BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kedelai - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/62603/3/BAB_II.pdf ·...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kedelai - eprints.undip.ac.ideprints.undip.ac.id/62603/3/BAB_II.pdf ·...
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kedelai
Kedelai (Glycine max (L) Merill) merupakan tanaman semusim, berupa
semak rendah, tumbuh tegak, berdaun lembut dengan beragam morfologi.
Menurut Adisarwanto (2005) kedudukan tanaman kedelai dalam sistematik
tumbuhan (taksonomi) dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Klas : Dicotyledonae
Subklas : Archihlamydae
Ordo : Polypotales
Famili : Leguminosae (Papilionaceae)
Sufamili : Papilionoideae
Genus : Glycine
Species : Glycine max (L) Merill
Pertumbuhan kedelai bisa optimal karena morfologi tanaman kedelai
didukung oleh komponen utamanya yaitu akar, batang, daun, bunga, polong, dan
biji. Akar-akar pada tanaman kedelai dapat mengikat nitrogen dari udara dengan
bantuan bakteri Rhizobium sp, sehingga unsur nitrogen bagi tanaman tersedia
dalam tanah bisa meningkatkan kesuburan tanah (Andrianto dan Indarto, 2004).
6
Biji kedelai mempunyai nilai gizi yang baik karena kedelai kaya akan
sumber protein nabati yang tinggi, sumber lemak, vitamin, dan mineral. Rata-rata
kandungan protein dari kedelai adalah 35 persen, bahkan dalam varietas unggul
kandungan proteinnya mencapai 40 – 44 persen. Kandungan lemak pada kedelai
sekitar 18 – 20 persen yang terdiri dari asam-asam lemak tak jenuh yang bebas
kolestrol. secara umum kedelai merupakan sumber vitamin B, karena kandungan
vitamin B1, B2, niasin, piridoksin dan golongan vitamin B lainnya banyak
terdapat di dalamnya (Adisarwanto, 2005). Konsumsi kedelai dapat memperbaiki
gizi masyarakat melalui konsumsi bentuk segar maupun melalui bentuk olahan
seperti tahu, tempe, tauco, kecap, susu dan lain sebagainya (Kertaatmaja, 2001).
Ilustrasi 1. Produksi Kedelai di Kabupaten Pati
Sumber : Badan Pusat Statistik (2015).
Ilustrasi 1 menjelaskan bahwa produksi kedelai di Kabupaten Pati dalam
rentang tahun 2010 – 2014 mengalami fluktuasi. Produksi tertinggi dicapai pada
tahun 2013 sebesar 3.988 ton kedelai. Produksi terendah pada tahun 2010 sebesar
2.723 ton kedelai dan tahun 2014 produksi kedelai menurun sebesar 930 ton
kedelai.
7
2.2. Penggunaan Kedelai
Bagi masyarakat Indonesia sangat umum untuk mengonsumsi makanan
olahan dari kedelai, seperti tempe dan tahu sebagai salah satu sumber protein
nabati. Hal ini disebabkan karena kedelai memiliki kandungan protein yang tinggi
dan gizi yang lengkap. Kedelai dapat digunakan untuk berbagai macam keperluan,
antara lain makanan manusia, makanan ternak, dan untuk bahan industri
(Cahyadi, 2007). Permintaan dan nilai jual kedelai akan meningkat apabila hasil
olahannya banyak dibutuhkan (Salim, 2013).
Kedelai merupakan bahan baku utama industri pengolahan pangan, biji
kedelai mempunyai nilai guna yang cukup tinggi karena bisa dimanfaatkan
sebagai bahan pangan seperti tahu, tempe, kecap, tauco dan susu sari kedelai
(Rukmana dan Yuniarsih, 2005). Pengolahan kedelai dapat dikelompokkan
menjadi dua, yaitu produk makanan nonfermentasi dan makanan terfermentasi.
Hasil olahan fermentasi kedelai tradisional yang sangat terkenal adalah tempe dan
kecap, sedangkan hasil olahan nonfermentasi hasil industri tradisional adalah susu
kedelai, tahu dan tepung kedelai (Widowati, 2004).
2.2.1. Tempe
Tempe adalah makanan hasil fermentasi dari kedelai yang dibantu oleh
kerja jamur Rhizopus oligosporus, tempe berasal dari Indonesia dan sekarang
tempe sudah terkenal mendunia. Jumlah rata-rata konsumsi per kapita seminggu
pada masyarakat Indonesia dari tahun 2016 mengalami peningkatan pada tahun
2017 yaitu 0,141 kg meningkat menjadi 0,147 kg (Badan Pusat Statistik, 2018).
8
Tempe merupakan sumber protein nabati yang harganya murah, mudah dibuat dan
hampir mudah didapat di Nusantara ini (Suprapti, 2003). Proses peragian
membuat bau langu pada kedelai hilang sehingga cita rasa tempe akan lebih enak
dan aromanya lebih sedap (Purwaningsih, 2005).
Menurut Purwaningsih (2005) cara pembuatan tempe sangat mudah dan
sederhana. Tidak perlu keahlian khusus dan teknologi yang tinggi untuk
melakukan pembuatan tempe.
Ilustrasi 2. Proses Pembuatan Tempe.
Sumber: Santoso (2008).
Tempe yang baik adalah tempe yang bentuknya keras dan kering, serta di
dalamnya tidak mengandung kotoran dan campuran bahan lain. Kedelai yang
akan dibuat tempe sebaiknya dipilah biji kedelai yang berwarna kuning, tua serta
mengkilat. Daya tahan tempe paling lama dua hari, karena lebih dari dua hari
jamur tempe akan mati, selanjutnya akan tumbuh jamur atau bakteri-bakteri lain
9
yang dapat merombak protein yang menyebabkan tempe menjadi busuk
(Sarwono, 2010). Tempe banyak mengandung asam amino esensial, asam lemak
esensial, vitamin B dan serat. Nilai gizi tempe secara kuantitatif sedikit lebih
rendah dari pada nilai gizi kedelai, namun nilai gizi tempe secara kualitatif lebih
tinggi karena tempe mempunyai nilai cerna yang lebih baik (Widianarko, 2002).
2.2.2. Tahu
Tahu adalah makanan yang terbuat dari kedelai yang diambil sarinya yang
dicetak berbentuk kotak dan teksturnya padat. Masyarakat Indonesia menggemari
makanan tahu, karena tahu salah satu jenis lauk pauk yang mudah didapat, murah,
dan bergizi tinggi. Jumlah rata-rata konsumsi per kapita seminggu pada
masyarakat Indonesia dari tahun 2016 mengalami peningkatan pada tahun 2017
yaitu 0,151 kg meningkat menjadi 0,157 kg (Badan Pusat Statistik, 2018). Tahu
diproduksi dengan memanfaatkan sifat protein, yaitu akan mengumpul bila
bereaksi dengan asam (Suprapti, 2005). Pengumpulan protein oleh asam cuka
akan berlangsung secara cepat dan bersamaan diseluruh bagian cairan sari kedelai,
sehingga sebagian besar air yang semula tercampur dalam sari kedelai akan
terkumpul di dalamnya. Gumpalan protein yang dihasilkan akan dicetak menjadi
tahu (Muslimin dan Ansar, 2010).
Ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam pembuatan tahu
antara lain, kebersihan lingkungan kerja, menjaga kualitas tahu, serta memilih
peralatan yang cocok dan tepat. Kualitas dan kuantitas tahu sangat dipengaruhi
oleh varietas yang digunakan, proses pemeraman, tipe bahan koagulasi, serta
10
tekanan dan suhu koagulasi (Adisarwanto, 2005). Selain itu dari proses produksi
tahu ini terdapat hasil sampingan berupa limbah yang dapat menjadi produk
turunan dari tahu. Hasil sampingan dari tahu ini salah satunya adalah kulit kedelai
dan ampas tahu untuk campuran makan ternak, selain itu ampas tahu juga bisa
dibuat untuk bahan dasar pembuatan tempe gembus (Sarwono, 2010).
Berbeda dengan tempe, tahu proses produksinya tidak memerlukan waktu
hingga berhari-hari, proses produksi tahu hanya membutuhkan waktu satu hari
untuk menjadi produk tahu. Proses pembuatan tahu terdiri atas tiga tahap, yaitu
tahap persiapan, tahap proses produksi, dan tahap finishing (Suprapti, 2005).
Ilustrasi 3. Proses Pembuatan Tahu.
Sumber: Sarwono dan Saragih (2004).
2.3. Industri Rumah Tangga dan Industri Kecil
Sektor industri mempunyai kaitan yang erat dengan sektor pertanian, karena
sektor pertanian menghasilkan barang mentah yang harus diolah oleh industri
11
menjadi barang setengah jadi atau barang jadi. Industri adalah suatu usaha atau
kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang setengah jadi menjadi barang jadi
yang memiliki nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan (Kasmir, 2006).
Kegiatan industri kecil lebih-lebih rumah tangga yang jumlahnya sangat banyak di
Indonesia, memiliki kaitan yang dekat dengan mata pencaharian pertanian di
daerah pedesaan serta tersebar diseluruh tanah air. Kegiatan ini umumnya
merupakan pekerjaan sekunder para petani dan penduduk desa yang memiliki arti
sebagi sumber penghasilan tambahan dan musiman (Rahardjo dalam Wardani,
2008). Jumlah pelaku industri rumah tangga dan industri kecil tempe dan tahu di
Kabupaten Pati sebanyak 1035 (Dinas Perdagangan dan Perindustrian, 2013).
Industri rumah tangga merupakan perusahaan atau industri pengolahan yang
menggunakan atau mempunyai tenaga kerja sebanyak 1 – 4 orang (Badan Pusat
Statistik, 2014). Industri rumah tangga adalah rumah usaha produk barang dengan
jenis kegiatan ekonomi yang dipusatkan di rumah keluarga dan tenaga kerja
berasal dari anggota keluarga sendiri dan masyarakat sekitar. Begitu juga
pimpinan, pemilik atau pengelola industri ini merupakan kepala rumah tangga
atau anggota keluarga yang dipercaya. Suatu usaha dikatakan sebagai industri
rumah tangga jika memiliki kriteria (1) kegiatan industri dilakukan pada rumah
tangga atau keluarga; (2) tenaga kerja yang dipekerjakan tidak lebih dari empat
orang; (3) peralatan yang digunakan yaitu mulai dari manual hingga alat semi
otomatis (Abrianto, 2012). Industri kecil adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan
oleh perseorangan atau rumah tangga maupun suatu badan dan mempunyai tenaga
kerja sebanyak 5 – 19 orang (Badan Pusat Statistik, 2014). Industri kecil yang
12
mengolah hasil pertanian mempunyai peranan yang penting, dapat meningkatkan
nilai tambah dan kualitas hasil, meningkatkan penyerapan tenaga kerja,
meningkatkan ketrampilan produsen dan meningkatkan pendapatan produsen
(Tunggadewi, 2009).
2.4. Preferensi
Preferensi dapat diartikan kecenderungan dalam memilih atau prioritas yang
diinginkan. Preferensi sangat menentukan keputusan dalam memilih suatu produk
dari berbagai pilihan produk yang ada (Widyawati, 2009). Konsumen dalam
mengambil keputusan mengenai produk apa yang akan dibeli atau dikonsumsi
akan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain faktor budaya (budaya,
subbudaya, dan kelas sosial), faktor sosial (kelompok referensi, keluarga, serta
peran dan status sosial), faktor pribadi (usia, pekerjaan, keadaan ekonomi,
kepribadian, gaya hidup, dan konsep diri) (Kotler, 2007).
Preferensi adalah selera subyektif, yang diukur dengan utilitas berbagai
barang-barang yang ada. Konsumen individu memiliki preferensi dan determinasi
yang didasarkan pada budaya, pendidikan, dan selera individu diantara sejumlah
besar faktor lainnya (Eroglu, 2013). Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
preferensi, antara lain keistimewaan yang berkaitan langsung dengan barang yaitu
ukuran, bentuk, warna, rasa, merk, kemasan, dan undang-undang yang diperoleh
perusahaan untuk mengelurkan produk (Voicu, 2013).
Analisis Konjoin adalah suatu teknik analisis yang secara spesifik
digunakan untuk memahami bagaimana keinginan atau kesukaan konsumen
13
terhadap suatu produk atau jasa dengan mengukur tingkat kegunaan dan nilai
kepentingan relatif berbagai atribut suatu produk (Santoso, 2010). Tujuan dasar
penggunaan analisis Konjoin adalah untuk menentukan kombinasi-kombinasi fitur
mana yang paling disukai atau diminati konsumen (Gilbert dan Churchill, 2005).
Manfaat yang dapat diambil dari penggunaan analisis Konjoin ini adalah pelaku
industri tahu dan tempe dapat mencari solusi kompromi yang optimal dalam
merancang atau mengembangkan suatu produk.
2.5. Atribut Produk
Atribut produk adalah unsur-unsur produk yang dianggap penting oleh
konsumen dan dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan pembelian
(Tjiptono, 2008). Setiap produk akan memiliki atribut yang berbeda dengan jenis
produk yang lain. Atribut produk terdiri dari dua tipe, yaitu atribut fisik dan
abstrak. Atribut fisik menggambarkan ciri-ciri fisik suatu produk sedangkan
atribut abstrak menggambarkan karakteristik subjektif dari produk berdasarkan
persepsi konsumen (Sumarwan, 2003).
Atribut dapat diidentifikasi melalui diskusi dengan manajemen dan tenaga
ahli, menganalisis data sekunder, penelitian kualitatif, dan penelitian pendahuluan
(Malhotra, 2004). Atribut produk terkait kedelai antara lain: ukuran kedelai,
bentuk kedelai, warna kedelai, dan varietas kedelai (Sugiharti et al., 2015).
14
2.5.1. Ukuran kedelai
Menurut Adie dan Krisnawati (2008) biji yang terdapat di dalam polong
kedelai berjumlah 2 – 3 biji. Biji kedelai mempunyai ukuran bervariasi.
Pengelompokan ukuran kedelai berbeda antar negara, di Indonesia kedelai
dikelompokkan berukuran besar (berat>14 g/100 biji) berukuran sedang (10 – 14
g/100 biji), dan berukuran kecil (<10 g/100 biji). Biji sebagian besar tersusun oleh
kotiledon dan dilapisi oleh kulit biji, antar kulit biji dan kotiledon terdapat lapisan
endosperm (Adisarwanto, 2014).
Ukuran merupakan salah satu indikator bagi industri pengolahan kedelai.
Ukuran kedelai yang besar cenderung digunakan untuk pengolahan makanan.
Hasil olahan tempe lebih banyak jumlahnya jika menggunakan biji yang
ukurannya besar, sehingga dapat menghemat penggunaan bahan baku kedelai
(Wahyuni, 2017). Pelaku industri tempe sangat menyukai biji kedelai berukuran
besar, karena kedelai besar ketika digiling tidak akan mudah rusak, berbeda pada
pelaku industri tahu, ukuran kedelai tidak mempengaruhi kualitas dan kuantitas
secara langsung (Sugiharti et al., 2015).
2.5.2. Bentuk kedelai
Biji merupakan komponen morfologi kedelai yang bernilai ekonomis. Biji
kedelai terbagi menjadi dua bagian utama, yaitu kulit biji dan janin (embrio).
Bentuk biji kedelai beragam dari lonjong, agak gepeng hingga bulat, dan sebagian
besar kedelai yang ada di Indonesia berkriteria lonjong dan bulat (Adie dan
Krisnawati, 2008). Jumlah polong yang terbentuk pada setiap ketiak tangkai daun
15
sangat beragam, antara 1 – 10 buah setiap kelompok. Ukuran dan bentuk polong
menjadi maksimal pada saat awal periode pemasakan biji (Nugroho et al., 2007).
Bentuk biji sebenarnya bervariasi tergantung pada varietas tanaman yaitu
bulat, agak gepeng, dan lonjong. Sebagian besar biji kedelai berbentuk bulat
(Adisarwanto, 2005). Bentuk biji sangat mempengaruhi penggunaan kedelai
sebagai bahan makanan. Pada pelaku industri tempe, bentuk biji berpengaruh pada
proses dan kualitas tempe, bentuk biji bulat yang disukai oleh pelaku industri
tempe (Wahyuni, 2017).
2.5.3. Warna kedelai
Warna kulit biji bervariasi dari kuning, hijau, coklat, hitam hingga
kombinasi berbagai warna atau campuran (Adie dan Krisnawati, 2008). Kedelai
kuning membutuhkan tanah yang lebih subur, serta memerlukan pengairan dan
pemeliharaan lebih baik dari pada kedelai hitam. Kedelai hitam umumnya hanya
digunakan untuk bahan baku kecap, sedangkan kedelai kuning untuk bahan baku
tempe, susu kedelai, tahu serta makanan lainnya (Badan Ketahanan Pangan dan
Penyuluh Pertanian, 2009).
Warna kedelai akan memberikan pengaruh kepada produksi pengolah
kedelai tempe dan tahu yang dihasilkan (Krisdiana, 2007). Warna kedelai kuning
membuat tampilan tempe dan tahu akan menjadi lebih menarik. Pelaku industri
tempe dan tahu menyukai kedelai kuning, karena apabila digoreng akan
menghasilkan tempe dengan warna yang menarik dan menghasilkan tahu yang
bersih (Sugiharti et al., 2015).
16
2.5.4. Asal varietas kedelai
Varietas merupakan salah satu faktor yang turut menentukan produksi dan
mutu benih yang dihasilkan. Varietas lokal juga sangat menentukan tinggi
rendahnya produksi serta mutu benih yang dihasilkan (Suhartanti, 2010). Jenis
atau varietas kedelai dan teknik pengolahan merupakan faktor penentu rendemen
dan teksturnya. Varietas kedelai lokal yang biasa dipakai industri tempe dan tahu
adalah Argomulyo, Burangrang, Kaba, Sinabung, Willis (Krisdiana, 2007).
Kedelai impor yang biasa dipakai adalah varietas kedelai dari Amerika Serikat.
Rendahnya produksi kedelai lokal menyebabkan ketidakcukupan kedelai
lokal memenuhi permintaan industri penggunaan kedelai. Kalangan industri
tempe dan tahu cenderung memiliki kedelai impor sebagai bahan baku dibanding
kedelai lokal meskipun kedelai impor memiliki kandungan protein yang lebih
rendah dari kedelai lokal. Pasokan bahan baku kedelai impor lebih terjamin dan
mudah dijumpai dipasaran (Zakiah, 2012). Pelaku industri tahu sebenarnya lebih
menyukai kedelai lokal, karena kedelai lokal memiliki kandungan saripati yang
lebih banyak, namun karena ketersediaan kedelai lokal yang tidak terjamin maka
penelitian menunjukkan pelaku indutri tahu lebih menyukai kedelai impor yang
mudah didapat (Sugiharti et al., 2015).
2.6. Penelitian Rujukan
Penelitian mengenai preferensi kedelai pada industri rumah tangga dan
industri kecil tempe dan tahu di Kabupaten Pati merujuk pada beberapa penelitian
terdahulu yang dirangkum dalam Tabel 1
17
Tabel 1. Penelitian Rujukan
No Judul Hasil Penelitian Konsep yang Dirujuk
pada Penelitian ini
1 Preferensi
Industri Tahu dan
Tempe terhadap
Ukuran dan
Warna Biji
Kedelai
(Krisdiana,
2007).
Industri tahu, kedelai yang
diinginkan sebagian besar
berwarna kuning dan
sebagian kecil berwarna
hijau, ukuran biji baik
besar, sedang maupun kecil.
Industri tempe, kedelai
yang lebih disukai adalah
yang berwarna kuning,
ukuran biji besar. Metode
penelitian menggunakan
analisis deskriptif.
Atribut kedelai berupa
ukuran dan warna.
2 Kajian Preferensi
Produsen Tahu
Tempe terhadap
Bahan Baku
Menyongsong
Swasembada
Kedelai 2014 di
Karisidenan
Surakarta
(Sugiharti et al.,
2015)
Produsen tahu tempe lebih
menyukai kedelai impor.
Atribut kedelai yang
dipertimbangkan produsen
tahu adalah kebersihan,
kandungan saripati, ukuran,
keseragaman, warna, dan
harga. Sedangkan produsen
tempe secara berurutan
adalah kebersihan, daya
kembang, ukuran, warna,
keseragaman, dan harga.
Kedelai yang menjadi
preferensi produsen tahu
adalah kedelai yang bersih,
kandungan saripatinya
banyak, berwarna kuning.
Sedangkan preferensi
produsen tempe adalah
kedelai yang bersih, daya
kembang tinggi, warna
kuning, ukuran besar dan
seragam. Metode penelitian
menggunakan Fishbein
Taraf kepentingan
produsen tempe dan tahu
terhadap kedelai ukuran
dan warna.
18
Tabel 1. Lanjutan
No Judul Hasil Penelitian Konsep yang Dirujuk
pada Penelitian ini
3 Preferensi dan
Permintaan
Kedelai pada
Industri dan
Implikasinya
terhadap
Manajemen
Usaha Tani
(Zakiah, 2012).
Peningkatan harga tempe
dan harga kedelai impor
akan meningkatkan
permintaan kedelai dan
pengaruhnya secara statistik
sangat signifikan.
Peningkatan harga kedelai
impor seharusnya akan
menurunkan permintaan
kedelai, namun dalam
kajian ini permintaan
kedelai tidak menurun
dengan meningkatnya harga
kedelai impor.
Kedelai impor tetap
digunakan pelaku industri
sebagai bahan baku utama
dalam pengolahan kedelai
karena ketersediannya
yang terjamin.
4 Analisis
Preferensi
Agroindustri
Tempe dalam
Pemilihan
Kedelai
(Wahyuni, 2017).
Atribut karakteristik kedelai
yang dipertimbangkan pada
agroindustri tempe adalah
ukuran biji besar, warna
kulit biji kuning cerah,
ketebalan kulit biji tebal,
harga kedelai, yang murah
dan bentuk biji bulat.
Metode penelitian
menggunakan Fishbein
Taraf kepentingan
produsen tempe terhadap
kedelai ukuran, warna,
dan bentuk biji kedelai.
Penjelasan lebih lanjut penelitian rujukan antara lain:
Penelitian oleh Krisdiana (2007) yang berjudul Preferensi Industri Tahu dan
Tempe terhadap Ukuran dan Warna Biji Kedelai. Bertujuan untuk
mengidentifikasi preferensi pengguna (permintaan pasar) dan respon industri tahu
dan tempe terhadap beberapa varietas unggul kedelai. Penelitian dilaksanakan di
sentra produksi dan industri olahan kedelai di Jawa Tengah, yaitu Kabupaten
Klaten, Wonogiri, Sragen, Sukoharjo, Solo, Karanganyar, Boyolali, Grobogan,
Blora, dan Pati. Pada setiap kabupaten diambil lima industri tahu dan tempe.
19
Penelitian menggunakan metode survei dan sampel biji kedelai dibuat tahu dan
tempe. Pada masing-masing industri tersebut ditunjukkan beberapa contoh
varietas unggul kedelai dengan karakteristik biji sedang dan biji besar untuk dikaji
dan dipilih sebagai bahan baku industri berdasarkan preferensi produk olahan.
Untuk industri tahu, kedelai yang diinginkan sebagian besar berwarna kuning dan
sebagian kecil berwarna hijau, ukuran baik besar, sedang maupun kecil, dan
berkulit tipis. Varietas unggul yang dipilih adalah Argomulyo. Untuk industri
tempe, kedelai yang lebih disukai adalah yang berwarna kuning, ukuran besar dan
berkulit tipis, varietas unggul yang dipilih adalah Burangrang. Varietas unggul
kedelai dengan kualitas biji bagus, dapat diterima oleh industri tahu dan tempe.
Penelitian oleh Sugiharti et al. (2015) yang berjudul Kajian Preferensi
Produsen Tahu Tempe terhadap Bahan Baku Menyongsong Swasembada Kedelai
2014 Di Karisidenan Surakarta. Bertujuan untuk mengkaji preferensi produsen
tahu dan tempe terhadap kedelai sebagai bahan baku dan mengkaji atribut kedelai
(ukuran, kebersihan, warna, harga, kandungan pati dan keseragaman) yang
menjadi preferensi produsen tahu serta atribut kedelai (ukuran, kebersihan, warna,
harga, daya kembang dan keseragaman) yang menjadi preferensi produsen tempe.
Penelitian dilakukan secara purposive di Kota Surakarta dan 6 kabupaten yang
merupakan Eks Karesidenan Surakarta yaitu Kabupaten Karanganyar, Kabupaten
Boyolali, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Sragen dan
Kabupaten Klaten. Dari masing-masing daerah diambil 15 orang produsen tahu
dan 15 orang produsen tempe sebagai sampel. Dari seluruh responden yang
dijadikan sampel, hanya 208 yang bisa dianalisis. Penentuan responden
20
menggunakan metode snowball sampling dengan pertimbangan sampel frame
tidak tersedia. Hasil analisis dengan menggunakan Multiatribut Fishbein
menunjukkan baik produsen tahu maupun tempe lebih menyukai kedelai impor
sebagai bahan baku dibanding kedelai lokal. Secara berurutan atribut kedelai yang
dipertimbangkan produsen tahu dalam melakukan pembelian kedelai adalah
kebersihan, kandungan saripati, ukuran, keseragaman, warna dan harga.
Sedangkan yang dipertimbangkan produsen tempe dalam melakukan pembelian
kedelai secara berurutan adalah kebersihan, daya kembang, ukuran, warna,
keseragaman dan harga. Kedelai yang menjadi preferensi produsen tahu adalah
kedelai yang bersih, kandungan saripatinya banyak dan berwarna kuning.
Sedangkan kedelai yang menjadi preferensi produsen tempe adalah kedelai yang
bersih, daya kembang tinggi (babar-Jawa), warna kuning, ukuran besar dan
seragam.
Penelitian oleh Zakiah (2012) yang berjudul Preferensi dan Permintaan
Kedelai pada Industri dan Implikasinya terhadap Manajemen Usaha Tani.
Bertujuan menganalisis tentang faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi dan
permintaan kedelai pada industri pengolahan kedelai di Kota Banda Aceh dan
implikasinya terhadap upaya peningkatan manejemen usahatani kedelai. Kajian
ini menggunakan dua jenis data yaitu data time series dan data primer yang
diperoleh dari industri pengolahan kedelai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
peningkatan harga tempe dan harga kedelai impor akan meningkatkan permintaan
kedelai dan pengaruhnya secara statistik sangat signifikan. Peningkatan harga
kedelai impor seharusnya akan menurunkan permintaan kedelai sebagai bahan
21
baku industri. Namun, dalam kajian ini permintaan kedelai tidak menurun dengan
meningkatnya harga kedelai impor. Ini menunjukkan besarnya ketergantungan
industri pengolahan kedelai di Kota Banda Aceh terhadap kedelai impor. Karena
itu, perlu adanya manajemen usahatani kedelai kearah yang lebih baik melalui
peningkatan teknologi mulai dari tahap produksi sampai pascapanen, membenahi
saluran pemasaran, kelembagaan, serta kebijakan harga yang menguntungkan bagi
petani.
Penelitian oleh Wahyuni (2007) yang berjudul Analisis Preferensi
Agroindustri Tempe dalam Pemilihan Kedelai. Bertujuan untuk mengetahui
karakteristik kedelai yang diinginkan dalam agroindustri tempe dan
mengidentifikasi atribut karakteristik kedelai yang dianggap penting dari oleh
produsen tempe di Kota Tasikmalaya. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan
Cipedes Kota Tasikmalaya. Penelitian menggukan metode kuantitatif dengan
melibatkan 38 orang pengrajin tempe. Data diolah dengan analisis Fishbein
sehingga didapatkan hasil bahwa Secara keseluruhan karakteristik kedelai dalam
agroindustri tempe memiliki nilai 12,05 hampir mendekati angka 15,55 dengan
bobot baik. Dari penelitian ini didapatkan bahwa atribut karakteristik kedelai yang
sangat dipertimbangkan pada agroindustri tempe adalah ukuran biji, warna kulit
biji, ketebalan kulit biji, harga kedelai dan bentuk biji. Karakteristik kedelai yang
disukai oleh produsen temepe Kota Tasikmalaya seperti ukuran biji yang besar,
warna biji kuning cerah, kulit biji yang tebal, harga kedelai yang murah dan
bentuk biji yang bulat.