BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - repository.unimus.ac.idrepository.unimus.ac.id/2024/3/BAB...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - repository.unimus.ac.idrepository.unimus.ac.id/2024/3/BAB...
7
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Status Gizi Balita
2.1.1 Pengertian Balita
Balita adalah anak yang telah menginjak usia diatas satu tahun atau
lebih popular dengan pengertian anak dibawah lima tahun (Muaris.H,
2006). Menurut Sutomo.B. dan Anggraeni.DY, (2010) Balita adalah
istilah umum bagi anak usia 1-3 tahun (batita) dan anak prasekolah (3-5
tahun). Saat usia batita, anak masih tergantung penuh kepada orang tua
untuk melakukan kegiatan penting seperti mandi, buang air dan makan.
Perkembangan berbicara dan berjalan sudah bertambah baik. Namun,
kemampuan lain masih terbatas. Masa balita merupakan periode penting
dalam proses tumbuh kembang manusia. Perkembangan dan
pertumbuhan dimasa itu menjadi penentu keberhasilan pertumbuhan dan
perkembangan anak di periode selanjutnya. Masa tumbuh kembang di
usia ini merupakan masa yang berlangsung cepat dan tidak akan pernah
terulang, karena itu sering disebut golden age atau masa keemasan.
2.1.2 Pengertian Status Gizi
Status gizi adalah keadaan gizi seseorang yang dapat dilihat untuk
mengetahui apakah seseorang tersebut itu normal atau bermasalah (gizi
salah). Gizi salah adalah gangguan kesehatan yang disebabkan oleh
kekurangan atau kelebihan dan atau keseimbangan zat-zat gizi yang
diperlukan untuk pertumbuhan, kecerdasan dan aktivitas atau
produktivitas (Siswanto, 2001). Status gizi juga dapat merupakan hasil
akhir dari keseimbangan antara makanan yang dimasukkan ke dalam
tubuh (nutrient input) dengan kebutuhan tubuh (nutrient output) akan zat
gizi tersebut (Supariasa, dkk., 2002). Status gizi balita merupakan salah
satu indikator yang dapat digunakan untuk menunjukan kualitas hidup
suatu masyarakat dan juga memberikan intervensi sehingga akibat lebih
buruk dapat dicegah dan perencanaan lebih baik dapat dilakukan untuk
mencegah anak-anak lain dari penderitaan yang sama (Soekirman, 2000).
http://repository.unimus.ac.id
8
2.1.3 Penilaian Status Gizi
2.1.3.1 Penilaian Secara Langsung
Penilaian status gizi secara langsung dibagi menjadi empat yaitu
antropometri, klinis, biokimia dan biofisik.
1) Antropometri
Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau
dari sudut pandang gizi antropometri gizi berhubungan dengan berbagai
macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai
tingkat umum dan tingkat gizi (Supariasa, 2002). Pengukuran melalui
antropometri mempunyai kelebihan dari beberapa segi kepraktisan
lapangan. Pengukuran antropometri yang biasa dilakukan adalah Berat
Badan (BB), Panjang Badan (PB), Tinggi Badan (TB), dan Lingkar
Lengan Atas (LLA). Kategori dan ambang batas status gizi anak
berdasarkan indeks dapat dilihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1. Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak Berdasarkan
Indeks Indeks Kategori
Status Gizi
Ambang Batas (Z-Score)
Berat Badan menurut Umur Gizi Buruk < - 3 SD
(BB/U) Gizi Kurang - 3 SD sampai dengan <-2 SD
Anak Umur 0-60 Bulan Gizi Baik - 2 SD sampai dengan 2 SD
Gizi Lebih >2 SD
Panjang Badan menurut umur Sangat Pendek < - 3 SD
(PB/U) atau Pendek -3 SD sampai dengan < - 2 SD
Tinggi Badan menurut umur Normal - 2 SD sampai dengan 2 SD
(TB/U) Anak umur 0-60 Bulan Tinggi >2 SD
Berat Badan menurut Panjang
Badan (BB/PB)
Sangat Kurus < - 3 SD
atau Kurus -3 SD sampai dengan < - 2 SD
Berat Badan menurut Tinggi
Badan (BB/TB)
Normal - 2 SD sampai dengan 2 SD
Anak Umur 0-60 Bulan Gemuk >2 SD
Sumber : Klasifikasi Status Gizi berdasarkan Kepmenkes RI Nomor :
1995/Menkes/SK/XII/2010
Dengan mengetahui keadaan dari masing – masing ke tiga indikator
diatas dapat disimpulkan secara tepat keadaan gizi anak atau kelompok
anak. Ketiga indikator lebih banyak digunakan pada survei khusus, pada
kegiatan penelitian atau untuk penapisan (screening) anak yang kurang
gizi (Soekirman, 2000), untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2.2
Indikator Status Gizi.
http://repository.unimus.ac.id
9
Tabel 2.2. Indikator Status Gizi Indikator
BB/U
Indikator
TB/U
Indikator
BB/TB
Kesimpulan
Rendah Rendah Normal Keadaan gizi anak saat ini baik, tetapi anak
tersebut mengalami gizi kronis. BB anak
proporsional dengan TB nya.
Normal Rendah Lebih Anak mengalami masalah gizi kronis dan
pada saat ini menderita kegemukan
(overweight) karena BB lebih dari
proporsional terhadap TB nya.
Rendah Rendah Rendah Anak mengalami kurang gizi berat dan
kronis artinya pada saat ini keadaan gizi
anak tidak baik dan riwayat masa lalunya
juga tidak baik.
Normal Normal Normal Keadaan gizi anak “baik” pada saat ini dan
pada masa lalu.
Rendah Normal Rendah Anak mengalami kurang gizi berat (kurus).
Normal Normal Rendah Keadaan gizi anak secara umum baiktetapi
berat badannya kurang proporsional
terhadap TB nya karena tubuh anak
jangkung.
Sumber : (Supariasa, 2016)
2) Klinis
Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk
menilai status gizi masyarakat.Metode ini berdasarkan atas perubahan-
perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat
gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel (supervicial epithelial
tissues) seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral/pada organ-organ
yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid (Supariasa,
2002 ).
3) Biokimia
Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan yang
diuji secara laboratorium yang dilakukan pada berbagai macam
jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain : darah,
urine, tinja dan beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot
(Supariasa, 2002).
http://repository.unimus.ac.id
10
4) Biofisik
Penilaian status gizi baik secara biofisik adalah metode penentuan
status gizi dengan menilai kemampuan fungsi (khususnya jaringan)
dan melihat perubahan struktur dari jaringan (Supariasa, 2002).
2.1.3.2 Penilaian Secara Tidak Langsung
Penilaian status gizi secara tidak langsung dibedakan menjadi tiga
yaitu survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi.
1). Survei Konsumsi Makanan
Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi
secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang
dikonsumsi.Berdasarkan jenis data yang diperoleh, pengukuran
konsumsi makanan menghasilkan dua jenis data konsumsi yang
bersifat kualitatif dan kuantitatif.
(1) Metode Kualitatif
Metode ini biasanya untuk menggambarkan frekuensi
makanan, frekuensi konsumsi menurut jenis bahan bahan
makanan dan menggali informasi tentang kebiasaan makan (food
habits) serta cara-cara memperoleh bahan makanan.
(a) Metode riwayat makanan (dietary history)
(b) Metode frekuensi makan (food frequency)
(c) Metode telepon
(d) Metode pendaftaran makanan (food list)
(2) Metode Kuantitatif
Metode ini digunakan untuk mengetahui jumlah makanan
yang dikonsumsi sehingga dihitung konsumsi zat gizi dengan
menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM).
Metode tersebut antara lain :
(a) Metode recall 24 jam
(b) Perkiraan makanan (estimation food records)
(c) Penimbangan makanan (food weighing)
(d) Metode food account
(e) Metode inventaris (inventory method)
http://repository.unimus.ac.id
11
(f) Pencatatan (household food records)
(3) Metode Kualitatif dan Kuantitatif
Beberapa metode dapat menghasilkan data yang bersifat
kualitatif maupun kuantitatif. Metode tersebut antara lain :
(a) Metode recall 24 jam
(b) Metode riwayat makanan (dietary history) (Supariasa, 2002).
2). Statistik Vital
Penilaian status gizi dengan statistik vital adalah menganalisis data
beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur,
angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu dan data
lainnya yang berhubungan dengan gizi (Supariasa, 2002).
3). Faktor Ekologi
Bengoa dalam Supariasa (2002) mengungkapkan bahwa malnutrisi
merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor
fisik, biologis dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia
sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi dan
lain-lain.
2.1.4 Pengukuran Status Gizi
Dalam pengukuran status gizi terdapat bermacam-macam indikator
indeks, masing-masing indeks mempunyai keunggulan dan kelemahan
(Supariasa, 2016). Jenis, keunggulan dan kelemahan masing-masing
indeks dapat dilihat pada tabel 2.3.
http://repository.unimus.ac.id
12
Tabel 2.3. Jenis, keunggulan dan kelemahan masing-masing indeks
Indeks Keunggulan Kelemahan
BB/U Baik untuk mengukur
status gizi akut/kronis
Berat badan dapat
berfluktuasi
Sensitif terhadap
perubahan
Dapat mendeteksi
kegemukan
Interpretasi keliru jika
terdapat edema maupun
asites
Memerlukan data umur
yang akurat
Sering terjadi kesalahan
dalam pengukuran seperti
pengaruh pakaian dan
gerakan anak
Masalah sosial budaya
TB/U Baik untuk menilai
status gizi masa lampau
Ukuran panjang dapat
dibuat sendiri, murah
dan mudah dibawa
Tinggi badan tidak cepat
naik
Pengukuran relatif sulit
dan membutuhkan 2
orang untuk
melakukannya
Ketepatan umur sulit
didapat, terutama di
daerah terpencil
BB/TB Tidak memerlukan data
umur
Dapat membedakan
proporsi tubuh (gemuk,
normal dan kurus)
Tidak dapat memberikan
gambaran apakah anak
tersebut pendek
Membutuhkan 2 macam
alat ukur
Pengukuran relative lama
Sering terjadi kesalahan
dalam pembacaan hasil
pengukuran
LILA/U Indikator yang baik
untuk menilai KEP berat
Alat ukur murah, ringan,
dan dapat dibuat sendiri
Alat dapat diberi kode
warna untuk menentukan
tingkat keadaan gizi
Hanya dapat
mengidentifikasi KEP
berat
Sulit menentukan
ambang batas
Sulit digunakan untuk
melihat pertumbuhan
anak karena perubahan
tidak tampak nyata
Sumber : (Supariasa, 2016)
2.1.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi
Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi ada dua yaitu faktor
langsung dan tidak langsung.
2.1.5.1 Faktor Langsung
Faktor langsung dipengaruhi oleh infeksi dan asupan makanan.
http://repository.unimus.ac.id
13
1) Faktor infeksi
Defisiensi gizi sering dihubungkan dengan infeksi. Infeksi bisa
dihubungkan dengan gangguan gizi melalui beberapa cara yaitu
mempengaruhi nafsu makan, dapat juga menyebabkan kehilangan bahan
makanan karena diare atau muntah mempengaruhi metabolisme makanan
dan banyak cara lain lagi. Secara umum, defisiensi gizi merupakan awal
dari gangguan sistem kekebalan. Gizi kurang dan infeksi, kedua-duanya
dapat bermula dari kemiskinan dan lingkungan tidak sehat dengan
sanitasi yang buruk.Selain itu juga diketahui bahwa infeksi menghambat
reaksi immunologis yang normal dengan menghasilkan sumber-sumber
energi tubuh. Gangguan gizi dan infeksi sering bekerja sama dan jika
bekerja sama akan memberikan prognosis yang lebih buruk jika
dibandingkan dengan jika kedua faktor tadi bekerja sendiri-sendiri.
Infeksi memperburuk taraf gizi dan sebaliknya, gangguan gizi
memperburuk kemampuan anak untuk mengatasi penyakit infeksi.
Kuman-kuman yang kurang berbahaya bagi anak-anak dengan status gizi
naik, bisa menyebabkan kematian pada anak-anak dengan status gizi
yang buruk (Kemenkes RI, 2013).
2) Asupan Makan
Tujuan memberi makan pada anak adalah untuk memenuhi
kebutuhan zat gizi yang cukup dalam kelangsungan hidupnya, pemulihan
kesehatan sesudah sakit, untuk aktivitas pertumbuhan dan perkembangan.
Dengan memberikan makan anak juga didik agar dapat menerima,
menyukai makanan yang baik serta menentukan jumlah makanan yang
cukup dan bermutu (Santoso, 2009).
Makanan sehari-hari yang dipilih dengan baik akan memberikan
semua zat gizi yang dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh. Sebaliknya,
jika makanan tidak dipilih dengan baik, tubuh akan mengalami
kekurangan zat-zat gizi esensial tertentu. Konsumsi aneka ragam
makanan merupakan salah satu cara untuk mencukupi zat-zat gizi yang
kurang di dalam tubuh (Almatsier, 2010).
http://repository.unimus.ac.id
14
2.1.5.2 Faktor Tidak Langsung
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi gizi secara tidak langsung
antara lain : pola asuh, pendidikan, pengetahuan, ketersediaan pangan,
sikap, perilaku, sanitasi lingkungan dan pelayanan kesehatan.
1) Pola Asuh
Pola asuh adalah praktek di rumah tangga yang diwujudkan dengan
tersedianya pangan dan perawatan kesehatan serta sumber lainnya untuk
kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan anak (LIPI, 2000 ).
Pola pengasuhan anak berupa sikap dan perilaku ibu atau pengasuh lain
dalam hal hakekatnya dengan anak, memberikan makan, merawat,
kebersihan, memberi kasih sayang dan sebagainya. Kesemuanya
berhubungan dengan keadaan ibu dalam hal kesehatan (fisik dan mental),
status gizi, pendidikan umum, pengetahuan dan keterampilan, tentang
pengasuhan anak yang baik, peran dalam keluarga atau di masyarakat,
sifat pekerjaan sehari-hari, adat kebiasaan keluarga dan masyarakat, dan
sebagainya dar si ibu atau pengasuh anak (Soekirman, 2000).
Dalam WNPG (LIPI, 2000) terdapat beberapa aspek kunci dalam
pola asuh anak meliputi :
(a) Perawatan dan perlindungan bagi ibu
(b) Praktek menyusui dan pemberian MP- ASI
(c) Pengaruh psiko – sosial
(d) Penyiapan makanan
(e) Kebersihan diri dan sanitasi lingkungan
(f) Praktik kesehatan di rumah dan pola pencarian pelayanan
kesehatan
2) Pengetahuan
Kurangnya pengetahuan tentang gizi atau kemampuan untuk
menetapkan informasi dalam kehidupan sehari-hari merupakan penyebab
terjadinya gangguan gizi (Suhardjo, 2003). Ibu yang mempunyai
pengetahuan gizi dan kesadaran gizi yang tinggi akan melatih kebiasaan
makan yang sehat sedini mungkin kepada semua putra-putrinya. Selain
itu tingkat pengetahuan ibu sebagai pengelola rumah tangga akan
http://repository.unimus.ac.id
15
berpengaruh juga pada macam bahan makanan dalam konsumsi keluarga
sehari-hari. Ibu yang cukup pengetahuan gizinya akan memperhatikan
kebutuhan gizi anaknya agar dapat tumbuh dan berkembang secara
optimal.
Pengetahuan ibu memberi makan anak sering menghadapi kesulitan
dan juga pengetahuan ibu tentang cara memperlakukan bahan pangan
dalam pengelolaan sehingga zat gizi yang terkandung di dalamnya tidak
rusak atau salah masih perlu dikaji di pedesaan.
3) Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari
seseorang terhadap stimulus atau objek. Manifestasi sikap itu tidak dapat
langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari
perilaku yang tertutup (Notoatmodjo, 1993). Suatu sikap belum dapat
otomatis terwujud dalam suatu tindakan (over behaviour). Banyak factor
yang dapat mempengaruhi penentuan sikap secara utuh seperti
pengetahuan, berfikir, berkeyakinan, dan emosi itu semua memegang
peranan sangat penting. Sedangkan untuk mewujudkan sikap menjadi
suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau kondisi yang
memungkinkan antara lain adalah fasilitas.
4) Perilaku
Komponen perilaku atau komponen konatif dalam struktur sikap
menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang
ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya
(Azwar, 1997). Kaitan ini didasari oleh asumsi bahwa kepercayaan dan
perasaan banyak mempengaruhi perilaku. Maksudnya, bagaimana orang
berperilaku dalam situasi tertentu dan terhadap stimulus tertentu.
Kecenderungan berperilaku secara konsisten, selaras dengan kepercayaan
dan perasaan ini membentuk sikap individual. Karena itu, adalah logis
untuk mengharapkan bahwa sikap seseorang akan dicerminkannya dalam
bentuk tendensi perilaku terhadap objek (Azwar, 1997).
http://repository.unimus.ac.id
16
2.2 Taburia
2.2.1 Pengertian
Taburia adalah tambahan multivitamin dan mineral berupa serbuk
tabur yang diproduksi oleh PT Indofarma, Bekasi – Indonesia dengan
LPPOM 00180072030315 dan berlabel Halal dari Majelis Ulama
Indonesia (MUI). Taburia merupakan produk yang digunakan
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia untuk memenuhi tumbuh
kembang balita usia 6-59 bulan dengan prioritas balita usia 6-24 bulan.
Kemasan Taburia dapat dilihat pada gambar 2.1.
Gambar 2.1 Taburia
2.2.2 Keunggulan Taburia
1) Tidak mengubah kebiasaan makan anak
2) Tidak mengubah rasa, aroma maupun bentuk makanan anak
3) Praktis
4) Kebutuhan vitamin dan mineral anak terpenuhi
2.2.3 Manfaat Taburia
1) Meningkatkan nafsu makan anak
2) Anak tidak mudah sakit
3) Anak tumbuh dan berkembang sesuai umur
4) Anak tidak kurang darah / anemia sehingga lebih cerdas dan ceria
http://repository.unimus.ac.id
17
2.2.4 Kandungan Zat Gizi Mikro dalam Taburia
1) Vitamin
(a) Vitamin A
Memelihara kesehatan mata, kekebalan tubuh dan meningkatkan
pertumbuhan anak.
(b) Vitamin B1
Meningkatkan nafsu makan, pertumbuhan, fungsi pencernaan dan
saraf.
(c) Vitamin B2
Memelihara kesehatan kulit, fungsi penglihatan, mencegah pecah-
pecah pada sudut bibir dan pertumbuhan.
(d) Vitamin B3
Meningkatkan nafsu makan, kesehatan kulit dan daya ingat.
(e) Vitamin B6
Membantu pembentukan sel darah merah, pertumbuhan dan
mencegah gangguan fungsi otak.
(f) Vitamin B12
Meningkatkan nafsu makan, fungsi saraf, pembentukan sel darah
merah dan mencegah gangguan mental.
(g) Asam Folat
Membantu pembentukan sel darah merah serta mencegah
penyakit (infeksi) dan kelelahan.
(h) Vitamin C
Mencegah sariawan dan perdarahan gusi, meningkatkan daya
tahan tubuh terhadap penyakit serta mencegah kelesuan dan
kurang darah.
(i) Asam Pantotenat
Mencegah kelelahan dan mengatasi sulit tidur pada anak.
(j) Vitamin D3
Membantu pertumbuhan tulang dan gigi serta mencegah
gangguan gigi rapuh.
http://repository.unimus.ac.id
18
(k) Vitamin E
Membantu pembentukan sel darah merah serta mencegah
gangguan bicara dan penglihatan.
(l) Vitamin K
Membantu pembekuan darah, pembentukan dan perbaikan tulang.
2) Mineral
(a) Iodium (I)
Membantu pertumbuhan dan perkembangan mental, serta
mencegah kretin.
(b) Seng (Zn)
Meningkatkan pertumbuhan, fungsi saraf dan otak serta nafsu
makan.
(c) Selenium (Se)
Meningkatkan daya tahan tubuh dan kesehatan.
(d) Zat Besi (Fe)
Meningkatkan nafsu makan dan mencegah anemia (kurang darah)
dengan gejala 5 L ( Letih, Lemah, Lesu, Lelah dan Lalai).
2.2.5 Komposisi Per Gram Taburia
Komposisi per gram taburia dapat dilihat pada tabel 2.4.
Tabel 2.4 Komposisi per gram taburia No Jenis Vitamin dan Mineral Satuan Kandungan Gizi
1 Vitamin A mcg 417
2 Vitamin B1 mg 0.5
3 Vitamin B2 mg 0.5
4 Vitamin B3 mg 5
5 Vitamin B6 mg 0.5
6 Vitamin B12 mcg 1
7 Asam Folat mcg 150
8 Vitamin C mg 30
9 Asam Pantotenat mg 3
10 Vitamin D3 mcg 5
11 Vitamin E mg 6
12 Vitamin K1 mcg 20
13 Iodium (I) mcg 50
14 Zat Besi (Fe) mg 10
15 Seng (Zn) mg 5
16 Selenium (Se) mcg 20
Sumber : Informasi Nilai Gizi dalam Kemasan Taburia, 2016.
http://repository.unimus.ac.id
19
Perbandingan komposisi taburia dengan Angka Kecukupan Gizi
(AKG) untuk anak usia 1-3 tahun dapat dilihat pada table 2.5.
Tabel 2.5 Perbandingan Komposisi Taburia dengan AKG No Zat Gizi Satuan Taburia AKG (Usia 1-3 th)
1 Energi Kkal - 1125
2 Protein gram - 26
3 Vitamin A mcg 417 400
4 Vitamin B1 mg 0.5 0.5
5 Vitamin B2 mg 0.5 0.5
6 Vitamin B3 mg 5 6
7 Vitamin B6 mg 0.5 0.5
8 Vitamin B12 mcg 1 0.9
9 Asam Folat mcg 150 150
10 Vitamin C mg 30 40
11 Asam
Pantotenat
mg 3 3
12 Vitamin D3 mcg 5 5
13 Vitamin E mg 6 6
14 Vitamin K1 mcg 20 15
15 Iodium (I) mcg 50 120
16 Zat Besi (Fe) mg 10 8
17 Seng (Zn) mg 5 8.3
18 Selenium (Se) mcg 20 17
Sumber : AKG Tahun 2013
2.2.6 Sasaran Pemberian Taburia
Sasaran pemberian taburia adalah semua balita usia 6-59 bulan dengan
prioritas balita usia 6 – 24 bulan. Dengan pertimbangan pada usia
tersebut merupakan periode emas pertumbuhan (golden period). Taburia
dapat juga diberikan kepada anak yang sakit, kecuali balita gizi buruk
yang sedang menjalani perawatan.
2.2.7 Cara Pemberian Taburia
1) Gunting atau sobek saset taburia kemudian taburkan satu bungkus
taburia pada sebagian makan pagi balita yang siap dimakan ;
http://repository.unimus.ac.id
20
2) Makanan yang sudah dicampur taburia harus segera dimakan dan
dihabiskan oleh balita ;
3) Tidak boleh dicampur dengan makanan yang berair / sayuran
berkuah (sup) dan minuman seperti susu, teh dan lain-lain karena
akan menggumpal dan tidak larut ;
4) Tidak boleh dicampur dengan makanan panas karena beberapa zat
gizi akan rusak dan dapat menimbulkan bau yang kurang enak ;
5) Taburia diberikan setiap 2 (dua) hari sekali.
2.2.8 Hal-Hal yang Perlu diketahui Selama Anak Mengkonsumsi Taburia
1) Ada kemungkinan tinja anak berwarna hitam yang disebabkan
adanya zat besi pada taburia
2) Bila terjadi diare atau gangguan kesehatan lainnya, dianjurkan untuk
dirujuk ke puskesmas atau pelayanan kesehatan terdekat.
3) Apabila setelah dicampur taburia, warna dan rasa makanan sedikit
berubah, tidak perlu khawatir karena perubahan tersebut tidak
mengurangi manfaat taburia. Cuci tangan dahulu dengan sabun dan
air bersih mengalir sebelum menyiapkan makanan.
2.3 Konseling Pemberian Makan Bayi dan Anak (PMBA)
2.3.1 Pengertian Konseling
Konseling merupakan proses pemberian informasi obyektif dan
lengkap, dilakukan secara sistematik dengan panduan komunikasi
interpersonal, teknik bimbingan dan penguasaan pengetahuan yang
bertujuan untuk membantu seseorang mengenali kondisinya saat ini,
masalah yang sedang dihadapi, dan menentukan jalan keluar atau upaya
mengatasi masalah tersebut. (Saefudin, Abdul Bari : 2002). Jadi konseling
PMBA adalah bantuan kepada orang lain dalam bentuk wawancara yang
menuntut adanya komunikasi, interaksi yang mendalam dan usaha
bersama antara konselor dengan klien untuk mencapai tujuan konseling
yang dapat berupa pemecahan masalah, pemenuhan kebutuhan ataupun
perubahan tingkah laku/ sikap dalam ruang lingkup pemberian makan bayi
dan anak.
http://repository.unimus.ac.id
21
2.3.2 Tujuan Konseling
Tujuan konseling adalah :
1) Pemecahan masalah, meningkatkan efektifitas individu dalam
pengambilan keputusan secara tepat.
2) Pemenuhan kebutuhan, menghilangkan perasaan yang menekan/
mengganggu.
3) Perubahan sikap dan tingkah laku.
2.3.3 Langkah Konseling
Ada 3 langkah pokok konseling yang harus dilaksanakan yaitu :
1) Pendahuluan, menciptakan kontak mengumpulkan data klien untuk
mencari tahu penyebabnya;
2) Bagian inti/ pokok , mencari jalan keluar dan menentukan jalan keluar
yang harus dipilih;
3) Bagian akhir, penyimpulan dari seluruh aspek kegiatan dan merupakan
tahap penutupan untuk pertemuan berikutnya.
2.3.4 Prinsip Dasar Konseling
Kemampuan menolong orang lain digambarkan dalam sejumlah
keterampilan yang digunakan seseorang sesuai dengan profesinya yang
meliputi :
1) Pengajaran;
2) Nasehat dan bimbingan ;
3) Pengambilan tindakan langsung;
4) Pengelolaan;
5) Konseling.
2.3.5 Manfaat Konseling
Manfaat konseling adalah :
1) Pencegahan : mencegah timbulnya masalah kesehatan.
2) Penyesuaian : membantu klien mengalami perubahan biologis,
psikologis, kultural dan lingkungan .
3) Perbaikan : perbaikan terjadi bila ada penyimpangan perilaku klien
4) Pengembangan : meningkatkan pengetahuan dan kemampuan serta
peningkatan derajat kesehatan.
http://repository.unimus.ac.id
22
2.3.6 Hal-Hal yang harus diperhatikan dalam konseling
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam konseling adalah :
1) Iklim psikologis, suasana percakapan : Iklim psikologis, tindakan,
perilaku, sikap dari orang lain yang mempunyai dampak terhadap diri
kita.
2) Sikap Konselor menurut “Rogers”, yaitu :
(a) Acceptance (Menerima)
Konselor menunjukkan sikap menerima, sehingga konseli
merasa tidak ditolak, diacuhkan, didikte, melainkan klien
merasa bahwa ia diterima sebagai dirinya sendiri. Terima klien
dengan sikap terbuka dan apa adanya. Konselor memperhatikan
tanpa pamrih, tanpa menguasai klien.Tulus dan ikhlas.Konselor
harus menghargai klien, apapun yang dikatakan klien.Beri
kesempatan pada klien untuk mengemukakan keluhan-
keluhannya.
(b) Sikap tidak menilai
(c) Sikap percaya terhadap konselor
3) Alam pikiran dari klien, dilihat dari dalam diri klien sendiri
4) Situasi konseling, persamaan persepsi sampai mendapat pengertian.
2.3.7 Teknik Konseling
Teknik konseling ada 3 yaitu : Pendekatan authoritatian atau directive,
pusat dari keberhasilan konseling adalah dari konselor.
1) Pendekatan non-directive atau conselei centred, konseli diberikan
kesempatan untuk memimpin proses konseling dan memecahkan
masalah sendiri.
2) Pendekatan edetic, konselor menggunakan cara yang baik sesuai
dengan masalah klien.
2.3.8 Proses Konseling
Proses konseling terdiri dari 4 unsur kegiatan yaitu :
1) Pembinaan hubungan baik (rapport) : Pembinaan hubungan baik
dimulai sejak awal pertemuan dengan klien dan perlu dijaga
seterusnya dengan :
http://repository.unimus.ac.id
23
(a) Memberi salam pada awal setiap pertemuan.
(b) Memperkenalkan diri
(c) Menciptakan suasana nyaman dan aman.
(d) Memberikan perhatian penuh pada klien (SOLER). S :Face
your clients squarely (menghadap klien) & smile / nod at
clients (senyum/ mengganggukkan kepala). O :Open and Non
Judgemental Facial Expression (ekspresi muka menunjukkan
sikap terbuka dan tidak menilai). L : Lean Towards Client
(tubuh condong kearah klien). E : Eye Contact in a culturally-
Acceptable Manner (kontak mata/ tatap mata sesuia dengan
cara yang diterima budaya setempat). R : Relaxed and Friendly
Manner (santai dan sikap bersahabat).
(e) Bersabar.
(f) Tidak memotong pembicaraan klien
2) Pengambilan keputusan, pemecahan masalah dan perencanaan.
Setelah mendapatkan dan memberikan cukup informasi sesuai dengan
masalah dan kondisi klien, konselor membantu klien memecahkan
masalah yang dihadapi atau membuat perencanaan untuk mengatasi
masalah. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan
adalah(1) fisik, (2) emosional, (3) rasional, (4) praktikal, (5)
interpesonal, (6) struktural.
3) Menindaklanjuti pertemuan : Menindaklanjuti pertemuan konseling
dengan membuat rangkuman, merencanakan pertemuan selanjutnya /
merujuk klien.
2.3.9 Faktor Penghambat Konseling
Faktor penghambat dalam konseling antara lain :
1) Faktor individual Keterikatan budaya merupakan faktor individual
yang dibawa seseorang dalam melakukan interaksi. Orientasi ini
merupakan gabungan dari :
(a) faktor fisik atau kepekaan panca indera, usia dan seks;
(b) sudut pandang terhadap nilai-nilai;
http://repository.unimus.ac.id
24
(c) faktor sosial pada sejarah keluarga dan relasi, jaringan sosial,
peran dalam masyarakat, status sosial;
(d) bahasa.
2) Faktor yang berkaitan dengan interaksi,
(a) tujuan dan harapan terhadap komunikasi;
(b) sikap terhadap interaksi;
(c) pembawaan diri terhadap orang lain;
(d) sejarah hubungan.
3) Faktor situasional
4) Kompetensi dalam melakukan percakapan : Komunikasi dikatakan
efektif bila ada sikap perilaku kompeten dari kedua belah pihak.
Keadaan yang dapat menyebabkan putusnya komunikasi adalah : (a)
kegagalan informasi penting; (b) perpindahan topik bicara; (c) tidak
lancar; (d) salah pengertian.
2.3.10 Hasil yang diharapkan setelah konseling
Harapan setelah dilaksanakan konseling adalah kemandirian klien
dalam :
1) Peningkatan kemampuan klien dalam mengenali masalah,
merumuskan pemecahan masalah, menilai hasil tindakan dengan
tepat.
2) Klien mempunyai pengalaman dalam menghadapi masalah kesehatan.
3) Klien merasa percaya diri dalam menghadapi masalah.
4) Munculnya kemandirian dalam pemecahan masalah kesehatan.
2.4 Praktik Pemberian Makan Bayi dan Anak (PMBA)
Praktik pemberian makan yang dianjurkan berdasarkan rekomendasi WHO
dapat dilihat pada tabel 2.6.
http://repository.unimus.ac.id
25
Tabel 2.6 Praktik Pemberian MP ASI yang Dianjurkan
USIA
REKOMENDASI
Frekuensi (per
hari)
Jumlah (tiap
kali makan)
Tekstur
(kekentalan/konsistensi)
Variasi
6 bulan 2 - 3 kali
makan
ditambah ASI
Mulai dengan
2 s/d 3 sendok
makan. Mulai
dengan
pengenalan
rasa dan
secara
perlahan
tingkatkan
jumlahnya
Bubur Kental ASI (bayi
disusui
sesering yang
diinginkan
+ makanan
hewani
(makanan
lokal)
6-9 bulan 2-3 kali makan
ditambah ASI
1-2 kali
makanan
selingan
2-3 sendok
makan penuh.
Tingkatkan
secara
perlahan
sampai ½
mangkuk
berukuran 250
ml
Bubur kental / makanan
keluarga yang
dilumatkan
+ makanan
pokok
(makanan
lokal)
9-12 bulan 3-4 kali makan
ditambah ASI
½ - ¾
mangkuk
berukuran 250
ml
Makanan keluarga yang
dicincang / dicacah.
Makanan dengan
potongan kecil yang
dapat dipegang. Makanan
yang di iris-iris
+ kacang-
kacangan
(makanan
lokal)
+ Buah –
buahan /
sayuran
(makanan
lokal)
12-24 bulan 3-4 kali makan
ditambah ASI
¾ - 1
mangkuk
ukuran 250 ml
Makanan yang di iris-
iris. Makanan keluarga
+ Bubuk tabor
gizi / taburia
Jika anak
kurang dari
24 bulan
tidak diberi
ASI
Tambahkan 1-
2 kali makan
ekstra
Sama dengan
diatas sesuai
kelompok
umur
Sama dengan diatas
sesuai kelompok umur
Sama dengan
diatas dengan
penambahan
1-2 gelas susu
per hari
2-3 cairan
tambahan
terutama di
daerah iklim
panas
Sumber : Kemenkes RI, 2012.
http://repository.unimus.ac.id
26
2.5 Kerangka Teori
2.6 Kerangka Konsep
2.7 Hipotesis
1. Ada pengaruh pemberian mikronutrien taburia dan konseling PMBA
terhadap perubahan berat badan balita gizi kurangusia 6-24 bulan.
2. Ada pengaruh pemberian mikronutrien taburia terhadap perubahan berat
badan balita gizi kurangusia 6-24 bulan.
3. Pemberian Mikronutrien Taburia dan Konseling PMBA lebih efektif
mempengaruhi perubahan berat badan balita gizi kurang usia 6-24 bulan.
Pengetahuan
Sikap
Perilaku
Penyakit
Infeksi
Konseling
PMBA
Pola asuh
Perubahan
BB
Asupan
makanan
Pemberian
Mikronutrien
Taburia
Pemberian
Mikronutrien Taburia
dan Konseling PMBA
Pemberian
Mikronutrien Taburia
Perubahan Berat
Badan (BB)
http://repository.unimus.ac.id