BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58468/23/BAB II.pdf · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1...
Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/58468/23/BAB II.pdf · 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1...
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Propionibacterium acnes
Propionibacterium acnes atau P.acnes merupakan salah satu flora normal
pada kulit manusia, serta di rongga mulut, usus besar, konjungtiva dan saluran
telinga luar. Bakteri ini mendominasi di daerah folikel sebasea kulit dan dapat
menyebabkan jerawat ketika menginfeksi kulit (Mollerup, et al., 2016).
2.1.1 Klasifikasi Bakteri
Kingdom : Bacteria
Phylum : Actinobacteria
Class : Actinobacteridae
Order : Actinomycetales
Family : Propionibacteriaceae
Genus : Propionibacterium
Spesies : Propionibacterium acne (Bruggeman, 2010).
2.1.2 Morfologi Bakteri
P.acnes adalah bakteri gram positif yang memiliki bentuk sel batang,
panjang bervariasi antara 1-1,5 µm, nonmotil, tidak membentuk spora dan dapat
tumbuh di udara dan memerlukan oksigen mulai dari aerob atau anaerob fakultatif
sampai ke anaerob. Bakteri ini mampu melakukan fermentasi glukosa sehingga
menghasilkan asam propionat dan asetat dalam jumlah yang banyak (Narulita,
2017).
2.1.3 Stuktur Bakteri
1. Kapsul
Kapsul berbentuk lapisan tipis dan terletak di luar dinding sel. Susunan dari
kapsul berasal dari suatu polisakarida, polipeptida atau bisa juga keduanya. Stuktur
6
ini tidak semua bakteri memilikinya. Kapsul bersifat antigenik dan memerlukan
pewarnaan untuk mengetahuinya. Fungsi dari kapsul pada bakteri untuk melindungi
dari proses fagositosis. Derajat keganasan dari bakteri yang memiliki kapsul
biasanya lebih virulen (Jawetz, et al., 2013).
2. Dinding sel
Dinding sel dimiliki oleh hampir keseluruhan bakteri. Susunan kimiawi dari
bakteri dilihat dari susunan peptidoglikan. Dinding sel memiliki fungsi untuk
mempertahankan bentuk bakteri. Fungsi lain untuk penentuan patogenitas dan
antigenisitas. Bakteri gram positif pada dinding sel tersusun atas polisakarida yang
disebut asam teikoat yang terlibat dalam proses transportasi dari dalam dan luar sel.
Sedangkan, pada bakteri gram negatif, peptidoglikan hanya sedikit (Jawetz, et al.,
2013).
3. Membran Sitoplasma
Membran sitoplasma sebagian besar terdiri dari fosfolipid. Kegunaan dari
stuktur ini adalah untuk mengatur bahan-bahan tertentu yang keluar dan masuknya
dari dalam maupun luar sel. Bahan yang dapat melewati membran sitoplasma
seperti air, asam amino, beberapa gula sederhana, sedangkan protein tidak dapat
lewat karena ukurannya yang relatif besar (Jawetz, et al., 2013).
4. Mesosom
Mesosom berbentuk lipatan dari membran sitoplasma yang berfungsi dalam
pembelahan sel dan metabolisme. Mesosom pada bakteri gram positif berukuran
lebih besar dari gram negatif. Proses pembelahan sel berlangsung dengan
membentuk septa melintang pada membran sitoplasma di daerah mesosom dan
7
membagi dua sehingga komponen anak sama seperti induknya (Jawetz, et al.,
2013).
5. Inti Sel
Inti sel bakteri memiliki kromosom yang mengatur semua kegiatan pada
bakteri dan menentukan sifat resistensi pada suatu bakteri. Sel bakteri juga memiliki
materi genetik ekstrak kromosom berupa small cyclic yang disebut plasmid.
Plasmid dapat melakukan penggandaan diri dan berpindah dari satu bakteri ke
bakteri yang lain (Jawetz, et al., 2013).
6. Flagella
Flagella ialah alat gerak yang tersusun dari protein flagelin dan tidak
dimiliki semua bakteri. Bakteri yang memiliki flagella dengan menggunakan
pengamatan hanging drop, pemeriksaan mikroskop lapangan gelap atau pun media
pembenihan semi solid dapat terlihat pergerakannya yang aktif (Jawetz, et al.,
2013).
7. Pili
Pili merupakan stuktur tambahan yang menempel di permukaan dinding sel
bakteri. Stuktur ini tersusun dari suatu protein yang disebut pilin. Pilin membuat
suatu bakteri dapat menempel pada sel hospes. Selain itu terdapat sex pili yang
berarti dapat memindahkan materi genetik dari bakteri satu ke bakteri lain (Jawetz,
et al., 2013).
2.1.4 Sifat Pertumbuhan
P.acnes membentuk koloni terutama di kelenjar minyak dan folikel rambut
kulit manusia. Sifat pertumbuhan P.acnes secara anaerob. PH yang cocok untuk
8
pertumbuhan bakteri ini berkisar antara 6,0 – 7,0. Suhu optimal untuk pertumbuhan
antara 300C – 370C (Achermann, et al., 2014).
2.1.5 Habitat
P.acnes merupakan flora normal yang ada di beberapa bagian tubuh
manusia. Bakteri ini sudah ada sejak bayi dengan jumlah sedikit dan bertambah
banyak saat memasuki usia pubertas berkaitan dengan meningkatnya produksi
sebum pada folikel sebasea. Kulit merupakan habitat utama dari P.acnes, namun
juga dapat ditemukan di rongga mulut, usus besar, konjungtiva dan saluran telinga
luar (Mollerup, et al., 2016).
2.1.6 Stuktur Antigen
Antigen spesifik yang dimiliki oleh P.acnes berawal dari infiltrasi limfosit
CD4 pada unit pilosebasea. Bakteri P.acnes yang berada pada folikel akan di fagosit
oleh neutrofil. Produksi sitokin dalam reaksi inflamasi melibatkan toll like receptor
, terutama toll like receptor 2. P.acnes juga menstimulasi produksi sitokin pro
inflamasi seperti IL-1, IL-8, IL-12 dan TNFα (Damayanti, 2014).
2.1.7 Daya Tahan
Bakteri P.acnes dapat tumbuh dengan baik di musim dingin dan kurang
tahan pada musim panas. Sinar ultraviolet mampu membunuh bakteri ini pada
permukaan kulit dan mampu menembus epidermis bagian bawah dan bagian atas
dermis sehingga berpengaruh pada bakteri yang berada di bagian bawah glandula
sebasea (Narulita, 2017).
9
2.1.8 Patogenitas
P.acnes dapat melakukan invasi ke dalam jaringan dan menghasilkan
beberapa produk enzim yang dapat mengakibatkan terjadinya suatu penyakit.
Tabel 2.1 Peranan Produk Eksoseluler dari P.acnes Enzim Substrat Peranan
Lipase Trigliserid Nutrisi, memproduksi
asam lemak bebas sebagai
iritan
Phospholipase C Phospholipid Mengganggu fungsi
membrane
Proteinase Kolagen, keratin Nutisi, aktivasi
komplemen, menghasilkan
kemotaksin, proteolisis
dalam kolon, invasi
jaringan
Hialuronidase,
neuroaminidase
Mukopolisakarida Invasi jaringan
Acid phosphatase
Bacteriocins
Fosfat gula Nutrisi
Histamin Triptamin Arterial muscle Antagonis dengan bakteri
lain dan mediator inflamasi
akut
(Wilyani, 2017).
Berdasarkan tabel 2.1, didapatkan bahwa P.acnes memiliki produk
eksoseluler berupa lipase, phospholipase C, proteinase, hyaluronidase,
neuroaminidase, acid phosphatase, bacteriocins, histamin dan triptamin yang
berperan dalam patogenesis acne vulgaris (Wilyani, 2017).
2.1.9 Patogenesis
Patogenesis terbentuknya jerawat meliputi empat faktor, yaitu
hiperproliferasi epidermis folikular sehingga terjadi sumbatan folikel, produksi
sebum berlebihan, inflamasi, dan aktivitas bakteri. Bakteri yang dapat
menimbulkan jerawat terbanyak adalah P.acnes, diikuti oleh Staphilococcus
epidermidis kemudian Staphilococcus aureus (Pommerville, 2012). Jerawat
muncul karena terpicunya hormon androgen saat memasuki masa pubertas, yaitu
10
kelenjar adrenal aktif menghasilkan dehidroepiandrosteron sulfat, prekusor
testosteron. Penderita acne vulgaris memiliki kadar androgen serum dan kadar
sebum tinggi. Hormon ini akan menyebabkan peningkatan ukuran kelenjar sebasea
dan merangsang produksi sebum. Epitel folikel rambut bagian atas, berubah
menjadi hiperkeratotik, sehingga terjadi sumbatan pada muara folikel rambut.
Didalam folikel rambut terdapat bakteri dan folikel akan membesar dan pecah
(Damayanti, 2014). Peranan P.acnes pada pembentukan jerawat adalah memecah
trigliserida, yang merupakan salah satu komponen dari sebum, menjadi asam lemak
bebas sehingga terjadi kolonisasi P.acnes yang memicu inflamasi. Selain itu,
antibodi terhadap antigen dinding sel P.acnes meningkatkan respons inflamasi
melalui aktivasi komplemen. Enzim 5-alfa reduktase, enzim yang mengubah
testosteron menjadi dihidrotestosteron (DHT), memiliki aktivitas tinggi pada kulit
yang mudah berjerawat (Movita, 2013).
2.1.10 Manifestasi Klinis Infeksi
P.acnes dapat menyebabkan terjadinya acne vulgaris atau jerawat. Derajat
jerawat dapat dikelompokkan berdasarkan tipe dan jumlah lesi menjadi ringan,
sedang,berat bahkan sangat berat berdasarkan tabel berikut :
Tabel 2.2 Klasifikasi Derajat Jerawat Derajat Komedo Papul/pustule Nodul,kista,sinus Inflamasi Jaringan
parut
Ringan <10 <10 - - -
Sedang <20 >10-50 - + +
Berat >20-50 >50-100 < 5 ++ ++
Sangat
berat
>50 >100 > 5 +++ +++
(Movita, 2013)
Predileksi jerawat biasanya tumbuh di daerah tubuh yang memiliki kelenjar
sebasea terbanyak seperti di wajah, bahu, dada bagian atas dan punggung bagian
11
atas. Lokasi lainnya yang kadang dapat terkena adalah leher, lengan bagian atas dan
glutea (Nugroho & Widayati, 2013).
Erupsi kulit polimorf menimbulkan gejala komedo dan papul tidak disertai
peradangan dan disertai gatal. Komedo merupakan gejala dari jerawat berupa papul
miliar yang ditengahnya mengandung sumbatan sebum. Berwarna hitam jika
mengandung unsur melanin disebut komedo hitam atau terbuka. Jika letaknya lebih
dalam dan tidak mengandung unsur melanin disebut komedo putih atau tertutup.
Papula terbentuk seperti penonjolan kulit yang padat dari lem, sedangkan pustula
berbentuk seperti vesikel yang didalamnya terdapat pus (Nugroho & Widayati,
2013).
P. acnes juga dapat menjadi penyebab infeksi pasca operasi, endokarditis,
sinovitis, pustulosis, hiperostosis, sindrom osteitis (SAPHO) dan sarcoidosis.
Beberapa penelitian juga mengidentifikasi P. acnes sebagai kontaminan produk
darah, kultur jaringan, dan luka bedah (Mollerup, et al., 2016).
2.1.11 Identifikasi Bakteri
2.1.11.1Pewarnaan Gram Positif
Pewarnaan gram merupakan metode yang digunakan untuk membedakan
bakteri gram positif dengan bakteri gram negatif. Reaksi atau sifat bakteri tersebut
ditentukan oleh komposisi dinding selnya. Bakteri gram positif akan menunjukan
warna ungu, sedangkan gram negatif menunjukan warna merah (Damayanti, 2014).
Pewarnaan gram positif dengan cara menyiapkan ose dan dipanaskan,
kemudian mengambil akuades steril menggunakan ose dan diteteskan pada kaca
objek. Ose dipanaskan kembali, lalu diamkan hingga tidak panas. Koloni bakteri
12
yang telah tumbuh pada media diambil dengan menggunakan ose, lalu dioleskan
pada kaca objek dan diratakan dengan akuades steril yang telah diteteskan
sebelumnya. Kaca objek dilewatkan diatas api kecil atau diamkan hingga
mengering sendiri. Kaca objek diletakan diatas rak pewarnaan. Kristal violet
diteteskan diatasnya dan diamkan selama 5 menit kemudian dibilas dengan air
mengalir. Setelah itu diteteskan lugol, diamkan selama 1 menit, dan dibilas dengan
air mengalir. Alkohol diteteskan sampai tidak ada lagi warna ungu yang luntur. Lalu
diteteskan safranin, diamkan 45 detik, dibilas dengan air mengalir. Lalu kaca objek
dikeringkan dengan tisu (diusap bagian atasnya). Diberi tetesan minyak imersi
diatas kaca objek lalu amati dibawah mikroskop dengan pembesaran 100x (Nenis,
et al., 2015).
Bakteri P.acnes termasuk bakteri gram positif, karena pada uji ini
didapatkan bakteri berwarna ungu (Soedarto, 2015).
(Abate, 2013)
Gambar 2.1 Pewarnaan Gram pada P.acnes
2.1.11.2 Uji Katalase
Uji katalase digunakan untuk mengetahui kemampuan mikroorganisme
untuk menguraikan hidrogen peroksida dengan menghasilkan enzim katalase. Uji
ini pada bakteri P.acnes menunjukkan hasil positif yang berarti bakteri membentuk
katalase yang ditandai dengan timbulnya gelembung-gelembung udara (Lestari, et
al., 2018).
13
(Chamberlain, 2009)
Gambar 2.2 Uji Katalase pada P.acnes
2.1.11.3 Uji Koagulase
Uji ini dapat dilakukan untuk mengetahui adanya ikatan koagulase. Uji ini
dilakukan dengan cara memberi setetes aquades atau NaCl fisiologis steril
diletakkan pada kaca benda, kemudian satu ose biakan yang diuji disuspensikan.
Setetes plasma diletakkan di dekat suspensi biakan tersebut, keduanya dicampur
dengan menggunakan ose dan kemudian digoyangkan. Reaksi positif terjadi apabila
dalam waktu 2-3 menit terbentuk presipitat granuler.
Sedangkan, untuk uji tabung digunakan untuk mengetahui adanya
koagulase bebas dengan cara 200 µl plasma dimasukkan secara aseptis ke dalam
tabung reaksi steril. Sebanyak 3-4 koloni biakan yang diuji ditambahkan ke dalam
tabung reaksi. Selanjutnya, tabung dimasukkan ke dalam inkubator pada suhu 370C.
Pengamatan dilakukan pada 4 jam pertama, dan sesudah 18-24 jam. Reaksi positif
akan terjadi apabila terbentuk clot atau jelly dan ketika tabung dimiringkan jelly
tetap berada di dasar tabung (Dewi, 2013).
Uji koagulase pada bakteri P.acnes menunjukkan hasil positif, namun daya
koagulasinya tidak sebesar Staphylococcus aureus (Dewi, et al., 2015).
(Chamberlain, 2009)
Gambar 2.3 Uji Koagulase pada P.acnes
14
2.1.11.4 Kemampuan memfermentasi laktosa
Sampel bakteri P.acnes yang akan diujikan diambil menggunakan ose dan
dibiakkan ke dalam agar darah dan Mc Conkey Agar (MCA) dengan digoreskan.
Agar yang telah diinokulasi dengan sampel dimasukkan ke dalam inkubator pada
suhu 37o C selama 24 jam. Kemudian, koloni yang tumbuh diamati dan dicatat
koloninya. Setiap bentuk koloni berbeda yang terpisah dibiakkan kembali ke agar
miring trypticase soy agar (TSA) dan diberikan label agar tidak terjadi kekeliruan.
Agar miring yang telah dibiakkan dimasukkan ke dalam inkubator selama 24 jam
dengan suhu 37o C (Fajar, 2015). P.acnes tidak berwarna dan tidak mampu
memfermentasikan laktosa (Lestari, et al., 2018).
(Lestari, et al., 2018).
Gambar 2.4 Uji Fermentasi Laktosa pada P.acnes
2.1.11.5 TSIA (Uji Triple Sugar Iron Agar)
TSIA merupakan media diferensial yang dengan indikator pH yang dapat
membedakan mikroorganisme berdasarkan kemampuannya dalam memecah
karbohidrat spesifik dengan menghasilkan gas atau tidak sehingga dapat
dikelompokkan menjadi non fermenter, fermenter glukosa atau fermenter laktosa
dan glukosa. Karbohidrat dapat berupa glukosa, laktosa dan sukrosa (Haryani, et
al., 2012). Uji ini dilakukan dengan cara mengambil isolat bakteri dengan
menggunakan ose lurus. Lalu, diinokulasikan pada medium TSIA. Diambil dengan
15
ose masing-masing stok kultur dan digoreskan pada medium. Inkubasikan pada
suhu 370C selama 2-3 x 24 jam dan amati perubahannya. Perubahan warna menjadi
kuning menandakan asam, jika lebih merah menandakan basa, warna hitam
menunjukkan terbentuknya H2S dan apabila medium terangkat menunjukkan
bakteri mampu membentuk gas (Nenis, et al., 2015).
P.acnes pada uji ini menunjukkan media berwarna kuning dan terdapat gas,
namun tidak memproduksi H2S karena tidak mengalami perubahan menjadi
kehitaman (Lestari, et al., 2018).
(Pradhan, 2013)
Gambar 2.5 Uji TSIA pada P.acnes
2.1.11.6 Uji Indol
Uji indol digunakan untuk mengetahui apakah bakteri mampu membentuk
indol dari degradasi asam amino triptophan atau tidak. Tryptophan adalah suatu
asam amino esensial yang mampu mengalami oksidasi dengan melakukan kegiatan
enzimatik di beberapa bakteri. Konversi triptofan menjadi produk metabolik di
perantarai oleh enzim Tryptophanase. Hasil positif (+) jika terbentuk cincin
berwarna merah di permukaan, sedangkan hasil negatif (–) jika tidak terdapat
bentukan cincin berwarna merah pada permukaan (Romadhon, 2016).
16
Hasil uji indol dari P.acnes adalah positif, karena terbentuk cincin berwarna
merah pada permukaan setelah diberi reagen kovac’s (Soedarto, 2015). Sedangkan
motility diamati dari ada tidaknya kekeruhan disekitar tusukan yang berarti negatif
di bakteri ini karena tidak ada kekeruhan disekitar tusukan (Cavalcanti, et al., 2011).
(American Society of Microbiology, 2012)
Gambar 2.6 Uji Indol pada P.acnes
2.1.11.7 Uji Sitrat
Uji sitrat dilakukan untuk mengetahui apakah bakteri mampu menggunakan
sitrat sebagai sumber karbon. Uji ini dilakukan dengan mengambil serbuk sitrat
sebanyak 1,5 gram dan dimasukkan ke dalam tabung erlenmeyer (250 ml) yang
berisi 50 ml akuades. Setelah itu, panaskan pada hotplate pada suhu 1500C dalam
waktu 15 menit. Dilanjutkan dengan memasukkan kedalam tabung reaksi sebanyak
4 ml dan dimasukkan dalam plastik. Kemudian, lakukan sterilisasi di autoklaf
selama 1-2 jam dan masukkan ke dalam kulkas bersuhu 30C.
Ambil dengan menggunakan ose kuman yang sudah diremajakan pada
media EMB dan SSA dan oleskan ose tersebut pada bagian lempeng media sitrat,
lalu inkubasi pada suhu 350C dalam waktu 24 jam. Keesokan harinya amati
perubahan pada warna media, hasil negatif (-) jika tidak adanya perubahan warna
atau media tetap berwarna hijau. Sedangkan hasil positif (+) jika terdapat perubahan
warna dari hijau menjadi biru yang artinya bakteri menggunakan sitrat sebagai
17
sumber karbon (Romadhon, 2016). Hasil dari uji sitrat pada bakteri P.acnes adalah
negatif (-) yang menandakan bakteri ini tidak menggunakan sitrat sebagai sumber
karbon ( Prapanta, et al., 2014).
(American Society of Microbiology, 2012)
Gambar 2.7 Uji Sitrat pada P.acnes
2.1.11.8 Uji Urease
Urea merupakan produksi limbah organik utama dari pencernaan protein
yang dieksresikan dalam urin. Berbagai mikroorganisme memiliki kemampuan
untuk menghasilkan enzim urease yang merupakan suatu enzim hidrolitik, yang
menyerang ikatan amida dan membebaskan ammonia (Hemraj, et al., 2013).
Uji urease bertujuan untuk mengetahui apakah bakteri memiliki enzim
urease yang dapat menguraikan urea menjadi amoniak. Uji ini menggunakan
medium urea base. Isolat diinokulasikan ke dalam medium urea base. Lalu
diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam (Nenis, et al., 2015). Uji ini pada bakteri
P.acnes adalah negatif (-) karena tidak terdapat perubahan warna medium menjadi
merah muda ( Prapanta, et al., 2014).
18
(American Society of Microbiology, 2012)
Gambar 2.8 Uji Urease pada P.acnes
2.1.12 Pengobatan
Pengobatan jerawat terutama bertujuan untuk menekan pertumbuhan
bakteri P. acnes. Golongan obat untuk pengobatan jerawat adalah golongan
makrolid seperti eritromisin dan klindamisin. Golongan makrolid efektif untuk
kuman gram positif (Legiawati, 2010).
Tabel 2.3 Pengobatan Jerawat Derajat ringan Derajat sedang Derajat berat Maintance
Retinoid topikal Retinoid topikal Isotretinoin Retinoid topikal
Benzoil peroksida
atau antibiotik
topikal
Benzoil peroksida
atau antibiotik
topikal
Benzoil peroksida
atau antibiotik
topikal atau retinoid
topikal
Benzoil peroksida
atau antibiotik
topikal
Antibiotik oral Antibiotik oral
Terapi hormon Terapi hormon
(Movita, 2013)
2.1.13 Resistensi Antibiotik
Resistensi tertinggi P.acnes terdapat pada antibiotik topikal jerawat yaitu
eritromisin, klindamisin dan tetrasiklin. Resistensi ini terjadi seiring banyaknya
penggunaan terapi topikal jerawat dalam jangka wakti lama.
Menurut penelitian disebutkan bahwa 10% bakteri P.acnes mengalami
reistensi terhadap eritromisin, klindamisin dan tetrasiklin. Resistensi tertinggi dari
19
pasien dengan jerawat terhadap eritromisin (63,2 %), klindamisin (57,9 %),
tetrasiklin (47,4 %) (Sitohang, et al., 2019).
2.1.14 Uji Kepekaan terhadap Antimikroba in vitro
2.1.14.1 Metode Dilusi
Metode dilusi digunakan untuk menentukan KHM dan KBM dari suatu
antimikroba. Hal ini dapat dicapai dengan pengenceran antimikroba baik di media
agar atau broth. (Lalitha, 2009).
2.1.14.2 Metode Difusi Cakram
Diameter zona inhibisi yang mengitari disk antimikroba berhubungan
dengan KHM untuk bakteri tertentu. Secara umum, semakin besar zona inhibisi,
semakin rendah konsentrasi antimikroba yang dibutuhkan. Metode Kirby-Bauer
dan metode Stokes digunakan untuk pengujian kerentanan antimikroba. (Lalitha,
2009).
Tabel 2.4 Klasifikasi Aktivitas Antibakteri berdasarkan Diameter Zona Hambat
(Kriteria David Stout)
Aktivitas Antibakteri Diameter Zona Hambat (mm)
Lemah < 5
Sedang 5 – 10
Kuat 10 - 20
Sangat kuat > 20
(Zahro & Agustini, 2013).
2.2 Pepaya
2.2.1 Sejarah
Pepaya adalah tanaman yang berasal dari Amerika tropis dan menyebar
sampai India pada abad ke 16. Tanaman ini dikenal sebagai papaya dalam bahasa
20
Inggris, papita dalam bahasa Hindi dan Erandakarkati dalam bahasa Sansekerta
(Yogiraj, et al., 2014).
Pepaya adalah tanaman tradisional yang sering digunakan untuk pengobatan
berbagai macam penyakit. Terutama daunnya yang digunakan mengobati penyakit
malaria, demam berdarah, penyakit kuning (Yogiraj, et al., 2014).
2.2.2 Taksonomi Pepaya
Toksonomi dari papaya adalah sebagai berikut (Yogiraj, et al., 2014) :
Domain : Flowering plant
Kingdom : Plantae
Sub Kingdom : Tracheobionta
Kelas : Magnoliopsida
Sub kelas : Dilleniidae
Superdivisi : Spermatophyta
Pili : Steptophyta
Ordo : Brassicales
Famili : Caricaceae
Genus : Carica
Spesies : Carica papaya Linn
2.2.3 Morfologi Daun Pepaya
(Anitha , et al., 2018)
Gambar 2.8 Daun Pepaya (Carica papaya L.)
Pepaya (Carica papaya L.) adalah tanaman bertangkai tunggal yang dapat
tumbuh hingga 20 meter. Daun pepaya berukuran besar, memiliki tulang daun
menjari atau palmate dan memiliki tangkai daun yang halus dan berongga (Anitha
21
, et al., 2018). Daun pepaya bergerombol di dekat puncak batang dengan tangkai
hingga 1 meter dan memiliki panjang daun 25-75 cm (Farooq, 2009).
2.2.4 Habitat dan Distribusi Geografis
Pepaya merupakan tumbuhan yang tumbuh dengan baik di daerah beriklim
tropis dengan ketinggian 100 meter diatas permukaan laut. Membutuhkan iklim
hangat dan lembab untuk hidup. Pepaya tumbuh dengan kondisi daerah yang suhu
udaranya diatas 100 C. Karena jika ditanam di daerah yang memiliki suhu dibawah
100C dapat memperlambat proses pematangan buah-buahan.
Tanaman pepaya membutuhkan media tumbuh yang subur.Media tumbuh
tanaman pepaya ini di tanah lempung berpasir yang dikeringkan dan mempunyai
pH 6-7 merupakan media tumbuh tanaman pepaya yang baik (Javadekar, 2014).
2.2.5 Kandungan Daun Pepaya
Daun pepaya mengandung berbagai kandungan kimia seperti alkaloids
carpain, pseudocarpain and dehydrocarpain I and II, choline, carposide, vitamin
C and E. Pada daun pepaya yang masih muda, kandungan carpain dan alkaloid
dapat menekan aksi jantung,mengatasi infeksi amoeba, sebagai anti malaria,
mengobati jaundice, kencing nanah, demam dan juga asma (Igwe, 2015). Daun
papaya muda ialah daun yang berwarna hijau yang terletak di 3 lapis pertama dari
pucuk daun (Fithriyani, 2017). Daun pepaya juga mampu menyembuhkan demam
berdarah dengan meningkatkan sel darah putih dan trombosit, menormalkan
pembekuan dan perbaikan hati (Aravind, et al., 2013).
22
Tabel 2.5 Fitokimia Ekstrak Etanol Daun, Biji Mentah dan Matang Pepaya
(Quintal, et al., 2011)
Tabel 2.6 Fitokimia Ekstrak Etanol Daun dan Batang Pepaya Kandungan Daun Batang
Alkaloid + +
Saponin + +
Phenol + -
Flavonoid + +
Anthraquinone + -
Steroid + -
Terpenoid + -
(Umar, et al., 2018)
Tabel 2.7 Kandungan Bahan Aktif Daun Pepaya dalam Berbagai Ekstrak Kandungan Uji Ekstrak
aquades
Ekstrak
etanol
Ekstrak etil
asetat
Alkaloid Dragenodroff’s
test
+ + +
Karbohidrat Molish test - + +
Saponin Cloroform and
H2SO4 test
- + +
Glikosida Molish test - + +
Fenol Ferric chloride
test and lead
acetate test
- - +
Flavonoid Shinoda test - + +
Tannin Neutral Fecl3 - - -
(Nirosha & Mangalanayaki, 2013).
Berdasarkan tabel tabel 2.5 dan 2.6 didapatkan bahwa kandungan senyawa
aktif antimikroba pada daun pepaya lebih banyak dibandingkan bagian tanaman
pepaya lainnya (biji dan batang). Berdasarkan tabel 2.5 dan 2.6 ekstrak etanol daun
pepaya mengandung senyawa antimikroba seperti alkaloid, flavonoid, triterpenoid,
dan saponin. Sedangkan berdasarkan tabel 2.7, ekstrak daun pepaya mengandung
senyawa antimikroba alkaloid, saponin, dan flavonoid menggunakan pelarut etanol.
Bagian
tanaman
Alkaloid Flavonoid Triterpenoid Saponin
Daun +++ ++ +++ +
Biji mentah - - +++ +++
Biji matang + - + +++
23
2.2.5.1 Alkaloid
Alkaloid memiliki gugus basa yang mengandung nitrogen akan bereaksi
dengan senyawa asam amino yang menyusun dinding sel bakteri dan DNA bakteri.
Reaksi ini dapat menyebabkan perubahan stuktur dan perubahan asam amino.
Sehingga dapat menyebabkan perubahan keseimbangan genetik pada rantai DNA
sehingga mengalami kerusakan dan menyebabkan sel bakteri menjadi lisis dan sel
bakteri menjadi mati (Hartini & Mursyida, 2019).
2.2.5.2 Flavonoid
Flavonoid merupakan senyawa polar yang mudah larut dalam pelarut polar
seperti etanol,methanol,buthanol dan aseton. Mekanisme antibakteri yang dimiliki
flavonoid ialah dengan membentuk senyawa kompleks dengan protein ekstraseluler
terlarut sehingga dapat merusak membran sel dari bakteri diikuti dengan keluarnya
senyawa interseluler. Selain itu, mekanisme lain yang dimiliki flavonoid adalah
menghambat metabolisme energi dengan menghambat penggunaan oksigen oleh
bakteri dan menghambat motilitas bakteri (Hartini & Mursyida, 2019).
2.2.5.3 Triterpenoid
Mekanisme triterpenoid sebagai antibakteri adalah bereaksi dengan protein
transmembran pada membran luar dinding sel bakteri dan membentuk ikatan
polimer yang kuat sehingga mengakibatkan rusaknya protein transmembran.
Rusaknya protein transmembran akan mengurangi permeabilitas membran sel
bakteri yang akan mengakibatkan sel bakteri akan kekurangan nutrisi, sehingga
pertumbuhan bakteri terhambat atau mati (Rahmawati, 2009).
24
2.2.5.4 Saponin
Saponin merupakan senyawa aktif yang menimbulkan busa jika dikocok.
Mekanisme kerja saponin sebagai antibakteri dengan mengganggu permeabilitas
membran sel bakteri, sehingga mengakibatkan rusaknya membran sel dan
menyebabkan keluarnya protein, asam nukleat dan nukleotida dari dalam sel bakteri
sehingga mengakibatkan bakteri menjadi lisis (Hartini & Mursyida, 2019).
2.2.6 Efektifitas Ekstrak Daun Pepaya terhadap Mikroba
Menurut penelitian Aruljothi, et al., 2014 ekstrak daun pepaya terbukti
berefek antimikroba terhadap Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Klebsiella
pneumonia, Proteus vulgaris, dan Pseudomonas aeruginosa seperti pada tabel 2.7.
Ekstrak yang digunakan dalam penelitian ini adalah aseton dan metanol. Metode
pengujian efek antimikroba adalah difusi cakram. Kemudian, pada tabel 2.7 dan
2.8, menunjukkan bahwa pada konsentrasi terendah (50 mg/ml) dari ektrak daun
pepaya, terdapat aktivitas antibakteri tertinggi pada Pseudomonas aeruginosa (14
mm) dengan ekstrak metanol; dan aktivitas antibakteri terendah pada
Staphylococcus aureus (0 mm) pada ekstrak aseton dan metanol.
Tabel 2.8 Zona hambat menggunakan ekstrak aseton Nomer Bakteri Diameter zona hambat (mm)
25 mg/ml 50 mg/ml 75 mg/ml 100 mg/ml
1 Staphylococcus
aureus
0 0 10 14
2 Escherichia coli 0 12 13 17
3 Klebsiella
pneumonia
0 10 12 15
4 Proteus
vulgaris
0 11 14 16
5 Pseudomonas
aeruginosa
0 13 24 26
(Aruljothi, et al., 2014)
25
Tabel 2.9 Zona hambat menggunakan ekstrak metanol Number Bakteri Diameter zona hambat (mm)
25 mg/ml 50 mg/ml 75 mg/ml 100 mg/ml
1 Staphylococcus
aureus
0 0 10 12
2 Escherichia coli 0 10 12 13
3 Klebsiella
pneumonia
0 10 11 14
4 Proteus
vulgaris
0 12 13 15
5 Pseudomonas
aeruginosa
0 14 17 24
(Aruljothi, et al., 2014)
Sedangkan Menurut penelitian Alorkpa,et al., 2016 ekstrak daun pepaya
terbukti berefek antimikroba terhadap Bacillus subtilis, Staphylococcus aureus,
Streptococcus pneumonia Escherichia coli dan Candida albicans pada tabel 2.9.
Ekstrak yang digunakan dalam penelitian ini adalah etanol. Metode pengujian efek
antimikroba adalah difusi cakram. Pada tabel 2.9 dan 2.10, menunjukkan bahwa
pada konsentrasi terendah yang dapat menimbulkan efek antimikroba adalah
konsentrasi (16 mg/ml) dari ekstrak daun pepaya, terdapat zona hambat tertinggi
pada Bacillus subtilis (10 mm inhibition zone) dan terendah Staphylococcus aureus
(8 mm inhibition zone).
Tabel 2.10Aktivitas antimikroba di berbagai konsentrasi Bakteri/Jamur Konsentrasi (mg/ml)
90 64 32 16 8 4 2 1
Bacillus
subtilis
- - - - + + + +
Staphylococcus
aureus
- - - - + + + +
Streptococcus
pneumonia
- - - - + + + +
Escherichia
coli
- - - - + + + +
Candida
albicans
- - - - + + + +
+ : mikroba tumbuh ; - : mikroba tidak tumbuh (Alorkpa, et al., 2016)
26
Tabel 2.11 Zona hambat berbagai bakteri dengan ekstrak etanol Ekstrak Zona Hambat (mm)
Bakteri/Jamur
Staphylococcus
aureus
Streptococcus
pneumonia
Escherichia
coli
Bacillus
subtilis
Candida
albicans
Ethanol 8.0 9.0 8.5 10.0 8.5
(Alorkpa, et al., 2016)
2.2.7 Konsentrasi Acuan Uji Aktivitas Antimikroba
Berdasarkan penelitian oleh Laga, Nurlaila 2013, yaitu “Uji Aktivitas
Antibakteri Ekstrak Etanol Daun dan Akar Pepaya (Carica papaya L.) terhadap
Pertumbuhan Staphylococcus aureus secara In Vitro” menggunakan ekstrak etanol
dengan menggunakan metode dilusi menggunakan konsentrasi 75%, 50%, 25%,
12,5%, 6,25% dan 2 kelompok kontrol. Pada penelitian ini didapatkan bahwa
ekstrak etanol daun pepaya memiliki aktivitas antibakteri terhadap S.aureus, karena
memiliki senyawa aktif seperti alkaloid, flavonoid, triterpenoid dan saponin. Pada
penelitian ini KBM pada konsentrasi 75%. (Laga, 2013).
Penelitian oleh Sabathani, 2018 yaitu “Optimasi Waktu Ekstraksi dan Rasio
Bahan Per Pelarut Ekstrak Daun Pepaya untuk Uji Aktivitas Antibakteri”
menggunakan ekstrak etanol menggunakan metode difusi cakram menggunakan
konsentrasi 100%, 50%, 25%, 12,5%, 6,25%, 3,125% dan 2 kelompok kontrol.
Pada penelitian ini didapatkan bahwa ekstrak etanol daun pepaya memiliki aktivitas
antibakteri terhadap Staphylococcus aureus, karena memiliki senyawa aktif seperti
alkaloid, flavonoid, triterpenoid dan saponin. Pada penelitian ini , KHM didapatkan
berupa zona jernih pada konsentrasi 3,125% sebesar 5,9 mm, 6,25% sebesar 5,9
mm, 12,5 % sebesar 6,1 mm, 25% sebesar 6,3 mm, 50% sebesar 7 mm, 100%
sebesar 10,2 mm (Sabathani, et al., 2018).