BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Motivas 2.1.1 ...eprints.umm.ac.id/45709/3/BAB II.pdf · 2.1.4...
-
Upload
duongtuyen -
Category
Documents
-
view
220 -
download
0
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Motivas 2.1.1 ...eprints.umm.ac.id/45709/3/BAB II.pdf · 2.1.4...
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Motivas
2.1.1 Pengertian Motivasi
Motivasi diartikan sebagai suatu rangsangan, dorongan, atau penggerak terjadinya
suatu tingkah laku. Motivasi adalah sesuatu yang mendorong seseorang bertingkah laku
untuk mencapai tujuan tertentu. Tingkah laku termotivasi oleh adanya kebutuhan.
Kebutuhan tersebut diarahkan pada pencapaian tujuan tertentu. Motivasi merupakan
dorongan yang timbul pada diri individu secara sadar atau tidak sadar untuk melakukan
sesuatu guna memenuhi kebutuhannya. Individu akan menunjukkan suatu perilaku jika
perilaku tersebut dapat memenuhi kebutuhan dana yang memuaskan dirinya. Motivasi tiap
individu mungkin berbeda dan memiliki rentang yang sanagat luas karena kebutuhan
manusia bervariasi (Keliat et al, 2009).
Teori motivasi yang dikembangkan oleh Maslow dalam Saam (2012) menyatakan
bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yaitu 1) Kebutuhan
fisiologis (physiological need), seperti rasa lapar, haus, istirahat dan sex, 2) Kebutuhan rasa
aman (safety needs), tidak dalam arti fisik sementara akan tetapi juga mental, psikologikal
dan intelektual, 3) Kebutuhan akan kasih sayang (love need), 4) Kebutuhan akan harga diri
(estem needs), yang pada umumnya tercermin dalam simbol-simbol status, 5) Aktualisasi diri
(self actualization), dalam inti tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk
mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga berubah menjadi
kemampuan nyata.
8
Menurut Wijaya (2013) proses terjadinya motivasi yaitu suatu kebutuhan dengan
keadaan internal yang mana menimbulkan hasil-hasil tertentu dimana suatu kebutuhan
terpuaskan maka akan menciptakan tegangan yang merangsang dorongan di dalam
individu tersebut. Pemahaman mengenai motivasi tidak mudah, karena motivasi
merupakan sesuatu yang ada dalam diri seseorang yang tidak nampak dari luar, namun
bisa diamati melalui perilaku seseorang. Ada lima karakteristik dalam motivasi yaitu; 1)
Ada suatu tenaga dalam diri manusia, 2) Mampu memacu perilaku manusia atau
organisasi, 3) Lingkungan yang mampu memperbesar dorongan, 4) Adanya dorongan
yang membuat manusia tersebut untuk berprilaku, 5) Mampu untuk mengarahkan untuk
mengarahkan perilaku, dan prilaku yang ditimbulkan selalu terfokus pada tujuan. Sehingga
dorongan individu tersebut dalam bertingkah laku dapat dirasakan apabila individu
tersebut mempunyai kebutuhan dan akhirnya kebutuhan tersebut mampu memacu
individu untuk berprilaku, sedangkan lingkungan disekitar individu dapat memberikan
semangat pada diri individu, yang nantinya bida berakibat untuk memperkuat
intensitasnya dari dorongan tersebut.
2.1.2 Manfaat Motivasi
Manfaat motivasi yang utama adalah menciptakan gairah kerja, sehingga
produktivitas kerja meningkat. Sementara itu manfaat yang diperoleh karena bekerja
dengan orang-orang yang termotivasi adalah pekerjaan dapat diselesaikan dengan tepat.
Artinya pekerjaan diselesaikan sesuai standar yang ditetapkan dan dalam skala waktu yang
sudah ditentukan, serta mereka senang melakukan pekerjaannya. Sesuatu yang dikerjakan
dengan adanya motivasi yang mendorongnya akan membuat seseorang senang
melakukannya. Seseorang akan merasa dihargai atau diakui, hal ini terjadi karena
9
pekerjaannya itu betul-betul berharga bagi mereka yang termotivasi, sehingga orang
tersebut akan bekerja keras. Hal ini dimaklumi karena dorongan yang begitu tinggi
menghasilkan target yang mereka tuju (Arep et al, 2003).
2.1.3 Unsur-Unsur Motivasi
Pada dasarnya motivasi mengandung tiga komponen pokok didalamnya yaitu,
menggerakkan, mengarahkan, dan menopang tingkah laku manusia (Nursalam, 2016).
1. Menggerakkan berarti menimbulkan kekuatan pada individu, memimpin
seseorang untuk bertindak dengan cara tertentu.
2. Motivasi juga mengarahkan atau menyalurkan tingkah laku. Dengan
demikian seseorang menyediakan sesuatu orientasi tujuan. Tingkah laku
seorang individu diarahkan terhadap sesuatu.
Menopang dan menjaga tingkah laku, lingkungan sekitar harus mengutkan
intensitas dan arah dorongan-dorongan dan kekuatan-kekuatan individu.
2.1.4 Faktor-Faktor Pendorong Motivasi
Menurut Saam (2012) meninjau dari pihak yang menggerakkan motivasi
digolongkan menjadi dua golongan, yaitu intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah
motivasi yang sudah berfungsi dengan sendirinya yang berasal dari dalam diri seseorang
tanpa adanya dorongan atau rangsangan dari pihak luar. Sedangkan motivasi ekstrinsik
adalah motivasi yang berfungsi karena adannya dorongan dari pihak lain atau dari luar.
Penelitian Sengkey et al (2015) menjelaskan bahwa ada beberapa faktor-faktor pendorong
motivasi yang terdiri dari motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi intrinsik terdiri dari
faktor umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, lama menjadi kader, minat dan kemampuan,
sedangkan motivasi ekstrinsik meliputi fasilitas, pelatihan, pembinaan, insentif dan
10
dukungan masyarakat yang diberikan kepada kader. Berbeda dengan penelitian Djuhaeni
et.al (2010) memaparkan bahwa terdapat unsur internal dan eksternal dalam faktor
pendorong motivasi. Unsur internal mencakup penghargaan, aktualisasi diri, prestasi dan
tanggung jawab. Unsur eksternal mencakup hubungan sosial, kondisi lingkungan dan
insentif yang diterima. Suhartini (2014) juga mengatakan ada dua faktor intrinsik dan
ekstrinsik. Pada faktor intrinsik membahas mengenai pengalaman, tanggung jawab,
kemajuan dan peningkatan, serta pekerjaan itu sendiri. Sedangakan pada faktor
ekstrinsiknya membahas mengenai penggajian, keamanan kerja, kondisi kerja, status
pekerjaan, kebijakan dan administrasi, kualitas pengendalian teknik, dan kualitas teman
sejawat. Berbeda denga Gopalan et al (2012) yang menyatakan bahwa faktor-faktor
pendorong motivasi lebih kepada faktor individu dan lingkungan. Faktor individu sendiri
membahas mengenai bagaimana tanggung jawab sosial, kepuasan intrinsik, keberhasilan,
motivasi dan juga otonomi sedangkan faktor lingkungan terbagi lagi menjadi dua bagian
yaitu masyarakat dan sistem kesehatan. Pada masyarakat hal-hal yang berkaitan mencakup
partisipasi paengakuan otonomi, dan pendapatan tentang sistem pelayanan sedangkan
pada sistem kesehatan mencakup tanggung jawab, beban kerja, insentif, infrastruktur,
modal kerja, pelatihan, dukungan supervisi, dukungan rekan, otonomi dan pengakuan.
Farhat (2012) juga mengungkapkan bahwa beberapa kader termotivasi karena adanya
dukungan seperti sarana dan prasarana posyandu, PMT, uang transport untuk kegiatan
posyandu, honor dan seragam. Adanya motivasi, insentif dan juga pelatihan mampu
mendorong dalam mencapai kinerja yang baik (Simanjuntak, 2012).
11
Adapun penjelasan secara rinci mengenai motivasi intrinsik dan ekstrinsik dari
berbagai penelitian yaitu terdiri dari:
1. Motivasi Intrinsik
Motivasi yang berasal dari dalam diri manusia, biasanya timbul dari perilaku yang
dapat memenuhi kebutuhan sehingga manusia menjadi puas.
a. Usia
Umumnya usia sangat mempengaruhi kinerja, karena hal tersebut merupakan
suatu ukuran untuk menilai tanggung jawab seseorang dalam melakukan sesuatu
kegiatan ataupun aktivitas. Menurut Depkes RI (2009), kader posyandu
sebaiknya yang berusia antara 25-40 tahun karena usia mempunyai kaitan erat
dengan tingkat kedewasaan seseorang yang berarti kedewasaan teknis dalam arti
keterampilan melakukan tugas maupun kedewasaan psikologis. Kategori usia
terdiri dari dewasa awal (26-35 tahun), dewasa akhir (36-45 tahun), lansia awal
(46-55 tahun), lansia akhir (56-65 tahun) dan manula (>65 tahun). Namun
berbeda dengan menurut Koesoemato Setyonegoro dalam Muhith (2016), usia
dewasa muda (20-25 tahun), dewasa penuh (25-65 tahun) dan lanjut usia (>65
tahun). Namun tetap saja bahwa semakin lanjut usia seseorang diharapkan
semakin matang jiwa dan semakin bijaksana, semakin berfikir secara rasional,
semakin mampu mengontrol emosi, semakin toleran dengan perilaku dan
pandangan yang berbeda dari perilaku sendiri. Hal ini dapat dijelaskan bahwa
saat semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan
lebih matang dalam berfikir dan bekerja Masa dewasa merupakan masa
komitmen, yaitu mulai memikul tanggung jawab, lebih mudah bersosialisasi
12
dibanding usia remaja, sehingga kader dengan usia dewasa diharapkan mampu
menjadi kader yang memiliki jiwa sosial yang tinggi kepada masyarakat, serta
memikul tanggung jawab sebagai penggerak posyandu dan dapat
menyampaikan informasi tentang kesehatan kepada masyarakat. Selain itu usia
dewasa lebih dipercaya masyarakat daripada usia muda. Bertambahnya usia juga
mempengaruhi kemampuan fisik dari seorang individu (Munfarida et al, 2012).
b. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan berhubungan dengan tingkat kemampuan seseorang untuk
memahami dalam menerima informasi kesehatan. Pendidikan tinggi yang
dimiliki seseorang akan memudahkan seseorang memahami suatu informasi.
Sehingga seorang kader dengan pendidikan tinggi diharapkan mampu untuk
meneruskan informasi kesehatan kepada masyarakat. Sebaliknya dengan
pendidikan rendah biasanya kesulitan dalam menterjemahkan informasi yang
didapatkan, baik dari petugas kesehatan maupun dari medis-medis lain. Semakin
tinggi tingkat pendidikan, maka semakin mempermudah penerimaan informasi
yang dapat meningkatkan pengetahuan yang dimiliki seorang kader (Putra &
Yuliatni, 2016).
c. Pekerjaan
Suhat et al (2014) menyatakan bahwa pekerjaan dapat menjadi salah satu kendala
dalam keaktifan kader, karena pekerjaan merupakan salah satu pendapatan
sehingga akan lebih difokuskan daripada kegiatan posyandu. Hal tersebut
disebabkan sebagian besar kader posyandu mempunyai mata pencaharian tidak
tetap sebagai buruh tani, dan pekerjaanya tidak formal. Apabila seseorang kader
13
mempunyai pekerjaan lain maka ia tidak akan mempunyai waktu yang cukup
untuk melaksanakan tugas posyandu. Bagi seorang ibu, pekerjaan memiliki
pengaruh terhadap kehudupan keluarga. Semakin banyak waktu yang digunakan
untuk bekerja. Maka semakin sempit waktu yang dimiliki untuk menjadi kader.
berbeda dengan kader yang tidak memiliki pekerjaan formal, karena dengan
demikian kader yang tidak bekerja akan berusaha semaksimal mungkin untuk
mendapatkan pekerjaan atau penghasilan sehingga kegiatan sosial akan
terabaikan termasuk keaktifan kader dalam kegiatan posyandu.
d. Lama Menjadi Kader
Seseorang dalam bekerja akan lebih baik hasilnya bila memiliki keterampilan
dalam melaksanakan tugas dan keterampilan seseorang dapat terlihat pada
lamanya seseorang bekerja. Masa kerja merupakan rentan waktu kader dalam
menjalankan tugasnya sebagai bagian dari kegiatan posyandu. Seorang kader
dengan masa kerja yang lama dapat mengalami peningkatan pengetahuan
ataupun karena mengikuti pelatihan yang cukup, sehingga diharapkan kader
kesehatan dapat melayani masyarakat dengan baik dan lebih profesional. Kader
yang memiliki masa kerja lebih lama akan memiliki kedekatan yang lebih
mendalam dengan masyarakat, karena sudah lebih banyak dikenal dan memiliki
intraksi dalam waktu yang lebih lama di masyarakat dibandingkan dengan kader
kesehatan yang memiliki masa kerja baru. (Sistiarani et al, 2013).
e. Pegalaman
Pengalaman adalah merujuk kepada kejadian atau perkara yang telah dilalui oleh
seorang individu yang berlangsung sepanjang masa kehidupan manusia.
14
Berhubungan dengan itu, pengalaman masa lampau dikatakan mampu
mempengaruhi pengalaman akan datang seorang individu (Yasim, 2011).
Menurut Darmawan (2013) dalam penelitiannya mengatakan bahwa pengalama
seorang individu atau manusia dipahami sebagai sebuah upaya untuk
memahami diri atau tubuhnya menuju sebuah perwujudan (embodiment).
Perwujudan ini dalam arti salah satunya adalah representasi atas eksistensi
manusia, yang mana masing-masing memiliki pengalaman yang berbeda dan
unik satu sama lain.
f. Tanggung Jawab
Tanggung jawab dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah keadaan dimana
wajib menanggung segala sesuatu, sehingga berkewajiban menanggung segala
sesuatunya dan menanggung akibatnya. Tanggung jawab merupakan salah satu
komponen motivasi internal yang sangat penting, hasil penelitian (Yanuarini &
Triwahyuningsih, 2016) menunjukkan indikator tanggung jawab secara nyata
mampu mengukur motivasi internal. Tanggung jawab adalah ciri manusia
beradab (berbudaya). Manusia merasa tanggung jawab karena ia menyadari
akibat baik atau buruk perbuatanya itu, dan menyadari pula bahwa pihak lain
memerlukan pengabdian atau pengorbanannya. Untuk memperoleh atau
meningkatkan kesadaran bertanggung jawab perlu ditempuh usaha melalui
pendidikan, penyuluhan, keteladanan dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Pada hakikatnya manusia tidak bisa hidup tampa bantuan orang lain sesuai
dengan kedudukannya sebagai makhluk sosial. Demikian tentunya mempunya
tanggung jawab hidup bermasyarakat agar dapat melangsungkan hidupnya.
15
Sehingga wajarlah apabila segala tingkah laku dan perbuatanya harus di
pertanggung jawabkan.
g. Kepuasan intrinsik
Menurut Muslih (2012) dari hasil penelitiannya mengatakan bahwa motivasi
intrinsik berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja. Kepuasan intrinsik
merupakan keadaan emosional para pekerja dalam memandang pekerjaan yang
dilakukan baik sebagai bentuk yang menyenangkan maupun tidak
menyenangkan, dengan kata lain, kepuasan mencerminkan perasaan seseorang
terhadap pekerjaanya. Kader kesehatan jiwa yang memiliki kepuasan intrinsik
diharapkan akan semakin tinggi motivasinya, karena jika seseorang merasa
senang dengan pekerjaannya maka mereka akan senang untuk bekerja hingga
mempermudah untuk mencapai tujuan yang diharapkan dari pekerjaan tersebut.
2. Motivasi Ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik merupakan dorongan yang berasal dari luar individu yang
berpengaruh terhadap kinerja kader, yang terdiri dari:
a. Fasilitas
Untuk memotivasi pekerjaan hendaklah dilakukan dengan menyediakan sarana
dan prasarana yang baik untuk digunakan dalam melaksanakan tugas. Kegiatan
posyandu tidak akan dapat berjalan dengan baik bila tidak didukung oleh adanya
fasilitas yang memadai. Tujuan sarana dan prasarana adalah untuk menunjang
kegiatan pelayanan minimal dan praktek. Pemenuhan sarana dan prasarana
merupakan syarat dasar untuk berfungsinya posyandu dengan baik. Keaktifan
16
seorang kader dalam melakukan kegiatan posyandu di pengaruhi oleh adanya
sarana dan fasilitas posyandu yang memadai (Ekasari, 2008).
b. Pelatihan
Menurut Putra dan Yuliatni (2016) mengatakan bahwa pelatihan bertujuan
untuk memperbaiki dan meningkatkan wawasan kader agar lebih luas utamanya
yang berkaitan dengan tugasnya. Pelatihan ini sebaiknya dilakukan secara rutin
dan mampu menjangkau seluruh kader, sehingga semua kader diharapkan
memiliki pengetahuan yang baik. Dengan seringnya pelatihan yang dilakukan
pada kader, diharapkan dapat memberi ilmu, ide, gagasan, dan wacana baru
terutama dalam bidang kesehatan yang dapat diterapkan pada dirinya dan
disebarkan pada masyarakat di sekelilingnya. Oleh karena itu, pelatihan yang
rutin dapat membantu kader untuk tetap mengaplikasikan pengetahuannya
dalam tindakan, sehingga dalam waktu tertentu dapat meningkatkan kinerja
sebagai kader. Kader yang pernah mengikuti pelatihan sebelumnya cendrung
memiliki keinerja yang lebih baik daripada kader yang tidak pernah mengikuti
pelatihan.
c. Pembinaan
Pembinaan dilakukan dengan tujuan untuk memantapkan dan meningkatkan
pengetahuan, sikap serta keterampilan terhadap kegiatan yang telah berjalan,
juga untuk memberikan motivasi kepada kader agar lebih aktif. Pembinaan
sangat penting untuk kelangsungan kegiatan yang telah dijalankan. Dengan
adanya pembinaan yang dilakukan diharapkan kader berperan aktif dalam
17
kegiatan posyandu. Pembinaan harus dilakukan secara teratur oleh pengelola
posyandu di desa untuk memajukan penyelenggaraan posyandu (Ekasari, 2008).
d. Insentif
Pemberian intensif kepada kader diharapkan mampu meningkatkan
motivasinya untuk mekukan tugas dengan baik. Seorang kader yang memiliki
motivasi dan kemampuan cukup untuk melaksanakan tugasnya dalam
posyandu, akan menghasilkan kinerja yang baik. Pemberian intensif,
penghargaan, dan kompensasi dapat dijadikan sebagai suatu perangsang agar
kader terus tekun dalam menjalankan tugasnya, sehingga dapat meningkatkan
motivasi kinerja yang baik dan pemberian insentif harus tepat sasaran, sehingga
tujuan yang diinginkan dapat tercapai (Wirapuspita, 2013).
e. Penghargaan
Pemberian penghargaan merupakan suatu bentuk pendukung dalam
pencapaian tujuan dan memenuhi kebutuhan. Penghargaan diartikan sebagai
suatu stimulus terhadap perbaikan kinerja kader dalam menjalankan tugasnya.
Motivasi seseorang akan timbul apabila mereka diberi kesempatan untuk
mencoba dan mendapatkan umpan balik dari hasil yang diberikan. Oleh karena
itu, penghargaan sangat diperlukan agar seorang kader merasa dihargai dan
diperhatikan. Salah satu bentuk penghargaan bisa berupa pujian atas apa yang
sudah dilakukan, dan adanya pemberian piagam penghargaan yang bertujuan
untuk meningkatkan motivasi kader dalam kegiatan posyandu (Suhat &
Hasanah, 2014).
18
f. Dukungan Sosial
Menurut Farhat (2012) bahwa kader yang mendapat dukungan baik terhadap
pelaksanaan posyandu dari tokoh-tokoh masyarakat dan dari kader itu sendiri
akan meningkatkan motivasi. Kader sebagai strategi atau pendorong untuk
mendapatkan dukungan sosial memalui tokoh-tokoh masyarakat (toma), baik
tokoh masyarakat formal maupun informal. Tujuannya agar para tokoh
masyarakat menjadi jembatan antara sektor kesehatan sebagai pelaksana
program kesehatan dengan masyarakat penerima program kesehatan. Dengan
adanya dukungan sosial dari tokoh-tokoh masyarakat pada dasarnya adalah
untuk mensosialisasikan program-program kesehatan. Sehingga masyarakat
mau menerima dan ikut berpartisipasi terhadap program kesehatan yang ada.
2.2 Konsep Kader Kesehatan Jiwa
2.2.1 Pengertian Kader Kesehatan Jiwa
Pemberdayaan masyarakat dalam keperawatan jiwa diwujudkan dengan
dikembangkannya model Community Mental Health Nursing (CMHN)/ Keperawatan
Kesehatan Jiwa Komunitas (KKJK) yang merupakan salah satu upaya yang digunakan
untuk membantu masyarakat menyelesaikan masalah-masalah kesehatan jiwa akibat
dampak konflik, tsunami, gempa bumi dan akibat lainya. Kader adalah anggota masyarakat
yang dipilih dari dan oleh masyarakat, memiliki kemauan dan kemampuan untuk bekerja
secara tim atau bersama dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan secara sukarela. Kader
Kesehatan Jiwa (KKJ) merupakan sumber daya masyarakat yang perlu dikembangkan di
Desa Siaga Sehat Jiwa (DSSJ). Pemberdayaan kader kesehatan jiwa sebagai tenaga
potensial yang ada di masyarakat diharapkan mampu mendukung program CMHN yang
19
diterapkan di masyarakat. Seorang kader akan mampu melakukan kegiatan apabila kader
tersebut telah diberikan pembekalan sejak awal. Metode yang dipakai dalam
mengembangkan kader kesehatan jiwa sebaiknya rasional, sistematis dan teratur.
Kemampuan kader kesehatan jiwa dalam melakukan kegiatan perlu dipertahankan,
ditingkatkan dan dikembangkan melalui manajemen pemberdayaan kader yang konsisten
dan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini.
Pengembangan kader kesehatan jiwa digambarkan sebagai suatu proses pengelolaan
motivasi kader sehingga mereka dapat melaksanakan kegiatan dengan baik. Hal ini juga
merupakan penghargaan bagi kader karena melalui manajemen sumber daya manusia
(SDM) yang baik kader akan mendapatkan kompensasi berupa penghargaan (compensatory
reward) sesuai dengan apa yang telah dikerjakan. Peran kader dalam model CMHN salah
satunya adalah melakukan kunjungan rumah ke keluarga pasien gangguan jiwa yang telah
mandiri (Keliat et al, 2010).
2.2.2 Persyaratan Menjadi Kader Kesehatan Jiwa
Proses pemilihan kader kesehatan jiwa hendaknya melalui musyawarah dengan
masyarakat, dan para tokoh-tokoh masyarakat desa. Menurut Keliat et al (2010)
persyaratan umum yang dapat dipertimbangkan untuk pemilihan kader antara lain: kader
yang dipilih dari dan oleh masyarakat setempat, bertempat tinggal di desa yang
bersangkutan, mampu membaca dan menulis dengan bahasa Indonesia, secara fisik dapat
melaksanakan tugas-tugas sebagai kader, aktif dalam kegiatan sosial maupun
pembangunan desa, berwibawa, mempunyai penghasilan sendiri dan sanggup membina
paling sedikit 10 kepala keluarga untuk meningkatkan keadaan kesehatan keluarga.
Adapun pendapat lain yang mengenai persyaratan bagi seorang kader antara lain:
20
1. Berasal dari masyarakat setempat.
2. Tinggal di desa tersebut.
3. Tidak sering meninggalkan tempat untuk waktu yang lama.
4. Diterima oleh masyarakat setempat.
5. Memiliki waktu cukup untuk bekerja disamping mencari nafkah.
6. Sebaiknya bisa baca tulis (Ekasari, 2008).
Dari persyaratan diatas dapat disimpulkan bahwa kriteria pemilihan kader kesehatan
antara lain: sanggup bekerja secara sukarela, mendapat kepercayaan dari masyarakat,
mempunyai kredibilitas yang baik dimana perilakunya menjadi panutan masyarakat,
memiliki jiwa pengabdian yang tinggi, mempunyai penghasialan tetap, pandai baca tulis,
dan sanggup membina masyarakat sekitarnya.
Tujuan pembentukan kader adalah untuk mengikutsertakan masyarakat secara aktif
dan bertanggung jawab. Pembentukan kader merupakan salah satu metode pendekatan
edukatif, untuk mengaktifkan masyarakat dalam pembangunan khususnya dalam bidang
kesehatan. Maka dari itu, diharapkan menjadi pelopor pembaharuan dalam pembangunan
di bidang kesehatan. Untuk meningkatkan peran serta masyarakat, maka dilakukan
pelatihan dalam upaya mengembangkan keterampilan dan pengetahuan tentang pelayanan
kesehatan disesuaikan dengan tugas yang dilaksanakan (Ekasari, 2008)
Fungsi kader yaitu:
1. Merencanakan kegiatan antara lain: menyiapkan data-data, melaksanakan survey
mawas diri, membahas hasil survey, menyajikan Musyawarah Masyarakat Desa
(MMD), menetukan masalah dan kebutuhan kesehatan masyarakat, menentukan
21
kegiatan penanggulangan masalah kesehatan bersama masyarakat, membahas
pembagian tugas menurut jadwal kerja.
2. Melakukan komunikasi, informasi dan motivasi dengan menggunakan alat peraga
dan percontohan.
3. Menggerakkan masyarakat: mendorong masyarakat untuk bergotong royong,
memberikan informasi daan mengadakan kesepakatan kegiatan yang akan
dilaksanakan dan lain-lain.
4. Memberikan pelayanan yang meliputi: membagi obat, membantu mengumpulkan
bahan pemeriksaan, mengawasi pendatang didesanya dan melapor, dan meberikan
pertolongan pada kecelakaan daan lainnya.
5. Melakukan pencatatan setiap kegiatan yang dilaksanakan.
6. Melakukan pembinaan keluarga mengenai program-program kesehatan.
2.2.3 Penilaian Kinerja Kader Kesehatan Jiwa
Kinerja atau performance adalah hasil kerja dari tugas seseorang yang ditunjukkan
sesuai dengan tugasnya dalam suatu organisasi. Kinerja berasal dari kata to perform artinya
melakukan, menjalankan, atau melaksanakan. Jadi kinerja merupakan gambaran
pencapaian pelaksanaan (achievement) suatu program kegiatan perencanaan strategis dan
operasional organisasi (efforts) oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu
organisasi baik secara kuantitas dan kualitas, sesuai dengan kewenangan dan tugas
tanggung jawabnya, legal dan tidak melanggar hukum, etika dan moral. Faktor yang
mempengaruhi kinerja terdiri dari tiga faktor menurut Gibson (1997) yang dikutip dalam
Nursalam (2016) yaitu: 1) Faktor individu yang mencakup kemampuan dan keterampilan,
latar belakang, dan demografis; 2) Faktor psikologi yang terdiri dari persepsi, sikap,
22
personality, pembelajaran, dan motivasi; 3) Faktor organisasi yang terdiri dari sumber daya,
kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekerjaan.
Penilaian kinerja kader kesehatan jiwa pada umumnya mencakup aspek kualitatif
maupun kuantitatif dari pelaksanaan pekerjaan. Penilain kinerja berkenaan dengan
seberapa baik seseorang melakukan perjaaan yang ditugaskan atau yang diberikan.
Penilaian kinerja kader kesehatan jiwa dilakukan untuk memantau dan mengevaluasi
kemampuan kader dalam melaksanakan tuganya. Penilaian dilakukan melalui supervisi
secara langsung (observasi) atau tidak langsung (dokumentasi laporan). Kinerja kader
disupervisi oleh perawat CMHN satu kali seminggu, disesuaikan dengan kegiatan yang
dilakukan. Penilaian kinerja kader didasarkan pada standar kinerja yang ditentukan, yaitu
kemapuan kader dalam melaksanakan tugasnya. Kemampuan kader yang dinilai adalah:
mampu mendeteksi dini keluarga sehat, risiko, dan sakit, menggerakkan keluarga sehat
dan keluarga risiko untuk mengikuti penyuluhan sehat jiwa dan risiko gangguan jiwa,
menggerakkan keluarga pasien gangguan jiwa untuk mengikuti penyulihan tentang cara
merawat pasien, menggerakkan pasien gangguan jiwa untuk mengikuti TAK dan
rehabilitasi, melakukan kunjungan rumah ke keluarga pasien gangguan jiwa yang telah
mandiri, merujuk kasus ke perawat CMHN, dan mendokumentasikan kegiatan yang
dilakukan (Ekasari, 2008).
2.2.4 Pengembangan Kader Kesehatan Jiwa
Pengembangan kemampuan kader kesehatan jiwa merupakan salah satu proses
yang berhubungan dengan manajemen sumber daya manusia. Tujuan pengembangan
tenaga kader kesehatan jiwa akan membantu masing kader mencapai kinerja sesuai dengan
posisinya dan sebagai penghargaan terhadap kinerja yang telah dicapai. Pengembangan
23
kader kesehatan jiwa dilakukan melalui kegiatan penyegaran kader atau pelatihan lanjutan.
Sehingga kader yang memiliki kinerja yang baik akan dijadikan sebagai narasumber bagi
kader yang baru (Keliat et al, 2010).
2.2.5 Kegiatan Kader Kesehatan Jiwa
Menurut Keliat et al (2010) kegiatan yang dilakukan kader kesehatan jiwa yaitu
sebagai berikut:
1. Mendeteksi keluarga sehat, keluarga yang berisiko mengalami gangguan jiwa, dan
keluarga yang menderita gangguan jiwa.
2. supervisi pasien gangguan jiwa melalui kunjungan rumah. Kasus pasein gangguan
jiwa akan dipantau perkembangannya oleh kader kesehatan jiwa (KKJ) adalah;
perilaku kekerasan, halusinasi, isolasi sosial, harga diri rendah, dan defisit
perawatan diri. Pasien dan keluarga yang akan dipantau oleh kader kesehatan jiwa
adalah pasien dan keluarga yang mandiri.
3. Menggerakkan keluarga sehat, keluarga berisiko, dan keluarga yang mengalami
gangguan jiwa untuk mengikuti penyuluhan kesehatan jiwa.
4. Menggerakkan pasien yang mengalami gangguan jiwa untuk melakukan TAK dan
rehabilitasi.
5. Malekukan perujukan kasus kepada perawat CMHN.
6. Mendokumentasikan semua kegiatan yang dilakukan.
2.2.6 Dokumentasi Kader Kesehatan Jiwa
Dokumentasi yang dilakukan oleh kader kesehatan jiwa adalah sebagai berikut.
1. Hasil deteksi dini keluarga ditulis pada buku deteksi dini keluarga.
24
2. Hasil partisipan masyarakat dalam penyuluhan kesehatan jiwa ditulis pada buku
penyuluhan kesehatan jiwa.
3. Hasil pasrtisipasi pasien gangguan jiwa dalam kegiatan TAK dan rehabilitasi ditulis
pada buku TAK dan rehabilitasi.
4. Hasil supervisi pasien melalui kunjungan rumah ditulis di buku supervisi. Hasil
perujukan kasus ditulis di format perujukan kasus (Keliat et al, 2010).
2.3 Konsep Posyandu
2.3.1 Pengertian Posyandu
Menurut Mubarak (2014) Posyandu merupakan wadah komunikasi alih teknologi
dalam pelayanan kesehatan masyarakat dan keluarga berencana yang dilaksanakan oleh
masyarakat, dari masyarakat dan untuk masyarakat dengan dukungan pelayanan serta
pembinaan teknis dari petugas kesehtan yang mempunyai nilai strategis untuk
pengembangan sumber daya manusia sejak dini dan pusat kegiatan masyarakat karena
masyarakat dapat sekaligus memperoleh pelayanan KB dan kesehatan.. posyandu
merupakan unit pelayanan kesehatan di lapangan yang diselenggarakan oleh dan untuk
masyarakat dengan dukugan teknis puskesmas, kementrian agama, kementrian pertanian,
dan BKKBN. Secara konsep, posyandu merupakan bentuk modifikasi yang lebih maju
dalam upaya pemberdayaan masyarakat untuk menunjang pembangunan kesehatan,
khususnya dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui penurunan
angka kematian bayi. Modifikasi tersebut tetap mempertahankan prinsip dari, oleh, serta
untuk masyarakat secara gotong royong dan sukarela. Posyandu merupakan wadah
partsipasi masyarakat karena posyandu paling banyak menggunakan tenaga kader. Kader
ini merupakan tenaga relawan murni, tanpa dibayar, tetapi merupakan tenaga inti di
25
posyandu. Sebagian besar kader adalah wanita, yaitu para anggota pembinaan
kesejahteraan keluarga (PKK). Dengan demikian PKK dapat dikatan sumber penggerak
posyandu. Pengelola posyandu dipilih dari dan oleh masyaarakat pada saat musyawarah
pembentukan posyandu. Kriteria pengelola posyandu antara lain: 1) Diutamakan berasal
dari para darmawan dan tokoh masyarakat setempat; 2) Memiliki semangat pengabdian,
berinisiatif tinggi dan mampu memotivasi masyarakat; 3) Bersedia bekerja secara sukarela
bersama masyarakat. Lima kegiatan posyandu (pancakrida posyandu) yaitu: 1) Kesehatan
ibu dan anak; 2) Keluarga berencana; 3) Imunisasi; 4) Peningkatan gizi; 5) Penanggulangan
diare dan tuju kegiatan posyandu (septakrida posyandu): a) Kesehatan ibu dan anak; b)
Keluarga berencana; c) Imunisasi; d) Peningkatan gizi; e) Penanggulangan diare; f) Sanitasi
dasar; g) Penyediaan obat esensial (Mubarak, 2014).
Tujuan pokok dari posyandu adalah untuk sebagai berikut: 1) Mempercepat
penurunan angka kematian ibu (ibu hamil, melahirkan, dan nifas) dan anak, serta
meningkatkan pelayanan kesehatan ibu untuk menurunkan IMR; 2) Mempercepat
penerimaan dan membudayakan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan sejahterah
(NKKBS); 3) Meningkatkan peran serta dan kemampuan masyarakat untuk
mengembangkan kegiatan kesehatan ysng menunjang peningkatan kemampuan hidup
sehat sejahtera; 4) Pendekatan dan pemerataan pelayanan kesehatan kepada masyarakat
dalam usaha meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan kepada penduduk berdasarkan
letak geografis; 5) meningkatkan kemampuan masyarakat untuk melaksanankan kegiatan
lainnya yang menunjang sesuai dengan kebutuha (Mubarak, 2014). Dalam
penyelenggaraan posyandu diharapkan dapat menerapkan prinsip keterpaduan, yaitu:
keterpaduan antara program, keterpaduan antara sektor yang bersangkutan, dan
26
keterpaduan antara pelayanan oleh masyarakat dan pelayanan oleh tenaga kesehatan
profesional (Ekasari, 2008).
2.3.2 Klasifikasi Posyandu
Kontribusi posyandu sampai saat ini kualitas pelayanannya masih perlu
ditingkatkan. Keberadaaan kader dan sarana yang ada merupakan moda dalam
keberlanjutan posyandu. Oleh karena itu keberadaan posyandu harus terus ditingkatkan
sehingga di klasifikasikan menjadi empat jenis yang terdiri dari:
1. Posyandu Pratama (warna merah)
Posyandu tingkat pratama adalah posyandu yang masih belum mantap,
kegiatannya belum bisa rutin tiap bulan dan kader aktifnya terbatas. Keadaan
ini dinilai gawat sehingga intervensinya adalah pelatihan kader ulang. Artinya
kader yang ada perlu ditambah dan dilakukan pelatihan dasar kembali.
2. Posyandu Madya (warna kuning)
Posyandu pada tingkat madya sudah dapat melaksanakan kegiatan lebih dari
delapan kali per tahun dengan rata-rata jumlah kader tugas 5 orang atau lebih.
Akan tetapi cukupan program utamanya masih rendah yaitu kurang dari 50%.
3. Posyandu Purnama (warna hijau)
Posyandu pada tingkat purnama adalah posyandu yang frekuensinya lebih dari
8 kali per tahun, rata-rata jumlah kadernya 5 orang atau lebih, dan cakupan 5
program utamanya lebih dari 50%. Atau dengan kata lain sudah ada program
tambahan, bahkan mungkin sudah ada dana sehat tetapi masih sederhana.
4. Posyandu Mandiri (warna biru)
27
Pada tingkat ini sudah dapat melakukan kegiatan secara teratur, cakupan lima
progra utamanya sudah bagus, dan sudah ada program tambahan dan dana
sehat telah menjangkau lebih dari 50% KK (Mubarak, 2014).
Dari konsep diatas, dapat kita simpulkan bahwa ada beberapa indikator yang
berperan sebagai penentu antar setara posyandu yaitu jumlah buka posyandu per tahun,
jumlah kader yang bertugas, cakupan kegiatan, program tambahan, dan dana sehat atu
JPKM. Posyandu akan mencapai stara posyandu mandiri sangat bergantung kepada
kemampuan, keterampilan diiringi rasa memiliki serta tangguang jawab kader sebagai
pengelola dan masyarakat sebagai pemakai.