BAB II nabila - eprints.ung.ac.ideprints.ung.ac.id/6166/3/2012-1-48401-821309010-bab2... ·...
Transcript of BAB II nabila - eprints.ung.ac.ideprints.ung.ac.id/6166/3/2012-1-48401-821309010-bab2... ·...
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Tentang Rumah Sakit
2.1.1 Pengertian Rumah Sakit
Rumah sakit adalah suatu organisasi yang unik dan komplek karena
merupakan institusi yang padat karya, mempunyai sifat-sifat dan ciri serta fungsi-
fungsi yang khusus dalam proses menghasilkan jasa medik dan mempunyai
berbagai kelompok profesi dalam pelayanan penderita. Rumah sakit adalah suatu
organisasi yang melalui tenaga medis profesional yang terorganisir serta sarana
kedokteran yang permanen menyelenggarakan pelayanan kesehatan, asuhan
keperawatan yang berkesinambungan, diagnosis serta pengobatan penyakit yang
diderita oleh pasien (Qauliyah, 2008).
Rumah Sakit merupakan suatu tempat dan juga sebuah fasilitas, sebuah
institusi dan organisasi yang menyediakan pelayanan pasien rawat inap.Rumah
Sakit juga merupakan suatu tempat bekerja tenaga kesehatan yang berhubungan
langsung dengan pasien dalam upaya pelayanan kesehatan.Untuk itu rumah sakit
dapat dipandang bertanggung jawab atas kesalahan dan atau kelalaian tenaga
kesehatan yang bekerja di dalamnya (Aditama, 2002). Rumah sakit umum adalah
rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan harus bersifat dasar,
spesialistik dan subspesialistik (Anonim, 1992).
2.1.2 Fungsi Rumah Sakit
Menurut Milton Roemer dan Friedman dalam bukunya Doctors In
Hostpitals fungsi rumah sakit adalah :
a. Harus ada pelayanan rawat inap dengan fasilitas diagnostik dan terapetiknya.
b. Harus memiliki pelayanan rawat jalan.
c. Rumah Sakit juga bertugas untuk melakukan pendidikan pelatihan.
d. Rumah Sakit perlu melakukan penelitian dibidang kedokteran dan kesehatan.
e. Bertanggung jawab untuk program pencegahan penyakit dan penyuluhan
kesehatan bagi populasi di sekitarnya (Aditama, 2002).
Dalam pelaksanaan tugasnya rumah sakit mempunyai fungsi
menyelenggarakan pelayanan medis, penunjang medis dan non medis pelayanan
dan asuhan keperawatan, pelayanan rujukan, pendidikan dan pelatihan, penelitian
dan pengembangan serta administrasi dan keuangan (Sahadia, 2011).
2.1.3 Tipe-tipe Rumah Sakit
Penggolongan tipe rumah sakitdidasarkan pada unsur pelayanan,
ketenagaan, fisik dan peralatan. Ada lima tipe yaitu:
1. Rumah Sakit Tipe A
Rumah sakit tipe A adalah Rumah Sakit yang mampu memberikan pelayanan
kedokteran spesialis dan subspesialis luas oleh pemerintah ditetapkan sebagai
rujukan tertinggi (Top Referral Hospital) atau disebut pula sebagai Rumah
Sakit pusat.
2. Rumah Sakit Tipe B
Rumah sakit tipe B adalah rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan
kedokteran spesialis dan subspesialis terbatas.Rumah sakit ini didirikan
disetiap Ibu Kota Propinsi yang menampung pelayanan rujukan dari rumah
sakit Kabupaten.
3. Rumah Sakit Tipe C
Rumah sakit tipe C adalah rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan
kedokteran spesialis terbatas.Rumah sakit ini didirikan disetiap Ibu Kota
Kabupaten (Regency hospital) yang menampung pelayanan rujukan dari
Puskesmas.
4. Rumah Sakit Tipe D
Rumah sakit tipe D adalah rumah sakit yang bersifat transisi dengan
kemampuan hanya memberikan pelayanan kedokteran umum dan gigi.Rumah
sakit ini menampung rujukan yang berasal dari Puskesmas.
5. Rumah Sakit Tipe E
Rumah sakit tipe E adalah rumah sakit khusus (spesial hospital) yang
menyelenggarakan hanya satu macam pelayan kesehatan kedokteran saja.Saat
ini banyak rumah sakit kelas ini ditemukan misalnya, rumah sakit kusta, paru,
jantung, jiwa, kanker, ibu dan anak (Anonim, 2011).
2.1.4 Profil Rumah Sakit Umum Daerah Dr. M. M. Dunda Limboto
Kabupaten Gorontalo
1. Sejarah Rumah Sakit
Badan pengelola rumah sakit umum daerah Dr. M.M. Dunda yang semula
bernama Rumah Sakit Umum Limboto adalah rumah sakit milik pemerintah
kabupaten Gorontalo yang berlokasi di wilayah kabupaten Gorontalo, didirikan
pada tanggal 25 November 1963 dengan kapasitas awal tempat tidur 29 buah.
Melalui surat keputusan menteri kesehatan nomor 171/Menkes/SK/1994
Rumah Sakit UmumDaerah Dr. M.M. Dunda ditetapkan menjadi rumah sakit
kelas B. Dunda yang diambil dari nama seorang perintis kemerdekaan yang telah
mengabdikan dirinya dibidang kesehatan sehingga diabadikan menjadi nama
rumah sakit umum daerah milik pemerintah daerah kabupaten gorontalo yang
berkedudukan sebagai unit pelaksana pemerintah kabupaten gorontalo dibidang
pelayanan kesehatan masyarakat.
2. Visi dan Misi
Untuk memenuhi tuntutan masyarakat akan pelayanan yang lebih baik dan
bermutu, maka pihak rumah sakit umumdaerah Dr. M.M. Dunda memiliki
komitmen untuk mewujudkan pelayanan optimal (pelayanan prima) dengan
memformulasikan dalam visi dan misi, dengan program unggulannya.
Visi :
“Terwujudnya Pelayanan Kesehatan Yang Optimal”
Misi :
Untuk mewujudkan pelayanan yang lebih baik dan rancangan untuk mendukung
visi rumah sakit, maka misi yang digunakan oleh pihak rumah sakit yaitu :
1) Memberikan pelayanan kesehatan yang optimal.
2) Menyiapkan dan mengembangkan sumber daya manusia.
3) Kerja sama dengan mitra rumah sakit.
4) Mendukung sarana dan prasarana rumah sakit yang berkualitas dan
bermanfaat secara optimal.
5) Meningkatkan pendapatan rumah sakit.
6) Meningkatkan kesejahteraan karyawan.
3. Tujuan dan Filosofi Rumah Sakit
Tujuan Rumah Sakit adalah untuk meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan
kehidupan bangsa dengan Visi Departemen Kesehatan “Membuat Rakyat Sehat”.
Filosofi :
“Keselamatan, Kesembuhan dan Kepuasan Pasien adalah Kebanggaan Kami”.
4. Tugas dan Fungsi
Tugas pokok badan pengelola rumah sakit umumdaerah Dr. M.M. Dunda
Kabupaten Gorontalo, yaitu :
1) Melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan
mengutamakan upaya penyembuhan, pemulihan yang dilakukan secara serasi,
terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan upaya
rujukan.
2) Melaksanakan pelayanan umum yang bermutu sesuai standar pelayanan
rumah sakit.
Adapun fungsi badan pengelola rumah sakit umum daerah Dr. M.M. Dunda
Kabupaten Gorontalo, yaitu :
1) Pelayanan medis
2) Pelayanan penunjang medis dan non medis
3) Pelayanan dan asuhan keperawatan
4) Pelayanan rujukan
5) Pendidikan, pelatihan dan penyuluhan
6) Penelitian dan pengembangan
7) Pelayanan administrasi umum dan keuangan
2.2 Kajian Tentang Instalasi Farmasi Rumah Sakit
2.2.1 Tugas dan Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Instalasi Farmasi Rumah Sakit dalam melaksanakan tugasnya berdasarkan
standar pelayanan farmasi di rumah sakit yang dikeluarkan oleh direktorat jendral
pelayanan kefarmasian dan alat kesehatan tahun 2004, evaluasinya mengacu pada
pedoman survey akreditas rumah sakit yang digunakan secara rasional, disamping
ketentuan masing-masing rumah sakit.
Tugas Instalasi Farmasi Rumah Sakit antara lain:
a. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal.
b. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan farmasi yang profesional berdasarkan
prosedur kefarmasian dan etik profesi.
c. Melaksanakan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE).
d. Memberi pelayanan bermutu melalui analisa dan evaluasi untuk meningkatkan
mutu pelayanan kefarmasian.
e. Melakukan pengawasan berdasarkan aturan-aturan yang berlaku.
f. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan di bidang farmasi.
g. Mengadakan penelitian dan pengembangan di bidang farmasi.
h. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan
formularium rumah sakit(Siregar dan Amalia, 2004).
Fungsi Instalasi Farmasi Rumah Sakit antara lain:
a. Pengelolaan perbekalan farmasi
1) Memilih perbekalan farmasi sesuai kebutuhan pelayanan rumah sakit yang
merupakan proses kegiatan sejak dari meninjau masalah kesehatan yang
terjadi di rumah sakit, identifikasi pemilihan terapi, bentuk dan dosis,
menentukan kriteria pemilihan dengan memprioritaskan obat esensial,
standarisasi sampai menjaga dan memperbaharui standar obat.
2) Merencanakan kebutuhan perbekalan farmasi secara optimal yang
merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah dan harga
perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, untuk
menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat
dipertanggung jawabkan dan dasar-dasar perencanaan yang telah
ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi metode
konsumsi dan epidemiologi disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.
3) Mengadakan perbekalan farmasi berpedoman pada perencanaan yang telah
dibuat sesuai kebutuhan yang berlaku melalui pembelian (tender dan
langsung), produksi sediaan farmasi (produksi steril dan nonsteril), serta
sumbangan/droping/hibah.
4) Memproduksi perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pelayanan
kesehatan di rumah sakit yang merupakan kegiatan membuat, mengubah
bentuk dan pengemasan kembali sediaan farmasi steril dan nonsteril untuk
memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit.
5) Menerima perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan
kefarmasian.
6) Menyimpan perbekalan farmasi ke unit-unit pelayanan di rumah sakit yang
dibedakan menurut bentuk sediaan dan jenisnya, suhu, kestabilan, mudah
tidaknya terbakar, tahan atau tidaknya terhadap cahaya disertai sistem
informasi yang selalu menjamin ketersediaan perbekalan farmasi sesuai
kebutuhan.
7) Mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit pelayanan di rumah sakit
untuk pasien rawat inap (sentralisasi dan atau desentralisasi dengan sistem
persediaan lengkap, sistem resep perseorangan, sistem unit dose dan
sistem kombinasi oleh satelit farmasi), pasien rawat jalan (sentralisalisasi
dan atau desentralisasi dengan sistem resep perseorangan oleh apotek
rumah sakit) dan untuk pendistribusian perbekalan farmasi diluar jam kerja
(apotek rumah sakit/satelit farmasi yang dibuka 24 jam dan ruang rawat
yang menyediakan perbekalan farmasi emergency)(Siregar dan Amalia,
2004).
b. Pelayanan kefarmasian dalam penggunaan obat dan alat kesehatan
1) Mengkaji instruksi pengobatan/resep pasien meliputi seleksi persyaratan
administrasi, persyaratan farmasi dan persyaratan klinis.
2) Mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat dan
alat kesehatan.
3) Mencegah dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan obat dan alat
kesehatan.
4) Memantau efektifitas dan keamanan penggunaan obat dan alat kesehatan.
5) Memberikan informasi kepada petugas kesehatan dan pasien/keluarga
pasien.
6) Memberi konseling kepada pasien/keluarga pasien.
7) Melakukan pencampuran obat suntik.
8) Melakukan penyiapan nutrisi parenteral.
9) Melakukan penanganan obat kanker.
10) Melakukan penentuan kadar obat dalam darah.
11) Melakukan pencatatan setiap kegiatan.
12) Melaporkan seluruh kegiatan(Siregar dan Amalia, 2004).
2.2.2 Struktur Organisasi Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Struktur organisasi Instalasi Farmasi Rumah Sakit dapat dikembangkan
dalam 3 tingkat yaitu:
a. Manajer tingkat puncak bertanggung jawab untuk perencanaan, penerapan dan
pemfungsian yang efektif dari sistem mutu secara menyeluruh.
b. Manajer tingkat menengah, kebanyakan kepala bagian/unit fungsional
bertanggung jawab untuk mendesain dan menerapkan berbagai kegiatan yang
berkaitan dengan mutu dalam daerah/bidang fungsional mereka, untuk
mencapai mutu produk dan pelayanan yang diinginkan.
c. Manajer garis depan terdiri atas personil pengawas yang secara langsung
memantau dan mengendalikan kegiatan yang berkaitan dengan mutu selama
berbagai tahap memproses produk dan pelayanan(Siregar dan Amalia, 2004).
2.2.3 Profil Instalasi Farmasi RSUD Dr. M. M. Dunda
Instalasi farmasi merupakan suatu divisi dari rumah sakit di bawah pimpinan
seorang apoteker tempat penyelenggaraan semua kegiatan dan pekerjaan
kefarmasian yang ditujukan untuk keperluan rumah sakit itu sendiri yang terdiri
atas pelayanan paripurna mencakup perencanaan, pengadaan, penyimpanan,
pengendalian mutu, pengendalian distribusi, pelayanan farmasi klinik mencakup
pelayanan langsung pada penderita dan pelayanan klinik yang merupakan
program rumah sakit secara keseluruhan.
Rumah Sakit Umum Daerah Dr. M. M. Dunda telah mempunyai sebuah
instalasi farmasi yang memiliki bangunan tersendiri.Instalasi farmasi bertanggung
jawab terhadap pekerjaan dan pelayanan kefarmasian secara keseluruhan.
1. Tujuan Pelayanan IFRS Dr. M. M. Dunda
a. Manajemen
1) Mengelola perbekalan farmasi yang efektif dan efisien.
2) Menerapkan farmakoekonomi dalam pelayanan.
3) Menjaga dan meningkatkan mutu kemampuan tenaga kefarmasian melalui
pendidikan.
4) Mewujudkan sistem informasi manajemen tepat guna mudah dievaluasi
dan berdaya guna untuk pengembangan.
5) Pengendalian mutu sebagai dasar setiap langkah pelayanan untuk
peningkatan mutu pelayanan.
b. Farmasi Klinik
1) Mewujudkan perilaku sehat melalui penggunaan obat rasional termasuk
pencegahan dan rehabilitasinya.
2) Mengidentifikasi permasalahan yang berhubungan dengan obat baik
potensial maupun kenyataan.
3) Menyelesaikan permasalahan yang berhubungan dengan obat melalui
kerjasama pasien dan tenaga kesehatan lainnya.
4) Merancang menerapkan dan memonitor penggunaan obat untuk
menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan obat.
5) Menjadi pusat informasi bagi pasien, keluarga, masyarakat dan tenaga
kesehatan Rumah Sakit.
6) Melaksanakan konseling pada pasien maupun tenaga kesehatan untuk
terapi rasional baik akut kronik maupun gawat darurat.
7) Melakukan pengkajian obat secara prospektif maupun retrospektif.
8) Melakukan pelayanan TPN.
9) Memonitor kadar obat dalam darag (TDM).
10) Melayani konsultasi keracunan.
11) Bekerjasama dengan tenaga kesehatan terkait dalam perencanaan,
penerapan dan evaluasi pengobatan.
12) Terlibat dalam tim di bawah tanggung jawab komite medis.
2. Pengelolaan Pembekalan Farmasi di IFRS Dr. M.M. Dunda
Kegiatan dalam pengelolaan perbekalan farmasi mencakup perencanaan,
pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, pencatatan,
penghapusan, monitoring dan evaluasi.Semua kegiatan ini merupakan pelayanan
farmasi manajemen di rumah sakit. Adapun tahap perencanaan di IFRS Dr. M. M.
Dunda, yaitu :
a. Pemilihan
Tujuan pemilihan adalah untuk menentukan apakah perbekalan farmasi
benar-benar di perlukan sesuai dengan jumlah pasien atau kunjungan dan pola
penyakit di rumah sakit. Pemilihan obat di RSUD Dr. M.M. Dunda merujuk
kepada daftar obat esensial nasional (DOEN), formularium jaminan kesehatan
bagi masyarakat miskin, daftar plafon harga obat (DPHO), askes dan jaminan
sosial tenaga kerja (JAMSOSTEK). Pemilihan obat juga di dasarkan pada
peresepan dokter dan berdasarkan jumlah kebutuhan pasien, kemudahan
mendapatkan obat dan biaya yang di butuhkan.
Pemilihan obat di IFRS Dr. M. M. Dunda sudah berdasarkan pada
formularium rumah sakit.Untuk kegiatan pemilihan / perencanaan di lakukan di
pusat instalasi farmasi yakni di apotek 1 di rumah sakit lama.
b. Kompilasi Penggunaan
Kompilasi penggunaan perbekalan farmasi berfungsi untuk mengetahui
penggunaan bulanan masing-masing jenis perbekalan farmasi di unit pelayanan
selama setahun dan sebagai data pembanding bagi stok optimum.Masing-masing
apotek di IFRS Dr.M. M. Dunda melakukan rekapan kompilasi penggunaan obat
setiap bulan baik untuk pemakaian obat untuk pasien askes dan jamkesmas rawat
inap, pasien askes dan jamkesmas rawat jalan serta rekapan obat-obat untuk
pasien umum.
c. Perhitungan Kebutuhan
Tujuan perhitungan kebutuhan adalah agar perbekalan farmasi yang
direncanakan dapat tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan tersedia pada saat di
butuhkan. Perhitungan kebutuhan di lakukan untuk menghindari terjadinnya
kekosongan obat. Masalah kekosongan obat sering terjadi di kedua apotek IFRS
Dr. M. M. Dunda di sebabkan susahnya mendapatkan obat dari PBF terdekat atau
karena keberadaan obat tersebut yang kosong pada PBF. Perhitungan kebutuhan
yang di gunakan dalam IFRS Dr. M. M. Dunda adalah dengan kombinasi metode
konsumsi dan morbiditas yakni di dasarkan pada pemakaian obat, pola penyakit
dan jumlah kunjungan resep pada 3 bulan atau 6 bulan terakhir dengan berbagai
penyesuaian dan koreksi.
2.3 Perencanaan Obat
Perencanaan obat merupakan satu tahap awal yang penting dalam
menentukan keberhasilan tahap selanjutnya, sebab tahap perencanaan berguna
untuk menyesuaikan antara kebutuhan pengadaan dengan dana yang tersedia
untuk menunjang pelayanan kesehatan di rumah sakit. Tujuan perencanaan obat
adalah untuk menetapkan jenis dan jumlah obat sesuai dengan pola penyakit dan
kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit (Anonim, 2010).
2.3.1 Pemilihan
Fungsi pemilihan adalah untuk menentukan apakah obat benar-benar
diperlukan sesuai dengan jumlah pasien/kunjungan dan pola penyakit di rumah
sakit, untuk mendapatkan pengadaan yang baik, sebaiknya diawali dengan dasar-
dasar pemilihan kebutuhan obat yaitu meliputi:
1) Jenis obat yang dipilih seminimal mungkin dengan cara menghindari
kesamaan jenis.
2) Hindari penggunaan obat kombinasi, kecuali jika obat kombinasi mempunyai
efek yang lebih baik dibandingkan obat tunggal.
3) Apabila jenis obat banyak, maka kita memilih berdasarkan obat pilihan (drug
of choice) dari penyakit yang prevalensinya tinggi.
Pemilihan obat di rumah sakit merujuk kepada Daftar Obat Esensial
Nasional (DOEN) sesuai dengan tipe rumah sakit masing-masing, Formularium
Rumah Sakit, Formularium Jaminan Kesehatan bagi Masyarakat Miskin, Daftar
Plafon Harga Obat (DPHO) Askes dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja
(Jamsostek)(Anonim, 2010).
2.3.2 Kompilasi Penggunaan
Kompilasi penggunaan obat berfungsi untuk mengetahui penggunaan
bulanan masing-masing jenis obat di unit pelayanan selama setahun dan sebagai
data pembanding bagi stok optimum. Informasi yang didapat dari kompilasi
penggunaan obat adalah:
1) Jumlah penggunaan tiap jenis obat pada masing-masing unit pelayanan.
2) Persentase penggunaan tiap jenis obat terhadap total penggunaan setahun
seluruh unit pelayanan.
3) Penggunaan rata-rata untuk setiap jenis obat(Anonim, 2010).
2.3.3 Perhitungan Kebutuhan
Menentukan kebutuhan obat merupakan tantangan berat yang harus dihadapi
oleh tenaga farmasi yang bekerja di rumah sakit. Masalah kekosongan atau
kelebihan obat dapat terjadi, apabila informasi yang digunakan semata-mata
hanya berdasarkan kebutuhan teoritis saja. Dengan koordinasi dan proses
perencanaan untuk pengadaan obat secara terpadu serta melalui tahapan seperti di
atas, maka diharapkan obat yang direncanakan dapat tepat jenis, tepat jumlah,
tepat waktu dan tersedia pada saat dibutuhkan(Anonim, 2010).
Adapun pendekatan perencanaan kebutuhan dapat dilakukan melalui
beberapa metode :
a. Metode Konsumsi
Perhitungan kebutuhan dengan metode konsumsi didasarkan pada data riel
konsumsi obat periode yang lalu, dengan berbagai penyesuaian dan koreksi.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam rangka menghitung jumlah obat
yang dibutuhkan adalah :
1) Pengumpulan dan pengolahan data.
2) Analisa data untuk informasi dan evaluasi.
3) Perhitungan perkiraan kebutuhan obat.
4) Penyesuaian jumlah kebutuhan obat dengan alokasi dana.
b. Motode Morbiditas/Epidemiologi
Perhitungan jumlah kebutuhan obat yang berdasarkan beban kesakitan
(morbidy load) yang harus dilayani. Metode morbiditas adalah perhitungan
kebutuhan obat berdasarkan pola penyakit, perkiraan kenaikan kunjungan dan
waktu tunggu (lead time). Langkah-langkah dalam metode ini adalah :
1) Menetukan jumlah pasien yang akan dilayani.
2) Menentukan jumlah kunjungan kasus berdasarkan prevalensi penyakit.
3) Menyediakan formularium/standar pedoman obat.
4) Menghitung perkiraan kebutuhan obat.
5) Penyesuaian dengan alokasi dana yang tersedia.
c. Kombinasi Metode Konsumsi dan Morbiditas/Epidemiologi
Metode ini disesuaikan dengan anggaran yang tersedia. Acuan yang
digunakan yaitu:
1) DOEN, Formularium Rumah Sakit, Standar Terapi Rumah Sakit
(Standard Treatment Guidelines/STG) dan kebijakan setempat yang
berlaku.
2) Data catatan medik/rekam medik.
3) Anggaran yang tersedia.
4) Penetapan prioritas.
5) Pola penyakit.
6) Sisa persediaan.
7) Data penggunaan periode yang lalu.
8) Rencana pengembangan (Anonim, 2010).
Tabel 1.Perbandingan metode konsumsi dan metode morbiditas (Anonim, 2010)
Metode
Konsumsi Morbiditas/Epidemiologi
1. Pilihan pertama dalam perencanaan
dan pengadaan.
2. Lebih mudah dan cepat dalam
perhitungan.
3. Kurang tepat dalam penentuan jenis
dan jumlah.
4. Mendukung ketidak rasionalan
dalam penggunaan.
1. Lebih akurat dan mendekati
kebutuhan yang sebenarnya.
2. Pengobatan lebih rasional.
3. Perhitungan lebih rumit.
4. Tidak dapat digunakan untuk
semua penyakit.
5. Data yang diperlukan:
a. Kunjungan pasien
b. Sepuluh besar pola
penyakit
c. Presentase dewasa dan
anak
2.4 Evaluasi Perencanaan
Setelah dilakukan perhitungan kebutuhan obat untuk tahun yang akan
datang, biasanya akan diperoleh jumlah kebutuhan dan idealnya diikuti dengan
evaluasi. Teknik evaluasi yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Analisa nilai ABC, untuk evaluasi aspek ekonomi.
2. Pertimbangan/kriteria VEN, untuk evaluasi aspek medik.
3. Kombinasi ABC dan VEN.
4. Revisi daftar perbekalan farmasi(Anonim, 2010).
2.4.1 Analisa ABC
ABC bukan singkatan melainkan suatu penamaan yang menunjukan
peringkat/rangking dimana urutan dimulai dengan yang terbaik/terbanyak.
Prosedur :
Prinsip utamanya adalah dengan menempatkan jenis-jenis obat ke dalam suatu
urutan, dimulai dengan jenis yang memakan anggaran terbanyak. Urutan
langkahnyaadalah sebagai berikut:
a. Kumpulkan kebutuhan obat yang diperoleh dari salah satu metode
perencanaan, daftar harga obat dan biaya yang diperlukan untuk tiap nama
dagang. Kelompokkan ke dalam kategori dan jumlahkan biaya per kategori
obat.
b. Jumlahkan anggaran total, hitung masing-masing presentase jenis obat
terhadap anggaran total.
c. Urutkan kembali jenis-jenis obat diatas, mulai dengan jenis yang memakan
presentase biaya banyak.
d. Hitung presentase kumulatif, dimulai dengan urutan 1 dan seterusnya.
e. Identifikasi jenis obat apa yang menyerap ± 70% anggaran total (biasanya
didominasi oleh beberapa jenis obat saja).
1) Obat kategori A menyerap anggaran 70%
2) Obat kategori B menyerap anggaran 20%
3) Obat kategori C menyerap anggaran 10%
2.4.2 Analisa VEN
Berbeda dengan istilah ABC yang menunjukan urutan, VEN adalah
singkatan dari V (vital), E (esensial) dan N (non-esensial). Jadi melakukan analisis
VEN artinya menentukan prioritas kebutuhan suatu obat. Dengan kata lain,
menentukan apakah suatu jenis obat termasuk vital (harus tersedia), esensial
(perlu tersedia) atau non-esensial (tidak prioritas untuk disediakan).
Kriteria VEN
Kriteria yang umum adalah obat dikelompokkan sebagai berikut :
1) Vital (V) bila obat tersebut diperlukan untuk menyelamatkan kehidupan (life
saving drugs) dan bila tidak tersedia akan meningkatkan resiko kematian.
2) Esensial (E) bila obat tersebut terbukti efektif untuk menyembuhkan penyakit
atau mengurangi penderitaan pasien.
3) Non-esensial (N) meliputi aneka ragam obat yang digunakan untuk penyakit
yang sembuh sendiri (self limiting desease), obat yang diragukan manfaatnya,
obat yang mahal namun tidak mempunyai kelebihan manfaat dibanding obat
sejenis dan lain-lain.
2.4.3 Analisa Kombinasi ABC dan VEN
Jenis obat yang termasuk kategori A dari analisis ABC adalah benar-benar
jenis obat yang diperlukan untuk penanggulangan penyakit terbanyak. Dengan
kata lain, statusnya harus E dan sebagian V dari VEN. Sebaliknya, jenis obat
dengan status N harusnya masuk kategori C. Digunakan untuk menetapkan
prioritas untuk pengadaan obat dimana anggaran yang ada tidak sesuai dengan
kebutuhan.
Tabel 2. Metode gabungan ABC dan VEN (Anonim, 2010)
A B C
V VA VB VC
E EA EB EC
N NA NB NC
Metode gabungan ini digunakan untuk melakukan pengurangan obat.
Mekanismenya adalah sebagai berikut :
1) Obat yang masuk kategori NC menjadi prioritas pertama untuk dikurangi atau
dihilangkan dari rencana kebutuhan, bila dana masih kurang, maka obat
kategori NB menjadi prioritas selanjutnya dan obat yang masuk kategori NA
menjadi prioritas berikutnya. Jika setelah dilakukan dengan pendekatan ini
dana yang tersedia masih juga kurang lakukan langkah selanjutnya.
2) Pendekatannya sama dengan pada saat pengurangan obat pada kriteria NC,
NB, NA dimulai dengan pengurangan obat kategori EC, EB dan EA.
2.4.4 Revisi Daftar Obat
Bila langkah-langkah dalam analisis ABC maupun VEN terlalu sulit
dilakukan atau diperlukan, tindakan cepat untuk mengevaluasi daftar perencanaan,
sebagai langkah awal dapat dilakukan suatu evaluasi cepat (rapid evaluation),
misalnya dengan melakukan revisi daftar perencanaan obat. Namun sebelumnya,
perlu dikembangkan dahulu kriterianya, obat atau nama dagang apa yang dapat
dikeluarkan dari daftar. Manfaatnya tidak hanya dari aspek ekonomik dan medik,
tetapi juga dapat berdampak positif pada beban penanganan stok.
2.5 Kerangka Konsep
2.5.1 Dasar Pemikiran Variabel Yang Diteliti
Biaya yang diserap untuk penyediaan obat merupakan komponen terbesar
dari pengeluaran rumah sakit. Belanja obat yang demikian besarnya tentunya
harus dikelola dengan efektif dan efisien, hal ini diperlukan mengingat dana
kebutuhan obat di rumah sakit tidak selalu sesuai dengan kebutuhan.
Kondisi ini tentunya harus disikapi dengan sebaik-baiknya melalui
perencanaan yang sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan obat di
rumah sakit.Karena suatu perencanaan merupakan salah satu fungsi yang
menentukan keberhasilan tahapan pelayanan obat selanjutnya di rumah
sakit.Suatu perencanaan yang baik idealnya diikuti dengan evaluasi agar dapat
disesuaikan dengan aspek ekonomi dan aspek medik dari rumah sakit.
Adapun variable-variabel yang diteliti adalah :
1. Jumlahpemakaian obat perlu dihitung agar dapat dikelompokkan berdasarkan
jumlah pemakaian obat yang terbesar hingga terkecil.
2. Nilai pemakaian obat perlu dihitung agar dapat dikelompokkan obat yang
memiliki nilai investasi terbesar sampai yang terkecil.
3. Nilai kumulatif dan persen perlu ditentukan agar obat dapat dikelompokkan
kedalam A, B dan C.
2.5.2 Skema Kerangka Konseptual
Ket : variabel yang diteiti
variabel yang tidak diteliti
Bagan 1. Kerangka Konsep
Menghitung jumlah
pemakaian obat
Menghitung nilai
pemakaian/investasi
Analisis
Perencanaan
Berdasarkan
Metode ABC
Kombinasi Evaluasi
ABC & VEN
Revisi daftar obat
Menentukan nilai
kumulatif & persen
Analisa VEN