BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESI 2.1. Tinjauan ...eprints.umm.ac.id/41190/3/BAB II.pdf · 9 BAB...
Transcript of BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESI 2.1. Tinjauan ...eprints.umm.ac.id/41190/3/BAB II.pdf · 9 BAB...
9
BAB II
TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESI
2.1. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian terdahulu sebagai bahan referensi dan evaluasi yang berkaitan
dengan penelitian dibahas sebagai berikut : Fadhila (2014), dari hasil penelitiannya
mengenai pengaruh kepemilikan institusional terhadap tax avoidance menunjukkan
hasil yang tidak berpengaruh dilihat dengan nilai signifikansi 0,626 > 0,05 dan juga
dapat dilihat β sebesar 0,520 dengan arah negatif. Hal tersebut terjadi karena pemilik
saham institusional lebih menyerahkan tugas pengawasan pada dewan komisaris yang
memang tugas mereka. Sedangakan untuk hasil pengujian variabel komite audit
terhadap tax avoidance berpengaruh secara signifikan positif yang dapat dilihat dari
koefisien β komite audit bernilai bernilai positif sebesar 0,390 dan dapat dilihat nilai
signifikansi sebesar 0,000 < 0,05.
Swingly & Sukharta (2015), dari hasil penelitiannya dapat disimpulkan bahwa
secara statistik total aset yang merupakan proxy dari ukuran perusahaan berpengaruh
positif terhadap tax avoidance sedangkan untuk hasil pengujian leverage secara
statistik berpengaruh negatif pada tax avoidance. Untuk pengujian pengaruh komite
audit terhadap tax avoidance memiliki hasil bahwa secara statistik jumlah komite audit
tidak berpengaruh terhadap tax avoidance.
10
Cahyono dkk. (2016), dapat disimpulkan dari hasil penelitiannya bahwa untuk hasil
mengenai uji hipotesis variabel komite audit terhadap penghindaran pajak memiliki
hasil bahwa komite audit tidak berpengaruh terhadap penghindaran pajak dengan
tingkat signifikasi 0,944 > 0,05.
Dewinta & Setiawan (2016), memiliki hasil pengujian bahwa ROA berpengaruh
positif terhadap tax avoidance, semakin tinggi profitabilitas, maka semakin tinggi pula
tingkat tax avoidance suatu perusahaan yang disebabkan karena perusahaan dengan
laba yang besar akan lebih leluasa untuk memanfaatkan celah (loopholes) terhadap
pengelolaan beban pajaknya. Kemudian hasil pengujian ukuran perusahaan juga
berpengaruh positif terhadap tax avoidance artinya semakin besar ukuran perusahaan,
maka semakin tinggi aktivitas tax avoidance di perusahaan yang disebabkan karena
perusahaan dengan jumlah total aset yang relatif besar cenderung lebih mampu dan
lebih stabil dalam menghasilkan laba. Sedangkan untuk hasil pengujian pengaruh
leverage terhadap penghindaran pajak memiliki hasil tidak berpengaruh disebabkan
karena semakin tinggi tingkat utang, pihak manajemen akan semakin konservatif dalam
melakukan laporan keuangan atas operasi perusahaan.
Wijayanti & Merkusiwati (2017), dari hasil penelitian yang dilakukan dapat
disimpulkan bahwa ada atau tidaknya kepemilikan institusional pada perusahaan tidak
dapat berpengaruh terhadap penghindaran pajak. Besar kecilnya keberadaan
kepemilikan institusional tidak menjamin secara optimal dapat mengurangi
penghindaran pajak, karena kepemilikan institusional lebih menyerahkan pengawasan
dan pengelolaan perusahaan pada komisaris. Sedangkan untuk pengujian variabel
11
ukuran perusahaan memiliki hasil bahwa tidak berpengaruh terhadap penghindaran
pajak, artinya besar kecilnya perusahaan tidak berpengaruh pada penghindaran pajak
karena sama-sama patuh dalam aturan pajak. Perusahaan-peusahaan tersebut tidak mau
direpotkan dengan resiko yang ditimbulkan.
Jasmine (2017), dari hasil penelitiannya dapat disimpulkan bahwa leverage
berpengaruh signifikan terhadap penghindaran pajak, semakin besarnya utang
dilakukan perusahaan dengan sengaja untuk mengurangi beban pajak perusahaan
sehingga nilai CETR perusahaan akan semakin rendah. Untuk pengujian hipotesis
variabel profitabilitas memiliki hasil bahwa berpengaruh secara signifikan terhadap
penghindaran pajak hal tersebut menunjukkan semakin tinggi ROA perusahaan akan
memiliki kesempatan untuk memposisikan dirinya dalam tax planning yang bertujuan
untuk mengurangi kewajiban pajak.
Saputra & Asyik (2017), dari penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa
komite audit tidak berpengaruh secara signifikan terhadap tindakan penghindaran
pajak. Untuk pengujian profitabilitas terhadap tax avoidance memiliki hasil bahwa
profitabilitas tidak berpengaruh. Sedangkan untuk pengujian hipotesis variabel komite
audit terhadap penghindaran pajak memiliki hasil bahwa komite audit tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap penghindaran pajak, sehingga banyak kecilnya
jumlah komite audit dalam perusahaan memiliki pengaruh kecil terhadap tindakan
penghindaran pajak perusahaan.
Putri & Putra (2017), menguji hipotesis mengenai pengaruh variabel kepemilikan
institusional terhadap tax avoidance yang diproksikan menggunakan INSTOW berupa
12
persentase jumlah saham yang dimiliki institusi dari seluruh modal saham yang beredar
diperusahaan menunjukkan hasil berpengaruh secara positif terhadap CETR. Sehingga
semakin tinggi kepemilikan institusi beban pajak yang dibayarkan cenderung
meningkat.
Hasil penelitian-penelitian terdahulu bervariasi sehingga memberikan peluang
peneliti untuk melakukan penelitian selanjutnya baik yang bersifat pengembangan
ataupun pengulangan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak
pada pada tahun yang diteliti, variabel yang akan diteliti serta objek yang akan diteliti.
Sehingga penelitian ini dilakukan dengan maksud untuk membuktikan secara empiris
mengenai pengaruh leverage, ukuran perusahaan, profitabilitas, struktur kepemilikan
dan komite audit terhadap penghindaran pajak seperti yang dilakukan oleh penelitian
terdahulu dengan mengubah tahun penelitian pada tahun 2016. Serta menggunakan
objek penelitian berupa perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2016.
2.2. Tinjauan Teori
1. Teori Keagenan
Teori keagenan merupakan konsep yang menjelaskan hubungan kontraktual antara
principal dan agent. Pihak principal adalah pihak yang memberikan amanah kepada
agent untuk melakukan semua kegiatan atas nama principal dalam tugasnya sebagai
pengambil keputusan dan yang dimaksud pihak principal disini adalah pemegang
saham atau pemilik perusahaan. Sedangkan pihak agent dalam penelitian ini
13
merupakan manajer yang berkewajiban untuk mengelola perusahaan sesuai dengan
amanah yang diberikan pihak principal.
Ulum & Sofyani (2016:87) memandang pada teori agensi terdapat potensi konflik
kepentingan antara pihak principal dan pihak agent yang saling bertindak untuk
memenuhi kepentingan masing-masing. Konflik kepentingan akan semakin meningkat
ketika pemilik perusahaan tidak dapat memonitor tindakan manajer sehari-hari guna
memastikan bahwa tindakan manajer telah sesuai dengan harapan pemegang saham
atau pemiliki perusahaan. Dimana pihak pemegang saham memiliki keterbatasan
mengenai informasi kinerja manajer, sedangkan manajer selaku pihak agent dinilai
lebih mengetahui keadaan perusahaan dan prospek kedepannya dibandingkan pihak
pemilik/ pihak principal. Keadaan tersebut seringkali mendukung pihak manajemen
untuk tidak memberikan informasi sesuai dengan kondisi perusahaan yang sebenarnya
dengan tujuan untuk menutupi kelemahan kinerja manajemen atau memaksimalkan
kepentingan dirinya sendiri.
Sehingga untuk mengatasi hal tersebut sangat dibutuhkan pengawasan yang efektif
oleh pihak-pihak terkait yang diwujudkan dengan penerapan good corporate
governance pada perusahaan. Diharapkan dengan adanya GCG pada perusahaan
pengelolaan perusahaan dapat diawasi dan dikendalikan agar pengelolaan perusahaan
dapat patuh sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku. Selain itu bagi
pemegang saham dengan adanya GCG pada perusahaan dapat memberikan jaminan
bahwa dana yang diinvestikan telah dikelola dengan baik dan memberikan return yang
memadai.
14
Bila dalam penelitian ini teori keagenan dapat dihubungkan dengan tindakan
manajer saat melakukan penghindaran pajak perusahaan. Guna memenuhi
kewajibannya dalam mencapai keinginan pemegang saham, manajer menggunakan
cara melalui pengurangan beban pajak perusahaan dengan memanfaatkan celah-celah
Undang-undang perpajakan. Sebenarnya pihak pemegang saham/pemilik perusahaan
cenderung memperbolehkan adanya tindakan penghindaran pajak tetapi dengan
batasan normal dan tetap memperhatikan pencapaian kepentingan dari pemegang
saham/pemilik perusahaan tersebut. Namun dengan adanya asimetri informasi
menjadikan pihak manajer seringkali melakukan penghindaran pajak melebihi batas
yang diperbolehkan pemegang saham/pemilik perusahaan dengan maksud untuk
menutupi kekurangan kinerjanya atau untuk memaksimakan kepentingan dirinya.
Untuk mengatasi masalah penghindaran pajak yang dilakukan manajemen, pihak
perusahaan dapat menerapkan mekanisme GCG. Salah satu komponen mekanime
GCG yang dapat digunakan untuk pengawasan kegiatan pengelolaan perusahaan
adalah kepemilikan institusional dan komite audit. Kepemilikan institusional
diharapkan dapat memonitoring dengan efektik setiap keputusan yang diambil oleh
manajer sedangkan komite audit diharapkan dapat memberikan pengawasan yang
efektif terhadap proses pelaporan keuangan manajer dan audit independen agar teruji
kelayakannya.
15
2. Hipotesis Biaya Politisi (political cost hypothesis)
Pada Rahmawati (2012: 87-88), Watts dan Zimmerman mengemukakan bahwa
pada teori akuntansi positif terdapat 3 hipotesis yaitu bonus plan, debt covenan dan
political cost. Political cost atau hipotesis biaya politik suatu hipotesis pemilihan
metode akuntansi yang menyatakan perusahaan cenderung untuk menurunkan laba saat
ini dengan menggeser ke laba pada periode besok. Hal tersebut dilakukan dengan
motivasi menghindari tekanan politik seperti tuduhan monopoli dengan cara
memperlihatkan laba tidak berlebihan seperti yang dicurigai, melobi ke kongres untuk
melindungi industri dari barang impor yang mneyebabkan penurunan keuntungan
industry serta menghindari tuntutan serikat kerja dengan memperlihatkan perolehan
laba yang turun. Menurut oktomegah (2012), biaya politisi dapat timbul karena terdapat
konflik antara perusahaan dengan pemerintah. Dimana pemerintah memiliki
wewenang kepada perusahaan untuk mengalihkan kekayaannya kepada masyarakat
atau ikut serta bertanggung jawab pada kepentingan sosial. Salah satu bentuk kebijakan
biaya politik adalah beban pajak, semakin besar laba yang didapat maka semakin besar
pajak yang dibayarkan dan biasanya laba yang besar cenderung dimiliki oleh
perusahaan besar. Sehingga pemerintah akan menaruh perhatian lebih pada perusahaan
yang berukuran besar.
16
3. Perlawanan Pajak
Menurut UU No. 16 Tahun 2009 pasal 1 angka 1 pajak merupakan kontribusi wajib
kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan
digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Kerena
kegunaan pajak sangat penting bagi Negara maka pemerintah berusaha untuk
memaksimalkan penerimaan Negara berasal dari pajak, hal tersebut akan terwujud bila
wajib pajak patuh terhadap peraturan perpajakan. Namun dari sisi wajib pajak terutama
wajib pajak badan, pembayaran pajak merupakan sebuah kerugian sehingga wajib
pajak badan (Perusahaan) akan berusaha membayar pajak dengan jumlah yang kecil
dan timbul sebuah perlawan dalam diri wajib pajak badan. Menurut R. Santoso
Brotodiharjo dalam Pohan (2013:21), terdapat dua bentuk perlawanan wajib pajak :
1. Perlawanan pasif
Meliputi hambatan hambatan yang mempersukar pemungut pajak yang erat
hubungannya dengan struktur ekonomi suatu Negara, perkembangan intelektual dan
moral penduduk, serta system dan cara pemungutan pajak itu sendiri.
2. Perlawanan aktif
Meliputi semua usaha perbuatan yang secara langsung ditujukan kepada fiskus dan
bertujuan untuk menghindari pajak. Beberapa modus yang dapat digunakan adalah tax
avoidance, tax evasion, dan tax saving.
17
3. Perencanaan Pajak (Tax Planning)
Menurut Suandy (2001:7), Perencanaan pajak merupakan tahap awal dalam
manajemen pajak. Perencanaan pajak sendiri memiliki pengertian sebuah proses
mengorganisasi usaha wajib pajak sedemikian rupa sehingga utang pajaknya, baik
pajak penghasilan maupun pajak-pajak lainnya berada dalam posisi yang paling
minimal, sepanjang hal ini dimungkinkan baik oleh ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan. Banyak motivasi yang mendasari dilakukannya suatu
perencanaan pajak namun semua itu bersumber dari adanya 3 unsur perpajakan
(Suandy, 2001: 11) yaitu:
a. Kebijakan perpajakan
Merupakan suatu alternative dari berbagai saran yang hendak dituju dalam sistem
perpajakan. Dari berbagai aspek kebijakan perpajakan dapat diuraikan faktor-faktor
yang mendorong adanya perencanaan pajak diantaranya :
1. Pajak yang akan dipungut
2. Subjek pajak
3. Objek Pajak
4. Tarif pajak
5. Prosedur perpajakan
b. Undang-undang perpajakan
Adanya celah yang muncul dari undang-undang perpajakan karena tidak
sempurnanya undang-undang perpajakan dalam mengatasi berbagai masalah yang
18
timbul dapat dimanfaatkan untuk menganalisis dengan cermat untuk digunakan
perencanaan pajak yang baik.
c. Administrasi perpajakan
Administrasi perpajakan di Indonesia yang kurang memadai dapat mendorong
dilakukannya perencanaan pajak dengan baik agar terhindar dari dari sanksi
administrasi maupun pidana karena terdapat perbedaan penafsiran antara aparat fiskus
dan wajib pajak akibat dari luasnya peraturan dan system informasi yang belum efektif.
Dalam tax planning terdapat 3 cara yang dapat digunakan untuk menekan
kewajiban pajak (Pohan, 2013:14), yakni :
1. Tax Avoidance
Strategi dan teknik penghindaran pajak yang dilakukan secara legal dan aman
bagi wajib pajak karena tidak bertentangan dengan ketentuan perpajakan, metode
dan teknik yang digunakan dengan memanfaatkan kelemahan perundang-
undangan.
2. Tax Evasion
Strategi dan teknik penghindaran pajak dilakukan secara ilegal dan tidak aman
bagi wajib pajak, dan cara penyelundupan pajak ini bertentangan dengan ketentuan
perpajakan, karena metode dan teknik yang digunakan tidak berada dalam koridor
undang-undang dan peraturan perpajakan.
3. Tax Saving
Suatu cara yang dilakukan wajib pajak untuk mengelakkan utang pajaknya
dengan cara menahan diri untuk tidak membeli produk-produk yang dikenai pajak
19
pertambahan nilai, atau mengurangi jam kerja sehingga pendapatan yang diperoleh
akan lebih kecil dan terhindar dari kewajiban pajak yang besar.
Hingga saat ini tidak ada garis pembeda secara tegas mengenai rincian dan indikasi
penghindaran pajak (tax avoidance) dan penggelapan pajak (tax evasion) sehingga para
perencana pajak harus memiliki kualitas yang baik dalam bidang perpajakan,
memahami informasi dengan tepat serta memperhatikan syarat-syarat perencanaan
dengan baik agar tidak terperangkap dalam perbuatan yang diklasifikasikan sebagai
tindakan penyelundupan pajak. Syarat-syarat tax planning yang baik diantaranya,
Pohan (2013:21):
a. Tidak melanggar ketentuan perpajakan
b. Secara bisnis masuk akal (reasonable)
c. Didukung oleh bukti-bukti pendukung yang memadai (misalnya: kontrak, invoice,
faktur pajak, PO dan DO).
Maka suatu perencanaan yang dilakukan dengan baik dan benar akan menghasilkan
manfaat yang besar bagi perusahaan begitu pula tujuan yang dinginkan akan tercapai,
diantaranya berupa meminimalisasi beban pajak yang terhutang, memaksimalkan laba
setelah pajak, meminimalkan terjadinya kejutan pajak pajak serta memenuhi kewajiban
perpajakan secara benar, efisien dan efektif (Pohan, 2013:21).
4. Penghindaran Pajak (Tax Avoidance)
Untuk meminimumkan kewajiban pajak perusahaan dapat dilakukan dengan
berbagai cara baik yang masih memenuhi ketentuan perpajakan (lawful) maupun yang
20
melanggar peraturan perpajakan (unlawful) atau istilah yang sering digunakan adalah
tax avoidance dan tax evasion (Suandy, 2001:8). Tax avoidance atau penghindaran
pajak dapat diartikan sebagai teknik dan strategi mengurangi beban pajak yang
dilakukan secara legal dan aman bagi wajib pajak karena tidak bertentangan dengan
ketentuan perpajakan. Metode dan teknik yang digunakan adalah dengan
memanfaatkan kelemahan (grey area) yang terdapat dalam undang-undang dan
peraturan pajak itu sendiri. Apabila metode dan teknik yang digunakan untuk
mengurangi beban pajak bersifat illegal atau bertentangan dengan ketentuan
perpajakan dan berada diluar koridor undang-undang dan peraturan perpajakan dapat
disebut sebagai tindakan penggelapan pajak (tax evasion), ( Pohan, 2013:14).
Bila dilihat dari kedua pengertian istilah diatas dapat dikatakan bahwa
penghindaran pajak (tax avoidance) tidak merupakan pelanggaran atas perundang-
undangan perpajakan sebab dalam rangka mengurangi beban pajak dilakukan dengan
memanfaatkan kelemahan dari peraturan perpajakan. Meski penghindaran pajak (tax
avoidance) bersifat legal pihak pemerintah tetap tidak menginginkan hal tersebut
terjadi sebab tidak sesuai dengan tujuan pembuatan undang-undang dan dapat
merugikan Negara.
Adapun cara-cara yang dapat dilakukan untuk menghindari pajak menurut Hoque,
et al. (2010) dalam Dewi & Noviasari (2017), (1) menampakkan laba dari aktivitas
operasional sebagai laba dari modal sehingga mengurangi laba bersih dan utang pajak
perusahaan tersebut. (2) mengakui pembelanjaan modal sebagai pembelanjaan
opersional, dan membebankan yang sama terhadap laba bersih sehingga mengurangi
21
utang pajak perusahaan. (3) membebankan biaya personal sebagai biaya bisnis
sehingga mengurangi laba bersih. (4) membebankan depresiasi produksi yang
berlebihan di bawah nilai penutupan peralatan sehingga mengurangi laba kena pajak.
(5) mencatat pembuangan yang berlebihan dari bahan baku dalam industri manufaktur
sehingga mengurangi laba kena pajak.
Selanjutnya penghindaran pajak dapat diukur salah satunya menggunakan ETR.
ETR dihitung dengan cara membagi beban pajak penghasilan dengan laba sebelum
pajak. Penggunaan ETR diharapkan mampu memberikan gambaran secara menyeluruh
mengenai beban pajak yang akan berdampak pada laba akuntansi yang dapat dilihat di
CALK sebab pada perhitungan ETR akan menggambarkan perubahan beban pajak
dengan mewakili pajak kini dan pajak tangguhan (Astuti & Aryani, 2016).
5. Leverage
Semakin berkembang ukuran perusahaan maka didalamnya terdapat banyak
aktivitas operasi yang dilakukan oleh perusahaan. Semakin banyak aktivitas operasi
perusahaan maka dibutuhkan modal yang besar untuk menunjungkan aktivitas operasi
tersebut. Modal tersebut selain diperoleh perusahaan melalui pendanaan internal
berupa modal sendiri dapat pula diperoleh melalui pihak eksternal berupa utang. Suatu
rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa jauh perusahaan menggunakan utang
dinamakan leverage (Kurniasih & Sari, 2013).
22
Menurut Brigham & Houston (2014: 140) leverage keuangan adalah tingkat
penggunaan hutang sebagai sumber pembiayaan perusahaan, dimana memiliki tiga
dampak penting :
1. Menghimpun dana melalui utang membuat pemegang saham dapat
mengendalikan perusahaan dengan jumlah investasi ekuitas yang terbatas.
2. Kreditur melihat ekuitas atau dana yang diberikan pemilik sebagai batas
pengaman. Jadi, semakin tinggi proporsi total modal yang diberikan oleh
pemegang saham, makin kecil risiko yang dihadapi kreditor.
3. Jika hasil yang diperoleh dari asset perusahaan lebih tinggi dari tingkat bunga yang
dibayarkan, maka penggunaan utang akan “mengungkit” (leverage) atau
memperbesar pengembalian atas ekuitas.
Penggunaan leverage oleh perusahaan diharapkan dapat memberikan keuntungan
lebih besar dari beban tetap dan sumber dana yang dikeluarkan perusahaan, sehingga
keuntungan pemegang saham dapat di optimalkan. Sebaliknya leverage juga dapat
meningkatkan risiko keuangan perusahaan, sebab ketika perusahaan ternyata
mendapatkan laba lebih rendah dari beban tetap dan sumber dana yang dikeluarkan
maka dapat mengurangi tingkat laba yang akan diperoleh pemegang saham. Sehingga
keputusan perusahaan dalam memilih jenis sumber pendanaan berupa utang harus
dipertimbangkan dengan seksama.
Menurut Weston & Brigham (2005:150), terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi keputusan perusahaan dalam melakukan pendanaan berupa utang,
faktor kunci pertama risiko bisnis perusahaan atau tingkat risiko yang terkandung pada
23
aktiva perusahaan apabila ia tidak menggunakan utang. Semakin besar risiko bisnis
perusahaan, makin rendah rasio utangnya yang optimal. Faktor kunci kedua adalah
posisi pajak perusahaan. Karena dengan adanya hutang akan menimbulkan beban
bunga yang dapat dikurangkan dengan penghasilan kena pajak. Sedangkan faktor kunci
ketiga adalah fleksibilitas keuangan atau kemampuan untuk menambah modal dengan
persyaratan yang masuk akal dalam keadaan yang kurang menguntungkan. Kemudian
berdasarkan UU No. 36 Tahun 2008 pasal 18, beban bunga yang dapat dikurangkan
terhadap pendapatan kena pajak adalah beban bunga yang berasal dari pinjaman pihak
ketiga atau kreditur dimana tidak memiliki hubungan istimewa dengan perusahaan.
Pengukuran leverage dapat menggunakan debt to equity ratio, dimana
membandingkan persentase antara total hutang dengan dengan modal perusahaan.
DER menggambakan kemampuan perusahaan untuk membayar kembali hutangnya
dengan menggunakan modal perusahaan (Saputra & Asyik, 2017). Semakin besar rasio
ini maka menunjukkan semakin besarnya hutang daripada modal yang dimiliki selain
itu semakin tinggi pula risiko keuangan perusahaan tersebut.
6. Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan merupakan suatu skala yang menunjukkan besar kecilnya
perusahaan yang ditunjukkan dengan total aktiva, total penjualan, rata-rata total aktiva,
rata-rata total penjualan, harga saham, log size, kapitalisasi pasar dll (Puspita &
Febrianti, 2017). Berdasarkan UU No. 20 tahun 2008 pasal 1 ukuran suatu perusahaan
24
dapat diklasifikasikan menjadi 4 ukuran yakni usaha mikro, usaha kecil usaha
menengah dan usaha besar dengan kriteria sebagai berikut :
Tabel 2.1 Kriteria Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan Kriteria
Asset (tidak termasuk tanah
& bangunan tempat usaha)
Pejualan tahunan
Usaha Mikro Maksimal 50 juta Maksimal 300 juta
Usaha Kecil 50 juta – 500 juta >300 juta – 2,5 M
Usaha Menengah >500 juta – 10 M 2,5 M – 50 M
Usaha Besar >10 M >50 M Sumber : Undang-Undang No. 20 Tahun 2008
Berdasarkan kriteria tersebut menunjukkan perusahaan besar memiliki asset
(tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha) lebih dari sepuluh miliar dengan
penjualan tahunan lebih dari lima puluh miliar, dengan kepemilikan asset yang besar
dapat menunjukkan tingkat kedewasaan perusahaan tersebut serta menunjukkan
prospek baik dalam jangka waktu yang relative panjang dibandingkan dengan
perusahaan yang memiliki total asset lebih kecil. Semakin besar ukuran perusahaan
dapat menunjukkan kemampuannya dalam menghasilkan laba cukup besar dengan
memiliki transaksi yang semakin kompleks. Perusahaan dengan ukuran besar akan
mempunyai sumber daya yang cukup melimpah hal tersebut memungkin perusahaan
besar untuk mengatur perpakannya dengan melakukan tax planning sehingga dapat
tercapai tax saving yang optimal (Jasmine, 2017). Menurut Kurniasih & Sari (2013),
kepemilikan sumber daya yang besar pada perusahaan beskala besar mampu digunakan
untuk membuat perencanaan pajak yang baik (political power theory). Namun
berdasarkan teori biaya politik perusahaan yang besar tidak selalu dapat menggunakan
25
sumber daya yang dimilikinya untuk membuat perencanaan yang baik, sebab terdapat
batasan berupa kemungkinan menjadi sorotan dan sasaran dari keputusan regulator.
7. Profitabilitas
Profitabilitas dapat digunakan sebagai bentuk penilaian terhadap kinerja
manajemen dalam mengelola kekayaan perusahaan yang ditunjukkan dengan laba yang
diperoleh. Hal ini menunjukkan bahwa rasio profitabilitas memperlihatkan
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba baik melalui asset ataupun modal
yang dimiliki perusahaan. Profitabilitas dalam perusahaan dapat diukur menggunakan
rasio ROA (return on asset), rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan
menghasilkan laba bersih terlepas dari pendanaan. Semakin tinggi nilai ROA maka
menunjukkan pihak manajemen dapat mengelola aset yang dimiliki dengan baik
sehingga pendapatan yang diperoleh lebih besar dari biaya yang telah dikeluarkan
(Putri & Putra, 2017). Pengelolaan asset yang baik guna memperoleh laba maksimal
dapat digunakan untuk mendapat insentif pajak dan kelonggaran pajak lainnya melalui
pemanfaatan beban penyusutan. Sebab beban penyusutan merupakan beban yang dapat
dikurangkan pada penghasilan kena pajak.
Menurut Undang-Undang No 36 Tahun 2008 Pasal 1 menyatakan bahwa pajak
penghasilan dikenakan pada subjek pajak yang menerima atau memperoleh
penghasilan pada tahun pajak. Maka ketika perusahaan memperoleh profitabilitas yang
tinggi akan berdampak pada pembayaran kewajiban perusahaan tersebut, sehingga
pihak perusahaan akan berusaha untuk memposisikan dirinya dalam tax planning yang
26
baik untuk mengurangi jumlah kewajiban pajaknya yang akan dibayarkan pada
pemerintah (chen et al. 2010) dalam (Kurniasih & Sari, 2013).
8. Struktur Kepemilikan
Kebijakan perusahaan dalam melakukan pendanaan dapat dilakukan dengan
berbagai cara salah satunya dengan menerbitkan saham. Semakin banyak perusahaan
menjual sahamnya maka akan semakin banyak pula saham yang beredar di masyarakat
dengan dimiliki oleh siapapun. Kepemilikan saham tersebut dapat dimiliki oleh
seseorang secara individu, keluarga, masyarakat luas (public), pemerintah, pihak asing
asing maupun orang dalam perusahaan tersebut (manajerial). Struktur kepemilikan
sendiri dapat timbul karena adanya perbandingan persentase kepemilikan saham oleh
para pemegang saham, (Hadi & Mangoting, 2014).
Menurut Aryani (2011), Salah satu mekanisme GCG berupa struktur kepemilikan
dapat digunakan untuk mengurangi masalah keangenan. Karena dengan adanya
struktur kepemilikan yang terstruktur dipercaya dapat mempengaruhi jalannya
perusahaan yang nantinya dapat mempengaruhi kinerja perusahaan. Salah satu bentuk
dari struktur kepemilikan yang dapat mempengaruhi jalannya perusahaan adalah
kepemilikan institusional, dengan adanya kepemilikan institusionalonal akan
mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja manajer.
Selain itu menurut Faisal (2014) dalam Ngadiman & Puspitasari (2014),
kepemilikan institusional merupakan kepemilikan saham oleh institusional seperti
yayasan, bank, perusahaan asuransi, perusahaan invesatsi, dana pension, perusahaan
27
berbentuk perseroan (PT), dan institusional lainnya. Adanya hak kemepemilikan saham
oleh pihak institusional maka memiliki kekuasaan dan tanggungjawab untuk
melakukan pengawasan terhadap tindakan manajer agar tidak bertindak mementingkan
diri sendiri khususnya melakukan penghindaran pajak. Semakin besar kepemilikan
institusional menunjukkan semakin besar kemampuannya untuk mengawasi manajer
serta mempengaruhi tindakan manajer dalam mengambil keputusan (Ngadiman &
Puspitasari, 2014).
9. Komite Audit
Berdasarkan KEP. 339/BEJ/07-2001 tentang Ketentuan Umum Pencatatan Efek
Bersifat Ekuitas di Bursa menjelaskan dalam rangka penyelenggaraan pengelolaan
peusahaan yang baik (good corporate governance) perusahaan tercatat wajib memiliki
komisaris independen, komite audit dan sekretaris perusahaan. Sedangkan menurut
surat edaran Otoritas Jasa Keuangan No. 55/POJK.04/2015 mengenai Pembentukan
dan Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit, komite audit dapat diartikan sebagai
komite yang dibentuk oleh dan bertanggung jawab kepada dewan komisaris dalam
melaksanakan tugas dan funsgi dewan komisaris. Kemudian anggota komite audit
paling sedikit terdiri dari 3 orang yang berasal dari komisaris independen dan pihak
dari luar emiten atau perusahaan publik serta dengan diketuai oleh komisaris
independen. Untuk menjadi anggota komite audit diwajibkan memiliki integritas yang
tinggi, kemampuan, pengetahuan, pengalaman sesuai dengan bidang pekerjaan serta
28
mampu berkomunikasi dengan baik sehingga fungsi dan peran dari komite audit dapat
berjalan dengan maksimal.
Komite audit memiliki peran yang sangat penting dan strategis bagi perusahaan,
menurut surat edaran Otoritas Jasa Keuangan No. 55/POJK.04/2015, komite audit
memiliki peran sebagai berikut :
1. Melakukan penelaah atas informasi keungan yang akan dikeluarkan Emiten atau
perusahaan kepada public dan/ atau pihak otoitas.
2. Melakukan penelaahan atas ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang
berhubungan dengan kegiatan Emiten atau Perusahaan Publik.
3. Melakukan penelaahan atas pelaksanaan pemeriksaan oleh auditor internal dan
mengawasi pelaksanaan tindak lanjut oleh Direksi atas temuan auditor internal
4. Melakukan penelaahan terhadap aktivitas pelaksanaan manajemen risiko yang
dilakukan oleh Direksi, jika Emiten atau Perusahaan Publik tidak memiliki fungsi
pemantau risiko di bawah Dewan Komisaris.
5. Memberikan saran atas pemilihan akuntan public dan menelaah pengaduan yang
berkaitan dengan proses akuntansi dan pelaporan keuangan Emiten atau
Perusahaan Publik.
6. Menjaga kerahasiaan dokumen, data dan informasi Emiten atau Perusahaan Publik.
Dengan berjalannya fungsi komite secara efektif dimungkinkan adanya
pengendalian laporan keuangan yang efektif dan dapat mendukung adanya corporate
governance dalam suatu perusahaan, sehingga diasumsikan perusahaan yang memiliki
corporate governance dengan penerapan salah satu mekanismenya berupa komite audit
29
memiliki kemungkinan yang sangat kecil dalam melakukan penghindaran pajak, sebab
memiliki pengawasan dan pengontrolan yang baik dalam perusahaan tersebut, (Saputra
& Asyik, 2017).
2.3. Perumusan Hipotesis
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
1. Leverage
Dalam keadaan perusahaan yang semakin berkembang, untuk memenuhi
kebutuhan modal perusahaan utang dapat menjadi salah satu alternative sumber
perolehan dana perusahaan. Semakin tinggi utang memperlihatkan semakin besar
penggunaan dana eksternal perusahaan. Salah satu faktor perusahaan melakukan
pendanaan berupa utang adalah posisi pajak perusahaan, (Weston & Brigham,
2005:150) sebab biaya bunga yang ditimbulkan dari utang dapat dikurangkan dalam
Leverage (𝑥1)
Ukuran Perusahaan (𝑥2) Penghindaran Pajak
(y) Profitabilitas (𝑥3)
Kepemilikan Institusional (𝑥4)
Komite Audit (𝑥5)
30
perhitungan pajak (deductible) sehingga dapat mengurangi beban pajak yang
dibayarkan ke pemerintah. Dari penjelasan yang disampaikan menunjukkan
penggunaan utang yang tinggi dapat digunakan perusahaan sebagai bentuk
penghindaran pajak. Hal tersebut didukung dalam penelitian yang dilakukan oleh
Jasmine (2017) dengan hasil bahwa leverage berpengaruh signifikan terhadap
penghindaran pajak (tax avoidance). Selain itu penelitian yang dilakukan Saputra &
Asyik, (2017) mengenai pengujian pengaruh leverage pada tax avoidance memiliki
hasil yang sama bahwa leverage berpengaruh positif terhadap tax avoidance.
𝑯𝟏: Leverage berpengaruh pada penghindaran pajak.
2. Ukuran perusahaan
Semakin besar skala suatu perusahaan (asset yang besar) menunjukkan semakin
baik kemampuannya dalam mengahasilkan laba dibandingkan dengan perusahaan yang
memiliki asset kecil. Dengan adanya perolehan laba yang cukup stabil mendorong
perusahaan untuk cenderung melakukan penghindaran pajak didukung dengan sumber
daya yang mumpuni dan berkualitas untuk melakukan perencanaan pajak. Sebab
dengan tingginya perolehan laba akan berdampak pada kenaikan beban pajak. Selain
itu semakin besar ukuran perusahaan akan semakin kompleks trasaksi yang terjadi
sehingga dapat dimanfaatkan untuk setiap celahnya guna melakukan penghindaran
pajak. Maka diindikasikan semakian besar suatu ukuran perusahaan akan memiliki
kemampuan yang besar dalam melakukan penghindaran pajak (tax avoidance).
Penelitian yang dilakukan oleh Dewinta & Setiawan (2016) mendukung adanya
31
pengaruh ukuran terhadap penghindaran pajak, dimana hasil pengujian ukuran
perusahaan berpengaruh positif terhadap tax avoidance. Begitu juga penelitian yang
dilakukan oleh Swingly & Sukartha (2015), dimana total asset merupakan proxy dari
ukuran perusahaan secara statistic berpengaruh positif pada tax avoidance.
𝑯𝟐: Ukuran Perusahaan berpengaruh pada penghindaran pajak.
3. Profitabilitas
Salah satu cara untuk mengukur tingkat profitabilitas perusahaan dapat
menggunakan ROA. Semakin tinggi hasil ROA perusahaan menunjukkan kemampuan
manajer dalam mengelola asset perusahaan dengan baik sehingga diperoleh laba yang
tinggi. Maka perolehan laba yang tinggi akan mendorong pihak perusahaan untuk
cenderung melakukan penghindaran pajak. Sebab laba yang tinggi akan menaikan
beban pajak sebesar kenaikan laba. Penghindaan pajak dapat dilakukan dengan
memanfaatkan beban penyusutan dan amortisasi yang timbul dari pengelolaan asset
sehingga perusahaan akan mendapatkan insentif pajak dan kelonggaran lainnya. Beban
penyusutan dan amortisasi dari penglolaan aset dapat dikurangkan dengan penghasilan
kena pajak sehingga dapat mengurangi kewajiban pajak yang dibayarkan. Maka dapat
diindikasikan semakin tinggi nilai profitabilitas (ROA) suatu perusahaan, semakin
besar pula penghindaran pajak (tax avoidance) yang dilakukan. Penelitian terdahulu
yang dilakukan Dewinta & Setiawan (2016) memiliki hasil yang sejalan dengan
perumusan hipotesis yakni, ROA berpengaruh positif terhadap tax avoidance, semakin
tinggi profitabilitas, maka semakin tinggi pula tingkat tax avoidance suatu perusahaan
32
yang disebabkan karena perusahaan dengan laba yang besar akan lebih leluasa untuk
memanfaatkan celah (loopholes) terhadap pengelolaan beban pajaknya. Selain itu hasil
penelitian Jasmine (2017), bahwa profitabilitas berpengaruh secara signifikan terhadap
penghindaran pajak hal tersebut menunjukkan semakin tinggi ROA perusahaan akan
memiliki kesempatan untuk memposisikan dirinya dalam tax planning yang bertujuan
untuk mengurangi kewajiban pajak.
𝑯𝟑: Profitabilitas berpengaruh pada penghindaran pajak.
4. Kepemilikan Institusional
Salah satu mekanisme GCG yang dapat mengurangi masalah agensi adalah struktur
kepemilikan, sebab dipercaya dapat mempengaruhi jalannya perusahaan. Bentuk dari
struktur kepemilikan dapat berupa kepemilikan institusional. Adanya hak kepemilikan
saham oleh institusional dapat memberikan kekuasaan dan tanggung jawab dalam
melakukan fungsi pengawasan dan mempengaruhi pengambilan keputusan oleh
manajer. Semakin besar kepemilikan institusional menunjukkan kemampuannya untuk
mengawasi manajer dalam mengambil kebijakan sehingga tindakan manajer yang
merugikan para pemegang saham khususnya dalam melakukan tindakan penghindaran
pajak (tax avoidance) dapat dihindari. Penjelasan tersebut didukung dengan penelitian
yang dilakukan oleh Putri & Putra (2017), dimana kepemilikan institusional
berpengaruh dalam penghidaran pajak perusahaan, artinya dengan semakin tinggi
kepemilikan institusional beban pajak yang dibayarkan perusahaan akan semakin
besar. Sebab adanya investor institusional dapat memainkan peran untuk memantau,
33
mendispilinkan, dan mempengaruhi manajer untuk tidak melakukan tindakan sesuai
kepentingan diri sendiri.
𝑯𝟒: Struktur kepemilikan berpengaruh pada penghindaran pajak.
5. Komite audit
Menurut surat edaran Otoritas Jasa Keuangan No. 55/POJK.04/2015 Peran dari
komite audit untuk membantu komisaris melakukan pengawasan atau monitoring
dalam proses penyusunan laporan keuangan perusahaan untuk menghindari
kecurangan yang dilakukan pihak manajemen. Ketika fungsi komite audit berjalan
secara efektif dimungkinkan adanya pengendalian laporan keuangan yang efektif dan
dapat mendukung adanya corporate governance dalam suatu perusahaan, sehingga
diasumsikan semakin banyak jumlah komite audit dalam perusahaan memiliki
kemungkinan sangat kecil untuk melakukan penghindaran pajak (tax avoidance), sebab
pengawasan dan pengontrolan akan semakin baik dan efektif dalam perusahaan
tersebut. Penjelasan tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Fadhilah
(2014) dimana komite audit memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap
penghindaran pajak.
𝑯𝟓: Komite Audit berpengaruh pada penghindaran pajak
34