Majalah BellaDonna The Wedding - Didi Budiarjo "The Imaginarium"
BAB II PEMBAHASAN A. Dimensi Teoritik dan Normatif Fungsi...
Transcript of BAB II PEMBAHASAN A. Dimensi Teoritik dan Normatif Fungsi...
BAB II
PEMBAHASAN
A. Dimensi Teoritik dan Normatif Fungsi DPRD
Uraian pada bab ini berkenaan dengan dua hal pokok yaitu pertama, dimensi teoritik dan
normatif tentang fungsi lembaga perwakilan rakyat daerah DPRD. Kedua, pelaksanaan fungsi
DPRD Kabupaten Sumba Barat Periode 2009 – 2014 serta analisisnya.
1. Fungsi DPRD
DPRD sebagai salah satu unsur penyelenggara pemerintahan daerah memiliki peranan
yang penting. Menurut Budiarjo dan Ambong peranan DPR atau DPRD yang paling penting
adalah:
a. Menentukan policy (kebijaksanaan dan membuat undang – undang). Untuk itu DPR
atau DPRD
b. Diberi hak inisiatif, hak untuk mengadakan amandemen terhadap rancangan undang –
undang atau rancangan peraturan daerah yang disusun oleh pemerintah serta hak
budget.
c. Mengontrol badan eksekutif dalam arti menjaga semua tindakan ekskutif sesuai
dengan kebijaksanaan yang telah ditetapkan. Untuk menyelenggarakan tugas ini
badan perwakilan rakyat diberi hak – hak kontrol khusus.1
Selanjutnya mengenai fungsi DPRD, Arbi Sanit mengatakan bahwa aktivitas DPRD
bertujuan untuk menjalankan fungsi:
a. Fungsi Perwakilan, melalui fungsi ini badan legislatif membuat kebijakan atas nama
anggota masyarakat yang secara keseluruhan terwakili dalam lembaga tersebut. Dalam
hal ini, DPRD bertindak sebagai pelindung kepentingan dan penyalur masyarakat yang
diwakilinya.
1 Budiarjo dan Ambong, Fungsi Legislatif Dalam Sistem Politik Indonesia , Grafindo Persada , Jakarta
1995, hal.151
b. Fungsi Perundang – undangan, memungkinkan badan legislatif sebagai wakil rakyat
menuangkan kepentingan dan aspirasi anggota masyarakat ke dalam kebijaksanaan
formal dalam bentuk undang – undang.
c. Fungsi pengawasan, dimana lembaga legislatif melindungi kepentingan rakyat, sebab
penggunaan kekuasaan yang dilandasi fungsi DPRD dapat mengoreksi semua kegiatan
lembaga kenegaraan lainnya melalui pelaksanaan berbagai hak.2
Kemudian menurut Max Boboy lembaga perwakilan atau parlemen mempunyai fungsi
yaitu:
a. Fungsi perundang – undangan ialah fungsi membuat undang – undang
b. Fungsi pengawasan ialah fungsi untuk melakukan pengawasan terhadap eksekutif.
Aktualisasi fungsi ini, lembaga perwakilan diberi hak seperti hak meminta keterangan
(interpelasi), hak mengadakan penyelidikan (angket), hak bertanya, hal mengadakan
perubahan (amandemen), hak mengajukan rancangan undang – undang (inisiatif) dan
sebagainya.
c. Sarana pendidikan politik, melalui pembicaraan lembaga perwakilan, maka rakyat di
didik untuk mengetahui berbagai persoalan yang menyangkut kepentingan umum dan
sadar akan tanggung jawabnya sebagai warga negara.3
Sedangkan B.N Marbun membagi fungsi DPRD ke dalam 5 (lima) fungsi yaitu:
a. Fungsi memilih dan menyeleksi
Fungsi ini mempunyai peranan yang menentukan tentang masa depan suatu daerah.
Apabila pelaksanaannya kurang tepat maka akan mendatangkan masalah bagi daerah
yang bersangkutan.
2 Sanit Perwakilan Politik di Indonesia CV. Rajawali Jakarta 1985, hal.252
9 Max Boboy, DPR RI Dalam Perspektif Sejarah dan Kata Negara. Jakarta: Sinar Harapan, 1994, hal. 28-
29.
b. Fungsi pengendalian dan pengawasan
Maksuddari pengendaliandan pengawasan adalah DPRD bertanggung jawab
melaksanakan salah satu fungsi manajemen pemerintahan daerah yaitu pengendalian dan
pengawasan.
c. Fungsi pembuatan undang – undang dan peraturan daerah
Fungsi ini merupakan fungsi utama DPRD sebagai badan legislatif.Melalui fungsi ini,
pembuat undang – undang dapat menunjukkan warna dan karakter serta kualitas baik
secara materil maupun secara fungsional dari DPRD.
d. Fungsi debat
Melalui fungsi debat dan perdebatan yang jitu baik anggota DPRD maupun DPRD
dengan pihak eksekutif direfleksikan secara nyata kemampuan, integritas, rasa tanggung
jawab, kenasionalan dari setiap anggota DPRD dan DPRD tersebut sebagai suatu
lembaga yang hidup dan dinamis.
e. Fungsi representasi
Maksud dari fungsi representasi adalah bahwa anggota DPRD harus bertindak dan
berperilaku sebagai represantase(wakil) untuk setiap tindak tanduknya dan seluruh
kegiatannya dalam menjalankan tugas sebagai anggota DPRD.4
Sedangkan J.R Kaho menyebutkan bahwa DPRD mempunyai dua fungsi, yakni:
a. Sebagai partner Kepala Daerah dalam merumuskan kebijaksanaan daerah
b. Sebagai pengawas atas pelaksanaan kebijaksanaan daerah yang dijalankan oleh
Kepala Daerah.5
4 B.N Marbun, DPRD Pertumbuhan, Masalah dan Masa Depannya. Erlangga, Jakarta, 1993,hal 86
5 J.R Kaho, Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia (Identifikasi Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Penyelenggaraan Otonomi Daerah. PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2005; hal 78
Dalam perkembangannya, fungsi – fungsi DPRD mengalami perubahan yang disesuaikan
dengan keadaan dan peraturan yang berlaku.Berdasarkan Pasal 41 UU No. 32 Tahun 2004
disebutkan bahwa DPRD memiliki fungsi sebagai berikut:
a. Fungsi legislasi
Fungsi ini dapat diartikan bahwa antara pemerintah daerah dan DPRD bekerjasama
dalam penyusunan Peraturan Daerah (Perda). Dalam Pasal 136 ayat (1) UU No.32 Tahun
2004 disebutkan bahwa”Perda ditetapkan oleh Kepala daerah setelah mendapatkan
persetujuan bersama DPRD.”
b. Fungsi anggaran (budgeting)
Berdasarkan fungsi ini, penyusunan anggaran/APBD harus melibatkan pemerintah daerah
dan DPRD. Dalam Pasal 25 huruf d UU No. 32 Tahun 2004 disebutkan bahwa ”kepala
daerah mempunyai tugas dan wewenang menyusun dan mengajukan rancangan perda
tentang APBD kepada DPRD untuk dibahas dan ditetapkan bersama”. Selain itu dalam
Pasal 42 ayat (1) huruf b juga disebutkan bahwa ”DPRD mempunyai tugas dan
wewenang membahas dan mengetahui rancangan Perda tentang APBD bersama Kepala
Daerah.”
c. Fungsi pengawasan
Dalam fungsi pengawasan ini, DPRD bertugas mengawasi jalannya pemerintahan daerah,
dalam hal ini berkaitan dengan pelaksanaan produk hukum daerah. Dalam Pasal 42 ayat
(1) huruf c UU No. 32 Tahun 2004 disebutkan bahwa ”DPRD mempunyai tugas dan
wewenang untuk melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda dan Peraturan
Perundang – undangan lainnya, Peraturan Kepala Daerah, APBD, Kebijakan
Pemerintah Daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah dan kerjasama
internasional di daerah.”
Dari ketiga fungsi DPRD yakni fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan,
fungsi legislasi atau pembentukan perda merupakan fungsi yang utama karena kedua fungsi
lainnya memiliki kaitan yang erat dengan fungsi legislasi.Pelaksanaan fungsi anggaran, pada
dasarnya merupakan pelaksanaan fungsi legislasi, karena bentuk APBD disusun yang diawali
dengan pengajuan RUU tentang APBD.Demikian pula pada fungsi pengawasan, pada dasarnya
pengawasan yang dilakukan adalah pengawasan politis yang mengacu kepada perda.Pengawasan
yang dilakukan adalah pengawasan terhadap pelaksanaan perda dan APBD.
2. Tugas dan Wewenang DPRD
Untuk menjalankan peranan dan fungsinya agar berjalan dengan baik maka DPRD
diberikan tugas dan wewenang dalam pelaksanaannya. Pada pasal 42 UU No. 32 Tahun 2004
disebutkan bahwa DPRD mempunyai tugas dan wewenang:
a. Membentuk Perda yang dibahas dengan kepala daerah untuk mendapatkan persetujuan
bersama;
b. Membahas dan menyetujui rancangan Perda tentang APBD bersama dengan kepala
daerah;
c. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda dan peraturan perundang –
undangan lainnya, peraturan kepala daerah, APBD, kebijakan pemerintah daerah dalam
melaksanakan program pembangunan daerah dan kerja sama internasional di daerah;
d. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah/wakil kepala daerah
kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri bagi DPRD provinsi dan kepala Menteri
Dalam Negeri melalui Gubernur bagi DPRD kabupaten/kota;
e. Memilih wakil kepala daerah dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil kepala daerah;
f. Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah terhadap rencana
perjanjian internasional di daerah;
g. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama internasional yang dilakukan oleh
pemerintah daerah;
h. Meminta laporan keterangan pertanggungjawaban kepala daerah dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah;
i. Membentuk panitia pengawasan pemilihan kepala daerah;
j. Melakukan pengawasan dan meminta laporan KPUD dalam penyelenggaraan pemilihan
kepala daerah;
k. Memberikan persetujuan terhadap rencana kerjasama antardaerah dan dengan pihak
ketiga yang membebani masyarakat dan daerah.
Selanjutnya dalam Pasal 344 ayat (1) UU No. 27 Tahun 2009 juga diatur tentang tugas
dan wewenang DPRD, DPRD Kabupaten/Kota sebagai berikut :
a. membentuk peraturan daerah kabupaten/kotabersama bupati/walikota;
b. membahas dan memberikan persetujuan rancangan
c. peraturan daerah mengenai anggaran pendapatan danbelanja daerah kabupaten/kota
yang diajukan olehbupati/walikota;
d. melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaanperaturan daerah dan
anggaranpendapatan danbelanja daerah kabupaten/kota;
e. mengusulkan pengangkatan dan/atau pemberhentianbupati/walikota dan/atau wakil
bupati/wakil walikotakepada Menteri Dalam Negeri melalui gubernur
untukmendapatkan pengesahan pengangkatan dan/ataupemberhentian;
f. memilih wakil bupati/wakil walikota dalam hal terjadikekosongan jabatan wakil
bupati/wakil walikota;
g. memberikan pendapat dan pertimbangan kepadapemerintah daerah kabupaten/kota
terhadap rencanaperjanjian internasional di daerah;
h. memberikan persetujuan terhadap rencana kerjasama internasional yang dilakukan
oleh pemerintahdaerah kabupaten/kota;
i. meminta laporan keterangan pertanggungjawabanbupati/walikota dalam
penyelenggaraan pemerintahandaerah kabupaten/kota;
j. memberikan persetujuan terhadap rencana kerjasama dengan daerah lain atau dengan
pihak ketigayang membebani masyarakat dan daerah;
k. mengupayakan terlaksananya kewajiban daerahsesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan;dan
l. melaksanakan tugas dan wewenang lain yang diaturdalam ketentuan peraturan
perundang-undangan.
3. Hak dan Kewajiban DPRD
Selanjutnya untuk dapat merealisasikan fungsinya dengan baik dan untuk menentukan
kebijakan yang sesuai dengan kehendak rakyat yang diwakilinya maka DPRD diberikan hak –
hak yang diatur dalam Pasal 43 UU No. 32 Tahun 2004 yaitu DPRD mempunyai hak:
a. Hak interpelasi yakni hak DPRD untuk meminta keterangan kepada kepala daerah
mengenai kebijakan pemerintah daerah yang penting dan strategis yang berdampak luas
pada kehidupan masyarakat, daerah dan negara.
b. Hak angket yakni pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD untuk melakukan penyelidikan
terhadap suatu kebijakan tertentu kepala daerah yang penting dan strategis serta
berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah dan negara yang diduga
bertentangan dengan peraturan perundang – undangan.
c. Hak menyatakan pendapat yakni hak DPRD untuk menyatakan pendapat terhadap
kebijakan kepala daerah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di daerah disertai
dengan rekomendasi penyelesaiannya atau sebagai tindak lanjut pelaksanaan hak
interpelasi dan hak angket.
Selain itu setiap anggota DPRD juga mempunyai hak yang diatur dalam Pasal 44 UUNo. 32
Tahun 2004 yaitu:mengajukan rancangan Perda, mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul
dan pendapat, memilih dan dipilih, membela diri, imunitas, protokoler; dankeuangan dan
administratif.
Berkaitan dengan pelaksanaan fungsi legislasi DPRD yaitu dalam membentuk peraturan
daerah maka hak yang dapat digunakan untuk menunjang fungsi legislasinya yaitu:
a. Hak Penyelidikan
Hak penyelidikan dapat dipergunakan sebagai sarana melakukan evaluasi, menemukan
gagasan untuk menciptakan atau mengubah perda yang ada.Hak penyelidikan bukan
semata–mata menyelidiki kebijakan pemerintah daerah yang sedang berjalan, tetapi untuk
berbagai kepentingan legislasi.
b. Hak Inisiatif (hak mengajukan Raperda)
DPRD atas inisiatif sendiri dapat menyusun dan mengajukan Raperda.Dalam praktik, hak
inisiatif DPRD kurang produktif.Pada umumnya, inisiatif datang dari pemerintah daerah.
c. Hak Amandemen (Mengadakan Perubahan atas Raperda)
Hak perubahan ini pada dasarnya berlaku pada Raperda inisiatif pemerintah daerah, tetapi
tidak menutup kemungkinan perubahan Raperda inisiatif DPRD sendiri.Secara teknis,
Hak Amandemen tidak pernah dilaksanakan.Hal ini terjadi karena Raperda yang sedang
dibahas DPRD selalu dilakukan bersama pemerintah daerah.
Disamping hak–hak yang diberikan maka setiap anggota DPRD juga mempunyai
kewajiban yang sama. Kewajiban anggota DPRD diatur dalam Pasal 45 UU No. 32 Tahun 2004,
Yaitu:
a. mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang – Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, dan menaati segala peraturan perundang – undangan;
b. melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah;
c. mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional serta keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia;
d. memperjuangkan peningkatan kesejahteraan rakyat di daerah;
e. menyerap, menampung, menghimpun dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat;
f. mendahulukan kepentingan negara diatas kepentingan pribadi, kelompok dan golongan;
g. memberikan pertanggungjawaban atas tugas dan kinerjanya selaku anggota DPRD
sebagai wujud tanggung jawab moral dan politis terhadap daerah pemilihannya;
h. menaati Peraturan Tata Tertib, Kode Etik dan sumpah/janji anggota DPRD;menjaga
norma dan etika dalam hubungan kerja dengan lembaga yang terkait.
4. Tahapan atau Proses Penyusunan Peraturan Daerah (Perda)
Dalam penyusunan suatu peraturan daerah terdapat serangkaian langkah utama yang
perlu dilalui agar perda dapat dirumuskan dengan baik dan pelaksanaannya dapat efektif.Proses
pembentukanperaturan perundang-undangan daerah dapat dibagi ke dalam beberapa
tahapansebagai berikut6:
1. Perencanaan
Perencanaan penyusunan perda dilakukan dalam suatu prolegda.
2. Perancangan Raperda
Raperda dapat dirancang oleh Pemerintahan Daerah atau DPRD.
3. Pengajuan Raperda
6 A, Djojosoekarto, dkk, Meningkatkan Kinerja Fungsi Legislasi DPRD. Saint Communication, Jakarta:
2004, hal.38-40
a) Raperda yang dirancang oleh Pemerintahan Daerah disampaikan oleh Kepala
Daerah kepada pimpinan DPRD dengan surat pengantar.
b) Raperda yang diajukan oleh anggota, komisi-komisi, atau alat kelengkapan khusus
yang menangani bidang legislasi dibahas terlebih dahulu di DPRD untuk
mendapatkan persetujuan DPRD.
c) Raperda yang telah dipersiapkan oleh DPRD disampaikan oleh Pimpinan DPRD
kepada Kepala Daerah.
4. PembahasanRaperda
a) Pembahasan raperda di DPRD dilakukan oleh DPRD bersama Kepala Daerah.
b)Pembahasan bersama dilakukan melalui tingkat pembicaraan dalam rapat komisi/
panitia/alat kelengkapan dewan yang khusus menangani bidang legislasi dan rapat
paripurna;
c) Raperda yang belum dibahas dapat ditarik kembali;
d)Raperda yang sedang dibahas hanya dapat ditarik apabila berdasarkan persetujuan
bersama DPRD dan Kepala Daerah.
1. Penetapan Raperda
a) Raperda yang telah disetujui bersama disampaikan oleh Pimpinan DPRD kepada
Kepala Daerah paling lambat tujuh hari sejak tanggal persetujuan untuk ditetapkan
menjadi Perda;
b)Raperda ditetapkan oleh Kepala Daerah dengan membubuhkan tanda tangan dalam
jangka waktu 30 harisejak raperda disetujui bersama;
c)Apabila tidak ditandatangani dalam jangka waktu yang ditentukan, maka Raperda sah
menjadi perda dan wajib diundangkan dengan tambahan kalimat pengesahan
“Perda ini dinyatakan sah”.
6. Pengundangan
Raperda diundangkan didalam lembaran daerah yang pelaksanaannya dilakukan oleh
Sekretariat Daerah.
7. Penyebarluasan Perda
Pemda wajib menyebarluaskan perda yang telah diundangkan.
Proses pembentukanperaturan perundang-undangan daerah diatur juga dalam Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
(selanjutnya disebut UU No. 12 Tahun 2011) dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53
Tahun 2011 Tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (selanjutnya disebut Permendagri No.
53 Tahun 2011).
Pasal 1 angka 1 UU No. 12 Tahun 2011 danPasal 1 angka 1 Permendagri No. 53 Tahun
2011 menentukan tahapan pembentukan Perda Provinsi sebagai berikut:
1. Tahap Perencanaan
a. Pasal 32 dan Pasal 39 UU No.12 Tahun 2011 danPasal 8 Permendagri No. 53 Tahun
2011menentukan bahwa setiap Perda yang dibentuk sebelumnya harus dimuat dalam
Prolegda.
b. Prolegda merupakan instrumen perencanaan program pembentukan Perda Provinsi dan
Perda Kabupaten/Kota yang disusun secara terencana, terpadu, dan sistematis.
c. Pasal 8 Permendagri No. 53 Tahun 2011 menentukan bahwa penyusunan Prolegda
dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Provinsi dan DPRD Provinsi.
2. Tahap Penyusunan
Pasal 15 Permendagri No. 53 Tahun 2011 menentukan bahwa penyusunan rancangan
peraturan daerah (Raperda) dapat dilakukan berdasarkan Prolegda.
3. Tahap Pembahasan
a. Pasal 34 ayat (1)Permendagri No. 53 Tahun 2011 menentukan bahwa Rancangan
Perda sebagaimanayang berasal dari DPRD atau kepala daerah dibahas oleh DPRD
dan kepala daerah untuk mendapatkan persetujuan bersama.
b. Pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)Permendagri No. 53 Tahun 2011 ,
dilakukan melalui 2 (dua) tingkat pembicaraan, yaitu pembicaraan tingkat I dan
pembicaraan tingkat II.
4. Tahap pengesahan/Penetapan
a. Pasal 40 ayat (1)Permendagri No. 53 Tahun 2011 menentukan bahwa Rancangan
Perda yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan kepala daerah disampaikan oleh
pimpinan DPRD kepada kepala daerah untuk ditetapkan menjadi Perda.
b. Ayat (2)Permendagri No. 53Tahun 2011Penyampaian Rancangan Perda sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari
terhitung sejak tanggal persetujuan bersama.
5. Tahap Pengundangan
a. Pasal 55 Permendagri No. 53 Tahun 2011 menentukan bahwa Perda yang telah
disahkan/ditetapkan, diundangkan dalam lembaran daerah yang merupakan
penerbitan resmi pemerintah daerah.
b. Pengundangan dalam lembaran daerah merupakan pemberitahuan secara formal suatu
Perda, sehingga mempunyai daya ikat kepada masyarakat.
c. Sedangkan berdasarkan Pasal 56 Permendagri No. 53 Tahun 2011 menentukan bahwa
penjelasan Perda dimuat dalam tambahan lembaran daerah.
B. Hasil Penelitian dan Analisis
Sebagaimana pengantar judul dalam Bab ini, bagian iniakan membahas hasil penelitian dan
analisa. Dalampoin pertama yaitu hasil penelitian terdiri dari dua bagian yaitu gambaran umum
Kabupaten Sumba Barat dan DPRD Kabupaten Sumba Barat serta pelaksanaan dan kendala
DPRD Kabupaten Sumba Barat dalam menjalankan fungsi legislasi. Selanjutnya pada poin
kedua yaitu analisa kinerja DPRD Kabupaten Sumba Barat dalam melaksanakan fungsi legislasi
serta faktor-faktor yang menghambat dan mendorong kinerja DPRD Kabupaten Sumba Barat.
1. Gambaran Umum Kabupaten Sumba Barat
Kabupaten Sumba Barat merupakan bagian dari Pulau Sumba dan salah satu dari empat
Kabupaten yang ada di Sumba. Wilayah Kabupaten Sumba Barat terbentang diantara 9º 22’ - 9º
47’ Lintang Selatan dan 119º 08’ - 119º 33’ Bujur Timur. Luas wilayah daratan adalah 732,42
kilometer persegi, yang sebagaian besar wilayahnya berbukit – bukit, dimana hampir 50 % luas
wilayahnya memiliki kemiringan 14º - 40º. Topografi yang berbukit – bukit mengakibatkan
tanah rentan terhadap erosi.
Batas wilayah Kabupaten Sumba Barat yaitu : Sebelah Utara berbatasan dengan Selat
Sumba, Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Hindia, Sebelah Timur berbatasan dengan
Kabupaten Sumba Tengah dan Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Sumba Barat Daya.
Luas wilayah sebesar 737,42 Km², dengan rincian luas Kecamatan : Kecamatan Loli 132,36 Km²
atau 17,95 %, Kecamatan Kota Waikabubak 44,71 Km² atau 6,06 %, Kecamatan Lamboya
125,65 Km² atau 17,04 %, Kecamatan Wanukaka 133,68 Km² atau 18,13 %, Kecamatan Tana
Righu 139,79 Km² atau 18,96 %, dan Kecamatan Laboya Barat 161,23 Km² atau 21,86 %.
Sampai akhir tahun 2012, Kabupaten Sumba Barat terdiri dari enam wilayah Kecamatan,
yakni Kecamatan Kota Waikabubak, Kecamatan Loli, Kecamatan Tanarighu, Kecamatan
Wanukaka, Kecamatan Lamboya dan Kecamatan Laboya Barat. Sementara jumlah desa
sebanyak 49 Desa dan 11 Kelurahan.Pada tahun 2011 terjadi pemekaran (pembentukan) desa
sebanyak 14 desa.Saat ini sedang muncul usulan pembentukan desa baru maupun kecamatan.
Tabel berikut akan menggambarkan keadaan kecamatan, desa dan kelurahan pada tahun 2012.
Tabel 2.1
Keadaan Kecamatan, Desa dan Kelurahan
No. Kecamatan Ibukota Jumlah
Desa
Jumlah
Kelurahan
1. Lamboya Kabukarudi 13 -
2. Wanukaka Lahi Huruk 12 -
3. Laboya Barat Gaura 4 -
4. Loli Dedekadu 9 5
5. Kota Waikabubak Waikabubak 7 6
6. Tana Righu Malata 18 -
Sumba Barat Waikabubak 63 11 Sumber: BPS Kab. Sumba Barat 2012
2. Gambaran Umum Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sumba
Barat
a. Kedudukan, Fungsi, Tugas dan Wewenang DPRD Kabupaten Sumba Barat.
Kedudukan DPRDdiatur dalam Pasal 3 Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Kabupaten Sumba Barat, yaitu Dewan Perwakilan Rakyat Daerah merupakan lembaga
perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai lembaga pemerintahan daerah.DPRD
sebagai lembaga pemerintahan daerah memiliki tanggung jawab yang sama dengan
pemerintahan daerah dalam membentuk Peraturan Daerah untuk kesejahteraan rakyat.
Selanjutnya dalam Pasal 4 No 1 Tahun 2009 Tentang Peraturan Tata Tertib Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Sumba Barat, DPRD mempunyai Fungsi yaitu:
a. Fungsi legislasi, yang diwujudkan dalam membentuk perda bersama Kepala Daerah
b. Fungsi anggaran, yang diwujudkan dalam menyusun dan menetapkan APBD bersama
Pemerintah daerah.
c. Fungsi pengawasan, yang diwujudkan dalam bentuk pengawasan terhadap
pelaksanaan undang-undang, Peraturan Daerah, Keputusan Kepala Daerah dan
kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah.
Adapun tugas dan wewenang DPRD berdasarkan dalam Pasal 5 Peraturan Tata Tertib
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Sumba Barat adalah:
a. Membentuk Peraturan Daerah yang dibahas dengan Kepala Daerah untuk mendapat
persetujuan bersama;
b. Menetapkan Anggaran pendapatan dan Belanja Daerah bersama dengan Kepala
Daerah;
c. Melaksanakan Pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah dan peraturan
Perundang-undangan lainnya, Keputusan Kepala daerah, Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah, Kebijakan Pemerintah Daerah dalam melaksanakan program
pembangunan daerah dan kerjasama dengan pihak swasta;
d. Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada Pemerintah Daerah terhadap rencana
perjanjian internasional yang menyangkut kepentingan daaerah;
e. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Kepala Daerah/ Wakil Kepala
Daerah kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur;
f. Meminta laporan keterangan pertanggungjawaban Kepala Daerah dalam pelaksanaan
tugas-tugas desentralisasi;
g. Tugas-tugas dan wewenang lain yang diberikan oleh undang-undang.
b. Susunan Keanggotaan DPRD Kabupaten Sumba Barat
Pengorganisasian kegiatan dan keanggotaan DPRD Kabupaten Sumba Barat periode
2009 - 2014 yang merupakan hasil pemilihan umum tahun 2009 diatur dalam keputusan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Sumba Barat Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Peraturan
Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Sumba Barat. Anggota DPRD
Kabupaten Sumba Barat berjumlah 35 orang, terdiri dari anggota Partai politik peserta pemilihan
umum yang dipilih berdasarkan hasil pemilihan umum tahun 2009.
Adapun jumlah anggota DPRD Kabupaten Sumba Barat periode 2009-2014 berdasarkan asal
partai politik dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 2.2
Jumlah Anggota DPRD Kabupaten Sumba Barat
Periode 2009-2014 Berdasarkan Asal Partai Politik
No. Nama Partai Jumlah Anggota
1 Partai Golkar 6 Orang
2 Partai PDI Perjuangan 5 Orang
3 Partai Demokrat 4 Orang
4 PDK 4 Orang
5 PKPI 4 Orang
6 PKB 2 Orang
7 PPRN 2 Orang
8 Gerindra 1 Orang
9 Republikan 2 Orang
10 Pelopor 1 Orang
11 PPD 1 Orang
12 PKPB 1 Orang
13 PDS 1 Orang
14 PDP 1 Orang
Jumlah 35 Orang Sumber: Data Dokumentasi Sekretariat DPRD Kabupaten Sumba Barat
Dari tabel di atas dapat diketahui anggota DPRD Kabupaten Sumba Barat berasal dari 14
partai politik peserta pemilu yaitu Partai Golongan Karya, Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan (PDIP), Partai Demokrat, Partai Demokrasi Kebangsaan (PDK),Partai Keadilan dan
Persatuan Indonesia(PKPI), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Peduli Rakyat Nasional
(PPRN), Partai Gerakan Indonesia Raya(Gerindra), Partai Republikan, Partai Pelopor, Partai
Persatuan Daerah (PPD), Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB), Partai Damai Sejahtera (PDS),
Partai Demokrasi Pembaruan (PDP). Sedangkan Partai Golongan Karya (Golkar) tercatat sebagai
partai politik yang menempatkan wakil terbanyak dalam DPRD Kabupaten Sumba Barat dengan
6 orang.
Selain itu DPRD Kabupaten Sumba Barat juga membentuk fraksi-fraksi dimana setiap
anggota DPRD Kabupaten Sumba Barat wajib menjadi anggota salah satu fraksi yang dibentuk
tersebut.
Fraksi adalah pengelompokan anggota DPRD berdasarkan partai politik yang
memperoleh kursi sesuai dengan jumlah yang ditetapkan dalam keputusan DPRD.Setiap anggota
DPRD wajib berhimpun dalam fraksi. Jumlah anggota setiap fraksi sekurang-kurangnya sama
dengan jumlah komisi di DPRD. Anggota DPRD dari partai politik yang tidak memenuhi syarat
untuk membentuk 1 (satu) fraksi wajib bergabung dengan fraksi yang ada atau membentuk fraksi
gabungan.Pimpinan fraksi terdiri dari ketua, wakil ketua dan sekretaris yang dipilih dari dan oleh
anggota fraksi.
Adapun susunan keanggotaan fraksi di DPRD Kabupaten Sumba Barat dapat dilihat pada tabel
berikut ini:
Table 2.3
Susunan Kenggotaan Fraksi-fraksi DPRD Kabupaten Sumba Barat
Periode 2009-2014
No Nama Jabatan
1. Fraksi Partai Golongan Karya
1. Marten Ng. Toni, SP
2. Lazarus J. L. Wula
3. Riswan Ishak
4. Agustinus Bulu Kii
5. Daniel Bili, SH
6. Jefri Tarawatu Ora, SH
Ketua Fraksi
Wakil Ketua
Sekretaris
Anggota
Anggota
Anggota
2. Fraksi PDI Perjuangan
1. Samuel K. Heo
2. Cornelis Witu Ngara
3. Agustinus D. Poety, S.TP
4. Alexcander R. Dapawole
5. Bayu Dwi Kurniawan, SH
Ketua Fraksi
Wakil Ketua
Sekretaris
Anggota
Anggota
3.
Fraksi PDK
1. Jantje K. Tenabolo, BA
2. Drs. David Ng. Kabata Poro
3. Marthen Dedi Muda, SH
4. Agustinus Kaka, SH
5. Dubu Baiya, SP
Ketua Fraksi
Wakil Ketua
Sekretaris
Anggota
Anggota
4. Fraksi Partai Demokrat
1. Raingu Toka, B.Sc.Ak
2. Seingu Bani
3. Drs. Lele Leba Ari
Ketua Fraksi
Wakil Ketua
Sekretaris
4. Dominggus Dinga Leba
5. Eduard Pangga Leghu
Anggota
Anggota
5. Fraksi PKP Indonesia
1. Stepanus Romi U. Warata
2. Kedu Wawo
3. Saingo Delo, SE
4. Yusak Putaratho, SE
5. Siprianus Dapa Loka
Ketua Fraksi
Wakil Ketua
Sekretaris
Anggota
Anggota
6. Fraksi Pada Eweta
1. Agustinus D. Keiku
2. Kanisius Nisa Pewali
3. Gregorius H.B.L. Panddango, SE
4. Stepanus Japalata
5. Agustinus Molu Malana
Ketua Fraksi
Wakil Ketua
Sekretaris
Anggota
Anggota
7. Fraksi Manda Elu
1. Gerson Umbu Awang, S.Sos
2. S. B. Ragawino, BA
3. Timotius Raga
4. Drs. Tarawatu Ora
Ketua Fraksi
Wakil Ketua
Sekretaris
Anggota Sumber: Data Dokumentasi Sekretariat DPRD Kabupaten Sumba Barat
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa DPRD Kabupaten Sumba Barat terdiri atas 7
Fraksi yaitu Fraksi Partai Golkar, Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi PDK, Fraksi Partai Demokrat,
Fraksi PKP Indonesia, Fraksi Pada Eweta, Fraksi Manda Elu. Partai politik yang tidak memenuhi
syarat untuk membentuk fraksi, bergabung dengan fraksi dari partai lain. Di DPRD Kabupaten
Sumba Barat, Partai Damai Sejahtera, Partai Pelopor, Partai Peduli Rakyat Nasional, Partai
Republikan, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Persatuan Daerah, PKPB dan Partai Demokrasi
Pembaharuan bergabung membentuk 2 Fraksi tambahan yaitu Fraksi Pada Eweta dan Fraksi
Manda Elu.
DPRD Kabupaten Sumba Barat juga membentuk alat kelengkapan DPRD. Alat
kelengkapan DPRD tersebut terdiri dari Pimpinan DPRD, Panitia Musyawarah, Komisi,
BadanKehormatan, Panitia anggaran dan alat kelengkapan lain yang diperlukan.
1. Pimpinan DPRD Kabupaten Sumba Barat.
Pimpinan DPRD sebagai alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah merupakan
kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif yang mencerminkan fraksi–fraksi berdasarkan urutan
besarnya jumlah anggota fraksi.Adapun pimpinan DPRD Kabupaten Sumba Barat terdiri dari 1
(satu) orang ketua dan 2(dua) orang wakil ketua. Masa jabatan pimpinan DPRD sama dengan
masa keanggotaan DPRD. Pimpinan DPRD mempunyai tugas sebagaimana diatur dalam pasal
41 ayat (1) Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Sumba Barat,
yaitu:
1. Memimpin rapat – rapat dan menyimpulkan hasil rapat untuk mengambil keputusan;
2. Menyusun rencana kerja dan mengadakan pembagian kerja antara Ketua dan Wakil
Ketua;
3. Menjadi juru bicara DPRD;
4. Melaksanakan dan memasyarakatkan Keputusan DPRD;
5. Mengadakan konsultasi dengan Kepala Daerah dan Instansi Pemerintah lainnya sesuai
dengan Keputusan DPRD;
6. Mewakili DPRD dan atau alat kelengkapan DPRD di pengadilan;
7. Melaksanakan keputusan DPRD berkenaan dengan penetapan sanksi atau rehabilitasi
anggota DPRD sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan;
8. Mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya dalam rapat Paripurna DPRD.
Selanjutnya mengenai susunan Pimpinan DPRD Kabupaten Sumba Barat Periode 2009-2014
dapat dilihat dalam table berikut ini:
Tabel 2.4
Susunan Pimpinan DPRD Kabupaten Sumba Barat
Periode 2009-2014
No Nama Jabatan Asal Partai
1 Daniel Bili, SH Ketua DPRD Partai Golongan Karya
2 Alexcander R. Dapawole Wakil Ketua DPRD Partai PDI Perjuangan
3 Dominggus Dinga Leba Wakil Ketua DPRD Partai Demokrat
Sumber: Data Dokumentasi Sekretariat DPRD Kabupaten Sumba Barat
2. Badan Musyawarah
Badan Musyawarah merupakan alat kelengkapan DPRD bersifat tetap yang dibentuk
DPRD pada permulaan masa keanggotaan DPRD.Pemilihan anggota Badan Musyawarah
ditetapkan setelah terbentuknya Pimpinan DPRD, komisi - komisi dan badan anggaran dan
fraksi.Badan musyawarah terdiri dari unsur - unsur fraksi berdasarkan perimbangan jumlah
anggota dan sebanyak-banyaknya tidak lebih dari setengah jumlah anggota DPRD.Ketua dan
wakil ketua DPRD karena jabatannya adalah Pimpinan Badan Musyawarah merangkap anggota.
Susunan keanggotaan Badan Musyawarah ditetapkan dalam rapat Paripurna, Sekretaris
DPRD karena jabatannya adalah sekretaris Badan Musyawarah bukan anggota. Tugas Badan
musyawarah DPRD Kabupaten Sumba Barat sebagaimana disebut dalam Pasal 48 Keputusan
DPRD Kabupaten Sumba Barat Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Peraturan Tata Tertib DPRD
Kabupaten Sumba Barat adalah sebagai berikut:
1. Memberikan pertimbangan tentang penetapan program kerja DPRD baik diminta atau
tidak diminta;
2. Menetapkan kegiatan dan jadwal acara rapat DPRD
3. Memutuskan pilihan mengenai isi risalah rapat apabila timbul perbedaan pendapat;
4. Memberikan saran pendapat untuk memperlancar kegiatan;
5. Merekomendasikan pembentukan Panitia Khusus.
3. Komisi
Komisi-komisi merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat tetap dan dibentuk oleh
DPRD pada awal masa jabatan keanggotaan DPRD yang terdiri dari setiap anggota DPRD
kecuali pimpinan DPRD.Penempatan anggota DPRD dalam komisi-komisi didasarkan atas
tercapainya efisiensi tugas DPRD.Jumlah anggota setiap komisi diupayakan berimbang dan
setiap anggota DPRD wajib masukdalam satu komisi dengan penugasan dari fraksi masing-
masing.Pembagian anggota DPRD menurut komisi – komisi adalahuntuk memudahkan
pelaksanaan tugas DPRD. Masa penempatan anggota dalam komisi dan perpindahan ke komisi
laindiputuskan dalam rapat Paripurna DPRD atas usul fraksi pada awal tahun anggaran.
Adapun komisi-komisi di atas mempunyai tugas sebagaimana diatur dalam Pasal 50
Peraturan Tata Tertib DPRD Kabupaten Sumba Barat adalah sebagai berikut:
1. Mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional serta keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesi dan daerah;
2. Melakukan pembahasan tentang Rancangan Peraturan Daerah dan rancangan
Keputusan DPRD;
3. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pembangunan, pemerintahan dan
kemasyarakatan sesuai dengan bidang komisi masing – masing;
4. Membantu Pimpinan DPRD untuk mengupayakan penyelesaian masalah yang
disampaikan oleh Kepala Daerah dan masyarakat kepada DPRD;
5. Menerima, menampung dan membahas serta menindaklanjuti aspirasi masyarakat;
6. Memperhatikan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat di daerah;
7. Melakukan kunjungan kerja komisi yang bersangkutan atas persetujuan Pimpinan
DPRD;
8. Mengadakan rapat kerja dan dengar pendapat;
9. Mengajukan usul kepada pimpinan DPRD yang termasuk dalam ruang lingkup
bidang tugas masing-masing komisi;
10. Memberikan laporan tertulis kepada Pimpinan DPRD tentang hasil pelaksanaan tugas
dan kegiatan komisi.
Untuk pencapaian tujuan tersebut diatas, maka dalam Peraturan Tata Tertib DPRD
Kabupaten Sumba Barat Pasal 50 diatur pembagian masing-masing komisi yang didasarkan pada
bidang tugasnya sebagai berikut:
3.1 Komisi A
Komisi A menangani bidang Pemerintahan yang meliputi:
Pemerintahan, Ketertiban dan Keamanan, Kependudukan, Kehumasan / Pers, Hukum dan
Perundang-undangan, Kepegawaian/Aparatur, Sosial Politik, Organisasi Masyarakat,
Perijinan dan Pertanahan, Pengelohan data elektronik dan arsip daerah.
Adapun susunan keanggotaan Komisi A DPRD Kabupaten Sumba Barat Periode 2009-
2014 sebagai berikut:
Tabel 2.5
Susunan Keanggotaan Komisi A DPRD Kabupaten Sumba Barat
Periode 2009 – 2014
No Nama Jabatan Fraksi
1 Yusak Putaratho, SE Ketua PKP Indonesia
2 Bayu Dwi Kurniawan, SH Wakil Ketua PDI Perjuangan
3 Saingo Delo, SE Sekretaris PKP Indonesia
4 Sogara Bani Ragawino, BA Anggota Manda Elu
5 Drs. Tarawatu Ora Anggota Manda Elu
6 Drs. Lele Leba Ari Anggota Demokrat
7 Agustinus Dedi Keiku Anggota Pada Eweta
8 Drs. David Ng. Kabata Poro Anggota PDK
9 Marthen Dedi Muda, SH Anggota PDK
10 Lazarus J. L. Wula Anggota Golkar
Sumber: Data Dokumentasi Sekretariat DPRD Kabupaten Sumba Barat
3.2 Komisi B
Komisi B menangani bidang Perekonomian dan Keuangan yang meliputi:
Perdagangan, Perindustrian, Pertanian, Perikanan, Peternakan, Perkebunan, Kehutanan,
Pengadaan Pangan, Logistik, Koperasi, Pariwisata, Keuangan Daerah, Perpajakan,
Retribusi, Perbankan, Pegadaian, Perusahaan Daerah, Perusahaan Patungan, Dunia Usaha
dan Penanaman Modal Daerah.
Adapun susunan keanggotaan Komisi B DPRD Kabupaten Sumba Barat Periode 2009-
2014 sebagai berikut:
Tabel 2.6
Susunan Keanggotaan Komisi B DPRD Kabupaten Sumba Barat
Periode 2009-2014
No Nama Jabatan Fraksi
1 Jantje K. Tenabolo, BA Ketua PDK
2 Agustinus D. Poety, S.TP Wakil Ketua PDI Perjuangan
3 Riswan Ishak Sekretaris Golkar
4 Agustinus Bulu Kii Anggota Golkar
5 Timotius Ragga Anggota Manda Elu
6 Seingu Bani Anggota Demokrat
7 Stepanus Romi U. Warata Anggota PKP Indonesia
8 Seprianus Dapa Loka Anggota PKP Indonesia
9 Gregorius H. B. L. Pandango, SE Anggota Pada Eweta
10 Eduard Pangga Leghu Anggota Demokrat
11 Agustinus M. Malana Anggota Pada Eweta
Sumber: Data Dokumentasi Sekretariat DPRD Kabupaten Sumba Barat
3.3 Komisi C
Komisi C menangani bidang Pembangunan dan Kesejahteraan rakyat yang meliputi:
Pemukiman, Prasarana Wilayah, Tata Kota, Pertanaman, Kebersihan, Perhubungan,
Pertambangan dan Energi, Perumahan Rakyat dan Lingkungan Hidup.
Adapun susunan keanggotaan Komisi C DPRD Kabupaten Sumba Barat Periode 2009-
2014 sebagai berikut:
Tabel 2.7
Susunan Keanggotaan Komisi C DPRD Kabupaten Sumba Barat
Periode 2009-2014
No Nama Jabatan Fraksi
1 Marthen Ngailu Toni, SP Ketua Golkar
2 Raingu Toka, B.Sc.Ak Wakil Ketua Demokrat
3 Kedu Wawo Sekretaris PKP Indonesia
4 Jefry Tarawatu Ora, SH Anggota Golkar
5 Dubu Baiya, SP Anggota PDK
6 Gerson Umbu Awang, S.Sos Anggota Manda Elu
7 Samuel Kaha Heo Anggota PDI Perjuangan
8 Agustinus Kaka, SH Anggota PDK
9 Stepanus Djapalata Anggota Pada Eweta
10 Kanisius Nisa Pewali Anggota Pada Eweta
11 Cornelis Witu Ngara Anggota PDI Perjuangan
Sumber: Data Dokumentasi Sekretariat DPRD Kabupaten Sumba Barat
4 Badan Kehormatan
Badan kehormatan merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat tetap yang dibentuk
dan ditetapkan dengan keputusan DPRD.Calon anggota badan kehormatan ditetapkan dalam
rapat Paripurna DPRD berdasarkan usul dari masing-masing fraksi.Anggota Badan kehormatan
dipilih dari dan oleh anggota DPRD.Anggota badan kehormatan berjumlah 5 orang.Pimpinan
Badan kehormatan terdiri atas seorang ketua dan seorang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh
anggota badan kehormatan.Badam kehormatan dibantu oleh sekretariat yang secara fungsional
dilaksanakan oleh Sekretariat DPRD.
Tugas Badan Kehormatan sebagaimana diatur dalam Pasal 51 Keputusan DPRD
Kabupaten Sumba Barat Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Peraturan Tata Tertib DPRD Kabupaten
Sumba Barat adalah sebagai berikut :
1. Mengamati, mengevaluasi disiplin, etika dan moral para anggota DPRD dalam rangka
menjaga martabat dan kehormatan sesuai dengan kode etik DPRD;
2. Meneliti dugaan pelanggaran yang dilakukan anggota DPRD terhadap Peraturan Tata
Tertib dan Kode Etik DPRD serta sumpah / janji;
3. Melakukan penyelidikan, verifikasi dan klasifikasi atas pengaduan Pimpinan DPRD,
masyarakat dan/atau pelilih;
4. Menyampaikan kesimpulan atas hasil penyelidikan, verifikasi dan klasifikasi
sebagaimana dimaksud pada huruf c sebagai rekomendasi untuk ditindaklanjuti oleh
DPRD; dan
5. Menyampaikan rekomendasi kepada Pimpinan DPRD berupa rehabilitasi nama baik
apabila tidak terbukti adanya pelanggaran yang dilakukan anggota DPRD atas pengaduan
Pimpinan DPRD, masyarakat dan atau pemilih.
5. Badan Anggaran
Badan anggaran merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat tetap dan dibentuk
oleh DPRD pada awal masa jabatan keanggotaan DPRD.Badan anggaran terdiri dari pimpinan
DPRD, 1 (satu) wakil dari setiap komisi dan utusan fraksi berdasarkan perimbangan jumlah
anggota.Ketua dan wakil ketua DPRD karena jabatannya adalah Ketua dan wakil ketua Badan
anggaran merangkap anggota.Susunan keanggotaan, ketua dan wakil ketua Badan anggaran
ditetapkan dalam rapat Paripurna.Sekretaris DPRD karena jabatannya adalah Sekretaris Badan
anggaran bukan anggota.
Tugas Badan anggaran DPRD Kabupaten Sumba Barat sebagaimana dalam Pasal 56
Peraturan Tata tertib DPRD Kabupaten Sumba Barat adalah sebagai berikut:
1. Memberikan saran dan pendapat kepada Kepala Daerah dalam mempersiapkan rancangan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selambat-lambatnya lima bulan sebelum
ditetapkannya Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
2. Memberikan saran dan pendapat kepada Kepala Daerah dalam mempersiapkan
penetapan, perubahan dan perhitungan APBD sebelum ditetapkannya dalam Rapat
Paripurna DPRD;
3. Memberikan saran dan pendapat kepada DPRD mengenai pra rancangan APBD,
Rancangan APBD, perubahan dan perhitungan APBD yang telah disampaikan oleh
Kepala Daerah;
4. Memberikan saran dan pendapat terhadap Rancangan Perhitungan anggaran yang
disampaikan olah Kepala Daerah kepada DPRD;
5. Menyusun anggaran belanja DPRD dan memberikan saran terhadap penyusunan
anggaran belanja Sekretariat DPRD.
Adapun susunan keanggotaan Badan anggaran DPRD Kabupaten Sumba Barat periode
2009-2014 dapat dilihat pada table berikut:
Tabel2.8
Susunan Keanggotaan Badan Anggaran DPRD Kabupaten Sumba Barat
Periode 2009-2014
No Nama Jabatan
1 Daniel Bili, SH Ketua
2 Alexcander R. Dapawole Wakil Ketua
3 Dominggus Dinga Leba Wakil Ketua
4 Sairo Umbu Awang, SE Sekretaris Bukan Anggota
5 Marthen Ng. Toni, SP Anggota
6 Lazarus J. L. Wula Anggota
7 Riswan Ishak Anggota
8 Gerson Umbu Awang, S.Sos Anggota
9 Raingu Toka, B.Sc.Ak Anggota
10 Eduard Pangga Leghu Anggota
11 Stepanus Romi Umbu Warata Anggota
12 Yusak Putaratho, SE Anggota
13 Jantje K. Tenabolo, BA Anggota
14 Agustinus Kaka, SH Anggota
15 Agustinus Dedi Keiku Anggota
16 Samuel Kaha Heo Anggota
17 Agustinus D. Poety, S.TP Anggota
18 Cornelis Witu Ngara Anggota
Sumber: Data Dokumentasi Sekretariat DPRD Kabupaten Sumba Barat
6. Badan Legislasi Daerah
Badan Legislasi daerah merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat tetap
yangdibentuk pada awal masa keanggotaan DPRD dan ditetapkan dengan keputusan
DPRD. Badan Legislasi dipilih sebanyak 15 (lima belas) orang dari dan oleh anggota
DPRD. Pimpinan Badan Legislasi Daerah terdiri dari Ketua, Wakil Ketua dan Sekretaris
yang dipilih dalam rapat Badan Legislasi Daerah yang dipimpin oleh Pimpinan DPRD
setelah penetapan susunan dan keanggotaan Badan Legislasi Daerah. Masa tugas Badan
Legislasi Daerah paling lama 2,5 (dua setengah ) tahun. Adapun Tugas Badan Legislasi
Daerah yaitu:
1. Menyusun Program Legislasi Daerah yang memuat daftar urutan rancangan Peraturan
Daerah untuk satu masa keanggotaan dan prioritas setiap tahun anggaran, yang
selanjutnya dilaporkan dalam rapat Paripurna untuk ditetapkan dengan Keputusan
DPRD.
2. Menyiapkan rancangan Peraturan Daerah usul inisiatif DPRD berdasarkan program
prioritas tang telah ditetapkan sebelumnya.
3. Melakukan pengharmonisan, pembulatan dan pemantapan konsepsi rancangan
peraturan daerah yang diajukan anggota, komisi, atau gabungan komisi, atau
pimpinan panitia khusus sebelum rancangan peraturan daerah tersebut disampaikan
kepada Pimpinan DPRD.
4. Memberikan pertimbangan terhadap pengajuan rancangan peraturan daerah yang
diajukan anggota, komisi atau gabungan komisi, pimpinan panitia khusus diluar
rancangan peraturan daerah yang terdaftar dalam Program Legislasi Daerah atau
program prioritas rancangan peraturan daerah tahun berjalan.
5. Melakukan penyebarluasan dan mencari masukan untuk rancangan Perda yang
sedang dan akan dibahas dan sosialisasi perda yang telah ditetapkan.
6. Mengikuti perkembangan dan melakukan evaluasi terhadap materi peraturan daerah
melalui koordinasi dengan komisi dan/atau panitia khusus.
7. Memberikan pertimbangan terhadap rancangan peraturan daerah yang sedang dibahas
oleh Pemerintah Daerah.
8. Membuat inventarisasi masalah hokum pada akhir masa keanggotan DPRD untuk
dapat dipergunakan sebagai bahan oleh Badan Legislasi Daerah pada masa
keanggotaan berikutnya.
Badan Legislasi Daerah dalam melaksanakantugasnya, dapat:
1. Mengadakan rapat kerja dan rapat dengar pendapat dengan masyarakat
2. Mengadakan koordinasi dan konsultasi dengan pihak Pemerintah Daerah atau dengan
pihak lain yang dianggap perlu mengenai hal yang menyangkut ruang lingkup
tugasnya melalui Pimpinan DPRD.
3. Memberikan rekomendasi kepada badan Musyawarah dan atau Komisi yang terkait
berdasarkan hasil pemantauan terhadap materi undang – undang.
4. Mengusulkan kepada Badan Musyawarah hal yang dipandang perlu untuk dimasukan
dalam acara rapat DPRD.
5. Mengadakan kunjungan kerja dalam rangka menyerap aspirasi masyarakat dam studi
banding untuk penyiapan rancangan Perda dengan persetujuan Pimpinan DPRD yang
hasilnya dilaporkan dalam rapat Paripurna untuk ditentukan tindak lanjutnya.
6. Mengusulkan pembentukan team kerja/team perumus kepada Pimpinan DPRD.
Adapun susunan keanggotaan Badan Legislasi DPRD Kabupaten Sumba Barat
periode 2009-2014 dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel2.9
Susunan Keanggotaan Badan Legislasi DPRD Kabupaten Sumba Barat
Periode 2009-2014
No Nama Jabatan Asal Partai
1 Agustinus Kaka, SH Ketua PDK
2 Lazarus J.L Wula Wakil Ketua Partai Golkar
3 Sairo Umbu Awang, SE Sekretaris Bkn Anggota Sekwan DPRD
4 Stepanus Djapalata Anggota PPRN
5 Agustinus Molu Malana Anggota Gerindra
6 Agustinus D. Poety, S.TP Anggota PDI Perjuangan
7 Seprianus Dapa Loka Anggota PDK
8 Dubu Baiya, SP Anggota PDK
9 Stepanus Romi U. Warata Anggota PKP Indonesia
10 Saingo Delo, SE Anggota PKP Indonesia
11 Seingu Bani Anggota Demokrat
12 Drs. Lele Leba Ari Anggota PKPB
13 Drs. Tarawatu Ora Anggota PPD
14 Agustinus Bulu Kii Anggota Partai Golkar
15 Jefry Tarawatu Ora, SH Anggota Partai Golkar
16 Bayu Kurniawan, SH Anggota PDI Perjuangan
Sumber: Data Dokumentasi Sekretariat DPRD Kabupaten Sumba Barat
7. Panitia Khusus
Pimpinan DPRD dapat membentuk alat kelengkapan lain yang diperlukan berupa Panitia
Khusus dengan Keputusan DPRDatas usul dan pendapat anggota DPRD setelah mendengar
pertimbangan Panitia Musyawarah dengan persetujuan Rapat Paripurna.PanitiaKhusus
merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat tidak tetap.Jumlah anggota panitia khusus
mempertimbangkan jumlah anggota komisi yang terkait disesuaikan dengan program / kegiatan
serta kemampuan anggaran.Anggota panitia khusus terdiri dari anggota komisi terkait yang
mewakili semua unsur fraksi, ketua, wakil ketua dan sekretaris panitia khusus dipilih dari dan
oleh anggota panitia khusus.Susunan keanggotaan, ketua dan wakil ketua panitia khusus
ditetapkan dalam Rapat Paripurna.
Panitia Khusus melaksanakan tugas tertentu yang penting dan mendesak, meliputi bidang
tugas beberapa komisi yang memerlukan penelitian dan penyelesaian secara khusus dalam
jangka waktu tertentu yang ditetapkan oleh Pimpinan DPRD.Masa kerja Panitia Khusus
ditentukan olah Pimpinan DPRD dan dapat diperpanjang apabila diperlukan setelah mendapat
pertimbangan dari panitia Musyawarah.Panitia Khusus bertanggung jawab kepada Pimpinan
DPRD.Hasil kerja Panitia Khusus disampaikan dalam Rapat Paripurna DPRD.
c. Peraturan Daerah Kabupaten Sumba Barat Periode 2009 – 2014
Adapun Peraturan Daerah Kabupaten Sumba Barat yang telah disetujui DPRD Kabupaten
Sumba Baratdari Tahun 2009 sampai dengan 2013 adalah sebagai berikut:
Tabel 2.10
Peraturan Daerah Kabupaten Sumba Barat Tahun 2009
No No/Tgl/Thn Perda Tentang Pengusul
1 1 Tahun 2009
13 Maret 2009
Pokok – Pokok Pengelolaan Keuangan
Daerah
Pemda Sumba Barat
2 2 Tahun 2009
13 Maret 2009
Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Dewan
Pengurus Korps Pegawai Republik Indonesia
Kabupaten Sumba Barat.
Pemda Sumba Barat
3 3 Tahun 2009
13 Maret 2009
6 Tahun 2009
31 Agustus 2009
Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Daerah Kabupaten Sumba Barat Tahun
2005-2025.
Perubahan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah Tahun 2009
Pemda Sumba Barat
Pemda Sumba Barat
4 7 Tahun 2009 Organisasi dan Tata Kerja Badan Pemda Sumba Barat
31 Agustus 2009
Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten
Sumba Barat.
5 8 Tahun 2009
31 Agustus 2009
Izin Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu dan
Hasil Hutan Bukan Kayu pada Hutan Hak
dan Lahan Masyarakat.
Pemda Sumba Barat
6 9 Tahun 2009
17 Des 2009
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Tahun Anggaran 2010
Pemda Sumba Barat
7 16 Tahun 2009
17 Des 2009
Pembentukan Kelurahan Dira Tana di
Kecamatan Loli Kabupaten Sumba Barat
Pemda Sumba Barat
8 17 Tahun 2009
17 Des 2009
Pelayanan Publik di Kabupaten Sumba Barat Pemda Sumba Barat
9 18 Tahun 2009
17 Des 2009
Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten
Sumba BaratNomor 11 Tahun 2007 tentang
Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja
Lembaga Teknis Daerah
Pemda Sumba Barat
Sumber: Data Dokumentasi Sekretariat DPRD Kabupaten Sumba Barat
Pada tahun 2009 Peraturan Daerah berjumlah 9 (Sembilan) yang telah ditetapkan oleh
DPRD Kabupaten Sumba Barat bersama Pemerintah Daerah Kabupaten Sumba Barat.Dari
Sembilan Perda yang ditetapkan terdapat beberapa Perda yang menyangkut tata kelola
pemerintahan dan tata kelola keuangan daerah.
Kemudian pada Tahun 2010, produktifitas penyusunan Perda masih kurang.Hal ini dapat
dilihat dari hasil Perda yang ditetapkan DPRD Kabupaten Sumba Barat bersama Pemerintah
Daerah Kabupaten Sumba Barat berjumlah 5 (lima) Perda dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 2.11
Peraturan Daerah Kabupaten Sumba Barat Tahun 2010
No No/Tgl/Thn Perda Tentang Pengusul
1 1 Tahun 2010
26 Juli 2010
Pertanggungjawaban Pelaksanaan
Anggaran Pendapaatan dan Belanja Daerah
Tahun Anggaran 2010
Pemda Sumba Barat
2 1 Tahun 2010
4 Oktober 2010
Perubahan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah Tahun Angaran 2010
Pemda Sumba Barat
3 2 Tahun 2010
15 Desember 2010
Penyertaan Modal Daerah Pada Badan
Usaha Milik Daerah
Pemda Sumba Barat
4 3 Tahun 2010
15 Desember 2010
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Tahun Anggaran 2010
Pemda Sumba Barat
5 4 Tahun 2010
30 Desember 2010
Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan
Bangunan
Pemda Sumba Barat
Sumber: Data Dokumentasi Sekretariat DPRD Kabupaten Sumba Barat
Pada Tahun 2011 Peraturan Daerah yang disusun dan disetujui terdapat 19 Perda yang
kebanyakan berisi Pembentukan Desa baru di 3 (tiga) Kecamatan berbeda.Sedangkan Perda
lainnya berisi tentang regulasi perizinan dan retribusi. Hal ini dapat dilihat dari rincian Perda
berikut ini:
Tabel 2.12
Peraturan Daerah Kabupaten Sumba Barat Tahun 2011
No No/Tgl/Thn Perda Tentang Pengusul
1 1 Tahun 2011
22 Pebruari 2011
Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja
Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu Satu
Pintu Kabupaten Sumba Barat
Pemda Sumba Barat
2 2 Tahun 2011
22 Pebruari 2011
Pembentukan Desa Manola Kecamatan Loli
Kabupaten Sumba Barat
Pemda Sumba Barat
3 3 Tahun 2011
22 Pebruari 2011
Pembentukan Desa Puu Mawo Kecamatan
Kota Waikabubak Kabupaten Sumba Barat
Pemda Sumba Barat
4 4 Tahun 2011
22 Pebruari 2011 Pembentukan Desa Pala Moko Kecamatan
Lamboya Kabupaten Sumba Barat
Pemda Sumba Barat
5 5 Tahun 2011
22 Pebruari 2011 Pembentukan Desa Lolo Tana Kecamatan
Tana Righu Kabupaten Sumba Barat
Pemda Sumba Barat
6 5 Tahun 2011
22 Pebruari 2011
Pembentukan Desa Kareka Nduku Utara
Kecamatan Tana Righu Kabupaten Sumba
Barat
Pemda Sumba Barat
7 6 Tahun 2011
22 Pebruari 2011
Pembentukan Desa Kareka Nduku Selatan
Kecamatan Tana Righu Kabupaten Sumba
Barat
Pemda Sumba Barat
8 8 Tahun 2011
22 Pebruari 2011 Pembentukan Desa Manu Mada Kecamatan
Tana Righu Kabupaten Sumba Barat
Pemda Sumba Barat
9 9 Tahun 2011
22 Pebruari 2011
Pembentukan Desa Elu Loda Kecamatan
Tana Righu Kabupaten Sumba Barat
Pemda Sumba Barat
10 10 Tahun 2011
22 Pebruari 2011
Pembentukan Desa Kalebu Ana Kaka
Kecamatan Tana Righu Kabupaten Sumba
Barat
Pemda Sumba Barat
11 11Tahun 2011
22 Pebruari 2011 Pembentukan Desa Tarona Kecamatan
Tana Righu Kabupaten Sumba Barat
Pemda Sumba Barat
12 12 Tahun 2011
22 Pebruari 2011 Pembentukan Desa Rewa Rara Kecamatan
Wanokaka Kabupaten Sumba Barat
Pemda Sumba Barat
13 13 Tahun 2011
22 Pebruari 2011 Pembentukan Desa Weimangoma
Kecamatan Wanokaka Kabupaten Sumba
Barat
Pemda Sumba Barat
14 14 Tahun 2011 Pembentukan Desa Ana Wolu Kecamatan Pemda Sumba Barat
22 Pebruari 2011 Wanokaka Kabupaten Sumba Barat
15 15 Tahun 2011
22 Pebruari 2011 Pembentukan Pari Rara Wolu Kecamatan
Wanokaka Kabupaten Sumba Barat
Pemda Sumba Barat
16 19 Tahun 2011
29 Desember 2011 Pajak Daerah Pemda Sumba Barat
17 20 Tahun 2011
28 Desember 2011
Retribusi Jasa Umum Pemda Sumba Barat
18 21 Tahun 2011
28 Desember 2011
Retribusi Jasa Usaha Pemda Sumba Barat
19 19 Tahun 2011
28 Desember 2011 Retribusi Perizinan Tertentu Pemda Sumba Barat
Sumber: Data Dokumentasi Sekretariat DPRD Kabupaten Sumba Barat
Pada tahun 2012 Peraturan Daerah yang disetujui bersama DPRD Kabupaten Sumba
Barat dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Sumba Barat adalah sebanyak 4 (empat)
Perda.Terdapat 1 (satu) Perda inisiatif DPRD Kabupaten Sumba Barat yaitu Perda tentang
Kesehatan Ibu, Bayi dan Anak.
Adapun Perda pada tahun 2012 dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 2.13
Peraturan Daerah Kabupaten Sumba Barat Tahun 2012
No No/Tgl/Thn Perda Tentang Pengusul
1 1 Tahun 2012
24 Pebruari 2012
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Sumba Barat Tahun 2012 - 2032
Pemda Sumba Barat
2 2 Tahun 2012
21 Pebruari 2012
Penyelenggaraan Administrasi
Kependudukan
Pemda Sumba Barat
3 3 Tahun 2012
21 Pebruari 2012
Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja
Badan Penanggulangan Bencana Daerah
Pemda Sumba Barat
4 4 Tahun 2013
21 Pebruari 2012
Kesehatan Ibu, Bayi dan Anak DPRD Kabupaten
Sumba Barat
Sumber: Data Dokumentasi Sekretariat DPRD Kabupaten Sumba Barat
Sedangkan pada tahun 2013 terdapat 3 (tiga) Peraturan Daerah yang telah disetujui oleh
DPRD Kabupaten Sumba Barat dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Sumba Barat. Adapun
Perda – Perda dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 2.14
Peraturan Daerah Kabupaten Sumba Barat Tahun 2013
No No/Tgl/Thn Perda Tentang Pengusul
1 1 Tahun 2013
26 Pebruari 2013
Perubahan Kedua Atas Peraturan Daerah
Kabupaten Sumba Barat No. 11 Tahun
2007 Tentang Pembentukan Organisasi dan
Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah
Pemda Sumba Barat
2 2 Tahun 2013
5 Juli 2013
Tugas Belajar, Izin Belajar dan Ikatan
Dinas
Pemda Sumba Barat
3 3 Tahun 2013
3 Juli 2013
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan
Perkotaan
Pemda Sumba Barat
Sumber: Data Dokumentasi Sekretariat DPRD Kabupaten Sumba Barat
Dari tahun 2009 – 2013 Peraturan Daerah yang disetujui dan telah diperdakan oleh
DPRD Kabupaten Sumba Barat dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Sumba Barat sebanyak
40 (empat puluh) Perda.Selama tahun 2009 – 2013 baru terdapat 1 (satu) Perda inisiatif DPRD
Kabupaten Sumba Barat yaitu Peraturan Daerah No 4 Tahun 2012 Tentang Kesehatan Ibu, Bayi
dan Anak.Terdapat 39 (tiga puluh Sembilan) Perda yang merupakan inisiatif Pemerintah
Kabupaten Sumba Barat.
Adapun Peraturan Daerah Kabupaten Sumba Barat yang telah disetujui DPRD Kabupaten
Sumba Barat Tahun 2012 adalah sebagai berikut7:
1. Rencana Tata Ruang Wilayah
2. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
3. Pajak – pajak Daerah
4. Retribusi Perijinan tertentu
5. Retribusi jasa umum
6. Pembentukan Desa – Desa dan Kecamatan
7. Struktur Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah
8. Kesehatan Ibu dan Anak
7 Sumber: Data Dokumentasi Sekretariat DPRD Kabupaten Sumba Barat
9. Penyelenggaraan administrasi kependudukan
10. Pembentukan lembaga kemasyarakatan Desa dan Kelurahan
11. Penyerahan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan desa
12. Penyelenggaraan Upacara/ritual adat
13. Pengelolaan persampahan
14. Perlindungan dan pegelolaan lingkungan hidup
15. Surat ijin usaha perdagangan (SIUP)
16. Perencanaan dan penganggaran partisipasif
17. Penyelenggaraan pariwisata
3. Analisis
a. Pelaksanaan Fungsi Legislasi DPRD
Salah satu fungsi DPRDadalah menentukan kebijakan dan membuat peraturan undang-
undang(peraturan daerah). Pelaksanaan fungsi legislasi DPRD tersebut melalui beberapa proses
mulai dari penyusunan rancangan peraturan daerah, pembahasan rancangan peraturan daerah
sampai ditetapkan menjadi Peraturan Daerah.
1. Tahap Perencanaan Pembentukan Peraturan Daerah
Tahap pertama pembentukan Peraturan Daerah baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota,
(termasuk pembentukan undang-undang) pada dasarnya adalah sama, yakni diawali dengan
tahap perencanaan yang dituangkan dalam bentuk Program Legislasi Daerah (Proglegda) sebagai
instrumen perencanaan pembentukan Peraturan Daerah yang disusun secara berencana, terpadu
dan sistematis8.
Program legislasi merupakan pedoman dan pengendali penyusunan peraturan perundang-
undangan yang mengikat lembaga yang berwenang membentuk peraturan daerah. Pembentukan
perundang-undangan yang disusun sesuai dengan program legislasi tidak saja akan menghasilkan
8 Pasal 1 angka 10 Undang-Udang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan
peraturan perundang-undangan yang diperlukan untuk mendukung tugas umum pemerintahan
dan pembangunan sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
1945, tetapi juga akan memenuhi kebutuhan hukum masyarakat sesuai dengan tuntutan reformasi
dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini maupun dimasa yang akan datang.
Program Legislasi Daerah, dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 juga memuat mengenai
penyebarluasan program legislasi daerah.
Pemerintah daerah dan DPRD dapat menyusun Prolegda yang memuat rencana dan
prioritas pembentukan Perda untuk kurun waktu lima tahunan dan satu tahunan.
Prioritasditentukan berdasarkan pengkajian atau inspirasi dan kebutuhan daerah masing-masing
serta memperlihatkan perubahan kenegaraan dan kemasyarakatan relatif cepat.
Pada tahap perencanaan, elite daerah harus menyusun naskah akademik terlebih dahulu
sebagai naskah awal yang memuat gagasan – gagasan pengaturan dan pokok – pokok materi
muatan bidang tertentu sebagai bahan pertimbangan yang paling objektif dan rasional dalam
penyusunan Raperda yang ditinjau dari sisi kelayakan filosofisnya, sosiologisnya, politisnya,
maupun yuridisnya. Penyusunaan naskah akademik ini tentunya didahului dengan serangkaian
pengkajian dan penelitian terhadap keempat aspek tersebut.
Penyusunan program legislasi daerah dapat dilakukan melalui dua tahap yaitu tahap
pertama pada Pemerintah daerah dengan meminta masukan dari dinas-dinas daerah atau
perangkat daerah lainnya mengenai raperda yang diperlukan untuk memperlancar kerja masing-
masing dinas yang bersangkutan dan tahap kedua di DPRD, masukan dapat diperoleh dari
komisi-komisi, fraksi, maupun aspirasi masyarakat yang disampaikan kepada DPRD.Yang
melakukan penyusunan naskah akademik tersebut tentu bukan elite daerah sendiri. Agar relatif
objektif, maka penyusunan naskah akademik dilakukan oleh tenaga/staf ahli yang dimiliki elite
daerah jika memang memiliki, atau jika tidak memiliki tenaga/staf ahli maka dapat bekerja sama
dengan perguruan tinggi atau lembaga lainnya yang memiliki pengalaman melakukan membuat
naskah akademik untuk menjadi dasar dalam penyusunan Raperda. Dengan adanya naskah
akademik tersebut maka dapat dijamin kerangka objektifitas tentang perlunya sebuah Perda
diterbitkan.
Pada tahun 2011, Pemerintah Kabupaten Sumba Barat dan Fakultas Hukum Universitas
KristenSatya Wacana bekerja sama dalam melakukan penelitian terhadap seluruh produk hukum
daerah baik berupa perda maupun peraturan bupati. Dalam kerja sama itu pun dibuat sebuah
dukumen perencanaan produk hukum daerah dalam bentuk rekomendasi untuk penyusunan
prolegda Kabupaten Sumba Barat tahun 2011- 2015.
Keadaan yang terjadi di Kabupaten Sumba Barat, tahap perencanaan dalam penyusunan
peraturan di Kabupaten Sumba Barat belum berdasarkan pada prioritas pembentukan peraturan
daerah untuk lima tahunan dan satu tahunan. Tahap perencanaan tersebut lebih mengarah pada
kebutuhan Pemerintah Kabupaten Sumba Barat untuk memperlancar tugasnya dan agar memiliki
landasan operasional.
Penyusunan program legislasi di Kabupaten Sumba Barat tidak menggunakan skala
prioritas lima tahunan atau satu tahunan. Penyusunan program legislasi disesuaikan dengan
kebutuhan daerah.Di Kabupaten Sumba Barat tidak terdapat Badan khusus yang menangani
program legislasi atau biasanya disebut Panitia Legislasi (Panleg).Dalam tahap perencanaan ini,
penyusunan program legislasi sebagian besar berasal dari pemerintah Kabupaten Sumba Barat.
Hal senada juga diungkapkan oleh Bapak Drs. Lele Leba Ari selaku Sekretaris Pansus II DPRD
Kabupaten Sumba Barat bahwa:
“Di DPRD Kabupaten Sumba Barat ini tidak memiliki Panleg sehingga tahap perencanaan atau
penyusunan program legislasi daerah sebagian besar berasal dari Pemda” 9
Walaupun tidak memiliki Panitia Legislasi, dalam prakteknya penyusunan program legislasi
tetap berjalan. Seperti yang diungkap oleh Bapak Stepanis Romi U. Warata selaku Wakil Ketua
Pansus II DPRD Kabupaten Sumba Barat yakni:
“Program legislasi daerah tersebut tetap digunakan walaupun tidak terdapat Badan Khusus
yang menangani program legislasi sehingga DPRD Kabupaten Sumba Barat mendelegasikan
anggotanya untuk menanyakan pada Bagian Hukum Pemda Sumba Barat mengenai program
legislasi daerah yang dibuat misalnya seperti perda-perda apa saja yang tidak sesuai lagi
dengan era sekarang sehingga perlu direvisi dan dibuat yang baru atau perlu diadakan hearing
tentang hal-hal yang muncul atau hal-hal yang diperlukan oleh Kabupaten Sumba Barat”. 10
Program legislasi daerah sangatlah penting karena program legislasi daerah (Prolegda)
dapat menjadi acuan bagi perangkat daerah atau DPRD dalam menyiapkan draft raperda yang
menjadi kebutuhan Kabupaten Sumba Barat dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat Kabupaten
Sumba Barat. Seperti yang diungkapkan Bapak Drs. Lele Leba Ari selaku Sekretaris Pansus II
DPRD Kabupaten Sumba Barat bahwa:
“Prolegda tersebut sangatlah penting karena dapat dijadikan pedoman bagi Pemda dan DPRD
Kabupaten Sumba Barat untuk menyiapkan raperda yang sesuai dengan kepentingan
masyarakat Sumba Barat”.
9 Wawancara dengan Drs. Lele Leba Ari selaku Sekretaris Pansus II DPRD Kabupaten Sumba Barat,
tanggal 5 Agustus 2013 diruang Fraksi DPRD
10
Wawancara dengan Stepanis Romi U. Warata selaku Wakil Ketua Pansus II DPRD Kabupaten Sumba
Barat, tanggal 25 Agustus 2013 di ruang Komisi A DPRD Kabupaten Sumba Barat
2. Tahap Pembahasan Rancangan Peraturan daerah
Pada tahap pembahasan, rancangan peraturan daerah Kabupaten Sumba Barat dibahas
oleh DPRD Kabupaten Sumba Barat dengan Bupati untuk mendapatkan persetujuan
bersama.Sebagaimana diketahui rancangan peraturan daerah dapat berasal dari DPRD dan dapat
pula berasal dari inisiatif Kepala Daerah. Pembahasan sebuah rancangan peraturan daerah di
DPRD dilakukan dalam Rapat Paripurna I, II, III dan IV, masing-masing dengan agenda
tersendiri, sebagai berikut:
1. Pembicaraan Tahap Pertama (sidang paripurna)
Bagi rancangan peraturan daerah yang berasal dari Kepala Daerah, maka Kepala Daerah
memberikan penjelasan mengenai rancangan peraturan daerah.Di dalam hal rancangan
peraturan daerah berasal dari DPRD, maka penjelasan disampaikan oleh pimpinan komisi
atau pimpinan rapat gabungan komisi atau pimpinan panitia khusus.
2. Pembicaraan Tahap Kedua (sidang paripurna)
Pembicaraan tahap kedua meliputi pemandangan umum anggota (fraksi) dan jawaban
Kepala Daerah atas pemandangan umum anggota (fraksi). Didalam hal rancangan
peraturan daerah berasal dari prakarsa DPRD, maka pembicaraan tahap kedua akan
mendengarkan pendapat kepala daerah dan jawaban pimpinan komisi atau pimpinan rapat
gabungan komisi atau pimpinan panitia khusus atas pendapat Kepala Daerah.
3. Pembicaraan Tahap Ketiga
Pembicaraan tahap ketiga merupakan rapat-rapat komisi atau gabungan komisi atau
panitia khusus Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang disertai pejabat (eksekutif) yang
ditunjuk oleh kepala daerah serta stakeholder ataupun para pihak pemangku
kepentingan.Pembicaraan tahap ketiga ini untuk menemukan kesepakatan baik mengenai
materi muatan maupun rumusan-rumusannya.
Di dalam praktik perbicaraan tahap ketiga inilah secara rill membuat Peraturan daerah.
Pada pembicaraan tahap ketiga wakil-wakil fraksi dan pemerintah merumuskan kembali
semua kesepakatan yang akan disetujui DPRD dan pada pembicaraan tahap ketiga
peranan individual anggota DPRD menonjol. Diskusi, perdebatan, dan permusyawaratan
sangat intensif dan mendalam.
4. Pembicaraan Tahap Keempat (sidang paripurna)
Pembicaraan tahap keempat merupakan terakhir yang diadakan dalam rangka
pengambilan keputusan persetujuan DPRD atas rancangan peraturan daerah, dalam
sidang ini akan didengar:
a. Laporan hasil kerja komisi, atau gabungan komisi atau panitia khusus;
b. Pendapat akhir fraksi sebagai pengantar persetujuan dewan; dan
c. Sambutan kepala daerah.
Prinsip utama yang dianut oleh semua sistem hukum adalah hukum itu dapat
dikomunikasikan terhadap masyarakat.Apabila suatu aturan hukum dalam bentuk
peraturan daerah tersebut tidak dapat dikomunikasikan dengan baik kepada masyarakat,
berarti peraturan daerah tersebut tidak dapat memengaruhi tingkah laku masyarakat.
3. Tahap Pengundangan Peraturan Daearah
Perda yang telah ditetapkan, selanjutnya diundangkan dengan menempatkan dalam
Lembaran Daerah oleh Sekretaris Daerah, sedangkan Penjelasan Peraturan daerah dicatat dalam
Tambahan Lembaran Daerah oleh Sekretaris Daerah atau oleh Kepala Bagian hukum.
Pengundangan Peraturan daerah dalam Lembaran Daerah dimaksudkan sebagai syarat hukum
agar setiap orang mengetahuinya. Lembaran daerah adalah penerbitan resmi yang digunakan
untuk mengundangkan peraturan daerah dan Keputusan Kepala Daerah, sedangkan Berita
Daerah adalah penerbitan resmi pemerintah daerah yang digunakan untuk mengumumkan
peraturan daerah, keputusan kepala daerah dan keputusan kepala daerah tertentu.
Pengundangan Peraturan Daerah dilakukan dalam Lembaran Daerah.Sekretaris Daerah
menandatangani pengundangan Perda dengan membubuhkan tanda tangan pada naskah
Peraturan Daerah tersebut. Pengundangan ini penting karena Peraturan Perundang-undangan
mulai berlaku dan mempunyai kekuatan mengikat pada tanggal diundangkan, kecuali ditentukan
lain dalam peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.
Pengundangan Peraturan Daerah Kabupaten Sumba Barat dilakukan Sekretaris Daerah dan
DPRD tidak ikut serta melakukan pengundangan Peraturan Daerah tersebut. Serupa yang
diungkapkan oleh Bapak Drs. Lele L. Ari selaku Wakil Ketua Pansus DPRD Kabupaten Sumba
Barat menyatakan:
“Dalam hal pengundangan suatu Peraturan Daerah, DPRD tidak ikut serta karena pengundangan
tersebut merupakan tugas dari Sekretaris Daerah”.
4. Tahap Sosialisasi Peraturan Daerah
Meskipun Peraturan daerah telah diundangkan dalam Lembaran Daerah, namun belum
cukup menjadi alasan untuk menganggap bahwa masyarakat telah mengetahui eksistensi
Peraturan daerah tersebut.Oleh karena itu peraturan daerah yang telah disahkan dan diundangkan
tersebut harus pula disosialisasikan.Penyebarluasan Peraturan Daerah Provinsi atau Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota yang telah diundangkan dalam Lembaran Negara dilakukan bersama
oleh DPRD dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Metode Sosialisasi dapat dilakukan dengan
cara:
1. Pengumuman melalui berita daerah (RRI, TV daerah) oleh oleh Kepala Bagian
HukumKabupaten/Kota.
2. Sosialisasi secara langsung oleh Kepala Biro Hukum/Kepala Bagian Hukum atau dapat
puladilakukan oleh unit kerja pemrakarsa, Perguruan Tinggi, Lembaga Swadaya
Masyarakat yang berkompeten.
3. Sosialisasi melalui seminar dan lokakarya (Seminola).
4. Sosialisasi melalui sarana internet.Untuk ini Pemerintah Daerah dan DPRD hendaknya
memiliki fasilitas web site agar masyarakat mudah mengakses segala perkembangan
kegiatan kedua lembaga.
Dalam prakteknya sosialisasi peraturan daerah yang telah diundangkan dilakukan oleh
DPRD Kabupaten Sumba Barat dengan bantuan sekretariat DPRD Kabupaten Sumba Barat
bersama-sama Kepala Bagian Hukum pada Sekretariat Daerah Kabupaten Sumba Barat atau
perwakilannya. Sosialisasi dilakukan di setiap Kantor Kecamatan Kabupaten Sumba Barat
dengan mengundang Ketua RT, Ketua RW, Kepala Desa/Lurah, dan tokoh-tokoh
masyarakat.Sosialisasi yang demikian ternyata belum efektif untuk menjamin agar masyarakat
mengetahui peraturan daerah yang baru. Kenyataan saat ini banyak masyarakat Kabupaten
Sumba Barat yang tidak mengetahui peraturan daerah apa saja yang telah dihasilkan oleh DPRD
Kabupaten Sumba Barat meskipun masyarakat tersebut juga sebagai pemangku
kepentingan.Namun hal ini berdasarkan pengamatan dan wawancara bersama Agustinus Kaka,
SH, Anggota DPRD Komisi C sebagai Ketua Badan Legislasi DPRD Kabupaten Sumba Barat,
di Kantor DPRD Kabupaten Sumba Barat, 23 Agustus 2013 mengakui ketentuan itu dijalankan
secara tidak maksimal11
.
11
Wawancara dengan Agustinus Kaka, SH, Anggota DPRD Komisi C sebagai Ketua Badan Legislasi
DPRD Kabupaten Sumba Barat, 23 Agutus 2013
Ini menandakan tidak efektifnya sosialisasi peraturan daerah yang dilakukan pemerintah daerah
dan DPRD Kabupaten Sumba Barat. Salah satu penyebab lain adalah kurangnya kesadaran
politik masyarakat yang rendah karena tingkat pendidikan atau karena prioritas hidup sebagian
besar masyarakat yang lebih tersita untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari, sehingga
kepekaan masyarakat terhadap proses pembentukan suatu peraturan daerah sangat rendah (Sifat
Aphatis Masyarakat).
5. Tahap Evaluasi Peraturan Daerah
Untuk dapat mengetahui sejauh mana pengaruh sebuah Peraturan daerah setelah
diberlakukan maka perlu dilakukan evaluasi. Melalui evaluasi akan dapat diketahui kelemahan
dan kelebihan peraturan daerah yang sedang diberlakukan, yang selanjutnya guna menentukan
kebijakan-kebijakan, misalnya apakah peraturan daerah tetap dipertahankan atau perlu direvisi.
Tahapan pembentukan Peraturan Daerah tersebut idealnya diberlakukan baik dalam
pembentukan Peraturan Daerah Provinsi maupun pembentukan Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota.Hal ini hanya dapat dilakukan apabila ada keinginan kuat (good will) baik dari
lembaga legislatif maupun eksekutif di Daerah. Jika hanya satu pihak saja tentu akan menemui
kendala dalam pelaksanaannya. Dalam Tahap evaluasi seringkali hanya dilakukan oleh DPRD
dikarenakan setiap Komplain masyarakat terhadap sebuah Peraturan Daerah, masyarakat selalu
mengugat kepada DPRD Kabupaten Sumba Barat hal ini yang mengakibatkan banyak kritik dan
saran yang masuk di DPRD terhadap satu Peraturan Daerah padahal seperti diketahui bahwa
dalam Pembantukan Peraturan Daerah itu bukan hanya Pihak DPRD tetapi juga pihak
Pemerintah Daerah dalam hal ini Bagian Hukum Pemerintah Kabupaten Sumba Barat, seperti
Pengamatan lapangan yang ditemukan olah penulis sejumlah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan
Setda mendatangi Kepala Bagian Hukum DPRD Kabupaten Sumba Barat ingin meminta draf
copy dari Peraturan Daerah alasannya mereka tidak pernah mengetahui seperti apa bentuknya
serta untuk menganalisa namun tidak diberikan oleh pihak Bagian Hukum DPRD dengan alasan
Copy fisiknya habis.
6. Tahap Penetapan Raperda
Setelah dilakukan pembahasan sampai pada Tahap IV, tahap selanjutnya adalah tahap penetapan
Raperda menjadi Perda.Rancangan Peraturan daerah yang telah disetujui bersama oleh DPRD
dan walikota disampaikan oleh Pimpinan Dewan kepada Kepala Daerah untuk ditetapkan
menjadi Perda.Penyampaian raperda kepada Kepala Daerah dilakukan dalam waktu paling
lambat 7 (tujuh) hari sejak tanggal persetujuan bersama. Penandatangan oleh Kepala Daerah
paling lambat 30 (tiga puluh) dari sejak raperda tersebut disetujui bersama oleh DPRD dan
Kepala Daerah. Apabila raperda yang telah disetujui bersama tidak ditandatangani oleh Kepala
Daerah dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak raperda tersebut disetujui bersama,
maka raperda tersebut sah manjadi Perda dan wajib diundangkan.
Kenyataan dilapangan menunjukkan bahwa sering penetapan Raperda telah dilakukan sesuai
dengan aturan yang ada.Sebelum jangka waktu yang ditetapkan habis, Kepala Daerah sudah
menandatangani Raperda yang telah disetujui bersama antara DPRD dan Kepala Daerah. Hal
tersebut senada dengan yang diungkapkan Bapak Drs. Lele L. Ari selaku Wakil Ketua Pansus
DPRD Kabupaten Sumba Barat bahwa:
“Dalam hal penetapan Raperda menjadi Peraturan daerah Kabupaten Sumba Barat telah
dilakukan sesuai dengan aturan yang ada.Dimana Kepala Daerah selalu menandatangani raperda-
raperda yang sudah disetujui bersama baik oleh DPRD dan Kepala Daerah dalam jangka waktu
kurang dari 30 hari”.
b. Pemahaman DPRD Kabupaten Sumba Barat Tentang Fungsi Legislasi
Tugas dan Wewenang DPRDdiatur dalam UUNo 27 Tahun 2009, UU No 32
Tahun2004, Peraturan Pemerintah No16Tahun 2010 dan Peraturan DPRD Kabupaten Sumba
Barat No 1 Tahun 2009. Berdasarkan ketentuan diatas DPRD mempunyai tugas dan wewenang
(fungsi DPRD ada 3: Fungsi Legislasi, Fungsi Budgeting, dan Fungsi Pengawasan).
Tahapan, proses dan materi dari Peraturan DPRD Kabupaten Sumba Barat Nomor 1
Tahun 2009 membawa kepada pemahaman pada prosedur yang harus dilalui dalam membuat dan
mengusulkan peraturan daerah. Dengan proses tersebut, tentunya DPRD akan bekerja dan
memproduksi peraturan perundang – undangan dalam bentuk PERDA sebagai implementasi
tugas DPRD.
Meski demikian, apakah proses dan prosedur yang dilalui DPRD hanya berpatok pada
prosedur formal tersebut, ketua fraksi partai PDI Perjuangan, Samuel K. Heo menjelaskan
bahwa:
“proses formal pembuatan peraturan perundang – undangan yang menjadi kewenangan
DPRD memang sudah tergambarkan sebagaimana tercantum dalam Peraturan DPRD
Kabupaten Sumba Barat Nomor 1 tahun 2009, namun DPRD juga menyadari bahwa
karena materi perda itu menyangkut pengaturan permasalahan masyarakat Kabupaten
Sumba Barat, maka semangat yang harus dirumuskan dalam pembuatannya juga harus
selaras dengan kepentingan masyarakat Kabupaten Sumba Barat.”12
12
Wawancara dengan ketua Fraksi Partai PDI Perjuangan, Samuel K. Heo, DPRD Kab. Sumba Barat.
Tidak tergambar dengan jelas atas uraian yang dimaksud apakah PERDA itu harus sesuai
dengan kehendak masyarakat Kabupaten Sumba Barat, karena untuk mengetahui kehendak
masyarakat diperlukan seperangkat proses yang harus dilalui, apakah melalui hearing, dialog,
penggalian informasi, termasuk penelitian, atau hanya cukup membayangkan tentang kebutuhan
masyarakat akan substansi yang harus diatur dalam PERDA. Kalau yang dimaksud proses
memahami semangat masyarakat itu diwujudkan dalam bentuk hearing, dialog, penggalian
informasi, termasuk penelitian, makaakan ada seperangkat proses yang akan dilakukan DPRD
dalam pembuatan peraturan perundang – undangan. Dan hal ini akan ada proses pertanggung
jawaban akademik dari yang telah dilakukannya itu.
Menurut pengamatan penulis, Peraturan DPRD Kabupaten Sumba Barat No. 1 Tahun
2009 Tentang Tata Tertib DPRD hanya mentransfer ketentuan yang terdapat dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 16Tahun 2010Tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD tanpa
mampu merumuskan aturan pelaksana yang berbasis pada prinsip – prinsip keterbukaan dan
pelibatan masyarakat. Perumusan Tata Tertib DPRD Kabupaten Sumba Barat dalam prosesnya
mengundang elemen masyarakat untuk diminta masukan, namun dari sekian usulan yang
diajukan oleh elemen masyarakat tidak ada yang diakomodir dalam tata tertib DPRD Kabupaten
Sumba Barat.
Menurut pengamatan penulis sifat monopoli kekuasaan dalam tata tertib DPRD sangat
dominan, tata tertib DPRD Kabupaten Sumba Barat tidak memberikan ruang bagi pelibatan
publik dalam penyusunan dan pengesahan rancangan Peraturan Daerah hal itu bisa dilihat dari
tidak adanya satu kalimat pun yang menjamin keterlibatan publik dalam setiap tahapan proses
pengesahan peraturan daerah, sehingga kalau mekanisme formal sebagaimana yang diatur dalam
tatib ini dijadikan pedoman secara tekstual maka justru pelibatan publik akan menjadi tertutup.
Sehingga penting untuk mengetahui pemahaman anggota DPRD Kabupaten Sumba Barat
tentang fungsi legislasi apakah hanya sebatas formal – tekstual atau ada pemahaman yang lebih
subtansial.
Dari uraian responden tentang hasil penelitian penulis sebagian besar anggota DPRD
Kabupaten Sumba Barat memahami dengan baik Legal Drafting melalui pelatihan – pelatihan
Legal Drafting baik yang dilakukan di tingkat Pusat, Propinsi maupun Daerah, namun
pemahaman tersebut belum pernah teraplikasikan dalam pembuatan suatu draft Rancangan
Peraturan Daerah inisiatif DPRD Kabupaten Sumba Barat. Menurut Ketua Komisi A DPRD
Kabupaten Sumba Barat bahwa” pemahaman anggota DPRD terhadap Legal Drafting
didapatkan dari pelatihan – pelatihan legal drafting yang diadakan di tingkat daerah, propinsi
maupun pusat namun belum sampai pada taraf kemampuan teknis pembuatan draf rancangan
Peraturan Daerah namun hanya sebatas pada pemahaman akan tahapan proses pembuatan
Peraturan Daerah”. 13
Selain pemahaman anggota DPRD Kabupaten Sumba Barat tentang Legal Drafting
sebatas demikian, pada umumnya anggota DPRD Kabupaten Sumba Barat belum memahami
semangat perubahan konstitusi yang telah menggeser kekuasaan legislasi kepada lembaga
Legislatif, bahkan terhadap perubahan konstitusi tersebut anggota DPRD Kabupaten Sumba
Barat belum dapat memaknainya. Sehingga perubahan konstitusi yang kemudian diikuti dengan
perubahan beberapa peraturan perundang – undangan tersebut tidak berdampak pada
peningkatan produktivitas DPRD dalam memproduk Rancangan Peraturan Daerah.
13
Wawancara dengan Y usak Putaratho, SE Ketua Komisi A DPRD Kabupaten Sumba Barat
Pemahaman anggota DPRD Kabupaten Sumba Barat tentang fungsi Peraturan Daerah
juga beragam, namun mayoritas berpendapat bahwa Peraturan Daerah berfungsi untuk mengatur
masyarakat.Selain pendapat mayoritas demikian sebagian anggota DPRD Kabupaten Sumba
Barat juga memahami fungsi Peraturan Daerah sebagai bentuk perlindungan hukum terhadap
hak-hak masyarakat. Dari Perda – Perda yang ditetapkan dalam pandangan Ketua Fraksi PDI
Perjuangan belum seluruhnya mempedomani Proses Legislasi Kabupaten Sumba Barat lebih
lanjut mengatakan:
“Pertama yaitu DPRD dan Pemerintah masih konsentrasi pada rutinitas pembahasan
Perda (non Prolegda) yaitu Perda APBD dan Perubahan APBD setiap tahun. Sebagian besar
waktu tersita untuk membahas Perda ini, mulai dari Pembahasan KU (Kebijakan Umum) –
APBD dan PPAS (Plafon Prioritas Anggaran Sementara), perhitungan dan
Pertanggungjawaban APBD dan LKPJ (Laporan Keterangan Pertangngung Jawaban) Bupati
tahun sebelumnya. Belum lagi ada Perda – Perda (non Prolegda) yang dibahas dan ditetapkan
atas perintah peraturan yang lebih tinggi (UU).Kedua, SDM Pemerintah dan DPRD
terbatas.Contohnya rekruitmen Anggota DPRD melalui pemilu yang tidak mensyaratkan secara
tegas bahwa Caleg harus punya kemampuan legal drafting. Disitu cukup lulus SMA, sehat
jasmani dan rohani dan lain – lain. Dalam perbedaan pemahaman dan kapasitas Anggota
DPRD turut mempengaruhi dalam penyelesaian Perda. Ketiga, Pemerintah dan DPRD belum
mengalokasikan khusus dana untuk penyusunan Perda. Dalam hal ini kita butuh dana untuk
bekerjasama dengan Perguruan Tinggi (PT) dalam penyusunan naskah akademik”.
“Rancangan Peraturan Daerah seharusnya memberikan perlindungan hukum terhadap hak –
hak rakyat dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat bukan hanya untuk meningkatkan
Pendapatan Asli Daerah”
Terhadap isi yang seharusnya ada dalam Peraturan Daerah mayoritas anggota DPRD
Kabupaten Sumba Barat mengatakan seharusnya muatan yang terkandung didalam Peraturan
Daerah adalah tentang Kepentingan Rakyat. Sedangkan pemahaman tentang prinsip – prinsip
penyusunan Peraturan Daerah para anggota DPRD Kabupaten Sumba Barat pada umumya
memahami penyusunan Peraturan Daerah cukup dilakukan oleh para anggota DPRD Kabupaten
Sumba Barat karena mereka telah mewakili rakyat. Hanya sebagian kecil saja yang memahami
bahwa Penyusunan Peraturan Daerah harus melibatkan partisipasi masyarakat.
Dari hasil Penelitian penulis dapat diketahui bahwa tingkat pemahaman para anggota
DPRD Kabupaten Sumba Barat terhadap fungsi Legislasi berpengaruh terhadap produktivitas
DPRD Kabupaten Sumba Barat dalam melahirkan Rancangan Peraturan Daerah yang berasal
dari inisiatif DPRD Kabupaten Sumba Barat. Sejak DPRD Kabupaten Sumba Barat periode
2009-2014 dilantik pada pertengahan bulan Agustus sampai hari ini belum pernah mengajukan
Rancangan Peraturan Daerah inisiatif dari DPRD Kabupaten Sumba Barat.
Demikian juga pemahaman para anggota DPRD Kabupaten Sumba Barat terhadap
perubahan konstitusi yang telah menggeser kekuasaan Legislasi kepada Lembaga Legislatif
sangat mempengaruhi inisiatif perubahan yang dimiliki oleh para anggota DPRD Kabupaten
Sumba Barat.Sampai hari ini peran anggota DPRD Kabupaten Sumba Barat dalam pelaksanaan
fungsi Legislasi tidak ubahnya seperti yang pernah terjadi di zaman orde baru ketika belum ada
perubahan konstitusi hanya sebatas membahas dan mengesahkan Rancangan Peraturan Daerah.
Para anggota DPRD Kabupaten Sumba Barat pada umumnya memahami fungsi
Peraturan Daerah hanya sebatas untuk mengatur masyarakat.Sedangkan fungsi strategis lainnya
misalnya fungsi perlindungan terhadap hak - hak rakyat, fungsi perubahan sosial dan fungsi
pemberdayaan masyarakat hanya dipahami oleh minoritas anggota DPRD Kabupaten Sumba
Barat. Pemahaman demikian menjadikan mayoritas Peraturan Daerah Kabupaten Sumba Barat
hanya dijadikan sebagai legitimasi yuridis untuk melakukan “Pungutan” kepada masyarakat atas
nama pajak dan retribusi. Sedangkan Peraturan Daerah yang mempunyai orientasi memberikan
perlindungan terhadap hak – hak rakyat, memberdayakan masyarakat dan melakukan perubahan
terhadap sistem pemerintahan ke arah yang pemerintahan yang baik(good governance)belum
direspon secara positif baik oleh DPRD Kabupaten Sumba Barat atau Pemerintah Kabupaten
Sumba Barat. Bahkan usulan draft Peraturan Daerah dari kelompok – kelompok masyarakat
tidak mendapat respon secara positif oleh para anggota DPRD dan Pemda Sumba Barat.
Pada umumnya mayoritas anggota DPRD Kabupaten Sumba Barat menjawab bahwa
seharusnya isi dari suatu rancangan Peraturan Daerah adalah menyangkut Kepentingan Rakyat
namun ketika memahami prinsip penyusunan Peraturan Daerah mayoritas anggota DPRD
menjawab cukup disusun oleh anggota DPRD, dengan beragam alasan sebagian mengemukakan
bahwa Penyusunan Peraturan Daerah oleh DPRD lebih efektif dan efisien, sebagian lagi
menjawab bahwa DPRD sudah dipilih oleh rakyat untuk mewakili sehingga sudah sah apabila
DPRD yang menyusun Peraturan Daerah tanpa keterlibatan rakyat. Pemahaman tentang prinsip
penyusunan Peraturan Daerah sangat mempengaruhi isi dari suatu Peraturan Daerah. MahfudMD
dalam tesisnyamengemukakan “Politik Hukum Indonesia” bahwa proses penyusunan Peraturan
Perundang – Undangan yang tertutup akan melahirkan produk hukum yang “Represif”,
sedangkan Proses Penyusunan Peraturan Perundang – Undangan yang terbuka dan partisipatif
akan melahirkan produk hukum yang “Responsif” terhadap kepentingan Publik.14
Akibat
pemahaman para anggota DPRD seperti paparan diatas menyebabkan produk hukum berupa
Peraturan Daerah di Kabupaten Sumba Barat lebih banyak yang berkarakter “Represif” hanya
sebagai alat pemaksa kepatuhan publik dalam hal melaksanakan kewajiban kepada negara bukan
dalam rangka melindungan kepentingan publik. Proses penyusunan Peraturan Daerah yang
tertutup dari keterlibatan publik selalu menghasilkan produk hukum yang merugikan masyarakat.
c. Kinerja DPRD Kabupaten Sumba Barat Dalam Melaksanakan Fungsi Legislasi
Belum ada standar baku mengenai ukuran kinerja DPRD dalam melaksanakan salah satu
tugas dan fungsinya, yaitu fungsi legislasi,dimana legislasi itu sendiri adalah produk politik yang
menjadi pilihan kebijakan dalam menentukan arah permasalahan kalau itu sudah dalam bentuk
PERDA.
Menurut hasil penelitian Penulis, sejak dilantik pada bulan Agustus 2009, DPRD
Kabupaten Sumba Barat periode 2009 – 2012 telah mengesahkan 40 Peraturan Daerah.Dan
sejaktahun 2013 sampai saat ini DPRD Kabupaten Sumba Barat masih sedang membahas 4
(empat) Rancangan Peraturan Daerah, diantaranya:
Tabel 2.15
Nama Raperda Tahun 2013-2014
No. NAMA RANPERDA YANG MEMBAHAS
1. Ranperda tentang Pemekaran Desa PANSUS
2. Ranperda tentang Pajak Daerah BPHTB (Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan)
PANSUS
14
Mahfud, MD, Politik Hukum Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta 2010, hal 368
3. Ranperda tentang RTRW PANSUS
4. Ranperda tentang RPJMD (Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah)
PANSUS
Sumber: Data Dokumentasi Sekretariat DPRD Kabupaten Sumba Barat
Menurut pengamatan penulis dan hasil wawancara dengan beberapa Anggota DPRD
Kabupaten Sumba Barat,untuk semua Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Sumba Barat
baik yang telah disahkan maupun yang sedang dalam proses pembahasan di DPRD Kabupaten
Sumba Barat berasal dari inisiatif Pemerintah Kabupaten Sumba Barat, baru 1 (satu) yang
berasal dari inisiatif DPRD Kabupaten Sumba Barat yaitu Peraturan Daerah Kabupaten Sumba
Barat No. 4 Tahun 2013 Tentang Kesehatan Ibu, Bayi dan Anak (KIBA). Selain Rancangan
Peraturan Daerah berasal dari inisiatif Pemerintah Kabupaten Sumba Barat. Berkaitan dengan
keterlibatan masyarakat dalam pembahasan Rancangan Peraturan Daerah, menurut hasil
penelitian penulis ada beberapa Rancangan Peraturan Daerah yang dalam pembahasannnya
melibatkan masyarakat antara lain Peraturan Daerah No. 1 Tahun 2012 Tentang Tata Ruang
Wilayah Kabupaten Sumba Barat Tahun 2012 – 2032 yang melibatkan para Tokoh Masyarakat.
Hal ini menunjukkan bahwa DPRD belum memahami dan memaknai semangat dari
perubahan konstitusional yang terjadi pasca reformasi melalui amandemen UUD 1945 yang
memberikan kekuasaan legislasi kepada Legislatif.Perubahan konstitusional tersebut belum
mampu mendorong produktivitas DPRD Kabupaten Sumba Barat dalam menggunakan hak
inisiatifnya dalam pembuatan Rancangan Peraturan Daerah.
Selain anggota DPRD Kabupaten Sumba Barat tidak mempunyai inisiatif dalam
mengusulkan Rancangan Peraturan Daerah, inisiatif DPRD untuk mensosialisasikan dan
melibatkan partisipasi rakyat dalam pembahasan Rancangan Peraturan Daerah juga sangat
minim, pembahasan Rancangan Peraturan Daerah mayoritas tanpa proses sosialisasi dan
keterlibatan masyarakat yang kemudian berdampak pada proses pembahasan Rancangan
Peraturan Daerah tanpa keterlibatan masyarakat. Proses pembahasan Rancangan Peraturan
Daerah tanpa keterlibatan masyarakat menyebabkan produk Peraturan Daerah yang dihasilkan
justru menimbulkan penolakan di masyarakat. Peraturan daerah yang disusun tanpa melibatkan
masyarakat juga berdampak pada “ketidaksukarelaan” masyarakat dalam melaksanakan
kewajibannya.Akhirnya, masyarakat melaksanakan kewajibannya hanya karena ancaman sanksi
bukan karena kesadaran hukum masyarakat dan hal ini terjadi karena masyarakat tidak merasa
memiliki Peraturan Daerah yang telah dibuat. Akhirnya dalam kondisi demikian antara Rakyat
dan Negara tertanam benih – benih ketidakpuasan dan ketidakpercayaan (krisis kepercayaan)
yang suatu saat apabila terakumulasi secara luas akan meledak dan mengahancurkan sendi –
sendi kehidupan bernegara. Hal itu terjadi karena Pemerintah Kabupaten Sumba Barat lebih
banyak hanya menggunakan pendekatan tirani kekuasaan dalam pembahasan Rancangan
Peraturan Daerah tidak memposisikan Peraturan Daerah sebagai wujud dari “Kontrak Politik”
antara rakyat dengan negara yang harus saling seimbang (Cheks and Balance).
Selain inisiatif membuat Rancangan Peraturan Daerah serta inisiatif mensosialisasikan
dan melibatkan rakyat dalam pembahasan Rancangan Peraturan Daerah yang tidak dimiliki oleh
DPRD Kabupaten Sumba Barat, inisiatif untuk memasukkan ide – ide pembaharuan sistem
penyelenggaraan pemerintahan daerah ke dalam Rancangan Peraturan Daerah juga hampir –
hampir tidak dapat kita temukan, DPRD Kabupaten Sumba Barat hanya “mengamini” saja alur
kepentingan yang dimasukkan oleh Pemerintah Kabupaten Sumba Barat dalam Rancangan
Peraturan Daerah yang diajukan oleh Pemerintah Kabupaten Sumba Barat tanpa ada inisiatif
untuk mengisi ide – ide pembaharuan dalam Rancangan Peraturan Daerah tersebut. Sehingga
tidak mengherankan bila yang kita lihat bukan perkembangan yang mengarah pada peningkatan
kualitas pelayanan publik namun jutru kemerosotan di bidang itu. Potensi – Potensi Korupsi
semakin meluas dan kasus – kasus penyelewengan kekuasaan semakin bermunculan.
d. Kendala – kendala Yang Mempengaruhi Produktivitas DPRD Kabupaten Sumba Barat
dalam Memproduk Peraturan Daerah (Perda).
Beberapa kendala yang mempengaruhi produktivitas DPRD dalam pembuatan
Rancangan Peraturan Daerah, yaitu :
a. Faktor individual.
1. Kapasitas.
Hal ini terkait dengan kapasitas anggota dewan yang dimaksud. Dimana dari ke 35
anggota dewan yang ada mayoritas adalah punya pemahaman dengan berlatar
pendidikan hukum yang sangat minim, terlebih pembuatan produk hukum sangat
membutuhkan kecermatan dan kepiawaian seseorang dalam membuat aturan yang
akan diterapkan pada skala pemerintahan daerah tersebut. Dengan kemampuan yang
minim tersebut dapat dilihat pada produk yang diciptakannya.Bagaimana memproduk
aturan yang efektif dan mempunyaidaya efektifitas yang dapat memjawab kebutuhan
masyarakat daerah menjadi hal yang sulit ditemui.
Terungkap berkaitan dengan kapasitas anggota dewan ini dalam membuat produk
hukum sebagaimana disampaikan Anggota Badan Legislasi dengan mengatakan:
“bahwa apa bisa mereka membuat aturan hukum, kalau sebelumnya pun ia hanya
berprofesi jadi Ibu rumah tangga atau ada juga pengangguran. Bagaimana mungkin
anggota DPRD tersebut dapat menghasilkan, apalagi mempunyai inisiatif untuk
membuat aturan yang betul-betul diharapkan oleh masyarakat.”15
2. Latar belakang
Selain pada kapasitas, faktor latar belakang keilmuan dan latar belakang pekerjaan
menjadi catatan tersendiri dalam melihat kendala DPRD Kabupaten Sumba Barat
dalam melaksanakan fungsi legislasinya.
Dari 35 anggota DPRD Kabupaten Sumba Barat periode 2009 – 2014 yang berlatar
belakang pendidikan hukum hanya 5 orang.
Tabel 2.16
Latar Pendidikan Anggota DPRD Kabupaten Sumba Barat Periode 2009-2014
No. Anggota DPRD berdasar latar
belakang pendidikan
Jumlah Prosentase
1. Pendidikan setara sarjana dengan
latar belakang bidang Hukum
5 14 %
2. Pendidikan setara sarjana dengan
latar belakang non Hukum
8 22 %
3. Pendidikan dibawah sarjana 22 62 %
Sumber: Data Dokumentasi Sekretariat DPRD Kabupaten Sumba Barat
Menjadi ironi manakala lembaga yang bertugas memproduk aturan namun diisi oleh
orang – orang dengan pengalaman minim dibidangnya.Tidak heran ketika aturan yang
dihasilkannya banyak yang berorientasi pada pemenuhan solusi pemerintahan yang
tidak sistematis.Apalagi dari ke 35 anggota DPRD tersebut ada yang belum pernah
mengenyam pendidikan di perguruan tinggi.Akan terjadi pemaksaan ide ketika
kekuasaan legislasi dipegangnya.
15
Anggota Badan Legislasi
3. Kemauan
Kapasitas yang kurang dan latar belakang yang rendah sebetulnya bukan faktor utama
kendala DPRD Kabupaten Sumba Barat dalam menjalankan kekuasaan legislasinya
selama punya kemauan yang tinggi untuk belajar dan terus meng up grade diri dengan
informasi yang selalu terbaru.Namun demikian harapan ini hanya tinggal harapan
mana kala dengan kemampuan yang minim tersebut tidak diimbangi dengan kemauan
belajar yang tinggi demi pelaksanaan tugas dan fungsinya.
Dalam forum – forum penggalian aspirasi dimasyarakatpun, tidak jarang proses yang
dilakukannya cenderung sangat tertutup. Dengan indikasi selalu yang dilibatkan
adalah konstituen masing – masing partai. Hal ini dapat dilihat dari daftar hadir dan
undangan yang dibuat serta pengakuan orang – orang yang dianggap mampu, tetapi
tidak pernah dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan.
b. Faktor Institusional.
Selain faktor invidual, yang menjadi kendala bagi DPRD dalam memproduk Rancangan
Peraturan Daerah adalah faktor institusional. Faktor ini meliputi,
1. Tidak adanya inisiatif membentuk Badan Legislasi Daerah (BALEGDA)
Badan Legislasi Daerah yang sebenarnya telah diamanatkan oleh Undang – Undang
Nomor 27 tahun 2009 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPD, DPR, DPRD
Propinsi dan DPRD Kabuapaten/Kota, namun hal ini belum menjadi faktor penggerak
bagi munculnya produk hukum buatan DPRD yang berkualitas. BALEGDA
dimaksudkan untuk melaksanakan proyeksi dalam bidang perundang – undangan yang
dibuat oleh DPRD.Dengan tidak ada BALEGDA ini dipastikan pembuatan legislasi
didaerah tidak terencana, lebih berproyeksi pada hal – hal yang sifatnya jangka
pendek. Perda yang dihasilkannya pun tidak cukup mampu menjangkau kejadian –
kejadian yang akan datang yang akan menjadi perhatian publik luas.
Pembagian kerja yang dilakukan oleh Badan Legislasi terhadap setiap anggotanya
dalam melaksanakan tugas sudah cukup baik sebenarnya.Artinya setiap anggota sudah
dibebankan pekerjaan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan usulan kebijakan
daerah yang telah dimasukkan pada Badan Legislasi.Namun realita di lapangan beban
pekerjaan yang diberikan kepada masing-masing anggota Badan Legislasi belum dapat
dijalan dengan sempurna.Dimana masih ada anggota Badan Legislasi yang
melimpahkan tugas dan beban kerja kepada anggota Badan Legislasi lainnya,
disebabkan oleh alasan pribadi anggota tersebut. Fakta ini membuat ada beberapa
anggota Badan Legislasi yang harus mengemban tugas yang telah diberikan kepada
rekannya untuk diselesaikan.
Dampaknya proses penyelesaian perumusan dan penyusunan kebijakan daerah yang
akan dibahas oleh masing-masing fraksi sering terlambat. Kemudian dalam
pelaksanaan tugasnya anggota Badan Legislasi sudah cukup mampu untuk saling
bekerjasama dalam menyelesaikan beban tugasnya. Dimana dari setiap data dan
informasi yang telah dikumpulkan akan dijadikan bahan kajian dan analisis oleh
anggota Badan Legislasi dalam merumuskan kebijakan daerah. Proses perumusan
kebijakan daerah yang dilakukan tentunya melalui kerjasama yang dikembangkan oleh
internal Badan Legislasi. Musyarawah dalam merumuskan kebijakan daerah menjadi
bentuk kerjasama yang dilakukan oleh anggota Badan Legislasi dalam merumuskan
kebijakan. Selanjutnya komitmen kerja yang dimiliki anggota Badan Legislasi
sebenarnya sudah cukup baik, karena setiap anggota telah berusaha untuk dapat
memiliki visi dan misi yang sama dalam mewujudkan perumusan kebijakan daerah.
2. Tidak punya data base permasalahan pemerintahan
DPRD Kabupaten Sumba Barat tidak dilengkapi dengan seperangkat data base
pemerintahan. Hal ini diakui sendiri oleh Ketua Fraksi PDI Perjuangan Kabupaten
Sumba Barat,
“jadi tidak semua data yang kami butuhkan diberikannya serta merta pada saat itu,
sehingga kami harus bekerja dengan data yang minim, apalagi kalau menyangkut
permasalahan yang akan dapat menurunkan reputasi dinas tersebut. Tidakjarang data
tersebut dikeluarkan setelah terungkap dimedia massa”.16
Bagaimana bisa membuat produk hukum yang berkualitas bila prasyarat untuk itu
tidak terpenuhi. Produk hukum akan dihasilkan dari proses yang maksimal kalau data–
data pendukungnya juga cukup untuk melaksanakan proses pembuatannya. Untuk
menguji hasil tersebut cukup dengan melihat tahapan dan data pendukung yang
diperlukan.
3. Budaya politik
Perilaku politik DPRD yang merupakan kendala eksternal karena hal tersebut
merupakan perilaku yang sudah menginstitusional di DPRD. Dengan kondisi budaya
politik demikian sulit apabila ada anggota DPRD yang kemudian punya inisiasi untuk
melakukan upaya – upaya politik yang terhormat menjadi tidak berdaya apa – apa.
16
ibid
Keluhan tentang budaya politik demikian banyak diungkap oleh anggota dewan yang
masih punya semangat tinggi untuk terus melakukan upaya perubahan – perubahan
bagi lingkungan DPRD.
Tidak jarang mereka yang punya semangat idealisme yang tinggi, kemudian harus
kandas lantaran proses politik menghendaki voting untuk memutus sebuah
permasalahan yang berkembang. Dancelakanya, mayoritas yang hadir dan ikut
menentukan arah solusi permasalahan menjadi demikian tidak simpatik dengan pilihan
– pilihan politik yang dibuatnya.
4. Pengaruh kekuatan politik (eksternal)
Kekuatan politik eksternal yang paling berpengaruh atas kualitas produk legislasi
DPRD adalah pasar/pemodal. Dimana peranan pasar ini dalam mengintervensi proses
pembuatan hukumnya terletak pada korelasi produk hukum yang dibuat dengan warna
produk hukum tersebut. Kekuatan pasar akan selalu mendorong upaya pembuatan
hukum yang berpihak padanya. Pada saat – saat tertentu, pasar akan memaksakan
keinginannya untuk tujuan investasi yang dijalankannya.