BAB II PEMBAHASAN A. Model Pembelajran Cooperative ...etheses.iainkediri.ac.id/1579/3/932108415_BAB...
Transcript of BAB II PEMBAHASAN A. Model Pembelajran Cooperative ...etheses.iainkediri.ac.id/1579/3/932108415_BAB...
13
BAB II
PEMBAHASAN
A. Model Pembelajran Cooperative Tipe Jigsaw
1. Pengertian Implementasi
Implementasi adalah suatu tindakan atau pelaksanaan dari sebuah
rencana yang sudah disusun secara matang dan terperinci. Implementasi
biasanya dilakukan setelah perencanaan sudah dianggap sempurna. Menurut
Nurdin Usman, implementasi adalah bermuara pada aktivitas,aksi,tindakan
atau adanya mekanisme suatu sistem, implementasi bukan sekedar aktivitas,
tapi suatu kegiatan yang terencana dan untuk mencapai tujuan kegiatan.1
Guntur Setiawan berpendapat, implementasi adalah perluasan aktivitas yang
saling menyesuaikan proses interaksi antara tujuan dan tindakan untuk
mencapainya serta memerlukan jaringan pelaksana, birokrasi yang efektif.
Dari pengertian-pengertian diatas memperlihatkan bahwa kata
implementasi bermuara pada mekanisme suatu sistem. Berdasarkan pendapat
para ahli diatas maka dapat disimpulkan implementasi adalah suatu kegiatan
yang terencana, bukan hanya suatu aktifitas dan dilakukan secara sungguh-
1Nurdin Usman,Konteks Implementasi Berbasis Kurikulum, (Grasindo,Jakarta,2002),hal70.
14
sungguh berdasarkan acuan norma-norma tertentu untuk mencapai tujuan
kegiatan.2
2. Pengertian Metode Jigsaw
Istilah metode berasal dari bahasa Yunani "Metodos". Kata ini terdiri
dari dua suku kata yaitu "Metha" yang berarti melalui atau melewati dan
"hodos" jalan atau cara. Jadi metode adalah suatu jalan yang dilalui untuk
mencapai suatu tujuan. Pengertian Kata jigsaw berasal dari bahasa Inggris
yang berarti “gergaji atau memotong”. Dalam metode pembelajaran teknik
jigsaw termasuk dalam jenis metode pembelajaran kooperatif.
Metode jigsaw adalah teknik pembelajaran kooperatif di mana siswa,
bukan guru, yang memiliki tanggung jawab lebih besar dalam melaksanakan
pembelajaran.Jigsaw adalah teknik pembelajaran aktif yang biasa digunakan
karena teknik ini mempertahankan tingkat tanggung jawab pribadi yang
tinggi. Tujuan dari jigsaw ini adalah mengembangkan kerja tim, ketrampilan
belajar kooperatif, dan menguasai pengetahuan secara mendalam yang tidak
mungkin diperoleh apabila mereka mencoba untuk mempelajari semua materi
sendirian.
Pengertian jigsaw learning adalah sebuah teknik yang dipakai secara
luas yang memiliki kesamaan dengan teknis "pertukaran dari kelompok ke
kolompok lain." (group to group exchange) dengan suatu perbedaan penting:
setiap peserta didik mengajarkan sesuatu. Sedangkan menurut Arends model
2Guntur Setiawan,Impelemtasi dalam Birokrasi Pembangunan, (Balai Pustaka,Jakarta,2004),
hal39.
15
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw merupakan model pembelajaran
kooperatif, dengan siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-6
orang secara heterogen dan bekerjasama saling ketergantungan yang positif
dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus
dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada kelompok yang lain.
3. Model Pembelajaran Cooperative Tipe Jigsaw
Pembelajaran kooperative (cooperative learning) merupakan bentuk
pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-
kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai
enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen.3
Arti Jigsaw dalam bahasa Inggris adalah gergaji ukir dan ada juga
yang menyebutnya dengan istilah puzzle yaitu sebuah teka-teki menyusun
potongan gambar. Pembelajaran kooperatif model Jigsaw ini mengambil pola
cara bekerja sebuah gergaji (zigzag), yaitu siswa melakukan suatu kegiatan
belajara dengan cara bekerja sama dengan siswa lain untuk mencapai tujuan
bersama. Pada dasarnya, dalam model ini guru membagi satuan informasi
yang besar menjadi komponen-komponen lebih kecil. Selanjutnya guru
membagi siswa ke dalam kelompok belajar kooperatif yang terdiri dari empat
orang siswa sehingga setiap anggota bertanggung jawab terhadap penguasaan
setiap komponen atau subtopik yang ditugaskan guru dengan sebaik-baiknya.4
3Rusman, Model-Model Pembelajran Mengembangkan Profesionalisme Guru, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2011), h.202. 4Ibid.h. 217.
16
Model jigsaw pertama kali dikembangkan oleh Aronson (1975).
Model ini dapat diterapkan untuk materi-materi yang berhubungan dengan
ketrampilan membaca, menulis, mendengarkan, ataupun berbicara. Dalam
jigsaw guru harus bisa memahami kemampuan dan pengalaman peserta
didiknya dan membantu siswa untuk mengaktifkan skema ini agar materi
pelajaran menjadi lebih bermakna dan tersampaikan dengan baik dan sesuai
tujuan. Dan guru juga memberi banyak kesempatan pada siswa untuk
mengolah informasi dan meningkatkan berkomunikasi.5
Model pembelajaran cooperative tipe jigsawadalah sebuah model
belajar yang menitik beratkan kepada kerja kelompok siswa dalam bentuk
kelompok kecil. Seperti yang diungkapkan oleh Lie, bahwa pembelajaran
cooperative tipe jigsawini merupakan model belajar cooperative dengan cara
siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari empat sampai enam
orang secara heterogen dan siswa bekerja sama saling ketergantungan positif
bertanggung jawab secara mandiri”.6
Dalam model cooperative tipe jigsaw ini siswa memiliki banyak
kesempatan untuk mengemukakakn pendapatnya dan mengolah informasi
yang di dapat dan dapat meningkatkan ketrampilan berkomunikasi, anggota
kelompok bertanggung jawab terhadap keberhasilan kelompoknya dan
ketuntasan bagian materi yang dipelajari dan di diskusikan. Dan kemudian
dapat menyampaikan informasinya kepada kelompok lain.
5Miftahul Huda, Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran, (Yogyakarta: Pustaka Belajar,
2014), h.120 6Rusman, Manajemen Kurikulum, (Jakarta: Rajawali Press, 2012), h. 203.
17
Jadi, pembelajaran model jigsaw ini merupakan pembelajaran yang
menekankan kepada kelompok, dimana dalam satu kelompok terdiri dari
beberapa siswa yaitu dari 4 sampai 6 orang siswa dalam setiap kelompok.
Setiap kelompok harus bertanggung jawab terhadap kelompoknya masing-
masing, dan setiap siswa dalam kelompok tersebut harus menguasai materi
atau subtopik yang diberikan oleh guru kepada masing-masing kelompok.
Disini guru berperan sebagai fasilitator, guru memberikan motivasi atau
dorongan kepada anggota kelompok agar mudah untuk memahami materi
yang diberikan, guna untuk memudahkan anggota kelompok untuk
menyampaikan materi tersebut kepada kelompok lainya.
4. Tujuan Model Pembelajran Cooperative Tipe Jigsaw
Tujuan dari cooperative tipe jigsawadalah untuk mengembangkan
kerja tim, ketrampilan belajar cooperative, dan menguasai pengetahuan secara
mendalam yang tidak mungkin diperoleh apabila mereka mencoba
mempelajari materi secara individu. Dalam model pembelajaran jigsaw ini
tim juga harus bertanggung jawab atas keberhasilan kelompoknya dan
ketuntasan terhadap materi atau subtopik yang mereka pelajari. Dan tidak
hanya itu saja. Dalam pembelajaran ini juga di tuntut untuk bisa
menyampaikan materi kepada kelompok lainya.
Siswa siswi ini bekerja sama untuk menyelesaikan tugas
kooperatifnya dalam: (a) belajar dan menjadi ahli dalam subtopik bagianya,
(b) merencanakan bagaimana mengajarkan subtopik bagianya kepada anggota
kelompoknya semula. Setelah itu siswa tersebut kembali lagi ke kelompok
18
masing-masing sebagai “ahli” dalam subtopiknya dan mengajarkan informasi
penting dalam subtopik tersebut kepada temanya. Ahli dalam subtopik lainya
juga bertindak serupa sehingga seluruh siswa bertanggung jawab untuk
menunjukkan penguasaanya terhadap seluruh materi yang ditugaskan oleh
guru. Dengan demikian, setiap siswa dalam kelompok harus menguasai topik
secara keseluruhan.
B. Langkah-langkah Model Pembelajaran Cooperative Tipe Jigsaw
Pada dasarnya, dalam pelaksanaan model pembelajaran jigsaw guru
memberikan beberapa informasi tentang pembelajaran model jigsaw ini.
Kemudian guru membagikan siswa kedalam kelompok belajar tipe jigsaw yang
terdiri dari empat atau enam orang siswa dalam satu kelompok. Setiap anggota
kelompok harus menguasai sub topik yang diberikan oleh guru. Langkah-langkah
pembelajarannya sebagai berikut:
a) Siswa dikelompokkan ke dalam 4 anggota tim.
b) Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang berbeda.
c) Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang ditugaskan.
d) Anggota dari tim yang berbeda yang telah mempelajari bagian atau
sub bab yang sama bertemu dalam kelompok baru (kelompok ahli)
untuk mendiskusikan sub bab mereka.
e) Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli, tiap anggota kembali ke
kelompok asal dan bergantian mengajar teman satu tim mereka
19
tentang sub bab yang mereka kuasai dan tiap anggota lainya
mendengarkan dengan sungguh-sungguh.
f) Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi.
g) Guru memberi evaluasi.
h) Penutup.7
Adapun variasi-variasi pada model jigsaw ini antara lain:
a) Memberikan tugas baru, seperti menjawab pertanyaan kelompok
tergantung akumulasi pengetahuan anggota kelompok jigsaw
b) Berikan tanggung jawab kepada peserta didik yang lain guna
mempelajari kecakapan daripada informasi kognitif. Mintalah peserta
didik mengajari peserta lain kecakapan yang telah mereka pelajari.8
C. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajran Cooperative Tipe
Jigsaw
Pembelajaran Model Jigsaw ini memiliki beberapa kelebihan dan juga
kekurangan.Kelebihan model pembelajaran cooperative tipe jigsaw antara lain:
1. Mendorong siswa untuk lebih aktif dikelas, kreatif dalam berfikir serta
bertanggung jawab terhadap proses belajar yang dilakukanya.
2. Dapat dipelajari siswa lain dalam bentuk kelompok yang dibentuk oleh
guru
7Kokom Komalasari, Pemebelajaran Konstekstual, (Bandung: Refika Aditama), hlm. 62.
8 Mel Silberman, Active Learning, (Yogyakarta: Pustaka Insan Mandiri, 2007), hlm. 170.
20
3. Diskusi tidak hanya dilakukan oleh siswa tertentu saja, akan tetapi
semua siswa dituntut untuk aktif dalam diskusi tersebut.
Kekurangan model pembelajaran cooperative tipe jigsaw:
1. Bagi guru model ini memerlukan kemampuan lebih karena setiap
kelompok membutuhkan penanganan yang berbeda.
2. Keadaan kondisi kellas yang ramai, sehingga membuat siswa bingung
dan kurang bisa fokus dalam melakukan pembelajaran dikelas.
3. Jika guru tidak meningkatkan ketrampilan-ketrampilan kooperatif
siswa, maka dikhawatirkan kelompok akan macet dalam diskusinya.
4. Kemungkinan siswa yang lemah atau kurang pandai lebih
menggantungkan kepada siswa yang lebih pandai.
5. Jika jumlah kelompok kurang akan menimbulkan masalah dengan
kelompok lain, seperti adanya iri karena dikelompoknya tidak ada yang
pandai menurutnya.
6. Membutuhkan waktu yang lebih lama apalagi bila ada penataan ruang
belum terkondisi dengan baik, sehingga perlu waktu merubah posisi
yang dapat juga menimbulkan gaduh serta butuh waktu dan persiapan
yang matang sebelum model pembelajaran ini bisa berjalan dengan
baik.9
9http://Pembelajaran-Model-Jigsaw.html. Diakses pada tanggal 28 November 2015
21
D. Tinjauan tentang Pembelajaran Pendidikan Agama Islam dengan
Menggunakan Metode Jigsaw
1. Pendidikan Agama Islam
a. Definisi
Pendidikan Agama Islam merupakan salah satu mata pelajaran
penting dalam membentuk karakter atau ranah afektif pada diri peserta
didik.Adapun ruang lingkup dari pelajaran Agama Islam mencakup aspek
Fiqih, Akhidah Akhlak, Sejarah Islam dan Al-Qur’an Hadist.10
Dalam literatur kependidikan Islam, istilah pendidikan biasanya
mengandung pengertian ta‟lim, tarbiyah, tadris, ta'dib, tazhiyah dan
tilawah.Kata ta‟lim berasal dari kata dasar „ilm yang berarti menangkap
hakikat sesuatu.Dalam setiap 'ilm terkandung dimensi teoretis dan dimensi
amaliah.Ini mengandung makna bahwa aktivitas pendidikan berusaha
mengajarkan ilmu pengetahuan baik dimensi teoretis maupun praktisnya,
atau ilmu dan pengamalannya. Allah mengutus rosul-Nya antara lain agar
beliau mengajarkan (ta‟lim) kandungan al-Kitab dan al-Hikmah, yakni
kebijakan dan kemahiran melaksanakan hal yang mendatangkan manfaat
dan menampik madharat. Ini mengandung makna bahwa aktivitas
pendidikan berusaha mengajarkan kandungan ilmu pengetahuan.
Kata "tarbiyah" berarti pendidikan.Kata-kata yang bersumber dari
akar kata ini memiliki arti yang berbeda-beda, tetapi pada akhirnya arti-arti
itu mengacu kepada arti pengembangan, peningkatan, ketinggian, kelebihan
10
Zaky Mubarok, Akidah Islam, (Jogjakarta: UII Press, 2001), hlm.30.
22
dan perbaikan.Kata tadris berasal dari akar kata "darasa-yadrusu-darsan wa
durusan wa dirasatan", yang berarti: terhapus, hilang bekasnya, menghapus,
menjadikan usang, melatih, mempelajari. Dilihat dari pengertian ini, maka
aktivitas pendidikan merupakan upaya pencerdasan peserta didik,
menghilangkan ketidaktahuan atau memberantas kebodohan mereka, serta
melatih keterampilan mereka sesuai dengan bakat, minat, dan
kemampuannya. Pengetahuan
Kata ta'dib berasal dari kata adab, yang berarti moral, etika, dan
adab atau kemajuan (kecerdasan, kebudayaan) lahir dan batin. Kata
peradaban (Indonesia) juga berasal dari kata dasar adab, sehingga aktivitas
pendidikan merupakan upaya membangun peradaban atau perilaku beradab
(civilization) yang berkualitas di masa depan.
Kata tazkiyah berasal dari kata zaka', yang berarti tumbuh atau
berkembang, atau dari kata zakah yang berarti kesucian, kebersihan. Dari
sini dapat dipahami bahwa tazkiyah berarti menumbuhkan atau
mengembangkan diri peserta didik atau satuan sosial, sehingga ia menjadi
suci dan bersih sesuai dengan fitrahnya.
Kata tilawah berarti mengikuti, membaca atau meninggalkan.Dalam
konteks ini, pendidikan merupakan upaya meninggalkan atau mewariskan
nilai-nilai Ilahi dan insani agar diikuti dan dilestarikan oleh peserta didik
atau generasi berikutnya.
Dari pemahaman istilah pendidikan tersebut, maka fungsi
pendidikan Islam adalah sebagai berikut:
23
1) Mengembangkan pengetahuan teoritis, praktis dan fungsional
bagi peserta didik;
2) Menumbuhkembangkan kreativitas, potensi-potensi atau fitrah
peserta didik;
3) Meningkatkan kualitas akhlak dan kepribadian, atau menumbuh
kembangkan nilai-nilai insani dan nilai ilahi;
4) Menyiapkan tenaga kerja yang produktif;
5) Membangun peradaban yang berkualitas (sesuai dengan nilai-
nilai islam) di masa depan;
6) Mewariskan nilai-nilai Ilahi dan nilai-nilai insani kepada peserta
didik.
b. TujuanPendidikan Agama Islam di sekolah
Pendidikan agama memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda
dengan mata pelajaran lainnya.Pendidikan Agama Islam misalnya, memiliki
karakteristik sebagai berikut.
1) Pendidikan Agama Islam berusaha untuk menjaga akidah peserta
didik agar tetap kokoh dalam situasi dan kondisi apa pun;
2) Pendidikan Agama Islam berusaha menjaga dan memelihara
ajaran dan nilai-nilai yang tertuang dan terkandung dalam
Alquran dan Hadis serta otentisitas keduanya sebagai sumber
utama ajaran Islam;
24
3) Pendidikan Agama Islam menonjolkan kesatuan iman, ilmu dan
amal dalam kehidupan keseharian;
4) Pendidikan Agama Islam berusaha membentuk dan
mengembangkan kesalehan individu dan sekaligus kesalehan
sosial.11
2. Pengertian Budi Pekerti
Secara etimologi, budi pekerti berasal dari dua kata budi dan
pekerti.Secara harfiah budi pekerti dimaknai dengan ucapan dan perbuatan
yang sesuai dengan nilai-nilai, norma-norma baik dari ajaran agama maupun
adat istiadat yang berlaku di suatu tempat dan komunitas tertentu.Ada juga
yang memaknai budi pekerti adalah tingkah laku, perangai akhlakataupun
watak.12
Sikap dan tingkah laku sesorang tercermin dalam kegiatan hidup
kesehariannya seperti tampak dalam hubungan dengan Tuhan, hubungan
dengan diri sendiri, hubungan dengan keluarga, hubungan dengan masyarakat,
hubungan dengan alam sekitar.
Secara terminologi sebagaimana diungkapkan oleh Imam al-Ghazali
bahwa akhlak adalah prilaku jiwa yang dapat dengan mudah melahirkan
perbuatan-perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.Apabila
prilaku tersebut mengeluarkan perbuatan-perbuatan baik dan terpuji, baik
11
Su’dadah, “Kedudukan Dan Tujuan Pendidikan Islam Di Sekolah,” Jurnal Kependidikan II, no.
2 (2014): 143–62, https://media.neliti.com/media/publications/104015-ID-kedudukan-dan-
tujuan-pendidikan-agama-is.pdf. 12
Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Edisi Ketiga,
Balai Pustaka, Jakarta, 2007), hlm. 170.
25
menurut akal maupun menurut syariat, prilaku tersebut dinamakan akhlak yang
baik.Namun bila perbuatan itu jelek, maka prilaku tersebut dinamakan akhlak
yang jelek. Jadi pada hakikatnya khuluq (budi pekerti) atau akhlak ialah suatu
kondisi atau sifat yang telah meresap dalam jiwa dan menjadi kepribadian.
Berdasarkan dari sisi ini timbullah berbagai macam perbutan dengan cara
spontan tanpa dibuat-buat dan tanpa memerlukan pikiran.
Dalam Ensiklopedi Pendidikan dikatakan bahwa akhlak ialah budi
pekerti, watak, kesusilaan (kesadaran etik dan moral), yaitu kelakuan baik yang
merupakan akibat dari sikap jiwa yang benar terhadap sesama manusia.Akhlak
dapat juga diartikan sebagai ilmu tata krama, yaitu ilmu yang berusaha
mengenal tingkah laku manusia, kemudian memberi nilai kepada perbuatan
baik atau buruk sesuai dengan norma-norma dan tata susila.13
E. Prestasi Belajar
1. Pengertian Prestasi
Prestasi berasal dari dua kata yaitu prestasi dan belajar. Prestasi belajar
digunakan untuk menunjukkan hasil yang optimal dari suatu aktivitas belajar
sehingga artinya pun tidak dapat dipisahkan dari pengertian belajar.prestasi
berasal dari hasil evaluasi suatu rangkaian proses pembelajaran. Prestasi belajar
disebut juga hasil belajar. Menurut Tohirin, “Prestasi adalah hasil yang telah
dicapai siswa setelah melakukan proses pembelajaran”.
13
Imam al-Ghazali, Ihya „Ulum al-Din, Juz.II, (Muassasah al-Halaby, Kairo, 1967), hlm. 68.
26
Sedangkan menurut Nana Sudjana menyatakan, “prestasi belajar adalah
proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang telah dicapai siswa
dengan kriteria tertentu.” Hasil belajar siswa hakikatnya adalah perubahan
tingkah laku yang mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomotorik.
Prestasi belajar menurut purwanto dalam bukunya Evaluasi Hasil
Belajar, ”Prestasi belajar adalah perubahan perilaku siswa akibat belajar”.
Perubahan perilaku ini disebabkan karena seorang siswa telah menguasai
sejumlah bahan yang diberikan dalam proses belajar mengajar. Pencapaian
prestasi belajar didasarkan atas tujuan pengajaran yang telah dicapai. Hasil
tersebut dapat berupa perubahan dalam aspek kognitif, afektif dan
psikomotorik.
Sedangkan Mohammad Thobroni mendefinisikan, “hasil belajar adalah
perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi
kemanusiaan saja”.Prestasi belajar adalah istilah yang menunjukkan suatu
derajat keberhasilan seseorang dalam proses belajar untuk mencapai tujuan
belajar. Tinggi rendahnya prestasi yang dicapai seseorang dalam belajar
dipengaruhi oleh beberapa faktor, dimana faktor-faktor tersebut saling
berhubungan satu dengan lainya. Prestasi belajar yang dicapai seorang individu
merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor yang mempengaruhinya baik
dari dalam diri (faktor internal) maupun dari luar diri (faktor eksternal)
individu.
Sedangkan pengertian belajar telah dikemukakan diatas bahwa belajar
adalah perubahan tingkah laku akibat pengalaman. Pengertian belajar menurut
27
Mustaqim, “belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif tetap yang
terjadi karena latihan atau pengalaman”. Artinya belajar adalah aktivitas yang
menghasilkan perubahan yang meliputi perubahan ketrampilan jasmani,
perseptual, ingatan, berpikir, sikap, dan fungsi jiwa lainya secara konstan atau
tetap.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah hasil yang
telah dicapai oleh siswa setelah melakukan proses belajar yang mencakup tiga
aspek, aspek kognitif, afektif dan psikomotorik yang mana dalam pencapaianya
dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Prestasi belajar siswa
dalam suatu pembelajaran dapat ditunjukkan dengan penilaian raport.
Winkel berpendapat bahwa prestasi belajar merupakan salah satu bukti
yang menunjukkan kemampuan atau keberhasilan seseorang seseorang yang
melakukan proses belajar sesuatu dengan bobot atau nilai yang berhasil
diraihnya.
Prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau ketrampilan yang
dikembangkan oleh mata pelajaran yang lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes
atau angka nilai yang diberikan oleh guru.Dengan demikian, prestasi belajar
adalah hasil yang dicapai seseorang ketika mengerjakan tugas atau kegiatan
tertentu yang ditunjukkan dengan angka nilai.14
Sedangkan menurut Robert M
Gagne belajar adalah proses yang kompleks dan hasil belajar berupa
kapabilitas, timbulnya kapabilitas berasal dari lingkungan dan proses kognitif
14
Sofyani Hasan Rusydi, “Hubungan Antara Manajemen Waktu Dengan Prestasi Belajar Pada
Mahasiswa,” Naskah Publikasi, 2008, 1–14.
28
yang dilakukan oleh pelajar. 15
Jadi prestasi belajar adalah suatu hasil yang
dicapai oleh siswa setelah melakukan kegiatan atau aktivitas tertentu dan dalam
waktu tertentu dan mecakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Muhibbin Syah dalam bukunya Psikologi Pendidikan dengan
Pendekatan Baru, beliau mengemukakan faktor-faaktor yang mempengaruhi
prestasi belajar sebagaai berikut:
a. Faktor internal (faktor dari dalaam siswa), yaitu keadaan/kondisi
jasmani dan rohani siswa
b. Faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yaitu kondisi lingkungan di
sekitar siswa tinggal
c. Faktor pendekatan belajar (approach to learning), yaitu jenis upaya
belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa
untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran.
Sedangkan menurut Slameto, faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi
belajar:
a. Faktor internal
Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri
siswa yang dapat mempengaruhi prestasi belajar. Faktor ini dibedakan
menjadi dua, yaitu :
1) Faktor fisiologis, meliputi:
a. Kesehatan badan. Keadaan fisik yang lemah dapat menjadi
penghalang bagi siswa dalam menyelesaikan program studinya.
15
Isriani Hardini, dkk, Strategi Pembelajaran Terpadu (Teori, Konsep dan Implementasi)
(Yogyakarta: Familia, 2012), 3.
29
b. Pancaindera. Berfungsinya pancaindera merupakan syarat
berlangsungnya belajar dengan baik.
2) Faktor psikologis, antara lain:
a. Intelligensi Taraf inteligensi ini sangat mempengaruhi prestasi
belajar seorang siswa, di mana siswa yang memiliki taraf
inteligensi tinggi mempunyai peluang lebih besar untuk
mencapai prestasi belajar yang lebih tinggi, namun hal ini
tidaklah menjadi jaminan.
b. Sikap
Sikap yang pasif, rendah diri dan kurang percaya diri dapat
merupakan faktor yang menghambat prestasi belajar.
c. Motivasi Motivasi belajar merupakan faktor psikis yang bersifat
non
intelektual. Siswa yang termotivasi kuat akan mempunyai
banyak energi untuk melakukan kegiatan belajar.16
b. Faktor Eksternal
Faktor yang bersumber dari luar diri individu yang bersangkutan.
Faktor ini sering disebut dengan faktor ekstrinsik yang meliputi segala
sesuatu yang berasal dari luar diri individu yang dapat mempengaruhi
prestasi belajarnya baik itu di lingkungan sosial maupun lingkungan lain.
16
Asna Andriani, “Kecerdasan Emosional ( Emotional Quotient ) Dalam Peningkatan Prestasi
Belajar,” Edukasi, Volume 0 2 (n.d.): 4 59-472.
30
1. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan dapat dikelompokkan menjadi dua
kelompok, yaitu:
a) Lingkungan Alami
Lingkungan alami seperti keadaan suhu, kelembaban
udara berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar. Belajar pada
keadaan udara yang segar akan lebih baik hasilnya daripada
belajar pada suhu udara yang lebih panas dan pengap.
b) Lingkungan Sosial
Lingkungan sosial, baik yang berwujud manusia dan
representasinya (wakilnya),walaupun yang berwujud hal yang lain
langsung berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar.
Seseorang yang sedang belajar memecahkan soal akan terganggu
bila ada orang lain yang mondar-mandir di dekatnya atau keluar
masuk kamar. Representasi manusia misalnya memotret, tulisan,
dan rekaman suara juga berpengaruh terhadap hasil belajar.
2. Faktor Instrumental
Faktor-faktor instrumental adalah yang penggunaannya
dirancang sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan.Faktor-faktor
ini diharapkan dapat berfungsi sebagai sarana untuk tercapainya
tujuan yang telah dirancang. Faktor-faktor ini dapat berupa :
a. Perangkat keras /hard ware misalnya gedung, perlengkapan
belajar, alat-alat praktikum, dan sebagainya.
31
b. Perangkat lunak /soft ware seperti kurikulum, program, dan
pedoman belajar lainnya.17
17
Hasmiah Mustamin and Sri Sulasteri, “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar M;
Pendidikan Matematika Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan”.Eksos, 1 (2010), 151–77.