BAB II ntd
-
Upload
nurul-uyuy-hidayah -
Category
Documents
-
view
213 -
download
4
description
Transcript of BAB II ntd
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Embriogenesis Sistem Muskuloskeletal
Sistem muskuloskeletal berasal dari mesoderm embrionik yang terlihat pada
kehamilan minggu ketiga. Suatu subtipe spesifik dari mesoderm disebut
mesenkim berperan dalam pembentukkan tulang, tulang rawan, otot, tendon, dan
jaringan ikat. Mesenkim tidak berdiferensiasi dan menetap sepanjang masa anak-
anak sampai dewasa dan berperanan penting dalam penyembuhan fraktur (6).
Bakal ekstremitas primitif muncul pada minggu keempat kehamilan. Bakal
ekstremitas merupakan kantong ektoderm yang berisikan sel mesenkim yang tidak
berdiferensiasi pada akhir perkembangan minggu keempat (6).
Bakal ekstremitas primitif terdiri atas suatu inti mesenkim yang berasal dari
lapisan somatik mesoderm lempeng lateral yang akan membentuk tulang-tulang
dan jaringan penyambung anggota badan. Mesenkim memberi sinyal kepada
ektoderm di ujung anggota badan untuk menebal dan membentuk rigi ektodermal
apeks (REA). REA memberikan pengaruh induktif pada mesenkim di bawahnya,
sehingga perkembangan anggota badan berjalan dari arah proksimodistal (7).
Bakal ekstremitas primitif kemudian terbagi ke dalam beberapa segmen yaitu
bakal lengan atas, lengan bawah, tangan, paha, tungkai, dan kaki pada minggu
kelima dan keenam kehamilan. Bagian ujung tunas anggota badan menjadi pipih
membentuk lempeng tangan dan lempeng kaki dan dipisahkan dari segmen
proksimal oleh sebuah penyempitan melingkar pada mudigah berusia 6 minggu.
6
7
Penyempitan kedua membagi bagian proksimal menjadi dua segmen dan bagian-
bagian utama anggota badan sudah mulai dapat dikenali. Jari-jari tangan dan kaki
terbentuk ketika kematian sel di REA memisahkan rigi menjadi lima bagian (7).
Pembentukkan jari-jari selanjutnya tergantung pada kelanjutan pertumbuhan
di bawah pengaruh kelima segmen rigi ektoderm, kondensasi mesenkim untuk
membentuk garis jari-jari kartilago, dan kematian jaringan yang ada di antara
garis jari-jari kartilago tersebut. Pembuatan pola jari-jari tergantung pada
sekelompok sel yang terletak di dasar anggota badan pada tepi posterior yang
dikenal sebagai zona aktivitas polarisasi (ZAP). Sel-sel ini menentukan gradien
morfogen yang melibatkan vitamin A dan gen homeoboks untuk menghasilkan
urutan jari yang normal (7).
Perkembangan anggota badan atas dan bawah sama tetapi morfogenesis
anggota badan bawah kira-kira 1-2 hari lebih lambat dari anggota badan atas.
Ekstremitas mengalami rotasi pada kehamilan minggu ketujuh. Anggota badan
atas memutar 900 ke lateral dan anggota badan bawah berputar 900 ke medial (7).
B. Patofisiologi Kelainan Bawaan
Berdasarkan patogenesis, kelainan bawaan diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Malformasi
Malformasi adalah suatu kelainan yang disebabkan oleh kegagalan atau
ketidaksempurnaan dari satu atau lebih proses embriogenesis. Malformasi dapat
digolongkan menjadi malformasi mayor dan minor. Malformasi mayor adalah
suatu kelainan struktur yang memerlukan pengelolaan yang serius, pengelolaan
8
medis, pembedahan atau bedah plastik dan apabila tidak dikoreksi akan
menyebabkan gangguan fungsi tubuh serta mengurangi angka harapan hidup.
Malformasi minor yaitu kelainan bawaan yang tidak memerlukan pengelolaan
khusus dan tidak akan menyebabkan problem kesehatan yang serius. Malformasi
minor hanya berpengaruh pada segi kosmetik. Malformasi pada otak, jantung,
ginjal, ekstremitas, saluran cerna termasuk malformasi mayor, sedangkan kelainan
daun telinga, kelainan pada jari, lekukan pada kulit (dimple) adalah contoh
malformasi minor (1).
2. Deformasi
Deformasi terbentuk akibat adanya tekanan mekanik yang abnormal sehingga
merubah bentuk, ukuran atau posisi sebagian dari tubuh yang semula berkembang
normal. Tekanan ini dapat disebabkan oleh keterbatasan ruang dalam uterus atau
faktor lain yang berasal dari ibu. Deformasi dapat timbul akibat faktor janin
seperti oligohidroamnion. Sebagian besar deformasi mengenai tulang, tulang
rawan dan sendi. Pertumbuhan abnormal sering terjadi pada bagian yang terkena
dan secara bertahap menghilang setelah beberapa bulan sampai beberapa tahun
(1).
3. Disrupsi
Disrupsi dapat disebabkan oleh iskemia, perdarahan atau perlekatan.
Deformasi dan disrupsi biasanya mengenai struktur yang semula berkembang
normal dan tidak menyebabkan kelainan intrinsik pada jaringan yang terkena.
Penyebab tersering adalah sobeknya selaput amnion pada kehamilan muda (1).
9
4. Displasia
Displasia adalah kerusakan (kelainan struktur) akibat fungsi atau organisasi sel
abnormal, mengenai satu macam jaringan di seluruh tubuh. Sebagian besar
disebabkan mutasi gen. Displasia menimbulkan perubahan kelainan seumur hidup
dan efek klinisnya akan menetap atau memburuk (1).
C. Kelainan Bawaan Ekstremitas Atas
Beberapa contoh kelainan bawaan ekstremitas atas:
1. Polidaktili jari tangan
Polidaktili adalah duplikasi di dalam sebuah bakal ekstremitas embrionik.
Penyebab polidaktili adalah gabungan antara faktor genetik dan etnis (8).
Kebanyakan polidaktili muncul pada bagian tepi tangan, mengenai ibu jari dan
jari kelingking (6). Prevalensi polidaktili berkisar antara 2-19 kasus per 10000
kelahiran hidup (8).
Gambar 2.4 Polidaktili jari tangan
Derajat keparahan polidaktili bervariasi. Bentuk polidaktili yang paling
sederhana berupa suatu massa jaringan lunak tambahan terhubung ke tangan
10
melalui sebuah tangkai jaringan lunak (9). Polidaktili merupakan bagian dari
suatu penyakit umum seperti sindrom Patau (trisomi 13), sindrom Carpenter,
sindrom Ellis-van Creveld ,dan polisindaktili sehingga anomali kongenital lain
perlu dicari (10).
2. Sindaktili jari tangan
Sindaktili berasal dari bahasa Yunani, syn berarti bersama dan dactyly berarti
jari. Sindaktili adalah penyatuan kongenital 2 jari tangan karena kegagalan
pemisahan selama perkembangan embriologi biasanya antara minggu keenam dan
kedelapan kehamilan. Sindaktili merupakan deformitas ekstremitas atas yang
paling lazim dan lebih sering pada anak laki-laki dengan rasio 2:1. Jari tengah dan
jari manis menyatu merupakan kejadian yang paling sering (11).
Gambar 2.5 Sindaktili jari tangan (14)
Luas dan berat sindaktili bervariasi. Bentuk sindaktili yang sederhana ditandai
dengan adanya penyatuan jari-jari oleh kulit sedangkan pada bentuk yang
kompleks tulang menyatu dan tendon mengalami malformasi (6). Sindaktili jari
tangan biasanya bersamaan dengan kelainan lain, seperti sindaktili jari kaki.
Sindaktili juga merupakan bagian dari suatu kondisi yang lebih kompleks seperti
11
sindrom Apert, sindrom Carpenter, trisomi 13, trisomi 18, trisomi 21 dan
polisindaktili (6,10).
3. Ektrodaktili
Ektrodaktili atau deformitas capit lobster ditandai dengan celah medial telapak
tangan dalam dan jari tengah hilang (12,13). Kelainan bawaan ekstremitas ini
terjadi 1 per 90.000 kelahiran (13). Kelainan ini akibat kegagalan medial apikal
ektodermal dalam perkembangan tunas ekstremitas. Malformasi ini ditandai
dengan bentuk V atau U yang dalam dari defek sentral (14). Tangan nampak
seperti capit lobster pada kasus yang berat. Kelainan ini paling sering diturunkan
secara autosomal dominan, walapun dapat juga melalui autosomal resesif, terkait
kromosom X dan delesi serta duplikasi kromosom (15).
Gambar 2.6 Ektrodaktili jari tangan (16)
Ektrodaktili, displasia ektrodermal, dan celah palatum atau bibir merupakan
kelainan dari sindrom EEC (Ectrodactyly-ectodermal dysplasia-cleft lip or
Palate syndrome ). Sindrom EEC pertama kali dikemukakan oleh Cockayne pada
tahun 1936. Sindrom EEC merupakan kelainan bawaan yang diturunkan melalui
autosomal dominan (17).
12
4. Clinodactyly
Clinodactyly berasal dari bahasa Yunani yaitu klinein yang berarti
membungkuk atau miring dan dactylos yang berarti jari. Clinodactyly merupakan
kelainan bawaan ekstremitas yang ditandai dengan adanya kelengkungan salah
satu jari ke arah yang berdekatan. Kelainan ini diwariskan dengan pola autosomal
dominan. Clinodactyly juga merupakan bagian dari suatu kondisi yang lebih
kompleks seperti Sindrom otopalatodigital tipe 2 (OPD2) dan trisomi 21 (18).
5. Radial clubhand
Kegagalan pembentukan seluruh atau sebagian tulang radius mengakibatkan
deviasi tulang-tulang karpal dan tangan ke arah radial. Berdasarkan pola
perkembangan proksimal ke medial ekstremitas embrionik maka kegagalan
pembentukan tulang radius diikuti ketiadaan atau hipoplasia tulang karpal radial,
metacarpal ibu jari, anomali otot thenar dan lengan bawah bagian radial. Kelainan
ini kurang lazim dan setengahnya bersifat bilateral (6).
D. Kelainan Bawaan Ekstremitas Bawah
Beberapa contoh kelainan bawaan ekstremitas bawah:
1. Talipes ekuinovarus kongenital (kaki pekuk)
Talipes ekuinovarus kongenital atau clubfoot adalah suatu deformitas yang
terjadi in utero (antara minggu ke 10 dan 12 kehamilan) dan meliputi deformitas
pada tungkai bawah, tungkai belakang, dan pergelangan kaki. Kata “ekuinovarus”
13
merujuk pada fleksi plantar yang ekstrem dari pergelangan kaki (ekuinus) dan
angulasi kaki ke arah medial (varus) (6).
Gambar 2.1 Talipes ekuinaovarus kongenital
Talipes ekuinovarus kongenital adalah kasus yang lazim dengan insidens 1-3
per 1000 kelahiran hidup. Sekitar setengah penderita talipes ekuinovarus
kongenital mengalami talipes ekuinovarus kongenital bilateral. Anak laki laki
terkena dua kali lebih sering daripada anak perempuan dan lazim terjadi pada
orang Polinesia tetapi jarang pada orang Cina. Riwayat keluarga memegang
peranan dalam meningkatkan insidens talipes ekuinovarus kongenital 20-30 kali
bila dibandingkan populasi umum. Jika orang tua sehat mempunyai satu anak
dengan talipes ekuinovarus kongenital, maka kemungkinan anak kedua
mengalami kelainan meningkat menjadi 25% (6).
Kaki pekuk biasanya berasosiasi dengan kelainan lain. Kelainan lain yang
biasanya bersama dengan kaki pekuk seperti artrogriposis, mielomeningokel,
kelainan bawaan pada tulang belakang, penyakit neuromuskuler (sindrom
Charcot-Marie-Tooth), dwarfisme diastrofik, sindrom Larsen, dan anomali sistem
lain (6).
14
2. Polidaktili jari kaki
Polidaktili ditandai dengan adanya kelebihan 1 atau lebih jari. Deformitas ini
relatif lazim terjadi dan biasanya melibatkan jari kaki kelima (19). Kelainan ini
terjadi pada sekitar 2 per 100 kelahiran. Sekitar 30% penderita mempunyai
riwayat keluarga dan sering ditemukan pada orang kulit hitam dibanding orang
kulit putih (20). Riwayat positif keluarga terjadi pada 10-30% kasus. Polidaktili
jari kaki bilateral terjadi pada 25-50% kasus (21).
Polidaktili biasanya berasosiasi dengan kelainan lain seperti polidaktili tangan
dan sindaktili jari kaki yang berdekatan. Duplikasi ibu jari kaki juga dapat terjadi
dan mungkin disertai dengan kelainan metatarsus (6,10).
Gambar 2.2 Polidaktili jari kaki (6)
Berdasarkan kriteria topografi, polidaktili jari kaki dibagi menjadi 3 kelompok
mayor : medial ray (preaxial), central ray (bagian tengah antara jari-jari) dan
lateral ray (postaxial) polidaktili (19,21). Setiap kelainan mayor selanjutnya
terbagi berdasarkan tingkat duplikasi yaitu tipe metatarsal, proksimal, middle, dan
tipe distal-phalangeal (21).
15
3. Sindaktili jari kaki
Kelainan ini relatif lazim terjadi pada jari kaki kecil dan mungkin ada riwayat
keluarga. Sindaktili diklasifikasikan menjadi zigosindaktili dan polisindaktili.
Zigosindaktili disertai dengan selaput sempurna atau tidak sempurna. Selaput
sindaktili ini adalah hasil dari kegagalan degenerasi jaringan antara 2 jari atau
lebih. Zigosindaktili dapat juga terjadi fusi dari tulang (synostosis) biasanya
terjadi antara jari kaki kedua dan ketiga dan antara jari ketiga dan keempat (11).
Polisindaktili merupakan kelainan dengan adanya duplikasi jari kaki kelima serta
sindaktili antara jari kaki keempat dan kelima (10).
Gambar 2.3 Sindaktili jari kaki (6)
4. Kaki kalkaneovalgus
Kaki kalkaneovalgus adalah temuan yang relatif sering pada bayi baru lahir
dan merupakan akibat posisi dalam uterus. Kaki tampak hiperdorsifleksi dengan
abduksi kaki depan dan bertambahnya valgus tumit. Posisi yang khas adalah jari
kaki tungkai mengarah ke luar. Dorsum kaki dengan mudah berkontak dengan sisi
anterior tibia, kaki depan terabduksi, dan tumit menjadi valgus serta ditemukan
16
torsi tibia eksterna (20-500). Gerakan pergelangan kaki menunjukkan plantar
fleksi normal atau hampir normal (10).
5. Adduktus metatarsus
Adduktus metatarsus atau varus metatarsal adalah suatu temuan yang lazim
pada bayi yang baru lahir dengan angka kejadian 2 per 1000 kelahiran hidup. Kaki
bagian depan mengalami inversi dan adduksi tetapi kaki bagian belakang dan
pergelangan kaki normal. Adduktus metatarsus mungkin disebabkan oleh
kedudukan intrauterin. Keadaan sesak di dalam uterin menyebabkan kaki terlipat
dalam posisi varus. Adduktus metatarsus biasanya muncul bersama displasia
perkembangan pangkal paha. Hal ini semakin mendukung teori sesak intrauterin
(6).
6. Talus vertikal kongenital
Talus vertikal kongenital merupakan deformitas yang jarang ditemukan. Talus
berada dalam posisi plantarfleksi yang jelas dan sendi talonavikulare mengalami
dislokasi dengan navikulare yang terletak dorsal dan lateral terhadap kaput tali.
Persendian talokalkaneus juga mengalami subluksasi dengan tulang kalkaneus
dalam posisi eversi dan plantarfleksi. Karakteristik klinis talus vertikal kongenital
adalah kaki nampak “ceper” atau permukaa plantar kaki mungkin konveks
sehingga memberikan gambaran rocker-bottom. Sebagian besar bayi yang terkena
talus vertikal kongenital mempunyai gangguan yang mendasari seperti malformasi
teratologi (mielodisplasia dan artogriposis multipleks kongenital) atau sindroma
seperti trisomi 18 (Sindrom Edward) (1,6).
17
7. Displasia perkembangan pangkal paha
Displasia perkembangan pangkal paha (DDH/ developmental dysplasia of the
hip) dulu disebut sebagai “dislokasi pangkal paha kongenital”. DDH adalah
hilangnya hubungan artikulasi normal antara kaput femoris dengan astabulum
baik dislokasi ataupun subluksasi (6). DDH tejadi 1,5-10 per 1000 kelahiran hidup
dengan anak perempuan 6-8 kali lebih banyak darpada anak laki-laki. Pangkal
paha kiri lebih sering terlibat dibanding kanan dan 20% penderita mengalami
DDH bilateral. Faktor keturunan, ras, serta sosiologi turut berperan dalam insiden.
Dalam masyarakat yang kaki bayinya dibendung dengan pangkal paha dalam
posisi ekstensi serta adduksi, insiden DDH lebih tinggi (6).
Etiologi DDH adalah gabungan dari faktor genetik dan lingkungan. Kadar
estrogen uterin yang tinggi dan hormon relaksin ibu dapat memengaruhi
terjadinya DDH. Jaringan fetus perempuan lebih responsif terhadap pengaruh
hormonal daripada laki-laki. Faktor mekanis dalam rahim juga mempengaruhi
terjadinya DDH misalnya letak sungsang dan posisi janin in utero berhubungan
dengan insiden. Bayi pertama memiliki risiko lebih tinggi karena pengaruh dari
kesesakan intrauterin. Lebih dominannya DDH sisi kiri karena pada umumnya,
pangkal paha kiri janin berlawanan tulang belakang ibu, dengan paha adduksi (6)
8. Genu varum (kaki busur)
Varus adalah kata sifat yang menyatakan suatu deformitas yang angulasi
bagian tubuhnya menuju ke arah garis tengah sehingga bagian bawah tibia
membusur ke arah garis tengah (6). Kelainan ini merupakan kelainan yang lazim
terjadi pada anak di bawah usia 2 tahun dan anak laki-laki mengalami genu varum
18
2 kali lebih sering daripada anak perempuan. Genu varum biasanya terjadi
simetris (16). Genu varum fisiologik disebabkan kedudukan intrauterin (6).
Genu varum fisiologik biasanya mengalami resolusi spontan pada usia 2,5
tahun. Deformitas genu varum yang bertambah buruk setelah anak mulai berjalan
atau menetap setelah 2,5 tahun (6).
9. Genu valgum
Valgus adalah kata sifat yang menyatakan suatu deformitas yang angulasi
suatu bagian tubuhnya menjauhi garis tengah. Genu valgus lazim ditemukan pada
anak-anak berusia antara 2 dan 6 tahun. Kelainan biasanya bersifat simetris.
Keluhan meliputi penampilan yang tidak enak dipandang, kejanggalan, serta nyeri
samar-samar pada lutut atau kaki (6).
Genu valgum fisiologik atau ringan sering muncul saat usia 2 tahun biasanya
menyembuh secara spontan saat usia 8 tahun pada sebagian besar anak. Genu
valgum terjadi 3 kali lebih sering pada anak perempuan dari laki-laki (22).
E. Faktor Risiko
Faktor risiko kelainan bawaan terdiri dari 2 faktor yaitu faktor genetik dan
faktor lingkungan.
1. Kelainan genetik dan kromosom
Kelainan genetik pada ayah atau ibu kemungkinan besar akan berpengaruh
atas kelainan bawaan pada anaknya. Pola pewarisan kelainan genetik ada yang
mengikuti hukum Mendelian yang dapat bersifat dominan (dominan traits) atau
19
bersifat resesif (ressesive traits) dan ada yang terkait kromosom X (X-linked).
Penyelidikan peran genetik dalam kejadian kelainan bawaan sukar, tetapi adanya
kelainan bawaan yang sama dalam satu keturunan dapat membantu
menidentifikasi pola pewarisan kelainan genetik (2).
2. Faktor usia ibu
Usia ibu berpengaruh terhadap angka kejadian kelainan bawaan pada janin.
Usia yang berpengaruh terhadap angka kejadian kelainan bawaan adalah usia di
atas 35 tahun (2,23%) dan di bawah 19 tahun (1,06%) (4).
Usia ibu di bawah 19 tahun meningkatkan angka kejadian kelainan bawaan
dikaitkan dengan sedikitnya pengetahuan, sedikitnya dukungan sosial, dan
antenatal care yang kurang teratur bila dibandingkan dengan ibu yang usianya
lebih tua. Usia ibu di bawah 19 tahun juga dikaitkan dengan sosioekonomi dan
faktor gaya hidup (23).
Ibu yang berusia lebih dari 35 tahun mempunyai risiko tinggi terjadinya
kelainan kromosom walaupun tidak ada riwayat kelainan kromosom sebelumnya
dengan angka kejadian 1:400 (24). Usia ibu di atas 35 tahun berhubungan dengan
peningkatan signifikan terjadinya kelainan muskuloskeletal dan secara signifikan
pula menurunkan kejadian kelainan susunan saraf pusat dan kelainan dinding
perut (25). Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa usia ibu lebih dari 35
tahun meningkatkan insiden dari perdarahan antepartum, kelainan letak janin,
kematian fetus intrauterin, dan berat bayi lahir rendah. Usia ibu lebih dari 35
tahun juga dikaitkan dengan kemungkinan adanya penyakit sistemik seperti
20
diabetes mellitus dan hipertensi yang akan mengganggu pertumbuhan janin
intrauterin (24).
3. Faktor usia paternal
Angka kejadian kelainan bawaan juga berhubungan dengan usia paternal.
Usia paternal yang lebih dari 30 tahun berhubungan dengan peningkatan risiko
terjadinya kelainan bawaan jantung, fistula trakea esofagus, kelainan bawaan
ekstremitas, sindrom down dan kelainan kromosom lainnya. Ayah yang berusia di
bawah 25 tahun meningkatkan risiko terjadinya spina bifida, mikrosefalus,
polidaktili, sindaktili, dan clubfoot (26).
4. Paritas
Kejadian kelainan bawaan yang tertinggi menurut penelitian Made Prabawa
adalah paritas satu (79,4%) dan yang terendah adalah paritas empat (9%) (4).
Penelitian di Amerika dan Atlanta menunjukkan hasil yang berbeda dengan
penelitian yang dilakukan Made Prabawa di Semarang. Data yang dikeluarkan
American National Birth Defects Prevention menunjukkan bahwa multipara
(56,6%) lebih tinggi daripada primipara (43,4%) (27). Penelitian di Atlanta
menunjukkan bahwa kejadian kelainan bawaan dengan multigravid (70%) lebih
tinggi daripada primigravid (30%) (28).
5. Pekerjaan ibu
Pekerjaan ibu berpengaruh terhadap angka kejadian kelainan bawaan. Hal ini
dikaitkan dengan bahan teratogenik yang digunakan saat ibu bekerja seperti
21
pestisida, glycol ethers, logam berat dan anestesi inhalasi. Pekerjaan ibu seperti
obat teratogen, akan menyebabkan kelainan bawaan spesifik (29).
Beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan pekerjaan ibu yang
meningkatkan risiko kelainan bawaan ekstremitas adalah pekerjaan bertani,
pekerja kesehatan, penata rambut, pekerja tekstil, dan pekerja di pabrik sepatu
atau pabrik kulit. Bertani meningkatkan risiko terjadinya kelainan bawaan
ekstremitas dikaitkan dengan penggunaan pestisida (30).
6. Jenis kelamin
Berdasarkan penelitian Made Prabawa kejadian kelainan bawaan lebih banyak
terjadi pada bayi laki-laki (0,97%) daripada bayi perempuan (0,56%) (4). Angka
kejadian ini bisa berbeda bila kelainan bawaan dilihat satu per satu, misalnya
kelainan bawaan displasia pangkal paha dimana perempuan lebih tingi daripada
laki-laki (10).
7. Faktor mekanik
Tekanan mekanik pada janin selama kehidupan intrauterin dapat
menyebabkan kelainan bentuk organ tubuh hingga menimbulkan deformitas organ
tersebut. Tekanan mekanik itu akibat kedudukan intrauterin janin yang
menyesuaikan dengan sempitnya uterus ibu. Faktor predisposisi dalam
pertumbuhan organ itu sendiri akan mempermudah terjadinya deformitas suatu
organ. Contoh deformitas organ tubuh ialah kelainan talipes pada kaki seperti
talipes varus, talipes valgus, adduktus metatarsus, kaki kalkaneovalgus dan talipes
equinovarus (clubfoot) (2,6).
22
8. Faktor infeksi
Infeksi yang dapat menimbulkan kelainan bawaan ialah infeksi yang terjadi
pada periode organogenesis yakni dalam trimester pertama kehamilan. Infeksi
pada trimester pertama dapat menimbulkan kelainan bawaan dan meningkatkan
risiko terjadinya abortus. Contoh infeksi virus pada trimester pertama ialah infeksi
oleh virus Rubella. Bayi dari ibu yang menderita infeksi Rubella pada trimester
pertama dapat menderita katarak kongenital, kelainan sistem pendengaran dan
kelainan jantung bawaan. Beberapa infeksi lain pada trimester pertama yang dapat
menimbulkan kelainan bawaan antara lain ialah infeksi virus sitomegalovirus dan
infeksi toksoplasmosis (2,7).
9. Faktor obat
Beberapa jenis obat tertentu yang diminum wanita hamil pada trimester
pertama kehamilan diduga sangat erat hubungannya dengan terjadinya kelainan
bawaan pada bayi. Kurang lebih 2-3% kelainan janin disebabkan karena
penggunaan obat saat hamil (2).
Salah satu jenis obat yang telah diketahui dapat menimbulkan kelainan
kongenital ialah thalidomid. Thalidomid merupakan obat pertama yang dikenal
menimbulkan efek teratogen setelah terjadinya 5.000 korban yang
memperlihatkan cacat anggota badan yaitu pokomelia. Risiko teratogenik obat ini
tinggi sekali yaitu hampir 100% bila digunakan dalam masa organogenesis.
Thalidomid juga menyebabkan terjadinya polidaktili yang simetris (31). Obat anti
depresan imipramin berkaitan erat dengan angka kejadian cacat anggota badan
23
(7). Pemakaian obat-obatan yang tidak perlu selama kehamilan khusunya
trimester pertama sebaiknya dihindari (2).
10. Faktor hormonal
Faktor hormonal diduga mempunyai hubungan dengan kejadian kelainan
bawaan. Bayi yang dilahirkan oleh ibu hipotiroidisme atau ibu penderita diabetes
melitus kemungkinan untuk mengalami gangguan pertumbuhan lebih besar bila
dibandingkan dengan bayi dari ibu yang normal (2).
11. Faktor radiasi
Riwayat radiasi yang cukup besar pada orang tua dikhawatirkan akan dapat
mengakibatkan mutasi pada gen yang dapat menyebabkan kelainan bawaan pada
bayi yang dilahirkannya terutama pada awal kehamilan. Radiasi untuk keperluan
diagnostik atau terapeutis sebaiknya dihindarkan dalam masa kehamilan
khususnya pada hamil muda. Pengobatan wanita hamil dengan sinar x atau radium
dosis tinggi akan menyebabkan kelainan bawaan seperti mikrosefali, spina bifida,
kebutaan, celah palatum, dan cacat anggota badan (7).
12. Faktor gizi
Kekurangan gizi berat dalam masa kehamilan pada binatang percobaan dapat
menimbulkan kelainan bawaan. Penelitian pada manusia menunjukkan bahwa
frekuensi kelainan bawaan pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang
kekurangan makanan lebih tinggi bila dibandingkan dengan bayi-bayi yang lahir
dari ibu yang baik gizinya. Penelitian pada binatang percobaan menunjukkan
24
adanya defisiensi protein, vitamin A (ribofIavin), asam folat, thiamin dan lain-lain
dapat menaikkan kejadian kelainan kongenital (2,7).
13. Asap rokok dan alkohol
Asap rokok dan alkohol termasuk zat kimia berbahaya. Pemakaian berlebihan
alkohol dapat mengakibatkan cacat pada anak yang dikandungnya berupa sindrom
alkohol fetus (Fetal alcohol syndrome). Sindrom alkohol fetus terdiri dari
mikrosefali, retardasi mental, retardasi pertumbuhan, fisura palpebra kecil, dan
telinga abnormal (31). Asap rokok dari orang lain dapat meracuni ibu hamil
walaupun ibu tersebut bukan perokok aktif karena asap rokok mengandung
berbagai bahan kimia yang teratogenik (2).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ibu yang merokok selama hamil
meningkatkan angka kejadian kelainan bawaan ekstremitas. Pengaruh rokok
terhadap kelainan bawaan ekstremitas harus didasari adanya interaksi perubahan
gen dengan efek teratogenik dari rokok (29).
F. Pencegahan Kelainan Bawaan berdasarkan Faktor Risiko
Kelainan bawaan yang disebabkan faktor lingkungan dapat dicegah dengan
menghindari faktor lingkungan yang bersifat teratogenik. Pencegahan kelainan
bawaan yang berhubungan dengan faktor genetik dibagi menjadi pencegahan
primer dan sekunder. Pencegahan primer dilakukan sebelum konsepsi dengan
tujuan agar orang yang mempunyai risiko mempunyai kelainan genetik dapat
mencegah dengan menghindari faktor lingkungan yang berperan untuk
mengurangi angka kejadian mutasi genetik. Pencegahan sekunder kelainan
25
bawaan meliputi uji tapis prenatal dan terminasi selektif. Uji tapis prenatal yang
dilakukan pada ibu yang berusia 35 tahun dan ibu dengan risiko tinggi akan
menurunkan angka kejadian kelainan bawaan sebanyak 30% (1).
Konseling genetik juga merupakan salah satu cara untuk pemberian informasi
pada orangtua atau keluarga penderita kelainan bawaan yang diduga mempunyai
faktor penyebab herediter tentang apa dan bagaimana kelainan yang dihadapi ,
pola penurunan, penatalaksanaan, prognosis, dan upaya pencegahan kelainan
bawaan. Tujuan konseling genetik adalah untuk mengumpulkan data-data medis
ataupun genetik dari pasien ataupun keluarga yang berpotensi dan menjelaskan
langkah-langkah yang dapat dilakukan. Konseling genetik di Indonesia belum
sesuai dengan definisi atapun skema kerja konseling genetik karena masih kurang
pencatatan data pribadi dalam bidang medis sehingga menyulitkan penelusuran
data untuk penelaahan analisis pedigree dan juga kendala dalam hal biaya, etik
moral serta budaya masyarakat kita (1).