BAB II LANDASAN TEORI -...
-
Upload
trinhquynh -
Category
Documents
-
view
223 -
download
0
Transcript of BAB II LANDASAN TEORI -...
10
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Belanja Daerah
Belanja daerah adalah kas daerah yang dikeluarkan untuk kebutuhan
daerah yang dilakukan oleh pemerintah daerah dan menjadi beban daerah
dalam satu periode anggaran. Berikut ini akan dijelaskan mengenai
pengertian belanja daerah, klasifikasi belanja daerah, arti penting belanja
daerah, serta fungsi dan kedudukan belanja daerah.
1. Pengertian Belanja Daerah
Belanja Daerah menurut Halim (2008:322) adalah kewajiban
pemerintah mengurangi nilai kekayaan bersih. Undang-undang No. 32
Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 167 ayat 1 yang
berbunyi: “Belanja daerah harus diutamakan agar dapat menjaga dan
meningkatkan kualitas masyarakat supaya dapat memenuhi kewajiban
daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22”. Penjelasan Undang-
Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 22
kewajiban untuk menciptakan kemandirian suatu daerah sebagai berikut:
(a) Melindungi seluruh masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan
kerukunan nasional, serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
(b) Meningkatkan kualitas dalam kehidupan bermasyarakat; (c)
Mengembangkan kehidupan berdemokrasi; (d) Menciptakan keadilan dan
pemerataan; (e) Meningkatkan pelayanan terhadap dasar pendidikan; (f)
11
Memberikan fasilitas pelayanan untuk kesehatan; (g) Memberikan fasilitas
umum dan sosial yang layak; (h) Mengembangkan sistem jaminan sosial;
(i) Menyusun perencanaan dan tata ruang daerah; (j) Mengembangkan
sumber daya produktif di daerah; (k) Melestarikan lingkungan hidup; (l)
Mengelola administrasi kependudukan; (m) Melestarikan nilai sosial
budaya; (n) Membentuk dan menerapkan peraturan perundang-undangan
sesuai dengan kewenangannya; dan (o) Mewajibkan lain yang diatur
dalam peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan uraian tersebut maka Belanja Daerah adalah semua
pengeluaran pemerintah daerah Provinsi Jawa Tengah dalam satu periode
anggaran yang berupa belanja tidak langsung dan belanja langsung guna
melaksanakan kewajiban, wewenang, dan tanggung jawab kepada
masyarakat Provinsi Jawa Tengah dan pemerintah pusat.
2. Klasifikasi Belanja Daerah
Menurut Halim (2008:100) klasifikasi belanja daerah antara lain:
a. Belanja Operasi
Belanja operasi adalah jumlah biaya yang digunakan untuk
pemenuhan kebutuhan sehari-hari di dalam pemerintah daerah untuk
manfaat jangka pendek. Kelompok belanja operasi antara lain:
1) Belanja pegawai adalah belanja kompensasi baik dalam bentuk
uang maupun barang yang diberikan kepada pegawai pemerintah,
baik yang bertugas di dalam maupun di luar negeri sebagai
12
imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan, kecuali pekerjaan
yang berkaitan dengan pembentukan modal.
2) Belanja bunga adalah belanja yang digunakan oleh pemerintah
untuk pembayaran bunga yang dihitung berdasarkan kewajiban
pokok utang (principal outstanding) berdasarkan perjanjian jangka
pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.
3) Belanja subsidi adalah belanja yang telah digunakan dan
dianggarkan kepada pemerintah/lembaga untuk memproduksi,
menjual, mengekspor, atau mengimpor barang dan jasa, agar harga
jual terjangkau oleh masyarakat.
4) Belanja hibah adalah belanja yang dilakukan secara sukarela dan
kemudian diberikan kepada pihak lain.
5) Belanja bantuan sosial adalah belanja yang digunakan untuk
membantu masyarakat agar dapat meningkatkan kesejahteraan.
6) Belanja bantuan keuangan adalah bantuan yang diberikan
pemerintah Kabupaten/Kota kepada pemerintah desa dengan
tujuan pemerataan kemampuan keuangan.
b. Belanja Modal
Belanja modal merupakan suatu pengeluaran yang dilakukan
untuk menambah aset tetap atau investasi yang ada sehingga akan
memberikan manfaat pada periode tertentu. Belanja modal termasuk:
(1) Belanja tanah; (2) Belanja peralatan dan mesin; (3) Belanja modal
gedung dan bangunan; (4) Belanja modal jalan, irigasi, dan jaringan;
13
(5) Belanja aset tetap lainnya; (6) Belanja aset lainnya; (7) Belanja
Tidak Terduga.
Kelompok belanja lain-lain/ tidak terduga merupakan suatu
pengeluaran yang digunakan untuk kegiatan dalam rangka
mewujudkan penyelenggaraan kewenangan pemerintah pusat/daerah
dan pengeluaran yang memiliki sifat tidak biasa dan tidak diharapkan
berulang, seperti penanggulangan bencana sosial dan bencana alam.
c. Transfer
Menurut PP Nomor 24 Tahun 2005 tentang belanja transfer.
Adapun yang dimaksud dengan transfer disini adalah transfer keluar,
yaitu pengeluaran uang dari entitas pelaporan lain seperti
pengeluaran dana perimbangan oleh pemerintah pusat dan dana bagi
hasil oleh pemda.
Menurut Lampiran E. XXIII Permendagri Nomor 13 Tahun 2006,
transfer pemerintah provinsi rerdiri atas: (1) Bagi hasil pajak ke
kabupaten/kota; (2) Bagi hasil retribusi ke kabupaten/kota; (3) Bagi
hasil pendapatan lainnya ke kabupaten/kota.
Adapun transfer pemerintah kabupaten/kota meliputi transfer bagi
hasil ke desa, yaitu: (1) Bagi hasil pajak; (2) Bagi hasil retribusi; (3)
Bagi hasil pendapatan lainnya.
Berdasarkan uraian tersebut maka klasifikasi belanja daerah harus
disesuaikan dengan urusan pemerintahan yang menjadi program dan
kegiatan sesuai dengan kewenangan daerah. Terdapat 4 kelompok belanja
14
daerah antara lain belanja operasi, belanja modal, belanja tidak terduga,
dan transfer.
3. Arti Penting Belanja Daerah
Mulia (1987, 128) dalam Adisasmita (2011:51) menjelaskan secara
rinci bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah
suatu hal yang sangat penting karena APBD itu: (1) Menentukan jumlah
pajak yang dibebankan kepada rakyat daerah yang bersangkutan; (2)
Merupakan suatu sarana untuk mewujudkan otonomi daerah yang nyata
dan bertanggungjawab; (3) Suatu sarana dalam melakukan pengawasan
terhadap daerah; (4) Suatu bentuk kewenangan kepada Kepala Daerah
untuk melakukan penyelenggaraan keuangan daerah
Berdasarkan uraian tersebut maka arti penting belanja daerah
merupakan suatu sarana untuk mewujudkan otonomi daerah yang nyata
dan tanggungjawab dengan melaksanakan pengawasan terhadap daerah
yang bisa dilakukan dengan memberikan jumlah pajak yang dibebankan
kepada masyarakat.
4. Fungsi dan Kedudukan Belanja Daerah
Oleh karena itu menurut Ateng Syafruddin (1993) dalam Adisasmita
(2011:51) APBD mempunyai fungsi dan kedudukan sebagai berikut:
1) Sebagai dasar kebijakan menjalankan keuangan yang akan
dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah untuk masa tertentu yaitu satu
tahun anggaran
15
2) Sebagai pemberian kuasa dari pihak Legislatif yaitu DPRD kepada
Kepala Daerah sebagai pimpinan Eksekutif untuk melakukan
pengeluaran dalam rangka menjalankan roda pemerintahan daerah.
3) Sebagai penetapan kewenangan kepada Kepala Daerah untuk
melaksanakan pembangunan daerah dan pelayanan kepada
masyarakat
4) Sebagai bahan supaya pengawasan yang dilakukan oleh yang berhak
melaksanakan pengawasan dapat berjalan dengan lebih baik
Berdasarkan uraian tersebut maka fungsi dan kedudukan belanja
daerah digunakan untuk melaksanakan pembangunan daerah dan
pelayanan kepada masyarakat yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah
guna mewujudkan pemerintahan daerah yang lebih baik.
B. Dana Alokasi Umum
Dana Alokasi Umum merupakan sumber penerimaan terpenting
dalam anggaran penerimaannya dalam APBN. Oleh karena itu, Dana
Alokasi Umum dapat dilihat sebagai respon pemerintah terhadap aspirasi
daerah untuk mendapatkan sebagian kontrol yang lebih besar terhadap
keuangan negara. Berikut akan dijelaskan mengenai pengertian dan cara
menghitung dana alokasi umum.
1. Pengertian Dana Alokasi Umum
Dana Alokasi Umum menurut Rachmat (2010:118) adalah dana yang
menghimpun seluruh pendanaan pemerintah yang alokasinya
diperuntukkan membiayai seluruh kegiatan umum. Dana Alokasi Umum
16
menurut Halim (2008:323) adalah dana yang berasal dari APBN yang
kemudian dialokasikan kepada setiap daerah dengan tujuan pemerataan
kemampuan keuangan dalam memenuhi kebutuhan agar dapat
mewujudkan pelaksanaan desentralisasi. Sedangkan menurut Bastian
(2006:279) Dana Alokasi Umum adalah dana perimbangan yang
digunakan untuk pemerataan kemampuan keuangan setiap daerah.
Sehingga dana tersebut dihimpun secara umum untuk membiayai fungsi
pemerintahan yang bersifat umum dan menyeluruh sesuai dengan
anggaran yang telah ditetapkan. Dana alokasi umum harus
diselenggarakan secara terus menerus dari tahun ke tahun, tanpa terputus,
karena dana ini merupakan sumber dana yang menyokong kegiatan
pemerintahan, dan jika terputus otomatis kegiatan pemerintahan akan ikut
terhenti, dengan demikian akan menghambat kepada lajunya pergerakkan
kegiatan pemerintahan.
Berdasarkan uraian tersebut maka yang dimaksud dengan Dana
Alokasi Umum dalam penelitian ini merupakan dana yang bersumber dari
pendapatan APBN yang kemudian dialokasikan kepada daerah Jawa
Tengah sehingga dapat digunakan untuk menghimpun seluruh pendanaan
pemerintah yang alokasinya ditujukan untuk membiayai seluruh kegiatan
umum daerah Provinsi Jawa Tengah.
17
2. Penerapan Pengalokasian Dana Alokasi Umum
Menurut Halim (2009) penerapan pengalokasian DAU adalah sebagai
berikut:
a. Penerimaan yang diperoleh dalam negeri yang ditetapkan dalam
APBN sekurang-kurangnya 26%.
b. Dana yang diterima daerah Provinsi sebesar 10% dan dana yang
diterima Kabupaten/Kota sebesar 90%.
c. Dana yang diterima Kabupaten/Kota dihitung berdasarkan perkalian
jumlah Dana Alokasi Umum untuk Kabupaten/Kota yang ditetapkan
APBN dengan porsi Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
d. Proporsi bobot Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia merupakan porsi
Kabupaten/Kota.
Berikut rumus Dana Alokasi Umum untuk suatu Provinsi dan Daerah
Kabupaten/Kota menurut Halim (2009:120) antara lain:
1)
.
2)
Sedangkan menurut PP No. 53 Tahun 2009 tentang Dana Alokasi
Umum Daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota Tahun 2010 bahwa dana
tersebut bersifat murni sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang
Nomor 47 Tahun 2009 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
18
Tahun Anggaran 2010. Proporsi untuk Daerah provinsi, kabupaten, dan
kota ditetapkan sebagai berikut:
a. Jumlah keseluruhan dana yang dialokasikan sebesar 10% dari Daerah
Provinsi
b. Jumlah keseluruhan dana yang dialokasikan sebesar 90% dari Daerah
Kabupaten/Kota
Berdasarkan uraian tersebut maka daerah provinsi harus berdasarkan
jumlah Dana Alokasi Umum yang ditetapkan dalam APBN dikalikan
dengan rasio bobot daerah provinsi yang bersangkutan, terhadap jumlah
bobot seluruh provinsi. Sedangkan daerah Kabupaten/Kota dihitung
berdasarkan perkalian jumlah Dana Alokasi Umum untuk seluruh daerah
Kabupaten/Kota yang ditetapkan dalam APBN dengan porsi daerah
Kabupaten/Kota yang bersangkutan.
C. Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan Asli Daerah merupakan salah satu komponen dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Berikut akan
dijelaskan mengenai pengertian pendapatan asli daerah, upaya
peningkatan penerimaan pendapatan asli daerah, pengaruh pajak daerah
terhadap belanja daerah, dan pengaruh retribusi daerah terhadap belanja
daerah.
1. Pengertian Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan Asli Daerah menurut Halim (2008:96) merupakan
sumber ekonomi yang diperoleh dari semua yang dihasilkan daerah
19
tersebut. Meningkatkan kemandirian yang berasal dari dalam daerah yang
bersangkutan merupakan wujud semangat dalam membangun daerahnya
sendiri agar tidak tergantung pada fasilitas yang ada. Meskipun sebagian
besar daerah otonom (Kabupaten/Kota), kemampuan PAD-nya kecil,
sehingga masih membutuhkan bantuan dari Pemerintah Pusat.
Menurut Mahmudi (2010:18) menyatakan bahwa kemampuan daerah
dalam menghasilkan sumber daya yang tinggi akan menyebabkan daerah
tersebut memiliki kebebasan dalam menggunakan PAD sesuai dengan
aspirasi, kebutuhan, dan prioritas pembangunan daerah. Peningkatan
PAD tidak hanya menjadi perhatian pihak eksekutif, namun legislatif juga
berkepentingan sebab besar kecilnya PAD akan mempengaruhi struktur
gaji anggota dewan.
Berdasarkan uraian tersebut maka yang dimaksud dengan Pendapatan
Asli Daerah dalam penelitian ini adalah pendapatan yang diperoleh dari
daerah yang bersumber dari Pajak Daerah, Retribusi Daerah, hasil
pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang
sah sesuai dengan aktivitas Jawa Tengah.
2. Sumber-Sumber Pendapatan Asli Daerah
Pengelolaan penerimaan pendapatan daerah berdasarkan Undang-
undang No.25 Tahun 1999 yang direvisi menjadi Undang-undang No. 33
Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Daerah, penerimaan dari sumber tersebut terdiri atas:
20
a. Pendapatan Asli Daerah
Sumber tersebut adalah sebagai berikut:
1) Hasil Pajak Daerah merupakan pendapatan daerah yang berasal
dari pajak. Menurut Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun
2000 tentang Perubahan UU Nomor 18 Tahun 1997 Tentang
Pajak dan Retribusi Daerah untuk kabupaten/kota terusun atas
pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak
penerangan jalan, pajak pengambilan bahan galian golongan C,
dan pajak parkir.
2) Hasil Retribusi Daerah merupakan pendapatan daerah yang
berasal dari retribusi. Terkait dengan UU Nomor 34 Tahun 2000
jenis pendapatan retribusi untuk kabupaten/kota meliputi: (a)
Retribusi pelayanan kesehatan; (b) Retribusi pelayanan
persampahan/kebersihan; (c) Retribusi penggantian biaya cetak
KTP; (d) Retribusi penggantian biaya cerak akte catatan sipil ;
(e) Retribusi pelayanan pemakaman; (f) Retribusi pelayanan
pengabuan mayat; (g) Retribusi pelayanan parkir di tepi jalan
umum; (h) Retribusi pelayanan pasar; (i) Retribusi pengujian
kendaraan bermotor; (j) Retribusi pemeriksaan alat pemadam
kebakaran; (k) Retribusi penggantian biaya cetak peta; (l)
Retribusi pengujian kapal perikanan; (m) Retribusi pemakaian
kekayaan daerah, (n) Retribusi jasa usaha pasar grosir atau
pertokoan; (o) Retribusi jasa usaha tempat pelelangan; (p)
21
Retribusi jasa usaha terminal; (q) Retribusi jasa usaha tempat
khusus parkir; (r) Retribusi jasa usaha tempat
penginapan/pesanggrahan/villa; (s) Retribusi jasa usaha
penyedotan kakus; (t) Retribusi jasa usaha rumah potong hewan;
(u) Retribusi jasa usaha pelayanan pelabuhan kapal; (v) Retribusi
jasa usaha tempat rekreasi dan olahraga; (w) Retribusi jasa usaha
penyeberangan di atas air; (x) Retribusi jasa usaha pengolahan
limbah cair; (y) Retribusi jasa usaha penjualan produksi usaha
daerah; (z) Retribusi izin mendirikan bangunan; (aa) Retribusi
izin tempat penjualan minuman beralkohol; (bb) Retribusi izin
gangguan; (cc) Retribusi izin trayek.
3) Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Hasil Pengelolaan Kekayaan
Daerah lainnya yang dipisahkan, adalah hasil yang diterima
daerah dari pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan.
Menurut objeknya, jenis pendapatan adalah sebagai berikut: (a)
Hasil dari penjualan aset daerah yang tidak dipisahkan; (b) Jasa
giro; (c) Bagian laba yang didalamnya terdapat penyertaan
modal pada perusahaan milik daerah/BUMD; (d) Bagian laba
yang didalamnya terdapat penyertaan modal pada perusahaan
milik negara/BUMN; (e) Bagian laba yang didalamnya terdapat
penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok
usaha masyarakat
22
4) Lain-lain PAD yang sah adalah hasil yang diterima daerah yang
berasal dari lain-lain milik Pemda. Jenis pendapatan ini meliputi
objek pendapatan berikut: (a) Hasil dari penjualan aset daerah
yang tidak dipisahkan; (b) Jasa giro; (c) Pendapatan bunga ; (d)
Penerimaan aras tuntutan ganti kerugian daerah; (e) Penerimaan
komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari
penjualan, pengadaan barang, dan jasa oleh daerah; (f)
Penerimaan keuangan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap
mata uang asing; (g) Pendapatan denda atas keterlambatan
pelaksanaan pekerjaan; (h) Pendapatan denda pajak; (i)
Pendapatan denda retribusi; (j) Pendapatan hasil eksekusi atas
jaminan; (k) Pendapatan dari pengembalian; (l) Fasilitas sosial
dan umum; (m) Pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan
dan pelatihan; (n) Pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan
Berdasarkan uraian tersebut maka keuangan pemerintah daerah
akan tercermin dari besarnya sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah
yang diperoleh, dan bagaimana alokasi keuangan pemerintah daerah
untuk membiayai kegiatan Pemerintah Daerah dalam mensejahterakan
masyarakat. Untuk meningkatkan penerimaan PAD, pemerintah daerah
perlu melakukan analisis potensi-potensi yang ada di daerah dan
mengembangkan potensi tersebut sebagai pemasukan daerah.
23
3. Upaya peningkatan penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Upaya peningkatan penerimaan Pendapatan Asli Daerah menurut
Rahardjo Adisasmita (2011:117) antara lain: (a) Melakukan pendataan
secara lengkap dan akurat; (b) Peningkatan kemampuan sumber daya
manusia (SDM) pengelola dan pelaksana di bidang keuangan daerah
melalui pendidikan dan pelatihan; (c) Meningkatkan koordinasi eksternal
(antar instansi terkait) dan koordinasi internal (antar bagian/unit dalam
instansi); (d) Memperbaiki system pengelolaan selain tunggu bola harus
pula secara aktif jemput bola; (e) Memberi hadiah kepada wajib pajak
yang membayar pajak dalam jumlah terbesar dan yang melunasi pajaknya
sebelum batas waktu yang telah ditetapkan; (f) Penguatan kelembagaan;
(g) Meningkatkan rasio cakupan (coverage ratio) mendekati potensi; (h)
Meningkatkan sarana dan prasarana penagihan; (i) Peningkatan
pengawasan melekat, fungsional, dan masyarakat; (j) Pemberian insentif
(perangsang) bagi petugas pemungut yang berprestasi; (k) Pemberian
sanksi pada petugas penagih pajak dan retribusi yang melakukan
kesalahan; (l) Melakukan kampanye, antara lain melalui spanduk dan
pamphlet; (m) Meningkatkan kesadaran wajib pajak dan wajib retribusi
melalui kegiatan sosialisasi manfaat pajak dan retribusi bagi masyarakat ;
(n) Melakukan kerjasama dengan pihak ketiga atau instansi lain untuk
memudahkan dalam penagihan kepada wajib pajak dan wajib retribusi
Berdasarkan uraian tersebut maka upaya peningkatan penerimaan
Pendapatan Asli Daerah yaitu mengefektifkan pemungutan pajak atau
24
retribusi dan mengefisienkan cara pemungutannya pada obyek dan subyek
yang sudah ada misalnya melakukan perhitungan potensi, penyuluhan,
meningkatkan pengawasan dan pelayanan.
4. Pengaruh Pajak Daerah terhadap Belanja Daerah
Pungutan pajak yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah harus sesuai
dengan fungsinya. Menurut Sidik (2002:3) fungsi pajak adalah sebagai
berikut:
a. Fungsi budgeter yaitu apabila pajak digunakan sebagai alat untuk
mengisi kas negara dalam membiayai kegiatan pemerintah dan
pembangunan.
b. Fungsi regulator yaitu apabila pajak digunakan sebagai alat
mengatur dalam mencapai tujuan. Misalnya pajak minuman keras
yaitu agar rakyat menghindari atau mengurangi konsumsi minuman
keras.
Penyelenggaraan fungsi pemerintahan yang lebih luas oleh
pemerintah daerah perlu didukung oleh sumber pembiayaan yang
memadai. Kreativitas dan inisiatif suatu daerah dalam menggali sumber
keuangan akan sangat tergantung pada kebijakan yang diambil oleh
pemerintah daerah itu sendiri. Pajak daerah ini merupakan indikator yang
terdapat dalam Pendapatan Asli Daerah yang dapat memberikan
kontribusi yang tinggi bagi PAD tersebut.
Berdasarkan uraian tersebut maka pajak sangat penting terhadap
belanja daerah dalam pemerataan pendapatan. Pajak yang diperoleh di
25
daerah yang maju dapat digunakan untuk membantu pertumbuhan
ekonomi di daerah yang tertinggal serta pajak juga dapat digunakan untuk
membantu masyarakat yang pendapatannya rendah.
5. Pengaruh Retribusi Daerah terhadap Belanja Daerah
Retribusi menurut Prakosa (2005) adalah tarif daerah yang
disediakan dan diberikan oleh Pemerintah Daerah sebagai pembayaran
atas jasa atau pemberian izin tertentu untuk kepentingan orang pribadi
atau badan.
Pemerintah daerah memiliki target untuk mengoptimalkan potensi
daerah. Selain untuk memenuhi kebutuhan daerah tersebut, pendapatan
daerah ditujukan untuk mengembangkan pembangunan disuatu wilayah
tertentu. Namun, optimalisasi potensi daerah menjadi masalah ketika
peraturan daerah dijadikan alat oleh pemerintah untuk menggali
pendapatan sebanyak-banyaknya. Akibat dari hal tersebut, pungutan ini
terkesan memberatkan dan membebani sejumlah kalangan. Supaya
pemungutan retribusi menjadi lebih mudah dan menghindari pungutan
liar dari aparat, maka perlu dilaksanakan sesuai dengan tarif yang
berlaku.
Berdasarkan uraian tersebut maka retribusi memiliki peran besar
terhadap pemerintahan daerah, karena untuk memenuhi kebutuhan daerah
tersebut serta sebagai sumber pendapatan daerah dalam mengembangkan
pembangunan disuatu wilayah tertentu.
26
D. Penelitian Terdahulu
Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini
yaitu sebagai berikut:
1. Berlian Nur Awaniz (2011) dalam penelitiannya yang berjudul
“Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah
(PAD) Terhadap Belanja Daerah di Eks Karesidenan Pekalongan”
dengan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa secara simultan
variabel dana alokasi umum dan pendapatan asli daerah berpengaruh
signifikan terhadap belanja daerah. Hasil uji hipotesis juga
menunjukkan adanya pengaruh signifikan.
2. Fitria Megawati Sularno (2013) dalam penelitiannya yang berjudul
“Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah dan Dana
Alokasi Umum Terhadap Pengalokasian Belanja Daerah” dengan
hasil analisis dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian berdasarkan
pengujian yang telah dilakukan PDRB, PAD, dan DAU secara
simultan berpengaruh terhadap pengalokasian belanja daerah.
3. Diah Ayu Kusumadewi dan Arief Rahman (2007) dalam
penelitiannya yang berjudul “Flypaper Effect pada Dana Alokasi
Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Belanja
Daerah pada Kabupaten/Kota di Indonesia” dengan hasil analisis
dapat disimpulkan bahwa PAD dan DAU secara simultan memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap Belanja Daerah yang memiliki arti
bahwa pengaruh DAU lebih kuat terhadap Belanja Daerah
27
dibandingkan dengan pengaruh PAD terhadap Belanja Daerah atau
dengan kata lain DAU yang diterima lebih menentukan pengeluaran
belanja daerah daripada PAD yang juga diterima pada periode
sebelumnya.
Berdasarkan tujuan yang hendak dicapai, maka penguatan terhadap
masalah yang dihadapi yaitu: Pertama, dana alokasi umum berpengaruh
signifikan terhadap belanja daerah. Kedua, pendapatan asli daerah
berpengaruh signifikan terhadap belanja daerah. Ketiga, PAD dan DAU
secara bersama-sama memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
Belanja Daerah.
E. Kerangka Berfikir
Uma Sekaran dalam Sugiyono (2013:91) mengemukakan bahwa,
kerangka berfikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori
berhubungan dengan beberapa faktor yang telah diidentifikasi sebagai
masalah yang penting.
1. Pengaruh Dana Alokasi Umum terhadap Belanja Daerah
Dana Alokasi Umum menurut Rachmat (2010:118) adalah dana
yang menghimpun seluruh pendanaan pemerintah yang alokasinya
diperuntukkan membiayai seluruh kegiatan umum. Dana alokasi umum
harus diselenggarakan secara terus menerus dari tahun ke tahun, tanpa
terputus, karena dana ini merupakan sumber dana yang menyokong
kegiatan pemerintahan, dan jika terputus otomatis kegiatan
pemerintahan akan ikut terhenti. Dana alokasi umum adalah unsur dari
28
pendapatan daerah yang nantinya akan digunakan untuk penggunaan
belanja daerah.
Penetapan belanja yang penuh optimis pada akhirnya tidak mampu
diimbangi oleh realisasi pendapatan, maka hal ini akan menambah
defisit anggaran yang cukup besar. Penetapan rancangan anggaran
defisit sebenarnya bukan langkah yang salah, namun apabila kebijkan
anggaran tidak dipahami maka defisit anggaran tersebut tidak sesuai
dengan arah dan sasaran yang akan dicapai Pemerintah Daerah melalui
kebijakan anggaran defisit karena pada hakekatnya kebijakan anggaran
dapat digunakan untuk mempengaruhi percepatan penghasilan daerah.
Hal ini sejalan dengan penelitian Berlian Nur Awaniz (2011)
dengan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa secara simultan variabel
dana alokasi umum dan pendapatan asli daerah berpengaruh signifikan
terhadap belanja daerah. Hasil uji hipotesis juga membuktikan bahwa
adanya pengaruh signifikan.
2. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Daerah
Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurut Halim (2008:96)
merupakan sumber ekonomi yang diperoleh dari semua yang dihasilkan
daerah tersebut. Pengelolaan penerimaan pendapatan daerah
berdasarkan Undang-undang No.25 Tahun 1999 yang direvisi menjadi
Undang-undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Daerah, sumber-sumber penerimaan
Pendapatan Asli Daerah terdiri atas Hasil Pajak Daerah, Hasil Retribusi
29
Daerah, Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Hasil Pengelolaan
Kekayaan Daerah lainnya yang dipisahkan, dan Lain-lain PAD yang
sah. Pendapatan Asli Daerah juga merupakan unsur dari pendapatan
daerah yang nantinya akan digunakan untuk penggunaan belanja daerah.
Kemandirian untuk mengatur dan mengurus daerah sangat penting
dengan tujuan dapat meningkatkan pelayanan yang diberikan kepada
masyarakat, memudahkan masyarakat dalam memantau dan mengontrol
penggunaan dana, menciptakan persaingan yang sehat antar daerah dan
mendorong timbulnya inovasi. Maka melalui kemandirian tersebut
diharapkan Pemerintah Daerah dapat menggali sumber-sumber
keuangan untuk memenuhi kebutuhan pemerintah dan pembangunan.
Oleh karena itu, intensifikasi dan ekstensifikasi subyek dan obyek
pendapatan sangat diperlukan melalui pemanfaatan teknologi informasi
yang memadai. Dukungan dari teknologi informasi dapat meminimalkan
permasalahan pada sistem pemungutan pajak melalui optimalisasi
pungutan pajak dan retribusi daerah. Memberikan kewenangan
perpajakan dan retribusi yang lebih besar kepada daerah pada masa
mendatang (Sidik, 2002:8).
Hal ini sejalan dengan penelitian Berlian Nur Awaniz (2011)
dengan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa Dana Alokasi Umum
dan Pendapatan Asli Daerah mempunyai pengaruh baik secara parsial
maupun bersamaan terhadap Belanja Daerah . Hasil uji hipotesis juga
menunjukkan adanya pengaruh signifikan.
30
3. Pengaruh Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah
terhadap Belanja Daerah
Dana Alokasi Umum menurut Bastian (2006:279) harus
diselenggarakan secara terus menerus dari tahun ke tahun, tanpa
terputus, karena dana ini merupakan sumber dana yang menyokong
kegiatan pemerintahan, dan jika terputus otomatis kegiatan
pemerintahan akan ikut terhenti. Menurut Mahmudi (2010:18)
menyatakan bahwa semakin tinggi kemampuan daerah dalam
menghasilkan PAD, maka semakin besar pula diskresi daerah untuk
menggunakan PAD tersebut sesuai dengan aspirasi, kebutuhan, dan
prioritas pembangunan daerah. Dana Alokasi Umum dan Pendapatan
Asli Daerah saling berkaitan, dimana besar kecilnya Dana Alokasi
Umum salah satunya ditentukan oleh kemampuan daerah tersebut yang
berarti semakin besar kemampuan daerah yang dimiliki meningkatkan
jumlah pendapatan asli daerah tersebut, dengan demikian maka dapat
memenuhi kebutuhan wilayahnya sendiri. Hal ini maka Pendapatan Asli
Daerah yang semakin besar akan mempengaruhi semakin kecil Dana
Alokasi Umum yang diterima oleh pemerintah daerah, dan begitu juga
sebaliknya.
Hal ini sejalan dengan penelitian Diah Ayu Kusumadewi dan Arief
Rahman (2007) dalam penelitiannya yang berjudul “Flypaper Effect
pada Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Terhadap Belanja Daerah pada Kabupaten/Kota di Indonesia” dengan
31
hasil analisis dapat disimpulkan bahwa PAD dan DAU secara simultan
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Belanja Daerah. Hal ini
maka pengaruh DAU terhadap Belanja Daerah lebih besar dibandingkan
dengan pengaruh PAD terhadap Belanja Daerah.
Kerangka berfikir penelitian dapat digambarkan model hipotetis
seperti berikut ini:
Gambar 2.1 Skema Kerangka Berfikir
Keterangan :
Variabel Dependen diberi notasi Y
Variabel Independen diberi notasi X
X1 : Dana Alokasi Umum
X2 : Pendapatan Asli Daerah (Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil
Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan, dan lain-lain
PAD yang Sah)
Y : Belanja Daerah (Belanja Tidak Langsung dan Belanja Langsung)
: Pengaruh variabel X terhadap Y
Y
(Belanja Daerah)
X1
(Dana Alokasi Umum)
X2
(Pendapatan Asli Daerah)
32
Kerangka pemikiran tersebut dapat dijelaskan bahwa dana alokasi umum
yang berasal dari pemerintah pusat yang kemudian dialokasikan kepada
pemerintah daerah akan mempengaruhi belanja daerah selain itu juga
pendapatan asli daerah yang merupakan sumber pendapatan yang berasal dari
daerah sendiri akan mempengaruhi belanja daerah. Maka dengan demikian
semakin besar dana alokasi umum dan pendapatan asli daerah akan mampu
membiayai belanja daerah.
F. Hipotesis Penelitian
Menurut Sugiyono (2015:96), hipotesis merupakan jawaban sementara
terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah telah
dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Berdasarkan rumusan
masalah, kajian teori, dan penelitian yang relevan yang telah dibahas
sebelumnya maka dapat dikemukakan hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini adalah:
1. Terdapat pengaruh signifikan antara Dana Alokasi Umum terhadap
Belanja Daerah pada Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah.
2. Terdapat pengaruh signifikan antara Pendapatan Asli Daerah terhadap
Belanja Daerah pada Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah.
3. Terdapat pengaruh signifikan antara Dana Alokasi Umum dan
Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Daerah pada Kabupaten/Kota
di Provinsi Jawa Tengah.