BAB II LANDASAN TEORI Menurut UNESCAP dalam ...thesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2011-2-00515-AK...
Transcript of BAB II LANDASAN TEORI Menurut UNESCAP dalam ...thesis.binus.ac.id/Doc/Bab2/2011-2-00515-AK...
BAB II
LANDASAN TEORI
II.1 Pengertian Good Governance
Menurut UNESCAP dalam http://www.unescap.org good governance memiliki 8
karakteristik utama. yaitu partisipatif, berorientasi konsensus, akuntabel,
transparan,responsif, efektif dan efisien, adil dan inklusif dan mengikuti aturan hukum.
guna menjamin bahwa korupsi dapat diminimalkan, pandangan kaum minoritas
diperhitungkan dan suara-suara yang paling rentan dalam masyarakat didengar dalam
pengambilan keputusan. Hal ini juga berkesesuaian dengan kebutuhan sekarang dan masa
depan masyarakat.
Menurut BAPPENAS dalam http://bappenas.go.id pemerintah dalam arti yang
paling dasar di terjemahkan sebagai sekumpulan orang yang memiliki mandat yang absah
dari rakyat untuk menjalankan wewenangnya dalam urusan pemerintahan. Pemerintah
menujuk kepada kesatuan aparatur atau badan (lembaga), atau dalam istilah lain disebut
sebagai pengelola atau pengurus. Sedangkan “pemerintah” menunjuk kepada perbuatan
atau cara atau urusan memerintah, misalnya pemerintah yang adil, pemerintah yang
demokratis, dan sebagainya. Namun, secara umum istilah government lebih mudah
dipahami sebagai pemerintah yaitu lembaga beserta aparaturnya yang mempunyai
tanggung jawab untuk mengurus negara dan menjalankan kehendak rakyat. Sedangkan
governance memiliki arti yang lebih kompleks dibanding government karena
menyangkut pilar – pilar good governance itu sendiri.
Pengertian tersebut sesuai dengan Mardiasmo (2007: 17) yang menyatakan bahwa
governance dapat diartikan sebagai cara mengelola urusan – urusan publik. World bank
dalam http://governance-indonesia.com memberikan defenisi governance sebagai “the
way state power is used in managing economic and social resources for developmet of
society”. Sementara itu, United Nation Development Program (UNDP) dalam Osborne
dan gaebler (2008: 135) mendefenisikan governance sebagai “the exercise of political,
economic, and administrative authority to manage a nation’s affair at all levels”. Dalam
hal ini World Bank lebih menekankan pada cara pemerintah mengelola sumber daya
sosial dan ekonomi untuk kepentingan pembangunan masyrakat, sedangkan UNDP lebih
menekankan pada aspek politik, ekonomi dan administrative dalam pengelolaan negara.
Political governance mengacu pada proses pembuatan kebijakan (policy strategy
formulation). Economic governance mengacu pada proses pembuatan keputusan di
bidang ekonomi yang berimplikasi pada masalah pemerataan, penurunan kemiskinan dan
peningkatan kualitas hidup. Administrative governance mengacu pada sistem
implementasi kebijakan.
Jika mengacu pada program World Bank dan UNDP, orientasi pembangunan sektor
publik adalah untuk menciptakan good governance. Pengertian good governance sering
di artikan sebagai pemerintahan yang baik. Sementara itu, World Bank mendefinisikan
good governance sebagai suatu penyelenggaraan manajemen yang solid dan bertanggung
jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah
alokasi dana investasi dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun administratif,
menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and political framework bagi
tumbuhnya aktivitas usaha.
II.2 Pilar – pilar Good Governance
Menurut www.governance-indonesia.com, ada tiga pilar yang terlihat dalam good
governance yaitu negara / pemerintah (lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif), dunia
usaha swasta (corporate governance) dan masyarakat madani (civil society) yang masing
– masing memiliki tugas dan tanggung jawab yakni :
a. Negara
1) Menciptakan kondisi politik, ekonomi dan sosial yang stabil
2) Membuat peraturan yang efektif dan berkeadilan
3) Menyediakan public services yang efektif dan accountable
4) Menegakkan hak asasi anusia (HAM)
5) Melindungi lingkungan hidup
6) Mengurus standar kesehatan dan standar keselamatan publik
b. Swasta
1) Mejalankan industri
2) Menciptakan lapangan pekerjaan
3) Menyediakan insentif bagi karyawan
4) Meningkatkan standar hidup masyarakat
5) Memelihara lingkungan hidup
6) Mentaati peraturan
7) Transfer ilmu pengetahuan dan teknologi kepada masyarakat
8) Menyediakan kredit bagi pengembangan UKM (Usaha Kegiatan Mikro)
c. Masyarakat Madani
1) Menjaga agar hak – hak masyarakat terlindungi
2) Mempengaruhi kebijakan publik
3) Mengembangkan Sumber Daya Manusia (SDM)
4) Sarana berkomunikasi antar anggota masyarakat
Hubungan ketiga pilar tersebut dapat digambarkan seperti pada tabel 2.1 berikut :
Gambar 2.1 Ketiga Pilar Good Governance
Sumber : www.governance-indonesia.com
Upaya mewujudkan good governance hanya dapat dilakukan apabila terjadi
keseimbangan peran ketiga pilar tesebut. Disamping itu jika ada pembaharuan pada salah
satu pilar maka harus diimbangi dengan pembaharuan pada pilar – pilar lain. Hubungan
ketiganya harus dalam posisi yang seimbang dan saling kontrol (checks and balances)
untuk menghindari penguasaan atau eksploitasi oleh salah satu komponen lainnya.
Apabila salah satu komponen lebih tinggi daripada yang lain maka yang terjadi adalah
Dunia usaha
swasta
Pemerintah Masyarakat
Kontrol Kontrol
Nilai Pertumbuhan Redistribusi
dominasi kekuasaan atas dua komponen lainnya. Dengan menerapkan prinsip–prinsip
good governance dalam ketiga pilar tersebut maka akan terjadi proses yang sinergis dan
konstruktif antar ketiganya sehingga secara umum sumber daya yang tersedia dapat
dimanfaatkan secara optimal untuk dapat mencapai tujuan penyelenggaraan pemerintah
dan pembangunan.
II.3 Prinsip-prinsip Good Governance
Menurut Bappenas dalam http://bappenas.go.id, ada empat belas nilai yang menjadi
prinsip good governance yaitu :
a. Wawasan ke depan (Visionary)
Semua kegiatan pemertintah berupa pelayanan publik dan pembangunan
diberbagai bidang harus didasarkan visi dan misi yang jelas disertai strategi
pelaksanaan yang tepat sasaran. Lembaga-lembaga pemerintah pusat dan daerah perlu
melakukan rencana strategis sesuai dengan bidang dan tugas masing-masing sebagai
pegangan dan arah pemerintah di masa mendatang. Rencana Pembangunan Nasional,
Rencana Pembangunan Daerah, Rencana Kerja Pemerintah, Rencana Strategis
Kementrian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah merupakan wujud prinsip
wawasan ke depan. Tidak adanya visi akan menyebabkan pelaksanaan pemerintah
berjalan tanpa arah yang jelas.
b. Transparansi (Transparancy)
Transparansi dibangun atas dasar informasi yang bebas. Seluruh proses
pemerintahan, lembaga-lembaga dan informasi perlu dapat diakses oleh pihak-pihak
yang berkepentingan dan informasi yang tersedia harus memadai agar dapat
dimengerti dan dipantau oleh semua pihak. Upaya pembentukan masyarakat
transparansi, forum komunikasi langsung dengan eksekutif dan legislatif, wadah
komunikasi dan informasi lintas pelaku baik melalui media cetak maupun elektronik
merupakan contoh wujud nyata prinsip transparansi.
c. Partisipasi Masyarakat (Participation)
Semua warga masyarakat mempunyai suara dalam pengambilan keputusan yang
berhubungan dengan penyelenggaraan pemerintah baik secara langsung maupun
melalui lembaga-lembaga perwakilan yang sah. Dengan demikian kepentingan
masyarakat dapat tersalurkan didalam penyusunan kebijakan sehingga dapat
mengakomodasi sebanyak mungkin aspirasi dan kepentingan masyarakat serta
mendapat dukungan masyarakat luas. Partisipasi secara menyeluruh tersebut
dibangun berdasarkan kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat serta
kapasitas untuk berpartisipasi secara aktif.
d. Akuntabilitas (Accountability)
Akuntabilitas publik merupakan suatu ukuran atau standar yang menunjukkan
seberapa besar tingkat kesesuaian penyelenggaraan penyusunan kebijkan publik
dengan peraturan hukum perundang-undangan yang berlaku untuk organisasi publik
yang bersangkutan. Para pengambil keputusan di pemerintah sektor swasta dan
organisasi-organisasi masyarkat yang bertanggung jawab kepada masyarakat maupun
kepada lembaga-lembaga yang berkepentingan dimana bentuk pertanggung
jawabannya akan berbeda satu dengan yang lainnya tergantung dari jenis organisasi
yang bersangkutan.
e. Supremasi Hukum (Rule of Law)
Kerangka hukum harus adil dan diberlakukan tanpa pandang bulu sehingga
siapapun yang melanggar harus diproses dan ditindak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Wujud nyata prinsip ini mencakup
upaya pemberdayaan lembaga-lembaga penegak hukum, penuntasan kasus KKN dan
pelanggaran HAM, peningkatan kesadaran HAM, peningkatan kesadaran hukum serta
pengembangan budaya hukum.
f. Demokrasi (Democracy)
Perumusan kebijakan publik dan pembangunan di pusat dan di daerah dilakukan
melalui mekanisme demokrasi dimana rakyat dapat secara aktif menyurakan
aspirasinya. Keputusan-keputusan yang diambil, baik oleh lembaga eksekutif maupun
legislatif harus didasarkan pada konsensus sehingga kebijakan publik yang diambil
benar-benar merupakan hasil keputusan bersama.
g. Profesionalisme dan kompetensi (Profesionalism and Competency)
Dalam pengelolaan pelayanan publik dan pembangunan dibutuhkan aparatur
pemerintahan yang memiliki kualifikasi dan kemampuan tertentu sehingga
dibutuhkan upaya untuk menempatkan aparat secara tepat dengan memperhatikan
kecocokan antara tuntutan pekerjaan dan kualifikasi. Tingkat kemampuan dan
profesionalisme aparatur pemerintahan yang ada perlu di evaluasi. Dari hasil evaluasi
tersebut akan dilakukan peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui
pendidikan, pelatihan, lokarya, dll.
h. Daya Tanggap (Responsiveness)
Setiap masyarakat akan menghadap berbagai masalah dan krisis sebagai akibat
dari perubahan situasi dan kondisi dan aparatur pemerintahan harus cepat tanggap
dalam mengambil prakarsa untuk menyelesaikan masalah-masalah yang ada. Aparat
juga harus mengakomodasi aspirasi masyarakat sekaligus menindaklanjutinya dalam
bentuk peraturan atau kebijakan, kegiatan, proyek atau program, seperti dengan
menyediakan pusat pelayanan pengaduan/keluhan masyarakat, kotak saran, surat
pembaca dan tanggapannya, website dan bentuk lainnya.
i. Efisien dan Efektif (Effieciency and Effectiveness)
Pemerintah harus selalu berupaya mencapai hasil yang optimal dengan
memanfaatkan dana dan sumber daya lainnya yang tersedia secara efisien dalam
rangka meningkatkan kinerja dan menghasilkan output yang sesuai dengan kebutuhan
masyarakat.
j. Desentralisasi (Decentralization)
Wujud desentralisasi dengan melakukan pendelegasian urusan pemerintah
disertai sumber daya pendukung kepada lembaga dan aparat yang ada di bawahnya
untuk mengambil keputusan dan menyelesaikan masalah yang dihadapi. Penerapan
prinsip desentralisasi akan dapat mengurangi beban dan penggunaan sumber daya
pada lembaga dan aparat di tingkat yang lebih atas serta dapat mendayagunakan
sumber daya lembaga dan aparat pada tingkatan yang lebih bawah sekaligus dapat
mempercepat proses pengambilan keputusan sehingga sumber daya yang ada dapat
digunakan secara proposional.
k. Kemitraan dengan Dunia Usaha Swasta dan Masyarakat (Private and Civil Society
Partnership)
Lembaga-lembaga dan seluruh proses pemerintahan harus berusaha melayani
semua pihak yang berkepentingan dengan pembentukan kemitraan dan perbaikan
sistem pelayanan kepada masyarakat dan sektor swasta. Kemitraan harus didasarkan
pada kebutuhan yang rill (demand driven) seperti dengan pembentukan pelayanan
satu atap dan pelayanan terpadu.
l. Komitmen pada Pengurangan Kesenjangan (Comitment to Reduce Inequality)
Semua warga masyarakat mempunyai kesempatan memperbaiki dan
mempertahankan kesejahteraan sehingga pemerintah memiliki tanggung jawab untuk
mengatasi kesenjangan ekonomi. Kesenjangan ekonomi tersebut akan menunjukkan
adanya kesenjangan tingkat kesejahteraan masyarakat serta kesenjangan antara pusat
dan daerah yang dapat memicu konflik dalam masyarakat yang pada akhirnya dapat
menyebabkan disintegrasi bangsa.
m. Komitmen pada Lingkungan Hidup (Commitment to Environmental Protection)
Lingkungan hidup memiliki daya dukung yang besar terhadap berlangsungnya
pemerintahan, namun dewasa ini kelestarian lingkungan hidup semakin menurun
akibat pemanfaatan yang tidak terkendali. Pemerintah harus mengambil langkah
dengan melakukan penyusunan analisis mengenai dampak lingkungan secara
konsekuen, pengaktifan lembaga-lembaga pengendali dampak lingkungan hidup serta
pengelolaan sumber daya alam secara lestari.
n. Komitmen pada Pasar yang Fair (Commitment to Fair Market)
Campur tangan pemerintah dalam kegiatan ekonomi harus dilakukan secara
proposional sehingga tidak membebani anggaran belanja dan tidak merusak pasar
serta dapat meningkatkan daya saing perekonomian yang kompetitif.
II.4 Reformasi Birokrasi
Reformasi adalah pengubahan, perombakan, penataan atau penyempurnaan.
Birokrasi adalah aparatur, lembaga atau instansi, organisasi pemerintah, sistim kerja, dan
perangkat kerja. Layanan kepada masyarakat harus berkualitas, bebas KKN, efisien dan
efektif, empati, terjangkau, akuntabel, adil dan tidak diskriminatif. Reformasi birokrasi
merupakan upaya sistimatis, terpadu, komprehensif untuk mewujudkan kepemerintahan
yang baik (good governance), meliputi aspek kelembagaan, sumber daya manusia
aparatur ,ketatalaksanaan, akuntabilitas, pengawasan, dan pelayanan publik menurut
Effendi (2007: 171).
Menurut Osborne dan Gaebler (2008: 73) dalam bukunya yang berjudul
Reinventing Government, sepuluh prinsip mewirausahakan birokrasi adalah sebagai
berikut:
a. Prinsip Pertama: Pemerintah yang katalis (Catalytic Government).
Pemerintah yang memisahkan secara tegas antara fungsi sebagai pengendali
(steering) dengan fungsi pelaksana (rowing). Hal-hal yang bersifat pengendali
dilakukan pemerintah, sedangkan yang bersifat pelaksana diserahkan kepada pihak
lain, termasuk kepada masyarakat.
b. Prinsip kedua: Pemerintah milik rakyat (Community Government). Guna menjamin
terselenggaranya pelayanan yang efisien dan efektif serta produk pemerintah
mencoba mengalihkan pemilikannya ke masyarakat. Akhirnya, pelayanan profesional
bergeser ke pemeliharaan masyarakat dari suatu komunitas. Sebab penyampaian
pelayanan dari suatu komunitas memiliki keunggulan pelayanan profesional.
c. Prinsip ketiga: Pemerintah yang kompetitif (Competitive Government), yaitu
kompentitif dianggap suatu hal yang sehat. Bedanya dengan monopoli, bila dibiarkan
akan timbul kembali ketergantungan pada satu pemilik. Pemerintah yang kompetitif
disini lebih diartikan pemerintah wirausaha yang mampu bersaing dengan organisasi
bisnis.
d. Prinsip keempat: Pemerintah yang digerakkan misi (Mission Driven Government),
yaitu apabila peraturan dan anggaran lebih dilihat dari aspek masukan, maka
pemerintah yang digerakkan misi lebih memfokuskan pada hasil (Outcome).
Keunggulan pemerintah yang digerakkan misi antara lain:
1) Lebih efisien dan lebih efektif;
2) Lebih fleksibel dan inovatif;
3) Memiliki semangat tinggi.
e. Prinsip kelima: Pemerintah yang berorientasi hasil (Result Oriented Government).
Belajar dari pengalaman, pemerintah berfokus membiayai pada anggaran sehingga
lebih meletakkan ukuran pada akuntabilitas, kinerja, dan hasil. Artinya, meninggalkan
pemerintah yang memfokuskan pada masukan tanpa memperhatikan hasil, yang
cenderung pemborosan.
f. Prinsip keenam: Pemerintah yang berorientasi pelanggan (Customer Driven
Government),yaitu pemerintah yang meletakkan pelanggan sebagai hal paling depan.
Oleh karena itu, kepuasan pelanggan ditempatkan sebagai sasaran penyampaian
tujuan, dengan mendengarkan suara pelanggan. Dengan memperhatikan kebutuhan
dasar pelanggan dan memperhatikan hukum pelanggan, pemerintah lebih responsif
dan inovatif.
g. Prinsip ketujuh: Pemerintah wirausaha (Enterprising Government), yaitu pemerintah
yang menghindari sistim anggaran yang lebih difokuskan untuk membelanjakan.
Pemerintah yang menjamin setiap pendapatan yang diterima dengan senantiasa
mencoba menciptakan sumber-sumber pendapatan pemerintah, sehingga tidak terlalu
menggantungkan pada penerimaan pajak. Pajak yang tinggi pada suatu keadaan
tertentu akan ditentang masyarakatnya.
h. Prinsip kedelapan: Pemerintah yang antisipasi (Anticipatory Government), yaitu
pemerintah yang lebih berfokus pada upaya mencegah terhadap masalah yang timbul
ketimbang memusatkan penyediaan jasa demi mengurangi masalah (mengobati).
Pencegahan lebih didasarkan pada :
1) Pencegahan lebih baik ketimbang mengobati;
2) Pencegahan dapat membangun pasangan kedepan dalam setiap pengambil
keputusan.
3) Pencegahan lebih memecahkan masalah dari sekedar memberikan
penyampaian data pelayanan.
i. Prinsip Kesembilan: Pemerintah yang desentralis (Decentralized Government), yaitu
pemerintah yang pemerintah yang meninggalkan paradigma hierarki yang
meninggalkan paradigma hierarkhi dan menerapkan paradigma pemberdayaan dengan
membangkitkan partisipasi dan etos kerja. Artinya, peranan rantai komando dan
hierarki ditinggal. Sebab, pemerintah yang desentralis memiliki keunggulan, antara
lain:
1) Lebih fleksibel dalam memberikan respon;
2) Lebih cepat mengikuti perubahan lingkungan dan kebutuhan pelanggan;
3) Lebih efektif, lebih inovatif, dan
4) Lebih komitmen dan lebih produktif.
j. Prinsip kesepuluh: Pemerintah yang berorientasi pasar (Market Oriented
Government), yaitu pemerintah yang mendongkrak perubahan melalui pasar.
Mekanisme pasar memiliki banyak keunggulan ketimbang mekanisme administrasi.
Keunggulan mekanisme pasar, antara lain :
1) Pasar pada dasarnya adalah desentralis;
2) Lebih kompetitif;
3) Memberikan kesempatan kepada pelanggan untuk menentukan pilihannya;
4) Respon terhadap perubahan, respon terhadap tuntutan, dan respon terhadap
kebutuhan lebih cepat.
Reinventing Government dapat berhasil bila ada pengungkit dan strategi, sehingga
ditetapkan 5 pengungkit dan 5 strategi yang dapat dilihat pada tabel yang terkenal
dengan The Five C’s, yang oleh Osborne dan Gaebler (2008: 123). Seperti pada Tabel 2.2
berikut :
Tabel 2.2 The Five C’s
Pengungkit
(Lever)
Strategi
(strategy)
Pendekatan
(Approach)
Tujuan (Purpose)
Strategi inti
(Core Strategy)
Kejelasan Tujuan (Clarity of Purpose)
Kejelasan Peran (Clarity of Role)
Kejelasan Arah (Clarity of Direction)
Insentif
(Incentives)
Strategi
konsekuensi
(Concequences
Strategy)
Persaingan Terkelola (Managed Competition)
Manajemen Perusahaan (Enteprise
Management)
Manajemen Kinerja (Perfotmance
Management)
Pertanggung Strategi Pilihan Pelanggan (Customer Choice)
Sumb
er :
Osbor
ne dan
Gaebl
er
(2008)
D
alam
rangka
pening
katan
kinerj
a
menuj
u good governance, Direktorat Jenderal Pajak melakukan reformasi birokrasi di bidang
perpajakan. Dalam melaksanakan tugasnya, Direktorat Jenderal Pajak berpegang pada
prinsip-prinsip perpajakan yang baik yaitu keadilan (equity), kemudahan (simple and
understandable), waktu dan biaya yang efisien bagi institusi maupun Wajib Pajak,
distribusi beban pajak yang lebih adil dan logis, serta struktur pajak yang dapat
mendukung stabilisasi dan pertumbuhan ekonomi (Nasution ( 2007: 7)).
Untuk mendukung semua itu, Direktorat Jenderal Pajak melakukan reformasi
birokrasi yang didasari oleh 4 pilar, yaitu:
jawaban
(Accountability)
Pelanggan
(Customer
Strategy)
Pilihan Bersaing (Competitive Choice)
Kepastian Mutu Pelanggan (Customer Quality
Assurance)
Kewenangan
(Power)
Strategi Kendali
(Control
Strategy)
Pemberdayaan Organisasi (Organizational
Empowerment)
Pemberdayaan Pegawai (Employee
Empowerment)
Pemberdayaan Masyarakat (Community
Empowerment)
Budaya (Culture)
Strategi Budaya
(Culture
Strategy)
Menghentikan Kebiasaan (Breaking Habitts)
Menyentuh hati (Touching Hearts)
Menenangkan Pikiran (Winning Minds)
1) Modernisasi Administrasi Perpajakan
2) Amandemen Undang-Undang Perpajakan
3) Intensifikasi Pajak, yaitu kegiatan optimalisasi penggalian penerimaan pajak terhadap
serta subjek pajak yang telah tercatat atau terdaftar dalam administrasi Direktorat
Jenderal Pajak, dan dari hasil pelaksanaan ekstensifikasi.
4) Ekstensifikasi, yaitu kegiatan yang berkaitan dengan penambahan jumlah Wajib
Pajak terdaftar dan perluasan objek pajak dalam administrasi Direktorat Jenderal
Pajak.
Menurut Nowak (2007: 87), administrasi perpajakan dapat diartikan secara sempit
(narrower sense) dan secara luas (wider sense). Administrasi perpajakan dalam arti
sempit yaitu penatausahaan dan pelayanan atas hak-hak dan kewajiban-kewajiban
pembayar pajak, baik yang dilakukan di kantor pajak maupun di tempat wajib pajak.
Sedangkan dalam arti luas, administrasi perpajakan dapat dilihat sebagai:
1) Fungsi, yaitu meliputi fungsi perencanaan, pengorganisasian, penggerakkan dan
pengendalian perpajakan.
2) Sistem, merupakan seperangkat unsur subsistem yaitu peraturan perundang-
undangan, sarana dan prasarana, serta wajib pajak yang saling berkaitan dan bersama-
sama menjalankan fungsi dan tugasnya untuk mencapai tugas tertentu.
3) Lembaga, merupakan institusi yang mengelola sistem dan melaksanakan proses
pemajakan.
II.5 Pelayanan Pajak
Dalam hal peningkatan kualitas layanan kepada masyarakat, pemerintah juga telah
mengeluarkan kebijakan berupa keputusan MenPan (Menteri Pendayagunaan Aparatur)
Nomor 63/Kep/M.PAN/7/2003 tentang pedoman umum penyelenggaraan pelayanan
publik sebagai penyempurnaan dari keputusan menteri pendayagunaan Aparatur Negara
Nomor 81 Tahun 1995 tentang pedoman tata laksana pelayanan umum, bahwa pelayanan
yang berkualitas hendaknya sesuai dengan sendi-sendi pelayanan prima, yaitu:
a. Kesederhanaan, dalam arti bahwa prosedur/tata cara pelayanan diselenggarakan
dengan
1) Prosedur mudah
2) Pelayanan lancar
3) Pelayanan cepat
4) Pelayanan tidak berbelit-belit
b. Kejelasan dan kepastian, dalam arti adanya Kejelasan dan kepastian mengenai
1) Prosedur/tata cara
2) Persyaratan layanan
3) Pengetahuan petugas
4) Tanggung jawab petugas
c. Keamanan, dalam arti bahwa proses serta hasil layanan umum dapat memberikan
pelayanan dalam hal:
1) Keamanan pelayanan
2) Kenyamanan pelayanan
3) Kemampuan petugas
4) Kepastian hukum
d. Keterbukaan, dalam arti prosedur/tatacara, persyaratan, satuan kerja/pejabat
penanggung jawab pemberi pelayanan dalam hal:
1) Waktu penyelesaian
2) Kepastian biaya
3) Akurasi sistem
4) Fasilitas dan peralatan
e. Efisien dan ekonomis dalam arti
1) Persyaratan ringan
2) Kedisiplinan petugas
3) Kewajaran biaya pelayanan
4) Sesuai kemampuan ekonomis masyarakat
f. Keadilan yang merata, dalam arti cakupan / jangkauan pelayanan umum diusahakan
1) Keadilan mendapatkan pelayanan
2) Perhatian terhadap kepentingan masyarakat
3) Kesediaan dan ketanggapan petugas membantu
4) Pendistribusi yang merata
g. Ketepatan waktu dalam arti pelaksanaan pelayanan dapat diselesaikan
1) Informasi waktu
2) Kecepatan pelayanan
3) Realisasi waktu
4) Kepastian jadwal pelayanan
Jenis-jenis pelayanan yang di berikan oleh KPP Pratama Jakarta Penjaringan, sebagai
berikut :
A. NPWP
Tata cara pendaftaran dan pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak bedasarkan Peraturan
Jenderal Pajak Nomor: PER-44/PJ/2008 pada tanggal 20 Oktober 2008, sebagai berikut
:
1. Data pendukung yang perlu disiapkan oleh wajib pajak untuk mengisi formulir
permohonan antara lain sebagai berikut :
a. Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi yang menjalankan atau tidak menjalankan usaha
atau pekerjaan bebas:
- Kartu Tanda Penduduk bagi penduduk Indonesia, atau paspor bagi orang asing.
b. Untuk Wajib Pajak Badan:
- Akte pendirian dan perubahan atau surat keterangan penunjukan dari kantor pusat
bagi bentuk usaha tetap;
- NPWP Pimpinan atau Penanggung Jawab Badan
2. Pengisian alamat tempat tinggal atau tempat kedudukan atau tempat kegiatan
usaha pada formulir didasarkan pada kenyataan atau menurut keadaan sebenarnya,
tidak pada pertimbangan yang bersifat formal.
3. Wajib Pajak mendaftarkan diri pada KPP yang wilayah kerjanya sesuai dengan
tempat tinggal atau tempat kedudukan atau tempat kegiatan usaha Wajib Pajak, tanpa
harus sesuai dengan alamat tempat tinggal atau tempat kedudukan atau tempat kegiatan
usaha pada dokumen formal seperti KTP atau Paspor.
4. Bagi permohonan berstatus cabang, Wajib Pajak Orang Pribadi pengusaha
tertentu atau wanita kawin tidak pisah harta harus memiliki NPWP Kantor Pusat atau
domisili atau suami.
5. Apabila permohonan ditandatangani oleh orang lain, harus memiliki surat kuasa
khusus.
6. Wajib Pajak tidak perlu menyampaikan hardcopy data pendukung pada saat
menyampaikan formulir permohonan pendaftaran Wajib Pajak dan atau formulir
permohonan pengukuhan PKP.
7. Perubahan data Wajib Pajak dan atau PKP antara lain meliputi :
a. Perubahan Nama Wajib Pajak dan atau PKP karena penggantian nama
b. Perubahan bentuk badan hukum;
c. Perubahan alamat Wajib Pajak dan atau PKP karena perpindahan tempat tinggal
atau tempat kedudukan atau tempat kegiatan usaha dalam wilayah kerja kantor
pelayanan pajak yang sama
d. Perubahan status wajib pajak dan atau PKP
e. Perubahan jenis usaha karena ada perubahan kegiatan usaha wajib pajak dan atau
PKP.
8. Pemindahan wajib pajak dan atau PKP adalah perubahan alamat wajib pajak dan
atau PKP karena perpindahan tempat tinggal atau tempat kedudukan atau tempat
kegiatan usaha ke wilayah kerja KPP lain.
9. Petugas konfirmasi lapangan adalah Account Representative yang menangani
Wajib Pajak tersebut atau pelaksana pada seksi Ekstensifikasi Perpajakan atau petugas
lain yang ditunjuk oleh kepala KPP untuk melakukan konfirmasi lapangan.
B. PKP :
Tata cara pendaftaran dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak bedasarkan Peraturan
Jenderal Pajak Nomor: PER-44/PJ/2008 pada tanggal 20 Oktober 2008, sebagai
berikut :
1. Wajib Pajak harus mengisi Formulir permohonan pendaftaraan wajib pajak dan
atau formulir permohonan pengukuhan PKP secara lengkap dan jelas. Dalam hal
wajib pajak membutuhkan bantuan dalam mengisi formulir tersebut. Dapat
menanyakan kepada petugas pendaftaraan wajib pajak
2. Wajib Pajak menyerahkan Formulir Permohonan Pendaftaraan Wajib Pajak dan
atau Formulir Pengukuhan PKP yang telah diisi secara lengkap dan jelas. Serta
ditandatangani Wajib Pajak atau kuasanya kepada petugas pendaftaran Wajib Pajak.
3. Dalam Hal formulir permohonan sebagaimana dimaksud pada butir satu belum
diisi secara lengkap, Petugas Pendaftaraan Wajib Pajak mengembalikan formulir
kepada pemohon untuk dilengkapi.
4. Wajib Pajak menerima Bukti Penerimaan Surat (BPS) yang telah ditandatangani
oleh petugas pendaftaraan setelah Formulir Permohonan Pendaftaraan Wajib Pajak
dan atau Formulir Pengukuhan PKP dilengkapi.
5. Dalam Hal Wajib Pajak mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dan atau
dikukuhkan sebagai PKP, kepada Wajib Pajak diberikan SKT dan atau SPPKP dan
Kartu NPWP
6. Jangka Waktu penyelesaian permohonan pendaftaraan NPWP dan atau
permohonan pengukuhan PKP paling lama 1 (satu) hari kerja terhitung sejak
permohoann diterima secara lengkap.
C. SPT Masa dan SPT Tahunan
Secara garis besar SPT di bedakan menjadi dua,yaitu :
a. Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak.
b. Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk Tahunan Pajak
atau Bagian Tahun Pajak
Menurut Mardiasmo (2011:32) prosedur penyelesaian SPT sebagai berikut:
1. Wajib Pajak sebagaimana mengambil sendiri surat pemberitahuan di tempat yang
ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak atau mengambil dengan cara lain yang tata
cara pelaksanaannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Wajib Pajak juga dapat mengambil Surat Pemberitahuan dengan cara lain, misalnya
dengan mengakses situs Direktorat Jenderal Pajak untuk memperoleh formulir Surat
Pemberitahuan tersebut.
2. Setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap,
dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab,
satuan mata uang Rupiah, dan mendatangani serta menyampaikan ke kantor Direktorat
Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak tempat Wajib Pajajk terdaftar atau di kukuhkan
atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
3. Wajib pajak yang telah mendapat izin Menteri Keuangan untuk
menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang
selain Rupiah, wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan dalam bahasa Indonesia
dengan menggunakan satuan mata uang selain rupiah yang di izinkan.
4. Penandatanganan SPT dapat dilakukan secara biasa, dengan tanda tangan stempel,
atau tanda tangan elektronik atau digital, yang semuanya mempunyai kekuatan hukum
yang sama.
5. Bukti-bukti yang harus dilampirkan pada SPT, antara lain :
- Untuk wajib pajak yang mengadakan pembukuan: Laporan keuangan
berupa neraca dan laporan rugi laba seta keterangan –keterangan lain yang
diperlukan untuk menghitung besarnya penghasilan kena pajak.
- Untuk SPT Masa PPn sekurang-kurangnya memuat jumlah dasar
pengenaan pajak, jumlah pajak keluaran, jumlah pajak keluaran, jumlah
kekurangan atau kelebihan pajak.
- Untuk Wajib Pajak yang menggunakan norma perhitungan: perhitungan
jumlah peredaran yang terjadi dalam tahun pajak yang bersangkutan.
Batas Waktu Penyampaian SPT
Batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan adalah :
a. Untuk Surat Pemberitahuan Masa, paling lama dua puluh hari setelah akhir masa
pajak. Khusus untuk surat pemberitahuan masa pajak pertambahan nilai disampaikan
palinglama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak.
b. Untuk surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang
pribadi, paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak
c. Untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan,
paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir Tahun Pajak.
II.6 Penelitian Sebelumnya
Penelitian Analisis Pengaruh Faktor-Faktor Good Governance Terhadap Kualitas
Pelayanan Bagi Wajib Pajak dengan acuan dari penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya oleh :
A. Dian Anggraini mengenai
Pengaruh Implementasi Good Governance Terhadap Peningkatan Pelayanan Kepada
Stakeholders yang menggunakan tiga variabel independen yaitu
akuntabilitas,transparansi serta efektif dan efisien. Ketiga variabel tersebut secara
simultan atau bersama-sama dengan tingkat signifikansi 95% akan memberikan
pengaruh kepada variabel dependennya yaitu pelayanan kepada stakeholders. Setiap
variabel independen dengan tingkat signifikansi 95% memberikan pengaruh yang
berbeda secara spasial atau masing-masing kepada variabel dependen.
B. Nazlia Safira Ardhani
mengenai Pengaruh Pelaksanaan Prinsip-Prinsip Good Governance Terhadap
Kualitas Pelayanan Publik. Metode penelitian dalam penelitian ini adalah penelitian
korelasional dengan analisa kuantitatif, dengan maksud untuk mencari pengaruh
antara variabel X (pelaksanaan prinsip-prinsip good governance) dan variabel Y
(kualitas pelayanan publik). Yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah
pegawai yang bekerja di KPP Pratama Medan Timur yaitu sebanyak 69 orang serta
wajib pajak KPP Pratama Medan Timur sebanyak 11 orang yang digunakan sebagai
pembanding. Penarikan sampel berdasarkan pendapat Arikunto yaitu apabila jumlah
populasi kurang dari 100 orang, maka diambil keseluruhannya, sehingga
penelitiannya merupakan penelitian populasi. Teknik pengumpulan data
menggunakan kuesioner dan pengamatan (observasi). Berdasarkan hasil penelitian
yang dilakukan, terdapat hubungan yang sangat kuat antara pelaksanaan prinsip-
prinsip good governance terhadap kualitas pelayanan publik sebesar 0,87 yang berarti
koefisien korelasi positif. Jadi, ada hubungan positif antara pelaksanaan prinsip-
prinsip good governance terhadap kualitas pelayanan publik dengan signifikansi
sebesar 14,45. Dan besarnya pengaruh pelaksanaan prinsip-prinsip good governance
terhadap kualitas pelayanan publik adalah sebesar 75,69%.
C. Johnny Lumolos
mengenai Implementasi Good Governance dan Pengaruh Terhadap Kualitas
Pelayanan Publik. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan
kuantitatif yang dilaksanakan di kantor dinas tata kota manado. Sampel responden
yang di tarik secara posive sebanyak 45 orang dari 52 orang pegawai yang ada.
Variabel yang diteliti terdiri dari satu perangkat variabel bebas, yaitu prinsip-prinsip
good governance, yang meliputi akuntabilitas, transparansi, partisipasi masyarakat
dan responsivitas. Kualitas pelayanan publik sebagai variabel dependen di definisikan
sebagai baik buruknya tugas pelayanan yang dilakukan oleh birokrasi pada Dinas
Tata Kota Manado dalam memenuhi kepuasan masyarakat. Dari hasil penelitian yang
telah dilakukan kualitas pelayanan public yang dinilai oleh masyarakat pengguna jasa
adalah bervariasi tetapi lebih dominan pada kategori cukup dan mereka menilai
bahwa kualitas pelayanan yang diberikan baru mencapai 59,93% dari kriteria
memuaskan. Prinsip transparansi, partisipasi masyarakat dan responsivitas memiliki
pengaruh signifikan terhadap kualitas pelayanan yang telah diberikan oleh kantor
dinas tata kota manado kepada pelayanan publik. sedangkan korelasi antara perinsip-
prinsip good governance yang digunakan dalam penelitian ini terdapat satu prinsip
good governance yang tidak signifikan terhadap kualitas pelayanan yaitu
akuntabilitas.
II.7 Pengembangan Hipotesis
Bedasarkan penelitian dilakukan sebelumnya oleh Dian Anggraini mengenai
Pengaruh Implementasi Good Governance Terhadap Peningkatan Pelayanan Kepada
Stakeholders yang menggunakan tiga variabel independen yaitu akuntabilitas,transparansi
serta efektif dan efisien. Sehingga menghasilkan hipotesis sebagai berikut:
Berdasarkan kuisioner mengenai prosedur pelayanan di KPPN yang tidak berbelit-
belit, selalu merespon setiap permasalahan yang dihadapi oleh stakeholders, KPPN telah
memberikan Surat Perjanjian Penggunaan Dana yang sesuai dengan Jumlah yang
dibutuhkan. Berdasarkan data pendukung dari penelitian sebelumnya, maka hipotesis
dalam penelitian ini berupa:
Ha 1 : Terdapat pengaruh akuntabilitas terhadap variabel pelayanan kepada wajib
pajak
Berdasarkan kuisioner mengenai penyediaan sumber informasi yang cukup
jumlahnya, kemudahan memperoleh informasi yang diperlukan, dan informasi yang telah
disediakan dalam website telah lengkap dan mudah di pahami. Berdasarkan data
pendukung dari penelitian sebelumnya, maka hipotesis dalam penelitian ini berupa:
Ha 2 : Terdapat pengaruh transparansi terhadap variabel pelayanan kepada wajib pajak
Berdasarkan kuisioner mengenai pelayanan dengan waktu yang sesuai dengan target
dan teliti, pelayanan tanpa dipungut biaya tidak resmi, setiap petugas telah memiliki
kompetensi yang baik dan kualitas yang baik, setiap unit kerja yang ada telah
menyelanggarakan fungsi kerja dengan baik tanpa adanya tumpang tindih tugas dan
tanggung jawab. Berdasarkan data pendukung dari penelitian sebelumnya, maka hipotesis
dalam penelitian ini berupa:
Ha 3 : Terdapat pengaruh efisien dan efektif terhadap variabel pelayanan kepada wajib
pajak
Berdasarkan kuisioner mengenai pelaksanaan pelayanan dengan prosedur yang
mudah sederhana dan tertib, standar prosedur pelaksanaan yang ditetapkan oleh KPPN
telah sesuai dengan pelaksanaan di lapangan, memiliki sumber informasi yang memadai
sebagai sarana dan prasarana pendukung pelayanan, kemudahan dan kebebasan untuk
mengakses informasi yang diperlukan, pemberian pelayanan secara cepat, tepat dan
akurat, telah melaksanakan tugas dan fungsi dengan baik sehingga kinerja pelayanannya
sudah memuaskan. Berdasarkan data pendukung dari penelitian sebelumnya, maka
hipotesis dalam penelitian ini berupa:
Ha 4 : Terdapat pengaruh akuntabilitas, transparansi, efisien dan efektif terhadap
variabel pelayanan kepada wajib pajak