BAB II LANDASAN TEORI A. Keuangan Digital (Uang Elektronik)...
Transcript of BAB II LANDASAN TEORI A. Keuangan Digital (Uang Elektronik)...
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Keuangan Digital (Uang Elektronik)
1. Definisi Uang
Definisi uang (nuqud) secara bahasa ada beberapa makna Al-
Naqdu yakni baik dari dirham,membedakan dirham dan
mengeluarkannya yang palsu, tunai, lawan tunda, yakni memberikan
layanan segera dalam hadits Jabir “ Naqadani al-Tsaman” yakni dia
membayarku harga tunai kemudian digunakan atas yang dibayarkan.
Sedangkan definisi uang menurut para fuqaha “apa yang digunakan
sebagai standar ukuran nilai harga dan media transaksi pertukaran. (A.
Hasan, 2005, p. 1)
2. Definisi Uang Elektronik
Menurut pengertian yang dikeluarkan Bank for International
Settlement (BIS) dalam Kajian Uang Elektronik (Basel., 1996:1)
“stored-value or prepaid products in which a record of the funds or
value available to a consumer is stored on an electronic device in the
consumer’s possession”. (produk stored-value atau prepaid dimana
sejumlah nilai uang disimpan dalam suatu media elektronis yang
dimiliki seseorang).
Menurut Veithal Rifaai (2001:1367) Uang elektronik yang
dimaksud adalah alat pembayaran elektronik yang diperoleh dengan
menyetorkan terlebih dahulu sejumlah uang kepada penerbit, baik
secara langsung, maupun melalui agen-agen penerbit, atau dengan
pendebitan rekening di bank, dan nilai uang tersebut dimasukan
menjadi nilai uang dalam media uang elektronik, yang dinyatakan
dalam satuan Rupiah, yang digunakan untuk melakukan transaksi
pembayaran dengan cara mengurangi secara langsung nilai uang pada
media uang elektronik tersebut.
Pengertian Uang Elektronik (electronic money) menurut
Peraturan Bank Indonesia No. 16/8/PBI/2014 adalah nilai uang yang
disimpan secara elektronik pada suatu media server atau chip yang
dapat dipindahkan untuk kepentingan transaksi pembayaran dan/atau
transfer dana. Menurut Peraturan Bank Indonesia No.11/12/PBI/2009
Tanggal 13 April 2009 tentang Uang Elektronik (Electronic Money)
dan juga perubahannya yaitu pada Peraturan Bank Indonesia Nomor.
16/8/PBI/2014, Uang Elektronik harus memenuhi unsur-unsur sebagai
berikut, yaitu: (1) diterbitkan atas dasar nilai uang yang disetor terlebih
dahulu oleh pemegang kepada penerbit; (2) nilai uang disimpan secara
elektronik dalam suatu media seperti server atau chip; (3) digunakan
sebagai alat pembayaran kepada pedagang yang bukan merupakan
penerbit uang elektronik tersebut; (4) dan nilai uang elektronik yang
disetor oleh pemegang dan dikelola oleh penerbit bukan merupakan
simpanan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang
mengatur mengenai perbankan. Selain dari pada uang elektronik juga
terdapat Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu. Menurut
Peraturan Bank Indonesia No. 14/2/PBI/2012, (APMK) terdiri dari
Kartu Kredit, Kartu Debet dan/atau Kartu ATM. Peraturan Bank
Indonesia ini membuat aturan dan definisi dari Uang Elektronik (e-
money) berbeda dari pada Alat Pembayaran Menggunakan Kartu.
Pada Peraturan Bank Indonesia No. 16/8/PBI/2014 ini juga
menjelaskan bahwa berdasarkan pencatatan data identitas Pemegang,
Uang Elektronik dapat dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu (1) Uang
Elektronik yang data identitas Pemegangnya terdaftar dan tercatat pada
Penerbit (registered); dan (2) Uang Elektronik yang data identitas
Pemegangnya tidak terdaftar dan tidak tercatat pada Penerbit
(unregistered). Beberapa fasilitas yang diberikan oleh Penerbit jenis
Uang Elektronik registered sebagaimana pada Peraturan Bank
Indonesia ini, berupa (1) registrasi Pemegang; (2) Pengisisan Ulang
(top up); (3) pembayaran transaksi; (4) pembayaran tagihan; (5)
transfer dana; (6) Tarik Tunai; (7) penyaluran program bantuan
pemerintah kepada masyarakat; dan/atau (8) fasilitas lain berdasarkan
persetujuan Bank Indonesia. Sementara, fasilitas yang dapat diberikan
oleh Penerbit jenis Uang Elektronik unregistered sebagaimana pada
Peraturan Bank Indonesia ini, berupa (1) Pengisian Ulang (top up); (2)
pembayaran transaksi; (3) pembayaran tagihan; dan/atau (4) fasilitas
lain berdasarkan persetujuan Bank Indonesia. Peraturan Bank
Indonesia tentang Uang Elektronik ini juga menjelaskan mengenai
biaya layanan fasilitas Uang Elektronik yang dibebankan kepada
Pemegang. Biaya layanan yang dapat dikenakan oleh Penerbit kepada
pemegang sebaimana terdapat dalam Peraturan Bank Indonesia ini
berupa (1) biaya penggantian media Uang Elektronik untuk
penggunaan pertama kali atau penggantian media Uang Elektronik
yang rusak atau hilang; (2) biaya Pengisian Ulang (top up) melalui
pihak lain yang bekerjasama dengan Penerbit atau menggunakan
delivery channel pihak lain; (3) biaya Tarik Tunai melalui pihak lain
yang bekerjasama dengan Penerbit atau menggunakan delivery
channel pihak lain; dan/atau (4) biaya administrasi untuk Uang
Elektronik yang tidak digunakan dalam jangka waktu terentu.
Dalam Peraturan Bank Indonesia ini juga disebutkan bahwa
Penerbit wajib menginformasikan secara jelas dan transparan kepada
Pemegang mengenai biaya layanan fasilitas Uang Elektronik ini.
Dalam PBI ini juga melarang Penerbit menerbitkan Uang Elektronik
dengan Nilai Uang Elektronik yang lebih besar atau lebih kecil
daripada nilai uang yang disetorkan kepada Penerbit. Nilai uang yang
disetorkan ke dalam Uang Elektronik harus dapat digunakan atau
ditransaksikan seluruhnya sampai bersaldo nihil. Penerbit juga dilarang
untuk menetapkan minimum Nilai Uang Elektronik, menahan atau
memblokir Nilai Uang Elektronik secara sepihak, dan /atau
mengenakan biaya pengakhiran penggunaan Uang Elektronik
(redeem).
Dalam era perekonomian yang semakin menuntut efektivitas
dan efisiensi sistem perekonomian dan perbankan kini, pemerintah
semakin mendorong masyarakatnya untuk berpindah menggunakan
uang elektronik, khususnya dalam skala transaksi ritel dan mikro,
seperti yang terlihat pada iklan uang elektronik oleh Bank Indonesia.
Hal ini dikarenakan transaksi yang menggunakan uang elektornik akan
lebih mudah terdeteksi dan penerapan kebijakan moneter pemerintah
akan lebih cepat berdampak pada sistem pasar yang online.
3. Fungsi Uang Dalam Sistem Ekonomi
Dalam sistem perekonomian manapun, fungsi utama uang
adalah sebagai alat tukar (Medium of exchange). Ini adalah fungsi
utama uang. Dari fungsi utama ini diturunkan fungsi yang lainnya
seperti uang sebagai standard of value atau sebagai pembakuan nilai,
store of value atau sebagai penyimpan kekayaan, unit of account atau
sebagai satuan perhitungan dan standard of defferred payment atau
sebagai pembakuan bayar tangguh. Mata uang manapun niscaya akan
berfungsi seperti ini.
Namun ada satu hal yang sangat berbeda dalam memandang
uang antara sistem kapitalis dengan sistem islam. Dalam sistem
perekonomian kapitalis, uang tidak hanya sebagai alat tukar yang sah
melainkan sebagai komoditas atau dapat diperjual-belikan dengan
kelebihan baik on th spot maupun secara tangguh. Dalam ekonomi
islam apapun yang berfungsi sebagai mata uang, maka fungsinya
hanya sebagai medium of exchange. Bukan suatu komoditas yang bisa
diperjualbelikan denga kelebihan baik secara on the spot maupun
bukan. Karakteristik uang sendiri bahwa ia tidak diperlukan untuk
dikonsumsi, tidak perlu untuk dirinya sendiri melainkan diperlakukan
untuk membeli barang yang lain sehingga kebutuhan manusia dapat
terpenuhi. (Nasution, 2007, p. 248).
4. Manfaat uang elektronik
Menurut tim inisiatif Bank Indonesia. Dalam perekonomian
moderen lalu lintas pertukaran barang dan jasa sudah sedemikian
cepatnya sehingga memerlukan dukungan tersedianya sistim
pembayaran yang handal yang memungkinkan dilakukannya
pembayaran secara lebih cepat, efisien, dan aman. Penggunaan uang
cash sebagai alat pembayaran dirasakan mulai menimbulkan
masalah,terutama tingginya biaya cash handling dan rendahnya
velocity ofmoney (Bank Indonesia, 2006, p. 2).
Sistim pembayaran mikro mengalami perkembangan cukup
pesat di berbagai negara dewasa ini, seiring dengan perkembangan
teknologi dan kebutuhan masyarakat untuk menggunakan alat
pembayaran yang mudah, aman dan efisien. Instrumen pembayaran
mikro adalah instrumen pembayaran yang didesain untuk menangani
kebutuhan transaksi dengan nilai yang kecil namun dengan volume
yang tinggi serta membutuhkan waktu pemrosesan transaksi yang
relatif lebih cepat (Bank Indonesia, 2006, p. 6).
Kebutuhan instrumen pembayaran mikro timbul karena apabila
pembayaran dilakukan menggunakan instrumen pembayaran lain yang
ada saat ini, misalnya uang tunai, kartu debit, kartu kredit dan
sebagainya menjadi relatif tidak praktis dan efisien. Uang elektronik
muncul sebagai jawaban atas kebutuhan terhadap instrumen
pembayaran mikro yang diharapkan mampu melakukan proses
pembayaran secara cepat dengan biaya yang relatif murah karena pada
umumnya nilai uang yang disimpan instrumen ini ditempatkan pada
suatu tempat tertentu yang mampu diakses cepat secara off-line, aman
dan murah. (Bank Indonesia, 2006, p. 8).
5. Jenis –jenis Uang Elektronik
Berdasarkan fasilitas yang diberikan terdapat dua jenis uang
elekronik, yaitu yang pertama uang elektronik yang data identitas
pemegangnya terdaftar dan tercatat pada penerbit (registered) dan
yang kedua yaitu uang elektronik yang data identitas pemegangnya
tidak terdaftar dan tidak tercatat pada penerbit (unregistered). Baik
keduanya miliki fasilitas untuk pengisian ulang (top up), pembayaran
transaksi, pembayaran tagihan, maupun fasilitas lain berdasarkan
persetujuan Bank Indonesia, sementara khusu bagi yang terdaftar
mendapatkan fasilitas registrasi pemegang, transfer dana, tarik tunai,
dan penyaluran program bantuan pemerintah kepada masyarakat.
Berdasarkan tempat penyimpanan nilai dana uang elektronik,
maka juga terbagi dua jenis yaitu yang pertama uang elektronik
berbasis kartu atau chip, dimana nilai dana pemegang tersimpan pada
chip yang terdapat pada kartu uang elektronik, lalu yang kedua ialay
uang elektronik berbasis server, dimana nilai dana pemegang
tersimpan pada database penerbit dan dalam melakukan transaksi akan
membutuhkan media berupa gadget pengguna untuk mengirim nomor
sandi dan nilai transaksi yang dibuthkan dan menerima nomor token
untuk melakukan transaksi.
6. Bentuk – bentuk Uang Elektronik.
a. Berdasarkan Medianya
Uang elektronik memiliki media elektronik yang berfungsi
sebagai penyimpan nilai uang (monetary value) yang dibedakan atas
dua jenis :
1.) Uang elektronik yang nilai uang elektroniknya selain dicatat pada
media elektronik yang dikelola oleh penerbit juga dicatat pada
media elektronik yang dikelola oleh pemegang. Media elektronik
yang dikelola oleh pemegang dapat berupa card-based dalam
bentuk chip yang tersimpan pada kartu atau berupa software-based
yang tersimpan pada harddisk yang terdapat pada personal
computer milik pemegang. Dengan sistem pencatatan seperti ini,
maka transaksi pembayaran dengan menggunakan uang elektronik
dapat dilakukan secara off-line dengan mengurangi secara langsung
nilai uang elektronik pada media elektronik yang dikelola oleh
pemegang. (Siti hidayati, 2006, p.7).
2.) Menurut Penjelasan PBI 11/12/PBI/2009 Uang elektronik yang
nilai uang elektroniknya hanya dicatat pada media elektronik yang
dikelola oleh penerbit. Dalam hal ini pemegang diberi hak akses
oleh penerbit terhadap penggunaan nilai uang elektronik tersebut.
Dengan sistem pencatatan seperti ini, maka transaksi pembayaran
dengan menggunakan uang elektronik ini hanya dapat dilakukan
secara on-line dimana nilai uang elektronik yang tercatat pada
media elektronik yang dikelola penerbit akan berkurang
secaralangsung
b. Berdasarkan Masa Berlaku Media UangElektronik
Uang elektronik Berdasarkan masa berlaku medianya, uang
elektronik dibedakan kedalam dua bentuk :
1.) Reloadable
Menurut Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 11/11/DASP
(2009:27). Uang elektronik dengan bentuk reloadable adalah uang
elektronik yang dapat di lakukan pengisian ulang, dengan kata lain,
apabila masa berlakunya sudah habis dan atau nilai uang
elektroniknya sudah habis terpakai, maka media uang elektronik
tersebut dapat digunakan kembali untuk di lakukan pengisian
ulang.
2.) Disposable
Uang elektronik dengan bentuk disposable adalah uang
elektronik yang tidak dapat diisi ulang, apabila masa berlakunya
sudah habis dan atau nilai uang elektroniknya sudah habis terpakai,
maka media uang elektronik tersebut tidak dapat digunakan
kembali untuk di lakukan pengisian ulang
c. Berdasarkan jangkauan penggunanya
Uang elektronik berdasarkan jangkauan penggunaannya
dibedakan ke dalam dua bentuk :
1.) Single-Purpose
Menurut Veithal Rivai. Single-purpose adalah uang
elektronik yang digunakan untuk melakukan pembayaran atas
kewajiban yang timbul dari satu jenis transaksi ekonomi, misalnya
uang elektronik yang hanya dapat digunakan untuk pembayaran
tol atau uang elektronik yang hanya dapat digunakan untuk
pembayaran transportasi umum
2.) Multi-Purpose
Multi-purpose adalah uang elektronik yang digunakan
untuk melakukan pembayaran atas kewajiban yang timbul dari
berbagai jenis transaksi ekonomi, misalnya uang elektronik yang
dapat digunakan untuk pembayaran tol, telepon, transportasi
umum, dan untuk berbelanja. (Veithal Rivai.,2001. p 1368)
7. Jenis – jenis transaksi pada Uang Elektronik
Jenis-jenis transaksi dengan menggunakan uang elektronik
secara umum meliputi
1.) Penerbitan (Issuance) dan Pengisian Ulang (Top-up atau
Loading).
2.) Pengisian nilai uang kedalam media uang elektronik dapat
dilakukan terlebih dahulu oleh penerbit sebelum dijual kepada
pemegang. Untuk selanjutnya pemegang dapat melakukan
pengisian ulang (top up) yang dapat dilakukan dengan berbagai
cara, antara lain melalui penyetoran uang tunai, melalui
pendebitan rekening di bank, atau melalui terminal-terminal
pengisian ulang yang telah dilengkapi peralatan khusus oleh
penerbit. (Siti hidayati, 2006, p.10).
3.) Transaksi pembayaran dengan menggunakan uang elektronik
pada prinsipnya dilakukan melalui pertukaran nilai uang dalam
bentuk data elektronik dengan barang antara pemegang dan
pedagang dengan menggunakan protocol yang telah ditetapkan
sebelumnya. (Siti hidayati, 2006, p.11).
4.) Transfer dalam transaksi uang elektronik adalah fasilitas
pengiriman nilai uang elektronik antar pemegang uang
elektronik melalui terminal- terminal yang telah dilengkapi
dengan peralatan khusus oleh penerbit yang tercatat pada
media uang elektronik yang dimiliki pemegang yang dapat
dilakukan setiap saat oleh pemegang. (Siti hidayati, 2006,
p.10).
5.) Tarik Tunia Menurut Penjelasan Peraturan Bank Indonesia
Nomor 11/12/PBI/2009. Tarik tunai adalah fasilitas penarikan
tunai atas nilai uang elektronik yang tercatat pada media uang
elektronik yang dimiliki pemegang yang dapat dilakukan
setiap saat oleh pemegang.
6.) Refund/Redeem Berdasarkan Penjelasan atas Peraturan
Bank Indonesia Nomor 11/12/PBI/2009. Refund/redeem
adalah penukaran kembali nilai uang elektronik kepada
penerbit, baik yang dilakukan oleh pemegang pada saat nilai
uang elekronik tidak terpakai atau masih tersisa pada saat
pemegang mengakhiri penggunaan uang elektronik dan atau
masa berlaku media uang elektronik telah berakhir, maupun
yang dilakukan oleh pedagang pada saat penukaran nilai uang
elektronik yang diperoleh pedagang dari pemegang atas
transaksi jual beli barang kepada penerbit.
B. Efektifitas Penggunaan
1. Definisi Efektifitas
Ahli ekonomi mengartikan efektifitas sebagai kemampuan
organisasi menghasilkan laba sebesar-besarnya, ahli politik
mengartikan sebagai kemampuan organisasi memperoleh posisi yang
lebih kuat diantara organisasi- organisasi lain, Sedangkan karyawan
mengartikan sebagai kemampuan organisasi memberikan tingkat
kesejahteraan setinggi-tingginya kepada anggota dan lain-lain.
Menurut Etzioni, efektifitas sebagai kemampuan organisasi dalam
mencari sumber dan memanfaatkannya secara efisien dalam mencapai
tujuan tertentu.
Menurut Ananda Santoso (1995:100) Efektif adalah berhasil,
tepat guna. “ efektif adalah bekerja dengan tepat guna menghasilkan
produk dan jasa sesuai dengan permintaan masyarakat. Menurut
Suwarno Handayaningrat (1994:16) Efektifitas adalah suatu besaran
angka untuk menujukan seberapa jauh sasaran atau target tercapai
sesuai dengan apa yang direncanakan sebelumnya. Efektif pada bank
syariah merupakan suatu pekerjaan yang tepat dalam menghasilkan
produk dan jasa yang diinginkan oleh nasabah. Dalam hal ini bank
syariah akan menawarkan produk keuangan digital yang akan
mempermudah transaksi dan mobilisasi keuangan. Efektifitas adalah
suatu besaran atau angka untuk menunjukan seberapa jauh sasaran atau
target tercapai.
Ditinjau dari segi pengertian efektifitas diatas, maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa efektifitas adalah sejauh mana dapat
mencapai tujuan pada waktu yang tepat dalam : (1) Pelaksanaan tugas
pokok, (2) Kualitas produk yang dihasilkan, (3) Produktifitas, (4)
Laba, (5) Perkembangan.
Efektivitas biasa dilakukan untuk mengukur sejauh mana
kelompok dan organisasi efektif mencapai tujuan. Efektivitas
mengandung terjadinya suatu efek atau akibat yang dikehendaki. Jadi
perbuatan seseorang yang efektif adalah perbuatan yang menimbulkan
akibat sebagian yang dikehendaki orang lain.
2. Pengukuran Efektifitas
Gibson dan kawan-kawan mengemukakan 5 aspek yang dapat
digunakan sebagai kritera,yaitu:
a. Produksi
Produksi ialah kemampuan Layanan Keuangan Digital
menghasilkan produk (output) yang dibutuhkan oleh lingkungan
disuatu perusahaan. Dalam hal ini mencakup jumlah (kuantitas) dan
mutu (kualitas).
b. Efisiensi
Efisiensi menunjuk pada pengukuran yang berkenaan dengan
penggunaan sumber yang langka oleh LKD. Efisiensi merupakan
perbandingan antaraoutput dan input. Efisiensi dapat dilihat dari
besarnya biaya dan waktu yang diperlukan untuk proses produksi
perunit produk,besarnya biaya dan waktu yang diperlukan setiap
siswa sampai dengan lulus, dan sebagainya.
c. Kepuasan
Kepuasan menunjuk pada keberhasilan Layanan Keuangan
Digital memenuhi kebutuhan yang dirasakan oleh para konsumen
dan juga kepuasan bagi para pemakai barang dan jasa yang
dihasilkan.Kepuasan dapat diukur dari besar kecilnya tingkat
kemangkiran, tingkat ketidakhadiran dan semangat kerja yang
ditunjukkan anggota.
d. Kemampuan adaptasi.
Kemampuan adaptasi adalah kesanggupan Layanan Keuangan
Digital melakukan perubahan sesuai dengan tuntutan keadaan.
Semakin tinggi frekuensi tingkat ketidakpastian situasi yang
menuntut tindakan penyesuaian, semakin mudah melihat
kemampuan organisasi dalam melakukan adaptasi.
e. Pengembangan
Pengembangan adalah kriteria efektivitas yang menunjuk
kepada kemampuan untuk memandang jauh ke depan dan
melakukan investasi dalam rangka mempertahankan hidup dan
mengembangkan usaha. Kriteria pengembangan lebih menekankan
pada upaya organisasi dalam jangka panjang
C. Inklusi Keuangan
1. Definisi Inklusi Keuangan
Banyak pengertian mengenai keuangan inklusif yang telah
dikemukakan dalam berbagai forum, tulisan, hasil penelitian, atau
praktik dinegara lain. Beberapa diantaranya sebagai berikut :(Jaya,
2017, p. 71).
1. Sebagai proporsi individu atau perusahaan yang
menggunakan layanan jasa keuaangan yang merefleksikan
beragam layanan keuangan, mulai dari fasilitas
pembayaran, rekening tabungan, kredit, asuransi, dana
pensiun dan pasar modal.
2. Segala upaya yang dilakukan untuk menghilangkan segala
bentuk hambatan yang dihadapi masayarakat dalam
menggunakan jasa-jasa keuangan.
3. Suatu kejadian dimana seluruh masyarakat dapat
menjangkau akses layanan keuangan secara mudah dan
memiliki budaya untuk mengoptimalkan penggunaan jasa
keuangan.
Dari pengertian - pengertian diatas keuangan inklusi
mengandung unsur-unsur sebagai berikut:
a. Uapaya atau akses untuk mencapai suatu kondisi.
b. Adanya produk jasa atau layanan keuangan
c. Biaya yang terjangkau atau wajar dan sasaran
masayarakat.
2. Tujuan dan Manfaat Keuangan Inklusif
Sesuai laporan World Bank dan European Commission 2008,
diperkirakan ada 2,7miliar penduduk dewasa dunia yang tidak
mempunyai akses kesumber lembaga keuangan formal. Peningkatan
akses bertujuan agar masayarakat berpenghasilan rendah mendapatkan
layanan produk-produk keuangan formal sesuai program keuangan
inklusif yang bertujuan :
1. Menciptakan prouduk-produk keuangan yang terjangkau
sesuai kebutuhan mereka, seperti tabungan berbiaya
rendah, kredit berbunga rendah, serta layanan
pemabayaran yang cepat dan murah.
2. Memberikan kesempatan kepada masyarakat
berpenghasilan rendah yang belum memiliiki akses yang
dikenal dengan unbanked untuk mendapatkan pembiayaan
atau permodalan guna memajukan usaha.
3. Menyediakan infrastruktur sarana layanan yang mudah
melalui pemanfaatan jasa pihak ketiga dengan
menggunakan teknologi telekomunikasi.
4. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional dan
meningkatkan lapangan kerja melalui pembiayaan sektor
rill yang lebih besar dengan meningkatkan pendanaan
sebagai akibat kenaikan akses tabungan terhadap bank.
5. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas terutama
yang berpenghasilan rendah dan belum memiliki akses.
6. Meningkatkan perlindungan konsumen dan edukasi
keuangan untuk meningkatkan literasi keuangan
masyarakat unbanked (Jaya, 2017, p. 75)
3. Strategi Nasional Inklusi Keuangan
Pelaksanaan Edukasi dalam rangka meningkatkan keuangan
masyarakat sangat diperlukan karena berdasarkan survei yang
dilakukan oleh OJK pada 2013, bahwa tingkat literasi keuangan
penduduk Indonesia dibagi menjadi empat bagian, yakni: (OJK, 2012)
1. Well literate (21,84 %), yakni memiliki pengetahuan dan
keyakinan tentang lembaga jasa keuangan serta produk jasa
keuangan, termasuk fitur, manfaat dan risiko, hak dan kewajiban
terkait produk dan jasa keuangan, serta memiliki keterampilan
dalam menggunakan produk dan jasa keuangan.
2. Sufficient literate (75,69%), memiliki pengetahuan dan keyakinan
tentang lembaga jasa keuangan serta produk dan jasa keuangan,
termasuk fitur, manfaat dan risiko, hak dan kewajiban terkait
produk dan jasa keuangan.
3. Less literate (2,06 %), hanya memiliki pengetahuan tentang
lembaga jasa keuangan, produk dan jasa keuangan.
4. Not literate (0,41%), tidak memiliki pengetahuan dan keyakinan
terhadap lembaga jasa keuangan serta produk dan jasa keuangan,
serta tidak memiliki keterampilan dalam menggunakan produk
dan jasa keuangan.
Dengan hasil survey tersebut OJK bersama IJK menyusun
strategi nasional literasi keuangan indonesia (SNILK) yang di
dalamnya terdapat berbagai macam program strategis dan program
inisiatif yang bertujuan untuk lebih meningkatkan literasi dan inklusi
keuangan.
Beragam kegiatan edukasi dan program inklusi keuangan
secara berkelanjutan dilaksanakan oleh OJK bersama IJK. Edukasi
keuangan dilakukan dalam berbagai bentuk seperti edukasi komunitas,
training of trainer, outreach program, kuliah umum, edukasi bahari,
iklan layanan masyarakat, edu expo, bioskop keliling, wayangan dan
simolek dengan target edukasi yaitu perempuan/ibu rumah tangga,
UMKM, petani/nelayan, TKI/CTKI, pelajar/mahasiswa, profesional,
karyawan dan pensiunan
OJK Dalam program strategi ini dicanangkan tiga pilar utama
untuk memastikan pemahaman masyarakat tentang produk dan
layanan yang ditawarkan oleh lembaga jasa keuangan.(www.ojk.go.id,
2014)
1. Pertama, mengedepankan program edukasi dan kampanye
nasional literasi keuangan.
2. Kedua, berbentuk penguatan infrastruktur literasi keuangan.
3. Ketiga, berbicara tentang pengembangan produk dan layanan
jasa keuangan yang terjangkau.
Penerapan ketiga pilar tersebut dimaksudkan untuk
mewujudkan masyarakat Indonesia yang memiliki tingkat literasi
keuangan yang tinggi sehingga masyarakat dapat memilih dan
memanfaatkan produk dan jasa keuangan guna meningkatkan
kesejahteraan sendiri menerapkan strategi nasional literasi keuangan
dengan tiga pilar Selain itu literasi keuangan tidak akan berjalan efektif
tanpa adanya sistem inklusi keuangan, yang mana inklusi keuangan
adalah dalam bahasa inggris disebutkan financial inclusion bersinonim
dengan frasa inclusive financial system, yang berarti sistem jasa
layanan keuangan yang bersifat universal, noneklusif. Inklusivitas
sistem keuangan ini sebenarnya lebih merujuk pada visi untuk
menciptakan satu sistem jasa keuangan yang mampu menjangkau
semua kalangan.
Financial inclusion merupakan satu skema pembiayaan
inklusif, dengan tujuan utama memberikan berbagai layanan keuangan
kepada kalangan miskin dan berpenghasilan rendah. Merujuk definisi
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), terminologi Financial inclusion
mengacu kepada akses ke berbagai jasa keuangan, dengan biaya yang
wajar, bagi orang-orang yang dianggap tidak bankable serta mereka
yang menjalankan usaha di daerah perdesaan.
Oleh karena itu, program strategis yang telah dicanangkan
dalam Strategi Nasional Financial Inclusion dan Strategi Nasional
Financial Literacy harus menjadi komitmen yang terus menerus, agar
dapat berkelanjutan, program financial inclusion harus disesuaikan
dengan profil dan karakteristik berbagai kelompok masyarakat dan
juga harus memiliki alasan bisnis, bukan hanya menjadi program amal.
Selain itu, inisiatif dalam rangka penguatan perlindungan konsumen
juga perlu di dorong untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat
dalam berhubungan dengan lembaga keuangan
D. Bank Konvensional
1. Definisi Bank Konvensional
Bank berasal dari kata Italia banco yang artinya bangku.
Bangku inilah yang dipergunakan oleh banker untuk melayani kegiatan
operasionalnya kepada para nasabah. Istilah bangku secara resmi dan
popular menjadi Bank. Bank termasuk perusahaan industri jasa karena
operasional dan produknya hanya memberikan pelayanan jasa-jasa
perbankan kepada masyarakat
Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun
1998 tentang perbankan, yang dimaksud dengan bank adalah “badan
usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan
dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau
dalam bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat
banyak. (Kasmir, 2013, p. 24)
2. Pentingnya Bank
Bank sangat penting dan berperan untuk mendorong
pertumbuhan perekonomian suatu bangsa karena bank adalah:
a. Pengumpul dana dari masyarakat yang kelebihan dana (surplus
spending unit-SSU) dan penyalur kredit kepada masyarakat yang
membutuhkan dana (deficit spending unit-DSU);
b. Tempat menabung yang efektif dan produktif bagi masyarakat;
c. Pelaksana dan memperlancar lalu lintas pembayaran dengan aman,
praktis, dan ekonomis;
d. Penjamin penyelesaian perdagangan dengan menerbitkan L/C
(Letter of Credit) atau kredit berdokumen;
e. Penjamin penyelesaian proyek dengan menerbitkan bank garansi.
3. Asas, Fungsi, dan Tujuan Perbankan Indonesia
Dalam pasal 2, 3, dan 4 UU No.7 Tahun 1992 sebagaimana
telah diubah dengan UU No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan,
dinyatakan asas, fungsi, dan tujuan:
a. Asas
Perbankan Indonesia dalam melaksanakan kegiatan usahanya
berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip
kehati-hatian.
b. Fungsi
Fungsi utama perbankan adalah sebagai penghimpun dan penyalur
dana masyarakat.
c. Tujuan
Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan
pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan,
pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional kearah peningkatan
rakyat banyak.
E. Bank Syraiah
1. Definisi Bank Syariah
Secara umum bank dapat diartikan sebagai lembaga keuangan
yang kegiatan usahannya adalah menghimpun dana dari masyarakat
dan menyalurkan kembal dana tersebut kemasyarakat seta memberikan
jasa-jasa bank lainnya. (Kasmir, 2013)
Berdasarkan Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang
perbankan syariah menyebutkan :
“Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari
masyarakat dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kerdit dan bentuk
lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat”
“Perbankan syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut
tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup
kelembagaan, kegiatan usaha serta cara dan proses dalam
melaksanakan kegaiatan usahanya.
Bank islam atau selanjutnya disebut dengan bank syariah
adalah bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga.
Bank islam atau biasa disebut dengan bank tanpa bunga adalah
lembaga keuangan atau perbankan yang operasional dan produknya
dikembangkan berlandaskan pada Al-Quran dan Hadits Nabi SAW.
Atau dengan kata lain, bank islam adalah lembaga keuangan yang
usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam
lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya
disesuaikan dengan prinsip syariat islam. (Muhammad, 2017, p. 5).
2. Prinsip Perbankan Syariah
Menurut Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang
perubahan Undang-undang Nomor.7 tahun 1992 tentang perbankan
disebutkan bahwa bank syariah dalam melaksanakan kegiatan
usahanya berdasarakan prinsip syariah yang dalam menjalankan
kegiatannya memberikan jasa dalam bentuk lalu lintas pembayaran.
Dalam menjalankan aktivitasnya, bank syaraiah menganut prinsip-
prinsip :
a. Prinsip keadilan, prinsip keadilan ini tercermin dari imbalan atas
dasar bagi hasil dan pengembilan margin keuntungan yang telah
disepakati bersama antara bank dan nasabah bank atau akad.
b. Prinsip kemitraan, bank syariah menempatkan nasabah
penyimpanan dana, nasabah pengguna dana, maupun bank pada
kedudukannya yang sama baik antara nasabah penyimpan dana
dan bank yang sederajat sebagai mitra usaha. Hal ini tercermin
dalam bentuk hak dan kewajiban, resiko dan keuntungan yang
berimbang antara nasabah dan bank. Dalam hal ini bank sebagai
intermedary isntitution melalui skim pembiayaan yang
dimilikinya.
c. Prinsip ketentraman. Produk dan jasa bank syariah telah sesuai
dengan prinsip dan kaidah muamalah islam, antara lain tidak
adanya unsur riba serta penerapan zakat harta dan dana
kebajiakan (qardhul hasan). Dengan demikian nasabah perbankan
akan merasakan ketentraman lahir dan bathin.
d. Prinsip keterbukaan atau transparansi, dengan melalui laporan
keuangan bank yang terbuka secara berkesinambungan, nasabah
dapat mengetahui kondisi keuangan bank dalam hal ini tingkat
kesehatan bank dan kualitas manajemen bank.
e. Prinsip menyeluruh atau unvisersalitas. Bank syariah dalam
mendukung kegaiatan operasionalnya tidak membedakan nasabah
dari suku, agama, ras dan golongan agama dalam masyarakat
dengan menerapkan prinsip islam sebagai rahmatan lil „alamin
f. Tidak ada riba
g. Laba yang wajar.
3. Fungsi Perbankan Syariah
Bank syariah adalah bank yang menjalankan fungsi
intermediasinya atau perantara dari pihak yang memiliki dana.
berdasarkan prinsip-prinsip islam. Peran dan fungsi perbankan syariah
antara lain sebagai berikut : (Ismail, 2014 : 43).
a. Sebagai tempat mengimpun dana dari masyarakat atau dunia
usahadalam bentuk tabungan (Mudharobah) dan giro (wadiah).
Serta menyalurkan kepada sektor riil yang membutuhkan.
b. Sebagai tempat investasi bagi duia usaha (baik dana modal
maupun dana investasi). Dengan menggunakan alat - alat yang
menggunakan prinsip syariah, seperti al-Murabahah (pembiayaan
jual-beli barang), al-Mudharobah (Pembiayaan bagi hasil), al-
musyarakah (Pembiayaan penyertaan modal) dan al-ijarah.
c. Menawarkan jasa keuangan berdasarkan upah dalam sebuah
kontrak perwakilanatau penyewaan seperti garansi, transfer dan
L/C (letter of Credit).
d. Memberikan jasa sosialseperti pinjaman kebajikan (qardhul
hasan). Zakat dan dana sosial lainnya sesuai dengan syariat islam.
F. Literasi Keuangan
1. Definisi Literasi Keuangan
Menurut lembaga Otoritas Jasa Keuangan (2013) menyatakan
bahwa secara definisi literasi diartikan sebagai kemampuan
memahami. Jadi literasi keuangan adalah kemampuan mengelola dana
yang dimiliki agar berkembang dan hidup bisa lebih sejahtera dimasa
yang akan datang OJK mengatakan bahwa hal penting dari program
literasi keuangan adalah untuk melakukan edukasi dibidang keuangan
kepada masyarakat agar dapat mengelola keuangan secara pintar, agar
rendahnya pengetahuan akan industri keuangan dapat diatasi dan
masyarakat tidak akan mudah tertipu. Terhadap investasi-investasi
bodong. (www.ojk.go.id, n.d.).
Literasi keuangan adalah kemampuan seseorang individu untuk
mengambil keputusan dalam hal pengaturan keuangan pribadinya.
Sedangkan menurut Sri Lestari yang dikutip dari (Lisa Xu dan Bilal
Zia, 2012) Financial Literacy merupakan kesadaran dan pengatahuan
tentang produk-produk keuangan, lembaga keuangan, dan konsep
mengenai keterampilan dalam mengelola keuangan. Literasi keuangan
juga dapat diartikan atau dipahami sebagai pengetahuan dan
kemampuan untuk mengelola keuangan guna meningkatan
kesejahteraan.
Literasi keuangan juga merupakan perangkat penentu utama
dalam mewujudkan keuangan inklusi yang mana tahapan ini
mengandung muatan-muatan pengenalan basic knowledge dan basic
skill dalam memahami sektor keuangan. Tahap literasi ini penting
dalam sektor keuangan, tanpa bisa memahami karakteristik produk dan
profil risiko keuangan, dapat menyebabkan potensi menjadi korban
transaksi keuangan
Aktivitas yang paling penting dalam tahapan ini adalah
sosialisasi dan edukasi secara masif terkait jenis, karakter, dan profil
risiko masing-masing produk keuangan serta dasar-dasar pengelolaan
keuangan yang baik. Literasi tidak akan tercapai hanya dengan
membangun kesadaran terhadap sektor keuangan saja melainkan harus
ada program penunjang literasi tersebut. dalam hal ini terdapat empat
tahapan dalam literasi keuangan yaitu literasi, penetration, density,
dan delivery.
a. Literacy merupakan perangkat utama dalam mewujudkan
financial inclusion, tahapan ini mengandung muatan pengenalan
basic knowledge dan basic skill dalam memahami sektor
keuangan dengan program yang dijalankan seperti edukasi dan
kampanye nasional yang di lakukan oleh OJK (Otoritas Jasa
Keuangan) hal ini sejalan dengan salah satu tujuan Otoritas Jasa
Keuangan sesuai dengan Undang-Undang Otoritas Jasa
Keuangan Nomor. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa
Keuangan yang memberikan amanat kepada Otoritas Jasa
Keuangan untuk melakukan edukasi dan perlindungan
konsumen dan masyarakat
OJK (Otoritas Jasa Keuangan) melaksankan program
literasi keuangan dengan tujuan agar masyarakat bukan hanya
menjadi well literate dalam masalah keuangan, melainkan juga
menggunakan produk dan jasa keuangan untuk memenuhi
kebutuhan keuangan mereka sebagai salah satu bentuk
implementasi
Edukasi dan kampanye yang dilakukan oleh OJK (Otoritas
Jasa Keuangan) dilakukan dengan menyusun program edukasi
dan kampanye nasional literasi keuangan, melaksanakan edukasi
dan kampanye nasional literasi keuangan Penetration
merupakan tahapan lanjutan dalam mewujudkan literasi
keuangan, dalam tahap ini masyarakat sudah memiliki
kesadaran tentang kebutuhan layanan keuangan. Kebutuhan
paling penting dalam tahap ini adalah supply side layanan
keuangan, baik yang berupa produk maupun infrastruktur
layanan keuangan baik berupa produk maupun infrastruktur
layanan seperti kantor, agen, teknologi informasi. Dalam
program strategi yang di lakukan OJK (Otoritas Jasa Keuangan).
bekerjasama dengan Industri Jasa Keuangan melaksanakan
program seperti kuliah umum, training of trainer, edu expo.
b. Penetration merupakan tahapan lanjutan dalam mewujudkan
literasi keuangan, dalam tahap ini masyarakat sudah memiliki
kesadaran tentang kebutuhan layanan keuangan.34 Kebutuhan
paling penting dalam tahap ini adalah supply side layanan
keuangan, baik yang berupa produk maupun infrastruktur
layanan keuangan baik berupa produk maupun infrastruktur
layanan seperti kantor, agen, teknologi informasi. Dalam
program strategi yang di lakukan OJK (Otoritas Jasa Keuangan).
bekerjasama dengan Industri Jasa Keuangan melaksanakan
program seperti kuliah umum, training of trainer
c. Density merupakan tahap di mana kondisi masyarakat sebagai
konsumen dan lembaga jasa keuangan sebagai produsen sudah
berada dalam kondisi memenuhi syarat untuk membangun
jalinan kerjasama. Dalam tahap ini yang paling penting adalah
adanya desain produk dan layanan keuangan yang menarik dan
dapat diterima di pasar. KUR merupakan contoh dari segi
Density.
d. Delivery merupakan tahap dimana literasi keuangan dan
financial inclusion sudah terjadi, ditandai dengan fakta bahwa
produk dan layanan keuangan yang dapat diterima dengan baik
oleh pasar. Pada tahap ini kebutuhan yang paling penting adalah
lembaga keuangan harus memilih jalur distribusi (delivery
channel) yang dekat, mudah dijangkau oleh rakyat kecil, dan
murah. Seperti pada program laku pandai yaitu layanan
keuangan tanpa kantor dalam rangka keuangan inklusif.
2. Indikator Literasi Keuangan
Pelaksanaan Edukasi dalam rangka meningkatkan keuangan
masyarakat sangat diperlukan karena berdasarkan survei yang
dilakukan oleh OJK pada 2013, bahwa tingkat literasi keuangan
penduduk Indonesia dibagi menjadi empat bagian, yakni:
(www.ojk.go.id, n.d.)
1. Well literate (21,84 %), yakni memiliki pengetahuan dan
keyakinan tentang lembaga jasa keuangan serta produk jasa
keuangan, termasuk fitur, manfaat dan risiko, hak dan kewajiban
terkait produk dan jasa keuangan, serta memiliki keterampilan
dalam menggunakan produk dan jasa keuangan.
2. Sufficient literate (75,69 %), memiliki pengetahuan dan
keyakinan tentang lembaga jasa keuangan serta produk dan jasa
keuangan, termasuk fitur, manfaat dan risiko, hak dan kewajiban
terkait produk dan jasa keuangan.
3. Less literate (2,06 %), hanya memiliki pengetahuan tentang
lembaga jasa keuangan, produk dan jasa keuangan
4. Not literate (0,41%), tidak memiliki pengetahuan dan keyakinan
terhadap lembaga jasa keuangan serta produk dan jasa keuangan,
serta tidak memiliki keterampilan dalam menggunakan produk
dan jasa keuangan.
Mendapatkan pemahaman mengenai manfaat dan risiko produk
dan layanan jasa keuangan. Literasi Keuangan juga memberikan
manfaat yang besar bagi sektor jasa keuangan. Lembaga keuangan dan
masyarakat saling membutuhkan satu sama lain sehingga semakin
tinggi tingkat Literasi Keuangan masyarakat, maka semakin banyak
masyarakat yang akan memanfaatkan produk dan layanan jasa
keuangan.(www.ojk.go.id, n.d.)
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Literasi Keuangan
Berdasarkan hasil survey Nasional Literasi Keuangan dan
Inklusi Keuangan faktor yang dapat mempengaruhi tingkat literasi
keuangan sebagai berikut: (www.ojk.go.id, n.d.)
1. Tingkat Pendidikan
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin
tinggi pula tingkat literasi keuangan orang tersebut.
2. Strata Sosial
Semakin tinggi kelas strata sosial masyarakat maka akan semakin
tinggi pula tingkat literasinya.Kelompok strata sosial dikelompokan
atas dasar pengeluaran per bulan per kapita.
3. Kelompok Usia
Semakin dewasa usia kelompok masyarakat maka akan semakin
tinggi pula tingkat literasinya yang dipengaruhi oleh tingkat pola
pikir masyrakat tersebut.
4. Tujuan Literasi Keuangan
Literasi Keuangan memiliki tujuan jangka panjang bagi seluruh
golongan masyarakat, yaitu: (www.ojk.go.id, n.d.)
Meningkatkan literasi seseorang yang sebelumnya less literate
atau not literate menjadi well literate; Meningkatkan jumlah
pengguna produk dan layanan jasa keuangan.
Agar masyarakat luas dapat menentukan produk dan layanan
jasa keuangan yang sesuai dengan kebutuhan, masyarakat harus
memahami dengan benar manfaat dan risiko, mengetahui hak dan
kewajiban serta meyakini bahwa produk dan layanan jasa keuangan
yang dipilih dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
5. Manfaat Literasi Keuangan
Literasi keuangan merupakan program nasional untuk
meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat memiliki
berbagai manfaat sebagai berikut: (www.ojk.go.id, n.d.)
a. Bagi industri keuangan
1) Semakin tinggi potensi transaksi keuangan yang dilakukan
masyarakat maka potensi keuangan yang diperoleh lemabaga
jasa keuangan semakin besar.
2) Memotivasi lembaga jasa keuangan mengembangkan produk
dan layanan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
b. Bagi masyarakat
1) Mampu memilih dan memanfaatkan produk dan jasa keuangan.
2) Memiliki kemampuan dalam melakukan perencanaan keuangan
dengan lebih baik.
3) Terhindar dari aktifitas investasi pada instrumen keuangan
yang tidak jelas. Dan Mendapatkan pemahaman mengenai
manfaat dan risiko produk dan jasa keuangan.
c. Ekonomi makro
1) Semakin masyarakat yang well literate semakin banyak jumlah
pengguna produk dan jasa keuangan sehingga pada akhirnya
akan menciptakan pemerataan kesejahteraan.
2) Semakin banyak yang menabung dan berinvestasi diharapkan
sumber dana untuk pembangunan semakin meningkat.
3) Semakin banyak orang yang memanfaatkan dana lembaga jasa
keuangan, intermediasi disektor jasa keuangan diharapkan
semakin besar.
Literasi keuangan masyarakat berdasarkan strategi nasional litersi
keuangan indonesia dibagai menjadi empat, yaitu:
Tabel 2.1
Klasifikasi Literasi Keuangan Masyarakat (OJK)
Kategori Keterangan
Well Literate
(Memahami
dengan baik)
Memiliki pemahaman dan keyakinan tentang
lembaga jasa keuangan, termasuk fitur, manfaat dan
risiko, hak dan kewajiban terkait produk dan jasa
keuangan, serta memiliki keterampilan dalam
menggunakan produk dan jasa keuangan.
Sufficient
Literate (Cukup
Memahami)
Memiliki pemahaman dan keyakinan tentang
lembaga jasa keuangan serta produk jasa keuangan,
hak dan kewajiban terkait produk dan jasa keuangan.
Less Literate
(Kurang
Memahami)
Hanya memiliki pengetahuan tentang lembaga jasa
keuangan, produk dan jasa keuangan.
Not Literate
(Tidak
Memahami)
Tidak memiliki pemahaman dan keyakinan tentang
lembaga jasa keuangan, termasuk fitur, manfaat dan
risiko, hak dan kewajiban terkait produk dan jasa
keuangan, serta tidak memiliki keterampilan dalam
menggunakan produk dan jasa keuangan.
Sumber : www.ojk.go.id.
6. Konsep Dasar Literasi Keuangan
Literasi keuangan (financial literacy) yang artinya melek
keuangan, menurut buku podoman Strategi Nasional Literasi
Keuangan Indonesia, yang dimaksud dengan literasi keuangan adalah
rangkaian proses atau aktivitas untuk meningkatkan pengetahuan
(knowledge), keyakinan (confidence) dan ketrampilan (skill)
konsumen dan masyarakat luas sehingga mereka mampu mengelola
keuangan yanglebih baik.1 Berdasarkan pengertian tersebut, dapat
disimpulkan bahwa konsumen produk dan jasa keuangan maupun
masyarakat luas diharapkan tidak hanya mengetahui dan memahami
lembaga jasa keuangan serta produk dan jasa keuangan, melainkan
juga dapat mengubah atau memperbaiki perilaku masyarakat dalam
pengelolaan keuangan sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan
mereka. Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa
konsumen produk dan jasa keuangan maupun masyarakat luas
diharapkan tidak hanya mengetahui dan memahami lembaga jasa
keuangan serta produk dan jasa keuangan, melainkan juga dapat
mengubah atau memperbaiki perilaku masyarakat dalam pengelolaan
keuangan sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan mereka
(www.ojk.go.id, 2014, p. 4). Konsep literasi keuangan syariah tidak
terlepas dari konsep dasar ekonomi islam yaitu larangan bunga (riba),
larangan ketidakpastiaan (gharar), dan larangan perjudian (maysir).
G. Persepsi Manfaat
1. Definisi Persepsi Manfaat
Persepsi merupakan suatu proses yang timbul akibat adanya
sensasi dimana sensasi adalah aktivitas merasakan atau penyebab
keadaan emosi yang menggembirakan. Sensasi juga dapat
didefinisikan sebagai tanggapan yang cepat dari indera penerima kita
terhadap stimulidasar seperti cahaya, warna, dan suara. Dengan adaya
itu semua, persepsi akan timbul. Menurut Stanton (2001), “ persepsi
dapat didefinisikan sebagai makna yang kita pertalikan berdasarkan
pengalaman masa lalu, stimuli atau rangsangan-rangsangan yang kita
terima melalui lima indera”. Sedangkan menurut Hawkins dan Coney
(2005), “Persepsi adalah proses bagaimana stimuli itu diseleksi,
diorganisasi, dan di interpretasikan.” Persepsi kita dibentuk oleh
pertama karakteristik dari stimuli, kedua hubungan stimuli dengan
sekelilingnya, dan ketiga kondisi didalam diri kita sendiri.stimulus
adalah setiap bentuk fisik, visual, atau komunikasi verbal yang dapat
mempengaruhi tanggapan individu. Persepsi setiap orang berbeda-beda
terhadap suatu objek. Oleeh karena persepsi memiliki sifat subjektif.
Perssepsi yang dibentuk oleh seseorang berbeda dipengaruhi oleh
pikiran dan lingkungan sekitar. Persepsi secara substansial bisa sangat
berbeda dengan realita.
Davis et al. (1989:320) mendefinisikan perceived usefulness
sebagai keyakinan akan kemanfaatan, yaitu tingkatan dimana user
percaya bahwa penggunaan teknologi/sistem akan meningkatkan
performa mereka dalam bekerja. Perceived usefulness (persepsi
manfaat) didefinisi sebagai sejauh mana seseorang meyakini bahwa
penggunaan sistem informasi tertentu akan meningkatkan kinerjanya.
Dari definisi tersebut diketahui bahwa persepsi kemanfaatan
merupakan suatu kepercayaan tentang proses pengambilan keputusan.
Jika seseorang merasa percaya bahwa sistem berguna maka dia akan
menggunakannya. Sebaliknya jika seseorang merasa percaya bahwa
sistem informasi kurang berguna maka dia tidak akan
menggunakannya. Davis (1989) dalam Jogiyanto (2007:152) guna
membentuk konstruk persepsi manfaat menggunakan 6 buah item
yaitu:
a. Work more quickly
b. Job performance
c. Increase Productivity
d. Effectiveness
e. Makes Job easier dan Usefull
H. Regulasi Bank Indonesia
1. Definisi Regulasi
Menurut Coghill (1999) dalam Mirfazli dan Nurdiono (2007)
regulasi pemerintah dapat dipahami sebagai bagian yang tidak dapat
dipisahkan dari lingkungan perusahaan, sebab sebagai badan pembuat
peraturan(Regulatory Body) pemerintah memiliki peran signifikan
trehadap kebijakan yang dibuat oleh perusahaan terhadap lingkungan
eksternalnya. Menurut Freeman (1984) Peran pemerintah menjadi
penting karena pemerintah juga merupakan bagian slah satu komponen
stakeholder perusahaan (Basuki dan Corry N.P., 2011: 26-27).
Regulasi merupakan sesuatu yang tidak bebas nilai karena
didalam proses pembuatannya pasti terdapat tarik menarik yang
kuat antara kepentingan publik, pemilik modal dan pemerintah
(Basuki dan Corry N.P., 2011: 29-30).
2. Regulasi Keuangan Digital
Adapun regulasi pemerintah mengenai keuangan digital yaitu:
nomor 18/ 17 /PBI/2016. Tentang perubahan kedua atas peraturan
bank indonesia nomor 11/12/PBI/2009 tentang uang elektronik
(electronic money. Beberapa ketentuan dalam Peraturan Bank
Indonesia Nomor11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik (Electronic
Money) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
65,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5001)sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank
IndonesiaNomor 16/8/PBI/2014 (Lembaran Negara Republik
IndonesiaTahun 2014 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara
RepublikIndonesia Nomor 5524) diubah sebagai berikut. Ketentuan
Pasal 24D diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
1. Pasal 24D
Penyelenggaraan LKD melalui Agen LKD individu hanya
dapat dilakukan oleh Penerbit berupa Bank. (Penerbit berupa Bank
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
1.) berbadan hukum Indonesia;
2.) merupakan bank umum yang memenuhi kriteria: a.) Bank
Umum berdasarkan Kegiatan Usaha (BUKU) 3 dan 4; atau
Bank Pembangunan Daerah kategori Bank Umum
berdasarkan Kegiatan Usaha (BUKU) 1 dan 2 yang memiliki
sistem teknologi informasi yang memadai, serta profil mandat
penyaluran program bantuan sosial; dan memenuhi
persyaratan operasional yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
I. Kesesuaian Harga
1. Definisi Harga
Harga menurut kotler adalah sejumlah uang yang dibebankan
pada suatu produk tertentu (Suntoyo, 2012). Harga merupakan satuan
moneter atau ukuran lainnya (termasuk barang dan jasa lainnya) yang
ditukarkan agar memperoleh hak kepemelikan atau penggunaan suatu
barang atau jasa.(Tjiptono, 2007) Harga adalah jumlah uang (ditambah
beberapa produk kalau mungkin) yang dibutuhkan untuk mendapatkan
sejumlah kombinasi dari produk dan pelayanannya. Harga adalah
sejumlah uang yang ditagihkan untuk suatu produk atau jasa, atau
jumlah dari nilai yang ditukarkan para pelanggan untuk memperoleh
manfaat dari memiliki atau menggunakan suatu produk dan jasa Jadi
dapat disimpulkan definisi harga adalah sejumlah uang yang harus
dibayar oleh konsumen atau pembeliuntuk mendapatkan produk yang
ditawarkan oleh penjual.
2. Harga dalam Perspektif Islam
Dalam fiqh islam dikena dua istilah berbeda mengenai harga
suatu barang, yaitu as-saman dan as-si’r as-saman adalah patokan
harga suatu barang, sedangkan as-si’r adalah harga yang berlaku
secara aktual didalam pasar. Ulama fiqh membagi as-si’r menjadi dua
macam. Pertama, harga yang berlaku secara alami, tanpa campur
tangan pemerintah. Dalam hal ini pedagang bebas menjual barang
dengan harga yang wajar, dengan mempertimbangkan keuntungannya.
Pemerintah, dalam harga yang berlaku secara alami, tidak boleh
campur tangan karena campur tangan pemerintah dalam kasus ini
dapat membatasi kebebasan dan merugikan hak para pedagang ataupun
produsen. Kedua harga suatu komoditas yang ditetapkan pemerintah
setelah mempertimbangkan modaldan keuntungan wajar bagi
pedagang maupun produsen serta melihat keadaan ekonomi yang riil
dan daya beli masyarakat (Setiawan Budi Utomo, 2003, p. 90).
J. Minat Menggunakan
Minat sebagai aspek kejiwaan bukan hanya mewarnai perilaku
seseorang untuk melakukan aktivitas yang menyebabkan seseorang
merasa tertarik kepada sesuatu, tetapi juga dapat dikatakan sebagai
sikap subyek atas dasar adanya kebutuhan dan keinginan untuk
memenuhi kebutuhan. Minat dalam kamus besar bahasa Indonesia
diartikan sebagai kecenderungan hati yang tinggai terhadap sesuatu
gairah atau keinginan (W.J.S. Poerdamanta, 2006: 1181).
Minat merupakan kecenderungan yang menetap dan subyek
untuk merasa tertarik pada bidang atau hal tertentu dan merasa senang
berkecimpung dalam suatu hal. Perasaan senang akan menimbulkan
pula minat yang diperkuat lagi oleh sikap positif yang sama
diantaranya hal-hal tersebut timbul terlebih dahulu sukar ditentukan
secara pasti (Winkel W.S., 1993: 30). Minat adalah suatu rasa lebih
suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas tanpa ada yang
menyuruh (Slameto, 2010: 180).
Sedangkan menurut Andi Mappiere minat ialah suatu perangkat
mental yang terdiri dari suatu campuran dari perasaan, harapan,
pendirian, prasangka atau kecenderungan lain yang mengarahkan
individu kepada suatu pilihan (Andi Mappiere, 1997: 62)
Minat diartikan sebagai kecenderungan untuk memberikan
perhatian dan bertindak terhadap orang, aktifitas, atau situasi yang
menjadi objek tersebut dengan disertasi perasaan senang (Abdul R.
Saleh, 2004: 264). Sedangkan menurut Djali dalam bukunya Psikologi
Pendidikan mengungkapkan bahwa minat adalah rasa lebih suka dan
rasa ketertarikan pada suatu hal aktifitas. Minat pada dasarnya
penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu
diluar diri. Semakin kuat atau dekat hubungan tersebut, maka akan
semakin besar minatnya (Djaali, 2008: 212). Adapun faktor-faktor
yang melatar belakangi timbulnya minat yakni sebagai berikut (Djaali,
2008: 264):
a. Faktor dorongan dari dalam individu
Faktor ini merupakan rasa ingin tahu atau dorongan untuk
menghasilkan suatu yang baru dan berbeda. Dorongan ini dapat
membuat seseorang berminat belajar, membaca, menuntut ilmu
atau melakukan aktivitas lainnya.
b. Faktor motif sosial
Faktor ini dapat membangkitkan minat untuk melakukan
aktivitas tertentu, karena adanya hasrat untuk memperoleh
penghargaan dari orang lain.
c. Faktor emosional
Faktor ini berkaitan dengan minat secara emosi. Misalnya
keberhasilan akan menimbulkan perasaan puas dan dapat
meningkatkan minat, begitupun sebaliknya.
Nasabah adalah konsumen-konsumen sebagai penyedia dana.
Sedangkan pengertian nasabah menurut kamus besar bahasa Indonesia
adalah orang yang biasa berhubungan dengan atau menjadi pelanggan
bank (dalam hal keuangan) (Djaslim, Saladin, 1997: 683).
Jadi dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan minat
nasabah adalah daya tarik yang timbul oleh obyek tertentu yang
membuat orang merasa senang dalam mempunyai keinginan
berkecimpung atau berhubungan dengan obyek tersebut sehingga
timbul suatu keinginan. Variabel minat indikatornya adalah (Abu
Ahmadi, 1998: 151):
a. Prosedur
b. Kepercayaan
c. Kepuasan
d. Tingkat pengetahuan
e. Loyalitas.
K. Penelitian Terdahulu
Tabel 2.2
Penelitian Terdahulu
No. Nama Judul Persamaan Perbedaan
1. Amin
Hidayat
(2017)
Peran Otoritas Jasa
Keuangan dalam
meningkatkan
literasi keuangan
pada masyarakat
terhadap Lembaga
Jasa Keuangan
Sama – sama
meneliti tentang
literasi
keuangan
Perbedaan yaitu
Penelitian ini
mengarah
kepada Peran
OJK dalam
meningkatkan
Literasi
Keuangan pada
masyarakat
terhadap
Lemabag jasa
keuangan.
2. Ayodya
Dwi
Permadi
(2017)
Persepsi
masyarakat Desa
Pendem Berbah
terhadap penerapan
Branchless
Banking
Sama-sama
meneliti tentang
penerapan
keuangan digital
Perbedaan yaitu
Penelitian ini
mengarah
kepada persepsi
tentang
penerapan
Branchless
banking
3. Khanan
aspek yuridis
keberadaan agen
dalam model
branchless banking
di sistem
perbankan
indonesia
Sama sama
meneliti
keuangan digital
Perbedaan yaitu
Penelitian ini
lebih
menekankan
kepada Hukum
keberadaan agen
dalam keuangan
digital.
4. Muhamad
Sofyan
Abidin
Dampak kebijakan
e-money di
indonesia sebagai
alat pembayaran
baru
Sama–sama
meneliti tentang
kebijakan atau
regulasi
Penerapan
Keuangan
digital
(e-money)
Perbedaan yaitu
Penelitian ini
menekankan
kepada dampak
dari kebijakan e-
money sebagai
alat pembayaran
baru
5. Yesi
Hendriani
Supartoyo.
branchless banking
mewujudkan
keuangan inklusif
sebagai alternatif
solusi inovatif
menanggulangi
kemiskinan: review
dan rekomendasi.
Sama – sama
meneliti tentang
inklusif
keuangan
(monetisasi)
pada perbankan
sebagai
alternatif
menanggulangi
kemiskinan.
Perbedaan yaitu
Penelitian ini
menekankan
kepada Solusi
penanggulangan
Kemiskinan dari
penerapan
branchless
banking.
6.. Haikal
Ramadhan
(2016)
perlindungan
hukum terhadap
pengguna uang
elektronik dalam
melakukan
transaksi ditinjau
dari Peraturan
Bank Indonesia
No. 16/8/PBI/2014
Tentang Uang
Elektronik.
Sama – sama
meneliti tentang
Peraturan atau
Regulasi Bank
Sentral tentang
( e- money) atau
keuangan digital
Perbedaan yaitu
Penelitian ini
menekankan
kepada
Perlindungan
Hukum bagi
Pengguna e-
money di tinjau
dari PBI
No.16/PBI/2014
.
7.
.
Habsari
Candradit
ya
(2013)
Analisis
Penggunaan Uang
Elektronik.
Sama sama
meneliti tentang
monetisasi
tentang
penerapan
keuangan digital
(Flazz BCA)
Perbedaan
penelitian ini
menekankan
pada minat dan
manfaat pada
penggunaan
uang elekronik.
8.
Novia
Nengsih
(2015)
Peran perbankan
syaraiah dalam
mengimplementasi
kan keuangan
inklusif
Sama sama
meneliti tentang
penerapan
keuangan
inklusif
Perbedaan
penelitian ini
lebih
menekankan
kepada Peran
perbankan
syariah dalam
penerapan
keuangan
inklusif
Dari beberapa hasil penelitian di atas, penelitian yang akan
dilakukan oleh peneliti menggunakan variabel yang sama dengan
penelitian sebelumnya sehingga adanya penelitian kali ini diposisikan
sebagai pengembangan daripada penelitian penelitian terdahulu.
Pengembangan tersebut diharapkan dapat berguna baik secara ilmiah,
praktis dan akademis.
L. Kerangka Pemikran
Penerapan dan Perkembangan produk Keuangan digital di
indonesia sudah mengalami perkembangan dan kemajuan atau
kenaikan yang cukup siginfikan. namun sejauh ini penerapan
keuangan digital di indonesia masih mengalami kendala dan
keterbatasan oleh lembaga keuangan syariah. Namun dalam penerapan
keuangan digital di bank konvensional maupun syariah di indonesia.
Umumnya produk keuangan digital oleh bank syariah untuk
memudahkan atau memobilisasi keuangan masyarakat serta
memberikan rasa aman bagi masyarakat atau nasabah
Tidak dapat dipungkiri penerapan keuangan digital di indonesia
masih jauh dari kata sempurna, hal ini disebabkan oleh beberapa
faktor. Yang menjadi faktor utama pengetahuan atau litersi keuangan
(Financial literacy) mengenai akan pentingnya Inklusi keuangan,
Faktor yang kedua adalah keinginan dalam menggunakan keuangan
digital dan kesadaran akan pentingya masa depan. Faktor yang ketiga
adalah mengenai regulasi pemerintah yang belum banyak diketahui
oleh masyarakat pengguna produk dalam penerapan Keuangan digital
salah satunya penerapan e-money.
Dalam uraian diatas dapat dilihat dan disimpulkan bahwa
seseorang yang dikategorikan memiliki keinginan dan minat yang
bagus terhadap Penerapan keuangan digital apabila mempunyai literasi
atau pengetahuan yang baik mengenai keuangan digital, menyadari
akan pentingnya rasa aman, kesesuaian harga akan mendorong
masyarakat untuk menggunakan keuangan digital karena harga
memegang peranan penting dalam konsep pemasaran suatu produk dan
regulasi pemerintah yang baik, akan berdampak pada terciptanya
keuangan inklusif bagi seluruh lapisan masyarakat indonesia.
Berdasrkan klasifikasi diatas, maka dapat disusun kerangka
pemikiran dalam penelitian ini, sebagai berikut :
M. Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah pernyataan atau dugaan tentang sesuatu yang
dianggap benar, selain itu juga hipotesis merupakan pernyataan dari
seorang peneliti atau dugaan peneliti yang akan ditelitinya sebagai
jawaban sementara dari suatu permasalahan berdasarkan Rumusan
masalah, penelitian terdahulu dan kerangka pemikiran, maka hipotesis
atau hipotesa dalam penelitian ini sebagai berikut :
H1 Minat Menggunakan berpengaruh positif dan signifikan
terhadap Efektivitas Penggunaan Keuangan Digital.
H2 Terdapat pengaruh Literasi Keuangan, Persepsi Manfaat,
Regulasi Bank Indonesia, Kesesuaian Harga terhadap Minat
Menggunakan Keuangan Digital
Literasi Keuangan
Persepsi Manfaat Minat
Menggunakan
Efektivitas
Penggunaan
Regulasi BI
Kesesuaian Harga