BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kinerja...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kinerja...
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kinerja Karyawan
Kinerja merupakan perwujudan kerja yang dilakukan oleh
karyawan yang biasanya di pakai sebagai dasar penilaian terhadap karyawan
atau individu. Kinerja yang baik merupakan suatu langkah untuk menuju
tercapainya tujuan individu. Oleh karena itu kinerja merupakan sasaran
penentu dalam mencapai tujuan individu. Kinerja merupakan perwujudan
kerja yang dilakukan oleh karyawan yang biasanya dipakai sebagai dasar
penilaian terhadap karyawan atau organisasi, sehingga perlu diupayakan
untuk meningkatkan kinerja.
2.1.1 Pengertian Kinerja Karyawan
Menurut Mangkunegara (2004) istilah kinerja berasal dari
kata job performance atau actual performance (prestasi kerja atau
prestasi sesungguhnya yang di capai oleh seseorang). Pengertian
kinerja (prestasi) adalah hasil kinerja secara kualitas, kuantitas, dan
ketepatan waktu yang dicapai oleh seorang pegawai dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya. Kinerja adalah suatu pendekatan interdisipliner untuk
menentukan tujuan yang efektif, pembuatan rencana, aplikasi
penggunaan cara yang produktif untuk menggunakan sumber-sumber
secara efisien dan tetap menjaga adanya kualitas yang tinggi
8
(Sinungan, 1992). kinerja disini mengikut sertakan sumber daya-
sumber daya yang ada seperti halnya sumber daya manusia dan skill
atau ketrampilan, barang, modal, teknologi, manajemen informasi,
energi dan sumber daya lainnya.
2.1.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Karyawan
Menurut pendapat Mangkunegara (2002) “Faktor-faktor
kinerja adalah faktor kemampuan dan faktor motivasi”. Kemampuan
pegawai terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality
(pengetahuan dan skill). Artinya pegawai yang memiliki IQ di atas
rata-rata dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan
terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka akan lebih
mudah mencapai kinerja yang diharapkan. Oleh karena itu pegawai
perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya.
Sedangkan motivasi terbentuk dari sikap seorang pegawai
dalam menghadapi situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi yang
menggerakkan diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan
organisasi. Sikap mental merupakan kondisi mental yang mendorong
diri pegawai untuk berusaha mencapai prestasi kerja secaara
maksimal. Seorang pegawai harus siap secara mental dan fisik dan
memahami tujuan utama dan target kerja yang akan dicapai maupun
memanfaatkan dan menciptakan situasi kerja.
9
2.1.3 Pengukuran Kinerja Karyawan
Penilaian kinerja merupakan suatu proses organisasi dalam
melalui untuk kerja pegawainya. Tujuan dilakukan penilaiaan kinerja
secara umum adalah untuk memberikan feedback kepada pegawai
dalam upaya memperbaiki tampilan kerjanya dan upaya meningkatkan
kinerja organisasi, dan secara khusus dilakukan dalam kaitanya
dengan berbagai kebijaksanaan terhadap pegawai seperti itu untuk
tujuan promosi, kenaikan gaji, pendidikan dan latihan. Sehingga
penilaiaan kinerja dapat menjadi landasan untuk penilaian kinerja
dapat menjadi landasan untuk penilaian sejauh mana kegiatan
manajemen sumberdaya manusia seperti sistem penggajian dapat
sesuai dengan prosedur.
Ukuran sukses dan bagian-bagian mana yang dianggap
penting dalam suatu pekerjaan memang sulit untuk ditentukan, karena
berbagai jenis pekerjaan yang beragam mempunyai ukuran yang
berbeda-beda. Namun As’ad (1996) mengemukakan untuk
memudahkan pengukuran kinerja seorang karyawan dapat dilakukan
dengan cara membagi dua jenis yaitu:
1. Pekerjaan produktif, secara kuantitatif orang bisa membuat suatu
standar objektif.
2. Pekerjaan non produktif, dimana penentu sukses tidaknya seorang
karyawan dalam tugas biasanya didapat melalui jugments atau
pertimbangan subyektif.
10
Menurut Swasto (1996) mengemukakan bahwa kinerja
merupakan tindakan atau pelaksanaan tugas yang telah diselesaikan
oleh seseorang dalam kurun waktu tertentu dan dapat diukur. Hal ini
berkaitan dengan jumlah kuantitas pekerjaan. Ada beberapa cara
untuk mengukur kinerja secara umum, yaitu:
1. Kuantitas.
2. Kualitas.
3. Pengetahuan tentang pekerjaan.
4. Keputusan yang diambil.
5. Perencanaan kerja.
6. Daerah organisasi.
2.1.4 Penilaian Kinerja Karyawan
Penilaian kinerja (performance appraisal) memainkan peranan
yang sangat penting dalam peningkatan motivasi di tempat kerja.
Karyawan menginginkan dan memerlukan balikan berkenan dengan
prestasi mereka dan penilaian menyediakan kesempatan untuk
memberikan balikan kepada mereka. Jika kinerja tidak sesuai dengan
standar, maka penilaian memberikan kesempatan untuk meninjau
kemajuan karyawan dan untuk menyusun rencana peningkatan
kinerja. Penilaian kinerja merupakan upaya membandingkan prestasi
aktual karyawan dengan prestasi kerja dengan yang diharapkan
darinya (Dessler 2000). Dalam penilaian kinerja karyawan tidak hanya
menilai hasil fisik, tetapi pelaksanaan pekerjaan secara keseluruhan
11
yang menyangkut berbagai bidang seperti kemampuan kerja,
kerajinan, kedisiplinan, hubungan kerja atau hal-hal khusus sesuai
dengan bidang dan level pekerjaan yang dijabatnya. Menurt Dessler
(2000) ada lima faktor dalam penilaian kinerja yang populer, yaitu:
1. Prestasi pekerjaan, meliputi: akurasi, ketelitian, keterampilan, dan
penerimaan keluaran.
2. Kuantitas pekerjaan, meliputi: volume keluaran dan kontribusi.
3. Kepemimpinan yang diperlukan, meliputi: membutuhkan saran,
arahan atau Perbaikan.
4. Kedisiplinan, meliputi: kehadiran, sanksi, warkat, regulasi, dapat
dipercaya/ diandalkan dan ketepatan waktu.
5. Komunikasi, meliputi: hubungan antar karyawan maupun dengan
pimpinan, media komunikasi.
Menurut Handoko (2002) pengukuran kinerja adalah usaha
untuk merencanakan dan mengontrol proses pengelolaan pekerjaan
sehingga dapat dilaksanakan sesuai tujuan yang telah ditetapkan,
penilaian prestasi kerja juga merupakan proses mengevaluasi dan
menilai prestasi kerja karyawan diwaktu yang lalu atau untuk
memprediksi prestasi kerja di waktu yang akan datang dalam suatu
organisasi.
Kinerja karyawan pada dasarnya adalah hasil kerja karyawan
selama periode tertentu. Pemikiran tersebut dibandingkan dengan
target/ sasaran yang telah disepakati bersama. Tentunya dalam
12
penilaian tetap mempertimbangkan berbagai keadaan dan
perkembangan yang mempengaruhi kinerja tersebut. Handoko (2000)
menyebutkan bahwa penilaian kinerja terdiri dari 3 kriteria, yaitu :
1. Penilaian berdasarkan hasil yaitu penilaian yang didasarkan adanya
target-target dan ukurannya spesifik serta dapat diukur.
2. Penilaian berdasarkan perilaku yaitu penilaian perilaku-perilaku
yang berkaitan dengan pekerjaan.
3. Penilaian berdasarkan judgement yaitu penilaian yang berdasarkan
kualitas pekerjaan, kuantitas pekerjaan, koordinasi, pengetahuan
pekerjaan dan ketrampilan, kreativitas, semangat kerja,
kepribadian, keramahan, intregitas pribadi serta kesadaran dan
dapat dipercaya dalam menyelesaikan tugas.
2.2 Kompensasi
Konsep kompensasi dalam manajemen sumber daya manusia pada
penerapan berbagai organisasi umumnya mempunyai tujuan yaitu bagaimana
organisasi dapat mempertahankan dan meningkatkan kinerja pegawai dalam
rangka mencapai visi dan misi suatu organisasi. Dalam tingkat implementasi
proses penetapan sistem kompensasi melibatkan berbagai kepentingan seperti
pegawai, stakeholder dan keseimbangan finansial organisasi.
2.2.1 Pengertian Kompensasi
Menurut Ivancevich (2001) kompensasi diartikan sebagai
semua bentuk penghargaan atau imbalan yang diberikan oleh suatu
13
instansi untuk penggantian atas hasil kerja pegawai yang terdiri dari
bentuk kompensasi finansial seperti gaji pokok, insentif, tunjangan dan
lain – lain. Dan kompensasi dalam bentuk non finansial seperti
pekerjaan yang menarik minat, tantangan pekerjaan, tanggung jawab,
pengakuan yang memadai atas prestasi yang dicapai serta adanya
peluang promosi bagi pegawai yang berpotensi.
Gibson (1993) menyatakan pendapatnya tentang kompensasi
sebagai imbalan yang diterima oleh karyawan baik berupa imbalan
intrinsik maupun imbalan ekstrinsik. Lebih lanjut Gibson menjelaskan
bahwa yang dimaksud dengan imbalan intrinsik adalah imbalan yang
diterima karyawan berupa gaji, upah, tunjangan tambahan, imbalan
impersonal dan promosi. Sedangkan yang dimaksud dengan imbalan
ekstrinsik adalah imbalan karyawan berupa kenikmatan atau nilai yang
diterima dari isi atau bagian suatu tugas kerja seperti kesempatan
menyelesaikan tugas, pencapaian prestasi, otonomi dana perkembangan
pribadi. Sejalan dengan itu, Sulistiyani (2003) mengemukakah bahwa
kompensasi adalah segala sesuatu yang diterima oleh pegawai sebagai
balas jasa (kontra prestasi) atas kerja mereka. Pada dasarnya
kompensasi merupakan kontribusi yang diterima oleh pegawai atas
pekerjaan yang telah dikerjakannya.
Dari pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa kompensasi
merupakan balas jasa yang diterima oleh pegawai baik secara langsung
berupa uang (finansial) maupun tidak langsung berupa penghargaan
14
(non finansial) sebagai balasan atas apa yang telah dikerjakannya untuk
organisasi. Oleh karena itu, program kompensasi menjadi sangat
penting bagi organisasi karena mencerminkan upaya organisasi untuk
mempertahankan sumber daya manusia sebagai komponen utama.
Kompensasi juga merupakan salah satu aspek yang berati bagi pegawai,
karena bagi individu atau pegawai besarnya kompensasi mencerminkan
ukuran nilai karya mereka diantara para pegawai itu sendiri, keluarga
dan masyarakat. Bila kompensasi diberikan secara benar, pegawai akan
termotivasi dan lebih terpusatkan untuk mecapai sasaran – sasaran
organisasi.
Gibson (1993) mengemukakan bahwa setiap paket imbalan
harus cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar (misalnya makan, papan,
pakaian), harus dipandang adil dan harus berorientasi pada individu. Ini
artinya, apabila suatu organisasi mampu memberikan kompensasi yang
layak kepada pegawainya sesuai dengan standar hidup yang normal
sehingga pegawai mampu memenuhi kebutuhan minimalnya beserta
keluarganya, maka hal ini dapat merupakan dorongan semangat bagi
karyawan untuk lebih giat lagi bekerja agar hasilnya lebih optimal.
Sebaliknya bila kompensasi yang diterima pegaawai dipandang
pegawai kurang sesuai dibandingkan dengan usaha yang telah diberikan
kepada organisasinya, maka kepuasan kerja dan dipilin kerja pegawai
pun cenderung akan menurun.
15
Dengan demikian, pengelolaan kompensasi merupakan
kegiatan yang amat penting dalam membuat pegawai cukup puas dalam
pekerjaanya. Dengan kompensasi kita bisa memperoleh atau
menciptakan, memelihara dan mempertahankan produktivitas. Tanpa
kompensasi yang memadai, pegawai yang ada sekarang cenderung
untuk keluar dari organisasi dan organisasi akan mengalami kesulitan
dalam replacement terlebih dalam recruting.
Tidak hanya karena pemberian kompensasi merupakan salah
satu tugas yang paling kompleks, tetapi juga salah satu aspek yang
paling berarti bagi karyawan maupun organisasi. Suatu kompensasi
harus memiliki dasar yang logis, kuat dan tidak mudah goyahserta adil.
Handoko (2001) menyatakan bahwa perusahaan harus memperhatikan
prinsip keadilan dalam penetapan kebijakan kompensasi. Persepsi
keadilan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu :
1. Ratio kompensasi dengan masukan - masukan (input) seseorang
yang berupa tenaga, pendidikan, pelatihan, pengalaman, daya tahan
dsb.
2. Perbandingan ratio tersebut dengan ratio – ratio yang diterima
orang– orang lain dengan kontrak langsung selalu terjadi.
Keadilan biasanya ada bila seorang karyawan memandang
ratio pengasilannya terhadap masukan – masukan adalah seimbang
(ekuilibrium), baik secara internal maupun hubungannya dengan
karyawan lain. Keadilan atau konsistensi internal berarti bahwa
16
besarnya kompensasi harus dikaitkan denga nilai relatif pekerjaan.
Dengan kata lain, pekerjaan sejenis memperoleh pembayaran yang
sama. Keadilan atau konsistensi eksternal menyangkut pembayaran
kepada karyawan pada tingkat yang layak satu sama dengan
pembayaran yang diterima para karyawan yang serupa diperusahaan –
perusahaan lain.
Patton dalam Ivacevich (2001) menyarankan bahwa agar
kebijakan kompensasi berjalan efektif, adil secara internal maupun
eksternal maka harus memenuhi tujuh kriteria, yaitu :
1. Aadequade, kompensasi minimal yang diberikan harus sesuai
dengan upah minimum regional yang ditentukan oleh pemerintah,
serikat pekerja dan manajerial.
2. Equitable, setiap orang harus dibayar secara adil sesuai dengan
usaha yang dilakukannya, kemampuan dan pelatihan yang
dimilikinya.
3. Balanced, adanya keseimbangan gaji, keuntungan atau imbalan
lainnya yang diberikan atas kinerja pegawai sesuai dengan total balas
jasa yang tepat.
4. Cost-effective, gaji yang diberikan tidak boleh berlebihan, harus
disesuaikan dengan kemampuan organisasi.
5. Secure, gaji harus memadai untuk membantu pegawai agar merasa
nyaman dalam memenuhi kebutuhan dasar mereka.
17
6. Incentive-providing, gaji harus dapat memotivasi pegawai agar
bekerja secara efektif dan produktif.
7. Acceptable to the employee, pegawai harus dapat memahami sistem
penggajian yang diterapkan oleh organisasinya.
Ketidakpuasan sebagian besar karyawan terhadap besarnya
kompensasi sering diakibatkan adanya perasaan tidak diperlakukan
dengan adil dan layak dalam pembayaran mereka. Pada umumnya
karyawan akan menerima perbedaan – perbedaan kompensasi
didasarkan pada perbedaaan tanggung jawab, kemampuan,
penngetahuan, produktivitas atau kegiatan – kegiatan manajerial.
Perbedaan pembayaran atas dasar ras, kelompok etnis atau jenis
kelamin dilarang oleh hukum dan kebijaksanaan umum.
2.2.2 Tujuan Kompensasi
Program kompensasi atau balas jasa umumnya bertujuan untuk
kepentingan perusahaan, karyawan dan pemerintahan atau masyarakat.
Supaya tujuan tercapai dan memberikan kepuasan bagi semua pihak
hendaknya program kompensasi ditetapkan berdasarkan prinsip adil dan
wajar, undang-undang perburuhan, serta memperhatikan internal dan
eksternal konsistensi.
Menurut Mathis dan Jackson (2006) sistem kompensasi dalam
organisasi harus dihubungkan dengan tujuan dan strategi organisasi.
18
Program kompensasi yang efektif dalam sebuah organisasi memiliki
empat tujuan :
1. Kepatuhan pada hukum dan peraturan yang berlaku.
2. Efektivitas biaya bagi organisasi.
3. Keadilan internal, eksternal dan individual bagi para karyawan.
4. Peningkatan kinerja bagi organisasi.
2.3 Pengembangan Karir
2.3.1 Definisi Karir
Para ahli mendefinisikan karir sebagai tahap-tahap
perkembangan pengalaman kerja seseorang selama masa kerjanya
(Greenberg, 1995). Karir didefinisikan pula sebagai posisi yang
dipegang individu dalam suatu jabatan di suatu perusahaan dalam
kurun waktu tertentu atau seluruh pekerjaan yang dimiliki/dilakukan
oleh individu selama masa hidupnya. Selain itu, karir juga dapat
dilihat sebagai tingkat kemapanan kehidupan seseorang setelah
mencapai tingkatan umur tertentu yang ditandai dengan penampilan
dan gaya hidup orang tersebut.
2.3.2 Tahapan-Tahapan Karir
Penelitian mengenai karir menyimpulkan bahwa perubahan
kebutuhan dan ekspektasi/harapan individu berubah melalui tahapan-
tahapan karir itu sendiri (Ivancevich, 2001). Fase awal/fase
19
pembentukan menekankan pada perhatian untuk memperoleh jaminan
terpenuhinya kebutuhan dalam tahun-tahun awal pekerjaan.
Selanjutnya adalah fase lanjutan, dimana pertimbangan jaminan
keamanan sudah mulai berkurang, dan lebih menitikberatkan pada
pencapaian harga diri dan kebebasan. Fase selanjutnya adalah fase
mempertahankan, dimana individu mempertahankan pencapaian
keuntungan atau manfaat yang telah diraihnya sebagai hasil pekerjaan
di masa lalu. Individu telah merasa terpuaskan, baik secara psikologis
maupun finansial. Setelah fase mempertahankan dilewati, individu
kemudian memasuki fase pensiun. Pada fase pensiun ini, kekuasaan
dan tanggung jawab individu menurun dan lebih menitikberatkan pada
perencanaan strategis jangka panjang, yakni mengidentifikasikan dan
mendukung karir-karir penggantinya atau orang kepercayaannya serta
berinteraksi dengan orang-orang yang memiliki peranan penting dari
luar organisasi.
Konsep tahapan-tahapan karir ini merupakan dasar/azas untuk
memahami dan mengatur pengembangan karir. Hal tersebut penting
untuk memahami tahapan hidup/usia, karena individu menjalani
tahapan karir sejalan tahapan hidup/usianya.
2.3.3 Jangkar-Jangkar Karir
Ada 5 (lima) alasan, minat atau nilai yang dipegang individu
dalam memilih dan mempersiapkan karirnya (Dessler, 1984). Hal ini
yang disebut jangkar-jangkar karir, yakni :
20
1. Kompetensi Manajerial (Managerial Competence). Tujuan karir ini
adalah untuk mengembangkan kualitas-kualitas kompetensi
interpersonal, analisis, dan emosional guna personil-personil.
2. Kompetensi Teknis/Fungsional. (Technical/Functional
Competence). Pada jangkar ini, individu lebih cenderung dalam
menetapkan pilihan karirnya berdasarkan atas teknis atau
fungsional dari pekerjaan dengan pengembangan bakat teknis yang
terus menerus.
3. Kreativitas (Creativity). Individu yang kreatif memiliki sifat
sebagai pengusaha yakni memiliki kebutuhan untuk menciptakan
atau membangun sesuatu yang secara keseluruhan merupakan hasil
mereka sendiri.
4. Otonomi dan Kemandirian (Autonomy and Independence). Pada
jangkar ini, individu cenderung terdorong oleh kebutuhan untuk
mandiri, bebas dari batasan-batasan organisasional. Individu
tersebut menghargai otonomi dan menginginkan menjadi
atasan/bos bagi dirinya sendiri serta bekerja pada tempatnya
sendiri.
5. Jaminan (Security). Individu cenderung melakukan hal-hal yang
diperlukan untuk mempertahankan jaminan pekerjaan, penghasilan
yang layak dan masa depan yang stabil dalam bentuk program dan
tunjangan pensiun yang baik. Sehingga individu tersebut sering
terlihat dirinya terikat pada sebagian dari organisasi atau lokasi.
21
2.3.4 Konsep Manajemen Karir
Manajemen karir adalah suatu proses dimana organisasi
mencoba menyesuaikan minat karir individu dan kemampuan
organisasi untuk merekrut karyawan (Gutteridge, 1976). Sedangkan
menurut Greenhaus (1987), manajemen karir adalah proses dimana
individu mengumpulkan informasi mengenai nilai, minat, kelebihan
dan kekurangan keterampilan, mengidentifikasi tujuan karir,
mengimplementasi strategi karir yang meningkatkan kemungkinan
bahwa tujuan karir yang akan dicapai.
Manajemen karir dapat mengurangi ketidaksesuaian antara
individu dengan peranannya, menggembangkan kompetensi, dan
menumbuhkan tersedianya individu yang akan menciptakan
kombinasi bakat yang harmonis bagi team work yang optimal,
pengembangan bakat yang fleksibel dan pembelajaran yang dinamis
(Giyartiningrum, 2000).
Manajemen karir dilakukan dengan membantu individu dalam
perencanaan karirnya dan pengembangan aktivitas untuk menjamin
bahwa perencanaan karir sesuai dengan kebutuhan organisasi. Jadi,
manajemen karir meliputi perencanaan dan pengembangan karir
individu dan organisasi.
Perencanaan dan pengembangan karir yang disediakan
organisasi bukan untuk menjamin kesuksesan karir karyawannya,
tetapi dimaksudkan untuk membantu karyawannya dalam hal-hal yang
22
berhubungan dengan pekerjaan, tugas, dan keputusan karirnya baik di
dalam maupun diluar organisasi. Dengan kata lain individu dituntut
untuk melakukan kontrol terhadap karir mereka, sehingga tanggung
jawab pengembangan karir akan berpindah dari organisasi kepada
karyawan. Kondisi ini memberikan penekanan pada kemampuan
individu dalam mengembangkan karirnya.
2.3.5 Perencanaan Karir
Perencanaan karir yaitu suatu proses dimana individu dapat
memilih tujuan karir serta jalan untuk mencapai tujuan tersebut.
Dengan perencanaan karir, individu dapat menetapkan tujuan
karirnya, dimana hal ini akan mendorong individu tersebut untuk
meraih jenjang pendidikan lebih lanjut, pelatihan dan kegiatan
pengembangan lainnya sehingga akan menambah jumlah kualifikasi
pelamar internal. Dengan demikian formasi pekerjaan dapat dipenuhi
secara internal, sehingga organisasi tidak perlu merekrut pelamar dari
luar.
Kebutuhan dan kesempatan karyawan dan perusahaan dapat
disesuaikan dengan berbagai cara. Ada dua pendekatan yang dapat
dilakukan dalam perencanaan karir, yakni :
1. Informal, yaitu: evaluasi kinerja, konseling karir. Karakteristik dari
evaluasi kinerja adalah untuk memberikan informasi bagi pekerja
tidak hanya seberapa baik mereka telah melakukan pekerjaan,
tetapi potensi apa yang dapat mereka capai di masa mendatang.
23
2. Formal, yaitu: workshop, seminar dan pusat-pusat pengembangan
diri dan program pemberian bantuan dana pendidikan.
Tujuan dan manfaat perencanaan karir pada dasarnya adalah
(Rivai, 2004) :
1. Meluruskan strategi dan syarat-syarat karyawan internal (aligns
strategy and internal staffing).
2. Mengembangkan karyawan yang dapat dipromosikan (develops
promotable employees).
3. Memudahkan penempatan ke luar negeri (facilitates internacional
placement).
4. Membantu di dalam keanekaragaman tenaga kerja (assists with
workforce diversity).
5. Mengurangi pergantian (lower turnover).
6. Menyaring potensi karyawan (taps employee potential).
7. Meneruskan pertumbuhan pribadi (furthers personal growth).
8. Mengurangi penimbunan (reduce hoarding).
9. Memuaskan kebutuhan karyawan (satisfies employee needs).
10. Membantu perencanaan tindakan secara afirmatif (assists
affirmative action plans).
Untuk terwujudnya manfaat tersebut, organisasi harus melakukan
upaya-upaya sebagai berikut (Rivai, 2004) :
1. Pendidikan karir.
2. Informasi tentang perencanaan karir.
24
3. Konseling karir.
4. Bimbingan karir.
2.3.6 Pengembangan Karir
Organisasi atau manajerial melihat pengembangan karir
sebagai penelusuran jalan karir, yakni manajemen mencari informasi
untuk mengatur/memimpin dan mengawasi kemajuan personil,
meningkatkan produktivitas, sikap terhadap pekerjaan dan kepuasan
kerja serta untuk memastikan kemampuan bakat manajerial dan teknik
yang akan memenuhi kebutuhan organisasi.
Sedangkan bagi individu pengembangan karir sebagai alat
bantu individu dalam mengidentifikasi tujuan karir, kemampuan dan
minat dan menentukan kebutuhan-kebutuhan akan mencapai tujuan
untuk lebih dapat disesuaikan dengan kebutuhan sumber daya manusia
sejalan dengan pertumbuhan dan berkembangnya perusahaan. Proses
yang ditempuh oleh karyawan untuk mendapatkan berbagai kemajuan
harus melalui berbagai tahapan dan setiap tahapan tersebut ditandai
oleh seperangkat tugas-tugas, karakteristik, minat, dan interaksi antar
karyawan yang berbeda. Selain itu setiap tahapan karir akan
mempengaruhi kebutuhan karyawan, sikap dan perilaku kerja.
2.3.7 Pengembangan Karir Individu
Pengembangan karir individu memerlukan individu-individu
yang memahami kebutuhan akan pengetahuan, prestasi, kemampuan
25
dan gol pribadi. Ini dapat dicapai melalui suatu tiga langkah, yakni
(Noe, 1996) :
1. Eksplorasi Karir
Exploratory behavior meliputi kegiatan mental atau fisik
seseorang untuk memperoleh informasi mengenai individu tersebut
dan lingkungan. Informasi tersebut digunakan untuk
pengembangan individu dan konsep pekerjaan.
Menurut Stumpt, Colarelli, dan Hartman (1993), eksplorasi karir
meliputi empat komponen, yaitu :
1) Where one explores (enviroment vs self).
2) How one explores (intended vs systematic).
3) How much one explores (frequency and amout of information).
4) What one explores (focus of the exploreation).
Individu mendapatkan informasi karir melalui eksplorasi
diri mengenai nilai, minat, keunggulan dan kekurangan
keahliannya serta eksplorasi lingkungan. (misalnya mendiskusikan
karir dengan teman atau anggota keluarga). Eksplorasi diharapkan
terjadi pada individu-individu yang mengharapkan kemajuan dan
kesuksesan dalam karir mereka. Eksplorasi dimaksudkan untuk
memperlihatkan hal-hal yang mendukung kesuksesan karir
sehingga dapat meningkatkan pengetahuan mengenai karir,
keahlian dan perilaku yang dibutuhkan untuk dikembangkan demi
kesuksesan karir.
26
Individu-individu mungkin dengan sadar mengeksplorasi
dirinya atau lingkungan secara sistematis ataupun secara acak.
Semakin sistematis proses eksplorasi tampaknya menghasilkan
kesadaran dan pemahaman yang lebih baik tentang kebutuhan
untuk perilaku pengembangan. Pemahaman ini merupakan salah
satu prasyarat penting untuk perilaku pengembangan dan niat untuk
berpartisipasi dalam kegiatan pengembangan (Noe, 1986).
2. Pengembangan Tujuan Karir
Menurut goal setting theory, tujuan akan mempengaruhi
perilaku melalui direct attention, stimulating dan maintaining
effort, serta facillitating the development strategies untuk
pencapaian tujuan (Locke and Latham, 1990). Greenhaus (1987)
menyatakan tujuan karir adalah karir yang berhubungan dengan
outcomes yang ingin dicapai oleh seseorang seperti promosi,
peningkatan gaji, dan peningkatan skill.
Dalam literatur tentang karir, goal focus memperlihatkan
pentingnya pencapaian tujuan karir, kepuasan dengan kemajuan
karir, dan partisipasi dalam kegiatan yang berhubungan dengan
tercapainya tujuan karir (Stevens, 1973; Sugalski dan Greenhaus,
1986). Goal focus dapat didefinisikan sebagai keyakinan seseorang
mengenai tujuan karir atau preferensi mengenai tugas, pekerjaan
atau jenis organisasi dimana individu tersebut bekerja (Stumpf,
Colarelli dan Hartman, 1983).
27
Salah satu tipe tujuan karir adalah adanya perbedaan
posisi dalam organisasi (misal promosi). Karakteristik penting dari
posisi tujuan karir adalah banyaknya posisi yakni antara pekerjaan
yang ada sekarang dengan posisi yang diinginkan. Riset
membuktikan bahwa jarak dari tujuan karir memiliki pengaruh
penting pada tujuan untuk berpartisipasi dalam kegiatan
pengembangan dan frekuensi dari perilaku pengembangan. Sebagai
contoh Noe dan Steffy (1987) menemukan bahwa karyawan yang
memiliki posisi saat ini sudah dekat dengan tujuan karirnya akan
lebih memperlihatkan perilaku eksplorasi karir daripada karyawan
yang memiliki posisi yang jauh dari tujuan karirnya. Semakin dekat
posisi karyawan pada tujuan karir mereka, akan semakin berminat
dan semakin terlibat dalam kegiatan pengembangan.
Hal tersebut didasarkan atas beberapa alasan, yakni :
Pertama, karyawan butuh untuk meningkatkan kesiapannya untuk
posisi yang diinginkan melalui peningkatan skill dan kemampuan
yang diperlukan untuk mencapai sukses. Kedua, perilaku
pengembangan dapat meningkatkan kesempatan mereka untuk
memperoleh posisi yang diinginkan melalui memberi tanda/isyarat
untuk terlibat dalam penentuan siapa yang akan menerima promosi
dan tugas baru sehingga karyawan akan berminat dan termotivasi
untuk mencapai kesempatan baru tersebut dalam organisasi.
28
3. Implementasi Strategi Karir
Career Strategy adalah kegiatan atau perilaku, seperti
partisipasi dalam hubungan mentoring, yang dapat meningkatkan
kemungkinan tercapainya tujuan karir. Gould dan Penley (1984)
menyatakan bahwa penggunaan strategi karir interpersonal
(interpersonal career strategy) dan strategi karir intrapersonal
(intrapersonal career strategy) menjadikan manajer dapat memberi
evaluasi kinerja yang lebih baik pada karyawan sebab strategi
tersebut menyebabkan manajer dapat mengembangkan efek positif
pada karyawan. Interpersonal career strategy lebih responsibel
untuk efek positif yang meliputi komunikasi untuk meningkatkan
tanggung jawab (self-nomination) dan developing contract dalam
perusahaan yang menyediakan one’s boss dengan akses ke
informasi dan sumberdaya (neworking). Hal yang penting dalam
interpersonal career strategy adalah pengembangan skill dan
kompetensi kritis untuk kesuksesan unit kerja (pengembangan
keahlian).
Strategi karir yang digunakan karyawan diduga
berhubungan dengan perilaku pengembangan. Sebagai contoh,
dalam pengembangan untuk mendukung pencapaian tujuan karir
karyawan, para karyawan pada umumnya melakukan tindakan
nyata yang tujuan utamanya adalah menambah wawasan
29
pengetahuan dan pengalaman pada bidang pekerjaan,
meningkatkan ketrampilan yang mendukung dan menunjang karir.
Umur, posisi dan dukungan pimpinan untuk kegiatan
pengembangan sepertinya mempengaruhi keterlibatan dalam proses
manajemen karir. Menurut Cleveland dan Shore (1992),
menyarankan bahwa kedua kronologi dan penerimaan umur secara
negatif berhubungan dengan partisipasi karyawan dalam kegiatan
keterkaitan karir seperti on-the job training dan konseling karir.
Hasilnya diharapkan bahwa umur mempunyai hubungan signifikan
dengan manajemen karir, kemauan (niat) dalam kegiatan
pengembangan dan perilaku pengembangan.
Potensi untuk suksesnya karir, seperti kemajuan gaji dan
promosi bervariasi sesuai dengan posisi. Di kebanyakan
perusahaan, manajer mempunyai kesempatan lebih dalam
kemajuan gaji dan promosi daripada karyawan di posisi lain. Gould
dan Penley (1994) menyarankan bahwa pimpinan membuat
kegunaan strategi karir yang lebih besar dan eksplorasi tindak
tanduk karyawan di posisi lain.
2.4 Kepuasan Kerja
Kepuasan Kerja secara umum menyangkut sikap seseorang
mengenai pekerjaannya. Karena menyangkut sikap, pengertian kepuasan
kerja mencakup berbagai hal seperti kondisi dan kecenderungan perilaku
30
seseorang. Kepuasan-kepuasan itu tidak tampak serta nyata, tetapi dapat
diwujudkan dalam suatu hasil kerja. Untuk itu, perlu diperhatikan agar
karyawan sebagai penunjang terciptanya produktivitas kerja dalam bekerja
senantiasa disertai dengan perasaan senang dan tidak terpaksa sehingga akan
tercipta kepuasan kerja karyawan. Kepuasan kerja akan berbeda pada masing-
masing individu. Sangat sulit untuk mengetahui ciri-ciri kepuasan kerja
masing-masing individu.
Untuk mengetahui tentang pengertian tentang kepuasan kerja ada
beberapa pendapat antara lain, Martoyo (2000) kepuasan kerja adalah
keadaan emosional karyawan dimana terjadi ataupun tidak terjadi titik temu
antara nilai balas jasa kerja karyawan dari perusahaan atau organisasi dengan
tingkat nilai balas jasa yang memang diinginkan oleh karyawan yang
bersangkutan. Balas jasa kerja ini, baik yang berupa finansial maupun yang
nonfinansial.
Menurut hasil penelitian Herzberrg, bahwa faktor yang
mendatangkan kepuasan adalah prestasi, pengakuan, pekerjaan itu sendiri,
tanggung jawab, dan kemajuan (Armstrong, 1994). Pendapat lain menyatakan
kepuasan kerja (job salisfaction) adalah keadaan emosional yang
menyenangkan atau tidak menyenangkan dimana para karyawan memandang
pekerjaan mereka (Handoko, 2001). Sedangkan Wexley dan Yulk (1977)
yang disebut kepuasan kerja ialah perasaan seseorang terhadap pekerjaan.
Kepuasan kerja berhubungan erat dengan faktor sikap. Kepuasan kerja
berhubungan erat dengan sikap dari karyawan terhadap pekerjaannya sendiri,
31
situasi kerja, kerjasama antara pimpinan dengan sesama karyawan (As’ad,
2003).
Kepuasan kerja merupakan persoalan umum pada setiap unit kerja,
baik itu berhubungan motivasi, kesetian ataupun ketenangan bekerja, dan
disiplin kerja. Menurut Hulin (1966) gaji merupakan faktor utama untuk
mencapai kepuasan kerja. Tetapi kenyataannya gaji yang tinggi tidak selalu
menjadi faktor utama untuk mencapai kepuasan kerja.kenyataan lain banyak
perusahaan telah memberikan gaji yang cukup tinggi, tetapi masih banyak
karyawan yang merasa tidak puas dan tidak senang dengan pekerjaannya.
Gaji hanya memberikan kepuasan sementara karena kepuasan terhadap gaji
sangat dipengaruhi oleh kebutuhan dan nilai orang yang bersangkutan
(As’ad, 2003).
Wexley dan Yulk dalam As’ad (1987), yang mendefinisikan
kepuasan kerja sebagai berikut:’’Job satisfaction is the way an employee feels
about his job’’. Kepuasan kerja perasaan pekerja terhadap pekerjaanya.
Siagian menuliskan bahwa “kepuasan kerja merupakan suatu cara pandang
seseorang, baik yang bersifat positif maupun bersifat negatif, tentang
pekerjaannya’’. Dari defenisi tersebut,dapat disimpulkan bahwa kepuasan
kerja adalah perasaan positif seseorang terhadap pekerjaannya.
Kepuasan kerja adalah salah satu elemen yang cukup penting
dalam organisasi. Hal ini disebabkan kepuasan kerja dapat mempengaruhi
perilaku kerja seseorang seperti malas, rajin, produktif,apatis,dan lain-lain.
sikap puas atau tidak puas karyawan dapat diukur dari sejauh mana perusahan
32
atau organisasi dapat memenuhi kebutuhan karyawan. Bila terjadi keserasian
antara kebutuhan karyawan dengan apa yang diberikan perusahan, maka
tingkat kepuasan yang dirasakan karyawan akan tinggi, dan sebaiknya.
Ketidakpuasan kerja sering tercermin dari prestasi kerja yang akan rendah,
tingkat kemangkiran yang tinggi, seringnya terjadi kecelakaan kerja, dan
bahkan pemogokan kerja yang pada akhirnya akan sangat merugikan
perusahan.
Kepuasan kerja ini sikap umum individu yang bersifat individual
tentang perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Luthans (1995)
mengemukakan bahwa kepuasan kerja adalah ungkapan kepuasan karyawan
tentang bagaimana pekerjaan mereka dapat memberikan manfaat bagi
organisasi, yang berarti bahwa apa yang diperoleh dalam bekerja sudah
memenuhi apa yang dianggap penting. Kepuasan kerja itu dianggap sebagai
hasil dari pengalaman karyawan dalam hubungannya dengan nilai sendiri
seperti apa yang dikehendaki dan diharapkan dari pekerjaannya. Pandangan
tersebut dapat disederhanakan bahwa kepuasan kerja merupakan suatu sikap
dari individu dan merupakan umpan balik terhadap pekerjaannya.
Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa
kepuasan kerja adalah perasaan seseorang dimana ia mencapai titik puncak.
2.4.1 Faktor yang mempengaruhi Kepuasan Kerja.
Faktor-faktor yang memberikan kepuasan kerja adalah:
1. Faktor individual, meliputi: umur, kesehatan, watak, dan harapan.
33
2. Faktor sosial, meliputi: hubungan kekeluargaan, pandangan
masyarakat, kesempatan berkreasi, kegiatan perserikatan pekerja,
kebebasan berpolitik, dan hubungan ke masyarakat.
3. Faktor utama dalam pekerjaan, meliputi: upah, pengawasan,
ketentraman kerja, kondisi kerja, dan kesempatan untuk maju.
Selain itu, juga penghargaan terhadap kecakapan, hubungan sosial
didalam pekerjaan, ketepatan dalam menyelesaikan konflik antara
manusia, perasaan diperlakukan adil. Baik yang menyangkut pribadi
maupun tugas (As’ad, 2003).
Menurut Hasibuan (2001) mengemukakan ada tujuh faktor yang
mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu :
1. Balas jasa yang adil dan layak.
2. Penempatan yang tepat sesuai dengan keahlian.
3. Berat ringannya pekerjaan.
4. Suasana dan lingkungan pekerjaan.
5. Peralatan yang menunjang pelaksanaan pekerjaan.
6. Sikap pimpinan dalam kepemimpinannya.
7. Sifat pekerjaan monoton atau tidak.
2.4.2 Karakteristik yang mempengaruhi kepuasan kerja.
Menurut Smith, Kendall dan Hulin (dalam Gibson,
Ivancevich, dan Donnelly, 2000), ada lima karakteristik penting yang
mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu :
34
1. Pekerjaan, sampai sejauhmana tugas kerja dianggap menarik dan
memberikan kesempatan untuk belajar dan menerima tanggung
jawab.
2. Upah atau gaji, yaitu jumlah yang diterima dan keadaan yang
dirasakan dari upah atau gaji.
3. Penyelia atau pengawasan kerja yaitu kemampuan penyelia untuk
membantu dan mendukung pekerjaan.
4. Kesempatan promosi yaitu keadaan kesempatan untuk maju.
5. Rekan kerja yaitu sejauhmana rekan kerja bersahabat dan
berkompeten.
2.5 Kerangka Pemikiran
Kompensasi adalah semua pendapatan yang berbentuk uang tunai
atau barang, langsung atau tidak langsung yang diterima karyawan sebagai
imbalan atau jasa yang diberikan kepada perusahaan (Hasibuan, 2001).
Dalam penelitian ini yang dilakukan oleh Nurtjahjani (2008) Politeknik
Negeri Malang, penelitian ini dilakukan pada PT. PLN (Persero) APJ Malang
menggunakan metode uji regresi, menunjukkan bahwa kompensasi
berpengaruh terhadap kinerja karyawan.
Menurut Mangkunegara (2001) Pengembangan karir adalah
aktifitas kepegawaian yang membantu pegawai-pegawai merencanakan karir
masa depan mereka di perusahaan agar perusahaan dan pegawai yang
bersangkutan dapat mengembangkan diri secara maksimum. Dalam
35
penelitian yang dilakukan oleh Watimena (2007) STIA Yapis Biak Papua,
penelitian ini dilakukan pada Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Biak
Papua menggunakan metode uji regresi, menunjukkan bahwa kompensasi
berpengaruh terhadap kinerja karyawan.
Kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan
atau tidak menyenangkan dimana para karyawan memandang pekerjaan
mereka. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap
pekerjaannya. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Tobing (2009)
Univesitas Jember, penelitian ini dilakukan pada PT. Perkebunan Nusantara
III di Sumatra Utara menggunakan metode uji regresi, menunjukkan bahwa
kompensasi berpengaruh terhadap kinerja karyawan.
36
Gambar 1 : Kerangka Pemikiran
2.6 HIPOTESIS
Berdasarkan permasalahan dan teori-teori yang dikemukakan sebelumnya,
maka penelitian ini mengambil hipotesis adalah sebagai berikut :
H1 = Kompensasi secara parsial berpengaruh positif terhadap Kinerja
Karyawan.
H2 = Pengembangan Karir secara parsial berpengaruh positif terhadap
Kinerja Karyawan.
H3 = Kepuasan Kerja secara parsial berpengaruh positif terhadap Kinerja
Karyawan.
H4 = Kompensasi, Pengembangan Karir, dan Kepuasan Kerja secara
simultan berpengaruh positif terhadap Kinerja Karyawan.
Kompensasi (X1)
Pengembangan
Karir (X2)
Kepuasan Kerja
(X3)
Kinerja Karyawan
(Y)