BAB II PEMBAHASAN A. SEJARAH MESIR KUNO (4000-1070 SM) · dinasti yang berbeda yang terdiri dari...
Transcript of BAB II PEMBAHASAN A. SEJARAH MESIR KUNO (4000-1070 SM) · dinasti yang berbeda yang terdiri dari...
27
BAB II
PEMBAHASAN
A. SEJARAH MESIR KUNO (4000-1070 SM)
Mesir merupakan satu-satunya pusat kebudayaan tertua dan terbesar di
benua Afrika yang berasal dari tahun 4000 SM. Hal ini diketahui melalui
penemuan sebuah batu tulis di daerah Rosetta oleh pasukan Prancis yang
dipimpin oleh Napoleon Bonaparte. Batu tulis itu berhasil dibaca oleh orang
Prancis yang bernama Jean Francois Champollion (1800) sehingga sejak
tahun itu terbukalah tabir sejarah Mesir Kuno yang berasal dari tahun 4000
SM.
Gambar 1. Peta Peradaban Mesir
Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/berkas:mesirkuno.gif
Peradaban ini terpusat disepanjang hilir sungai Nil, hingga ke bagian
selatan Mesir yang berbatasan dengan Sudan, peradaban ini selanjutnya
28
berkembang selama kurang lebih tiga millenium. Sejarahnya mengalir
melalui periode kerajaan-kerajaan yang stabil, masing-masing diantarai oleh
periode ketidakstabilan yang dikenal sebagai periode menengah. Mesir Kuno
mencapai puncak kejayaan pada masa kerajaan baru. Selanjutnya, peradaban
ini mulai mengalami kemunduran. Mesir ditaklukan oleh kekuatan-kekuatan
asing pada periode akhir. Kekuasaan Fir’aun secara resmi dianggap berakhir
pada sekitar 3100 SM, ketika Kekaisaran Romawi menaklukan dan
menjadikan wilayah Mesir Ptolemeus sebagai bagian provinsi Romawi.
Meskipun ini bukanlah pendudukan asing pertama terhadap Mesir, Periode
kekuasan Romawi menimbulkan suatu perubahan politik dan agama secara
bertahap dilembah sungai Nil, yang secara efektif menandai berakhirnya
perkembangan peradaban independen Mesir.
Peradaban Mesir Kuno didasari atas kontrol keseimbangan yang baik
antara daya alam dan manusia, ditandai terutama oleh :
a. Irigasi teratur terhadap lembah Nil.
b. Eksplorasi mineral dari lembah dan wilayah gurun di sekitarnya.
c. Perkembangan awal sistem tulisan dan sastra independen.
d. Organisasi proyek kolektif.
e. Perdagangan dengan wilayah Afrika timur, tengah, serta mediterania
timur.
f. Aktifitas masyarakat yang menunjukkan karakteristik kuat hegomoni
kerajaan dan dominasi wilayah terhadap kebudayaan Negara lain.
29
1) Periode Zaman Purba dan pra sejarah (sebelum mengenal tulisan)
Riset arkeologis intensif setelah bertahun-tahun, membuka banyak
rahasia tentang Mesir zaman purba dan prasejarah. Pemahaman kita atas
peradaban Mesir kini bisa ditelusuri melewati perkembangan yang panjang
hingga tahun 5000 SM dan lebih awal, hampir 2000 tahun sebelum Dinasti
ke-1 Mesir. Kita telah menemukan, bahkan sebelum 5000 SM, bukti tentang
komunitas awal kaum pemburu/pengumpul di sepanjang Lembah Nil dan di
pesisir Danau Qarun di Fayoum, serta tentang penduduk paleolithik yang
hidup sekitar 300.000 tahun lalu.
2) Periode Zaman Sejarah (Telah mengenal tulisan)
Proses tersebut berawal dari tahun 4000 SM namun pada tahun 3400
SM seorang penguasa bernama Menes mempersatukan kedua kerajaan Mesir
Hilir dan Mesir Hulu menjadi satu kerajaan Mesir yang besar. Mesir
merupakan sebuah kerajaan yang diperintah oleh raja yang bergelar Fir’aun.
Ia berkuasa secara mutlak. Fir’aun dianggap dewa dan dipercaya sebagai
putra Dewa Osiris. Seluruh kekuasaan berada ditangannya baik sipil, militer
maupun agama. Sejak tahun 3400 SM sejarah Mesir diperintah oleh 30
dinasti yang berbeda yang terdiri dari tiga jaman yaitu Kerajaan Mesir Tua
yang berpusat di Memphis, Kerajaan Tengah di Awaris dan Mesir Baru di
Thebe. Pada masa ini masyarakat sudah dapat mengenal tulisan, berupa
tulisan hieroglyph (huruf gambar).
30
3) Pembagian Kerajaan Mesir Tua, Tengah, dan Mesir Baru :
a. Kerajaan Mesir Tua (2660-2180 SM)
Kerajaan Mesir Tua disebut jaman piramida karena pada masa inilah
dibangun piramida-piramida terkenal misalnya piramida Sakarah dari Fir’aun
Joser. Piramida di Giza adalah makam Fir’aun Cheops, Chifren dan
Menkawa. Lahirnya kerajaan Mesir Tua setelah Menes berhasil
mempersatukan Mesir Hulu dan Mesir Hilir. Sebagai pemersatu ia digelari
Nesutbiti dan digambarkan memakai mahkota kembar.
Runtuhnya Mesir Tua disebabkan karena sejak tahun 2500 SM
pemerintahan mengalami kekacauan. Bangsa-bangsa dari luar misalnya dari
Asia Kecil melancarkan serangan ke Mesir. Para bangsawan banyak yang
melepaskan diri dan ingin berkuasa sendiri-sendiri. Akhirnya terjadilah
perpecahan antara Mesir Hilir dan Mesir Hulu.
b. Kerajaan Mesir Tengah (1640-1570 SM)
Kerajaan Mesir Tengah dikenal dengan tampilnya Sesotris III. Ia
berhasil memulihkan persatuan dan membangun kembali Mesir. Tindakannya
antara lain membuka tanah pertanian, membangun proyek irigasi, pembuatan
waduk dan lain-lain. Ia meningkatkan perdagangan serta membuka hubungan
dagang dengan Palestina, Syria dan pulau Kreta. Sesotris III juga berhasil
memperluas wilayah ke selatan sampai Nubia (kini Ethiopia). Sejak tahun
1800 SM kerajaan Mesir Tengah diserbu dan ditaklukkan oleh bangsa
Hyksos.
31
Setelah zaman Kerajaan tengah, Mesir melemah dan terpecah belah
dikuasai selama 100 tahun oleh bangsa Hyksos dari Kanaan. Mereka
menguasai Mesir Bawah di bagaian utara. Sekitar 1550 SM, satu keluarga
bangsa Mesir Atas bangkit dan mengusir bangsa Hyksos serta menyatukan
kembali seluruh negeri. Pada 1532 SM, mereka mencatat keberhasilan.
Ahmose mendirikan dinasti ke-18 dan menjadi fir’aun pertama di Kerajaan
Baru, yaitu zaman keemasan Mesir.
c. Kerajaan Mesir Baru (1570-1070 SM)
Salah satu fir’aun pertama, Thutmosis I, menaklukan Palestina dan
daerah Di sebelah barat Eufrat sekitar tahun 1500 SM. Selama pemerintahan
Amenhotep III, Kerajaan Baru dengan ibukota Thebes, mencapai zaman
kemakmuran.
d. Periode Peralihan Pertama
Pada kira-kira tahun 2134-2040 SM yang digolongkan sebagai
Periode Peralihan Pertama, kekuasaan para fir’aun mengalami penurunan.
Runtuhnya kerajaan Mesir Tua disebabkan karena sejak tahun 2500 SM
pemerintahan mengalami kekacauan. Bangsa-bangsa dari luar misalnya dari
Asia Kecil melancarkan serangan ke Mesir. Para bangsawan banyak yang
melepaskan diri dan ingin berkuasa sendiri-sendiri. Akhirnya, terjadilah
perpecahan antara Mesir Hulu dan Mesir Hilir. Mungkin karena selama
puluhan tahun aliran sungai Nil amat berkurang dan terjadi bencana lapar.
Dan sekali lagi Mesir dibagi menjadi dua kerajaan.
32
e. Periode Peralihan Kedua
Kira-kira tahun 1640-1532 SM yang disebut Periode Peralihan Kedua,
kekuasaan dialihkan ke beberapa raja lokal. Dan Mesir dijajah oleh orang
Hyksos dari Timur Tengah. Pada akhir periode ini, Hyksos dikalahkan dan
diusir oleh fir’aun Thebes. Sekali lagi Mesir menyatu.
f. Periode Peralihan Ketiga
Selama hampir tiga abad Mesir lumpuh tidak berdaya menghadapi
serbuan-serbuan dari Asia, pada tahun 800 SM, Mesir terpaksa harus
membayar upeti kepada raja-raja Assyiria. Selanjutnya, pada abad ke-6 SM,
Mesir ditaklukkan oleh Persia.
g. Periode Akhir
Kekuatan Mesir tidak disegani lagi oleh bangsa-bangsa lain. Bahkan
Mesir berhasil dijajah dan dikuasai oleh beberapa bangsa; Nubia, Assyria,
Persia, dan Yunani (Macedonia).
Tahun 332 SM, Raja Macedonia, Alexander Agung menaklukkan
Mesir dan memasukannya ke dalam Kerajaan Hellenistiknya. Ketika
Alexander meninggal tahun 332 SM, temannya, Jendral Ptolemeus menjadi
gubernur Mesir. Pada 305 SM, ia menjadi Raja Mesir, dengan begitu
didirikanlah dinasti fir’aun Ptolemeus. Para penguasa Hellenistik memegang
kekuasaan di Mesir selama hampir 300 tahun. Pada masa terakhir
pemerintahan dinasti Ptolemeus, Mesir diperintah oleh seorang fir’aun
perempuan, Cleopatra VII.
33
Tabel tentang Peradaban Masyarakat Mesir Kuno (6000-1070 SM) :
Waktu Peradaban
6000 SM Pertanian dimulai di Lembah Sungai
Nil
3300-3100 SM Berkembang kota pertama
3000 SM Mesir Atas dan Mesir Bawah disatukan
menjadi satu kerajaan
2630 SM Zaman Piramida, piramida didirikan
untuk pertama kalinya
Kerajaan Tua (2649-2134
SM)
2575-2465 SM
2134-2040 SM
Selama pemerintahan dinasti keempat,
kekuasaan Mesir meningkat dramatis
Periode Pertengahan Pertama
Mesir terbagi menjadi dua kerajaan
Kerajaan Tengah (2040-1640
SM)
2040 SM
1640-1532 SM
Sesotris III menyatukan Mesir kembali
Periode Pertengahan Kedua
Bangsa Hyksos menduduki Mesir
Bawah
Kerajaan Baru (1532-1070
SM)
1504-1492 SM
1285 SM
1070-712 SM
Kekaisaran Mesir mencapai puncak
kejayaannya di bawah Tuthmosis I
Ramses menyatakan kemenangan di
Qadesh melawan bangsa Hittites
Periode Pertengahan Ketiga
Kekuatan Mesir menurun drastis
34
924 SM Shosenq I menyerang Israel dan Yudah
828-712 SM Mesir dibagi menjadi lima kerajaan
Periode Akhir 712-332 SM
712 SM
671 SM
525 SM
332 SM
Mesir diperintah oleh raja dari Nubia
Bangsa Assyria menaklukkan Mesir
Bangsa Persia menaklukkan Mesir
Mesir dikalahkan oleh Alexander
Agung
Sumber: www.wikipedia.org/wiki/periode_dinasti_awal_mesir
Para petani dan pekerja hidup sederhana, sedangkan kaum bangsawan
hidup mewah. Menurut hukum, pria dan wanita berkedudukan setara. Kaum
wanita juga boleh memiliki harta benda. Kaum wanita boleh menekuni satu
dari empat profesi: pendeta wanita, dukun beranak, penari, atau peratap.
Selain kaum bangsawan, para juru tulis dan pendeta adalah jabatan terpenting
dalam masyarakat Mesir. Adapula penguasa yang paling unik adalah
Amenhotep IV (1353-35 SM). Ia menjadikan Aten, sang Matahari, sebagai
dewa tunggal Mesir, dan berusaha mengubah agama orang Mesir dengan
menyingkirkan banyak dewa lain dan tradisinya yang rumit.
Amenhotep IV mengubah namanya menjadi Akhenaten dan
membangun ibukota baru di El-Amarna guna menghormati Dewa Aten.
Pemaisurinya, Nefertiti, bukan keturunan bangsawan, dan bisa jadi bukan
orang Mesir. Ketika Akhenaten wafat, para pendeta dewa lama kembali
berkuasa, dan melarang penyembahan atas Aten. Nama Akhenaten
disingkirkan dari semua monumen dan catatan. Kota baru yang dibangunnya
ditinggalkan dan Akhenaten dianggap seolah tidak pernah ada. Setelah
Akhenaten wafat kesuasaan kota baru digantikan oleh raja Tutankhamun.
35
Gambar 2. Tutankhamun.
Sumber: Microsoft Encarta 2008.
Kebanyakan penguasa kerajaan baru dimakamkan di lembah raja-raja,
di makam batu yang di pahat dalam. Namun, makam-makam ini telah dijarah
banyak penjahat. Hanya satu makam yang selamat hingga zaman modern,
yaitu makam Raja Tutankhamun, pengganti Akhenaten yang wafat sebelum
usia 20 tahun. Mesir tetap kuat, khususnya dibawah pemerintahan Seti I dan
anaknya Ramesses II yang agung dari dinasti ke-19 (1307-1196 SM). Namun,
setelah diperintah oleh sejumlah penguasa lemah, para pendeta mengambil
alih kekuasaan, dan Mesir jatuh ke tangan banyak penguasa asing. Bangsa
Yunani menaklukan Mesir dan berkuasa hingga 300 tahun. Lalu, Mesir
menjadi wilayah Romawi. Akibatnya, sejarah dan tulisan Mesir terlupakan.
4) Sistem Kepercayaan Masyarakat Mesir Kuno
Agama pada awal masa Mesir Kuno menganut kepercayaan
Politeisme yaitu menyembah kepada dewa-dewa. Agama atau kepercayaan
36
dari bangsa Mesir kuno dibagi ke dalam cabang-cabang, yang paling utama
menjadi resmi Negara adalah kepercayaan terhadap orang-orang dan adanya
kehidupan setelah kematian.
Masyarakat mesir mengenal terhadap dewa-dewa yang bersifat
nasional yaitu “Ra” (Dewa Matahari), “Amon” (Dewa Bulan) kemudian
menjadi “Amon Ra”, sebagai lambing pemujaan kepada “Ra” didirikanlah
obelisk yaitu tiang batu yang ujungnya runcing. Obelisk juga dipakai sebagai
tempat mencatat kejadian-kejadian. Untuk pemujaan terhadap dewa Amon Ra
dibangunlah Kuil Karnak yang sangat indah pada masa Raja Thutmosis III.
Selain dewa nasional maka ada dewa-dewa lokal yang dipuja pada
daerah-daerah tertentu seperti Dewa Osiris yaitu dewa tertinggi atau dewa
kesuburan, Dewi Isis yaitu dewi kecantikan dan juga istri dari Dewa Osiris,
Dewa Aris sebagai dewa kesuburan dan Dewa Anubis yaitu dewa kematian.
Jadi dengan taat masyarakat Mesir Kuno menyembah para dewa tersebut dan
masyarakat lembah sungai Nil mengharap agar tidak menjadi sasaran maut.
Kepercayaan yang kedua berkaitan dengan jenazah yang disebut mumi.
Dasarnya membuat mumi adalah bahwa manusia tidak dapat menghindari
dari kehendak dewa maut. Manusia ingin tetap hidup abadi, agar roh tetap
hidup maka jasad sebagai lambing roh harus tetap utuh.
Menurut agama resmi Negara, Fir’aun (Pharaoh) adalah makhluk suci,
dia adalah pengejawantahan dari tuhan-tuhan mereka di muka bumi dan
tujuanya adalah untuk menyelenggarakan keadilan dan melindungi mereka di
dunia.
37
Dewa-dewa pada masa Mesir Kuno diantaranya memiliki perannya masing-
masing yaitu:
1. Horus adalah dewa langit dan rohnya mendiami fir’aun yang hidup.
Matanya adalah matahari dan bulan.
2. Ptah, dewa pencipta, pencipta kesenian. Ia merupakan dewa lokal di
ibukota, Memphis.
3. Hathor, dewi cinta dan kecantikan. Tanduknya mengangkat sang
matahari ke surga.
4. Isis, saudari dan istri Osiris, adalah ibu dari Horus. Ia memiliki
kekuatan sihir hebat.
5. Re-Horakhty, gabungan dari dewa matahari dan Horus, ditunjukan
dengan matahari berkepala elang.
6. Osiris adalah dewa maut. Kerajaannya terdapat di barat. Ia
menghakimi jiwa manusia menurut pahala yang mereka kumpulkan.
Pada kekuasaan Amenhotep IV (1353-35 SM). Ia menjadikan Aten,
sang Matahari, sebagai dewa tunggal Mesir, dan berusaha mengubah agama
orang Mesir dengan menyingkirkan banyak dewa lain dan besistem
kepercayaan Monoteisme menyembah kepada satu dewa. Lalu setelah ia
meninggal para pendeta mengambil alih kekuasaan dan kembali pada
kepercayaan Politeisme.
1. Keadaan Geografis
Daerah Mesir terletak di bagian utara benua Afrika. Disebelah utara
berbatasan dengan Laut Tengah, di sebelah timur berbatasan dengan laut
38
Merah, di sebelah selatan berbatasan dengan Sudan dan di sebelah barat
berbatasan dengan Libya.
Keberadaan Mesir di benua Afrika merupakan berkah tersendiri.
Wilayah Mesir yang dilalui oleh Sungai Nil memiliki tanah yang relatif
subur. Sungai Nil bersumber dari suatu mata air yang terletak jauh di tanah
tinggi Afrika timur. Banjir yang mengalir ke utara dan setiap tahun
mendatangkan banjir inilah yang mengubah padang pasir menjadi lembah-
lembah yang subur. Lebar lembah itu antara 15 kilometer sampai 50
kilometer. Oleh karena itu, sektor pertanian berkembang pesat di wilayah
Mesir. Banyak sejarawan diantaranya adalah Herodotus (ahli sejarah Yunani)
menjuluki Mesir sebagai the Give of the Nile dengan melihat potensi alam
yang dimiliki Mesir.
Letak geografis Mesir terletak di Afrika Utara, dibagian barat daya
terdapat Semenanjung Sinai atau Bukit Sinai. Negara ini mempunyai pesisir
pantai yaitu Laut Mediterranean dan Laut Merah. berbatasan dengan Libya
bagian barat, Sudan dibagian selatan, Semenanjung Gaza, Palestina dan Israel
bagian timur. Mesir Kuno terbagi atas dua kerajaan, yang dikenal sebagai
Mesir Hulu dan Mesir Hilir. Berlainan dengan kebiasaan, Mesir Hulu (Upper
Egypt) terletak di selatan dan Mesir Hilir (Lower Egypt) di utara, dinamakan
sungai Nil. Sungai Nil mengalir ke arah utara dari titik selatan ke laut
Mediteranian.
39
2. Kondisi Masyarakat
Masyarakat Mesir Kuno ketika itu sangat terstratifikasi dan status
sosial yang dimiliki seseorang ditampilkan secara terang-terangan. Sebagian
besar masyarakat bekerja sebagai petani, namun demikian hasil pertanian
dimiliki dan dikelolah oleh negara, kuil, atau keluarga ningrat yang memiliki
tanah. Petani juga dikenai pajak tenaga kerja dan dipaksa bekerja membuat
irigasi atau proyek konstruksi menggunakan sistem corvée. Seniman dan
pengrajin memunyai status yang lebih tinggi dari petani, namun mereka juga
berada di bawah kendali negara, bekerja di toko-toko yang terletak di kuil dan
dibayar langsung dari kas negara. Juru tulis dan pejabat menempati strata
tertinggi di Mesir Kuno, dan biasa disebut "kelas kulit putih" karena
menggunakan linen berwarna putih yang menandai status mereka.
Perbudakan telah dikenal, namun bagaimana bentuknya belum jelas
diketahui.
Dalam sektor pertanian kondisi geografi yang mendukung dan tanah
di tepi sungai Nil yang subur membuat bangsa Mesir mampu memproduksi
banyak makanan, dan menghabiskan lebih banyak waktu dan sumber daya
dalam pencapaian budaya, teknologi, dan artistik. Pengaturan tanah sangat
penting di Mesir Kuno karena pajak dinilai berdasarkan jumlah tanah yang
dimiliki seseorang. Pertanian di Mesir sangat bergantung kepada siklus
sungai Nil. Bangsa Mesir mengenal tiga musim: Akhet (banjir), Peret
(tanam), dan Shemu (panen). Musim banjir berlangsung dari Juni hingga
September, menumpuk lanau kaya mineral yang ideal untuk pertanian di tepi
40
sungai. Setelah banjir surut, musim tanam berlangsung dari Oktober hingga
Februari. Petani membajak dan menanam bibit di ladang. Irigasi dibuat
dengan parit dan kanal.
Mesir hanya mendapat sedikit hujan, sehingga petani sangat
bergantung dengan sungai Nil dalam pengairan tanaman. Dari Maret hingga
Mei, petani menggunakan sabit untuk memanen. Selanjutnya, hasil panen
dibersihkan dan diirik untuk memisahkan jerami dari gandum. Proses
penampian menghilangkan sekam dari gandum, lalu gandum ditumbuk
menjadi tepung, diseduh untuk membuat bir, atau disimpian untuk kegunaan
lain. Bangsa Mesir menanam gandum emmer dan barley, serta beberapa
gandum sereal lain, sebagai bahan roti dan bir. Tanaman-tanaman Flax
ditanam dan diambil batangnya sebagai serat. Serat-serat tersebut dipisahkan
dan dipintal menjadi benang, yang selanjutnya digunakan untuk menenun
linen dan membuat pakaian. Papirus ditanam untuk pembuatan kertas. Sayur-
sayuran dan buah-buahan dikembangkan di petak-petak perkebunan, dekat
dengan permukiman, dan berada di permukaan tinggi. Tanaman sayur dan
buah tersebut harus diairi dengan tangan. Sayur-sayuran meliputi bawang
perai, bawang putih, melon, squash, kacang, selada, dan tanaman-tanaman
lain. Anggur juga ditanam untuk diolah menjadi wine.
Mesir Kuno memandang pria dan wanita, dari kelas sosial apapun
kecuali budak, sama di mata hukum. Baik pria maupun wanita memiliki hak
untuk memiliki dan menjual properti, membuat kontrak, menikah dan
bercerai, serta melindungi diri mereka dari perceraian dengan menyetujui
41
kontrak pernikahan, yang dapat menjatuhkan denda pada pasangannya bila
terjadi perceraian. Dibandingkan bangsa lainnya di Yunani, Roma, dan
bahkan tempat-tempat lainnya di dunia, wanita di Mesir Kuno memiliki
kesempatan memilih dan meraih sukses yang lebih luas. Wanita seperti
Hatshepsut dan Celopatra bahkan bisa menjadi fir’aun. Namun, wanita di
Mesir Kuno tidak dapat mengambil alih urusan administrasi dan jarang yang
berpendidikan.
Raja yang memerintah pada masa pemerintahan masyarakat Mesir
Kuno yaitu Raja Menes dikenal sebagai pharaoh Mesir pertama yang
menyatukan seluruh Mesir kuno untuk pertama kalinya dalam sejarah. Dalam
sebuah Negara persatuan kurang lebih pada tahun 3000 SM. Asal usulnya
istilah “Pharaoh” merujuk pada istana dimana Raja Mesir berada, namun pada
saat itu menjadi gelar dari raja-raja Mesir. Inilah sebabnya mengapa raja yang
memerintah Mesir Kuno mulai disebut “Pharaoh”.
Sebagai pemilik, pengatur dan penguasa dari seluruh Negara dan
wilayah-wilayahnya, maka Pharaoh diterima sebagai pengejawantahan dari
dewa yang terbesar dalam kepercayaan Mesir kuno yang Politheistik dan
menyimpang. Administrasi dari wilayah Mesir, pembagian mereka,
pendapatan mereka, singkatnya, seluruh pertanian, jasa dan produksi dalam
batas-batas wilayah Negara dikelola dalam kekuasaan Pharaoh.
Absolutisme dalam masa kepemimpinannya telah melengkapi
penguasannya terhadap Negara dengan kekuasaan yang dapat melakukan
semua hal sesuai dengan keinginannya. Tepat pada dinasti pertama kekuasaan
42
Raja Menes yang menjadi raja Mesir yang berhasil menyatukan Hulu dan
Hilir Mesir, sungai Nil deserahkan kepada publik dengan menggunakan
saluran-saluran air. Disamping itu seluruh produksi berada dibawah
penguasaan dan seluruh produksi barang dan jasa diberikan untuk
kepentingan sang raja.
Rajalah yang mendistribusikan dan membagi barang dan jasa dalam
proporsi yang diinginkan oleh rakyat. Hal ini tidaklah sulit bagi raja yang
telah memiliki suatu kekuasaan di daerah tersebut untuk menempatkan rakyat
dalam kepatuhan Raja Mesir atau yang nantinya bernama Pharaoh dan dia
mengaku dirinya sebagai makhluk suci yang memegang kekuasaan yang
besar dan mencakupi semua kebutuhan rakyatnya dan ia mengubah dirinya
menjadi tuhan. Para Pharaoh benar-benar percaya bahwa diri mereka adalah
tuhan.
Bangsa Mesir kuno sangatlah dipengaruhi oleh lingkungan alam
dimana mereka hidup. Keadaan alam Mesir menjaga Negara tersebut
terhadap serangan dari luar secara sempurna. Mesir dikelilingi oleh gurun
pasir, pegunungan dan lautan disemua sisi. Serangan mungkin dilakukan
terhadap Negara tersebut hanya dengan kemungkinan dua jalan, namun
mereka dapat dengan mudah untuk mempertahankan diri. Bangsa Mesir
menjadi terisolasi dari dunia luar berkat faktor-faktor alam tersebut.
Masyarakat Mesir Kuno percaya dan memuja dewa “polytheism”.
Dewa yang dipuja itu ada yang khusus milik masyarakat desa, daerah atau
43
kota, bahkan ada dewa yang dihormati oleh seluruh bangsa Mesir. Dewa-
dewa yang dipuja bangsa Mesir di antaranya:
a) Dewa Osiris sebagai dewa tertinggi atau dewa kesuburan.
b) Dewa Thot (dewa pengetahuan).
c) Dewa Anubis (dewa berkepala anjing) sebagai dewa kematian.
d) Dewa Apis berwujud sapi.
e) Dewa Ra (Dewa Matahari) dan kemudian mnjadi Dewa Amon-Ra
(dewa bulan matahari).
Akhenaton dan istrinya pernah berupaya menjadikan Amon Ra
sebagai satu-satunya dewa yang harus disembah “monotheisme”, tetapi upaya
ini tidak berhasil karena bertentangan dengan kepercayaan masyarakat.
3. Hasil Kebudayaan
Hasil kebudayaan Mesir Kuno lebih banyak dalam bidang arsitektur
dan seni, diantaranya yaitu huruf hieroglyph, piramida, ilmu hitung. Sphink,
Obelisk, Mumi. Selain itu terdapat hasil kebudayaan dari generasi ke
generasi. Berikut dijelaskan secara rinci hasil-hasil kebudayaan di Mesir
Kuno :
a. Tulisan Hieroglyph
Huruf Hieroglyph merupakan huruf gambar. Dari huruf Hieroglyph
muncul tulisan baru yang disebut Hierotis yang dipergunakan oleh para
pendeta Mesir untuk keperluan keagamaan. Sedangkan huruf demotis yang
dipergunakan oleh rakyat.
44
Huruf hieroglyph itu dipergunakan terus-menerus hingga sampai
abad ke-5 sesudah Masehi. Akan tetapi, karena kepercayaan masyarakat
Mesir ditindas bangsa Romawi, maka para pendeta tidak sempat lagi
mempelajari huruf hieroglyph sehingga akhirnya dilupakan oleh orang
Mesir.
b. Piramida
Diperkirakan pada tahun 3000 SM, Raja-raja Mesir mulai
membangun Piramida-piramida. Piramida yang paling besar adalah piramida
Raja Khufu (Cheops). Tinggi piramida mencapai 137 meter dan pada bagian
depan terdapat patung Sphinx. Dalam proses pembangunan Piramida ini tidak
banyak yang dapat diketahui, kemungkinannya dilakukan dengan cara kerja
paksa.
c. Ilmu Hitung
Pada awalnya masyarakat Mesir menggunakan ilmu hitung yang
sangat sederhana, khususnya penambahan dan pengurangan. Selanjutnya,
dikembangkan perkalian dan pembagian. Pengetahuan ilmu ukur (geometri)
mereka telah mencapai tingkat keahlian yang cukup mengagumkan. Mereka
sudah mampu mengukur dan menghitung dengan tepat luas segitiga, segi
empat, segi lima dan seterusnya. Bahkan mereka telah dapat membuat
rumusan untuk mencapai diameter lingkaran. Kepandaian mereka dapat
digunakan untuk menghitung isi piramida, silinder dan bahkan isi dari
belahan bumi ini.
45
d. Sphinx
Sphinx adalah patung seekor singa yang berkepala manusia yang
didirikan didepan sebuah piramida. Sphinx merupakan lambang kekuasaan
dan pemerintahan dari seorang raja Mesir yang dimakamkan pada Piramida
tersebut. Kepala Sphinx merupakan lambang kebijaksanaan dan lambang
kekuatan dari raja yang memerintah.
e. Obelisk
Obelisk adalah sebuah tugu batu yang didirikan oleh masyarakat
Mesir untuk memuja Dewa Amon-Ra (Bulan-Matahari). Obelisk berbentuk
monumen batu ramping yang memiliki empat sisi lancip mengarah ke atas
berbentuk piramida. Monumen obelisk pertama dan paling terkenal dibuat di
Mesir kuno. Bagi masyarakat Mesir Kuno, obelisk merupakan simbol dewa
matahari. Obelisk biasanya dibuat berpasangan dan ditempatkan di pintu
masuk kuil dan makam. Puncaknya sering dilapisi emas atau logam lain yang
cerah untuk memantulkan sinar matahari. Prasasti hieroglif (tulisan gambar)
pada empat sisi obelisk bertuliskan nama-nama fir’aun atau penguasa lain
yang memerintahkan pembangunan obelisk.
f. Mummi
Mumi adalah jenazah para raja atau bangsawan yang diawetkan.
Pembuatan Mumi ini didasarkan pada kepercayaan masyarakat Mesir bahwa
jiwa orang yang telah meninggal akan tetap hidup terus dan berada pada
badan dan jasmaninya apabila badan jasmaninya tidak rusak.
46
g. Pengawetan Mayat (Ilmu Forensik)
Pada zaman Mesir Kuno, jenazah dibuat mumi dengan cara dibalsem.
Dengan cara ini, orang yang telah meninggal dipercaya hidup selamanya.
Mumi dimasukan ke sebuah peti mati yang biasanya dihiasi mewah. Sampai
sekarang metode pengawetan mayat masih digunakan untuk membuat mayat
tidak cepat busuk. Seperti di rumah sakit, adat masyarakat, dan sebagai tradisi
turun temurun masih digunakan sampai sekarang.
h. Sistem Kalender
Masyarakat Mesir mula-mula membuat kalender bulan berdasarkan
siklus (peredaran) bulan selama 291/2 hari. Karena dianggap kurang tetap
kemudian mereka menetapkan kalender berdasarkan kemunculan bintang
anjing (Sirius) yang muncul setiap tahun. Mereka menghitung satu tahun
adalah 12 bulan, satu bulan 30 hari dan lamanya setahun adalah 365 hari yaitu
12 x 30 hari lalu ditambahkan 5 hari. Mereka juga mengenal tahun kabisat.
Penghitungan ini sama dengan kalender yang kita gunakan sekarang yang
disebut Tahun Syamsiah (sistem Solar). Penghitungan kalender Mesir dengan
sistem Solar kemudian diadopsi (diambil alih) oleh bangsa Romawi menjadi
kalender Romawi dengan sistem Gregorian. Sedangkan bangsa Arab kuno
mengambil alih penghitungan sistem lunar (peredaran bulan) menjadi tarikh
Hijriah.
i. Seni Arsitektur
Dari peninggalan bangunan-bangunan yang masih bisa disaksikan
sampai sekarang menunjukkan bahwa bangsa Mesir telah memiliki
47
kemampuan yang menonjol di bidang matematika, geometri dan
arsitektur. Peninggalan bangunan Mesir yang terkenal adalah piramida dan
kuil yang erat kaitannya dengan kehidupan keagamaan. Piramida dibangun
untuk tempat pemakaman Fir’aun. Arsitek terkenal pembuat piramida adalah
Imhotep. Ilmu arsiterkur sampai sekarang masih digunakan seperti gedung
perkantoran, geding pencakar langit, dan bangunan-bangunan lain yang
memiliki pondasi yang hebat.
B. BUDAYA PEMAKAMAN MESIR KUNO
1. Definisi Budaya
Menurut Koentjaraningrat (2000:181) kebudayaan dengan kata dasar
budaya berasal dari bahasa sangsakerta “buddhayah”, yaitu bentuk jamak dari
buddhi yang berarti “budi” atau “akal”. Jadi Koentjaraningrat, mendefinisikan
budaya sebagai daya budi yang berupa cipta, karsa dan rasa, sedangkan
kebudayaan adalah hasil dari cipta, karsa dan rasa itu. Koentjaraningrat juga
menerangkan bahwa pada dasarnya banyak sarjana yang membedakan antara
budaya dan kebudayaan, dimana budaya merupakan perkembangan majemuk
budi daya, yang berati daya dari budi.
Namun, pada kajian Antropologi, budaya dianggap merupakan
singkatan dari kebudayaan, tidak ada perbedaan dari definsi. Jadi,
kebudayaan atau disingkat budaya menurut Koentjaraningrat merupakan
keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka
kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.
48
Untuk lebih jelasnya mengenai teori budaya, Koentjaraningrat
membedakan adanya tiga wujud dari kebudayaan yaitu: (1) Wujud
kebudayaan sebagai sebuah kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai,
norma-norma, peraturan dan sebagainya. (2) Wujud kebudayaan sebagai
suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam suatu
masyrakat. (3) Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.
Menurut Liliweri (2002:89) kebudayaan merupakan pandangan hidup
dari sekelompok orang dalam bentuk perilaku, kepercayaan, nilai, dan
simbol-simbol yang mereka terima tanpa sadar yang semuanya diwariskan
melalui proses komunikasi dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Lebih lanjut, Taylor dalam Liliweri (2002:62) mendefinisikan
kebudayaan tersusun oleh kategori-kategori kesamaan gejala umum yang
disebut adat istiadat yang mencakup teknologi, pengetahuan, kepercayaan,
kesenian, moral, hukum, estetika, rekreasional dan kemampuan-kemampuan
serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan manusia sebagai anggota
masyarakat. Dengan kata lain, kebudayaan mencakup semua yang didapatkan
atau dipelajari oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Hawkins (2012:9) mengatakan bahwa budaya adalah suatu kompleks
yang meliputi pengetahuan, keyakinan, seni, moral, adat-istiadat serta
kemampuan dan kebiasaan lain yang dimiliki manusia sebagai bagian
masyarakat. Lalu, dilain pihak Clifford Geertz mengatakan bahwa
kebudayaan merupakan sistem mengenai konsepsi-konsepsi yang diwariskan
dalam bentuk simbolik, yang dengan cara ini manusia dapat berkomunikasi,
49
melestarikan, dan mengembangkan pengetahuan dan sikapnya terhadap
kehidupan (Abdullah, 2006:1). Kebudayaan merupakan cara hidup dari
masyarakat yang manapun dan tidak mengenai cara hidup saja (Linton,
2006:18).
Budaya pemakaman adalah tata cara ataupun proses dalam
memakamkan jenazah yang didasari pada nilai-nilai atau adat didalam daerah
tertentu. Sedangkan pada budaya pemakaman masyarakat Mesir Kuno yaitu
dengan cara di mumifikasi atau diawetkan. Berbagai kegiatan dalam adat ini
adalah: proses mengawetkan tubuh melalui mumifikasi, upacara pemakaman,
tempat pemakaman untuk si mayat dan penguburan mayat bersama barang-
barang yang akan digunakan oleh almarhum di akhirat.
Dari berbagai definisi diatas, maka penulis menarik kesimpulan
bahwa kebudayaan atau budaya merupakan sebuah sistem, dimana sistem itu
terbentuk dari perilaku, baik itu perilaku badan maupun pikiran. Hal ini
berkaitan erat dengan adanya gerak dari masyarakat, dimana pergerakan yang
dinamis dan dalam kurun waktu tertentu akan menghasilkan sebuah tatanan
ataupun sistem tersendiri dalam kumpulan masyarakat.
2. Definisi Ritual
Ritual merupakan tata cara dalam upacara atau suatu perbuatan
keramat yang dilakukan oleh sekelompok umat beragama. Hal ini ditandai
dengan adanya berbagai macam unsur dan komponen, yaitu adanya waktu,
tempat-tempat dimana upacara dilakukan, alat-alat dalam upacara, serta
orang-orang yang menjalankan upacara (Koentjaraningrat, 1985:56).
50
Pada dasarnya ritual adalah rangkaian kata, tindakan pemeluk agama
dengan menggunakan benda-benda, peralatan dan perlengkapan tertentu,
ditempat tertentu dan memakai pakaian tertentu pula (Suprayugo, 2001:41).
Begitu halnya dalam ritual upacara kematian, banyak perlengkapan,
benda-benda yang harus dipersiapkan dan dipakai. Ritual atau ritus dilakukan
dengan tujuan untuk mendapatkan berkah atau rezeki yang banyak dari suatu
pekerjaan. Seperti upacara menolak balak dan upacara karena perubahan atau
siklus dalam kehidupan manusia seperti kelahiran, pernikahan dan kematian
(Bustanuddin, 2007:95).
Ritual bukan saja meliputi kegiatan keagamaan, tetapi juga meliputi
tata upacara peralihan masyarakat. Ritual dapat dilaksanakan baik dalam
lingkup terkecil, yaitu individu, maupun lingkup besar, yaitu kelompok dan
masyarakat sosial. Jika dilihat secara umum, pelaksanaan ritual tersebut
mempunyai fungsi dan tujuan tertentu, misalnya sebagai wujud dari
kewajiban agama dan pendidikan moral sosial, kebutuhan emosional, penguat
ikatan sosial, perwujudan rasa hormat, persetujuan dalam suatu acara, atau
dapat pula sebagai wujud kesengan pribadi.
Sejak zaman prasejarah, manusia percaya tentang adanya kehidupan
lain sesudah kematian. Upacara pemakaman dilakukan sebagai simbol
masuknya orang mati ke dalam suatu kehidupan dan tempat tinggal yang
baru. Dalam upacara tersebut terdapat kepercayaan universal yang diwarnai
oleh beberapa ciri khas. Seringkali manusia terikat pada ide-ide religius,
51
seperti pertemuan dengan dewa, atau pemasukan diri ke dalam suatu dunia
ilahi. Akhirnya, keseluruhan kepercayaan, upacara, dan implikasi moral itu
mengakibatkan suatu keyakinan lain bahwa hidup ini bersifat signifikan atau
berarti (Leahy, 1996:13-14).
Beberapa kajian menyatakan bahwa pemakaman merupakan ritual
yang sangat sederhana. Akan tetapi, pemakaman merupakan suatu ritual yang
paling mencolok dalam siklus kehidupan manusia sebagai bagian dari fase
pemisahan, berbeda dengan fase peralihan dan penggabungan. Pemakaman
yang merupakan penggabungan antara kematian dan dunia setelah kematian,
merupakan ritual yang paling banyak dijabarkan sehingga dianggap sebagai
ritual yang paling penting (Gennep, 1960:146).
3. Upacara Pemakaman
Upacara kematian atau pemakaman merupakan warisan budaya nenek
moyang. Setiap orang atau keluarga/rumah tangga pasti pernah atau akan
mengalami kematian, yang oleh masyarakat disebutnya “kesripahan”. Mereka
melaksanakan upacara kematian jika ada salah satu anggota keluarga atau
warga desa yang meninggal dunia, dikatakan sebagai naluri dan merupakan
kewajiban tradisi masyarakat. Sudah barang tentu karena sebagai tradisi,
maka dilakukannya upacara kematian juga berdasarkan pada aturan-aturan
atau norma-norma tertentu. Sebab pada prinsipnya tradisi adalah suatu
kebiasaan yang berlakunya berdasarkan norma-norma tertentu.
52
Kematian adalah bagian dari setiap orang dan makluk ciptaan Tuhan,
yang tidak mungkin dihindari. Kematian pasti akan dialami setiap manusia.
Kematian begitu menyengat nyawa, tidak memandang ras, ekonomi, usia,
jabatan, dan Agama. Bruce Milne (1982:16) mengatakan “kematian
merupakan salah satu bentuk hukuman ilahi”. Menurut alkitab firman Tuhan,
walaupun kematian tidak terelakkan, bukan merupakan akhir dari segala
sesuatu. Itu sebabnya manusia yang di beri kesempatan untuk hidup haruslah
mempergunakan kesempatan dengan sebaik-baiknya.
Adapun tujuan dilaksanakannya upacara kematian adalah untuk
menghormati orang yang mati. Menurut kepercayaan masyarakat, orang mati
hanyalah mati raganya atau fisiknya, sedang jiwa atau nyawa atau roh tetap
terus hidup. Roh orang yang telah mati mempunyai kemampuan dan kekuatan
yang luar biasa, jauh di luar kemampuan dan kekuatan orang yang masih
hidup.
Masyarakat juga percaya bahwa perjalanan roh menuju ke alam baka
yang disebutnya alam akhirat, merupakan perjalanan jauh, perjalanan berat
yang penuh gangguan dan risiko, perjalanan yang lama, yang semuanya ia tak
dapat dibandingkan dengan dunia ini. Semuanya bersifat gaib. Meskipun
demikian jika “bekal” yang dibawa cukup, semuanya akan dapat dihadapi
dengan baik. Hal ini dikaitkan dengan perbuatan orang sewaktu masih hidup,
yang mana perbuatan baik kelak akan menerima pahala dan sebaliknya
perbuatan jahat akan menerima hukuman (Mulyadi dkk, 1983:93).
53
Menurut Hertz tentang upacara kematian adalah upacara kematian
selalu dilakukan manusia dalam rangka adat istiadat dan struktur sosial dari
masyarakatnya yang berwujud sebagai gagasan kolektif (Koentjaraningrat,
1987:71) Upacara kematian juga mengandung nilai-nilai budaya yang dapat
dijadikan sebagai acuan dalam kehidupan bersama dan bekal kehidupan di
kemudian hari. Nilai-nilai itu antara lain kegotong-royongan, kemanusiaan,
dan religius. Upacara yang bernada kesedihan adalah upacara kematian, yang
terkadang menghabiskan uang, terutama di kalangan orang kaya, sebab
memberi pesangon atau disebut salawat kepada semua yang hadir di upacara
kematian, ada serangkai upacara disini yaitu upacara 3 hari, 7 hari, 40 hari,
100 hari, 1000 hari.
Upacara kematian merupakan masalah yang sosial karena ia tidak
hanya melibatkan anggota keluarganya tetapi juga masyarakatnya. Maka dari
itu jika ada kematian seluruh warga datang membantu keluarga yang sedang
berkabung. Biasanya salah seorang perempuan dari setiap keluarga yang
sedang berduka cita sambil membawa sejumlah beras. Sementara itu para
lelakinya disamping membantu dalam persiapan penguburan juga
mempersiapkan kayu-kayu yang diperlukan untuk masak dalam rangka
keselamatan.
Bahwa berkaitan dengan konsep kematian mengatakan bahwa
kematian adalah sebagai proses penyucian terhadap dosa-dosa yang tidak bisa
kita bersihkan sepanjang hidup kita (Jalaluddin, 2006:15). Maksudnya dengan
adanya kematian tersebut manusia akan kembali lagi pada proses pensucian.
54
Dan hasilnya setelah kita meninggal dunia, masih banyak dosa-dosa kita yang
belum terputihkan ketika didunia, baik oleh taubat maupun musibah. Karena
itu dari kasih sayang Allah SWT maka Tuhan melakukan lagi proses
pembersihan, hanya saja proses pembersihan itu tidak lagi berasal dari amal
kita. Sebab setelah mati, putuslah segala amalnya. Menurut Ibnu Qayyim,
pada waktu mati ada proses pembersihan terhadap diri kita. Ialah, sakitnya
pada saat sakaratul maut. Ia menjadi penebus dari beberapa dosa. Perbuatan
dosa yang paling besar pada sakitnya sakaratul maut adalah berbuat dzalim
terhadap sesama hamba Allah dan menyakiti hati orang lain (Ibid, 2006:22).
Kemudian menurut Ibnu Qayyim, yang menghapus dosa setelah kita
meninggal adalah istighfar dari saudara-saudaranya kaum muslimin. Istighfar
yang kita kirimkan untuk saudara-saudara kita yang meninggal dunia,
menjadi penghapus dosa-dosanya. Dan itulah arti firman Allah: “Ta’aawanu
‘alal birri wattaqwa” yang artinya “Hendaknya kamu saling membantu dalam
kebajikan dan ketakwaan. Bantulah orang-orang yang sudah mati itu dengan
kebajikan kita. Antara lain dengan istighfar. Doa-doa dari orang sholeh juga
dapat menjadi pembersih dosa.
Kematian adalah salah satu dari dua hal yang di benci umat manusia.
Padahal, seandainya manusia tahu, mati itu lebih baik daripada fitnah. Selain
mati, hal lain yang dibenci manusia adalah miskin harta. Padahal dengan
harta yang sedikit, di akhirat manusia akan lebih mudah di hisab. Orang yang
senantiasa melaksanakan perbuatan baik akan terhindar dari segala bahaya
dan kesusahan yang akan menimpa dirinya, hal ini karena perbuatan baik
55
itulah yang melindungi mereka, begitulah sebaliknya. Segala kesenangan,
kebahagiaan dan segala apapun yang tak ternilai harganya akan dimiliki oleh
orang yang berbuat kebajikan.Orang yang mengejar hawa nafsu hanya untuk
kepuasan pribadi adalah orang yang mempunyai pandangan rendah dan
nilainya sangat hina. Kalau ia memiliki sifat jahat maka pusat segala kegiatan
hidupnya terletak pada kepentingan dirinya belaka yang akibatnya membawa
ia tenggelam kedalam neraka.
Anggapan bahwa roh itu bersifat abadi, tetap hidup selama-lamanya
adalah ajaran seluruh agama dunia (Halimuddin, 1992:37). Diakui oleh ahli
filsafat dan dibuktikan oleh ilmu pengetahuan modern. Didalam Al-qur’an
dan hadist, masalah roh di barzah ini diuraikan dengan lengkap dan terperinci.
Firman Allah (Qs: Al-Isra’:85)
ا ويسألونك عن الروح قل الروح من أمر رب وما أوتيتم من العلم ا قلي
Artinya: “Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah:
"Roh itu termasuk urusan Tuhanku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan
melainkan sedikit".” (Qs. Al-Isra’: 85).
Masalah roh tidak terjangkau oleh ilmu. Tidak tembus oleh
kemampuan berfikir, dalam masalah arwah yang penting adalah iman, bukan
rasio, rasio ini kadang berbahaya. Dari sinilah bertolaknya orang yang
berpendapat bahwa arwah orang meninggal itu bertempat tinggal di gunung-
gunung, di atas bukit batu karang, di atas pohon-pohon kayu besar. Dari
56
sinilah berasalnya anggapan bahwa kayu besar itu sakti, batu basar itu sakti,
mata air itu sakti.
4. Prosesi Pemakaman Masyarakat Mesir Kuno
Orang Mesir Kuno mempertahankan adat pemakaman yang diyakini
sebagai kebutuhan untuk menjamin keabadian setelah kematian. Berbagai
kegiatan dalam adat ini adalah: proses mengawetkan tubuh melalui
mumifikasi, upacara pemakaman, dan penguburan mayat bersama barang-
barang yang akan digunakan oleh almarhum di akhirat.
Sebelum periode Kerajaan Lama, tubuh mayat dimakamkan di dalam
lubang gurun, cara ini secara alami akan mengawetkan tubuh mayat melalui
proses pengeringan. Kegersangan dan kondisi gurun telah menjadi
keuntungan sepanjang sejarah Mesir Kuno bagi kaum miskin yang tidak
mampu mempersiapkan pemakaman sebagaimana halnya orang kaya. Orang
kaya mulai menguburkan orang mati di kuburan batu, akibatnya mereka
memanfaatkan mumifikasi buatan, yaitu dengan mencabut organ internal,
membungkus tubuh menggunakan kain, dan meletakkan mayat ke dalam
Sarkofagus berupa batu empat persegi panjang atau peti kayu. Pada
permulaan dinasti keempat, beberapa bagian tubuh mulai diawetkan secara
terpisah dalam toples kanopik. Pada periode Kerajaan Baru, orang Mesir
Kuno telah menyempurnakan seni mumifikasi. Teknik terbaik pengawetan
mumi memakan waktu kurang lebih 70 hari lamanya, selama waktu tersebut
secara bertahap dilakukan proses pengeluaran organ internal, pengeluaran
57
otak melalui hidung, dan pengeringan tubuh menggunakan campuran garam
yang disebut natron.
Selanjutnya tubuh dibungkus menggunakan kain, pada setiap lapisan
kain tersebut disisipkan jimat pelindung, mayat kemudian diletakkan pada
peti mati yang disebut antropoid. Mumi periode akhir diletakkan pada laci
besar cartonnage yang telah dicat. Praktik pengawetan mayat asli mulai
menurun sejak zaman Ptolemeus dan Romawi, pada zaman ini masyarakat
Mesir Kuno lebih menitikberatkan pada tampilan luar mumi.
Orang kaya Mesir dikuburkan dengan jumlah barang mewah yang
lebih banyak. Tradisi penguburan barang mewah dan barang-barang sebagai
bekal almarhum juga berlaku pada semua masyarakat tanpa memandang
status sosial. Pada permulaan kerajaan baru, buku kematian ikut disertakan di
kuburan, bersamaan dengan patung Shabati yang dipercaya akan membantu
pekerjaan mereka di akhirat. Setelah pemakaman, kerabat yang masih hidup
diharapkan untuk sesekali membawa makanan ke makam dan mengucapkan
do’a atas nama si mayat.
Menurut penulis Mesir sekarang sudah menjadi peradaban budaya
yang sudah berkembang pesat, kita bisa lihat sekarang ini kota Kairo yang
sudah sangat modern . Jadi sepertinya kuburan untuk orang-orang Mesir yang
berupa piramida yang hanya ada pada dahulu kala, karena sekarang,
mayoritas masyarakat Mesir memeluk agama Islam.
58
C. BENTUK-BENTUK MAKAM DI MESIR KUNO
Bentuk makam pada strata sosial di Mesir Kuno diantaranya ada dua
bentuk yaitu piramida (Makam para Raja) dan Mastaba (Makam bangsawan
dan rakyat biasa). Penulis akan sedikit menjelaskan tentang pengertian
piramida dan Mastaba dibawah ini.
Bangunan makam merupakan bangunan yang dibuat secara bertahap
mulai dari bentuk yang sederhana sampai mencapai bentuk yang sempurna.
Bentuk makam tersebut adalah: Mastaba, piramida, Tangga, piramida
bengkok dan akhirnya piramida sempurna.
Pada awalnya, wangsa-wangsa pertama orang Mesir membuat
bangunan makamnya dengan suatu bentuk yang sederhana, yaitu bentuk yang
datar dibagian atasnya dan miring pada sisinya yang terbuat dari bahan batu
bata yang dinamakan “Mastaba”, kata dalam bahasa Arab yang berarti
‘bangku’, yang pada mulanya tingginya ± 5,00 m. Mastaba tersebut dihias
bata bagian luarnya menurut pola yang geometrik. Didalam Mastaba,
biasanya dibawah tanah terdapat beberapa kamar, satu untuk jenazah dan
yang lain untuk barang-barang milik orang yang meninggal tersebut.
Pada wangsa kedua, kamar yang dibangun semakin banyak, ada yang
mencapai 30 buah kamar, dan dinding makamnya dilapis batu gamping. Pada
masa wangsa ketiga, bangunan yang terbuat dari bahan batu seluruhnya
dibuat dan ini merupakan bentuk piramida Tangga yang pertama. Piramida ini
sebetulnya terdiri dari tumpukan Mastaba, sehingga tingginya mencapai ±
60,00 m. Kurang dari 2 abad selanjutnya bentuk piramida menjadi sempurna,
59
bangunan masif yang terbuat dari balok-balok batu besar yang ditata
menjulang menuju satu titik dengan kemiringan yang sebanding.
1. Makam Piramida (Makam Raja)
Piramida adalah monumen yang terkenal di Mesir Kuno. Piramida
telah dibangun oleh para raja Mesir pada zaman Kerajaan Tua dan Kerajaan
Tengah sebagai simbol kerajaan yang megah.
Piramida terdiri atas susunan batu raksasa (sampai 15.000 kg per batu)
yang harus dibawa dari jauh. Pembangunan piramida memerlukan banyak
tenaga (ahli bangunan, pemahat, pelukis, arsitek dan budak). Piramida
yang paling besar adalah piramida Raja Khufu yang dikerjakan oleh 20.000
pekerja selama puluhan tahun. Piramida Khufuter bentuk dari 2 juta batu
(masing-masing beratnya 15.000 kg). Piramida berfungsi sebagai kuburan
raja Mesir yang sangat megah, mewah, mahal dan rumit secara ilmu
arsitektur.
Pada zaman ketika pembangunan piramida-piramida, logam perak dan
emas sudah dapat dicairkan (Zaman Logam). Emas dan perak tersebut diolah
menjadi perhiasan-perhiasan serta patung-patung. Di dalam piramida berisi
banyak perhiasan dan patung-patung dari emas, perak, dan permata sehingga
menjadi incaran para perampok dan para penjajah. Biasanya para fir’aun dan
keluarganya sudah mulai membangun piramida pada saat mereka sudah
dewasa. Semua dinding dihias dengan gambar dan tulisan yang mengagung-
agungkan diri mereka sendiri.
60
Bentuk piramida yang melancip melambangkan sinar matahari yang
menyorot, sehingga fir’aun yang dikubur disana dipercaya dapat naik ke
surga. Kompleks pengkuburan besar ini menyediakan sangat banyak
informasi tentang masyarakat dan kebudayaan Mesir Kuno. Pembangunan
piramida tidak dilakukan lagi setelah ujung Kerajaan Tengah. Para raja Mesir
selanjutnya menunjukkan kekuatan mereka dengan membangun kuil, yang
mereka tunjukan dengan pahatan dan ukiran monumental.
Hal lain yang menarik di Mesir adalah mumi (mayat yang
diawetkan). Ketika raja meninggal, badannya dimumikan. Segala organ tubuh
bagian dalam dikeluarkan termasuk otak (kecuali hati). Sesudah itu bahan-
bahan kimia dan alami digunakan untuk mengawetkan tubuh kosong fir’aun.
Proses pengawetanmemerlukan waktu 70 hari. Tubuh dibungkus dengan
kain-kain yang berisi jimat sebagai benda kramat yang dapat menghindari
segala peristiwa buruk. Sesudah diupacarai oleh para pendeta Mesir, mumi
ditempatkan dalam satu peti mayat yang biasanya berisi ukiran emas dan
permata. Ini memastikan bahwa badan raja yang utuh berlanjut sebagai
sebuah rumah untuk jiwanya.
Mayat raja dengan khidmat dikebumikan di kamar penguburan, tepat
di pusat piramida. Dinding bagian dalam piramida telah diukir dengan tulisan
suci dan mantra, dan kamar telah dilengkapi dengan harta yang mewah
untuk digunakan oleh raja dialam baka gerobak perang, makanan,
minuman, emas, permata, pakaian. Setelah pemakaman raja, jalan lintasan
pintu masuk ke kamar disegel dengan batu untuk melindunginya dari
61
perampok. Pada masa ini, Mesir sudah mengenal kepercayaan yaitu “ada
kehidupan setelah mati”. Kepercayaan ini dapat diteliti berkat peninggalan
berbentuk batu-batu dan lukisan di dinding piramida yang berisi huruf
hieroglif. Ternyata mereka percaya pada istilah surga sebagai wilayah yang
mirip dengan keadaan tepi sungai Nil, disebut “Ladang-ladang berpapirus
(Fields of Reeds)”, yang segala tanaman tumbuh berlimpah. Dewa Osiris
menjaga pintu masuk surga dan hanya mengizinkan masuk roh-roh yang
sepanjang hidupnya berkelakuan baik. Sebelum roh-roh mendapat izin masuk
surga mereka harus melewati perjalanan dan siksaan yang dahsyat di neraka.
Untuk memungkinkan perjalanan ini dapat dilewati dengan baik, banyak
upacara dan mantra-mantra harus dikumandangkan.
Orang Mesir percaya hidup setelah mati. Awalnya, hanya Fir’aun dan
keluarga dekatnya saja yang dianggap dapat hidup abadi. Tetapi dalam
perkembangan selanjutnya semua orang dapat hidup abadi setelah mati.
Masyarakat Mesir menyembah banyak dewa-dewi (politeisme). Dewa-
dewi Mesir kebanyakan merupakan manifestasi dari alam.
Tetapi terkadang memiliki kepercayaan animisme, dan kadang-kadang
totemisme, yaitu memuja dewa-dewa, roh-roh, dan binatang yang dianggap
suci. Bangsa Mesir Kuno sangat memuliakan matahari yang disebut dewa Ra.
Matahari dipandang dewa yang sangat berkuasa yang menentukan nasib
bangsa Mesir pada masa itu.
62
Dibawah ini adalah gambar dan penjelasan didalam piramida :
Gambar 3. Piramida Khufu
Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Piramida
Penjelasan pada piramida khufu :
a. Jalan masuk
b. Jalanan menurun
c. Ruang bawah tanah
d. Tempat layanan
e. Jalanan naik
f. Kamar ratu
g. Keluar masuknya udara
h. Galeri besar
i. Ruang depan
j. Ruang raja
k. Ruang peletakan mumi
63
1.1 Makam Raja Awal
Makam raja awal yaitu mastaba yang ditemukan di saqqara. Mastaba
adalah awal terbentuknya piramida, piramida mencerminkan rumah sesudah
kematian, replika istana dan menjadi panggung pemujaan bagi raja. piramida
dilengkapi dengan :
a) Tempat pemujaan
b) Patung penjaga (Sphinx)
c) Monumen 20 – 30 m (obelisk)
d) Pintu-pintu palsu (13 diantara 14)
e) Dipenuhi dengan lorong-lorong jebakan yang beracun
f) Dilengkapi tangga dan lorong sebagai simbol menuju langit
dimana Paraoh bergabung dengan Dewa
Piramida yang terkenal pada masa Kerajaan Tua di Giza yaitu :
a) Piramida Khufu (Cheops)
b) Piramida Khafre (Chepren)
c) Piramida Menkure (Mycherinus)
1.2 Makam Raja Pertengahan
Makam yang muncul ke atas tanah mulai dihilangkan. Dikembangkan
makam di tepi tebing sungai nil di atas gunung karang”system hollow out”.
Muka bangunan disebut ”grotto” dengan cara memotong gunung karang
Disusun dalam tiga elemen :
a. Kolom-kolom portiko untuk publik
b. Kapel untuk pemujaan
64
c. Ruang makam
Komplek makam yang terkenal pada makam raja pertengahan adalah
makam Mentuhotep.
1.3 Makam Raja Baru
Makam berupa kuil yang terdiri dari :
a. Denah panjang dengan susunan kolom
b. Terdapat inner court
c. Pencahayaan kurang
d. Ruang-ruang terikat oleh sirkulasi dan struktur linier
e. Kuil yang terkenal ditemukan di thebes yang disebut kuil Theban
f. Kuil sengaja dirancang dengan sistem serial pengalaman melewati
ruang
g. Ruang luar terbuka dan terang
h. Ruang dalam tertutup dan gelap
i. Secara psikologis akses begini sebagai bentuk penjabaran ”ruang
masuk selektif
j. Hanya raja yang layak berd’oa dan berjumpa dengan Tuhan
k. Kuil Thebes disebut kuil seratus pintu yang sekarang dikenal
dengan nama : Karanak dan Luxor
l. Dilengkapi dengan Obelisk : menara yang dipahat dengan tulisan:
Hieroglyph riwayat raja
65
2. Makam Mastaba
Mastaba adalah bangunan yang beratap datar, berbentuk balok dengan
sisi-sisi yang miring. Bangunan ini terbuat dari batuan tanah liat. Mastaba
menandai situs pemakaman banyak tokoh Mesir Kuno terkenal.
Gambar 4. Makam Mastaba
Sumber: Microsoft Encarta 2008.
Kata mastaba berasal dari bahasa Arab untuk menyebut bangku,
karena jika dilihat dari kejauhan mastaba terlihat seperti bangku tanah liat. Di
dalam mastaba, sebuah ruangan yang digali ke dalam tanah dilapisi dengan
batu dan tanah liat. Tubuh jenazah akan diletakkan di dalam ruangan ini. Di
bagian atas, lumpur ditumpukkan pada mastaba untuk menandai makam dan
menghindari pencurian, dibentuk bujur dengan panjang kira-kira empat kali
lebarnya. Walaupun makam ini cukup luas, makam ini terasa sejuk. Hal ini
membuat para pemuka agama awal sedikit terganggu karena mastaba
memungkinkan jenazah membusuk karena air tidak lagi menguap,
66
mencegah pengawetan jenazah. Mastaba adalah tipe kuburan standar pada
masa awal Mesir (Periode Predinastik dan Periode Dinasti Awal Mesir).
Ketika sebuah mastaba dibangun untuk pemakaman Raja Dinasti
Ketiga, Djoser, sang arsitek Imhotep memperluas struktur dasar menjadi
berbentuk bujur sangkar, lalu membangun struktur yang mirip dengan
mastaba, tapi lebih kecil yang berbentuk bujur sangkar di atasnya, dan
kemudian menambahkan struktur bujur sangkar keempat, kelima, dan keenam
di atasnya lagi. Bangunan ini adalah Piramida Bertingkat, kuburan berbentuk
piramida pertama. Karena itu, mastaba adalah cikal bakal dari Piramida yang
terkenal.
D. PROSES MENGAWETKAN JENAZAH
1. Mummifikasi
Mumi adalah sebuah mayat yang diawetkan, dikarenakan
perlindungan dari dekomposisi oleh cara alami atau buatan, sehingga bentuk
awalnya tetap terjaga. Ini dapat dicapai dengan menaruh tubuh tersebut di
tempat yang sangat kering atau sangat dingin, atau ketiadaan oksigen, atau
penggunaan bahan kimiawi. Mumi paling terkenal adalah mumi yang
dibalsam dengan tujuan pengawetan tertentu, terutama dalam Mesir Kuno.
Orang Mesir percaya bahwa badan adalah tempat “Ka” (Sang Ruh) seseorang
yang sangat penting dalam masa setelah hidup.
67
Gambar 5. Proses Mumifikasi
Sumber:http://5besar.blogspot.co.id/2012/11/5-besar-tahapanmumifikasi-
mesir-kuno.html
Mumi sering kita artikan dengan hantu ataupun setan mengerikan
yang seluruh tubuhnya dibalut dengan kain putih, tapi tahukah kalian
bagaimana makhluk yang telah mati tersebut tidak mengeluarkan bau ataupun
badannya menjadi busuk, maka agar tidak mengeluarkan bau dan tidak
membusuk maka seorang mumi harus diawetkan. Penulis akan sedikit
menjelaskan seberapa pintarnya orang Mesir zaman dulu sehingga dapat
membuat mayat yang tidak dapat membusuk.
Menurut sejarah, tradisi mengawetkan orang yang sudah meninggal
itu sudah dilakukan bangsa Mesir Kuno sejak 3000 tahun SM. Pemakaman di
Mesir Kuno tidak dengan cara dikuburkan melainkan hanya dengan
diawetkan, karena didaerah Mesir sulit untuk menggali tanah. Tetapi orang
Mesir Kuno mempercayai bahwa jiwa orang yang telah mati suatu hari akan
68
kembali pada jasadnya sehingga mereka mengawetkan jasad orang yang telah
meninggal dan memberikan mereka perhiasan berupa emas dan yang lain
lain. Tidak heran banyak penjarah makam raja-raja Mesir zaman dulu.
Lalu bagaimana orang Mesir Kuno dapat mengawetkan mayat
sehingga tidak berbau dan tidak dapat hancur jasadnya. Yaitu diolesi dengan
balsem yang digunakan saat mengawetkan mumi tersebut. Konon mereka
menggunakan ramuan berupa kapur yang ternyata didapat dari Kalimantan.
Karena jaman dahulu belum ada negara penghasil kapur sehingga orang
Mesir Kuno rela jauh-jauh datang ke Indonesia tepatnya di Kalimantan hanya
untuk mendapatkan kapur. Ada juga yang menggunakan getah pohon Pinus
Salju. Setelah ditemukan oleh para ilmuan. Serta pengawetan jenazah ini juga
dapat terjadi karena faktor suhu. suhu yang bertempat panas akan lebih
memudahkan mumi terdehidrasi dengan cepat. selain dari beberapa faktor
sebelumnya, ternyata faktor udara juga mempengaruhi. Piramida tempat
menyimpan mumi memiliki kerapatan yang sangat erat, sehingga
memungkinkan tidak adanya udara yang keluar masuk piramida, hal tersebut
membuat mumi dapat awet hingga puluhan abad lamanya. Sama halnya
dengan makanan kaleng yang tempatnya didesain kedap udara.
Kutukan pada jasad yang telah mati merupakan hal yang sangat tidak
mungkin. Banyak orang yang percaya bahwa siapa saja yang berani
membongkar kuburan para raja mesir tersebut akan mendapat kutukan berupa
kematian. Sesungguhnya hal tersebut hanya terjadi karena setiap makhluk
69
hidup yang mati akan mengeluarkan aroma yang tidak sedap bersamaan
dengan lepasnya bermacam-macam virus pada mayat tersebut. Mumi yang
terdapat pada piramida membuat udara didalam piramida berisikan berbagai
virus yang mematikan. Pada zaman dahulu teknologi dalam bidang
kedokteran belum terlalu canggih sehingga membuat orang percaya tahayul
seperti kutukan. Karena hal tersebutlah mayat harus dikubur dalam tanah
sesegera mungkin agar tidak terjadi pencemaran udara dan bau yang tidak
sedap.
Pembuatan mumi merupakan bentuk kegiatan keagamaan bangsa
Mesir. Berdasarkan kepercayaan masyarakat Mesir Kuno, orang yang sudah
meninggal akan dibangkitkan kembali suatu saat nanti untuk menempuh
perjalanan ke dunia yang lain. Untuk itulah mengapa tubuh orang yang
meninggal harus diawetkan. Tidak hanya itu, benda-benda milik jenazah juga
ikut dikuburkan sebagai perbekalan menuju kehidupan setelah mati.
Proses pembuatan mumi memakan waktu paling tidak dua bulan sejak
kematian. Upacara kematian, mulai dari pembuatan mumi sampai
pemakaman dipimpin oleh seorang pendeta Anubis (dewa maut bangsa
Mesir).
Apabila seseorang meninggal dunia, maka jasadnya akan dibawa ke
rumah pendeta Anubis untuk dibersihkan. Jasadnya pun diberi wewangian
dan ramuan tertentu yang dapat menunda pembusukan untuk beberapa waktu.
Setelah itu, dimulailah proses yang mengerikan. Beberapa petugas
rumah duka akan menyayat bagian perut orang yang meninggal itu, lalu
70
mengeluarkan isinya, meliputi usus, hati, lambung, dan sebagainya. Semua isi
perut itu juga diawetkan di dalam guci.
Pada proses selanjutnya, tulang hidung jenazah dihancurkan. Mengapa
harus dihancurkan? Karena bagian dalam kepala, yaitu otak juga harus
dikeluarkan. Caranya, penjepit dimasukkan melalui hidung untuk mengorek
otak dan menariknya keluar. Otak yang sudah dikeluarkan juga diawetkan
dalam guci. Mengapa bagian dalam tubuh harus dikeluarkan? Karena bagian
dalam tubuh akan cepat membusuk jika tidak dikeluarkan. Bila bagian dalam
tubuh membusuk, jasad bagian luar pun ikut membusuk. Oleh karenanya,
tubuh orang yang akan dijadikan mumi harus dikosongkan.
Setelah jasad benar-benar kosong, tubuh dilumuri balsam dan natron
dimasukkan ke bagian dalam jasad, semacam cairan soda untuk
mengeringkan dan mengawetkan bagian dalam tubuh. Setelah diisi bahan
pengawet, jenazah didiamkan beberapa minggu agar bahan pengawet bekerja.
Apabila proses pengawetan berhasil dan jenazah tidak membusuk, barulah
jasad dibalut kain linen yang panjang, lalu dimasukkan ke dalam peti mati.
Peti mati dibuat sesuai dengan bentuk tubuh jenazah yang dimumifikasi.
Wajahnya pun dibuat mirip dengan wajah orang yang akan dimakamkan.
Mumi yang sudah dibalut kain berarti siap untuk dimakamkan. Cara
pemakaman mumi tidak dengan menguburnya di dalam tanah atau melakukan
kremasi, tetapi dengan menyimpannya di dalam piramida. Namun sebelum
dibawa ke tempat peristirahatan terakhirnya, terlebih dahulu dilakukan
upacara pemakaman. Upacara diselenggarakan di kuil Osiris. Dari kuil osiris,
71
mumi dibawa ke dalam piramida bersama benda-benda peninggalannya.
Bahkan, beberapa pemakaman Pharaoh (Fir’aun/raja Mesir) juga
mengikutsertakan pengawal-pengawalnya. Para pengawal pun harus rela
dimakamkan hidup-hidup di dalam piramida agar dapat mengawal raja pada
kehidupan lain.
Adapun cara-cara mengawetkan Mummi :
a. Pengeluaran Otak
Mula-mula, orang Mesir mengeluarkan otak mayat terlebih dahulu.
Saat itu, orang Mesir belum mengetahui betapa pentingnya fungsi otak. Cara
pengeluarannya bermacam-macam. Salah satu caranya adalah membuka
lempengan tengkorak mayat, mengeluarkan otaknya, lalu menutupnya
kembali. Cara ini agak berbahaya karena mereka harus memasang lempengan
tengkorak sesuai tempatnya sebelumnya.
Cara lain yang tak lazim dipakai adalah memakai semacam kawat
dengan ujung mirip kail yang bengkok di ujungnya. Kawat itu dimasukkan ke
dalam hidung dan masuk ke otak menembus langit-langit hidung dan syaraf
penciuman. Bila sudah sampai ke otak, mereka akan menarik ulur kawat itu
maju mundur, seperti orang yang mengaduk adonan. Karena otak itu hancur
akibat gerakan kawat, maka otak itupun akan mengalir ke luar tubuh melalui
lubang hidung. Untuk memudahkan proses pengaliran keluar cairan otak,
mereka membaringkan mayat dalam posisi tengkurap. Untuk mengambil
cairan yang masih tersisa di hidung, mereka menggunakan semacam sendok
untuk mengambil cairan otak.
72
Proses pengeluaran otak biasanya memakan waktu sampai 2 hari. Jika
sudah, maka para embalmers (pembuat mumi) memasukkan kain linen ke
dalam rongga otak mayat melalui lubang yang sudah ada. Mereka juga
memasukkan semacam resin/getah (biasanya damar) ke dalam rongga otak
untuk mencegah rusaknya linen di dalam (Charlotte, 2007:195).
b. Pengeluaran Organ Tubuh
Para embalmers (Orang yang membalsemi mayat) akan membuat
sayatan di tubuh calon mumi, biasanya di daerah perut sebelah kiri. Mereka
kemudian mengeluarkan organ-organ dalam tubuh seperti usus, hati, paru-
paru, dan lambung. Sebabnya adalah karena organ-organ tersebut merupakan
organ-organ yang mudah membusuk. Akan tetapi, mereka tidak
mengeluarkan jantung jenazah. Hal ini karena orang Mesir percaya jantung
merupakan sumber nyawa bagi manusia dan jiwa seseorang masih tinggal di
badannya walaupun ia sudah mati. Karena itu mereka berpikir jantung
penting bagi orang Mesir untuk kehidupan sesudah kematian.
c. Pengawetan
Fase selanjutnya setelah mengeluarkan organ-organ tubuh kecuali
jantung dari tubuh jenazah adalah mengawetkan bagian dalam tubuh. Untuk
melakukannya, mereka akan mencuci/membasuh isi tubuh sang jenazah
dengan cairan natron dan anggur. Natron adalah nama semacam senyawa
campuran garam dan soda yang biasa ditemukan di oasis Natrun, dekat Kairo.
Jika sudah dibasuh, maka tubuh yang sudah dibersihkan dengan natron ini
akan diberi natron padat. Tujuannya adalah agar tubuh jenazah mengering
73
dan siap untuk diawetkan lebih lanjut. Untuk mengawetkan bagian luar tubuh
jenazah, mereka akan menaburinya dengan bubuk natron. Jika tidak ada
natron, maka embalmers akan menggantinya dengan garam (Charlotte, 2007:
197).
Usai pengawetan tahap pertama, embalmers akan mendiamkan
jenazah selama 40 hari di atas semacam meja batu. Tujuannya adalah agar
seluruh cairan dalam tubuh jenazah mengering akibat pengaruh natron.
Terkadang, selama proses ini ada bagian tubuh dari jenazah, semisal jari
tangan, yang terlepas akibat proses pembusukan yang sudah lama sejak
sebelum pengawetan. Bila bagian tubuh tersebut tidak bisa lagi
“dipertahankan”, embalmers akan menggantinya dengan benda-benda lain
semisal kain linen, kayu, atau emas sebagai pengganti bagian tubuh yang
hilang. Yang terpenting, tubuh jenazah yang akan diawetkan harus memiliki
anggota tubuh lengkap.
d. Pemumian/Pembalutan
Setelah melalui fase pengeringan, tubuh jenazah tidak langsung
dibalut. Tubuh jenazah akan dibersihkan lagi dan melalui lubang sayatan tadi,
tubuh jenazah akan diisi dengan lebih banyak natron, kain linen, rempah-
rempah, dan lain sebagainya. Jika sudah, perut jenazah kemudian akan dijahit
kembali agar tertutup. Tubuh mumi selanjutnya akan dibaluri dengan getah
damar dan minyak wangi. Setelah itu, barulah tubuh mumi dibalut dengan
kain linen yang amat panjang. Jimat-jimat pelindung juga disisipi ke dalam
74
balutan-balutan tersebut. Embalmers juga membuatkan semacam mahkota
dan topeng yang mirip dengan wajah jenazah semasa masih hidup untuk
mumi.
Setelah itu, tubuh jenazah dilumuri garam Natron untuk proses
pengeringan selama 40 hari. Rongga perut yang sudah kosong, diisi kapas
atau kain. Dan, selanjutnya jenazah dilumuri lagi dengan “The Seven Secret
Oil” serta cairan khusus, wewangian Lotus, resin, dan lain-lain sampai sekitar
70 hari. Setelah selesai, jenazah dibalut dengan kain kafan, dengan posisi
tangan menyilang didepan dada, juga diselipkan berbagai jimat untuk
melindunginya selama perjalanan menuju alam keabadian. Setelah itu, tubuh
jenazah dilumuri garam Natron untuk proses pengeringan selama 40 hari.
Rongga perut yang sudah kosong, diisi kapas atau kain. Dan, selanjutnya
jenazah dilumuri lagi dengan “The Seven Secret Oil” serta cairan khusus,
wewangian Lotus, resin, dan lain-lain sampai sekitar 70 hari. Setelah selesai,
jenazah dibalut dengan kain kafan, dengan posisi tangan menyilang didepan
dada. Juga diselipkan berbagai jimat untuk melindunginya selama perjalanan
menuju alam keabadian.
Terakhir, wajah sang mumi ditutupi dengan topeng yang dibuat persis
dengan wajah aslinya. Agar, ’Ka’, (sang ruh) mengenalinya kembali saat
memasuki jasadnya. Seperti Fir’aun Tutankhamun, topengnya terbuat dari
emas yang bertahtakan batu mulia. Kemudian jenazah dimasukkan ke dalam
peti mati belapis-lapis agar tidak terganggu oleh binatang di dalam tanah, atau
pun manusia yang bermaksud jahat. Di sepanjang dinding makamnya,
75
dipahatkan sejumlah gambar untuk memandu orang yang mati itu agar tidak
’tersesat’ menuju alam keabadian, dalam bentuk Kitab Kematian.
Topeng ini dibuat dari semacam bahan yang disebut papier marche,
namun ada juga yang terbuat dari lempengan emas murni, seperti topeng
Fir’aun Tutankhamun.
2. Proses Pembalseman
Proses pengawetan mayat atau bangkai dengan zat-zat seperti minyak
yang wangi untuk mencegah pembusukan. Seni pembalsaman ini telah
dipraktekkan oleh orang Mesir pada masa yang sangat awal, walaupun
mungkin bukan mereka yang memulainya. Mayat atau bangkai yang telah
diawetkan dengan metode pembalsaman Mesir kuno atau metode lainnya
disebut mumi. Pembalsaman manusia tidak hanya dipraktekkan oleh orang
Mesir tetapi juga oleh bangsa-bangsa kuno seperti Asiria, Persia, dan Skit.
Pengolesan mayat dengan Balsem digunakan agar Mayat tidak cepat
membusuk dan mengeluarkan bau. Pengolesan balsam pada mayat dilakukan
sebelum mayat ataupun mumi dimasukakan kedalam peti. Kegunaan balsam
itu sendiri untuk mengawetkan mayat hingga beratus-ratus bahkan beribu-
ribu tahaun lamanya. Selain dengan balsem agar tetap awet hingga beribu-
ribu tahun, Mumi diletakan pada tempat yang terhindar dari udara atau kedap
udara.
76
3. Peletakan Mayat Kedalam Peti
a. Pemetian dan penguburan
Mumi yang sudah jadi akan dimasukkan ke dalam peti mati.
Terkadang, peti yang dipakai bisa sampai beberapa buah dengan ukuran
berbeda-beda untuk satu mumi, sehingga mumi seolah-olah seperti masuk
dalam peti yang berlapis-lapis. Peti ini biasa terbuat dari batu. Mumi yang
sudah dimasukkan ke dalam peti kemudian dimasukkan ke dalam sarkofagus,
yaitu semacam peti mati khusus yang dihiasi ukiran-ukiran dan seingkali
terbuat dari emas murni. Proses pembuatan mumi seperti ini hanya bisa
dilakukan oleh raja-raja, bangsawan, atau orang kaya. Untuk orang biasa,
proses pembuatan mumi sama seperti di atas, namun mereka tidak
mengeluarkan isi perut mereka dan tanpa memakai rempah-rempah atau
minyak wangi yang mahal. Mumi orang biasa juga tidak dimasukkan ke
dalam sarkofagus atau peti yang banyak, namun hanya dengan peti kayu
sederhana (Charlotte, 2007:193).
b. Peletakan ke dalam Piramida
Pada raja-raja, sarkofagus ini selanjutnya akan dikuburkan ke dalam
piramida. Dalam ruangan tempat menyimpan sarkofagus juga dilengkapi
dengan perhiasan atau benda-benda berharga yang amat mahal semisal emas,
karena mereka percaya jiwa orang mati tetap berada di dalam mumi dan
mereka akan senang bila ada benda-benda kesenangan mereka di dekatnya.
Karena itulah, ada banyak pemburu harta karun yang mengincar harta mumi
ini (rata-rata para pemburu harta ini justru adalah orang yang ikut terlibat
77
dalam pembuatan mumi dan piramida karena didalam piramida itu dilengkapi
labirin yang rumit dan tidak sembarangan orang bisa masuk dan keluar
dengan selamat tanpa terjebak).
Pada orang biasa, peti berisi mumi hanya dikuburkan begitu saja
seperti prosesi penguburan biasa dan pada orang-orang kaya/bangsawan, peti
berisi mumi itu akan dikuburkan secara biasa, namun di atas kuburannya
diberi semacam kubah besar. Sebelum pembuatan mumi dikenal, orang Mesir
hanya menguburkan jenazah begitu saja ke dalam lubang di gurun. Kondisi
gurun di Mesir yang amat panas dan kering menyebabkan terjadinya proses
pengawetan secara alamiah.
Sedikit tambahan, para ahli percaya bahwa bentuk geometris piramida
berupa limas yang mengerucut di atasnya memiliki kemampuan untuk
mengumpulkan semacam gelombang-gelombang elektromagnetik yang
membantu proses pengawetan benda-benda organik di alamnya dan menjaga
kestabilan metabolisme makhluk hidup. Seorang ahli konon pernah mencoba
menaruh daging ke dalam miniatur piramida dan setelah beberapa hari,
daging tersebut tidak membusuk. Hal lain seputar piramida yang masih
menjadi misteri adalah pada Piramida Giza, piramida terbesar di dunia, setiap
sudut di pondasi piramida menghadap ke 4 penjuru mata angin yang berbeda
secara tepat alias tanpa melenceng.
Peletakan mayat ke dalam peti dilihat juga dari siapa status si mayat
apakah seorang raja ataukah seorang bangsawan atau rakyat biasa, apabila
yang meninggal seorang raja maka dimasukan ke dalam piramida, apabila
78
seorang bangsawan maka diletakan ke mastaba dan apabila rakyat biasa maka
diletakan dimakam tebing. Yang mana telah dijelaskan penulis diatas.
Menurut para ahli, total waktu pembuatan mumi pada raja-raja atau
orang-orang elit memakan waktu 70 hari, yaitu 40 hari untuk pengeringan
tubuh mumi dan 30 hari untuk membungkusnya. Begitulah tata cara atau
proses pemakaman di mesir kuno, butuh waktu yang cukup lama dalam
proses mengawetkan dan memumikan jenazah (Assmann, 2002:230).