BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Fraktur Extremitas II.pdf · .1.1 Definisi Fraktur exremitas...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Fraktur Extremitas II.pdf · .1.1 Definisi Fraktur exremitas...
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Fraktur Extremitas
.1.1 Definisi
Fraktur exremitas adalah hilangnya kontinuitas tulang paha, kondisi fraktur extremitas
secara klinis bisa berupa fraktur extremitas terbuka yang disertai adanya kerusakan jaringan
lunak (otot, kulit, jaringan saraf, dan pembuluh darah) dan fraktur extremitas tertutup yang
disebabkan oleh trauma langsung pada paha (Helmi, 2014 : 508).
.1.2 Etiologi 1. Peristiwa Trauma Tunggal
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan
seperti : a) pemuntiran (rotasi), yang menyebabkan fraktur spiral; b) penekukan
(trauma angulasi atau langsung) yang dapat menyebabkan fraktur melintang; c)
penekukan dan penekanan, yang mengakibatkan fraktur sebagian melintang tetapi
disertai fragmen kupu-kupu berbentuk segitiga yang terpisah, d) kombinasi dari
pemuntiran, penekukan, dan penekanan yang menyebabkan fraktur obliq pendek; e)
penarikan dimana tendon atau ligament benar-benar menarik tulang sampai terpisah
(Helmi, 2014 : 508).
2. Kelemahan abnormal pada tulang (fraktur patologik)
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal jika tulang itu lemah (misalnya
oleh tumor) atau kalau tulang itu sangat rapuh (misalnya : pada penyakit paget)
(Helmi, 2014 : 508).
.1.3 Klasifikasi Fraktur Extremitas Dan penatalaksanaan1. Fraktur intertrokhanter extremitas
Fraktur intertrokhanter adalah patah tulang yang bersifat ekstrakapsular dari
extremitas. Sering terjadi pada lansia dengan kondisi osteoporosis. Fraktur ini
memiliki prognosis yang baik dibandingkan dengan fraktur intrakapsular, dimana
resiko nekrosis avascular lebih rendah.
Pada riwayat umumnya didapatkan adanya trauma akibat jatuh dan
memberikan trauma langsung pada trokhanter mayor. Pada beberapa kondisi, cedera
secara memuntir memberikan fraktur tidak langsung pada intertrokhanter.
Pemeriksaan radiografik biasanya sudah dapat menentukan diagnosis fraktur
intertrokhanter .pemeriksaan radiografik biasanya sudah dapat menentukan diagnosis
fraktur intertrokhanter stabil atau tidak stabil.
Penatalaksanaannya menggunakan reduksi terbuka dan pemasangan fiksasi
interna. Intervensi konservatif hanya dilakukan pada penderita yang sangat tua dan
tidak dapat dilakukan dengan anastesi general (Brunner & Suddarth, 2002 : 262).
2. Fraktur Subtrokhanter extremitas
Adalah fraktur dimana garis patahnya fraktur subtrokhanter extremitas berada
5 cm distal dari trokhanter minor. Fraktur jenis ini dibagi dalam beberapa klasifikasi,
tetapi yang lebih sederhana dan mudah dipahami adalah klasifikasi fielding &
Magliato, yaitu sebagai berikut :
1.) Tipe 1 : garis fraktur satu level dengan trochanter minor. 2.) Tipe 2 : garis patah berada 1-2 inci dibawah dari batas trochanter minor.3.) Tipe 3 : garis patah berada 2-3 inci di distal dari batas trochanter minor
(Helmi, 2014 : 509). 3. Fraktur suprakondiler extremitas
Fraktur suprakondiler fragmen bagian distal selalu terjadi dislokasi ke
posterior. Hal ini biasanya disebabkan adanya tarikan otot-otot gastroknemius.
Biasanya fraktur suprakondiler ini disebabkan oleh trauma langsung karena kecepatan
tinggi sehingga terjadi gaya aksial dan stress valgus atau varus, dan disertai gaya
rotasi. Manifestasi klinik yang didapatkan berupa pembengkakan pada lutut,
deformitas yang jelas dengan pemendekan pada tungkai, nyeri bila fragmen bergerak,
dan mempunyai risiko terhadap sindrom kompartemen pada bagian distal.Pada
pemeriksaan berjongkok terlihat pasien tidak bisa menjaga kesejajaran.Pemeriksaan
radiologis dapat menentukan diagnosis fraktur suprakondiler. Penatalaksanaan fraktur
suprakondiler femur adalah sebagai berikut :
1.) Traksi berimbang dengan mempergunakan bidai Thomas dan penahan lutut
pearson, cast-bracing, dan spika panggul.2.) Terapi operatif dilakukan pada fraktur terbuka atau adanya pergeseran fraktur
yang tida dapat direduksi secara konservatif. Terapi dilakukan dengan
mempergunakan nailphroc dare screw dengan macam-macam tipe yang
tersedia (Helmi, 2014 : 517).
4. Fraktur Kondiler extremitas
Mekanisme trauma biasanya merupakan kombinasi dari gaya hiperabduksi dan
adduksi disertai dengan tekanan pada sumbu extremitas ke atas. Manifestasi klinik
didapatkan adanya pembengkakan pada lutut, hematrosis, dan deformitas pada
ekstremitas bawah. Penderita juga mengeluh adanya nyeri lokal, dan kondisi
neurologis-vaskular harus selalu diperiksa adanya tanda dan gejala sindrom
kompartemen pada bagian distal.
Penatalaksanaan dengan reduksi tertutup dengan traksi tulang selama 4-6
minggu dan kemudian dilanjutkan dengan penggunaan gips minispika sampai terjadi
penyambungan tulang. Reduksi terbuka dan fiksasi interna dilakukan apabila
intervensi reduksi tertutup tida memberikan penyambungan tulang, atau keluhan nyeri
lokal yang parah (Helmi,2014 : 518).
5. Fraktur Batang extremitas
Fraktur batang extremitas biasanya terjadi karena trauma langsung akibat
kecelakaan lalu lintas di kota-kota besar atau jatuh dari ketinggian, patah pada daerah
ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan penderita
jatuh dalam syok, salah satu klasifikasi fraktur batang extremitas dibagi berdasarkan
adanya luka yang berhubungan dengan daerah yang patah. Secara klinik fraktur
batang extremitas dibagi dalam fraktur batang extremitas terbuka dan tertutup. Pada
kondisi trauma diperlukan gaya yang besar untuk mematahkan batang extremitas pada
orang dewasa. Kebanyakan fraktur ini terjadi pada pria muda yang mengalami
kecelakaan kendaraan bermotor atau mengalami jatuh dari ketinggian. Biasanya,
pasien ini mengalami trauma multiple yang menyertainya.
.1.4Penatalaksanaan Fraktur Extremitas
Pada fraktur extremitas terbuka harus dinilai dengan cermat untuk mencari ada
tidaknya :
1. Kehilangan kulit 2. Kontaminasi luka 3. Iskemia otot 4. Cedera pada pembuluh darah dan saraf 1.) Intervensi yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :
a. Profilaksis antibiotic b. Debridement, pembersihan luka dan debridement harus dilakukan
dengan sesedikit mungkin penundaan. Jika terdapat kematian jaringan
atau kontaminasi yang jelas, luka harus diperluas dan jaringan yang
mati dieksisi dengan hati-hati. Luka akibat penetrasi fragmen tulang
yang tajam juga perlu dibersihkan dan dieksisi, tetapi cukup dengan
debridemen terbatas saja. c. Stabilisasi, Dilakukan pemasangan fiksasi interna d. Penundaan penutupan.e. Penundaan rehabilitasi. f. Fiksasi eksterna.
2.) Penatalaksanaan fraktur batang extremitas tertutup adalah sebagai berikut.
a. Terapi Konservatif
a) Traksi kulit merupakan pengobatan sementara sebelum
dilakukan terapi definitive untuk mengurangi spasme otot. b) Traksi tulang berimbang dengan bagian pearson pada sendi
lutut. Indikasi traksi terutama fraktur yang bersifat komunitif
dan segmental. c) Menggunakan cast brasting yang dipasang setelah terjadi union
fraktur secara klinis. b. Terapi operatifc. Pemasangan plate dan screw (Helmi, 2014 : 515).
2.2 Konsep Nyeri
.2.1 Pengertian Nyeri
Nyeri adalah perasaan yang tidak nyaman yang sangat subjektif dan hanya orang yang
mengalaminya yang dapat menjelaskan dan mengevaluasi perasaan tersebut (Hidayat, 2012).
Secara umum,nyeri dapat didefinisikan sebagai perasaan tidak nyaman,baik ringan maupun
berat (Priharjo,1992 dalam Hidayat 2012).
Berikut adalah pendapat beberapa ahli rnengenai pengertian nyeri:
1. Mc. Coffery (1979), mendefinisikan nyeri sebagai suatu keadaan yang memengaruhi
seseorang yang keberadaanya diketahui hanya jika orang tersebut pernah
mengalaminya.2. Wolf Weifsel Feurst (1974), mengatakan nyeri merupakan suatu perasaan menderita
secara fisik dan mental atau perasaan yang bisa menimbulkan ketegangan.3. Artur C Curton (1983), mengatakan bahwa nyeri merupakan suatu mekanisme bagi
tubuh, timbul ketika jaringan sedang dirusak, dan menyebabkan individu tersebut
bereaksi untuk menghilangkan rangsangan nyeri.4. Scrumum mengartikan nyeri sebagai suatu keadaan yang tidak menyenangkan akibat
terjadinya rangsangan fisik maupun dari serabut saraf dalam tubuh ke otak dan diikuti
oleh reaksi fisik, fisiologis maupun emosional. .2.2 Etiologi
Trauma ini juga terbagi menjadi beberapa macam, penyebab trauma ini terbagi
menjadi :
1. MekanikRasa nyeri yang di akibatkan oleh mekanik ini timbul akibat ujung-ujung saraf bebas
mengalami kerusakan. contoh dari nyeri akibat trauma mekanik ini adalah akibat
adanya benturan,gesekan, luka dan lain-lain.2. Termis.
Nyeri karena hal ini timbul karena ujung saraf reseptor mendapat rangsangan akibat
panas.dingin,missal karena api dan air.3. Khemis.
Nyeri yang di timbulkan karena adanya kontak dengan zat kimia yang bersifat asam
ataupun basa kuat.4. Elektrik.
Nyeri yang di timbulkan karena adanya pengaruh aliran listrik yang kuat mengenai
reseptor rasa nyeri yang menimbulkan kekejangan otot dan luka bakar..2.3 Fisiologi Nyeri
Munculnya nyeri sangat berkaitan erat dengan reseptor dan adanya rangsangan.
Reseptor nyeri dapat memberikan respons akibat adanya stimulasi atau rangsangan. Stimulasi
tersebut dapat berupa kimiawi, termal, listrik, atau mekanis. Stimulasi oleh zat kimiawi
diantaranya seperti histamine, bradikmin, prostaglandin, dan macam-macam asam seperti
adanya asam lambung yang meningkat pada gastritis atau stimulasi yang dilepaskan apabila
terdapat kerusakan pada jaringan. (Hidayat, 2012), Selanjutnya, stimulus yang diterima oleh
reseptor tersebut ditransmisikan berupa impuls-impuls nyeri ke sumsum tulang belakang oleh
dua jenis serabut, yaitu serabut A (delta) yang bermielin rapat dan serabut ramban (serabut
C). Impuls-impuls yang ditransmisikan oleh serabut delta A, mempunyai sifat inhibitor yang
ditransmisikan ke serabut C. (Hidayat, 2012).
.2.4 Manifestasi Klinis 1. Nyeri akut
1.) Melaporkan nyeri secara verbal dan non verbal 2.) Menunjukan kerusakan 3.) Posisi untuk mengurangi nyeri
4.) Muka dengan ekspresi nyeri5.) Gangguan tidur6.) Respon otonom (penurunann tekanan darah,suhu,nadi)7.) Tingka laku ekspresif (gelisah,merintih,nafas panjang,mengeluh)
2. Nyeri Kronis1.) Perubahan berat badan2.) Melaporkan secara verbal dan non verbal3.) Menunjukan gerakan melindungi,gelisah,depresi,focus pada diri sendiri4.) Kelelahan5.) Perubahan pola tidur6.) Takut cedera7.) Interaksi dengan orang lain menurun.
.2.5 Komplikasi1 Nyeri jangka panjang dapat menyebabkan beberapa komplikasi antara lain:
1.) Nyeri kronis2.) Kegelisaan3.) Depresi4.) Menghindari sesuatu hal /kegiatan yang menyebabkan rasa sakit 5.) Trauma terkait dengan penyebab rasa sakit6.) Ketergantungan pada obat penghilang rasa sakit7.) Kesulitan mencari pekerjaan8.) Stres dengan keuangan karena tidak bekerja atau tagihan medis yang belum di
bayar9.) Kurang tidur10.) Konsentrasi yang buruk memori jangka pendek11.) Masalah kesehatan yang berhubungan dengan stress seperti sakit
kepala, gangguan pencernaan,diare,tekanan darah meningkat 12.) Orang-orang mengabaikan atau tidak percaya bahwa anda sedang
sakit13.) Menurunya partisipasi dalam keluarga karena sakit atau karena akan
menyebabkan rasa sakit14.) Tidak mampu untuk membantu dan orang lain tidak memahami15.) Kurangya jadwal teratur harian & merasa tanpa tujuan16.) Perasaan kehilangan dalam hidup,tidak memiliki arah
2 Nyeri Akut1.) Ganguan pola istirahat tidur2.) Syok neurogenic
.2.6 Jenis dan Bentuk Nyeri 1. Jenis Nyeri
Ada tiga klasifikasi nyeri
1.) Nyeri perifer. Nyeri ini ada tiga macam:
a. Nyeri superfisial,yakni rasa nyeri yang muncul akibat rangsangan pada
kulit dan mukosa; b. Nyeri visceral, yaitu rasa nyeri yang muncul akibat stimulasi pada
reseptor nyeri di rongga abdomen, cranium, dan toraks; c. Nyeri alih, yakni nyeri yang dirasakan pada daerah lain yang jauh dari
jaringan penyebab nyeri.2. Nyeri sentral. Nyeri yang muncul akibat stimulasi pada medulla spinalis,
batang otak, dan thalamus.3. Nyeri psikogenik. Nyeri yang tidak diketahui penyebab fisiknya. Dengankata
lain, nyeri ini timbul akibat pemikiran si penderita itu sendiri. Seringkali, nyeri
ini muncul karena factor psikologi, bukan fisiologis2. Bentuk nyeri
Secara umum, bentuk nyeri terbagi atas nyeri akut dan nyeri kronis.
1.) Nyeri akut. Nyeri ini biasanya berlangsung tidak lebih dari enam bulan. Awitan gejalanya
mendadak, dan biasa penyebab dan lokasi nyeri sudah diketahui. Nyeri akut
ditandai dengan peningkatan tegangan otot dan kecemasan yang keduanya
meningkatkan persepsi nyeri.2.) Nyeri kronis.
Nyeri ini berlangsung lebih dari enam bulan. Sumber nyeri bias diketahui atau
tidak. Nyeri cenderung hilang timbul dan biasanya tidak dapat disembuhkan.
Selain itu, pengindraan nyeri menjadi lebih dalam sehingga penderita sukar
untuk menunjukan lokasi. .2.7 Teori Nyeri
Ada 4 teori yang dapat menjelaskan bagaiman nyeri itu timbul dan terasa, yaitu :
1. Teori spesifik ( Teori Pemisahan)
Teori yang mengemukakan bahwa reseptor dikhususkan untuk menerima suatu
stimulus yang spesifik, yang selanjutnya dihantarkan melalui serabut A delta dan
serabut C di perifer dan traktus spinothalamikus di medulla spinalis menuju ke pusat
nyeri di thalamus. Teori ini tidak mengemukakan komponen psikologis.. Menurut
teori ini rangsangan sakit masuk ke medula spinalis (spinal cord) melalui kornu
dorsalis yang bersinaps di daerah posterior. Kemudian naik ke tractus lissur dan
menyilang di garis median ke sisi lainnya dan berakhir di korteks sensoris tempat
rangsangan nyeri tersebut diteruskan.
2. Teori pola (pattern)
Teori ini menyatakan bahwa elemen utama pada nyeri adalah pola informasi
sensoris. Pola aksi potensial yang timbul oleh adanya suatu stimulus timbul pada
tingkat saraf perifer dan stimulus tertentu menimbulkan pola aksi potensial tertentu.
Rangsangan nyeri masuk melalui akar ganglion dorsal ke medulla spinalis dan
merangsang aktivitas sel. Hal ini mengakibatkan suatu respons yang merangsang ke
bagian yang lebih tinggi, yaitu korteks serebri serta kontraksi menimbulkan persepsi
dan otot berkontraksi sehingga menimbulkan nyeri. Persepsi dipengaruhi olch
modalitas respons dari reaksi sel.tu. Pola aksi potensial untuk nyeri berbeda dengan
pola untuk rasa sentuhan.
3. Teori kontrol gerbang (gate control)
Pada teori ini bahwa impuls nyeri dapat diatur atau dihambat oleh mekanisme
pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat. Teori ini mengatakan bahwa impuls nyeri
dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka dan impuls dihambat saat sebuah
pertahanan tertutup. Upaya menutup pertahanan tersebut merupakan dasar teori
menghilangkan nyeri. Suatu keseimbangan aktivitas dari neuron sensori dan serabut
kontrol desenden dari otak mengatur proses pertahanan. Neuron delta-A dan C
melepaskan substansi C melepaskan substansi P untuk mentranmisi impuls melalui
mekanisme pertahanan. Selain itu, terdapat mekanoreseptor, neuron beta-A yang lebih
tebal, yang lebih cepat yang melepaskan neurotransmiter penghambat. Apabila
masukan yang dominan berasal dari serabut beta-A, maka akan menutup mekanisme
pertahanan. Diyakini mekanisme penutupan ini dapat terlihat saat seorang perawat
menggosok punggung klien dengan lembut. Pesan yang dihasilkan akan menstimulasi
mekanoreseptor, apabila masukan yang dominan berasal dari serabut delta A dan
serabut C, maka akan membuka pertahanan tersebut dan klien mempersepsikan
sensasi nyeri. Bahkan jika impuls nyeri dihantarkan ke otak, terdapat pusat kortek
yang lebih tinggi di otak yang memodifikasi nyeri. Alur saraf desenden melepaskan
opiat endogen, seperti endorfin dan dinorfin, suatu pembunuh nyeri alami yang
berasal dari tubuh. Neuromedulator ini menutup mekanisme pertahanan dengan
menghambat pelepasan substansi P. tehnik distraksi, konseling dan pemberian plasebo
merupakan upaya untuk melepaskan endorphin.
4. Teori Transmisi dan Inhibisi.
Adanya stimulus pada nociceptor memulai transmisi impuls impuls saraf,
sehingga transmisi impuls nyeri menjadi efektif oleh neurotransmiter yang spesifik.
Kemudian, inhibisi impuls nyeri menjadi efektif oleh impuls-impuls pada scrabut-
serabut besar yang memblok impuls-impuls pada serabut lamban dan endogcn opiate
sistem supresif.
.2.8 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri.
Pengalaman nyeri pada seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, di antaranya
adalah :
1. Arti nyeri, arti nyeri bagi seseorang memiliki banyak perbedaan dan hampir sebagian
arti nyeri merupakan arti yang negative, seperti membahayakan, merusak, dan lain-
lain. Keadaan ini dipengaruhi oleh beberapa factor, seperti usia, jenis kelamin, latar
belakang sosail budaya, lingkungan dan pengalaman.
2. Persepsi nyeri, persepsi nyeri merupakan penilaian yang sangat subjektif tempatnya
pada korteks (pada fungsi evaluative kognitif). Persepsi ini dipengaruhi oleh factor
yang dapat memicu stimulasi nociceptor.3. Toleransi nyeri. Toleransi ini erat hubungannya dengan intensitas nyeri yang dapat
mempengaruhi kemampuan seseorang menahan nyeri. Factor yang dapat
mempengaruhi peningkatan toleransi nyeri antara lain: alcohol, obat-obatan, hipnotis,
gesekan atau garukan, pengalihan perhatian, kepercayaan yang kuat, dan sebagainya.
Sedangkan factor yang menurunkan toleransi antara lain kelelahan, rasa marah, bosan,
cemas, nyeri yang tidak kunjung hilang, sakit dan lain-lain.4. Reaksi terhadap nyeri. Reaksi terhadap nyeri merupakan bentuk respon seseorang
terhadap nyeri, seperti ketakutan, gelisah, cemas, menangis, dan menjerit. Semua ini
merupakan bentuk respon nyeri yang dapat dipengaruhi oleh beberapa factor, seperti
arti nyeri, tingkat persepsi nyeri, pengalaman masa lalu, nilai budaya, harapan social,
kesehatan fisik dan mental, rasa takut, cemas, usia, dan lain-lain.
2.2.9 Faktor- faktor resiko nyeri
Menurut (Hidayat, 2012). dapat dibedakan menjadi dua, yaitu faktor Internal dan
faktor eksternal.
1. Faktor internal :
Faktor-faktor internal yang mempengaruhi rasa nyeri adalah sebagai berikut:
1.) Usia Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji
respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika
sudah patologis dan mengalami kerusakan fungsi. 2.) Jenis kelamin
Gill (2000) mengungkapkan laki-laki dan wanita tidak berbeda secara
signifikan dalam merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor budaya (ex:
tidak pantas kalo laki-laki mengeluh nyeri, wanita boleh mengeluh nyeri).3.) Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat
mempengaruhi persepsi nyeri. Menurut Gill (1990), perhatian yang meningkat
dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya distraksi
dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun. Tehnik relaksasi, guided
imagery merupakan tehnik untuk mengatasi nyeri.4.) Anxietas (Kecemasan)
Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan
seseorang cemas.5.) Pengalaman masa lalu
Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan saat ini
nyeri yang sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya.
Mudah tidaknya seseorang mengatasi nyeri tergantung pengalaman di masa
lalu dalam mengatasi nyeri.6.) Pengetahuan Nyeri
Dirasakan dan disadari otak, tetapi berlum tentu penderita akan tergangggu
misalnya karrna ia punya pengetahuan tentang nyeri sehingga ia menerimanya
secara wajar. 7.) Kelelahan
Kelelahan dapat meningkatkan nyeri karena banyak orang merasa lebih
nyaman waktu istirahat. 2. Faktor eksternal :
Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi rasa nyeri dan respon terhadap nyeri
adalah sebagai berikut:
1.) Pola koping
Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan
sebaliknya pola koping yang maladaptive akan menyulitkan seseorang
mengatasi nyeri
2.) Support keluarga dan social
Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota
keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan dan perlindungan.
3.) Kultur
Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon
terhadap nyeri misalnya seperti suatu daerah menganut kepercayaan bahwa
nyeri adalah akibat yang harus diterima karena mereka melakukan kesalahan,
jadi mereka tidak mengeluh jika ada nyeri.
4.) Lingkungan
Nyeri dapat diperberat dengan adanya rangsanggan dari lingkungan seperti
kebisingan, cahaya yang sangat terang.
5.) Pengobatan
Pengobatan analgesik yang diberikan sesuai dosis yang mermakai akan
mempercepat penurunan nyeri
2.2.10 Pelaksanaan Tindakan Keperawatan 1. Mengurangi factor yang dapat menambah nyeri, misalnya ketidak percayaan,
kesalahpahaman, ketakutan, kelelahan, dan kebosanan.1) Ketidak percayaan. Pengakuan perawat akan rasa nyeri yang diderita pasien
dapat mengurangi nyeri. Hal ini dapat dilakukan melalui pernyataan verbal,
mendengarkan dengan perhatian mengenai keluhan nyeri pasien, dan
mengatakan kepada pasien bahwa perawat mengkaji rasa nyeri pasien agar
dapat lebih memahami tentang nyerinya.2) Kesalapahaman. Mengurangi kesalahpahaman pasien tentang nyerinya akan
mengurangi nyeri. Hal ini dilakukan dengan meberitahu pasien bahwa nyeri
yang dialami sangat individual dan hanya pasien yang tahu secara pasti
tentang nyerinya.3) Ketakutan . memberikan infirmasi yang tepat dapat mengurangi ketakutan
pasien dengan mengajarkan pasien untuk mengekpresikan bagaimana mereka
menangani nyeri.4) Kelelahan. Kelelahan dapat memperberat nyeri. Untuk mengatasinya,
kembangkan pola aktivitas yang dapat memberikan istirahat yang cukup.
5) Kebosanan. Kebosanan dapat meningkatkan rasa nyeri. Untuk mengurangi
nyeri dapat digunakan pengalih perhatian yang bersifat terapeutik. Beberapa
teknik pengalih perhatian adalah bernapas pelan dan berirama, memijat secara
perlahan, menyanyi berirama, aktif mendengarkan music, membayangkan hal-
hal yang menyenangkan, dan sebagianya. 2. Memodifikasi stimulus nyeri dengan menggunakan teknik-teknik seperti :
1.) Teknik latihan pengalihana. Menonton televiseb. Berbincang-bincang dengan orang lain.c. Mendengarkan musik.
2.) Teknik relaksasi nafas dalam
Menganjurkan pasien untuk menarik napas dalam dan mengisi paru-
paru dengan udara, menghembuskannya secara perlahan, melemaskan otot-
otot tangan, kaki, perut, dan punggung, serta mengulangi hal yang sama
sambil terus berkonsentrasi hingga didapat rasa nyaman, tenang dan rileks.
a. Stimulasi kulita) Menggosok dengan halus pada daerah nyeri.b) Menggosok punggung.c) Menggunakan air hangat dan dingin.d) Memijat dengan air mengalir.e) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat analgetik,
yang dilakukan guna mengganggu atau memblok transmisi
stimulus agar terjadi perubahan persepsi dengan cara
mengurangi kortikal terhadap nyeri.f) Pemberian stimulator listrik, yaitu dengan memblok atau
mengubah stimulus nyeri dengan stimulus yang kurang
dirasakan. Bentuk stimulator metode stimulus listrik meliputi: Transcutaneous electrical stimulator (TENS), digunakan
untuk mengendalikan stimulus manual daerah nyeri
tertentu dengan menempatkan beberapa electrode di
luar.
Pencutaneus implanted spinal cord epidural stimulator
merupakan alat stimulator sumsum tulang belakang dan
epidural yang diimplan dibawah kulit dengan transistor
timah penerima yang dimasukan kedalam kulit pada
daerah epidural dan columna vertebrae. Stimulator columna vertebrae, sebuah stimulator dengan
stimulus alat penerima transistor dicangkok melalui
kantong kulit intraclavikula atau abdomen, yaitu
elektroda ditanam melalui pembedahan pada dorsum
sumsum tulang belakang. 2.3 Teknik Relaksasi Nafas Dalam
2.3.1 Pengertian Teknik Relaksasi Nafas Dalam
Teknik relaksasi merupakan intervensi keperawatan secara mandiri untuk menurunkan
intensitas nyeri, meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi darah. Relaksasi
otot skeletal dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan merilekskan tegangan otot yang
menunjang nyeri, ada banyak bukti yang menunjukkan bahwa relaksasi efektif dalam
meredakan nyeri. Sedangkan latihan nafas dalam adalah bernafas dengan perlahan dan
menggunakan diafragma, sehingga memungkinkan abdomen terangkat perlahan dan dada
mengembang penuh ( Smeltzer (2002) dalam Trullyen, (2013).
Teknik relaksasi nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan keperawatan, yang
dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien bagaimana cara melakukan nafas dalam,
nafas lambat (menahan inspirasi secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan nafas
secara perlahan, Selain dapat menurunkan intensitas nyeri, teknik relaksasi nafas dalam juga
dapat meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi darah ( Smeltzer & Bare
dalam Trullyen, 2013 ) .
2.3.2 Tujuan Teknik Relaksasi Nafas Dalam.
Tujuan relaksasi pernafasan adalah untuk meningkatkan ventilasi alveoli, memelihara
pertukaran gas, mencegah atelektasi paru, merilekskan tegangan otot, meningkatkan efesiensi
batuk, mengurangi stress baik stress fisik maupun emosional yaitu menurunkan intensitas
nyeri (mengontrol atau mengurangi nyeri) dan menurunkan kecemasan ( Smeltzer dan Bare
(2002) dalam Trullyen, 2013).
Tujuan nafas dalam adalah untuk mencapai ventilasi yang lebih terkontrol dan efisien
serta untuk mengurangi kerja bernafas, meningkatkan inflasi alveolarmaksimal,
meningkatkan relaksasi otot, menghilangkan ansietas, menyingkirkan pola aktivitas otot-otot
pernafasan yang tidak berguna, tidak terkoordinasi, melambatkan frekuensi pernafasan,
mengurangi udara yang terperangkap serta mengurangi kerja bernafas ( Suddarth dan
Brunner, 2002)
2.3.3 Patofisiologi Teknik Relaksasi Nafas Dalam terhadap nyeri
Menurut Brunner & Suddarth (2002) dalam Trullyen, (2013) teknik relaksasi nafas
dalam dapat mengendalikan nyeri dengan meminimalkan aktivitas simpatik dalam sistem
saraf otonom. Relaksasi melibatkan otot dan respirasi dan tidak membutuhkan alat lain
sehingga mudah dilakukan kapan saja atau sewaktu-waktu. Prinsip yang menedasari
penurunan oleh teknik relaksasi terletak pada fisiologi sistem saraf otonom yang merupakan
bagian dari sistem saraf periferyang mempertahankan homeostatis lingkungan internal
individu. Pada saat terjadi pelepasan mediator kimia seperti bradikinin, prostaglandin dan
substansi p yang akan merangsang saraf simpatis sehingga menyebabkan saraf simpatis
mengalami vasokonstriksi yang akhirnya meningkatkan tonus otot yang menimbulkan
berbagai efek spasme otot yang akhirnya menekan pembuluh darah. Mengurangi aliran darah
dan meningkatkan kecepatan metabolisme otot yang menimbulkan pengiriman impuls nyeri
dari medulla spinaliske otak dan dipersepsikan sebagai nyeri.
2.3.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi teknik relaksasi napas dalam terhadap
penurunan nyeri.
Teknik relaksasi nafas dalam diperc aya dapat menurunkan intensitas nyeri melalui
mekanisme yaitu :
1. Dengan merelaksasikan otot-otot skeletal yang mengalami spasme yang disebabkan
oleh peningkatan prostaglandin sehingga terjadi vasodilatasi pembuluh darah dan
akan meningkatkan aliran darah ke daerah yang mengalami spasme dan iskemic. 2. Teknik relaksasi nafas dalam dipercayai mampu merangsang tubuh untuk melepaskan
opoiod endogen yaitu endorphin dan enkefalin. 3. Mudah dilakukan dan tidak memerlukan alat Relaksasi melibatkan sistem otot dan
respirasi dan tidak membutuhkan alat lain sehingga mudah dilakukan kapan saja atau
sewaktu-waktu ( Smeltzer dan Bare (2002) dalam Trullyen, 2013).
Prinsip yang mendasari penurunan nyeri oleh teknik relaksasi terletak pada fisiologi
sistem syaraf otonom yang merupakan bagian dari sistem syaraf perifer yang
mempertahankan homeostatis lingkungan internal individu. Pada saat terjadi pelepasan
mediator kimia seperti bradikinin, prostaglandin dan substansi, akan merangsang syaraf
simpatis sehingga menyebabkan vasokostriksi yang akhirnya meningkatkan tonus otot yang
menimbulkan berbagai efek seperti spasme otot yang akhirnya menekan pembuluh darah,
mengurangi aliran darah dan meningkatkan kecepatan metabolisme otot yang menimbulkan
pengiriman impuls nyeri.
2.3.5 Prosedur Teknik Relaksasi Nafas Dalam
Prosedur teknik relaksasi nafas dalam menurut Priharjo (2003) dalam Trullyen, (2013)
yakni dengan bentuk pernafasan yan digunakan pada prosedur ini adalah pernafasan
diafragma yang mengacu pada pendataran kubah diagfragma selama inspirasi yang
mengakibatkan pembesaran abdomen bagian atas sejalan dengan desakan udara masuk
selama inspirasi. Adapun langkah-langkah teknik relaksasi nafas dalam adalah sebagai
berikut :
1. Ciptakan lingkungan yang tenang2. Usahakan tetap rileks dan tenang (Dengan memodifikasi tindakan nonfarmakologis
yang lain meliputi distraksi. 3. Menarik nafas dalam dari hidung dan mengisi paru-paru dengan udara melalui
hitungan 1,2,3. 4. Perlahan-lahan udara dihembuskan melalui mulut sambil merasakan ekstrimitas atas
dan bawah rileks. 5. Anjurkan bernafas dengan irama normal 3 kali 6. Menarik nafas lagi melalui hidung dan menghembuskan melalui Mulut. 7. Anjurkan untuk mengulangi prosedur hingga nyeri terasa berkurang.8. Ulangi sampai 15 kali, dengan selingi istirahat singkat setiap 5 kali.
2.3.6 Efek Relaksasi
Teknik relaksasi yang baik dan benar akan memberi efek yang berharga bagi tubuh,
efek tersebut sebagai berikut :
1. Penurunan nadi, tekanan darah dan pernafasan 2. Penurunan konsumsi oksigen 3. Penurunan ketegangan otot 4. Penurunan kecepatan metabolisme 5. Peningkatan kesadaran global 6. Kurang perhatian terhadap stimulasi lingkungan 7. Tidak ada perubahan posisi yang volunter 8. Perasaan damai dan sejahtera 9. Periode kewaspadaan yang santai, terjaga dan dalam (Sulistyo, 2013).
2.3.7 Cara Mengukur Intensitas Nyeri
Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh
individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual dan kemungkinan nyeri
dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda oleh dua
orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mungkin
adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran
dengan tehnik ini juga tidak dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri
(Tamsuri, 2007).
Pengukuran Skala nyeri dengan metode sebagai berikut :
1. Skala Intensitas Nyeri Deskritif
2. Skala Indentitas Nyeri Numerik
3. Skala Analog Visual
4. Skala Nyeri Menurut Bourbanis
Keterangan :
0 : Tidak nyeri 1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik.
Nyeri berat terkontrol
Nyeri ringan Nyeri sedang
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 10Tidaknyeri
Nyeri berat tidak terkontrol
Gambar 2.1 Skala Intensitas Nyeri Deskritif
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Nyeri sedang Nyeri hebat
Tidak nyeri
Gambar 2.2 Skala Identitas Nyeri Numerik
Nyeri sangat hebat
Tidak nyeri
Gambar 2.3 Skala Analog Visual
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Nyeri
hebattidak
terkontr
Nyeri berat
terkontrol
Nyeri sedangNyeri ringanTidaknyeri
Gambar 2.4 Skala nyeri menurut brournis
4-6 : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat
menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti
perintah dengan baik. 7-9 : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah
tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak
dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang
dan distraksi 10 : Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi, memukul
( Smeltzer, S.C bare B.G, 2002) .Karakteristik paling subyektif pada nyeri adlah tingkat keparahan atau intensitas nyeri
tersebut. Klien seringkali diminta untuk mendeskripsikan nyeri sebagai yang ringan, sedang
atau parah. Namun, makna istilah-istilah ini berbeda bagi perawat dan klien. Dari waktu ke
waktu informasi jenis ini juga sulit untuk dipastikan. Skala deskritif merupakan alat
pengukuran tingkat keparahan nyeri yang lebih obyektif. Skala pendeskripsi verbal (Verbal
Descriptor Scale, VDS) merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata
pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang garis. Pendeskripsi ini
diranking dari “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri yang tidak tertahankan”. Perawat
menunjukkan klien skala tersebut dan meminta klien untuk memilih intensitas nyeri trbaru
yang ia rasakan. Perawat juga menanyakan seberapa jauh nyeri terasa paling menyakitkan
dan seberapa jauh nyeri terasa paling tidak menyakitkan. Alat VDS ini memungkinkan klien
memilih sebuah kategori untuk mendeskripsikan nyeri. Skala penilaian numerik (Numerical
rating scales, NRS) lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini,
klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala paling efektif digunakan saat
mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik. Apabila digunakan skala
untuk menilai nyeri, maka direkomendasikan patokan 10 cm (Potter, 2005).
Skala analog visual (Visual analog scale, VAS) tidak melebel subdivisi. VAS adalah
suatu garis lurus, yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan pendeskripsi verbal
pada setiap ujungnya.
Skala ini memberi klien kebebasan penuh untuk mengidentifikasi keparahan nyeri.
VAS dapat merupakan pengukuran keparahan nyeri yang lebih sensitif karena klien dapat
mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari pada dipaksa memilih satu kata atau satu
angka (Potter, 2005).
Skala nyeri harus dirancang sehingga skala tersebut mudah digunakan dan tidak
mengkomsumsi banyak waktu saat klien melengkapinya. Apabila klien dapat membaca dan
memahami skala, maka deskripsi nyeri akan lebih akurat. Skala deskritif bermanfaat bukan
saja dalam upaya mengkaji tingkat keparahan nyeri, tapi juga, mengevaluasi perubahan
kondisi klien. Perawat dapat menggunakan setelah terapi atau saat gejala menjadi lebih
memburuk atau menilai apakah nyeri mengalami
penurunan atau peningkatan (Potter, 2005).
2.5 Keaslian Penelitian
NO
JUDUL METODE HASIL
1 Pengaruh teknik relaksasi nafas dalam terhadap penurunan nyeri pada pasien frakturPenulis : lela aini,resa reskitaTahun 2018
Desain penelitian n:Pra-eksperimental Sampel : 30Variabel:Variabel independen :Teknik relaksasi nafas dalam Variabel dependen :Penurunan nyeri pada pasienfrakturInstrument : observasiAnalisis dan uji statistic analisishubungan antara variabel : teknik relaksasi nafas dalam terhadap nyeri pada pasien fraktur Analisis distribusi : uji Chi SquareAnalisis perbandingan kategori variabel dengan lebih dari 2 kategori : bivariate
( p-vulue=0,001 maka dapat di simpulkan ada pengaruh yang singnifikan tingkat skalanyeri sebelum dan sesudah teknik relaksasi
NO JUDUL METODE HASIL1 Pengaruh teknik relaksasi nafas
dalam dan masase terhadap penurunan skala nyeri pasien pasca apendiktomi di ruangan beda RSUD Dr.M.zein pain.Penulis : yusrisal,zarni,zamzahar,elisaanas.Tahun : 2012
Desain penelitian:quasi eksperimen Sampel 20 orangVariabel :Variabel independen :Masase terhadap penurunan skala nyeripasca apendiktomiInstrument : observasimengunakan lembarcek listAnalisis uji statistic :analisis hubungan antara variabel : teknik relaksasi nafas dalam.Analisis perbandinganantara variabel :karena nyeri pada pasca apendiktomi
P=0,000 (p<0,05). Melihat bahwa kombinasi antara beberapa terapi non farmakologi dapat memberikan perubahan yang baik.terhadap penurunan skala nyeri.
Analisis distribusi : uji man whitney
Analisis perbandingankategori variabel dengan lebih dari 2 kategori : bivariat
NO
JUDUL METODE HASIL
1 pengaruh teknik relaksasi nafas dalam terhadap intensitas nyeri pada pasien pos operasi fraktur di ruangan irnina a blu RSUP prof Dr,r,d kandau Manado.Penulis : Suhartini NurdinTahun 2013
Desain penelitian : quasi exsperimental Sampel : 20VariabelVariabel independen : teknik relaksasi terhadap intensitas nyeriVariabel dependen : post operasi fraktur.Intrumen : lembar observasiAnalisis dan uji statistic analisis hubungan antara variabel : teknik relaksasi bdapan menurunkan nyeriAnalisis perbandingan antara variabel : karena pengaruh teknik relaksasi maka nyeri dapat berkurangAnalisis distribusi : uji paired sample test
Analisis perbandingan kategori variabel dengan lebih dari 2 kategori : bifariat.
P=0,000 ( p<0,05 ) menyatakan bahwa teknik relaksasi nafas dalam mampu menurunkan nyeri pasien post operasi.