BAB II. LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. · Air menguap dari permukaan samudera akibat energi...
-
Upload
phungnguyet -
Category
Documents
-
view
220 -
download
0
Transcript of BAB II. LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. · Air menguap dari permukaan samudera akibat energi...
5
BAB II. LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Air
Air merupakan material yang membuat kehidupan terjadi di muka bumi.
Undang-Undang Sumber Daya Air Nomor 7 Tahun 2004 menyatakan bahwa air
adalah semua air yang terdapat pada, di atas maupun di bawah permukaan tanah,
termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan, dan air laut yang
berada di darat (UU RI No.7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air). Air di
permukaan bumi merupakan salah satu bagian sumber daya alam terbarukan dalam
suatu sistem siklus hidrologi.
Air menguap dari permukaan samudera akibat energi panas matahari. Laju
dan jumlah penguapan bervariasi dan uap air yang dihasilkan murni karena pada
waktu dibawa naik ke atmosfir kandungan garam ditinggalkan. Kemudian uap air
dibawa udara yang bergerak. Uap air akan mengalami kondensasi dan membentuk
butir-butir air, yang pada gilirannya akan jatuh kembali sebagai presipitasi berupa
hujan dan/atau salju dalam kondisi yang memungkinkan. Presipitasi ada yang jatuh
di samudra, di darat, dan sebagian menguap kembali sebelum mencapai ke
permukaan bumi. Presipitasi yang jatuh di permukaan bumi menyebar ke berbagai
arah dengan berbagai cara. Sebagian akan tertahan sementara di permukaan bumi
sebagai es atau salju, atau genangan air, yang dikenal dengan simpanan depresi.
Sebagian air hujan atau lelehan salju akan mengalir ke saluran atau sungai sebagai
aliran permukaan. Jika permukaan tanah porus, sebagian air akan meresap ke dalam
tanah melalui peristiwa yang disebut infiltrasi dan sebagian lagi akan kembali ke
atmosfer melalui penguapan dan transpirasi oleh tanaman.
Di bawah permukaan tanah terdapat zona kapiler (vadoze zone) atau zona
aerasi, yaitu pori-pori tanah yang berisi air dan udara. Air yang tersimpan di zona
tersebut disebut dengan kelengasan tanah (soil moisture) atau air kapiler. Pada
kondisi tertentu air dapat mengalir secara lateral pada zona kapiler yang disebut
dengan proses interflow. Uap air dalam zona kapiler dapat juga kembali ke
permukaan tanah kemudian menguap. Kelebihan air kapiler akan ditarik masuk oleh
6
gravitasi, proses ini disebut drainase gravitasi. Pada kedalaman tertentu, pori-pori
tanah atau batuan akan jenuh air. Batas atas zona jenuh air disebut muka air tanah
(water table). Air yang tersimpan dalam zona jenuh air disebut air tanah. Air tanah
ini bergerak sebagai aliran air tanah melalui batuan atau lapisan tanah sampai
akhirnya keluar ke permukaan sebagai sumber air (spring), atau sebagai rembesan ke
danau, waduk, sungai, atau ke laut (Suripin, 2004).
Gambar 1. Siklus Hidrologi
(Sumber: https://www.google.co.id/gambar siklus hidrologi pdf, 2015)
Air dapat berupa air tawar (fresh water) dan dapat pula berupa air asin (air
laut) yang merupakan bagian terbesar di bumi ini. UNESCO (1978) dan Chow et al.
(1988) menyatakan: jumlah air yang ada di bumi ini 96.54% berada di laut dan
1.73% ada di Kutub (Kutub Utara dan Selatan), 1.69% berupa air tanah (0.76% air
tawar dan 0.93% air asin). Jumlah air tanah dangkal, danau, rawa/ payau, sungai, dan
air biologi adalah 0.0151% dan ini hanya kurang lebih 9/1000 dari air tanah
(Kodoatie, 2005).
Lima aspek kehidupan terkandung dalam air, yaitu: a. sebagai energi kinetik
(dalam pengangkutan) penggerak turbin atau generator (tenaga listrik), b. sebagai
unsur pokok makhluk hidup (90% tubuh makhluk hidup berupa air), c. sebagai
7
habitat (tempat tinggal makhluk hidup), d. sebagai sarana industri, e. sebagai
penunjang kebutuhan rumah tangga (Budiastuti, 2010). Secara alami air mengalir
dari hulu ke hilir, dari daerah yang lebih tinggi ke daerah yang lebih rendah. Air
mengalir di atas permukaan tanah namun air juga mengalir di dalam tanah (Kodoatie
dan Sjarief, 2008). Kuantitas dan kualitas air pada lokasi serta waktu tertentu
dipengaruhi oleh berbagai hal, kepentingan, dan tujuan. Dua komponen utama
sumber daya air adalah air permukaan (surface water) dan air tanah (ground water).
Konsep dasar dalam pengelolaan air permukaan yaitu wilayah sungai, sedangkan
untuk pengelolaan air tanah, cekungan air tanah (CAT) sebagai acuannya.
a. Air Permukaan
Air permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah,
seperti: air di dalam sistem sungai, air di dalam sistem irigasi, air di dalam sistem
drainase, air waduk, danau, kolam, retensi (Kodoatie dan Sjarief, 2008). Jumlah
air permukaan diperkirakan hanya 0.35 juta km3 atau hanya sekitar satu persen
dari air tawar yang ada di bumi. Air permukaan berasal dari aliran langsung air
hujan, lelehan salju, dan aliran yang berasal dari air tanah (Suripin, 2004). Air
permukaan biasanya mengandung berbagai macam organisme hidup. Air
permukaan sangat tergantung dengan curah hujan dan sering dicemari oleh
sampah keluarga, kotoran hewan, limbah industri. Air permukaan yang biasanya
dimanfaatkan sebagai sumber penyediaan air bersih dapat berasal dari: air waduk
yang berasal dari air hujan dan air sungai; air sungai yang berasal dari air hujan
dan mata air; air danau yang berasal dari air hujan, air sungai atau mata air.
b. Air Tanah
Air tanah adalah sejumlah air yang terdapat di bawah permukaan bumi
yang dapat dikumpulkan dengan sumur-sumur, terowongan atau sistem drainase
atau dengan pemompaan (Kodoatie dan Sjarief, 2008). UU Sumber Daya Air
menyatakan air tanah merupakan air yang terdapat dalam lapisan tanah atau
batuan di bawah permukaan tanah (UU RI No.7 Tahun 2004 tentang Sumber
Daya Air). Air tanah merupakan salah satu kebutuhan utama bagi manusia, baik
untuk memenuhi kebutuhan hidup maupun untuk menunjang aktivitasnya.
Air tanah merupakan sumber air tawar terbesar mencakup kira-kira 30%
dari total air tawar atau 10.5 juta km3 (Suripin, 2004). Pemanfaatan air tanah
8
akhir-akhir ini meningkat dengan cepat, bahkan di beberapa tempat tingkat
eksploitasinya semakin membahayakan. Air tanah diambil untuk digunakan
sebagai sumber air bersih maupun untuk irigasi, melalui sumur terbuka, sumur
tabung, spring, atau sumur horizontal. Cara pengambilan air tanah yang paling tua
dan sederhana adalah dengan membuat sumur gali dengan kedalaman lebih
rendah dari posisi permukaan air tanah. Jumlah air yang diambil dari sumur gali
biasanya terbatas dan yang diambil adalah air tanah dangkal. Sumur gali biasanya
dibuat dengan kedalaman tidak lebih dari 5-8 meter di bawah permukaan tanah.
Air tanah dibedakan menjadi: air tanah bebas atau air tanah dangkal, air
tanah dalam, air tanah semi tertekan, dan air tanah tertekan atau artesis. Perbedaan
tersebut didasarkan pada keterdapatannya pada suatu susunan distribusi vertikal
akuifer (Soemarto, 1995). Susunan distribusi vertikal akuifer tersebut secara alami
didasarkan pada kedudukan suatu akuifer terhadap kedudukan akuifer lain dalam
kemampuannya mengandung maupun mengalirkan air.
Air tanah dangkal atau air tanah bebas disebut juga air tanah tidak tertekan
karena terdapat dalam suatu akuifer tidak tertekan (unconfined aquifer). Surbakti
(1987) menyatakan bahwa kedalaman air tanah dangkal maksimal 15 meter di
bawah permukaan tanah. Air tanah dangkal adalah air tanah yang ditemukan atau
terkandung dalam akuifer bebas atau tidak tertekan, yaitu akuifer jenuh air yang
berada di bagian atas dibatasi oleh muka air tanah bebas dan dibatasi oleh lapisan
kedap air (impermeable layer) di bagian bawahnya (Kodoatie, 1996).
Air tanah dalam adalah air tanah yang berada minimal 15 meter di bawah
permukaan tanah (Surbakti, 1987). Sumur-sumur gali yang dibuat untuk
mengusahakan air tanah dapat dikategorikan sebagai sumur dangkal, sumur dalam
atau artesis, tergantung seberapa dalam air tanah dapat diusahakan dari dalam
tanah. Air tanah (sumur) seringkali mengandung Ca2+
dan Mg2+
yang tinggi
sehingga meningkatkan kesadahan (Budiastuti, 2010).
Secara umum air tanah berasal dari air permukaan yang meresap ke dalam
tanah. Air hujan yang jatuh ke permukaan bumi kemudian meresap ke dalam
tanah melalui pori-pori tanah maupun akar tanaman pada zone aerasi, kemudian
mengalami infiltrasi dan perkolasi sehingga mencapai zone jenuh air. Jumlah air
9
tanah terbatas bila dibandingkan dengan air permukaan. Menurut Todd (1989),
asal usul air tanah dapat dibagi menjadi:
1) Air meteorik, merupakan air tanah yang berasal dari atmosfer, yaitu air hujan
yang jatuh ke permukaan.
2) Air konat, merupakan air tanah yang berasal dari proses pengendapan dan
terjebak di dalam batuan sendimen. Sifat air konat tidak mengikuti siklus
hidrologi seperti air meteorik, dan sangat dipengaruhi oleh proses saat
pembentukan.
3) Air juvenile, merupakan air tanah yang terbentuk akibat kegiatan vulkanik dan
kegiatan magma. Air juvenile mengalir ke permukaan tanah bersamaan dengan
aktivitas vulkanik dan mempunyai kandungan mineral yang tinggi.
4) Air metamorphose, merupakan air tanah yang terdapat pada batuan yang
mengalami perubahan akibat proses alam, seperti proses pelapukan.
5) Air marine, merupakan air laut yang masuk ke dalam akuifer.
Air tanah berdasarkan kadar garamnya dapat dibagi menjadi:
1) Air tanah tawar
Air tanah dapat berasal dari air hujan (disebut juga air meteoric atau
vadose). Air hujan yang meresap ke dalam tanah menjadi bagian dari air tanah,
perlahan-lahan mengalir ke laut, atau mengalir langsung dalam tanah atau
permukaan dan bergabung dengan aliran sungai. Air yang masuk ke dalam
tanah akan mengisi ruang antar butir formasi batuan serta mengalami
pergerakan di dalamnya, yang disebut sebagai air tanah.
Berdasarkan parameter yang berupa sifat fisik, sifat hidrodinamika,
kenampakan di lapangan dan cara terdapatnya, tipe air tanah dibedakan
menjadi tipe air tanah dangkal dan tipe air tanah dalam. Air tanah dangkal
mudah ditemukan dengan kedudukan muka air tanahnya dekat dengan
permukaan tanah. Fluktuasi air tanah dangkal dipengaruhi langsung oleh
keadaan musim regional. Sedangkan air tanah dalam, kedudukan muka air
tanahnya jauh di bawah muka air tanah dangkal, biasanya dibatasi oleh lapisan
kedap atau lapisan berbutir halus.
2) Air tanah asin (air asin)
10
Air tanah ain (air asin) banyak mengandung mineral garam. Kandungan
garam pada air tanah dikenal dengan kadar garam atau salinitas air tanah.
Adanya air asin di bawah tanah disebabkan oleh beberapa hal. Air asin
terbentuk karena batuan pembawa berupa jebakan mineral garam, batuan yang
banyak mengandung garam-garam NaCl, sehingga air pada jebakan tersebut
menjadi asin. Jebakan mineral terjadi ketika magma mendingin dan air
dilepaskan namun tidak sebagai air murni karena mengandung mineral yang
larut dalam magma seperti NaCl. Suhu yang tinggi akan meningkatkan
efektifitas pembentukan endapan mineral garam (Magetsari et al., 1992).
Air asin bisa juga terjadi pada lapisan yang dulunya merupakan laut
purba. Misalnya kawasan Bledug Kuwu. Tanah di kawasan ini merupakan
endapan alluvial. Tanah ini diperkirakan ada sejak 10 ribu tahun lampau.
Perkiraan kawasan Bledug Kuwu sebagai dasar laut purba mencakup juga
wilayah Sangiran di Kabupaten Sragen (di sebelah selatan Bledug Kuwu). Di
sekitar Bledug Kuwu juga ditemukan banyak lokasi yang mempunyai air asin
dan letupan lumpur. Jadi kemungkinan laut purba tersebut membentang dari
kawasan Bledug Kuwu ke arah barat daya (Sangiran) dan bisa juga sampai ke
kawasan Telukan.
Selain itu, terjadinya air asin di bawah permukaan karena adanya
peresapan air laut. Masuknya air laut ke dalam rongga tanah sering terjadi pada
daerah pantai yang disebut intrusi. Air yang terperangkap dalam batuan
sedimen saat pengendapan dinamakan connate. Air tawar yang terperangkap
dalam endapan laut pada umumnya asin. Air laut yang terendapkan terjadi
karena ada pengangkatan litosfer dari dalam bumi. Air laut yang ikut terangkat
litosfer menyebabkan air laut terjebak masuk ke daratan.
Air asin tidak hanya berasal dari air laut, tetapi air asin adalah semua air
yang mempunyai kadar kegaraman yang tinggi. Tingkat kegaraman biasanya
dicerminkan dari total kandungan zat terlarut Total Dissolved Solids (TDS).
Air tanah tawar mempunyai TDS kurang dari 1000 mg/l. Sementara air tanah
payau/asin TDSnya lebih dari 1000 mg/l. Kandungan unsur Cl- yang tinggi
umumnya didapati pada air asin. Air asin adalah pencemaran yang paling
umum ke dalam air tanah.
11
Intrusi air asin adalah suatu peristiwa penyusupan air asin ke dalam
akuifer di mana air asin menggantikan atau tercampur dengan air tanah tawar
yang ada di dalam akuifer. Penyusupan ini akan menyebabkan air tanah tidak
dapat dimanfaatkan, dan sumur yang memanfaatkannya terpaksa ditutup atau
ditinggalkan. Air dengan larutan garam yang tinggi tidak baik untuk sistem
irigasi maupun kebutuhan air bersih masyarakat (Kodoatie, 1996). Akan tetapi
sejumlah garam di dalam air terdapat angka-angka yang masih diijinkan untuk
berbagai macam keperluan. Persoalan salinitas akan timbul jika jumlah garam
yang ada melebihi dari angka yang diijinkan tanpa ada usaha untuk mencegah
akumulasi garam tersebut.
Tabel 1. Klasifikasi Air Berdasarkan Nilai TDS
Penggunaan TDS (mg/L)
Air minum (pemakaian domestik)
Konsumtif Peternakan
Pemakaian Irigasi
< 500
< 3000
< 5000
(Sumber: United States Environmental Protection Agency, 1976)
2. Kualitas Air
a. Pengertian Kualitas Air
Team PPLH (1990) menyatakan kualitas air adalah karakteristik yang
dicerminkan oleh parameter kimia organik, kimia anorganik, fisik, biotik, dan
radioaktif bagi perlindungan dan pengembangan air untuk peruntukan tertentu
(Mardani, 2001). Karakteristik kualitas air dibutuhkan untuk suatu pemanfaatan
tertentu. Atas dasar hal itu maka apabila suatu keadaan air tidak layak
diperuntukan untuk air minum, masih memungkinkan keadaan air tersebut dapat
digunakan untuk kebutuhan industri. Hal ini disebabkan oleh perbedaan keadaan
kualitas air yang tercermin dalam batas-batas setiap parameter air disesuaikan
peruntukannya.
Mutu air dinilai dalam parameter-parameter penentu kualitas air. Nilai-
nilai parameter mutu kualitas air tersebut dipergunakan untuk meninjau
kecocokan suatu keadaan air tertentu guna pemakaian tertentu pula, yang sering
disebut dengan kriteria. Kriteria mutu air adalah nilai-nilai yang didasarkan pada
pengalaman dan kenyataan ilmiah yang dapat dipergunakan oleh pemakainya
untuk menetapkan manfaat relatif dari air tertentu. Sedangkan baku mutu air
12
ditetapkan oleh badan-badan pengatur untuk menetapkan taraf-taraf batas bagi
berbagai bahan kandungan yang dapat disetujui sesuai dengan tujuan
pemanfaatannya (Linsley dan Franzini, 1991).
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82 Tahun 2001
tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air dibagi
menjadi 4 kelas yaitu:
1) Kelas I
Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum dan
peruntukan lainnya yang mempersyaratkan mutu air yang sama.
2) Kelas II
Air yang peruntukan dapat digunakan untuk prasarana/ sarana rekreasi air,
pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan
atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan
kegunaan tersebut.
3) Kelas III
Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar,
peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
4) Kelas IV
Air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman, dan atau
peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut.
Kualitas air dapat memberikan gambaran sementara perbedaan keruangan
faktor eksternal dan internal dari suatu bahan air serta menggambarkan komposisi
tingkat biota di dalamnya. Kualitas air juga sangat penting untuk dipelajari karena
dapat dipergunakan untuk mengetahui dan mengelola kondisi badan air.
b. Kualitas Air Tanah
Air tanah adalah air yang terletak pada wilayah jenuh di bawah permukaan
tanah (Asdak, 2007). Air bawah tanah yang merupakan sumberdaya alam
terbarukan (renewable natural resources) saat ini telah memainkan peran penting
pada penyediaan pasokan kebutuhan air bagi berbagai keperluan, sehingga hal
tersebut menyebabkan terjadinya pergeseran nilai terhadap air bawah tanah itu
13
sendiri. Masyarakat, baik perseorangan maupun kelompok membutuhkan air
untuk keperluan sehari-hari dan untuk kebutuhan lainnya. Hal ini berarti fungsi air
tanah sebagai air minum dan air bersih harus diupayakan sebaik-baiknya agar
memenuhi persyaratan kualitas dan kuantitasnya.
Air bersih digunakan untuk memenuhi kebutuhan air domestik dan air non
domestik. Kebutuhan air domestik dapat berupa kebutuhan rumah tangga,
sedangkan kebutuhan air non domestik meliputi: kebutuhan air untuk industri,
pariwisata, tempat ibadah, tempat sosial, serta tempat-tempat komersial atau
tempat umum lainnya (Kodoatie dan Sjarief, 2008). Pemanfaatan air tanah sebagai
sumber air bersih selain harus memenuhi kuantitas juga harus memenuhi kriteria
kualitas air sesuai pemanfaatannya (Departemen Permukiman dan Prasarana
Wilayah, 2002). Air bersih harus bebas dari mikroorganisme penyebab penyakit
dan bahan-bahan kimia yang dapat merugikan kesehatan manusia maupun
makhluk hidup lainnya.
Sebagian besar penduduk di Indonesia masih menggunakan air sumur
sebagai sumber air bersih untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Air sumur umumnya
masih mengandung racun dan zat-zat berbahaya lainnya, seperti unsur besi. Unsur
besi jika keberadaannya melebihi standar yang telah ditentukan akan
menyebabkan bau dan rasa yang tidak enak, serta menimbulkan karat pada pipa
dan noda pada pakaian (Steel dan Ghee, 1979), serta di dalam tubuh manusia
dapat merusak dinding usus, yang dapat mengakibatkan kematian (Soemirat,
1994).
Pemanfaatan air tanah sebagai sumber air bersih untuk keperluan air
minum merupakan prioritas utama di atas segala keperluan yang lain. Air minum
yang ideal seharusnya jernih, tidak berbau, tidak berwarna, tidak berasa, tidak
mengandung kuman pathogen dan segala makhluk yang membahayakan manusia,
tidak mengandung zat kimia yang dapat mengubah fungsi tubuh, dapat diterima
secara estetis, dan tidak merugikan secara ekonomis. Air itu seharusnya tidak
menimbulkan korosif dan tidak meninggalkan endapan pada seluruh jaringan
distribusinya (Slamet, 1996).
Kualitas air menyatakan tingkat kesesuaian air terhadap penggunaan
tertentu dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia, mulai dari air untuk
14
memenuhi kebutuhan langsung yaitu: air minum, mandi, mencuci, air irigasi atau
pertanian, peternakan, perikanan, rekreasi, dan transportasi (Suripin, 2004).
Penentuan kualitas air untuk berbagai peruntukan terbagi dalam tiga parameter,
yaitu:
1) Parameter Fisika Air
a) Suhu
Temperatur air tanah dipengaruhi oleh musim, cuaca, siang, dan
malam, serta lokasinya. Temperatur air yang bersumber dari mata air
merupakan temperatur sebenarnya dari air tanah, karena sesuai temperatur
batuan yang ditempati sumber air. Temperatur air tanah sesuai dengan
hukum gradient barothermis yang berbunyi semakin dalam asal air tanah,
semakin tinggi temperaturnya (Karmono dan Cahyono, 1987).
Syarat suhu udara air bersih yaitu suhu udara normal (270C) ± 3
0C.
Suhu sangat berguna karena memperlihatkan kecenderungan aktivitas kimia
dan biologi, pengentalan, tekanan uap, ketegangan permukaan, dan nilai-
nilai penjenuhan dari benda padat dan gas. Secara umum, kenaikan suhu
perairan akan mengakibatkan kenaikan aktifitas biologi sehingga akan
membentuk O2 lebih banyak. Kenaikan suhu perairan secara alamiah
disebabkan oleh aktifitas penebangan vegetasi di sekitar sumber air tersebut,
sehingga cahaya matahari yang masuk ke dalam air semakin banyak. Suhu
air sebaiknya tidak terlalu panas dan sejuk agar tidak terjadi pelarutan zat
kimia yang ada pada saluran/ pipa yang dapat menbahayakan kesehatan,
tidak menghambat reaksi-reaksi biokimia di dalam saluran/ pipa, dan
mikroorganisme pathogen tidak mudah berkembang.
b) Warna
Kehadiran organisme, bahan-bahan tersuspensi yang berwarna, dan
ekstrak senyawa-senyawa organik serta tumbuhan dapat menimbulkan
warna pada air (Suriawira, 2005). Umumnya air murni tidak berwarna dan
bening atau jernih. Warna perairan biasanya dikelompokkan menjadi dua,
yaitu warna sesungguhnya (true color) dan warna yang tampak (apparent
color). Warna sesungguhnya adalah warna yang hanya disebabkan oleh
bahan-bahan kimia terlarut dan pada penentuan warna sesungguhnya,
15
bahan-bahan tersuspensi yang dapat menyebabkan kekeruhan dipisahkan
terlebih dahulu. Warna tampak adalah warna yang tidak hanya disebabkan
oleh bahan terlarut, tetapi juga oleh bahan tersuspensi. Warna dapat diamati
secara visual (langsung) ataupun diukur berdasarkan platinum kobalt (Pt
Co) dengan membandingkan warna air sampel dan warna standar.
c) Rasa dan Bau
Rasa dan bau disebabkan oleh adanya zat organik dan zat sulfide.
Zat organik tertentu ada yang menyebabkan rasa manis, asam, pahit, serta
bau wangi pada air minum/ ada juga zat organik yang menyebabkan
timbulnya warna tertentu. Zat sulfide akan menyebabkan air menjadi sangat
berbau seperti telur busuk, karena kadar sulfide dalam air adalah nol.
Garam-garam dapat menyebabkan rasa asin, pahit, dan getir.
d) TDS (Total Dissolved Solid)
Padatan terlarut adalah padatan yang mempunyai ukuran lebih kecil
dibandingkan padatan tersuspensi. Padatan terlarut terdiri dari senyawa
organik dan anorganik yang larut dalam air, mineral, dan garam-garaman
(Fardiaz, 2003). TDS secara langsung berhubungan dengan kemurnian air.
Nilai TDS yang tinggi di dalam air menjadikan air tidak layak digunakan
sebagai air konsumsi. Berbagai level dan kriteria TDS tertera pada Tabel 2.
Tabel 2. Level dan Kriteria TDS
Level TDS (mg/L) Kriteria
<300 Baik sekali
≥300 - <600 Baik
≥600 - <900 Cukup
≥900 - <1200 Buruk
≥1200 Buruk sekali
(Sumber: WHO, 1996)
e) Kekeruhan
Kekeruhan merupakan ukuran transparasi perairan yang ditentukan
secara visual. Kekeruhan dapat disebabkan oleh banyak faktor, antara lain
karena adanya bahan yang tidak terlarut seperti: debu, tanah liat, bahan
organik atau anorganik, dan mikroorganisme air. Akibatnya air menjadi
kotor dan tidak jernih sehingga bakteri pathogen dapat berlindung di dalam
atau di sekitar bahan penyebab kekeruhan. Kekeruhan tergantung pada
16
konsentrasi partikel-partikel padat yang ada di dalam air (Suripin, 2004).
Alat pengukur tingkat kekeruhan air disebut dengan turbidmeter, satuan
NTU. Kontaminasi logam-logam seperti besi dan mangan serta adanya
partikel-partikel dari tanah merupakan suatu faktor penyebab kekeruhan
(Fardiaz, 2003).
2) Parameter Kimia Air
Kandungan bahan kimia di dalam air berpengaruh terhadap kesesuaian
penggunaan air. Secara umum karakteristik kimia air meliputi: pH, alkalinitas,
kation dan anion terlarut, dan kesadahan (Suripin, 2004).
a) Derajat Keasaman (pH)
Parameter pH merupakan salah satu parameter yang sangat penting
dalam analisis kualitas kimia air karena penyimpangan pH terhadap baku
mutu air minum dapat menyebabkan beberapa senyawa kimia berubah
menjadi racun yang dapat mengganggu kesehatan. Air murni bersifat netral
dengan pH 7. Air dengan pH di atas 7 bersifat basa dan pH di bawah 7
bersifat asam.
b) Alkalinitas
Kebanyakan air bersifat alkaline karena garam-garam alkaline sangat
umum berada di tanah. Ketidakmurnian air disebabkan oleh adanya
karbonat dan bikarbonat dari kalsium, sodium, dan magnesium. Keasaman
air disebabkan adanya karbondioksida dalam air yang diukur berdasarkan
banyaknya kalsium karbonat yang diperlukan untuk menetralkan asam
karbonat.
c) Kesadahan (Hardness)
Kesadahan air merupakan hal yang sangat penting dalam penyediaan
air bersih. Air dengan kesadahan tinggi memerlukan sabun lebih banyak
sebelum terbentuk busa. Air sadah mengandung karbonat dan sulfat, atau
klorida dan nitrat, dari kalsium dan magnesium, di samping besi dan
alumunium.
Kesadahan Karbonat
Kesadahan karbonat disebabkan oleh adanya ion-ion magnesium
(Mg2+
) dan kalsium (Ca2+
) yang bersenyawa karbonat dan bikarbonat
17
dalam air, yang dapat dihilangkan dengan pemanasan biasa (memisahkan
CO2 dari karbonat).
Sulfat (SO-2
4)
Sulfat dalam air minum dapat mempengaruhi rasa dan bau. Sulfat
bersama klorida di dalam air akan memudahkan terjadinya korosi pada
alat-alat pemanasan yang terbuat dari logam. Sulfat berasal dari
pembusukan sampah. Pembusukan zat yang mengandung belerang dan
penurunan kadar campuran belerang menjadi sulfida menghasilkan bau.
Peningkatan kadar sulfat merupakan hasil sampingan dari industri kimia,
tekstil, dan kertas selama proses dari alam dan limbah industri (Martini,
2007).
Klorida (Cl-)
Hampir semua perairan mengandung klorida. Konsentrasinya
sangat bervariasi, dari konsentrasi terendah sampai konsentrasi yang
besar (seperti terkandung dalam air laut). Perubahan konsentrasi klorida
dalam air dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain pencemaran dari
perairan lain, limbah industri, limbah rumah tangga, serta intrusi air laut.
Nitrit (NO-2) dan Nitrat (NO
-3)
Jumlah nitrat yang besar dalam tubuh cenderung berubah menjadi
nitrit dan dapat membentuk methaemoglobine sehingga dapat
menghambat perjalanan oksigen dalam tubuh, hal ini dapat menyebabkan
penyakit blue baby. Nitrit ádalah zat yang bersifat racun sehingga
kehadiran bahan ini dalam air minum tidak diperbolehkan.
Tabel 3. Kesadahan Air
Kelas Kesadahan (mg/L) Derajat Kesadahan
1 ≤55 Lunak
2 ≥56 - ≤100 Sedikit sadah
3 ≥101 - ≤200 Moderat sadah
4 ≥201 - ≤500 Sangat sadah
(Sumber: Suripin, 2004)
Kesadahan air sementara akibat keberadaan Kalsium dan
Magnesium bikarbonat dapat dihilangkan dengan dididihkan atau
menambahkan kapur dalam air. Kesadahan air permanen akibat adanya
18
Kalsium dan Magnesium Sulfat, Clorida, dan Nitrat dapat dilunakkan
dengan perlakuan khusus. Kesadahan air dinyatakan dalam mg/L berat
Kalsium karbonat (Suripin, 2004). Standar kesadahan total adalah 500
mg/L, jika melebihi akan dapat menimbulkan beberapa resiko seperti:
mengurangi efektivitas sabun, terbentuknya lapisan kerak pada alat dapur,
kemungkinan terjadi ledakan pada boiler, sumbatan pada pipa air.
d) Besi (Fe)
Air memiliki kandungan-kandungan logam tertentu yang diakibatkan
oleh berbagai faktor. Kandungan logam dalam air merupakan salah satu
penentu kelayakan air untuk dikonsumsi. Kandungan unsur kimia dalam air
sangat bergantung pada formasi geologi tempat air itu berada dan formasi
geologi tempat dilaluinya air. Apabila selama perjalanannya air tersebut
melalui suatu batuan yang mengandung besi maka secara otomatis air akan
mengandung besi. Disamping itu peran formasi geologi tempat tinggal air
juga banyak berperan terhadap kualitas air, sebab air mempunyai sifat
melarutkan batuan yang ditempati dan dilalui. Logam Fe merupakan salah
satu logam yang terdapat secara alami pada air, khususnya air yang belum
diolah.
Unsur besi adalah unsur pokok yang terdapat secara luas dan
biasanya dalam jumlah yang melimpah pada batuan dan tanah. Keberadaan
besi pada kerak bumi menempati posisi keempat terbesar. Besi ditemukan
dalam bentuk kation Ferro (Fe2+
) dan Ferri (Fe3+
). Pada perairan alami
dengan pH sekitar 7 kadar oksigen terlarut yang cukup, ion Fe2+
yang
bersifat mudah larut dioksidasi menjadi ion Fe3+
(Rahmayani, 2009). Dalam
jumlah kecil zat besi dibutuhkan oleh tubuh untuk pembentukan sel-sel
darah merah. Kandungan zat besi di dalam air yang melebihi batas akan
menimbulkan gangguan. Standar kualitas Fe dalam air minum ditetapkan
0.3 mg/L (Peraturan Menteri Kesehatan RI No.492/Menkes/Per/IV/2010
tentang Persyaratan Kualitas Air Minum). Unsur besi yang berlebih dalam
air akan menimbulkan perubahan rasa, warna, dan menimbulkan
pengendapan sehingga unsur besi dalam berbagai peruntukan air cenderung
dibatasi (Slamet, 1996).
19
e) Mangan (Mn)
Mn adalah logam berwarna abu-abu keperakan. Keberadaan Mn di
alam jarang sekali berada dalam keadaan unsur, umumnya berada dalam
keadaan senyawa dengan berbagai macam valensi. Hubungannya Mn
dengan kualitas air yang sering dijumpai adalah senyawa mangan dengan
valensi 2, valensi 4, dan valensi 6. Mangan di dalam senyawa MnCO3,
Mn(OH)2 mempunyai valensi dua, zat tersebut relatif sulit larut dalam air,
tetapi untuk senyawa Mn seperti garam MnCl2, MnSO4,
Mn(NO3)2 mempunyai kelarutan yang besar di dalam air (Janelle dan Wei,
2004).
Senyawa mangan dan besi di dalam sistem air alami dan juga di
dalam sistem pengolahan air, berubah-ubah tergantung derajat keasaman
(pH) air. Kandungan Mn yang melebihi ambang batas dapat berakibat
kurang baik bagi kesehatan maupun estetika kepada konsumen. Mn dalam
air menimbulkan warna ungu/hitam. Kandungan Mn dalam air minum tidak
boleh melebihi 0.4 mg/L (Peraturan Menteri Kesehatan RI
No.492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum).
3) Parameter Biologi Air
Kualitas air bersih ditentukan dengan keberadaan atau ketidakberadaan
bakteri Escherichia coli melalui E. coli Test (Suripin, 2004). Escherichia coli
adalah bakteri non-pathogen yang hidup dalam usus binatang berdarah panas.
Bakteri ini dalam air biasanya mengeluarkan tinja, sehingga keberadaannya di
dalam air dapat dijadikan indikasi keberadaan bakteri pathogen. Organisme
pathogen di perairan merupakan indikasi adanya pencemaran air. Oleh karena
itu organisme pathogen di perairan harus diketahui. Mengingat tidak mungkin
mengindikasikan berbagai macam organisme pathogen, maka pengukurannya
menggunakan bakteri E. coli sebagai indikator organisme. Bila dalam sumber
air ditemukan bakteri Coliform, maka hal ini merupakan indikasi bahwa
sumber tersebut telah mengalami pencemaran oleh kotoran manusia/hewan
(Suriawira, 1996). Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI
No.492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum, standar
20
E. coli dan total bakteri Coliform pada air minum kadar maksimum yang
diperbolehkan 0 jumlah per 100 ml sampel.
Penyediaan air bersih untuk kebutuhan rumah tangga pada dasarnya
memerlukan air yang langsung dapat diminum (portable water). Air tersebut
seharusnya tidak berwarna, tidak berbau, dan berasa segar (Suripin, 2004).
Persyaratan kualitas air minum menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI
No.492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum Tabel 4.
Tabel 4. Parameter Wajib Persyaratan Kualitas Air Minum
No Jenis Parameter Satuan Kadar Maksimum
yang diperbolehkan
1
Parameter yang berhubungan langsung
dengan kesehatan
a. Parameter Mikrobiologi
1) E. coli
2) Total bakteri Coliform
b. Kimia an-organik
1) Arsen
2) Fluorida
3) Total Kromium
4) Kadmium
5) Nitrit, (Sebagai NO2-)
6) Nitrat, (Sebagai NO3-)
7) Sianida
8) Selenium
Jumlah per 100
ml sampel
Jumlah per 100
ml sampel
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
0
0
0.01
1.5
0.05
0.003
3
50
0.07
0.01
2 Parameter yang tidak langsung
berhubungan dengan kesehatan
a. Parameter Fisik
1) Bau
2) Warna
3) Total zat padat terlarut (TDS)
4) Kekeruhan
5) Rasa
6) Suhu
b. Parameter Kimia
1) Alumunium
2) Besi
3) Kesadahan
4) Khlorida
5) Mangan
6) pH
7) Seng
8) Sulfat
9) Tembaga
10) Amonia
-
TCU
mg/L
NTU
- 0C
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
-
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
Tidak berbau
15
500
5
Tidak berasa
Suhu udara ± 3
0.2
0.3
500
250
0.4
6.5-8.5
3
250
2
1.5
(Sumber: Peraturan Menteri Kesehatan RI No.492/Menkes/Per/IV/2010)
21
3. Eceng gondok
a. Klasifikasi Eceng gondok
Eceng gondok merupakan tanaman asli Brazil yang didatangkan ke
Indonesia tahun 1894 untuk melengkapi koleksi tanaman di Kebun Raya Bogor.
Tanaman ini telah menyebar ke seluruh perairan yang ada, baik waduk, rawa,
maupun sungai di perairan Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan daerah lainnya
(Suprapti, 2008).
Klasifikasi eceng gondok menurut Lawrence (1994) adalah sebagai
berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Phanerogamae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Alismatales
Famili : Pontederiaceae
Genus : Eichornia
Spesies : Eichornia crassipes (Mart.) Solms
k
Gambar 2. Eceng gondok
(Sumber: https://www.google.co.id/Gambar+Eichornia+crassipes, 2015)
Eceng gondok termasuk dalam genus Eichornia, famili Pontederiaceae,
kelas Monocotyledonae, dan divisi phanerogamae (Gerbano dan Siregar, 2005).
Eceng gondok merupakan tanaman yang hidup mengapung di air dan kadang-
Keterangan:
1 Bunga
2 Daun
3 Tangkai Daun
4 Akar
1
2
3
4
22
kadang berakar dalam tanah. Tingginya sekitar 0.4-0.8 meter. Tidak mempunyai
batang, daunnya tunggal, dan berbentuk oval. Ujung dan pangkalnya meruncing,
pangkal tangkai daun menggelembung. Permukaan daunnya licin, mengkilap, dan
berwarna hijau. Daun eceng gondok tergolong dalam mikrofita yang terletak di
atas permukaan air, yang di dalamnya terdapat lapisan rongga udara dan berfungsi
sebagai alat pengapung tumbuhan. Zat hijau daun (klorofil) eceng gondok terdapat
dalam sel epidermis. Di permukaan atas daun dipenuhi oleh mulut daun (stomata)
dan bulu daun. Rongga udara yang terdapat dalam akar, tangkai daun, dan daun
selain sebagai alat penampungan juga berfungsi sebagai tempat penyimpanan O2
dari proses fotosintesis. Oksigen hasil dari fotosintesis ini digunakan untuk
respirasi tumbuhan di malam hari dengan menghasilkan CO2 yang akan terlepas
ke dalam air.
Tangkai daun memanjang, berbentuk silindris, dengan diameter 1-2 cm.
Tangkai ini mengandung air yang dibalut serat yang kuat dan lentur. Tangkai
berbentuk bulat menggelembung yang di dalamnya penuh dengan udara yang
berperan untuk mengapungkan tumbuhan di permukaan air. Lapisan terluar
petiole adalah lapisan epidermis, kemudian di bagian bawahnya terdapat jaringan
tipis sklerenkim dengan bentuk sel yang tebal disebut lapisan parenkim, kemudian
di dalam jaringan ini terdapat jaringan pengangkut (xylem dan floem). Rongga-
rongga udara dibatasi oleh dinding penyekat berupa selaput tipis berwarna putih.
Bunganya termasuk bunga majemuk dengan jumlah 10-35 tangkai dengan
daun pelindung duduknya sangat rapat (dekat), yang terbawah memiliki helaian
kecil dan pelepah berbentuk tabung, poros bulir persegi (Steenis, et al., 1975).
Bunga eceng gondok berbentuk bulir dan mempunyai tangkai yang panjang serta
mempunyai dua daun pembalut. Bijinya berbentuk bulat dan berwarna hitam.
Buahnya berbentuk kapsul dengan tiga ruang, biji mempunyai kulit biji yang
keras (Matthews, 1967).
Akarnya merupakan akar serabut. Bagian akar eceng gondok ditumbuhi
dengan bulu-bulu akar yang berserabut, berfungsi sebagai pegangan atau jangkar
tumbuhan. Sebagian besar peranan akar untuk menyerap zat-zat yang diperlukan
tumbuhan dari dalam air. Pada ujung akar terdapat kantung akar yang berwarna
merah di bawah sinar matahari. Susunan akarnya dapat mengumpulkan lumpur
23
atau partikel-partikel yang terlarut dalam air. Akar tanaman ini mampu
menetralisir air yang tercemar limbah sehingga seringkali dimanfaatkan untuk
penanganan limbah industri.
Eceng gondok memiliki keunggulan dalam kegiatan fotosintesis,
penyediaan oksigen, dan penyerapan sinar matahari. Bagian dinding permukaan
akar, tangkai daun, dan daunnya memiliki lapisan yang sangat peka sehingga pada
kedalaman yang ekstrem sampai 8 meter di bawah permukaan air masih mampu
menyerap sinar matahari serta zat-zat yang larut di bawah permukaan air. Akar,
tangkai daun, dan daunnya juga memiliki kantung-kantung udara sehingga
mampu mengapung di air. Keunggulan lain dari eceng gondok adalah berpotensi
untuk menurunkan Fe, Zn, Mn, dan Al dari air limbah (Haryanti et al., 2009).
Eceng gondok mampu mentolerir adanya Fe, Zn, Mn, dan Al dalam limbah
sehingga tanaman tetap tumbuh dan beradaptasi dengan medium tersebut. Santoso
(1990) menyatakan bahwa unsur-unsur hara tanaman seperti N, P, dan K cukup
tersedia pada limbah-limbah tersebut, sehingga energi untuk pembelahan mitosis
dan pemanjangan sel cukup. Eceng gondok juga dapat digunakan sebagai
komponen utama pembersih air limbah dari berbagai industri dan rumah tangga.
Karena kemampuannya yang besar, tanaman ini diteliti oleh NASA untuk
digunakan sebagai tanaman pembersih air di pesawat ruang angkasa (Little, 1979;
Thayagajaran, 1984).
Menurut Zimmel et al., (2006); Tripathi dan Shukla (1991) eceng gondok
juga dapat digunakan untuk menurunkan konsentrasi COD dari air limbah.
Tingginya konsentrasi zat organik dalam limbah cair tahu termasuk kandungan
amoniak akan menyebabkan terjadi penurunan kandungan oksigen dalam air
sehingga kebutuhan oksigen biologi dan kebutuhan oksigen kimia dalam perairan
tinggi. Pada akar eceng gondok memiliki mikrobia rhizofera yang mampu
mereduksi bahan organik dan anorganik dalam air dan menguraikannya dari
senyawa komplek menjadi senyawa sederhana. Eceng gondok memanfaatkan
bahan organik untuk proses fotosintesis dari hasil penguraian oleh bakteri. Seiring
dengan berlangsungnya proses fotosintesis dan penguraian maka terjadi juga
proses penurunan konsentrasi zat organik dalam limbah dan oksigen dari hasil
24
fotosintesis eceng gondok meningkat. Peningkatan oksigen terlarut dalam air
berpengaruh pada penurunan kadar COD.
b. Pertumbuhan Eceng gondok
Eceng gondok pada umumnya tumbuh mengapung di atas permukaan air
dan lahan-lahan basah atau di antara tanaman-tanaman pertanian yang
dibudidayakan di lahan basah. Tanaman ini banyak dijumpai di daerah rendah di
pinggiran sawah, danau, waduk, rawa, dan di kawasan industri di pinggir sungai
dari hulu sampai hilir (Gerbono dan Siregar, 2005; Thayagajaran, 1984). Tanaman
ini hidup di daerah tropis maupun subtropis. Eceng gondok digolongkan sebagai
gulma perairan yang mampu menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan
dan berkembangbiak secara cepat. Tempat tumbuh yang ideal bagi eceng gondok
adalah perairan yang dangkal dan berair keruh, dengan suhu berkisar antara 28-
300C dan kondisi pH berkisar 4-12. Di perairan yang dalam dan berair jernih di
dataran tinggi, tanaman ini sulit tumbuh. Eceng gondok mampu menghisap air
dan menguapkanya ke udara melalui proses evaporasi.
Eceng gondok berkembangbiak dengan sangat cepat, baik secara vegetatif
maupun generatif. Perkembangbiakan dengan cara vegetatif dapat melipat ganda
dalam waktu 7-10 hari (Suprapti, 2008). Kondisi optimum bagi perkembangannya
memerlukan kisaran waktu antara 11-18 hari. Pertumbuhannya sangat cepat dan
menimbulkan berbagai masalah. Kondisi merugikan yang timbul sebagai dampak
pertumbuhan eceng gondok yang tidak terkendali diantaranya adalah (Siswoyo,
2011):
1) Meningkatnya evapontranspirasi (penguapan dan hilangnya air melalui daun-
daun tanaman), karena daun-daunnya yang lebar dan serta pertumbuhannya
yang cepat.
2) Menurunnya jumlah cahaya yang masuk ke dalam perairan sehingga
menyebabkan menurunnya tingkat kelarutan oksigen dalam air DO (Dissolved
Oxygens).
3) Mengganggu lalu lintas (transportasi) air, khususnya bagi masyarakat yang
kehidupannya masih tergantung dari sungai seperti di pedalaman Kalimantan
dan beberapa daerah lainnya.
4) Meningkatnya habitat bagi faktor penyakit pada manusia.
25
5) Menurunkan nilai estetika lingkungan perairan.
Syarat pertumbuhan yang optimum bagi eceng gondok adalah air yang
dangkal, ruang tumbuh luas, air tenang, cukup cahaya matahari, suhu antara 20-
300C, cukup unsur hara, dan pH antara 7-7.5. Eceng gondok memanfaatkan
kedalaman air secara terbatas yakni antara 2-3 meter. Namun di daerah tropis ada
kemungkinan sampai sedalam 5 meter. Hal ini disebabkan penetrasi cahaya
matahari hanya akan terjadi pada kedalaman 2-3 meter atau paling banyak 5 meter
di bawah permukaan air. Kedalaman air tidak mempengaruhi produksi biji. Eceng
gondok tetapi mempengaruhi perkecambahan biji. Prosentase perkecambahan biji
Eceng gondok yang dibenamkan beberapa sentimeter di dalam lumpur menjadi
menurun jika dibandingkan dengan yang diletakkan di permukaan lumpur.
Ketenangan air merupakan faktor yang sangat penting untuk memungkinkan
pertumbuhan massal dari eceng gondok. Keadaan air yang bergolak karena
mengalir atau bergelombang karena angin dapat menghambat pertumbuhan eceng
gondok.
c. Manfaat Eceng gondok
Eceng gondok merupakan tumbuhan air tawar yang dikenal sebagai gulma.
Tumbuhan ini banyak ditemukan di Indonesia khususnya di perairan. Eceng
gondok menghasilkan bahan organik yang mempercepat proses pendangkalan,
juga mengurangi produksi ikan karena kerapatan tumbuhan menghalangi
masuknya sinar matahari ke dalam air dan menghambat proses aerasi.
Pertumbuhan eceng gondok yang sangat pesat, selain menimbulkan masalah juga
bermanfaat. Eceng gondok dapat dimanfaatkan dalam beberapa hal, diantaranya:
1) Bahan baku produk kerajinan anyaman
Tangkai daun eceng gondok dapat dijadikan sebagai bahan baku produk
kerajinan anyaman yang dapat dikomersialkan. Hanya dengan berbekal
keterampilan yang mudah dipelajari, didukung dengan kemauan, kreatifitas,
dan seni, maka eceng gondok dapat diolah menjadi kerajinan tas, sepatu,
sandal, keranjang, tempat tissue bahkan dapat dibuat mebel seperti kursi, meja,
dan sofa. Bagian tumbuhan eceng gondok dikeringkan terlebih dahulu
kemudian diolah menjadi berbagai macam kerajinan yang memiliki nilai jual.
26
2) Alternatif pembuatan bioetanol
Eceng gondok dapat dimanfaatkan sebagai alternatif pembuatan
bioetanol. Kandungan selulosa dan senyawa organik pada eceng gondok
berpotensi memberikan nilai kalor yang cukup baik. Dengan demikian
bioetanol dari eceng gondok ini dapat dimanfaatan sebagai bahan bakar
alternatif, disamping itu dapat membuat dampak baik bagi lingkungan (Barus,
2004).
3) Eceng gondok sebagai serat alami
Eceng gondok adalah salah satu bahan serat alami yang belum banyak
termanfaatkan. Eceng gondok yang mulanya adalah tanaman gulma di daerah
perairan kini sedang dikembangkan untuk bahan baku industri serat tekstil.
Pemanfaatan tanaman gulma ini dapat dinilai ekonomis karena ketersediannya
yang cukup melimpah di alam Indonesia. Kandungan serat pada eceng gondok
mencapai 20% dari berat keringnya. Dengan kondisi seperti itu, maka serat
Eceng gondok berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan komposit tekstil.
Dibandingkan dengan penghasil serat lain, eceng gondok tidak berkedudukan
sebagai komoditas primer masyarakat pada umumnya (seperti papan, sandang,
dan pangan) karena pada dasarnya eceng gondok berupa gulma. Sebut saja
serat nanas (untuk pangan), serabut kelapa (untuk arang/briket), serat bambu
(media pengganti kayu, biasanya digunakan untuk dinding rumah, pagar, atap,
industri kerajinan, dll), serat kapas (produksi kapas sedang menurun dan harus
bersaing dengan industri tekstil yang telah mapan). Dalam hal ini, kita tidak
perlu khawatir bahwa meningkatnya konsumsi eceng gondok akan
mengganggu stabilitas papan, sandang, atau pangan yang sangat penting bagi
masyarakat.
4) Fitoremediasi
Fitoremediasi adalah upaya penggunaan tanaman dan bagian-bagiannya
untuk dekontaminasi limbah dan masalah-masalah pencemaran lingkungan
baik secara ex-situ menggunakan kolam buatan atau reaktor maupun in-situ
(langsung di lapangan) pada tanah atau daerah yang terkontaminasi limbah
(Subroto, 1996). Pencucian polutan dalam fitoremediasi dapat dimediasi oleh
tumbuhan, termasuk pohon, rumput-rumputan, dan tumbuhan air.
27
Strategi fitoremediasi yang sudah digunakan secara komersial maupun
masih dalam taraf riset yaitu strategi berlandaskan pada kemampuan
mengakumulasi kontaminan (phytoextraction) atau pada kemampuan menyerap
dan mentranspirasi air dari dalam tanah. Kemampuan akar menyerap
kontaminan dari air tanah (rhizofiltration) dan kemampuan tumbuhan dalam
memetabolisme kontaminan di dalam jaringan (phytotransformation) juga
digunakan dalam strategi fitoremediasi. Fitoremediasi juga berlandaskan pada
kemampuan tumbuhan dalam menstimulasi aktivitas biodegradasi oleh mikrob
yang berasosiasi dengan akar (phytostimulation) dan imobilisasi kontaminan di
dalam tanah oleh eksudat dari akar (phytostabilization) serta kemampuan
tumbuhan dalam menyerap logam dari dalam tanah dalam jumlah besar dan
secara ekonomis digunakan untuk meremediasi tanah yang bermasalah
(phytomining) (Chaney, 1995).
Eceng gondok sebagai fitoremediasi dimanfaatkan untuk memperbaiki
kualitas air yang tercemar, khususnya terhadap limbah domestik dan industri,
sebab eceng gondok memiliki kemampuan menyerap zat pencemar yang lebih
baik dibandingkan jenis tumbuhan lainnya. Menurut Sriyana (2006), eceng
gondok dapat menyerap zat organik melalui ujung akar. Zat–zat organik yang
terserap akan masuk ke dalam tangkai daun melalui pembuluh pengangkut
kemudian menyebar ke seluruh bagian tanaman eceng gondok. Pada proses ini
zat organik akan mengalami reaksi biologi dan terakumulasi di dalam tangkai
daun tanaman, kemudian diteruskan ke daun. Lapisan epidermis pada eceng
gondok tidak berfungsi sebagai alat perlindungan jaringan, tetapi berfungsi
untuk mengabsorbsi gas-gas dan zat-zat makanan secara langsung dari air.
Jaringan di sebelah dalam banyak terdapat jaringan pengangkut yang terdiri
dari xylem dan floem, dengan letak yang tersebar merata di dalam parenkim
(Widyaningsih, 2007).
Banyak peneliti melaporkan bahwa eceng gondok dapat menyerap zat
pencemar dalam air dan dapat dimanfaatkan untuk mengurangi beban
pencemaran lingkungan. Tercatat bahwa dalam waktu 24 jam eceng gondok
mampu menyerap logam Cd, Hg, dan Ni sebesar 1.35 mg/g, 1.77 mg/g, dan
1.16 mg/g bila logam itu berada dalam keadaan tidak tercampur dan menyerap
28
Cd 1.23 mg/g, Hg 1.88 mg/g, dan Ni 0.35 mg/g berat kering apabila logam-
logam itu berada dalam keadaan tercampur dengan logam lain dalam air
(Aningsih, 1991).
Eceng gondok adalah salah satu jenis tanaman mengapung (floating)
yang dapat digunakan untuk pengolahan limbah karena tingkat pertumbuhan
tanaman yang tinggi dan kemampuannya dalam menyerap hara langsung dari
kolam air (Suryati dan Priyanto, 2003). Filtrasi, adsorpsi padatan tersuspensi,
dan pertumbuhan mikroba pada akarnya dapat menghilangkan unsur-unsur
hara dari air.
Eceng gondok merupakan tumbuhan yang sangat toleran terhadap kadar
unsur hara yang rendah dalam air, tetapi respon terhadap kadar unsur hara yang
tinggi juga sangat besar. Pertumbuhan eceng gondok dipengaruhi oleh pH.
Pada pH sekitar 7.0-7.5, eceng gondok mempunyai pertumbuhan yang lebih
baik. Pada pH di bawah 4.2 dapat meracuni pertumbuhan eceng gondok,
sehingga eceng gondok mati. Eceng gondok dapat dimanfaatkan untuk proses
pemulihan lingkungan. Pemanfaatan tumbuhan dalam aktivitas kehidupan
manusia untuk proses pemulihan lingkungan yang tercemar dengan
menggunakan tumbuhan telah dikenal luas dengan istilah fitoremediasi
(phytoremediation). Proses dalam sistem ini berlangsung secara alami dengan
enam tahap proses secara serial yang dilakukan tumbuhan terhadap zat
kontaminan/pencemar yang berada di sekitarnya. Menurut Mangkoedihardjo
(2005) keenam tahapan tersebut adalah sebagai berikut:
1) Phytoaccumulation (phytoextraction) yaitu proses tumbuhan menarik zat
kontaminan dari media sehingga berakumulasi di sekitar akar tumbuhan.
Proses ini disebut juga hyperaccumulation.
2) Rhizofiltration (rhizo=akar) adalah proses adsorpsi atau pengendapan zat
kontaminan oleh akar dengan cara menempel pada akar. Proses ini telah
dibuktikan dengan percobaan menanam bunga matahari pada kolam
mengandung zat radio aktif di Chernobyl, Ukraina.
3) Phytostabilization yaitu penempelan zat-zat kontaminan tertentu pada akar
yang tidak mungkin terserap ke dalam batang tumbuhan. Zat-zat tersebut
29
menempel erat pada akar sehingga tidak akan terbawa oleh aliran air dalam
media.
4) Rhyzodegradation yaitu penguraian zat-zat kontaminan oleh aktivitas
mikroba yang berada di sekitar akar tumbuhan. Misalnya ragi, fungi, dan
bakteri. Oksigen hasil fotosintesis di daun dan tangkai daun ditransfer ke
akar yang permukaannya luas sehingga membuat rizhosfer menyediakan
lingkungan mikro dengan kondisi yang kondusif bagi bakteri nitrit. Hal
tersebut menyebabkan aktivitas dekomposisi oleh bakteri nitrit yaitu
perubahan amoniak menjadi nitrat lebih meningkat (Fitter dan Hay, l989).
5) Phytodegradation (phytotransformation) yaitu proses yang dilakukan
tumbuhan untuk menguraikan zat kontaminan yang mempunyai rantai
molekul yang kompleks menjadi molekul yang sederhana yang dapat
berguna bagi pertumbuhan tumbuhan itu sendiri. Proses ini dapat
berlangsung pada daun, batang, akar atau di luar sekitar akar dengan
bantuan enzim yang dikeluarkan oleh tumbuhan itu sendiri.
6) Phytovolatilization yaitu proses menarik dan transpirasi zat kontaminan oleh
tumbuhan dalam bentuk yang telah menjadi larutan terurai sebagai bahan
yang tidak berbahaya lagi untuk selanjutnya diuapkan ke atmosfer.
Beberapa tumbuhan dapat menguapkan air 200-1000 liter per hari untuk
setiap batang.
Eceng gondok dapat menyerap zat organik melalui ujung akar. Zat–zat
organik yang terserap akan masuk ke dalam tangaki daun melalui pembuluh
pengangkut kemudian menyebar ke seluruh bagian tanaman eceng gondok.
Pada proses ini zat organik akan mengalami reaksi biologi dan terakumulasi di
dalam batang tanaman, kemudian diteruskan ke daun (Sriyana, 2006).
4. Asas-asas Lingkungan
Lingkungan terdiri dari komponen abiotik, biotik, dan kultur yang saling
terkait satu dengan lainnya. Lingkungan hidup merupakan kesatuan ruang dengan
semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya,
yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta
makhluk hidup lain (Undang-Undang Republik Indonesia No.32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup). Kondisi dan tata hubungan
30
antara komponen lingkungan menganut asas tertentu. Asas-asas lingkungan terdiri
dari 14 asas yang terbagi dalam 4 kelompok, yaitu: a. Asas 1-6 mengenai sumber
daya alam, b. Asas 6-8 mengenai keanekaragaman, c. Asas 9-12 mengenai stabilitas
ekonomi, d. Asas 13-14 mengenai populasi (Sastrawijaya, 2000).
Asas lingkungan yang berkaitan dengan penelitian ini adalah asas ke-1
mengenai energi tak pernah hilang hanya berubah dan asas ke-4 mengenai kejenuhan
dan ketidak jenuhan.
a. Asas ke-1
Semua energi yang memasuki sebuah organisme hidup, populasi atau
ekosistem dapat dianggap sebagai energi yang tersimpan atau terlepaskan. Energi
dapat diubah dari satu bentuk ke bentuk yang lain tetapi tidak dapat hilang,
dihancurkan atau diciptakan. Asas ini menjelaskan bahwa energi yang masuk
dalam individu, populasi atau ekosistem dianggap sebagai energi yang tersimpan
atau terlepaskan. Pada penelitian ini eceng gondok mempunyai kemampuan
sebagai biofilter karena pada akar eceng gondok terdapat mikrobia rhizosfera
yang dapat mereduksi bahan-bahan organik maupun anorganik yang terlarut di
dalam air dengan cara menyerapnya dari perairan dan sedimen kemudian
mengakumulasikan bahan terlarut tersebut kedalam struktur tubuhnya sebagai
sumber nutrisi. Eceng gondok memanfaatkan bahan organik untuk proses
fotosintesis dari hasil penguraian oleh bakteri.
b. Asas ke-4
Kemampuan lingkungan untuk menyokong suatu materi ada batasnya.
Untuk semua kategori sumber alam, jika pengadaanya sudah optimum, pengaruh
kenaikan menurun dengan penambahan sumber alam itu sampai ke suatu tingkat
maksimum. Asas ini menjelaskan bahwa penggunaan sumber daya alam hingga
melebihi batas maksimal ini tidak ada pengaruh yang menguntungkan lagi. Dalam
penelitian ini, kemampuan eceng gondok dalam menyerap logam Fe dan Mn ada
batasnya. Penambahan berbagai parameter hingga mencapai maksimal justru akan
menurunkan kemampuan eceng gondok dalam menyerap logam Fe dan Mn
karena kenaikan pengadaanya yang melebihi batas maksimal justru akan merusak
disebabkan kesan peracunan dari penjenuhan Fe dan Mn.
31
B. Kerangka Berpikir
Air merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan, baik manusia, hewan, maupun
tumbuh-tumbuhan. Permasalahan terkait dengan air sebagai kebutuhan pokok
kehidupan sehari-hari, baik sebagai air minum, air bersih, industri, dan irigasi terletak
pada kuantitas dan kualitasnya. Kualitas air minum merupakan salah satu aspek yang
sangat penting. Air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses
pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. Kualitas air
harus memenuhi syarat kesehatan yang meliputi persyaratan fisika, kimia, dan biologi
(Peraturan Menteri Kesehatan RI No.492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Persyaratan
Kualitas Air Minum).
Air sumur sebagai salah satu air bawah tanah hingga saat ini masih digunakan
kebanyakan masyarakat sebagai sumber air untuk keperluan sehari-hari dan untuk
kebutuhan lainnya. Kualitas air tanah pada sumur gali yang dimanfaatkan oleh sebagian
penduduk yang bertempat tinggal di daerah Kelurahan Telukan, Kecamatan Grogol
Sukoharjo tidak begitu baik. Berkaitan dengan hal tersebut maka perlu dilakukan
analisis kualitas air sumur. Ketergantungan masyarakat pada air sumur dengan kualitas
air yang buruk diperlukan suatu upaya perbaikan kualitas air. Salah satu upaya
perbaikan kualitas air yang buruk yaitu dengan fitoremediasi.
Fitoremediasi adalah pemanfaatan tanaman, mikroorganisme untuk
meminimalisasi dan mendetoksifikasi polutan. Eceng gondok merupakan salah satu
tanaman fitoremediasi mampu menyerap zat organik, anorganik, serta logam berat lain
yang merupakan bahan pencemar (Enein et al., 2011). Proses fitoremediasi berlangsung
secara alami dengan enam tahap proses secara serial yang dilakukan tumbuhan terhadap
zat kontaminan/ pencemar yang berada disekitarnya yaitu: phytoaccumulation
(phytoextraction), rhizofiltration, phytostabilization, rhyzodegradation,
phytodegradation, phytovolatilization. Pemanfaatan eceng gondok diharapkan dapat
memperbaiki kualitas air sumur di Kelurahan Telukan, Kecamatan Grogol Sukoharjo.
Secara sederhana kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.
32
Gambar 3. Kerangka Berpikir
C. Hipotesis
Berdasarkan kajian teori dan kerangka pemikiran, maka hipotesis penelitian
dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Kualitas air sumur di Kelurahan Telukan, Kecamatan Grogol Sukoharjo tercemar,
yang ditandai dengan air berwarna keruh, menimbulkan kerak berwarna kuning,
berbau, dan berasa asin.
2. Ada pengaruh pemanfaatan eceng gondok terhadap peningkatan kualitas air sumur di
Kelurahan Telukan, Kecamatan Grogol Sukoharjo.
Tercemar
Air sumur keruh, terasa asin, menimbulkan
kerak/ endapan berwarna kuning pada wadah
air (Survei pendahuluan Maret 2014).
Air sumur berasa (Pendataan Profil Desa dan
Tingkat Perkembangan Desa, 2013).
Bau, TDS, Kekeruhan, Fe, dan Mn melebihi
baku mutu (Hasil Analisis Uji Pendahuluan,
2014).
Lapisan air asin bawah tanah menyebar
merata pada daerah Telukan dari arah Barat-
Timur/Utara-Selatan dgn kedalaman berkisar
20-30 m dari permukaan dan dgn kedalaman
sekitar 100 m (Pembela (2005).
Eceng gondok sebagai
Fitoremediator
Air Sumur
Peningkatan Kualitas Air Sumur
Tidak tercemar
Memenuhi baku mutu untuk
air minum, menurut
Peraturan Menteri Kesehatan
RI
No.492/Menkes/Per/IV/2010.
Suhu
pH
Cahaya
Bahan Baku Air Minum