 130 - -
4 5 – 6 3 Setelah panen 1 100 50 150
5 10 4 Setelah panen 2 20.000 100 50 75
6 14 5 Setelah panen 3 100 50 75
7 18 - Setelah panen 4 - - -
Jumlah 40.000 500 250 450
(Sumber: Anonim, 2006).
Tanah yang subur dengan pengolahan yang baik dan pemberian pupuk
sesuai akan menjamin pertumbuhan tanaman yang sehat. Tanaman sehat lebih
mampu menahan serangan berbagai serangan patogen. Sebaliknya tanaman yang
kondisi lingkungannya buruk, tanaman lebih rentan terhadap serangan berbagai
patogen (Oka, 1993).
2.3 Penyakit pada Tanaman
Tanaman yang sering menderita berbagai gangguan lingkungan fisik
seperti (kekurangan air, kekurangan zat – zat hara dan iklim) serta gangguan
biologi dan serangan berbagai jenis jasad renik yang bersifat parasit (jamur,
bakteri, virus, mikoplasma, dan nematoda) disebut patogen tanaman yang
menyebabkan tanaman itu menjadi sakit. Tanaman dikatakan sakit apabila terjadi
Variasi Pemberian Pupuk..., Mustika Krisnasari, FKIP UMP, 2015
19
perusakan pada struktur tubuh tanaman atau terjadi proses perubahan metabolisme
yang cukup intensif sehingga mempengaruhi pertumbuhan normal tanaman (Oka,
1993). Dalam pembudidayaan tanaman nilam, penyakit yang sering dijumpai oleh
beberapa petani yaitu penyakit layu bakteri dan budog.
2.3.1 Penyakit Layu
Penyakit layu bakteri (Ralstonian solanacearum) merupakan salah satu
masalah utama pada tanaman nilam dan dapat menimbulkan kematian nilam.
Penyakit ini menurunkan produksi nilam dan kerugian hasil mencapai 60 – 95%
(Sitepu & Asman, 1998). Penyakit ini telah menyebar ke daerah sentra produksi di
Sumatera Barat, Sumatera Utara dan Aceh. Akhir – akhir ini penyakit layu bakteri
nilam telah menyebar luas dan menjadi ancaman terhadap pertanaman nilam.
Gejala penyakit yang terlihat yaitu tanaman layu pada cabang – cabang tanpa suatu
urutan yang teratur dan gejala lanjut berupa seluruh bagian tanaman layu atau mati
dalam waktu singkat. (Sitepu dan Asman, 1998). Pada serangan lanjut, akar dan
pangkal batang membusuk dan terlihat adanya massa bakteri berwarna kuning
keputihan seperti susu. Bentuk gejala ini merupakan ciri khas dari serangan
patogen penyebab penyakit layu bakteri (Nasrun, 2005).
Menurut Sukamto (2009), penanggulangan penyakit layu bakteri pada
tanaman nilam dilakukan secara terpadu yaitu dengan memanfaatkan berbagai
komponen pengendalian mulai dari penyiapan bahan tanaman / bibit unggul
(bebas penyakit), perlakuan persemaian /pembibitan, penanaman di lapang dan
pemeliharaan tanaman yang rutin dari mulai tanam sampai panen. Pengendalian
penyakit pada nilam untuk menurunkan intensitas serangannya bisa dilakukan
19
Variasi Pemberian Pupuk..., Mustika Krisnasari, FKIP UMP, 2015
20
yaitu dengan perlakuan penggunaan pupuk organik, mulsa, pestisida nabati,
agensia hayati / musuh alami dan pestisida kimia sebagai alternatif terakhir.
Gambar 2.1 Gambar Penyakit Layu pada Tanaman Nilam
Strategi pengendalian penyakit layu bakteri pada nilam secara umum dapat
dilakukan dengan cara:
a) Sanitasi dan eradikasi untuk mengurangi inokulum.
b) Membersihkan lahan yang sudah terinfeksi bakteri selama 2 – 3 tahun dan
mencabut tanaman terserang kemudian membakarnya.
c) Pergiliran tanaman dengan tanaman bukan inang layu bakteri.
d) Memperbaiki saluran drainase pada waktu curah hujan tinggi.
e) Menggunakan bibit unggul atau bibit dari tanaman sehat pada kebun yang
belum terserang penyakit layu bakteri.
f) Menggunakan agensia hayati yaitu bakteri Corynebacterium,
Pseudomonas flourescen, Pseudomonas sepasia, Bacillus sp dan
Micrococcus sp.
Variasi Pemberian Pupuk..., Mustika Krisnasari, FKIP UMP, 2015
21
(Sukamto, 2009).
2.3.2 Penyakit Budog
Penyakit budog awalnya terisolasi ke Sumatera, tetapi sekarang ditemukan
di Kalimantan, dan Jawa dimana budidaya nilam telah menyebar (Sukamto,
2009). Penyakit budog disebabkan oleh jamur Synchytrium sp (Sukamto, 2008).
Dari berbagai literatur dan penelitian yang dilakukan oleh para ahli, secara umum
rekomendasi yang diberikan dalam penanggulangan penyakit budog adalah
penggunaan bibit nilam yang bersih dan sehat sebagai cara terbaik untuk
mencegah kemunculan dan penyebaran budog serta penggunaan lahan yang belum
pernah terkontaminasi oleh penyakit budog (Sukamto, 2009).
Gambar 2.2 Gambar Penyakit Budog pada Tanaman Nilam
Gejala penyakit terlihat pada batang yang membengkak, menebal dan daun
yang berkerut dan tebal, dengan permukaan bawah berwarna ungu kemerahan,
permukaan atas daun menguning karena kekurangan unsur hara. Menurut Sitepu &
Asman (1992), sampai saat ini belum ditemukan bahan kimia yang efektif
Variasi Pemberian Pupuk..., Mustika Krisnasari, FKIP UMP, 2015
22
untuk mengendalikan penyakit budog dan belum ada jenis nilam yang tahan
terhadap penyakit ini. Diduga penyebaran penyakit oleh serangga, oleh karena
itu tindakan budidaya perlu diperhatikan antara lain penyemprotan dengan
insektisida untuk mematikan serangga/vektor, pergiliran tanaman, sanitasi kebun
dan yang terpenting adalah menggunakan benih sehat.
Beberapa teknik budidaya, seperti pemupukan nitrogen sesuai dengan
kebutuhan, pemupukan kalium yang cukup (rekomendasi 100 kg KCI/Ha),
penggunaan benih sehat, manajemen air, dan bertanam dalam barisan sangat
dianjurkan terutama pada musim hujan untuk mengurangi percepatan
perkembangan penyakit tanaman (Suparyono, 1997).
2.4 Bakteri Corynebacterium
Corynebacterium merupakan bakteri anaerobik fakultatif, ditandai dengan
tidak berkapsul, tidak berspora, tidak bergerak dan berbentuk batang dengan
panjang 1 hingga 8 µm dan lebar 0,3 hingga 0,8 µm. Menurut Agrios (1997) dapat
diklasifikasikan bakteri Corynebacterium sebagai berikut:
Kingdom : Bacteria
Divisio : Firmicutes
Classis : Thallobacteria
Ordo : Actinomycetales
Familia : Corynebacteriaceae
Genus : Corynebacterium
Spesies : Corynebacterium
Bakteri Corynebacterium termasuk bakteri gram positif karena dengan
Variasi Pemberian Pupuk..., Mustika Krisnasari, FKIP UMP, 2015
23
pewarnaan diferensial dengan larutan ungu kristal, sel bakteri berwarna ungu,
tetapi ketika ditambahkan larutan safranin warna merah sel bakteri tidak
menyerap larutan safranin sehingga tetap berwarna ungu. Bakteri gram positif
pada umumnya bersifat non patogenik (Pelczar & Chan, 2005).
Corynebacterium merupakan bakteri antagonis yang secara morfologis
dapat dikenali dari bentuk elevasi cembung, berbentuk batang dan jenis gram
positif, koloni bakteri berwarna putih kotor dan dibawah lampu ultraviolet tidak
bereaksi (Anonim, 2011).
Corynebacterium berbentuk batang lurus dan sedikit membengkok dengan
ukuran 0,5 – 0,9 X 1,5 – 4 µm. Terkadang bakteri ini mempunyai segmen
berwarna dengan bentuk yang tidak menentu tetapi ada juga berbentuk gada yang
membengkak. Umumnya tidak bergerak, tetapi beberapa spesiesnya ada yang
bergerak dengan rata – rata dua bulu cambuk polar (Agrios, 1997).
4.1 Pemanfaatan Agensia Hayati Corynebacterium
Pemanfaatan bakteri Corynebacterium di bidang pertanian yaitu dengan
penerapan sistem pengendalian hama terpadu (PHT) dengan cara memaksimalkan
penerapan berbagai metode pengendalian hama secara komprehensif dan
mengurangi penggunaan pestisida. Salah satu komponen PHT ini yaitu
pengendalian hayati dengan memanfaatkan bakteri antagonis. Berbagai penelitian
tentang bakteri antagonis terbukti bahwa beberapa jenis bakteri potensial
digunakan sebagai agensia hayati (Hasanuddin, 2003).
Bakteri antagonis tersebut ialah Corynebacterium. Efektifitas
Corynebacterium sebagai bakteri antagonis terhadap penyekit HBD nampaknya
Variasi Pemberian Pupuk..., Mustika Krisnasari, FKIP UMP, 2015
24
sudah cukup baik dan Corynebacterium menunjukkan hasil yang baik pada
penghambatan pemunculan gejala awal, penyebaran maupun intensitas serangan
(Wibowo dkk, 2005).
Corynebacterium juga merupakan salah satu agen hayati yang dapat
mengendalikan penyakit layu bakteri pada tanaman nilam. Adapun OPT lain yang
dapat dikendalikan oleh Corynebacterium adalah penyakit bercak daun pada
jagung, penyakit bengkak akar pada kubis, penyakit bakteri layu pisang, dan
penyakit blast pada padi (Anonim, 2008).
Bakteri – bakteri antagonis ini diantaranya selain dapat menghasilkan
antibiotik juga bisa berperan sebagai kompetitor terhadap unsur hara bagi patogen
tanaman. Pemanfaatan bakteri – bakteri antagonis di masa depan akan menjadi
salah satu pilihan bijak dalam usaha meningkatkan produksi pertanian sekaligus
menjaga kelestarian hayati untuk menunjang budi daya pertanian selanjutnya
(Banjarnohar, 2010).
Bakteri antagonis merupakan mikroorganisme yang mengintervensi
kegiatan patogen penyebab penyakit pada tumbuhan. Pada dasarnya terdapat tiga
mekanisme antagonis dari bakteri yaitu:
1. Hiperparatisme
Terjadi apabila organisme antagonis memparasit organisme parasit
(patogen tumbuhan).
2. Kompetisi ruang dan hara
Terjadi persaingan dalam mendapatkan ruang hidup dan hara, seperti
karbohidrat, Nitrogen, ZPT dan vitamin.
Variasi Pemberian Pupuk..., Mustika Krisnasari, FKIP UMP, 2015
25
3. Antibiosis
Terjadi penghambatan atau penghancuran suatu organisme oleh
senyawa metabolik yang diproduksi oleh organisme lain (Anonim, 2009).
Beberapa hasil kajian dan pengalaman para petani di lapangan tentang
penggunaan bakteri Corynebacterium sebagai agens hayati dalam mengendalikan
penyakit telah banyak dikemukakan. Penelitian di rumah kaca (MK, 1998)
diketahui bahwa patogen pada beberapa jenis sayuran Corynebacterium dapat
menekan gejala Bacterial Red Stripe (BPS/Pseudomonas sp) sebesar 52% dan
terhadap HDB (BLB/Xanthomonas campestris pv oryzae) sebesar 28%.
Corynebacterium efektif menekan laju infeksi HDB di lapang (Purwakarta MK,
1999) sebesar 27%, dan secondary infection (penularan antar rumpun) dapat
ditekan sebesar 84%. Penelitian lapang di Cianjur pada MK 2011, diketahui
bahwa aplikasi sebanyak 4 kali, yaitu perendaman benih, penyemprotan umur 28
hari setelah tanam, 42 dan 56 hari setelah tanam dinilai merupakan waktu yang
tepat untuk pengendalian penyakit HDB. Dari 4 kali aplikasi Corynebacterium
didapatkan hasil penyebaran penyakit paling rendah berkisar 0 – 10% dibanding
tanpa perlakuan Corynebacterium, dimana penyebaran penyakit dapat mencapai
100%. Penelitian selanjutnya, 4 kali penyemprotan Corynebacterium yaitu di
persemaian, umur 14, 28 dan 42 hari setelah tanam menghasilkan penekanan
terhadap HDB yang serupa. Penelitian lainnya tentang pemanfaatan
Corynebacterium, penyemprotan Corynebacterium dilokasi Bojong Picung,
Cianjur (MH 2002) menunjukkan penekanan kehilangan hasil yang signifikan.
25
26
Variasi Pemberian Pupuk..., Mustika Krisnasari, FKIP UMP, 2015