BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Proyekrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/48902/3/Chapter... ·...
Transcript of BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Proyekrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/48902/3/Chapter... ·...
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Proyek
Proyek adalah suatu usaha atau aktivitas yang kompleks, tidak rutin,
dibatasi oleh waktu, anggaran, resources dan spesifikasi performansi yang dirancang
untuk memenuhi kebutuhan konsumen. (Nurhayati, 2010)
Menurut Iman Soeharto (2002) bahwa Proyek memiliki beberapa ciri-ciri
khusus yakni:
1. Memiliki tujuan yang berupa produk akhir atau hasil kerja akhir
2. Dalam prosesnya ditentukan jumlah biaya, jadwal serta kriteria mutu yang
harus ditetapkan
3. Bersifat sementara, dalam arti mempunyai umur yang dibatasi oleh selesainya
tugas atau kegiatan dalam proyek
4. Bersifat nonrutin, dalam arti tidak berulang-ulang.
Kompleksitas suatu proyek dinilai dari jumlah jenis kegiatan yang terdapat
dalam pengerjaan sebuah proyek, hubungan ketergantungan antar kegiatan dan
hubungan ketergantungan setiap kegiatan dengan pihak luar.
Berdasarkan Aktivitas yang terdapat dalam suatu proyek, maka proyek
dapat dibagi menjadi beberapa jenis, yakni :
1. Proyek Konstruksi
Proyek ini mencakup kegiatan yang berhubungan dengan pembangunan
konstruksi seperti; Jembatan, Perumahan, Jalan Layang dan lain-lain.
2. Proyek Manufaktur
Proyek ini mencakup kegiatan yang bertujuan untuk menghasilkan produk
baru.
Universitas Sumatera Utara
5
3. Proyek Pelayanan Manajemen
4. Proyek Penelitian dan Pengembangan
5. Proyek Kapital
Dalam Pelaksanaanya Proyek mempunyai tiga sasaran utama yang menjadi
parameter keberhasilan suatu Proyek yakni:
1. Jadwal
Jadwal Adalah salah satu faktor penentu apakah proyek yang sedang
dilaksanakan berhasil. Dalam hal ini jadwal mengandung nilai waktu yang dibatasi
oleh selesainya pekerjaan yang telah disepakati. Penjadwalan adalah hal yang penting
dalam menyusun rencana pelaksanaan sebuah proyek karena penjadwalan merupakan
salah satu alat untuk mengawasi kinerja produksi sebuah proyek.
2. Biaya
Setiap perencanaan pembuatan sebuah proyek harus memiliki anggaran biaya.
Anggara biaya diperkirakan berdasarkan ongkos produksi baik biaya materiil maupun
tenaga kerja dan harus membuat cadangan biaya atau biaya untuk kegiatan-kegiatan
yang tidak terduga seperti biaya yang timbul akibat keterlambatan produksi.
Keberhasilan proyek juga ditentukan oleh biaya minimum yang dalam
pelaksaaannya tidak melebihi anggaran
3. Mutu
Hasil kegiatan proyek harus memenuhi spesifikasi dan criteria yang telah
disepakati. Memenuhi persyaratan mutu berarti mampu memenuhi tugas yang
dimaksdu, sebgai contoh proyek pembangunan gedung sekolah maka criteria yang
harus dipenuhi adalah gedung sekolah harus bisa dipakai dalam kurun waktu yang
telah ditentukan dalam perencanaan.
2.2 Jaringan Kerja (Nework Planning)
Manfaat utama dari pembuatan jaringan kerja adalah :
a. Dapat membuat perencanaan secara terperinci karena dengan menggunakan
network planning kita harus membuat logika ketergantungan yang memaksa
kita memperhitungkan setiap kegiatan sebelumnya. Dengan membuat
Universitas Sumatera Utara
6
perkiraan ini maka kita dapat mengetahui kendala-kendala yang mungkin akan
timbul dan dapat mengambil tindakan antisipasi sebelum kendala itu terjadi.
b. Dalam network planning kita akan mengetahui waktu penyelesaian yang kritis
dan yang mana yang tidak, sehingga kita mengetahui bagaimana melakukan
pembagian usaha untuk mendapatkan waktu optimum.
2.3 Metode PERT
Pada prosedur penjadualan dengan metode CPM diasumsikan bahwa durasi
suatu kegiatan proyek dianggap telah diketahui secara pasti. Dalam kenyataannya
prosedur penjadualan melalui proses yang dinamakan estimasi (estimasi durasi
maupun estimasi biaya). Ciri utama dari estimasi adalah mengandung unsur
ketidakpastian. Hal ini sesuai dengan karakteristik proyek konstruksi yaitu tingkat
resiko yang tinggi terhadap setiap perubahan yang terjadi. Cara yang formal untuk
memasukkan ketidakpastian pada penjadualan adalah dengan menganalisis
penjadualannya secara probalistik, dalam hal ini dapat digunakan PERT scheduling
(Ervianto,2004)
PERT (Program Evaluation Review Techique) dikembangkan sejak tahun
1958 oleh US Navy dalam proyek pengembangan Polaris Missile System. Teknik ini
mampu mereduksi waktu selama dua tahun dalam pengembangan sistem senjata
tersebut dan sejak itu mulai digunakan secara luas
PERT memakai pendekatan yang menganggap bahwa kurun waktu kegiatan
tergantung pada banyak faktor dan variasi, sehingga lebih baik perkiraan diberi
rentang (range), yaitu memakai tiga angka estimasi. PERT juga memperkenalkan
parameter lain yang mencoba ‟mengukur‟ ketidakpastian tersebut secara kuantitatif
seperti ‟deviasi standar‟ dan ‟varians‟. Dengan demikian, metode ini memiliki cara
yang spesifik untuk menghadapi ketikdakpastian yang memang hampir selalu terjadi
pada kenyataannya dan mengakomodasikannya adalah bentuk perhitungan. PERT
lebih berorientasi ke terjadinya peristiwa (event oriented) sedangkan CPM condong ke
orientasi kegiatan (activity oriented). ( Soeharto, 1999 )
Universitas Sumatera Utara
7
Dalam metode PERT, diketahui ada tiga buah estimasi durasi setiap kegiatan,
sedangkan dalam CPM hanya diperoleh satu estimasi durasi. Ketiga estimasi durasi
tersebut adalah:
- a = kurun waktu optimistik (optimistic duration time)
Merupakan waktu tersingkat untuk menyelesaikan kegiatan bila segala
sesuatu berjalan mulus. Waktu demikian diungguli hanya sekali dalam
seratus kali bila kegiatan tersebut dilakukan berulang-ulang dengan
kondisi yang hampir sama.
- m = kurun waktu paling mungkin (most likely time)
Merupakan kurun waktu paling sering terjadi dibandingkan dengan yang
lain bila kegiatan dilakukan berulang-ulang dengan kondisi yang hampir
sama.
- b = kurun waktu pesimistik (pessimistic duration time)
Merupakan waktu yang paling lama untuk menyelesaikan kegiatan, yaitu
bila segala sesuatunya serba tidak baik. Waktu demikian dilampaui hanya
sekali dalam seratus kali, bila kegiatan tersebut dilakukan berulang-ulang
dengan kondisi yang hampir sama.
2.3.1 Teori Probabilitas
Seperti telah disebutkan diatas bahwa tujuan menggunakan tiga angka estimasi
adalah untuk memberikan rentang yang lebih besar dalam melakukan estimasi kurun
waktu kegiatan dibanding satu angka determistik. Pada dasarnya teori probabilitas
dimaksudkan untuk mengkaji dan mengukur ketidakpastian (uncertainty) serta
mencoba menjelaskan secara kuantitatif.
1. Kurva distribusi dan variabel a,b, dan m
Dari kurva distribusi dapat dijelaskan arti dari a,b, dan m. Kurun waktu yang
dihasilkan puncak kurva adalah m, yaitu kurun waktu yang paling banyak terjadi
atau juga disebut the most likely time. Adapun angka a dan b terletak (hampir)
diujung kiri dan kanan dari kurva distribusi, yang memandai batas lebar rentang
waktu kegiatan. Kurva distribusi kegiatan seperti diatas pada umumnya
berbentuk asimetris dan disebut kurva beta seperti terlihat dalam gambar 2.1
Universitas Sumatera Utara
8
Gambar 2.1 Kurva distribusi asimetris (beta) dengan a, m, dan b ( Soeharto,
1999 )
2. Kurva Distribusi dan Kurun Waktu yang Diharapkan (te)
Setelah menentukan estimasi angka-angka a,m, dan b maka tindakan
selanjutnya adalah merumuskan hubungan ketiga angka tersebut menjadi satu
angka yang disebut te atau kurun waktu yang diharapkan (expected duration
time). Angka te adalah angka rata – rata kalau kegiatan tersebut dikerjakan
berulang – ulang dalam jumlah yang besar. Dalam menentukan te dipakai
asumsi bahwa kemungkinan terjadinya peristiwa optimistik (a) dan pesimistik
(b) adalah sama. Sedangkan jumlah kemungkinan terjadinya peristiwa paling
mungkin (m) adalah 4 kali lebih besar dari kedua peristiwa di atas (Soeharto,
1999). Sehingga bila ditulis dengan rumus adalah sebagai berikut:
Kurun waktu kegiatan yang diharapkan :
Te = (a + 4m + b) (1/6).
3. Estimasi Angka – angka a, b, dan m
Mengingat besarnya pengaruh angka – angka a, b, dan m dalam metode
PERT maka perlu diperhatikan beberapa hal dalam estimasi angka tersebut
diantaranya:
- Estimator perlu mengetahui fungsi dari a, b, dan m dalam hubungannya
dengan perhitungan dan pengaruhnya terhadap metode PERT secara
keseluruhan. Bila tidak dikhawatirkan akan mengambil angka estimasi kurun
waktu yang tidak sesuai atau tidak membawakan pengertian yang dimaksud.
Universitas Sumatera Utara
9
- Dalam proses estimasi angka a, b, dan m bagi masing – masing kegiatan
jangan sampai dipengaruhi atau dihubungkan dengan target waktu
penyelesaian proyek.
- Bila tersedia data pengalaman masa lalu (historical record) maka data itu
dapat digunakan untuk bahan pembanding.
Jadi perlu digaris bawahi bahwa estimasi a, b, dan m hendaknya bersifat
berdiri sendiri, artinya bebas dari pertimbangan – pertimbangan pengaruhnya
terhadap komponen kegiatan yang lain, ataupun terhadap jadwal proyek secara
keseluruhan. Karena bila ini terjadi akan mengurangi faedah metode PERT yang
menggunakan unsur probability dalam merencanakan kurun waktu kegiatan.
4. Identifikasi jalur Kritis dan Slack
Dengan menggunakan konsep te dan angka-angka waktu paling awal
peristiwa terjadi ( the earliest time of occurance – TE), dan waktu paling akhir
peristiwa terjadi ( the latest time of occurance – TL), maka identifikasi kegiatan
kritis, jalur kritis dan slack dapat dikerjakan seperti halnya pada CPM
( Soeharto, 1999)
5. Deviasi Standar kegiatan dan Varians kegiatan
Estimasi kurun waktu kegiatan metode PERT memakai rentang waktu dan
bukan satu kurun waktu yang relatif mudah dibayangkan. Rentang waktu ini
menandai derajat ketidakpastian yang berkaitan dengan estimasi kurun waktu
kegiatan. Berapa besarnya ketidakpastian ini tergantung pada besarnya angka
yang diperkirakan untuk a dan b. Pada PERT parameter yang menjelaskan
masalah ini dikenal sebagai Deviasi Standar atau Varians. Berdasarkan ilmu
statistik, angka deviasi standar sebesar 1/6 dari rentang distribusi (b-a) atau bial
ditulis dengan rumus menjadi sebagai berikut :
Deviasi Standar Kegiatan
S = (1/6) (b-a)
Varians Kegiatan
V(te) = S2 = { (1/6) (b-a) }
2
Universitas Sumatera Utara
10
6. Deviasi Standar kegiatan dan Varians Peristiwa V(TE)
Titik waktu terjadinya peristiwa (event time) menurut J. Moder (1983)
berdasarkan teori ”central limit theorem” maka kurva distribusi peristiwa atau
kejadian (event time distribution curve) bersifat simetris disebut Kurva
Distribusi Normal. Kurva ini berbentuk genta seperti terlihat dalam gambar 2.2
\\\
Gambar 2.2 Kurva distribusi untuk peristiwa/kejadian disebut kurva distribusi
normal dan berbentuk genta ( Soeharto, 1999 )
Sifat – sifat kurva distribusi normal adalah sebagai berikut:
Seluas 68% area di bawah kurva terletak dalam rentang 2S
Seluas 95% area di bawah kurva terletak dalam rentang 4S
Seluas 99,7% area di bawah kurva terletak dalam rentang 6S
7. Target Jadwal Penyelesaian ( TD )
Pada penyelenggaraan proyek sering dijumpai sejumlah tonggak kemajuan
(milestone) dengan masing-masing target atau tanggal penyelesaian yang telah
ditentukan. Pimpinan proyek atau pemilik acapkali menginginkan suatu analisis
untuk mengetahui kemungkinan / kepastian mencapai target jadwal tersebut.
Hubungan antara waktu yang diharapkan (TE) dengan target T(d) pada metode
PERT dinyatakan dengan z dan dirumuskan sebagai berikut:
Deviasi z =S
TEdT )(
Universitas Sumatera Utara
11
2.4 Metode CPM
Metode jalur kritis (critical path method) ini diperkenalkan menjelang akhir
dekade 1950-an oleh suatu tim engineer dan ahli matematika dari perusahaan Du-Pont
bekerja sama dengan Rand Corporation dalam usaha mengembangkan sistem kontrol
manajemen. Sistem ini dimaksudkan untuk merencanakan dan mengendalikan
sejumlah besar kegiatan yang memiliki hubungan ketergantungan yang kompleks
dalam masalah desain-engineering, konstruksi dan pemeliharaan.
Pada metode jaringan kerja dikenal adanya jalur kritis, yaitu jalur yang memiliki
rangkaian komponen-komponen kegiatan, dengan total jumlah waktu terlama dan
menunjukkan kurun waktu penyelesaian proyek yang tercepat. Jadi jalur kritis terdiri
dari rangkaian kegiatan kritis proyek. Makna jalur kritis penting bagi pelaksanaan
proyek, karena pada jalur ini terletak kegiatan-kegiatan yang bila pelaksanaannya
terlambat, akan menyebabkan keterlambatan proyek secara keseluruhan. Kadang-
kadang dijumpai lebih dari satu jalur kritis dalam jaringan kerja ( Soeharto, 1999 ).
2.4.1 Terminologi dan Perhitungan
Beberapa terminologi/rumus dalam identifikasi jalur kritis -rumus perhitungan:
TE = E
Waktu paling awal peristiwa ( node/event ) dapat terjadi ( Earliest time of Occurance
), yang berarti waktu paling awal suatu kegiatan yang berasal dari node tersebut dapat
dimulai, karena menurut aturan dasar jaringan kerja, suatu kegiatan baru dapat dimulai
bila kegiatan terdahulu telah selesai.
TL = L
Waktu paling akhir peristiwa boleh terjadi ( Latest Allowable Event / Occurance Time
), yang berarti waktu paling lambat yang masih diperbolehkan bagi suatu peristiwa
terjadi.
ES
Waktu mulai paling awal suatu kegiatan ( Earliest Start Time ). Bila waktu kegiatan
berlangsung dalam jam, maka waktu ini adalah jam paling awal kegiatan dimulai.
Universitas Sumatera Utara
12
EF
Waktu selesai paling awal suatu kegiatan ( Earliest Finish Time ). Bila hanya ada satu
kegiatan terdahulu, maka EF suatu kegiatan terdahulu merupakan ES kegiatan
berikutnya.
LS
Waktu paling akhir kegiatan boleh dimulai ( Latest Allowable Start time ). Yaitu
waktu paling akhir kegiatan boleh dimulai tanpa memperlambat proyek secara
keseluruhan.
LF
Waktu paling akhir kegiatan boleh selesai ( Latest Allowable Finish Time ) tanpa
memperlambat penyelesaian proyek.
D
Adalah kurun waktu suatu kegiatan. Umumnya dengan satuan waktu hari, minggu,
bulan dan lain-lain.
1 2
4
3
5 6(2)
(5)
(3)
(6)
(4)
(3)
Gambar 2.3 Proyek dengan enam komponen kegiatan
1. Hitungan Maju
Dalam mengidentifikasi jalur kritis dipakai suatu cara yang disebut hitungan
maju.
Berikut ini contoh sederhana untuk maksud diatas, dengan memakai visualisasi
proyek seperti terdapat pada gambar 2.3 di atas. Soeharto (1999) menyatakan
ada beberapa aturan atau kaidah dalam menyusun jaringan kerja berikut ini :
AT-1. Kecuali kegiatan awal, maka suatu kegiatan baru dapat dimulai bila
kegiatan yang mendahuluinya ( predecessor ) telah selesai.
Universitas Sumatera Utara
13
Peristiwa 1 menandai dimulainya proyek. Di sini berlaku pengertian bahwa
waktu yang paling awal peristiwa terjadi adalah = 0 atau E(1) = 0
AT-2. waktu selesai paling awal suatu kegiatan adalah sama dengan waktu
mulai paling awal, ditambah kurun waktu kegiatan bersangkutan
EF = ES + D atau EF (i-j) = ES (i-j ) + D (i-j )
Untuk kegiatan 1-2 diperoleh EF(1-2) = ES(1-2) + D = 0+2 = 2
AT-3. Bila suatu kegiatan memiliki dua atau lebih kegiatan-kegiatan terdahulu
yang menggabung, maka waktu mulai paling awal (ES) kegiatan
tersebut adalah sama dengan waktu selesai paling awal (EF) yang
terbesar dari kegiatan terdahulu.
Dari ketiga aturan maju diatas maka untuk contoh pada gambar 2.3 diatas
diperoleh hasil seperti yang terlihat dalam tabel 2.1 berikut ini.
Tabel 2.1 Perhitungan Maju untuk Mendapatkan EF
Kegiatan Kurun Waktu
(D)
(4)
Paling Awal
I
(1)
J
(2)
Nama
(3)
Mulai (ES)
(5)
Selesai (EF)
(6)
1
2
2
3
4
5
2
3
4
5
5
6
2
3
5
4
6
3
0
2
2
5
7
13
2
5
7
9
13
16 Sumber: Iman Soeharto, Manajemen Proyek, 1999
2. Hitungan Mundur
Perhitungan mundur dimaksudkan untuk mengetahui waktu atau tanggal
paling akhir kita ‟masih‟ dapat memulai dan mengakhiri masing-masing
kegiatan, tanpa menunda kurun waktu penyelesaian proyek secara
keseluruhan, yang telah dihasilkan dari hitungan maju. Hitungan mundur
dimulai dari ujung kanan ( hari terakhir penyelesaian proyek ) suatu jaringan
kerja ( Soeharto, 1999 ). Untuk jelasnya kembali dipakai contoh diatas dimana
kurun waktu penyelesaian proyek adalah 16 hari. Agar tidak menunda
pekerjaan proyek maka hari ke-16 harus merupakan hari/waktu paling akhir
dari kegiatan proyek, atau waktu paling akhir peristiwa boleh terjadi. L(6) =
EF(5-6) = 16, dan LF(5-6) = L(6). Untuk mendapatkan angka waktu mulai
Universitas Sumatera Utara
14
paling akhir kegiatan 5-6, maka dipakai aturan jaringan kerja yang menyatakan
bahwa :
AT-4. waktu paling akhir suatu kegiatan adalah sama dengan waktu selesai
paling akhir, dikurangi kurun waktu berlangsungnya kegiatan yang
bersangkutan, atau LS = LF-D
Jadi untuk kegiatan 5-6 dihasilkan :
LS(5-6) = LF(5-6) – D atau = 16 – 3 = 13
Selanjutnya bila kegiatan 5-6 mulai pada hari ke 13, maka berarti kedua
kegiatan yang mendahuluinya harus diselesaikan pada hari ke 13 juga.
Sehingga LF dari kegiatan 4-5 dan 3-5 adalah sama dengan LS dari kegiatan 5-
6, yaitu pada hari ke-13. Dengan memakai aturan AT-4 di atas, dihasilkan
angka-angka berikut:
Kegiatan 4-5, maka LS(4-5) = 13-6 = 7
Kegiatan 3-5, maka LS(3-5) = 13-4 = 9
Kegiatan 2-4, maka LS(2-4) = 7-5 = 2
Kegiatan 2-3, maka LS(2-3) = 9-3 = 6
Kegiatan 1-2, maka LS(1-2) = 2-2 = 0
Dengan meninjau pristiwa atau node 2 dimana ada kegiatan yang memecah
menjadi dua atau lebih, maka berlaku aturan sebagai berikut:
AT-5. Bila suatu kegiatan memiliki (memecah menjadi) 2 atau lebih kegiatan-
kegiatan berikutnya (Succesor), maka waktu selesai paling akhir (LF)
kegiatan tersebut adalah sama dengan waktu mulai paling akhir (LS)
kegiatan berikutnya yang terkecil.
Untuk contoh diatas, maka LF(1-2) = LS(2-4) = 2
2.4.2 Jalur Kritis dan Float
Dari perhitungan dan tabulasi pada tabel 2.1, terlihat bahwa waktu penyelesaian
proyek paling cepat (EF) adalah 16 hari dan terdiri dari urutan kegiatan yang
mengikuti jalur 1-2-4-5-6. Jadi inilah yang disebut jalur kritis, demikian pula kegiatan
– kegiatan yang terletak di jalur tersebut dinamakan kegiatan kritis. Sifat atau syarat
umum jalur kritis adalah :
- Pada kegiatan pertama; ES=LS=0 atau E(1) = L(1) = 0
Universitas Sumatera Utara
15
- Pada kegiatan terakhir atau terminal LF = EF
- Float total: TF = 0
Tabel 2.2 Mengidentifikasi float dan jalur kritis
Kegiatan Waktu
(D)
(4)
Paling Awal Paling Akhir Total
Float
(TF)
(9)
i
(1)
J
(2)
Nama
(3)
Mulai (ES)
(5)
Selesai (EF)
(6)
Mulai
(LS)
(7)
Selesai
(LF)
(8)
1
2
2
3
4
5
2
3
4
5
5
6
2
3
5
4
6
3
0
2
2
5
7
13
2
5
7
9
13
16
0
6
2
9
7
13
2
9
7
13
13
16
0
4
0
4
0
0 Sumber: Iman Soeharto, Manajemen Proyek, 1999
Waktu penyelesaian proyek umumnya tidak sama dengan total waktu hasil
penjumlahan kurun waktu masing-masing kegiatan yang menjadi unsur proyek,
karena adanya kegiatann yang paralel. Bila jaringan kerja hanya mempunyai satu titik
awal (initial node) dan satu titik akhir (terminal node), maka jalur kritis juga berarti
jalur yang memiliki jumlah waktu penyelesaian terbesar (terlama), dan jumlah waktu
tersebut merupakan waktu proyek yang tercepat. Kadang – kadang dijumpai lebih dari
satu jalur kritis dalam sebuah jaringan kerja. (Soeharto 1999).
AT-6 , Float total suatu kegiatan sama dengan waktu selesai paling akhir,
dikurangi waktu selesai paling awal atau waktu mulai paling akhir
dikurangi waktu mulai paling awal dari kegiatan tersebut.
TF = LF-EF = LS – ES
Atau dapat dinyatakan:
AT-6a. Float total sama dengan waktu paling akhir terjadinya node berikutnya
L(j), dikurangi waktu aling awal terjadinya node terdahulu E(i),
dikurangi kurun waktu kegiatan yang bersangkutan D ( i-j ).
TF = L(j) – E (I) – D (i-j).
Arti penting dari float total adalah menunjukkan jumlah waktu yang
diperkenankan suatu kegiatan boleh ditunda, tanpa mempengaruhi jadwal
penyelesaian proyek secara keseluruhan. Float total ini dimiliki bersama oleh semua
kegiatan yang ada pada jalur yang bersangkutan, hal ini berarti bila salah satu kegiatan
telah memakainya maka float total yang tersedia untuk kegiatan – kegiatan lain yang
Universitas Sumatera Utara
16
berada pada jalur tersebut adalah sama dengan float total semula dikurangi bagian
yang telah terpakai.
2.4.3 Tingkat Kritis Suatu Jalur
1. Jalur Kritis
Jalur kritis ini memerlukan perhatian maksimal dari pengelola proyek,
terutama pada periode perencanaan dan implementasi pekerjaan/kegiatan yang
bersangkutan, misalnya diberikan prioritas utama dalam alokasi sumber daya
yang dapat berupa tenaga kerja, peralatan atau penyelia.
2. Jalur Hampir Kritis
Jalur hampir kritis ini memerlukan prioritas perhatian dari pengelola
proyek yang tidak sebesar pada kegiatan di jalur kritis. Meskipun demikian bila
tidak cukup diperhatikan bisa berubah menjadi kritis karena memiliki float yang
tidak besar.
3. Jalur Kurang Kritis
Kegiatan – kegiatan pada jalur ini pada umumnya dianggap kurang
memerlukan perhatian dari pucuk pimpinan proyek terutama dalam aspek
jadwal.
Pendekatan dengan cara di atas yang dikenal dengan “management by
exception” adalah salah satu keuntungan yang diperoleh dari penggunaan
metode jalur kritis (Soeharto, 1999)
Universitas Sumatera Utara