BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/1852/3/BAB II.pdf12 BAB...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori …eprints.mercubuana-yogya.ac.id/1852/3/BAB II.pdf12 BAB...
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theori)
Hubungan agensi muncul ketika satu orang atau lebih (principal)
mempekerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa dan kemudian
mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agent tersebut.
Hubungan keagenan ini merupakan hubungan antara dua pihak dimana salah satu
pihak menjadi agent dan pihak yang lain bertindak sebagai principal (Hendriksen
dan Van Breda, 2000).
Teori agen ini dikembangkan oleh Michael Johnson, yang memandang
bahwa manjemen perusahaan (agents) akan bertindak dengan penuh kesadaran
bagi kepentingannya sendiri, bukan sebagai pihak yang bijaksana serta adil
terhadap pemegang saham. Teori keagenan merupakan hal dasar yang digunakan
untuk memahami konsep Corporate Governance. Teori agen dipandang lebih luas
karena teori ini dianggap lebih mencerminkan kenyataan yang ada. Berbagai
pemikiran mengenai Corporate Governance berkembang dengan bertumpu pada
teori agen dimana pengelolaan perusahaan harus diawasi dan dikendalikan untuk
memastikan bahwa pengelolaan dilakukan dengan penuh kepatuhan kepada
berbagai peraturan dan ketentuan yang berlaku (Wolfensohn, 1999).
13
Teori keagenan ini muncul ketika terjadi sebuah kontrak antara manajer
(agent) dengan pemilik (principal). Seorang manajer (agent) akan lebih
mengetahui mengenai keadaan perusahaannya dibandingkan dengan pemilik
(principal). Manajer (agent) berkewajiban untuk memberikan informasi kepada
pemilik (principal). Akan tetapi informasi yang disampaikan terkadang tidak
sesuai dengan keadaan yang sebenarnya di perusahaan. Konflik kepentingan antar
manajer (agent) dengan pemilik (principal) akan menimbulkan adanya biaya
keagenan (agencycost).
Biaya keagenan atau agency cost ini mencakup biaya untuk pengawasan
oleh pemegang saham, biaya yang dikeluarkan oleh manajemen untuk
menghasilkan laporan yang transparan, termasuk biaya audit yang independen dan
pengendalian internal, serta biaya yang disebabkan karena menurunnya nilai
kepemilikan pemegang saham sebagai bentuk “bonding expenditures” yang
diberikan kepada manajemen dalam bentuk opsi dan berbagai manfaat untuk
tujuan menyelaraskan kepentingan manajemen dengan pemegang saham. Selain
agency cost, konflik yang terjadi antara manajer (agent) dengan pemilik
(principal) juga dapat memberikan kesempatan kepada manajer untuk melakukan
tindakan manajemen laba.
Teori keagenan dilandasi oleh beberapa asumsi (Eisenhardt, 1989 dalam
Emirzon, 2007). Asumsi-asumsi tersebut dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu
asumsi tentang sifat manusia, asumsi keorganisasian dan asumsi informasi.
Asumsi sifat manusia menekankan bahwa manusia memiliki sifat mementingkan
diri sendiri (self-interest), manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi
14
masa mendatang (bounded rationality), dan manusia selalu menghindari resiko
(risk averse). Asumsi keorganisasian adalah adanya konflik antar anggota
organisasi, efisiensi sebagai kriteria efektivitas dan adanya asimetri informasi
antara principal dan agent.
Asumsi informasi merupakan asumsi yang menyatakan bahwa informasi
adalah komoditas yang dapat dibeli. Pihak manajemen atau manajer, merupakan
kunci dari segala sumber informasi yang beredar di lingkungan perusahaan.
Manajer sebagai pengelola perusahaan lebih banyak mengetahui informasi
internal dan prospek perusahaan daripada principal. Dengan informasi yang
dimilikinya tersebut, manajer harus dapat mengoptimalkan keuntungan
perusahaan, yang nantinya akan dilaporkan kepada pemilik. Para agent
berkepentingan untuk mendapatkan imbalan yang sesuai untuk kinerjanya dalam
mengoperasionalkan perusahaan.
Permasalahan yang timbul akibat adanya perbedaan kepentingan antara
principal dan agent disebut dengan agency problems. Salah satu penyebab agency
problems adalah adanya asymmetric information. Asymmetric Information adalah
ketidak seimbangan informasi yang dimiliki oleh principal dan agent, ketika
principal tidak memiliki informasi yang cukup tentang kinerja agent sebaliknya,
agent memiliki lebih banyak informasi mengenai kapasitas diri, lingkungan kerja
dan perusahaan secara keseluruhan (Widyaningdyah, 2001).
Tujuan utama dengan adanya teori agency tersebut adalah untuk
menjelaskan bagaimana pihak-pihak yang melakukan hubungan kontrak dapat
15
mendesain kontrak yang tujuannya untuk meminimalisir cost sebagai dampak
adanya informasi yang tidak simetris dan kondisi yang mengalami ketidakpastian.
Teori agen juga berusaha untuk menjawab masalah keagenan yang disebabkan
karena pihak-pihak yang menjalin kerja sama dalam suatu perusahaan mempunyai
tujuan yang berbeda, dalam menjalankan tanggung jawabnya dalam mengelola
suatu perusahaan.
2.1.2 Corporate Governance
2.1.2.1 Pengertian Corporate Governance
Penerapan Good Corporate Governance (GCG) yang baik tidak hanya
menghasilkan informasi yang lebih transparan bagi investor dan kreditur juga
mengurangi asimetri informasi, dan juga membantu perusahaan untuk
meningkatkan kegiatan operasional perusahaannya.
Good Corporate Governance secara umum mengacu kepada mekanisme
yang mempengaruhi keputusan yang diambil oleh manajer saat terdapat perbedaan
antara agent dan principal. Beberapa definisi Good Corporate Governance
lainnya antara lain adalah :
1. “A set of rules that define the relationship between stakeholders, managers,
creditors, the government, employees and other internal and external
stakeholder in respect to their rights and responsibilities.” (Cadbury
Committees, diacu dalam FCGI 2001).
2. Struktur dan proses yang digunakan oleh pelaku bisnis untuk meningkatkan
keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai
16
pemegang saham dalam jangka panjang dengan memperhatikan kepentingan
stakeholders lainnya, berdasarkan peraturan perundang-undangan dan nilai
etika (Keputusan Menteri BUMN nomor keputusan 117/M-MBU/2002).
Terdapat banyak definisi tentang Corporate Governance (tata kelola
perusahaan). Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI), Corporate
Governance didefinisikan sebagai seperangkat peraturan yang mengatur
hubungan antara pemegang saham, pengelola saham, kreditor, pemerintah,
karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang
berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka untuk menggatur dan
mengendalikan perusahaan.
Organization for EconomicCooperation and Development (2004) dan
Forum for Corporate Governance in Indonesia (2001) mendefenisikan Corporate
Governance sebagai seperangkat peraturan yang menetapkan hubungan antara
pemegang saham, pengurus pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para
pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya sehubungan dengan hak-hak
dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain sistem yang mengarahkan dan
mengendalikan perusahaan
Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) (2004) mendefenisikan
Corporate Governance sebagai suatu proses dan struktur yang digunakan oleh
organ perusahaan guna memberikan nilai tambah pada perusahaan secara
berkesinambungan dalan jangka panjang bagi pemegang saham, dengan tetap
17
memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya, berlandaskan peraturan
perundang-undangan dan norma yang berlaku.
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Corporate Governance
merupakan:
1. Suatu struktur yang mengatur pola hubungan harmonis tentang peran dewan
komisaris,direksi, pemegang saham, dan para stakeholder lainnya.
2. Suatu system pengecekan dan perimbangan kewenangan atas pengendalian
perusahaan yang dapat membatasi munculnya dua peluang: pengelolaan yang
salah dan penyalahgunaan asset perusahaan.
3. Suatu proses yang transparan atas penentuan tujuan perusahaan, pencapaian,
dan juga pengukuran kinerjanya.
Dari definisi tentang Corporate Governance diatas, maka dapat diketahui adanya
aspek-aspek penting dari Corporate Governance yang perlu dipahami oleh
perusahaan agar dapat bersaing dalam dunia bisnis adalah:
1. Adanya keseimbangan hubungan antara organ-organ perusahaan diantaranya
yaitu Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Komisaris, dan Direksi.
2. Adanya pemenuhan tanggung jawab perusahaan sebagai entitas bisnis dalam
masyarakat kepada seluruh stakeholder.
3. Adanya hak-hak pemegang saham untuk mendapat informasi yang tepat dan
benar pada waktu yang diperlukan mengenai perusahaan.
18
4. Adanya perlakuan yang sama terhadap para pemegang saham, terutama
pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing melalui keterbukaan
informasi yang materiil dan relevan.
2.1.2.2 Prinsip-prinsip Corporate Governance
Secara umum, penerapan Corporate Governance secara konkret, memiliki
tujuan terhadap perusahaan sebagai berikut:
1. Memudahkan akses terhadap investasi domestic maupun asing.
2. Mendapatkan cost of capital yang lebih murah.
3. Memberikan kepuasan yang lebih baik dalam meningkatkan kinerja ekonomi
perusahaan.
4. Meningkatkan keyakinan dan kepercayaan diri stakeholder terhadap
perusahaan.
5. Melindungi direksi dan komisaris dari tuntutan hukum.
Prinsip-prinsip Good Corporate Governance ini diharapkan dapat menjadi
titik rujukan bagi para pemerintah dalam membangun framework bagi penerapan
Good Corporate Governance. Bagi para pelaku usaha dan pasar modal, prinsip-
prinsip ini dapat menjadi pedoman untuk peningkatan nilai dan kelangsungan
hidup perusahaan.
Secara umum terdapat lima prinsip dasar dari Good Corporate
Governance yaitu:
1. Transparency (keterbukaan informasi)
19
Keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan
keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai
perusahaan.
2. Accountability (akuntabilitas)
Kejelasan fungsi, struktur, sistem, dan pertanggungjawaban organ perusahaan
sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif.
3. Responsibility (pertanggungjawaban)
Kesesuaian (kepatuhan) di dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip
korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku.
4. Independency (kemandirian)
Suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan
kepentingan dan pengaruh atau tekanan dari pihak manajemen yang tidak
sesuai dengan peraturan dan perundanganundangan yang berlaku dan prinsip-
prinsip korporasi yang sehat.
5. Fairness (kesetaraan dan kewajaran)
Perlakuan yang adil dan setara didalam memenuhi hak-hak stakeholder yang
timbul berdasarkan perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku.
Prinsip-prinsip transparansi, keadilan, akuntabilitas, responsibilitas dan
independen Corporate Governance dalam mengurus perusahaan, sebaiknya
diimbangi dengan GoodFaith (bertindak atas iktikad baik) dan kode etik
perusahaan serta pedoman Corporate Governance, agar visi dan misi perusahaan
dapat terwujud.
20
2.1.2.3 Struktur Corporate Governance
Struktur sangat penting dalam tatakelola perusahaan. Struktur
didefinisikan sebagai satu cara bagaimana aktivitas dalam organisasi dibagi,
diorganisir, dan dikoordanasi (Arifin, 2005). Struktur merupakan suatu bentuk
kerangka dasar untuk mengimplementasikan prinsip-prinsip yang ada agar dapat
digunakan, bekerja dan melaksanakan suatu fungsi. Struktur Corporate
Governance merupakan bentuk penggambaran hubungan berbagai kepentingan,
baik internal maupun eksternal perusahaan. Gambaran dari struktur Corporate
Governance berguna dalam menentukan arahan strategis, kinerja sistematis dan
pengawasan kinerja perusahaan.
21
Gambar 2.1
Struktur Corporate Governance
Sumber : Gray dan Radebaugh (2009)
Dari gambar diatas dapat diketahui bahwa struktur Corporate Governance
terbentuk dari dua mekanisme berbeda yang membentuknya. Mekanisme ini
merupakan suatu aturan main, prosedur dan hubungan yang jelas antara pihak
yang mengambil keputusan dengan pihak yang melakukan kontrol terhadap
keputuan tersebut. Kedua mekanisme tersebut yaitu:
Equity Markets : Analysts and
other market agents evaluate
the performance of the firm on
daily basis.
Management : Chief Executive
Officer (CFO) and his teem run
the company
Board of Directors : Chairman
of the Board and members are
accountable for the
organizations.
Debt Markets : Rating agencies
and other analysts review the
ability of the firm to service
debt
Auditors and Legal Advisers :
Provide an external opinion as
to legality and fairness of
presentation and conformity to
standards of financial
statements.
Regulators : SEC, NYSE, or
other regulatory hodies by
country
22
1. Struktur mekanisme pengendalian internal perusahaan. Pihak- pihak yang
terlibat dalam mekanisme internal ini adalah agent dan principal yang terdiri
komposisi board of directors dan executive manajer di dalam perusahaan.
Board of directors atau dewan direksi memiliki kewenangan untuk
mempekerjakan, memberhentikan, mengawasi dan memberikan kompensasi
kepada top-level decision managers atau para manajer puncak. Sementara
manajemen adalah pihak eksekutif yang melaksanakan seluruh kegiatan
operasional perusahaan (manajer). Mekanisme pengendalian internal ini
dilakukan dengan membuat seperangkat aturan yang mengatur tentang
mekanisme bagi hasil, baik yang berupa keuntungan, return maupun resiko
yang disetujui oleh principal dan agent. Salah satu pilihan mekanisme
pengendalian internal misalnya adalah pemberian kontrak insentif jangka
panjang (Arifin dan Chariri, 2011). Kontrak jangka panjang ini dilakukan
dengan memberikan insentif pada manajer apabila kinerja perusahaan
meningkat. Dengan demikian, terjadi hubungan yang mutual antara principal
dan manajer. Manajer akan termotivasi untuk meningkatkan kinerja
perusahaan yang akan membuat modal principal berkembang, karena disisi
lain hal tersebut juga akan meningkatkan kekayaan manajer sendiri.
2. Struktur mekanisme pengendalian eksternal. Struktur mekanisme
pengendalian external terdiri dari stakeholder yang berkepentingan dan
berhubungan dengan perusahaan antara lain Pasar Modal, Pasar Uang,
Auditor, Paralegal dan regulator. Struktur mekanisme pengendalian eksternal
merupakan mekanisme pengendalian yang dibentuk pihak dari luar
23
perusahaan. Mekanisme ini disebut juga dengan mekanisme pengendalian
pasar karena mekanisme ini terbentuk oleh hubungan perusahaan dengan
pasar, sehingga pengendalian perusahaan dilakukan oleh pasar sendiri.
Gambar 2.2
The Anglo-American system atau Single-board system
Sumber : Anyta (2011)
Model Continental Europe, struktur Corporate Governance terdiri dari
RUPS, Dewan komisaris, Dewan Direktur, dan Manajer Eksekutif (manajemen).
Struktur dari Continental Europe ini disebut Two-board system atau dual-board
system, yaitu struktur CG yang dengan tegas memisahkan keanggotaan dewan
direksi dan Dewan komisaris. Dalam struktur ini, keanggotaan board of
commissioners (dewan komisaris) sebagai dewan pengawas, dan board of
directors (dewan direksi) atau manajemen sebagai eksekutif perusahaan sebagai
Rapat Umum Pemegang
Saham
Board of Directors/Dewan Direksi
Executive Directors Non- Executive
Directors
Manajemen
(CEO)
24
eksekutif perusahaan. Model Continental Europe merupakan model yang
digunakan di Jepang, Jerman, Prancis, Denmark dan Belanda.
Gambar 2.3
Continental Europe System atau Dual-board system
Sumber : Tjager dkk (2003) dan Syakhroza (2005) dalam Arifin (2005)
KNKG (2006) menyatakan bahwa kepengurusan perseroan terbatas di
Indonesia menganut two-board system dimana Dewan komisaris dan Direksi yang
mempunyai wewenang dan tanggung jawab yang jelas sesuai dengan fungsinya
masing-masing sebagaimana diamanahkan dalam anggaran dasar dan peraturan
perundang-undangan (fiduciaryresponsibility). Namun, penerapan model two
board system dalam struktur governance di Indonesia berbeda dengan model
Continental Europe, di mana wewenang pengangkatan dan pemberhentian Direksi
berada di tangan RUPS. Sehingga dalam model two-board system di Indonesia
kedudukan Direksi sejajar dengan kedudukan Dewan komisaris. Ketentuan lebih
Rapat Umum
Pemegang Saham
Dewan Komisaris
Manajemen
Dewan Direksi
25
lanjut mengenai organ perseroan di Indonesia diatur dalam Undang-undang No.40
Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.
Gambar 2.4
Dual-board sistem yang berlaku di Indonesia
Supervisi
Sumber : FCGI (2002)
2.1.2.4 Mekanisme Corporate Governance
Mekanisme adalah suatu aturan, prosedur dan cara kerja yang harus
ditempuh untuk mencapai kondisi tertentu. Mekanisme Corporate Governance
merupakan suatu mekanisme berdasarkan pada aturan main, prosedur dan
hubungan yang jelas antara pihak-pihak yang ada dalam suatu perusahaan untuk
menjalankan peran dan tugasnya. Mekanisme Corporate Governance, terdiri dari
tiga elemen penting, yaitu struktur, sistem dan proses yang digunakan oleh
Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS)
Dewan Komisaris
Dewan Direksi
26
organorgan dalam suatu perusahaan untuk mengarahkan dan mengendalikan
operasional perusahaan agar berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan.
Struktur memiliki peran yang sangat fundamental dalam implementasi
mekanisme Corporate Governance. Struktur merupakan kerangka dasar tempat
diletakkannya sistem dalam penyusunan mekanisme Corporate Governance
perusahaan. Struktur Corporate Governance berperan sebagai kerangka dasar
manajemen perusahaan yang menjadi dasar pendistribusian hak-hak dan tanggung
jawab diantara organ-organ perusahaan (dewan komisaris, direksi, dan RUPS /
pemegang saham). Dan stakeholder lainnya, serta aturan-aturan maupun prosedur
pengambilan keputusan dalam hubungan perusahaan.
2.1.2.5 Manfaat dan Tujuan Corporate Governance
Esensi Corporate Governance adalah peningkatan kinerja perusahaan
melalui supervisi atau pemantauan kinerja manajemen dan adanya akuntabilitas
manajemen terhadap share holder dan pemakai kepentingan lainnya, berdasarkan
kerangka aturan dan peraturan yang berlaku (Tri Gunarsih, 2003). Disamping hal
tersebut Corporate Governance juga mempunyai manfaat, yaitu sebagai berikut:
1. Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan
keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi operasional perusahaan
dengan lebih baik, serta lebih meningkatkan pelayanan kepada stakeholders.
2. Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah sehingga
dapat lebih meningkatkan Corparate Value.
27
3. Mengurangi agency cost, yaitu biaya yang harus ditanggung pemegang saham
sebagai akibat pendelegasian wewenang kepada pihak manajemen.
4. Meningkatkan nilai saham perusahaan sehingga dapat meningkatkan citra
perusahaan kepada public lebih luas dalam jangka panjang.
5. Mengembalikan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di
Indonesia.
Sedangkan tujuan Corporate Governance adalah sebagai berikut :
1. Melindungi hak dan kepentingan pemegang saham.
2. Melindungi hak dan kepentingan para anggota stakeholder non pemegang
saham.
3. Meningkatkan nilai perusahaan dan para pemegang saham.
4. Meningkatkan effisiensi dan efektifitas kerja dewan pengurus atau Board of
Directors dan manajemen perusahaan.
5. Meningkatkan mutu hubungan Board of Directors denagn manajemen senior
perusahaan.
2.1.3 Pihak Internal
2.1.3.1 Dewan Komisaris
Komponen Dewan Komisaris yang terdapat di dalam organisasi suatu
perusahaan memiliki tugas yaitu untuk mengawasi dan menasehati kinerja Dewan
Direksi dalam menjalankan sebuah perusahaan. Dewan komisaris berfungsi
sebagai wakil pemegang saham yang ditugaskan melakukan pengawasan dan
memberikan nasihat kepada direksi untuk menjalankan tata kelola perusahaan
28
yang baik (Good Corporate Governance). Dewan komisaris memegang peranan
penting dalam corporate governance, karena hukum perseroan memusatkan
urusan dan tanggung jawab legal perusahaan kepada dewan komisaris. System
dual board (two-tier) merupakan sistem yang digunakan perusahaan-perusahaan
di Indonesia dalam struktur organisasi internal perusahaannya, yang satu dikenal
sebagai dewan komisaris, sedangkan satu yang lain dikenal sebagai dewan direksi.
Dewan komisaris sebagai organ perusahaan bertugas dan
bertanggungjawab untuk melakukan pengawasan dan memberi nasihat kepada
dewan direksi serta memastikan bahwa perusahaan melaksanakan Good
Corporate Governance (KNKG, 2006). Dewan komisaris merupakan salah satu
fungsi kontrol yang terdapat dalam suatu perusahaan. Fungsi kontrol yang
dilakukan oleh Dewan komisaris merupakan salah satu bentuk praktis dari teori
agensi. Di dalam suatu perusahaan, Dewan komisaris mewakili mekanisme
internal utama untuk melaksanakan fungsi pengawasan dari principal dan
mengontrol perilaku oportunis manajemen. Dewan komisaris menjebatani
kepentingan principal dan manajer di dalam perusahaan.
Menurut Sembiring (2003) semakin besar jumlah anggota Dewan
komisaris, semakin mudah untuk mengendalikan Chief Executives Officer (CEO)
dan semakin efektif dalam memonitor aktivitas manajemen. KNKG (2006)
mendefinisikan Dewan komisaris sebagai mekanisme penggendalian internal
tertinggi yang bertanggung jawab secara kolektif untuk melakukan pengawasan
dan memberi masukan kepada direksi serta memastikan bahwa perusahaan
melaksanakan GCG. Secara umum dewan komisaris merupakan wakil pemilik
29
kepentingan (shareholder) dalam perusahaan berbentuk perseroan terbatas yang
memiliki fungsi mengawasi pengelolaan perusahaan yang dilakukan manajemen
(direksi), dan bertanggung jawab untuk menilai apakah manajemen memenuhi
tanggung jawab mereka dalam mengelola dan mengembangkan perusahaan, serta
menyelenggarakan pengendalian intern perusahaan (Hardikasari, 2011).
KNKG (2006) membedakan dewan komisaris menjadi dua kategori. Yang
pertama, Dewan komisaris independen merupakan komisaris yang tidak berasal
dari pihak terafiliasi dengan pihak perusahaan. Sedangkan yang kedua yaitu,
komisaris non-independen merupakan komisaris yang memiliki hubungan afiliasi
dengan perusahaan. Yang dimaksud dengan terafiliasi adalah pihak yang
mempunyai hubungan bisnis dan hubungan kekeluargaan dengan
controllingshareholders, anggota direksi dan Dewan komisaris lain, serta dengan
perusahaan itu sendiri.
2.1.3.2 Dewan Direksi
Dewan direksi bertanggung jawab penuh atas segala bentuk operasional
dan kepengurusan perusahaan dalam rangka melaksanakan kepentingan-
kepentingan dalam pencapaian tujuan perusahaan. Dewan direksi juga
bertanggung jawab terhadap urusan perusahaan dengan pihak-pihak eksternal
seperti pemasok, konsumen, regulator dan pihak legal. Dengan peran yang begitu
besar dalam pengelolaan perusahaan ini, direksi pada dasarnya memiliki hak
pengendalian yang signifikan dalam pengelolaan sumber daya perusahaan dan
dana dari investor. Dewan direksi merupakan pihak dalam suatu entitas
30
perusahaan yang bertugas melakukan melaksanakan operasi dan kepengurusan
perusahaan. Anggota dewan direksi diangkat oleh RUPS.
Fungsi, wewenang, dan tanggung jawab direksi secara tersurat diatur
dalam UU No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas:
1. Memimpin perusahaan dengan menerbitkan kebijakan-kebijakan perusahaan.
2. Memilih, menetapkan, mengawasi tugas dari karyawan dan kepala bagian
(manajer).
3. Menyetujui anggaran tahunan perusahaan.
4. Menyampaikan laporan kepada pemegang saham atas kinerja perusahaan.
2.1.3.3 Komite Audit
Berdasarkan Keputusan Direksi BEJ No. Kep-315/BEJ/06/2000
menyatakan bahwa komite audit adalah komite yang dibentuk oleh Dewan
Komisaris perusahaan, yang anggotanya diangkat dan diberhentikan oleh Dewan
Komisaris, yang bertugas untuk membantu melakukan pemeriksaan dan penelitian
yang dianggap perlu terhadap pelaksanaan fungsi direksi dalam pengelolaan
perusahaan. Sesuai dengan ketentuan yang ada di Indonesia, komisaris merupakan
ketua komite audit. Komite audit merupakan perpanjangan tangan dari dewan
komisaris dalam melakukan kontrol dan monitoring terhadap dewan direksi
(Manuputty, 2012). Dalam surat edaran Bapepam tahun 2003 mengatakan bahwa
tujuan komite audit adalah membantu dewan komisaris untuk meningkatkan
kualitas laporan keuangan, menciptakan iklim yang disiplin dan pengendalian
yang dapat mengurangi kesempatan terjadinya penyimpangan dalam pengelolaan
31
perusahaan, meningkatkan efektivitas fungsi audit internal maupun eksternal
audit, dan mengidentifikasi hal-hal yang memerlukan perhatian dewan komisaris.
2.1.4 Kinerja Perusahaan
2.1.4.1 Pengertian Kinerja Perusahaan
Kinerja Perusahaan adalah penentuan ukuran-ukuran tertentu yang dapat
mengukur keberhasilan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba (Dini
Nur’aeni, 2010). Kinerja juga merupakan hal penting yang harus dicapai oleh
setiap perusahaan dimanapun, karena kinerja merupakan cerminan dari
kemampuan perusahaan dalam mengalokasikan sumber dayanya.
Kinerja merupakan gambaran dari tingkat pencapaian hasil atas
pelaksanaan suatu kegiatan operasional. Penilaian kinerja disini adalah suatu
metode dan proses penilaian pelaksanaan tugas (performance) seseorang atau
sekelompok orang atau unit-unit kerja dalam satu perusahaan atau organisasi
sesuai dengan standar kinerja atau tujuan yang ditetapkan. Kinerja perusahaan
secara umum biasanya akan direpresentasikan dalam laporan keuangan. Laporan
keuangan tersebut bermanfaat untuk membantu investor, kreditor, calon investor
dan para pengguna lainya dalam rangka membuat keputusan investasi, keputusan
kredit, analisis saham serta menentukan prospek suatu perusahaan dimasa yang
akan datang.
Karena penilaian kinerja perusahaan didasarkan pada laporan keuangan,
maka untuk melakukan penilaian kinerja ini menggunakan rasio-rasio keuangan.
Rasio-rasio inilah yang nantinya akan memberikan indikasi bagi manajemen
32
mengenai penilaian investor terhadap kinerja perusahaan dan prospeknya dimasa
yang akan datang. Rasio yang umum digunakan untuk melakukan penilaian
kinerja keuangan antara lain adalah Tobin’s Q dan CFROA.
Menurut Darmawati (2005) rasio Tobin’s Q dapat menjelaskan berbagai
fenomena dalam kegiatan perusahaan, seperti hubungan antara kepemilikan
manajemen dan nilai perusahaan, hubungan antara kinerja manajemen dengan
keuntungan, akuisisi, dan kebijakan pendanaan,serta dividen, dan kompensasi.
Cash Flow Return On Asset (CFROA) merupakan ratio keuangan lain
yang digunakan dalam pengukuran kinerja perusahaan. CFROA menunjukkan
kemampuan aktiva perusahaan untuk menghasilkan laba operasi. CFROA lebih
memfokuskan pada pengukuran kinerja peusahaan saat ini dan CFROA tidak
terikat dengan saham (Cornettt et al dalam Sekaredi, 2011).
2.1.5 ROA (Return On Asset)
Menurut Hanafi dan Halim (2003:27), Return on Assets (ROA) merupakan
rasio keuangan perusahaan yang berhubungan dengan profitabilitas mengukur
kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan atau laba pada tingkat
pendapatan, aset dan modal saham tertentu. Dengan mengetahui ROA, kita dapat
menilai apakah perusahaan telah efisien dalam menggunakan aktivanya dalam
kegiatan operasi untuk menghasilkan keuntungan.
Laba bersih (net income) merupakan ukuran pokok keseluruhan
keberhasilan perusahaan. Laba dapat mempengaruhi kemampuan perusahaan
untuk mendapat pinjaman dan pendanaan ekuitas, posisi likuiditas perusahaan dan
33
kemampuan perusahaan untuk berubah. Jumlah keuntungan (laba) yang diperoleh
secara teratur serta kecenderungan atau trend keuntungan yang meningkat
merupakan suatu faktor yang sangat penting yang perlu mendapat perhatian
penganalisa di dalam menilai profitabilitas suatu perusahaan. Munawir (2001:57)
menjelaskan bahwa profitabilitas atau rentabilitas digunakan untuk mengukur
efisiensi penggunaan modal dalam suatu perusahaan dengan memperbandingkan
antara laba dengan modal yang digunakan dalam operasi, oleh karena itu
keuntungan yang besar tidak menjamin atau bukan merupakan ukuran bahwa
perusahaan itu rentable. Bagi manajemen atau pihak-pihak yang lain, rentabilitas
yang tinggi lebih penting daripada keuntungan yang besar.
Menurut Mardiyanto (2009: 196) ROA adalah rasio yang digunakan untuk
mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba yang berasal dari
aktivitas investasi. Menurut Dendawijaya (2003: 120) rasio ini digunakan untuk
mengukur kemampuan manajemen dalam memperoleh keuntungan (laba) secara
keseluruhan. Semakin besar ROA, semakin besar pula tingkat keuntungan yang
dicapai oleh perusahaan tersebut dan semakin baik pula posisi perusahaan tersebut
dari segi penggunaan asset.
2.1.6 Tobin’s Q
Tobin’s q adalah indikator untuk mengukur kinerja perusahaan, khususnya
tentang nilai perusahaan, yang menunjukkan suatu proforma manajemen dalam
mengelola aktiva perusahaan. Nilai Tobin’s q menggambarkan suatu kondisi
peluang investasi yang dimiliki perusahaan (Lang, et al 1989) atau potensi
pertumbuhan perusahaan (Tobin & Brainard, 1968; Tobin, 1969). Nilai Tobin’q
34
dihasilkan dari penjumlahan nilai pasar saham (market value of all outstanding
stock) dan nilai pasar hutang (market value of all debt) dibandingkan dengan nilai
seluruh modal yang ditempatkan dalam aktiva produksi (replacement value of all
production capacity), maka Tobin’s q dapat digunakan untuk mengukur kinerja
perusahaan, yaitu dari sisi potensi nilai pasar suatu perusahaan.
2.2 Penelitian Terdahulu
Good Corporate Governance sebelumnya sudah banyak yang meneliti,
khususnya khususnya peneitian yang berkaitan dengan penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Che Hat et al. (2008) yang merumuskan tentang hubungan antara penerapan
Good Corporate Governance terhadap kinerja perusahaan. Dalam
penelitiannya tersebut, Che hat et al. (2008) menggunakan variabeltimelines
(ketepatwaktuan) dan disclosure (pengungkapan) sebagai variabel intervening.
Hasil penelitian ini menunjukkan tidak adanya hubungan yang signifikan
antara penerapan Good Corporate Governance dengan timelines dan
disclosure. Selain itu, penelitian ini menemukan pula bahwa timelines dan
disclosure tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan. Namun
demikian, penelitian tersebut menemukan bahwa penerapan Good Corporate
Governance memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja perusahaan.
2. Fery Ferial (2016) meneliti hubungan antara Good Corporate Governance
dengan kinerja keuangan dan efeknya terhadap nilai perusahaan. Penelitian ini
dilakukan pada Badan Usaha Milik Negara yang terdaftar di Bursa Efek
35
Indonesia (BEI) periode 2012-2014. Jenis penelitian ini adalah penelitian
penjelasan dengan pendekatan kuantitatif. Teknik sampel adalah purposive
sampling. Metode yang digunakan dalam menganalisis data dalam penelitian
ini menggunakan Partial Least Square (PLS). Hasil analisis statistik
deskriptif, variabel kinerja keuangan dengan indikator Return On Equity
(ROE) dari tahun 2012 sampai tahun 2014 mengalami penurunan. Tobin’s Q
dan PBV selama tahun 2012 sampai tahun 2014 mengalami fluktuasi dengan
kecenderungan mengalami penurunan pada tahun 2013. Hal ini
mengindikasikan bahwa kenaikan nilai Tobin’s Q dan PBV pada tahun 2014
tidak dapat menutupi penurunan yang terjadi pada Return On Equity
perusahaan. Berdasarkan hasil analisis diperoleh hasil bahwa Good Corporate
Governance berpengaruh negatif signifikan terhadap kinerja keuangan, Good
Corporate Governance berpengaruh positif signifikan terhadap nilai
perusahaan, kinerja keuangan berpengaruh negatif signifikan terhadap nilai
perusahaan.
3. Gita Andriani (2016) juga melakukan penelitian serupa dengan objek
perusahaan-perusahaan perbankan. Variabel yang digunakan adalah Good
Corporate Governance dan ukuran perusahaan sebagai variabel independen
dan kinerja keuangan perusahaan sebagai variabel dependen. Penelitian ini
dilakukan di perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
(BEI) tahun 2010-2014. Data yang digunakan adalah data sekunder yang
diperoleh dari laporan tahunan melalui website BEI. Teknik analisis data yang
digunakan adalah uji t, untuk menguji pengaruh masing-masing variabel
36
independen terhadap variabel dependen secara parsial, serta menggunakan uji
ANOVA untuk menguji pengaruh seluruh variabel independen terhadap
variabel dependen secara simultan. Dari hasil penelitian menunjukan bahwa
Good Corporate Governance dan ukuran perusahaan berpengaruh secara
parsial dan simultan terhadap kinerja perusahaan.
4. Maria Rofina (2013) meneliti pengaruh penerapan Good Corporate
Governance (GCG) terhadap kinerja keuangan perusahaan yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia. Teknik pengambilan sampel yang dipakai dalam
penelitian ini adalah purposive sampling pada perusahaan yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia yang mengikuti survey The Indonesian Institute For
Corporate Governance dan mendapatkan peringkat terbaik pada tahun 2006-
2011. Pengujian hipotesis menggunakan analisis regresi linier sederhana
dengan analisis statistik yang berupa uji statistik t. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa secara parsial penerapan Good Corporate Governance
berpengaruh terhadap net profit margin, penerapan Good Corporate
Governance berpengaruh terhadap return on investment, dan penerapan Good
Corporate Governance berpengaruh terhadap return on equity.
5. Hardikasari (2011) juga melakukan penelitian serupa dengan objek
perusahaan-perusahaan perbankan. Konsep indikator mekanisme Corporate
Governance yang dipakai dalam penelitian ini terdiri dari: ukuran dewan
direksi, ukuran dewan komisaris dan ukuran perusahaan terhadap praktik
manajemen laba yang dilakukan oleh industry perbankan di Indonesia. Sampel
pada penelitian ini adalah seluruh perusahaan perbankan yang terdaftar di
37
Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2006-2008. Penelitian ini menggunakan
metode analisis regresi berganda, pemilihan sampel menggunakan metode
purposivesampling. Hasil penelitian Hardikasari (2011) ini menujukan bahwa
ukuran dewan direksi berpengaruh negatif secara signifikan terhadap kinerja
keuangan, Ukuran dewan komisaris berpengaruh positif secara signifikan
terhadap kinerja perusahaan dan ukuran perusahaan berpengaruh positif tidak
signifikan terhadap kinerja keuangan
Ringkasan penelitian terdahulu dapat diringkas melalu tabel sebagai berikut :
Tabel 2.1
Ringkasan Penelitian Terdahulu
No Nama Peneliti Hasil Penelitian
1 Che Hat et al. (2008) - Hubungan antara penerapan Good
Corporate Governance terhadap kinerja
perusahaan (variabel timelines dan
disclousure)
- Variabel mekanisme internalGood
Corporate Governance memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap kinerja
perusahaan.
2 Fery Ferial (2016) - Hubungan antara Good Corporate
Governance dengan kinerja keuangan dan
efeknya terhadap nilai perusahaan (Partial
38
Least Square (PLS)).
- Variabel Good Corporate Governance
berpengaruh negatif signifikan terhadap
kinerja keuangan
- Good Corporate Governance berpengaruh
positif signifikan terhadap nilai
perusahaan
- Kinerja keuangan berpengaruh negatif
signifikan terhadap nilai perusahaan.
3 Gita andriani (2016) - Variabel yang digunakan adalah Good
Corporate Governance dan ukuran
perusahaan sebagai variabel independen
dan kinerja keuangan perusahaan sebagai
variabel dependen, perusahaan yang
diteliti yaitu perusahaan-perusahaan
perbankan (uji t).
- Variabel Good Corporate Governance
dan ukuran perusahaan berpengaruh
secara parsial dan simultan terhadap
kinerja perusahaan.
4 Maria Rofina (2013) - Pengaruh penerapan Good Corporate
Governance (GCG) terhadap kinerja
keuangan perusahaan yang terdaftar di
39
Bursa Efek Indonesia (uji t).
- Secara parsial penerapan Good Corporate
Governance berpengaruh terhadap net
profit margin, penerapan Good Corporate
Governance berpengaruh terhadap return
on investment, dan penerapan Good
Corporate Governance berpengaruh
terhadap return on equity.
5 Hardikasari (2011) - Mekanisme Corporate Governance yang
dipakai dalam penelitian ini terdiri dari:
ukuran dewan direksi, ukuran dewan
komisaris dan ukuran perusahaan terhadap
praktik manajemen laba yang dilakukan
oleh industry perbankan di Indonesia
- Ukuran dewan direksi dan ukuran dewan
komisaris berpengaruh secara signifikan
terhadap kinerja perusahaan Ukuran
perusahaan tidak signifikan terhadap
kinerja keuangan.
Sumber : Dioleh Sendiri (2017)
2.3 Kerangka Pemikiran
Berdasarkan pada tinjauan pustaka dan beberapa penelitian terdahulu,
maka peneliti mengindikasikan faktor-faktor corporate governance dalam hal ini
40
dapat dilihat dari mekanisme internal, seperti dewan komisaris, dewan direksi,
dan komite audit yang mempengaruhi baik atau tidak nya kinerja keuangan yang
ada dalam suatu perusahaan. Kinerja perusahaan diukur dengan ukuran keuangan
menggunakan ROA dan Tobin’s Q.
41
Berikut adalah kerangka pemikiran penelitian ini :
Gambar 2.5
Model Kerangka Pemikiran
Sumber : Dioleh Sendiri (2017)
𝐻1 Ukuran Dewan
Komisaris
Ukuran Dewan Direksi
Ukuran Komite Audit
ROA
Tobins’s Q
𝐻2
Variabel Independent :
Good Corporate
Governance
Variabel Dependent :
Kinerja Perusahaan
𝐻3
𝐻4
𝐻5
𝐻6
𝐻7
𝐻8
42
Keterangan :
= Pengaruh simultan variabel independen terhadap Kinerja
Perusahaan.
= Pengaruh individual masing-masing variabel independen
terhadap Kinerja Perusahaan.
2.4 Perumusan Hipotesis
Berdasarkan landasan teori dan kerangka pemikiran yang telah dibahas
sebelumnya dalam penelitian ini, maka disusun hipotesis dalam penelitian ini
sebagai berikut :
H1 : Ukuran dewan komisaris berpengaruh signifikansi terhadap kinerja
perusahaan (ROA).
H2 : Ukuran dewan direksi berpengaruh signifikansi terhadap kinerja perusahaan
(ROA).
H3 : Ukuran komite audit berpengaruh signifikansi terhadap kinerja perusahaan
(ROA).
H4 : Ukuran dewan komisaris berpengaruh signifikansi terhadap kinerja
perusahaan (Tobin’s Q).
H5 : Ukuran dewan direksi berpengaruh signifikansi terhadap kinerja perusahaan
(Tobin’s Q).
43
H6 : Ukuran komite audit berpengaruh signifikansi terhadap kinerja perusahaan
(Tobin’s Q).
H7 : Ukuran dewan komisaris, dewan direksi, dan komite audit secara bersama-
sama (simultan) berpengaruh signifikansi terhadap kinerja perusahaan (ROA).
H8 : Ukuran dewan komisaris, dewan direksi, dan komite audit secara bersama-
sama (simultan) berpengaruh signifikansi terhadap kinerja perusahaan (Tobin’s
Q).