BAB II LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/Bab...
Transcript of BAB II LANDASAN TEORI - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/Bab...
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Umum 2.1.1 Pengertian Internal Audit
The Institute of Internal Auditor (IIA) mendefinisikan Internal Audit sebagai
suatu fungsi penilai independent yang ditetapkan dalam suatu organisasi untuk
menguji dan mengevaluasi aktivitas-aktivitas organisasi sebagai suatu jasa kepada
organisasi.
Definisi tersebut mengandung beberapa hal, yaitu: 1) Internal menunjukan
bahwa auditing adalah dikerjakan dalam suatu organisasi oleh para internal auditor,
2) Fungsi penilai independen membuat auditing menjadi jelas bahwa tidak ada
keterbatasan atau rintangan pada pertimbangan auditor, 3) ditetapkan menyatakan
bahwa entitas secara khusus memberikan kewenangan terhadap fungsi internal audit,
4) menguji dan mengevaluasi serta menjelaskan sifat internal auditing, yang pertama
mencari fakta dan yang kedua evaluasi hasil, 5) aktivitas menunjukan bahwa seluruh
aktivitas organisasi berada dalam lingkung internal audit, dan 6) jasa kepada
organisasi mengindikasikan bahwa internal auditing ada untuk membantu atau
memberi manfaat kepada organisasi.
7
8
Sebagai suatu profesi, ciri utama auditor internal adalah kesediaan menerima
tanggung jawab terhadap kepentingan masyarakat dan pihak-pihak yang dilayani.
Agar dapat mengemban tanggung jawab ini secara efektif, auditor internal perlu
memelihara standar perilaku dan memiliki standar praktik pelaksanaan pekerjaan
yang handal.
2.1.2 Pengawasan Intern Pemerintah
Pengawasan intern pemerintah merupakan fungsi manajemen yang penting
dalam penyelenggaraan pemerintahan untuk mewujudkan kepemerintahan yang baik.
Dalam rangka mewujudkan kepemerintahan yang baik, berdaya guna, berhasil guna,
bersih dan bertanggung jawab diperlukan adanya Aparat Pengawasan Intern
Pemerintah (APIP) yang berkualitas dan auditor yang profesional. Melalui
pengawasan intern dapat diketahui apakah suatu instansi pemerintah telah
melaksanakan kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien,
serta sesuai dengan rencana, kebijakan yang telah ditetapkan, dan ketentuan.(Standar
Audit APIP, 2008).
Pengawasan intern di lingkungan Departemen, Kementerian dan Lembaga
Pemerintah Non Departemen (LPND) dilaksanakan oleh Inspektorat Jenderal dan
Inspektorat Utama/Inspektorat untuk kepentingan Menteri/Pimpinan LPND dalam
upaya pemantauan terhadap kinerja unit organisasi yang ada dalam kendalinya.
Pelaksanaan fungsi Inspektorat Jenderal dan Inspektorat Utama tidak terbatas pada
fungsi audit tetapi juga fungsi pembinaan terhadap pengelolaan keuangan negara.
(Standar Audit APIP, 2008).
9
Hasil kerja APIP diharapkan bermanfaat bagi pimpinan dan unit-unit kerja
serta pengguna lainnya untuk meningkatkan kinerja organisasi secara keseluruhan.
Hasil kerja ini akan dapat digunakan dengan penuh keyakinan jika pemakai jasa
mengetahui dan mengakui tingkat profesionalisme auditor yang bersangkutan. Untuk
memastikan dan memberikan jaminan yang memadai (quality assurance) apakah
audit yang dilaksanakan telah sesuai dengan standar yang telah ditetapkan maka perlu
dilakukan pengendalian mutu terhadap mutu audit yang dilakukan oleh APIP.
Dengan diikutinya standar tersebut, maka perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan
audit akan memberikan hasil yang dapat diyakini validitas dan keakuratannya.
(Standar Audit APIP, 2008).
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah :
” Pengawasan Intern adalah seluruh proses kegiatan audit, reviu, evaluasi, pemantauan dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi dalam rangka memberikan keyakinan yang memadai bahwa kegiatan telah dilaksanakan secara efektif dan efisien untuk kepentingan pimpinan dalam rangka mewujudkan kepemerintahan yang baik” ” Inspektorat Jenderal atau nama lain yang secara fungsional melaksanakan pengawasan intern adalah Aparat Pengawasan Intern Pemerintah yang bertanggung jawab langsung kepada menteri/pimpinan lembaga”
2.2 Program Quality Assurance Fungsi Audit Internal.
2.2.1 Kualitas dan Quality Assurance
Secara kualitas mencakup kualitas produk, kualitas pelayanan, kualitas kerja,
kualitas informasi, kualitas individu, kualitas sistem dan proses, kualitas divisi, serta
segala hal lainnya yang bertujuan untuk peningkatan dalam kriteria tertentu. Dengan
10
kata lain kualitas merupakan sesuatu korelasi dinamis yang berhubungan dengan
produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi bahkan melebihi yang
diharapkan (Tjiptono dan Diana, 2001).
Beberapa rangkuman definisi dan pengertian dari kualitas menurut beberapa ahli antara lain :
(Juran , 1962)
” Kualitas adalah kesesuaian dengan tujuan dan manfaatnya”
(Deming, 1982) ”Kualitas harus bertujuan memenuhi kebutuhan pelanggan sekarang dan di masa mendatang”
The Juran Trilogi merupakan ringkasan dari tiga fungsi manjerial utama
(Bounds 1994 : 76). Pandangan Juran terhadap fungsi-fungsi ini dijelaskan sebagai
berikut :
1. Perencanaan Kualitas Perencanaan kualitas meliputi pengembangan produk, sistem, dan proses yang
dibutuhkan untuk memenuhi atau melampaui harapan klien. Langkah-langkah
yang dibutuhkan untuk itu adalah sebagai berikut:
a. Menentukan siapa yang menjadi klien. b. Mengidentifikasi kebutuhan klien. c. Mengembangkan sistem dan proses yang memungkinkan organisasi untuk
menghasilkan keistimewaan tersebut. d. Menyebarkan rencana kepada level operasional.
2. Pengendalian Kualitas
Pengendalian kualitas meliputi langkah-langkah berikut :
a. Menilai kinerja kualitas aktual. b. Membandingkan kinerja dengan tujuan. c. Bertindak berdasarkan perbedaan antara kinerja dan tujuan.
11
3. Perbaikan Kualitas
Perbaikan kualitas harus dilakukan secara on-going dan terus menerus, langkah-
langkah yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :
a. Mengembangkan infrastruktur yang diperlukan untuk melakukan perbaikan kualitas setiap tahun.
b. Mengidentifikasi bagian-bagian yang membutuhkan perbaikan dan melakukan proyek perbaikan.
c. Membentuk suatu tim proyek yang bertanggungjawab dalam menyelesaikan setiap proyek.
d. Memberikan tim-tim tersebut apa yang mereka butuhkan agar dapat mendiagnosis masalah guna menentukan sumber penyebab utama, memberikan solusi, dan melakukan pengendalian.
Crosby terkenal dengan anjuran manajemen Zero Defect dan pencegahan.
Selain itu Crosby juga terkenal dengan Quantity Vaccine dan Crosby’s Fourteen
Steps to Quality Improvement. Pandangan Crosby dirangkumnya dalam ringkasan
yang disebut dalil-dalil manajemen kualitas : ( Nasution, 2001 : 38)
1. Dalil –dalil manajemen kualitas
Dalil pertama : Definisi kualitas adalah sama dengan persyaratan Pada awalnya,
kualitas diterjemahkan sebagai tingkat kebagusan atau kebaikan (good-ness).
Definisi ini memiliki kelemahan, yaitu tidak menerangkan secara spesifik
baik/bagus itu bagaimana. Definisi kualitas menurut Crosby adalah memenuhi
atau sama dengan persyaratan (conformance to requirements). Kurang sedikit saja
persyaratannya, maka suatu barang atau jasa dikatakan tidak berkualitas.
Dalil kedua : Sistem kualitas adalah pencegahan. Dalam suatu proses pasti ada
input dan output. Didalam proses kerja internal sendiri ada empat kendali input di
mana proses pencegahan dapat dilakukan, yaitu pada : 1)Fasilitas dan
12
perlengkapan, 2) Pelatihan dan pengetahuan, 3) Prosedur, pedoman/manual,
standar dan pedoman standar kualitas dan 4) Standar kinerja/prestasi.
2. Crosby’s Quality Vaccine
Crosby’s Quality Vaccine terdiri dari tiga unsur, yaitu determinasi (determination), pendidikan (education), dan pelaksanaan (implementation). Menurut Crosby, setiap entitas harus divasinasi agar memiliki antibodi untuk melawan ketidaksesuaian terhadap persyaratan (Performance). Ketidaksesuaian ini merupakan penyebab sehingga harus dicegah dan dihilangkan.
3. Crosby’s Fourteen Steps to Quality Improvement.
Empat belas langkah untuk perbaikan kualitas menurut Crosby adalah sebagai berikut: (V. Daniel Hunt, 1993 :64).
1. Komitmen manajemen, yaitu menjelaskan bahwa manajemen bertekat
meningkatkan kualitas untuk jangka panjang. 2. Membentuk tim kualitas antardepartemen. 3. Mengidentifikasi sumber terjadinya masalah saat ini dan masalah potensial. 4. Menilai biaya kualitas dan menjelaskan bagaimana biaya itu digunakan
sebagai alat manajemen. 5. Meningkatkan kesadaran akan kualitas dan komitmen pribadi pada semua
karyawan. 6. Melakukan tindakan dengan segera untuk memperbaiki masalah-masalah
yang telah diidentifikasi. 7. Mengadakan program zero defect. 8. Melatih para penyelia untuk bertanggung jawab dalam program kualitas
tersebut. 9. Mengadakan zero defect day untuk menyakinkan seluruh karyawan agar sadar
akan adanya arah baru. 10. Mendorong individu dan tim untuk membentuk tujuan perbaikan pribadi dan
tim. 11. Mendorong para karyawan untuk mengungkapkan kepada manajemen apa
hambatan yang mereka hadapi dalam upaya mencapai tujuan kualitas. 12. Mengakui/menerima para karyawan yang berpartisipasi. 13. Membentuk dewan kualitas untuk mengembangkan komunikasi secara terus
menerus. 14. Mengulangi setiap tahap tersebut untuk menjelaskan bahwa perbaikan kulitas
adalah proses yang tidak pernah berakhir.
13
Kualitas melibatkan kesesuaian dengan produk atau jasa terhadap spesifikasi
tertentu untuk memenuhi keinginan dan harapan klien. Terdapat dua pendekatan
dalam kesesuaian dengan spesifikasi kualitas (Blocher, 2002) :
1. Goalpost Conformance atau Zero Defect Conformance Adalah ukuran keseuaian dimana standar kualitas ditentukan dengan cara berada di dalam kisaran spesifikasi yang ditargetkan. Keseuaian ini menginginkan kualitas produk atau kualitas jasa yang dihasilkan berada dlam batasan tertentu.
2. Absolute Conformance atau Robust Quality Conformance Adalah ukuran kesesuaian di mana standar kualitas ditentukan jika dapat memenuhi spesifikasi secara tepat pada target value.
Kualitas memerlukan suatu proses perbaikan yang terus menerus (continuous
improvement process) yang dapat diukur, baik secara individual, organisasi, dan
kinerja secara keseluruhan. Dukungan manajemen dan karyawan untuk perbaikan
kualitas adalah penting bagi kemampuan berkompetisi secara efektif di era
globalisasi (Flynn, Schroder and Sakakibara,1994)
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah, bahwa kegiatan audit, reviu, evaluasi dan
pemantauan merupakan kegiatan yang berkaiatan langsung dengan penjaminan
kualitas (quality assurance).
Ketika audit internal mendapatkan peran yang lebih besar dalam menilai
operasi organisasi, serta pimpinan juga bergantung kepada staf audit internal mereka
untuk memberikan proteksi dan informasi yang diinginkan untuk pengambilan
keputusan manajemen, maka timbul kebutuhan terhadap assurance yang semakin
tinggi bahwa manajemen dan pimpinan telah dilayani secara baik oleh staf audit
yang`profesional. Hal ini tentu tidak dapat dipenuhi oleh pernyataan yang dikeluarkan
14
oleh staf audit itu sendiri. Dibutuhkan sebuah assurance yang objektif dan dapat
dipercaya, yang hanya dapat dipenuhi melalui peer reviu atau penelaahan quality
asssurance. Penelaaahan seperti ini dirancang untuk dapat memberikan analisis yang
independen mengenai apakah : (Sawyer’s, 2006 : 190)
1. Audit telah memenuhi kebutuhan dari pihak-pihak yang bergantung kepadanya.
2. Operasi audit telah dilaksanakan dengan benar. 3. Apakah audit dapat dilakukan dengan lebih baik. 4. Adakah pekerjaan-pekerjaan lain yang dapat ditambahkan lagi. 5. Diperoleh nilai maksimal untuk setiap rupiah yang dikeluarkan oleh internal
audit. 6. Audit internal telah memenuhi standar profesional yang berlaku.
(Sutton, 1993) mendeteksi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kualitas
audit dengan menggunakan metode teknik kelompok nominal pada auditor yang
berpengalaman. Ukuran yang digunakan (Sutton ,1993) adalah gabungan dari proses
dan ukuran hasil yaitu :
1. Ukuran proses berfokus pada pekerjaan yang diakukan oleh auditor dan ketaatan kepada standar yang ditetapkan.
2. Ukuran hasil berfokus kepada keyakinan yang meningkat yang diperoleh dari laporan auditor oleh pengguna laporan keuangan.
Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
kualitas audit adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan lingkungan
klien. Fokus dari proses audit pada lingkungan klien sangat berpengaruh secara
signifikan terhadap kualitas audit (Roos, 2005 : 8)
Program Jaminan Kualitas, berdasarkan standar kualitas tertentu, harus
menggambarkan sistem yang mengendalikan penyusunan dan penerapan proses-
proses perawatan dan pengujian berkala. Ketetapan Program Jaminan Kualitas harus
didasarkan pada tiga kategori fungsional aspek berikut: manajemen, pelaksanaan dan
15
pengkajian: (a) Manajemen menyediakan sarana dan dukungan untuk mencapai
tujuan; (b) Personil yang melaksanakan pekerjaan memenuhi kualitas; dan (c)
Efektivitas proses manajemen dan pelaksanaan pekerjaan dikaji.
(http://ansn.bapeten.go.id/)
Guna penerapan Program Jaminan Kualitas yang memadai, ketiga kategori
fungsional yang disebutkan di atas perlu diperhatikan. Aspek manajemen Program
Jaminan Kualitas arus mencakup: kebijakan kualitas; struktur organisasi; tanggung
jawab fungsional; kebutuhan pelatihan; tingkat kewenangan dan antar muka untuk
personil yang mengatur, melaksanakan dan mengkaji kecukupan pekerjaan.
(http://ansn.bapeten.go.id/)
Kepercayaan masyarakat terhadap mutu jasa profesi harus dijaga. Karena itu
setiap profesi harus memiliki kendali mutu. Kendali mutu ini harus dilakukan dalam
upaya pencapaian standar audit yang mengharuskan auditor menggunakan keahlian
profesional dengan cermat dan seksama. Program jaminan kualitas harus diciptakan
untuk mempertahankan kepercayaan masyarakat terhadap mutu jasa audit. Program
jaminan kualitas untuk masing-masing APIP dapat dibangun sendiri sesuai dengan
karakteristik APIP yang bersangkutan. (Pusdiklawas BPKP, 2005)
Menurut Standar IIA, 1300- Program Quality Assurance dan Perbaikan
“Direktur Audit harus mengembangkan dan mempertahankan suatu program quality assurance dan perbaikan yang mencakup semua aspek audit internal secara terus menerus memonitor efektivitasnya. Program tersebut harus dirancang untuk membantu aktivitas audit internal memberi nilai tambah dan memperbaiki operasi organisasi serta untuk memberikan assurance bahwa aktivitas audit internal sesuai dengan Standar dan Kode Etik”
16
Menurut Standar Audit APIP 1170 - Melakukan Pengembangan Program dan
pengendalian Kualitas.
”APIP harus mengembangan program dan mengendalikan kualitas audit. Program pengembangan kualitas mencakup seluruh aspek kegiatan audit di lingkungan APIP. Program tersebut dirancang untuk mendukung kegiatan audit APIP, memberikan nilai tambah dan meningkatkan kegiatan operasi organisasi serta memberikan jaminan bahwa kegiatan audit di lingkungan APIP sejalan dengan Standar Audit dan Kode Etik” Program dan pengendalian tersebut harus dipantau efektifitasnya secara terus-
menerus, baik oleh internal APIP maupun pihak lain sesuai kebijakan yang ditetapkan
oleh Menteri berwenang untuk merumuskan kebijakan nasional dan
mengkoordinasikan pelaksanaan kebijakan nasional di bidang pengawasan.
Kelemahan-kelemahan yang dijumpai pada program maupun pelaksanaannya harus
senantiasa dikurangi dan dihilangkan. (Standar Audit APIP, 2008).
Pimpinan audit internal harus menetapkan dan mengembangkan program
pengendalian mutu untuk mengevaluasi berbagai kegiatan dari bagian audit internal.
(Tugiman, 1997 :91 )
Tanggung jawab Organisasi Pemeriksa yaitu mempunyai tanggung jawab
untuk menyakinkan bahwa : (1) independensi dan objektifitas dipertahankan dalam
seluruh tahap pemeriksaan, (2) pertimbangan profesional (professional judgment )
digunakan dalam perencanaan dan pelaksanaan hasil pemeriksaan, (3) pemeriksaan
dilakukan oleh personil yang mempunyai kompetensi profesional dan secara kolektif
mempunyai pengetahuan yang memadai, dan (4) peer reviu yang independen
dilaksanakan secara periodik dan menghasilkan suatu pernyataan, apakah sistem
pengendalian mutu organisasi pemeriksa tersebut dirancang dan memberikan
17
keyakinan memadai sesuai dengan Standar Pemeriksaan.(Standar Pemeriksaan
Keuangan Negara, 2007)
Sifat dan lingkup sistem pengendalian mutu organisasi pemeriksa bergantung
pada beberapa faktor, seperti ukuran dan tingkat otonomi kegiatan yang diberikan
kepada pemeriksa dan organisasi pemeriksa, sifat pekerjaan, struktur organisasi,
pertimbangan mengenai segi biaya dan manfaatnya. Dengan demikian , sistem
pengendalian mutu yang disusun oleh organisasi pemeriksa secara individu akan
bervariasi, begitu pula mengenai dokumentasinya. (Standar Pemeriksaan Keuangan
Negara, 2007)
(Sawyer’s, 2006 : 187) Tujuan dari quality assurance adalah untuk
memberikan kenyakinan memadai bahwa pekerjaan audit yang dilaksanakan telah
sesuai dengan Standar yang ada. Sebuah program quality asssurance sebaiknya
mencakup unsur-unsur di bawah ini:
1. Supervisi 2. Reviu/Penilaian/Penelaahan Internal 3. Reviu/Penilaian/Penelaahan Eksternal.
2.2.2 Supervisi
Supervisi atas pekerjaan internal auditor sebaiknya dilaksanakan secara terus
menerus untuk menjamin adanya kesesuaian dengan standar audit internal, kebijakan-
kebijakan aktivitas dan program audit. (Sawyer’s, 2006 : 187)
Pada setiap tahap audit kinerja, pekerjaan auditor harus disupervisi secara
memadai untuk memastikan tercapainya sasaran, terjaminnya kualitas, dan
meningkatnya kemampuan auditor. Supervisi merupakan tindakan yang terus
menerus selama pekerjaan audit, mulai dari perencanaan hingga diterbitkannya
18
laporan audit. Supervisi harus diarahkan baik pada substansi maupun metodologi
audit dengan tujuan antara lain untuk mengetahui : (Standar Audit APIP, 2008)
1. Pemahaman anggota tim audit atas rencana audit 2. Kesesuaian pelaksanaan audit dengan standar audit. 3. Kelengkapan bukti yang terkandung dalam Kertas Kerja Audit untuk
mendukung kesimpulan dan rekomendasi sesuai dengan jenis audit. 4. Kelengkapan kesimpulan dan akurasi laporan audit yang mencakup
terutama pada kesimpulan audit dan rekomendasi sesuai dengan jenis audit.
Semua pekerjaan anggota tim audit harus direviu oleh ketua tim, semua
pekerjaan ketua tim audit harus direviu oleh atasan langsungnya sebelum laporan
audit dibuat. (Standar Audit APIP, 2008).
2.2.3 Penelaahan Internal.
Reviu adalah penelaahan ulang bukti-bukti suatu kegiatan untuk memastikan
bahwa kegiatan tersebut telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan, standar,
rencana, atau norma yang telah ditetapkan. (Pusdiklatwas BPKP : 2003)
Penelaahan internal hanyalah sebuah penilaian mengenai seberapa baik para
auditor dan supervisor telah memenuhi kebijakan dan prosedur aktivitas serta praktik
professional yang ada. Penelaahan internal adalah penilaian atas sebuah sampel
laporan audit dan kertas kerja pendukungnya. (Sawyer’s, 2006 :202)
Penelaahan internal hendaknya dilaksanakan secara berkala atau sekali waktu
oleh seorang staf auditor senior atau seorang supervisor untuk menilai kualitas
pelaksanaan audit internal. Penelaahan ini sebaiknya dilaksanakan dengan cara yang
sama dengan audit internal yang lain. (Sawyer’s, 2006 :202)
19
Menurut Standar Audit Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan tahun
2004, Penilaian Internal meliputi:
1. Reviu secara terus menerus atas kinerja kegiatan audit internal di lingkungan Inspektorat Jenderal.
2. Reviu periodik yang dilakukan melalui penilaian oleh diri sendiri atau oleh orang lain dalam Inspektorat Jenderal, yang memiliki pengetahuan tentang praktik audit internal dan standar. Maksudnya reviu intern harus dilakukan secara periodik oleh auditor lain dari unit pengawasan intern yang bersangkutan untuk menjaga kualitas audit.
Penelaaahan internal memiliki tujuan memberikan kepada pimpinan :
(Sawyer’s, 2006)
1. Keyakinan bahwa aktivitas tersebut telah memenuhi standar. 2. Keyakinan bahwa aktivitas tidak membutuhkan campur tangan pribadi
pimpinan telah patuh terhadap kebijakan dan prosedur yang ada. 3. Identifikasi tingkat efisiensi dan efektifitas audit. 4. Informasi untuk pengembangan kegiatan operasi organisasi.
2.2.3 Penelahaan Eksternal
Penelahaan eksternal atas aktivitas audit internal hendaknya dilaksanakan
untuk menilai kualitas operasinya. Penelahaan ini sebaiknya dilakukan oleh seseorang
yang memenuhi persyaratan dan independen terhadap organisasi dan tidak memiliki
konflik kepentingan. Penelahaan seperti ini sebaiknya dilaksanakan paling tidak
sekali tiap tiga (saat ini lima) tahun. Tujuan penelaahan eksternal adalah memberikan
sebuah evaluasi yang independent bagi manajemen. (Sawyer’s, 2006 : 187)
Organisasi pemeriksa yang melaksanakan pemeriksaan berdasarkan Standar
Pemeriksaan harus direviu paling tidak sekali dalam 5 (lima) tahun oleh organisasi
pemeriksa ekstern yang kompeten, yang tidak mempunyai kaitan dengan organisasi
pemeriksa yang direviu. (Standar Pemeriksaan Keuangan Negara, 2007)
20
Dalam penulisan tesis ini, penulis hanya membatasi pada penerapan
pelaksanaan program quality assurance untuk supervisi dan penelaahan internal di
lingkungan Inspektorat Jenderal Departemen Hukum dan HAM.
Selanjutnya akan dijelaskan tentang bagaimana penyusunan Kertas Kerja Audit
yang baik.
2.3 Kertas Kerja Audit
Berdasarkan SAS (Statement on Auditing Standards) Nomor 41, Kertas Kerja
Audit (KKA) adalah :
”Catatan (dokumentasi) yang dibuat oleh auditor mengenai bukti-bukti yang dikumpulkan, berbagai teknik dan prosedur audit yang diterapkan, serta simpulan-simpulan yang dibuat selama melakukan audit” Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) SA Seksi 339 (PSA No. 15)
mengatur mengenai Kertas Kerja Audit :
”Kertas Kerja adalah catatan yang dipersiapkan dan disimpan oleh auditor yang isinya meliputi prosedur audit yang diterapkan, pengujian yang dilakukan, informasi yang diperoleh serta kesimpulan yang dicapai dalam penugasan audit”
Menurut Standar Audit APIP 3400 Dokumentasi :
”Auditor harus mempersiapkan dan menatausahakan dokumen audit dalam bentuk kertas kerja audit. Dokumen tersebut harus disimpan secara tertib dan sistematis agar dapat secara efektif diambil kembali, dirujuk dan dianalisis”
Sedangkan berdasarkan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara - Standar
pelaksanaan tambahan kelima :
” Pemeriksa harus mempersiapkan dan memelihara dokumentasi pemeriksaan dalam bentuk kertas kerja pemeriksaan. Dokumentasi yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan audit harus berisi informasi yang cukup untuk memungkinkan auditor yang berpengalaman tetapi tidak
21
mempunyai hubungan dengan audit tersebut dapat memastikan bahwa dokumen audit tersebut dan menjadi bukti yang mendukung pertimbangan dan simpulan pemeriksa. Dokumentasi pemeriksa harus mendukung opini, temuan, simpulan dan rekomendasi pemeriksaan” Ada beberapa alasan mengapa proses memori adalah aspek penting dari
pengakuan (regconition) reviewer berkaitan dengan reviu kertas kerja yaitu sebagai
berikut : (Moeckel dan Plumlee, 1989)
1. Auditor tidak mungkin mencurahkan perhatian yang sama ke semua informasi dalam kertas kerja, dan beberapa informasi kemungkinan lebih tersimpan dalam memori dibandingkan dengan informasi lainnya.
2. Baik selama maupun setelah reviu kertas kerja, auditor harus bergantung pada bukti yang sebelumnya ditemukan selama proses reviu. Selama audit seorang auditor harus memahami apakah informasi tertentu adalah konsisten atau tidak konsisten dengan bukti audit yang ditemukan sebelumnya. Bahkan ketika dokumen sumber dan kertas kerja terinci tersedia, seorang auditor harus bergantung pada memori untuk menilai implikasi bukti audit berjalan.
Pada bagian Pendahuluan, SPAP - SA Seksi 339 dijelaskan bahwa :
“Auditor harus membuat dan memelihara kertas kerja, yang isi maupun bentuknya harus didesain untuk memenuhi keadaan-keadaan yang dihadapinya dalam perikatan tertentu. Informasi yang tercantum dalam kertas kerja merupakan catatan utama pekerjaan yang telah dilaksanakan oleh auditor dan kesimpulan-kesimpulan yang dibuatnya mengenai masalah-masalah yang signifikan“.
Hal-hal yang harus dimuat dalam KKA adalah meliputi : 1) Tujuan, lingkup,
metodologi audit, termasuk kriteria pengambilan uji petik yang digunakan; 2)
dokumentasi pekerjaan dilakukan untuk mendukung temuan signifikan dan
pertimbangan profesional; 3) bukti tentang reviu pengawasan terhadap pekerjaan
yang dilakukan; dan 4) penjelasan auditor mengenai standar yang tidak diterapkan,
apabila ada, berserta alasan dan akibatnya. (Standar Pemeriksaan Keuangan Negara,
2007 : 42)
22
Setelah auditor menyelesaikan tugas audit, kertas kerja diarsipkan ke dalam
dua macam arsip (1) arsip kini (current file) dan (2) arsip permanen (permanent file).
Arsip kini meliputi informasi dan data yang terkait secara khusus pada perikatan
tahun berjalan dan digunakan untuk menyimpan kertas kerja yang hanya mempunyai
manfaat untuk tahun yang diaudit saja, sedangkan arsip permanen berisi data historis
mengenai auditan yang tetap relevan bagi audit dan yang mempunyai manfaat lebih
dari satu tahun audit. (Rai, 2008)
2.3.1 Tujuan dan Manfaat Dokumentasi Audit
Tujuan umum dari penggunaan kertas kerja adalah membantu auditor dalam
memberikan keyakinan bahwa audit yang memadai telah dilaksanakan sesuai dengan
norma pemeriksaan. Secara lebih khusus lagi, kertas kerja yang menyangkut audit
tahun berjalan, menjadi dasar bagi perencanaan audit, catatan mengenai bukti yang
dikumpulkan dan hasil dari pengujian, data untuk menetapkan jenis laporan audit
yang tepat, dan dasar bagi peninjauan oleh para pengawas dan sekutu. (Arens and K
Loebbecke, 2000)
Tujuan penyusunan KKA adalah 1) Pendukung Laporan Audit;
2)Dokumentasi Informasi; 3) Identifikasi dan dokumentasi temuan Audit;
4)Pendukung Pembahasan; 5) Media reviu pengawas; 6) Bahan Pembuktian;
7)Referensi; 8) Membantu auditor ekstern; 9) Sarana Pengendalian Mutu.
(Pusdiklatwas BPKP : 2005)
Untuk mencapai tujuan-tujuan di atas, kertas kerja harus direncanakan dan
dipergunakan untuk meningkatkan pelaksanaan penugasan audit seefisien dan
seekonomis mungkin. Kertas kerja harus berisi catatan mengenai prosedur audit yang
23
memadai dan lengkap yang dilakukan dalam pemeriksaan laporan keuangan serta
kesimpulan yang dicapai. Kuantitas, bentuk, dan isi kertas kerja untuk penugasan
khusus akan berlainan tergantung pada keadaan masing-masing penugasan tersebut.
(hardijma.wordpress.com, 2008)
KKA memiliki manfaat sebagai berikut :1) sebagai dasar perencanaan audit
tahun selanjutnya, 2) sebagai catatan bahan bukti dan hasil pengujian yang telah
dilakukan, 3) sebagai dasar untuk menentukan jenis laporan audit yang pantas, dan 4)
sebagai dasar untuk supervisi audit oleh supervisor dan partner. (Rai, 2008 : 170)
KKA yang disusun oleh auditor adalah bukan merupakan kumpulan dari
dokumen-dokumen yang dianggap penting oleh auditor. Namun, ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan oleh auditor sehingga KKA yang disusun memberikan hasil
yang optimal. Berikut ini adalah karakteristik yang harus dipenuhi dalam menyusun
KKA yaitu 1) Lengkap dan akurat, 2) Mempunyai tujuan yang jelas, 3) Jelas dan
singkat, 4) Mendukung simpulan audit, 5) Mudah dipersiapkan, 6) mudah dimengerti
dan berurutan, 7) Relevan, 8) Terstruktur, 9) Mudah diakses, dan 10) Mudah direviu.
(Rai, 2008 : 171)
Terdapat beberapa prinsip umum dalam penyusunan KKA, yaitu mencakup
hal-hal sebagai berikut : 1) KKA harus memiliki tujuan, 2) Mengindari pekerjaan
menyalin, 3) Memuat prosedur audit yang dijalankan, 4 ) Tidak meninggalkan
pertanyaan dalam keadaan tidak terjawab. (Rai, 2008 : 172)
24
2.3.2 Isi Dokumentasi Audit
Paragraf 5 SPAP SA Seksi 339 menjelaskan mengenai Isi Kertas Kerja.
Kuantitas, tipe, dan isi kertas kerja bervariasi dengan keadaan yang dihadapi oleh
auditor, namun harus cukup memperlihatkan bahwa catatan akuntansi cocok dengan
laporan keuangan atau informasi lain yang dilaporkan serta standar pekerjaan
lapangan yang dapat diterapkan telah diamati. Kertas kerja biasanya harus berisi
dokumentasi yang memperlihatkan :
1. Pekerjaan telah direncanakan dan disupervisi dengan baik 2. Pemahaman memadai atas pengendalian intern telah diperoleh untuk
merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang telah dilakukan.
3. Bukti audit yang telah diperoleh, prosedur audit yang telah ditetapkan, dan pengujian yang telah dilaksanakan, memberikan bukti kompeten yang cukup sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan auditan.
2.3.3 Format Dokumentasi Audit
Setiap instansi pengawasan memiliki format KKA masing-masing, tetapi
secara umum informasi atau isinya sama. Format dokumentasi audit biasanya terdiri
dari tiga karakteristik umum: ( Pusdiklatwas BPKP : 2005)
1. Judul harus memasukkan nama klien, judul kertas kerja, dan tanggal akhir tahun klien.
2. Pemberian Indeks dan Referensi Silang. Dokumen audit harus diorganisasikan sehingga anggota tim audit dapat menemukan bukti audit yang relevan.
3. Tanda Kutip. Tanda kutip adalah notasi sederhana yang dibuat auditor di dekat, atau di samping, suatu hal atau jumlah dalam dokumen audit.
2.3.4 Dokumen Pendukung
Dokumen pendukung lembar KKA utama digunakan untuk mendukung hasil
audit yang dituangkan dalam lembar KKA. Jika diperlukan, dalam dokumen
pendukung dapat digunakan cross reference untuk menunjukan dari dan ke mana
25
lembaran kertas kerja tersebut diambil atau dipindahkan. Auditor juga dapat
menggunakan simbol-simbol audit (tick mark) yang diperlukan pada kertas kerja.
Apabila auditor menerima catatan dari entitas yang diaudit, harus diberi tanda
”auditor’s copy” dan dibuatkan catatan tanggal diterima, sumber dan intisarinya.
(Pusdiklatwas BPKP, 2005)
2.3.5 Kepemilikan Dokumentasi Audit
Kertas kerja adalah milik instansi/organisasi pemeriksa, bukan milik auditan
atau milik pribadi auditor. Kertas kerja harus diberi indeks untuk memudahkan
pencarian informasi yang tercantum di dalamnya dan untuk memudahkan pengaitan
informasi dalam suatu kertas kerja dengan informasi dalam kertas kerja yang lain.
(Sofa : 2008)
KKA merupakan hak milik instansi auditor dan auditan tidak mempunyai hak
atas KKA meskipun berisi data/informasi tentang auditan. Auditor harus menyimpan
dokumen audit untuk suatu periode yang wajar dalam rangka memenuhi kebutuhan
praktiknya dan kewajiban hukum atas penyimpanan catatan. Meskipun auditor
memiliki dokumen audit, dokumen tersebut tidak boleh diperlihatkan, kecuali dalam
kondisi tertentu, kepada orang lain tanpa persetujuan auditan. (Pusdiklatwas BPKP :
2005)
2.3.6 Pengarsipan dan Penyimpanan Dokumen Audit
Sarbanes dan standar PCAOB (SA Seksi 3) mensyaratkan bahwa dokumentasi
audit disimpan selama tujuh tahun dari tanggal selesainya perikatan, sebagaimana
ditunjukkan oleh tanggal laporan auditor, kecuali periode waktu yang lebih panjang
yang diharuskan oleh hukum. SA3 juga mensyaratkan bahwa dokumen yang dibuat,
26
dikirim, dimasukkan dalam berkas audit untuk semua hal yang signifikan untuk
memfasilitasi investigasinya setelahnya, hasil investigasi, dan litigasi.
2.4 Tujuan dan Manfaat Reviu KKA
Reviu KKA pada intinya dilaksanakan dengan tujuan untuk memenuhi
persyaratan Standar Audit APIP yaitu : (Pusdiklatwas BPKP, 2003)
1. Memenuhi standar audit. Reviu merupakan kegiatan yang ditujkan untuk memenuhi standar mutu profesional. Reviu adalah proses untuk menjaga tingkat mutu jasa audit yang tinggi yang dijalankan oleh anggota profesi kepada masyarakat pemakai jasa audit. Pemenuhan standar audit tersebut meliputi standar umum, standar pelaksanaan dan standar pelaporan.
2. Menjaga mutu pelaksanaan audit.
Mereviu proses pelaksanaan kegiatan audit dimulai dari tahap perencanaan audit, pengorganisasian kegiatan aduit, prosedur aduit yang digunakan, kelengkapan dokumentasi yang dikumpulkan, supervisi kegiatan audit, hingga proses pelaporan hasil audit.
3. Menjaga mutu hasil audit.
Menilai ketepatan, kecermatan, kewajaran simpulan, temuan, dan rekomendasi serta kelengkapan dokumentasi pendukungnya.
4. Mengurangi risiko audit.
Dalam proses reviu KKA, ketidak cermatan dan kesalahan dalam pelaksanaan audit dapat diminimalkan/dihindarkan.
5. Meningkatkan efisiensi kerja..
Dengan proses reviu, pekerjaan audit dapat lebih terarah, dapat dihindarkan pekerjaan yang tidak diperlukan atau kurang penting/material.
27
Manfaat dari pelaksanaan reviu KKA adalah sebagai berikut : (Pusdiklatwas
BPKP, 2003)
1. Alat pengendalian kegiatan audit.
Melalui kegiatan reviu ketua tim dapat melakukan : a. Pengendalian kegiatan audit. b. Pengawasan kegiatan yang telah, belum, sedang, dan yang akan/harus
dikerjakan dalam audit selanjutnya. c. Penghindaran masalah dikemudian hari tentang kesalahan, kurang
lengkapnya data/temuan. d. Pengendalian waktu, biaya, sarana dan staf audit.
2. Alat untuk melakukan bimbingan kepada asisten auditor
Melalui kegiatan reviu, ketua tim membantu auditor yang masih yunior dalam hal:
a. Persiapan penyusunan PKA. b. Penerapan dan pelaksanaan PKA, serta pengerjaan KKA. c. Cara-cara mengumpulkan, meminta dan memperoleh data. d. Melakukan analisis, pembuatan simpulan dan lain-lain.
3. Sarana komunikasi antara sesama anggota tim.
Melalui kegiatan reviu akan terjadi komunikasi dan diskusi permasalahan yang dihadapi dalam:
a. Pelaksanaan audit. b. Penyusunan temuan audit. c. Menghubungkan data/informasi yang telah diperoleh anggota atau dengan
lainnya. d. Rekomendasi.
4. Sarana untuk mendeteksi jaminan kualitas audit.
Melalui reviu KKA maka proses pengendalian mutu kegiatan audit dilaksanakan oleh petugas yang terlibat, yaitu sejak dari proses perencanaan, penggunaan staf audit, pelaksanaan audit, hingga proses pelaporan hasil audit. Dengan demikian maka suatu reviu KKA akan memberikan jaminan yang memadai atas mutu hasil audit.
5. Sarana untuk meminimalkan risiko audit.
Melalui proses perencanaan dan supervisi yang memadai yang dijalankan dengan reviu berjenjang, maka kegiatan audit dapat meminimalkan risiko kesalahan, kekuranglengkapan, kekurangcermatan yang fatal, secara dini dan tidak akan berkelanjutan sehingga dapat meminimalkan risiko audit.
28
6. Sarana untuk meningkatkan kepercayaan pengguna jasa.
Kegiatan reviu berjenjang atas pelaksanaan kegiatan audit yang menghasilkan mutu hasil audit yang lebih baik dalam bentuk temuan audit dan rekomendasi yang berbobot akan memberikan kepuasan kepada pengguna jasa audit, sehingga akan meningkatkan kepercayaan mereka kepada auditor. Kepercayaan pengguna jasa yang tinggi akan meningkatkan penerimaan mereka atas kehadiran auditor dan mengurangi bahkan menghilangkan sikap penolakan pihak auditan.