BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Penelitian Sebelumnya II.pdf9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Penelitian Sebelumnya II.pdf9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian...
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Penelitian Sebelumnya
Keberadaan bus Trans Sarbagita di Bali secara tidak langsung menarik
minat para akademisi untuk meneliti efisiensi dan efektivitas bus tersebut.
Terbukti dengan adanya penelitian dari beberapa universitas maupun instansi
penelitian terkait berikut.
Penelitian mengenai bus Trans Sarbagita dilakukan oleh Tamim (2012)
yaitu berkaitan dengan persepsi masyarakat terhadap layanan bus Trans Sarbagita.
Berdasarkan hasil temuan yang diperoleh dari 92 responden, persepsi masyarakat
dinilai berdasarkan aspek kenyamanan, keamanan, kebersihan dan keramahan
petugas, diketahui bahwa tingkat pelayanan berada pada level baik. Sedangkan
dari segi biaya, responden menilai biaya yang dikeluarkan tergolong murah.
Adapun persamaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah sama-sama
menjadikan Trans Sarbagita sebagai objek penelitian, namun yang membedakan
adalah penelitian yang dilakukan Tamim lebih kepada persepsi atau pendapat
masyarakat tentang layanan bus Trans Sarbagita, sedangkan penelitian ini tidak
mencari tahu persepsi masyarakat melainkan secara terpisah mengumpulkan data
status sosial ekonomi masyarakat yang dihubungkan dengan penggunaan bus
Trans Sarbagita.
9
10
Selanjutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Gelgel (2013) yang
menunjukkan opini publik tentang kebijakan dan isu lokal di Provinsi Bali yaitu
salah satunya adalah mengenai efektivitas Trans Sarbagita. Adapun responden
yang digunakan adalah sebanyak 1020 yaitu masyarakat Provinsi Bali baik
kabupaten maupun kota dengan hasil penelitian 91% dari jumlah responden tidak
pernah memakai Trans Sarbagita, sebanyak 3% dari jumlah responden tidak
menjawab dan 6% mengaku pernah memakai bus Trans Sarbagita. Dari hasil
penelitian tersebut, kesimpulan yang diperoleh adalah keberadaan Trans Sarbagita
yang diharapkan mengurangi kemacetan Bali Selatan kurang mendapatkan respon
dari masyarakat sehingga masih terbilang kurang efektif dan ditemukan adanya
pembangunan yang kurang merata. Adapun hasil penelitian secara umum adalah
kinerja Pemerintah Provinsi Bali dinilai relatif baik oleh masyarakatnya, namun
ada catatan dalam hal pengembangan UMKM yang oleh masyarakat dinilai belum
optimal.
Persamaan dari penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan
Gelgel adalah sama-sama menjadikan Trans Sarbagita sebagai objek penelitian,
namun perbedaannya adalah responden yang diteliti oleh Gelgel merupakan
seluruh masyarakat Provinsi Bali baik kabupaten maupun kota, sedangkan
penelitian ini hanya pada masyarakat Kota Denpasar saja. Perbedaan lain dari
penelitian Gelgel dengan penelitian ini adalah terletak pada latar belakang
masalah penelitian, yaitu penelitian ini lebih khusus untuk melihat pengaruh
antara status sosial ekonomi terhadap penggunaan Trans Sarbagita sedangkan
penelitian Gelgel adalah untuk melakukan survei opini publik mengenai kebijakan
11
yang dibuat oleh Pemerintah Provinsi Bali salah satunya ialah menyangkut
efektivitas angkutan umum Trans Sarbagita jalur koridor I dan II.
Terlepas dari penelitian mengenai efektivitas penggunaan bus Trans
Sarbagita oleh Gelgel (2013), maka penelitian selanjutnya oleh Surung (2014)
menghasilkan kesimpulan bahwa pendapatan, biaya transport dan aksesibilitas
halte secara simultan berpengaruh signifikan terhadap intensitas penggunaan jasa
transportasi umum Trans Sarbagita. Adapun persamaan penelitian yang dilakukan
oleh Surung dengan penelitian ini adalah sama-sama menjadikan Trans Sarbagita
sebagai objek penelitian dan juga sama-sama meneliti mengenai faktor-faktor
yang mempengaruhi penggunaan Trans Sarbagita, namun perbedaannya adalah
faktor yang digunakan oleh Surung yang dijadikan variabel bebas adalah
pendapatan, biaya transport dan aksesibilitas sedangkan penelitian ini memakai
faktor status sosial ekonomi yakni pekerjaan, pendidikan dan pendapatan sebagai
variabel bebas. Selain itu penelitian Surung merupakan studi kasus pada
mahasiswa Universitas Udayana sedangkan penelitian ini lebih luas pada
masyarakat Kota Denpasar yang menggunakan Trans Sarbagita koridor I dan II di
wilayah Denpasar.
Kajian penelitian yang menyoroti status sosial ekonomi terhadap
penggunaan angkutan umum dewasa ini mengalami perkembangan. Sebagai
bahan perbandingan maka penelitian selanjutnya adalah penelitian tentang studi
kasus yang dilakukan kepada karyawan PT. Surya Sindoro Sumbing Wood
Industry (PT. SSSWI), Kabupaten Wonosobo oleh Lestari (2007), disimpulkan
bahwa status sosial ekonomi (pendidikan, jabatan, penghasilan) melalui uji
12
statistik dengan regresi linear dan hitungan manual mempengaruhi karyawan PT.
SSSWI dalam pemilihan moda transportasi, dimana semakin tinggi tingkat status
sosial ekonomi responden maka prosentase penggunaan moda pribadi akan
semakin tinggi, sedangkan penggunaan angkutan umum dan jalan kaki akan
semakin menurun, begitu juga sebaliknya semakin rendah status sosial ekonomi
responden maka akan semakin tinggi penggunaan angkutan umum dan jalan kaki.
Adapun persamaan dari penelitian yang dilakukan oleh Lestari dengan
penelitian ini adalah sama-sama meneliti pengaruh status sosial ekonomi terhadap
pemilihan moda transportasi, namun perbedaannya adalah dalam penelitian Wiji
Lestari lebih kepada pengaruh status sosial ekonomi terhadap pemilihan moda
transportasi secara umum baik itu kendaraan pribadi seperti sepeda motor, mobil
maupun sarana angkutan umum, sedangkan dalam penelitian ini akan meneliti
pengaruh status sosial ekonomi masyarakat Kota Denpasar yang memilih bus
Trans Sarbagita sebagai moda transportasi.
2.2 Kerangka Konsep
2.2.1 Status Sosial Ekonomi
Status atau kedudukan menurut Soekanto (1990), adalah tempat atau posisi
seseorang dalam suatu kelompok sosial, sehubungan dengan orang-orang lainnya
dalam kelompok tersebut atau tempat suatu kelompok sehubungan dengan
kelompok-kelompok lainnya di dalam kelompok yang lebih besar lagi. Sedangkan
istilah ekonomi berasal dari bahasa Yunani yaitu “oikos” yang artinya rumah
13
tangga dan “nomos” yang artinya mengatur, jadi secara harafiah ekonomi berarti
cara mengatur rumah tangga (Shadily, 1984).
Status sosial menurut Soekanto (1990), adalah tempat seseorang secara
umum dalam masyarakatnya sehubungan dengan orang lain dalam arti khusus
lingkungan pergaulannya, prestasinya dan hak-hak kewajibannya.
Status sosial ekonomi menurut Rossides (dalam Yulisanti, 2000) adalah
kedudukan seseorang dalam suatu rangkaian strata yang tersusun secara hierarkhis
yang merupakan kesatuan tertimbang dalam hal-hal yang menjadi nilai dalam
masyarakat yang biasanya dikenal sebagai privilege berupa kekayaan, serta
pendapatan, dan prestise berupa status, gaya hidup dan kekuasaan.
2.2.2 Klasifikasi Status Sosial Ekonomi
Klasifikasi status sosial ekonomi menurut Coleman & Cressey (dalam
Sumardi, 2004) adalah :
a. Status sosial ekonomi atas
Sitorus (2000) mendefenisikan status sosial ekonomi atas adalah status atau
kedudukan seseorang di masyarakat yang diperoleh berdasarkan penggolongan
menurut harta kekayaan, di mana harta kekayaan yang dimiliki diatas rata-rata
masyarakat pada umumnya dan dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan
baik.
b. Status sosial ekonomi bawah
Menurut Sitorus (2000) status sosial ekonomi bawah adalah kedudukan
seseorang di masyarakat yang diperoleh berdasarkan penggolongan menurut
14
kekayaan, di mana harta kekayaan yang dimiliki termasuk kurang jika
dibandingkan dengan rata-rata masyarakat pada umumnya serta tidak mampu
dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
2.2.3 Faktor-Faktor Sosial Ekonomi
Dalam lingkungan masyarakat dapat ditemukan adanya perbedaan status
sosial individu baik dilihat secara subjektif dari penampilan, cara berbicara, cara
bersikap, cara memperlakukan orang lain maupun secara hierarkis dilihat dari
jabatan, pekerjaan atau dari penghasilannya. Status sosial ekonomi merupakan
salah satu faktor yang menentukan individu dalam memilih moda transportasi
sehari-hari ke tepat-tempat tujuan. Adapun faktor sosial ekonomi yang digunakan
dalam penelitian ini ialah terdiri dari pekerjaan, tingkat pendidikan, tingkat
pendapatan.
1. Pekerjaan
Pekerjaan merupakan hal terpenting dalam menentukan status sosial
ekonomi, karena dari bekerja segala kebutuhan akan dapat terpenuhi. Dalam
kaitan ini Soekanto (2003) memberikan defenisi mengenai pekerjaan sebagai
berikut, pekerjaan adalah kegiatan yang menghasilkan barang dan jasa bagi diri
sendiri atau orang lain, baik orang melakukan dengan dibayar atau tidak.
Kemudian menurut pedoman International Standard Classification of
Occupation (ISCO) (dalam BPS, 2002), pekerjaan diklasifikasikan sebagai
berikut:
15
a) Profesional ahli teknik dan ahli jenis
b) Kepemimpinan dan ketatalaksanaan
c) Administrasi tata usaha dan sejenisnya
d) Jasa
e) Petani
f) Produksi dan operator alat angkut
Dari klasifikasi pekerjaan tersebut diatas, maka seseorang dapat memilih
pekerjaan yang sesuai dengan kecakapan dan keterampilan yang dimiliki. Dalam
masyarakat terdapat anggapan bahwa orang yang bekerja akan lebih terhormat di
mata masyarakat, artinya lebih dihargai secara sosial dan ekonomi. Jadi untuk
menentukan status sosial ekonomi yang dilihat dari pekerjaan, maka jenis
pekerjaan dapat diberi batasan sebagai berikut International Standard
Classification of Occupation (ISCO) (dalam BPS, 2002):
a) Pekerjaan yang berstatus tinggi, yaitu tenaga ahli teknik dan ahli jenis,
pemimpin ketatalaksanaan dalam suatu instansi baik pemerintah maupun
swasta, tenaga administrasi tata usaha.
b) Pekerjaan yang berstatus sedang, yaitu pekerjaan dibidang penjualan dan
jasa.
c) Pekerjaan yang berstatus rendah, yaitu petani dan operator alat
angkut/bengkel.
2. Pendidikan
Pendidikan sangatlah penting peranannya dalam kehidupan bermasyarakat.
Dengan adanya pendidikan yang berjenjang maka dapat mencerminkan status
16
kedudukan individu dalam suatu pekerjaan. Pendidikan juga berhubungan dengan
keahlian seseorang dalam melakukan pekerjaan.
Pendidikan menurut Soekanto (2003) yaitu pendidikan merupakan suatu alat
yang akan membina dan mendorong seseorang untuk berfikir secara rasional
maupun logis, dapat meningkatkan kesadaran untuk menggunakan waktu sebaik-
baiknya (seefektif dan seefisien mungkin) dengan menyerap banyak pengalaman
mengenai keahlian dan keterampilan sehingga menjadi cepat tanggap terhadap
gejala-gejala sosial yang terjadi.
Berdasarkan uraian tersebut, maka pendidikan berpengaruh terhadap status
sosial ekonomi individu, dimana pendidikan merupakan proses aktualisasi diri
terhadap potensi kemampuan manusia untuk diwujudkan pada tujuan yang
diinginkannya. Dengan adanya pendidikan, maka individu juga akan semakin
cermat dalam mengambil keputusan yang baik dalam memenuhi kehidupan
sehari-hari baik dari segi sosial maupun ekonomi.
Saat ini, pendidikan di Indonesia diatur melalui Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pendidikan di Indonesia terbagi
ke dalam tiga jalur utama, yaitu formal, nonformal, dan informal. Pendidikan juga
dibagi ke dalam empat jenjang, yaitu anak usia dini, dasar, menengah, dan tinggi.
a) Pendidikan anak usia dini yaitu mengacu pada Undang-undang Nomor
20 Tahun 2003, Pasal 1 Butir 14 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah suatu
upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan
usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan
17
pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan jasmani dan rohaniagar anak memiliki kesiapan dalam
memasuki pendidikan lebih lanjut.
b) Pendidikan dasar yaitu jenjang pendidikan awal selama 9 (sembilan)
yaitu Sekolah Dasar (SD) selama 6 tahun dan Sekolah Menengah
Pertama (SMP) selama 3 tahun.
c) Pendidikan menengah yaitu jenjang pendidikan lanjutan pendidikan
dasar, yaitu Sekolah Menengah Atas (SMA) dengan waktu tempuh
pendidikan selama 3 tahun.
d) Pendidikan tinggi yaitu jenjang pendidikan setelah pendidikan
menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana,
magister, doktor, dan spesialis yang diselenggarakan oleh perguruan
tinggi.
3. Pendapatan
Pendapatan merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap
status sosial ekonomi individu. Hal ini disebabkan karena secara ekonomi
individu yang memiliki pendapatan yang tinggi dapat dikategorikan pada mereka
yang berada pada kedudukan status sosial ekonomi atas. Christoper (dalam
Sumardi, 2004) mendefenisikan pendapatan berdasarkan kamus ekonomi adalah
uang yang diterima oleh seseorang dalam bentuk gaji, upah sewa, bunga, laba dan
lain sebagainya.
Biro Pusat Statistik (BPS) (2008), merinci pendapatan dalam kategori
sebagai berikut:
18
a. Pendapatan berupa uang adalah segala penghasilan berupa uang yang
sifatnya regular dan diterima biasanya sebagai balas atau kontra prestasi,
sumbernya berasal dari:
• Gaji dan upah yang diterima dari gaji pokok, kerja sampingan, kerja
lembur dan kerja kadang-kadang.
• Usaha sendiri yang meliputi hasil bersih dari usaha sendiri, komisi,
penjualan dari kerajinan rumah.
• Hasil investasi yakni pendapatan yang diperoleh dari hak milik tanah.
Keuntungan serial yakni pendapatan yang diperoleh dari hak milik.
b. Pendapatan yang berupa barang yaitu: pembayaran upah dan gaji yang
ditentukan dalam beras, pengobatan, transportasi, perumahan dan kreasi.
Berkaitan dengan hal tersebut diatas Pitono (dalam Wijaksana, 1992)
mendefenisikan pendapatan adalah seluruh penerimaan baik berupa uang ataupun
barang baik dari pihak lain maupun dari hasil sendiri, dengan jalan dinilai
sejumlah atas harga yang berlaku saat ini.
Berdasarkan penggolongannya, BPS (2008) membedakan pendapatan
penduduk menjadi 4 golongan yaitu:
1) Golongan pendapatan sangat tinggi adalah jika pendapatan rata-rata
lebih dari Rp 3.500.000,00per bulan
2) Golongan pendapatan tinggi adalah jika pendapatan rata-rata antara
Rp 2.500.000,00 s/d Rp 3.500.000,00 per bulan
19
3) Golongan pendapatan sedang adalah jika pendapatan rata-rata antara
Rp 1.500.000 s/d Rp 2.500.000,00 per bulan
4) Golongan pendapatan rendah adalah jika pendapatan rata-rata dibawah
Rp 1.500.000,00 per bulan
2.2.4 Sistem Angkutan
Angkutan adalah sarana untuk membantu orang atau sekelompok orang
menjangkau berbagai tempat yang dikehendaki, angkutan dapat juga untuk
mengirim barang dari tempat asal ke tempat tujuannya (Lestari, 2007). Sarana
transportasi umum yang sering disebut dengan angkutan umum penumpang
adalah angkutan penumpang yang dilakukan dengan sistem sewa atau bayar.
Termasuk dalam pengertian angkutan umum penumpang adalah angkutan kota
(bus, minibus, dan sebagainya), kereta api, angkutan air dan angkutan udara
(Warpani, 1990:170).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.41 tahun 1993 tentang Angkutan
Jalan dijelaskan angkutan adalah pemindahan orang dan atau barang dari satu
tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan. Sedangkan kendaraan
umum adalah setiap kendaraan bermotor yang disediakan untuk dipergunakan
oleh umum dengan dipungut bayaran.
Menurut klasifikasinya angkutan dibedakan menjadi dua yaitu :
1. Angkutan Umum
Defenisi angkutan umum menurut UUD Nomor 14 tahun 1992 tentang lalu
lintas angkutan jalan, pasal 25 dan 26, adalah angkutan yang penggunaannya
20
dipungut bayaran. Konsep angkutan publik muncul sebab tidak semua warga
masyarakat memiliki angkutan pribadi, sehingga negara berkewajiban
menyediakan angkutan bagi masyarakat secara keseluruhan. Hobbs (dalam Wiji,
2007)
2. Angkutan Pribadi
Angkutan pribadi adalah moda pribadi, dalam operasinya moda pribadi
dapat dengan bebas menentukan lintasannya sendiri, sepanjang dia tidak
melanggar peraturan lalu lintas (Warpani, 1990) dan moda pribadi akan tetap
menjadi moda transportasi yang demikian hingga abad 21. Hal ini disebabkan
oleh beberapa faktor utama yang dapat diberikan moda pribadi kepada
pengendaranya yaitu keamanan, kenyamanan, privacy, fleksibilitas dan prestise.
Kegiatan transportasi umum pada prinsipnya dapat dibagi atas beberapa kegiatan
Wells (dalam Sinulingga, 1999:178) yaitu:
a. Pengumpulan manusia dari kawasan pemukiman atau kawasan tempat
bekerja dan kawasan perbelanjaan.
b. Pengangkutan antara kawasan pemukiman, kawasan tempat bekerja atau
kawasan perdagangan.
c. Distribusi di tempat-tempat kawasan pemukiman, perdagangan atau
tempat seperti bekerja.
Ditinjau dari segi tujuan penggunaan jasa transportasi kota maka terbagi
menjadi beberapa jenis yaitu:
21
a. Perjalanan Ulang Alik
Perjalanan ulang alik adalah perjalanan yang setiap hari dilaksanakan
oleh pengguna jasa pada waktu dan lintasan yang tetap, kegiatan yang
termasuk ke dalam perjalanan ulang alik ini adalah perjalanan ke tempat
bekerja perjalanan pelajar/mahasiswa ke tempat lokasi fasilitas
pendidikannya.
b. Perjalanan Insidentil
Perjalanan insidentil ini tidak dilakukan setiap hari dan tidak selamanya
mengikuti lintasan yang sama.
c. Perjalanan Santai
Perjalanan santai di kota-kota banyak terjadi terutama untuk golongan
atas seperti pergi arisan, makan di luar rumah (restoran), pergi ke tempat
hiburan. Perjalanan santai ini mirip dengan perjalanan insidentiil, tetapi
masalah ketepatan waktu tidak terlalu menentukan.
d. Perjalanan Liburan
Pada waktu liburan (akhir minggu) banyak orang kota yang akan
berlibur ke luar kota. Oleh karena itu ada jalur-jalur tertentu akan
menjadi padat. Perjalanan ini dapat dilakukan dengan bus atau mobil
pribadi.
e. PerjalananWisata
Perjalanan wisata yaitu perjalanan di kota untuk mengunjungi tempat-
tempat obyek wisata, pada umumnya rute dan tujuan yang disediakan
tetap yaitu misalnya hotel-hotel berbintang dan tempat wisata lain.
22
2.2.5 Pemilihan Moda Transportasi
Dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, individu dituntut untuk
melakukan setiap tugas dan tanggung jawab dengan efisien dan lancar, oleh
sebab itu tidak jarang dibutuhkan kecakapan untuk membuat sebuah keputusan
dalam memilih sesuatu agar berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Pemenuhan
kebutuhan memerlukan pergerakan, misalnya pemenuhan akan kebutuhan
perkerjaan, dimana tidak semua kebutuhan tersebut tersedia di sekitar tempat
tinggal tetapi biasanya tersebar secara heterogen sesuai dengan tata guna
lahannya, sehingga memerlukan pergerakan baik tanpa moda transportasi maupun
dengan moda transportasi.
Menurut Tamin (2000:236), dalam pemilihan moda transportasi mungkin
terdapat sedikit pilihan atau tidak ada pilihan sama sekali. Orang yang mempunyai
satu pilihan moda disebut captive terhadap moda tersebut. Jika terdapat lebih dari
satu moda maka moda yang dipilih biasanya memiliki rute terpendek, tercepat dan
termurah, atau kombinasi dari ketiganya.
Dalam keadaan tertentu pemakaian moda transportasi dalam melakukan
perjalanan dapat memilih antara beberapa macam moda transportasi yang tersedia.
Pemilihan moda transportasi oleh pengguna jasa transportasi ditentukan oleh : tipe
perjalanan, karakteristik pelaku perjalanan maupun tingkat pelayanan dari sistem
transportasi. Sikap perorangan terhadap angkutan umum dapat diukur dan dibuat
peringkat berdasarkan kesukaan. Atribut perjalanan yang paling bernilai adalah
sampai tujuan tepat pada waktunya, tempat duduk mudah didapat, tidak perlu
berganti moda, pelayanan teratur, ada perlindungan terhadap cuaca selama
23
menunggu dan waktu untuk berhenti untuk menunggu lebih pendek Hobbs (dalam
Lestari
Overgaard (dalam Warpani, 1990) menyatakan bahwa makin dekat jarak
tempuh, pada umumnya orang lebih cenderung memilih moda yang paling praktis,
bahkan memilih berjalan saja. Dalam rentang jarak dibawah 3 km dengan berjalan
kaki atau bersepeda.
Faktor yang dapat mempengaruhi pemilihan moda dapat dikelompokkan
menjadi tiga (Tamin, 2000:229-230) yaitu:
1. Ciri pengguna jalan
a. Ketersediaan atau pemilikan kendaraan pribadi ; semakin tinggi
pemilikan kendaraan pribadi akan semakin kecil pula ketergantungan
pada angkutan umum;
b. Pemilikan Surat Izin Mengemudi (SIM);
c. Struktur rumah tangga (pasangan muda, keluarga dengan anak, pensiun,
bujangan, dan lain-lain);
d. Pendapatan; semakin tinggi pendapatan akan semakin besar peluang
menggunakan kendaraan pribadi;
e. Faktor lain misalnya keharusan menggunakan mobil ke tempat bekerja
dan keperluan mengantar anak sekolah.
2. Ciri pergerakan jalan
a. Tujuan pergerakan ; contohnya pergerakan ke tempat kerja di negara
maju biasanya lebih mudah dengan memakai angkutan umum karena
ongkos yang relatif murah dibanding dengan angkutan pribadi, akan
24
tetapi hal yang sebaliknya terjadi di negara berkembang, orang masih
tetap menggunakan kendaraan pribadi ketempat kerja meskipun lebih
mahal, karena ketepatan waktu, kenyamanan dan lain-lain yang tidak
dipenuhi oleh angkutan umum.
b. Waktu terjadinya pergerakan; kalau kita ingin bergerak pada tengah
malam kita pasti berpikir untuk tidak menggunakan angkutan umum
melainkan kendaraan pribadi karena pada saat itu angkutan umum tidak
ada atau jarang beroperasi.
c. Jarak perjalanan; semakin jauh perjalanan maka kita semakin cenderung
memilih angkutan umum dibandingkan dengan angkutan pribadi.
3. Ciri fasilitas moda transportasi
a. Waktu perjalanan; waktu menunggu di tempat pemberhentian bus,
waktu berjalan kaki ke tempat pemberhentian bus, waktu selama
bergerak, dan lain-lain
b. Biaya transportasi (tarif, biaya bahan bakar, dan lain-lain)
c. Ketersediaan ruang dan tarif parkir
d. Aksesibilitas yaitu menyangkut keamanan dan kenyamanan bus.
25
2.2.6 Trans Sarbagita
Layanan Trans Sarbagita diluncurkan oleh Bapak Gubernur Bali Mangku
Pastika pada tanggal 17 Agustus 2011 dan mulai dioperasikan memberi layanan
pada tanggal 18 Agustus 2011. Dasar penyediaan angkutan umum massal Trans
Sarbagita yaitu berdasarkan pada UU Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan sebagaimana yang telah di jelaskan pada latar belakang,
selain itu terdapat Peraturan Daerah 16 tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) Provinsi Bali dan Peraturan Daerah tahun 2009 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Provonsi Bali tahun
2005-2025).
Adapun tujuan dari penyediaan angkutan umum massal Trans Sarbagita ini
adalah untuk menata/restrukturasi jaringan trayek angkutan umum yang ada
kedalam satu kesatuan sistem jaringan trayek yang terkoneksi, terintegrasi dan
terpadu, sebagai satu kesatuan sistem jaringan pelayanan untuk memberikan
pilihan perjalanan bagi masyarakat. Sedangkan sasarannya adalah tersedianya
pilihan pergerakan orang dari pusat produksi ke pusat distribusi secara efisisen,
lancar, aman, dan nyaman dalam rangka meningkatkan produktivitas jaringan
jalan dan untuk harapannya adalah terwujudnya kelancaran dan ketertiban lalu
lintas di jalan untuk menunjang kegiatan perekonomian daerah.
Disamping itu, keberadaan Trans Sarbagita juga diharapkan dapat
mengurangi tingkat kemacetan lalu lintas dan menekan penggunaan kendaraan
pribadi guna melestarikan lingkungan dari ancaman polusi udara. Oleh karena itu,
26
Trans Sarbagita juga mengampanyekan penghijauan melalui slogan Go Green
yang tertulis di bus Trans Sarbagita.
Implementasi angkutan umum Trans Sarbagita ditunjukkan dengan konsep
menciptakan efisiensi penggunaan ruang jalan dan menjangkau seluruh kawasan
melalui :
a. Restrukturisasi jaringan trayek Kota Denpasar dan wilayah sekitarnya ke
dalam satu kesatuan sistem jaringan pelayanan angkutan umum lintas
dan dalam kota / kabupaten di wilayah Denpasar, Badung, Gianyar dan
Tabanan (Sarbagita), meliputi 17 trayek utama dan 36 trayek cabang /
ranting atau yang sering disebut feeder. Trayek feeder untuk pertama
kalinya diluncurkan pada bulan September 2012 di Kota Denpasar, dan
keberadaan trayek pengumpan ini sangat membantu masyarakat Kota
Denpasar menjangkau halte-halte bus Trans Sarbagita di daerah Kota
Denpasar baik pada koridor I maupun II. Terutama bagi mereka yang
melakukan perjalanan cukup jauh dan tidak memiliki kendaraan pribadi.
b. Penggunaan kendaraan dengan kapasitas sesuai dengan panjang
perjalanan / struktur trayek yaitu:
• Bus : untuk trayek utama
• Elf / minibus : untuk trayek cabang
• Microlet : untuk trayek ranting
c. Beroperasi setiap hari dan terjadwal (penumpang menunggu bus, bukan
bus menunggu penumpang).
27
d. Berhenti (menaikkan dan menurunkan penumpang) hanya pada halte
dan bus stop yang ditetapkan
e. Tarif terjangkau
f. Menerapkan sistem pembelian layanan (by the service)
Standar Pelayanan Minimal (SPM) bus Trans Sarbagita meliputi
kenyamanan, keamanan, terjadwal, terjangkau, dengan rincian antara lain:
a. Trayek utama dilayani dengan bus sedang kapasitas 30 orang (20 orang
duduk ditambah 10 orang berdiri).
b. Trayek cabang dilayani kendaraan Elf dengan kapasitas 12 orang.
c. Awak kendaraan terdiri dari Pramudi (Sopir) dan Pramujasa.
d. Halte dengan sistem terbuka, dengan pertimbangan kebutuhan lahan
lebih kecil, bila dibandingkan dengan sistem tertutup.
e. Ketinggian lantai halte 80 cm untuk bus sedang dan 110 cm untuk bus
besar.
f. Kendaraan hanya diijinkan menaikkan dan menurunkan penumpang di
halte-halte yang telah ditetapkan.
g. Waktu pengoperasian bus dilakukan setiap hari dengan asal sampai
tujuan melalui rute tetap dari jam 05.00 – 21.00 WITA.
h. Maksimum kecepatan bus dalam kota 40 km/jam dan luar kota 50
km/jam (kecepatan rata-rata 20 km/jam).
i. Waktu menaikkan dan menurunkan penumpang di setiap halte
persinggahan selama 60 detik dengan toleransi 30 detik.
28
Penetapan tarif penumpang angkutan umum Trans Sarbagita didasarkan
pada SK Gubernur Bali Nomor 11 Tahun 2011 tanggal 11 April dimana untuk
penumpang umum dikenai tarif sebesar Rp 3.500 dan untuk pelajar / mahasiswa
sebesar Rp 2.500.
2.3 Kerangka Teoritis
2.3.1 Teori Stratifikasi Sosial
Stratifikasi sosial, secara harafiah berasal dari bahasa latin stratum
(tingkatan) dan socius (teman atau masyarakat). Stratifikasi sosial menempatkan
seorang individu/kelompok pada kelas-kelas sosial sosial yang berbeda-beda
secara hierarki dan memberikan hak serta kewajiban yang berbeda-beda pula
antara individu pada suatu lapisan sosial lainnya. Stratifikasi sosial muncul karena
adanya sesuatu yang dianggap berharga dalam masyarakat (Soekanto, 2007).
Dalam masyarakat terdapat sistem lapisan kelompok-kelompok yang dalam
sosiologi dikenal dengan istilah stratifikasi sosial. Pitirim Sorokin (dalam
Soekanto, 2003:228) menyatakan bahwa social stratification adalah pembedaan
penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat (hierarkis).
Menurut Gatara dan Said (2007:49), startifikasi sosial adalah struktur sosial yang
memiliki lapisan-lapisan dalam suatu masyarakat.
Adanya sistem lapisan masyarakat dapat terjadi dengan sendirinya dalam
proses pertumbuhan masyarakat tersebut. Namun ada pula yang dengan sengaja
disusun untuk mengejar suatu tujuan bersama. Hal yang dapat menjadi alasan
terbentuknya lapisan masyarakat yang terjadi dengan sendirinya adalah
29
kepandaian, tingkat umur (yang senior), sifat keaslian keanggotaan kerabat
seorang kepala masyarakat, dapat juga harta dalam batas-batas tertentu.
2.3.2 Stratifikasi Sosial Berdasarkan Kriteria Ekonomi
Max Weber (dalam Soekanto, 2003:235) membedakan antara dasar
ekonomis dengan dasar kedudukan sosial akan tetapi mempergunakan istilah
kelas bagi semua lapisan. Adanya kelas yang bersifat ekonomis dibaginya lagi ke
dalam sub kelas yang bergerak dalam bidang ekonomi dengan menggunakan
kecakapannya. Stratifikasi sosial dalam bidang ekonomi akan membedakan
penduduk atau warga masyarakat menurut penguasaan dan pemilikan materi.
Dalam hal ini ada golongan orang-orang yang didasarkan pada pemilikan tanah,
serta ada yang didasarkan pada kegiatannya di bidang ekonomi dengan
menggunakan kecakapan. Dengan kata lain, pendapatan, kekayaan, dan pekerjaan
akan membagi anggota masyarakat ke dalam berbagai lapisan atau kelas-kelas
sosial dalam masyarakat.
Menurut Max Weber, stratifikasi sosial berdasarkan kriteria ekonomi
membagi masyarakat ke dalam kelas-kelas yang didasarkan pada pemilikan tanah
dan benda-benda. Kelas-kelas tersebut adalah kelas atas (upper class), kelas
menengah (middle class), dan kelas bawah (lower class). Satu hal yang perlu
diingat bahwa stratifikasi sosial berdasarkan kriteria ekonomi ini bersifat terbuka.
Artinya memungkinkan seseorang yang berada pada kelas bawah untuk naik ke
kelas atas, dan sebaliknya memungkinkan seseorang yang berada pada kelas atas
30
untuk turun ke kelas bawah atau kelas yang lebih rendah. Hal ini tergantung pada
kecakapan dan keuletan orang yang bersangkutan.
2.4 Kerangka Pemikiran
Bagan 2.1
Penjelasan kerangka pikir:
Pada bagan 2.1 di atas terlihat bahwa kerangka pikir didasari oleh keadaan
status sosial ekonomi masyarakat Kota Denpasar sebagai penumpang bus Trans
Sarbagita jalur koridor I dan II yang dilihat dari pekerjaan, pendidikan, dan
pendapatan dimana status sosial ekonomi tersebut dibagi dalam tiga kategori
tingkatan yaitu tinggi, sedang dan rendah. Dari ketiga tingkatan status sosial
ekonomi ini akan dilakukan uji statistik untuk mengetahui korelasi atau hubungan
terhadap pemilihan bus Trans Sarbagita sebagai moda transportasi, dimana
pemilihan bus Trans Sarbagita ini dilihat dari frekuensi penggunaan Trans
Sarbagita oleh penumpang dalam satu minggu. Apabila salah satu dari tingkatan
Masyarakat Kota Denpasar pengguna bus Trans Sarbagita
Jalur koridor I dan II
Tingkat Status Sosial
Ekonomi
Pekerjaan
Pendidikan
Pendapatan
Tinggi
Sedang
Rendah
Pemilihan
Trans
Sarbagita
sebagai
Moda
Transportasi
31
status sosial ekonomi tersebut secara linier searah terhadap frekuensi penggunaan
Trans Sarbagita, maka terdapat hubungan antara variabel independen dengan
variabel dependen, sedangkan apabila salah satu dari status sosial ekonomi
tersebut tidak secara linier searah terhadap frekuensi penggunaan Trans Sarbagita,
dengan kata lain bersifat acak, maka tidak terdapat hubungan atau pengaruh
terhadap pemilihan Trans Sarbagita sebagai moda transportasi.