BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian -...
Transcript of BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian -...
6
BAB II
KONSEP DASAR
A. Pengertian
Benigna Prostat Hiperplasi adalah perbesaran prostat, kelenjar prostat
membesar memanjang kearah depan ke dalam kandung kemih dan
menyumbat aliran urine, dapat mengakibatkan hidronefrosis dan hidroureter
(Brunner & Suddarth, 2000).
Benigna prostatic hypertrophy ( BPH ) adalah pembesaran
adenomatous dari kelenjar prostat ( Long, 1996 ).
Benigna Prostat Hiperplasi adalah pembesaran dari beberapa dari
kelenjar ini yang mengakibatkan obstruksi urine (Mary Buradero dkk, 2000).
BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara umum
pada pria lebih tua dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derajat obstruksi
uretral dan pembatasan aliran urinarius (Marilynn, E.D, 2000).
Hipertropi adalah pembesaran sel, sedangkan hiperplasi adalah
pertambahan jumlah sel, sehingga terjadi pembentukan jaringan yang
berlebihan. Benigna Prostat Hiperplasi adalah pembesaran kelenjar prostat,
memanjang ke arah depan ke dalam kandung kemih, yang mengakibatkan
obstruksi urine (Poppy, 1998).
Dari pengertian di atas maka penulis menyimpulkan bahwa benigna
prostat hyperplasia adalah pembesaran dari prostat yang biasanya terjadi pada
orang berusia lebih dari 50 tahun yang mendesak saluran perkemihan.
7
B. Anatomi dan Fisiologi
1. Anatomi
Kelenjar prostate adalah suatu kelenjar fibro muscular yang
melingkar Bledder neck dan bagian proksimal uretra. Berat kelenjar
prostat pada orang dewasa kira-kira 20 gram dengan ukuran rata-rata :
panjang 3,4 cm, lebar 4,4 cm, tebal 2,6 cm. Secara embriologis terdiri dari
5 lobus yaitu lobus medius 1 buah, lobus anterior 1 buah, lobus posterior 1
buah, lobus lateral 2 buah. Selama perkembangannya lobus medius, lobus
anterior dan lobus posterior akan menjadi satu disebut lobus medius. Pada
penampang lobus medius kadang-kadang tidak tampak karena terlalu kecil
dan lobus ini tampak homogen berwarna abu-abu, dengan kista kecil berisi
cairan seperti susu, kista ini disebut kelenjar prostat. Pada potongan
melintang uretra pada posterior kelenjar prostat terdiri dari :
a. Kapsul anatomis.
Jaringan stroma yang terdiri dari jaringan fibrosa dan jaringan
muskuler. Jaringan kelenjar yang terbagi atas 3 kelompok bagian :
1) Bagian luar disebut kelenjar sebenarnya.
2) Bagian tengah disebut kelenjar sub mukosal, lapisan ini disebut juga
sebagaiadenomatus zone.
3) Di sekitar uretra disebut periuretral gland.
Saluran keluar dari ketiga kelenjar tersebut bersama dengan saluran
dari vesika seminalis bersatu membentuk duktus ejakulatoris
komunis yang bermuara ke dalam uretra.
8
Menurut Mc Neal, prostat dibagi atas : zona perifer, zona
sentral, zona transisional, segmen anterior dan zona spingter
preprostat. Prostat normal terdiri dari 50 lobulus kelenjar. Duktus
kelenjar-kelenjar prostat ini lebih kurang 20 buah, secara terpisah
bermuara pada uretra prostatika, dibagian lateral verumontanum,
kelenjar-kelenjar ini dilapisi oleh selaput epitel torak dan bagian
basal terdapat sel-sel kuboid (Anderson, 1999).
GAMBAR ANATOMI
Gambar 1. Sistem Reproduksi Pria
9
Gambar 2. Pembesaran Prostat
2. Fisiologi
Pada laki-laki remaja prostat belum teraba pada colok dubur,
sedangkan pada orang dewasa sedikit teraba dan pada orang tua biasanya
mudah teraba. Sedangkan pada penampang tonjolan pada proses hiperplasi
prostat, jaringan prostat masih baik.
Pertambahan unsur kelenjar menghasilkan warna kuning
kemerahan, konsisitensi lunak dan berbatas jelas dengan jaringan prostat
yang terdesak berwarna putih ke abu-abuan dan padat. Apabila tonjolan itu
ditekan, keluar cairan seperti susu. Apabila jaringan fibromuskuler yang
bertambah tonjolan berwarna abu-abu padat dan tidak mengeluarkan
cairan sehingga batas tidak jelas. Tonjolan ini dapat menekan uretra dari
lateral sehingga lumen uretra menyerupai celah. Terkadang juga
10
penonjolan ini dapat menutupi lumen uretra, tetapi fibrosis jaringan
kelenjar yang berangsur-angsur mendesak prostat dan kontraksi dari
vesika yang dapat mengakibatkan peradangan.
C. Etiologi/Predisposisi
Penyebab terjadinya Benigna Prostat Hipertropi belum diketahui secara
pasti. Prostat merupakan alat tubuh yang bergantung kepada endokrin dan
dapat pula dianggap undangan (counter part). Oleh karena itu yang dianggap
etiologi adalah karena tidak adanya keseimbangan endokrin. Namun menurut
Syamsu Hidayat dan Wim De Jong tahun2004 etiologi dari Benigna Prostat
Hiperplasia (BPH) adalah :
1. Adanya hiperplasia periuretral yang disebabkan karena perubahan
keseimbangan testosteron dan estrogen. Dengan meningkatnya usia pada
pria terjadi peningkatan hormon Estrogen dan penurunan testosteron
sedangkan estradiol tetap yang dapat menyebabkan terjadinya hyperplasia
stroma.
2. Ketidakseimbangan endokrin.
3. Faktor umur / usia lanjut.
Biasanya terjadi pada usia diatas 50 tahun.
4. Unknown / tidak diketahui secara pasti.
Penyebab BPH tidak diketahui secara pasti (idiopatik), tetapi biasanya
disebabkan oleh keadaan testis dan usia lanjut.
11
D. Patofisiologi
Menurut Syamsuhidayat dan Wim De Jong tahun 2004, umumnya
gangguan ini terjadi setelah usia pertengahan akibat perubahan hormonal.
Bagian paling dalam prostat membesar dengan terbentuknya adenoma yang
tersebar. Pembesaran adenoma progresif menekan atau mendesak jaringan
prostat yang normal ke kapsula sejati yang menghasilkan kapsula bedah.
Kapsula bedah ini menahan perluasannya dan adenoma cenderung
tumbuh ke dalam menuju lumennya, yang membatasi pengeluaran urin.
Akhirnya diperlukan peningkatan penekanan untuk mengosongkan kandung
kemih. Serat-serat muskulus destrusor berespon hipertropi, yang
menghasilkan trabekulasi di dalam kandung kemih. Pada beberapa kasus jika
obsruksi keluar terlalu hebat, terjadi dekompensasi kandung kemih menjadi
struktur yang flasid, berdilatasi dan sanggup berkontraksi secara efektif.
Karena terdapat sisi urin, maka terdapat peningkatan infeksi dan batu
kandung kemih.
Peningkatan tekanan balik dapat menyebabkan hidronefrosis. Retensi
progresif bagi air, natrium, dan urea dapat menimbulkan edema hebat. Edema
ini berespon cepat dengan drainage kateter. Diuresis paska operasi dapat
terjadi pada pasien dengan edema hebat dan hidronefrosis setelah dihilangkan
obstruksinya. Pada awalnya air, elekrolit, urin dan beban solut lainya
meningkatkan diuresis ini, akhirnya kehilangan cairan yang progresif bisa
merusakkan kemampuan ginjal untuk mengkonsentrasikan serta menahan air
12
dan natrium akibat kehilangan cairan dan elekrolit yang berlebihan bisa
menyebabkan hipovelemia.
Menurut Mansjoer Arif tahun 2000 pembesaran prostat terjadi secara
perlahan-lahan sehingga perubahan pada saluran kemih juga terjadi secara
perlahan-lahan.
Pada tahap awal terjadi pembesaran prostat. Resistansi pada leher
buli-buli dan daerah prostat meningkat, serta otot detrusor menebal dan
merenggang sehingga timbul sakulasi atau diverkel. Fase penebalan detrusor
ini disebut fase kompensasi. Apabila keadaan berlanjut, maka detrusor
menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi
untuk berkontraksi sehingga terjadi retensio urin yang selanjutnya dapat
menyebabkan hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas.
Adapun patofisiologi dari masing-masing gejala adalah:
1. Penurunan kekuatan dan kaliber aliran yang disebabkan resistensi uretra
adalah gambaran awal dan menetap dari BPH.
2. Hesitancy terjadi karena detrusor membutuhkan waktu yang lama untuk
dapat melawan resistensi uretra.
3. Intermittency terjadi karena detrusor tidak dapat mengatasi resistensi ureta
sampai akhir miksi. Terminal dribbling dan rasa belum puas sehabis miksi
terjadi karena jumlah residu urin yang banyak dalam buli-buli.
4. Nokturia dan frekuensi terjadi karena pengosongan yang tidak lengkap
pada tiap miksi sehingga interval antar miksi lebih pendek.
13
5. Frekuensi terutama terjadi pada malam hari (nokturia) karena hambatan
normal dari korteks berkurang dan tonus sfingter dan uretraberkurang
selama tidur.
6. Urgensi dan disuria jarang terjadi, jika ada disebabkan oleh
ketidakstabilan detrusor sehingga terjadi kontraksi involunter.
7. Inkontinensia bukan gejala yang khas, walaupun dengan berkembangnya
penyakit urin keluar sedikit-sedikit secara berkala karena setelah buli-buli
mencapai compliance maksimum, tekanan dalam buli-buli akan cepat naik
melebihi tekanan sfingter.
E. Manifestasi Klinis
1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah :
a. Obstruksi :
1) Hesistensi (harus menggunakan waktu lama bila mau miksi)
2) Pancaran waktu miksi lemah
3) Intermitten (miksi terputus)
4) Miksi tidak puas
5) Distensi abdomen
6) Volume urine menurun dan harus mengejan saat berkemih.
b. Iritasi : sering miksi( frekuensi), nokturia, urgensi, disuria.
2. Gejala pada saluran kemih bagian atas
Nyeri pinggang, demam (infeksi), hidronefrosis.
14
3. Gejala di luar saluran kemih :
Keluhan pada penyakit hernia/hemoroid sering mengikuti penyakit
hipertropi prostat. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan
pada saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intra
abdominal (Sjamsuhidayat, 2004).
Benigna Prostat Hipertropi selalu terjadi pada orang tua, tetapi tak selalu disertai
gejala-gejala klinik, hal ini terjadi karena dua hal yaitu:
a. Penyempitan uretra yang menyebabkan kesulitan berkemih.
b. Retensi urin dalam kandung kemih menyebabkan dilatasi kandung kemih,
hipertrofi kandung kemih dan cystitis (Hidayat, 2009).
Adapun gejala dan tanda yang tampak pada pasien dengan Benigna Prostat
Hipertrofi:
a. Retensi urin (urine tertahan di kandung kemih, sehingga urin tidak bisa keluar).
b. Kurangnya atau lemahnya pancaran kencing.
c. Miksi yang tidak puas.
d. Frekuensi kencing bertambah terutama malam hari (nocturia).
e. Pada malam hari miksi harus mengejan.
f. Terasa panas, nyeri atau sekitar waktu miksi (disuria).
g. Massa pada abdomen bagian bawah.
h. Hematuria (adanya darah dalam urin).
i. Urgency (dorongan yang mendesak dan mendadak untuk mengeluarkan urin).
j. Kesulitan mengawali dan mengakhiri miksi.
k. Kolik renal (kerusakan renal, sehingga renal tidak dapat berfungsi).
15
l. Berat badan turun.
m. Anemia, kadang-kadang tanpa sebab yang diketahui.
n. Pasien sama sekali tidak dapat berkemih sehingga harus dikeluarkan dengan
kateter.
Karena urin selalu terisi dalam kandung kemih, maka mudah sekali terjadi
cystitis dan selaputnya merusak ginjal (Arifiyanto, 2008).
Gejala generalisata juga mungkin tampak, termasuk keletihan, anoreksia,
mual dan muntah, dan rasa tidak nyaman pada epigastrik (Brunner & Suddarth,
2001).
F. Klasifikasi
Secara klinik derajat berat, dibagi menjadi 4 gradasi, yaitu:
Derajat 1 : Apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada DRE (colok dubur)
ditemukan penonjolan prostat dan sisa urine kurang dari 50 ml.
Derajat 2 : Ditemukan tanda dan gejala seperti pada derajat 1, prostat lebih
menonjol, batas atas masih teraba dan sisa urine lebih dari 50 ml
tetapi kurang dari 100 ml.
Derajat 3 : Seperti derajat 2, hanya batas atas prostat tidak teraba lagi dan sisa
urin lebih dari 100 ml.
Derajat 4 : Apabila sudah terjadi retensi total.
16
G. Komplikasi
Menurut Arifiyanto (2008) komplikasi yang dapat terjadi pada hipertropi
prostat adalah:
1. Retensi kronik dapat menyebabkan refluks vesiko-ureter, hidroureter,
hidronefrosis, gagal ginjal.
2. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi pada waktu miksi.
3. Karena selalu terdapat sisa urin sehingga menyebabkan terbentuknya batu.
4. Hematuria.
5. Disfungsi seksual.
Kebanyakan prostatektomi tidak menyebabkan impotensi (meskipun
prostatektomi perineal dapat menyebabkan impotensi akibat kerusakan saraf
pudendal yang tidak dapat dihindari). Pada kebanyakan kasus, aktivitas seksual
dapat dilakukan kembali dalam 6 sampai 8 Minggu, karena saat ini fossa prostatik
telah sembuh. Setelah ejakulasi, maka cairan seminal mengalir ke dalam kandung
kemih dan diekskresikan bersama urin (Brunner & Suddarth, 2001).
Komplikasi yang berkaitan dengan prostatektomi yaitu:
1. Hemoragi dan syok
2. Pembentukan bekuan / trobosis
3. Obstruksi kateter
4. Disfungsi seksual
(Smeltzer & Bare, 2001)
17
H. Penatalaksanaan
1. Modalitas terapi BPH adalah :
a. Observasi yaitu pengawasan berkala pada klien setiap 3-6 bulan
kemudian setiap tahun tergantung keadaan klien.
b. Medikamentosa : terapi ini diindikasikan pada BPH dengan Keluhan
ringan, sedang, sedang dan berat tanpa disertai penyulit. Obat yang
digunakan berasal dari phitoterapi (misalnya : Hipoxis rosperi, serenoa
repens, dll), gelombang alfa blocker dan golongan supresor androgen.
c. Indikasi pembedahan pada BPH adalah :
1) Klien yang mengalami retensi urin akut atau pernah retensi urin
akut (100 ml).
2) Klien dengan residual urin yaitu urine masih tersisa di kandung
kemih setelah klien buang air kecil > 100 Ml.
3) Klien dengan penyulit yaitu klien dengan gangguan sistem
perkemihan seperti retensi urine atau oliguria.
4) Terapi medikamentosa tidak berhasil.
5) Flowmetri menunjukkan pola obstruktif.
2. Pembedahan dapat dilakukan dengan :
a. TURP (Trans Uretral Reseksi Prostat).
1) Jaringan abnormal diangkat melalui rektroskop yang dimasukan
melalui uretra.
2) Tidak dibutuhkan balutan setelah operasi.
3) Dibutuhkan kateter foley setelah operasi.
18
b. Prostatektomi Suprapubis
1) Penyayatan perut bagian bawah dibuat melalui leher kandung
kemih.
2) Diperlukan perban luka, drainase, kateter foley, dan kateter
suprapubis setelah operasi.
c. Prostatektomi Neuropubis
1) Penyayatan dibuat pada perut bagian bawah.
2) Tidak ada penyayatan pada kandung kemih.
3) Diperlukan balutan luka, kateter foley, dan drainase.
d. Prostatektomi Perineal
1) Penyayatan dilakukan diantara skrotum dan anus.
2) Digunakan jika diperlukan prostatektomi radikal.
3) Vasektomi biasanya dikakukan sebagai pencegahan epididimistis.
4) Persiapan buang hajat diperlukan sebelum operasi (pembersihan
perut, enema, diet rendah sisa dan antibiotik).
5) Setelah operasi balutan perineal dan pengeringan luka (drainase)
diletakan pada tempatnya kemudian dibutuhkan rendam duduk.
Pada TURP, prostatektomi suprapubis dan retropubis, efek sampingnya
dapat meliputi:
1. Inkotenensi urinarius temporer
2. Pengosongan urine yang keruh setelah hubungan intim dan
kemandulan sementara (jumlah sperma sedikit) disebabkan oleh
ejakulasi dini kedalam kandung kemih.
19
I. Pengkajian Fokus
Dari data yang telah dikumpulkan pada pasien dengan BPH : Post
Prostatektomi dapat penulis kelompokkan menjadi:
1. Data subyektif :
a. Pasien mengeluh sakit pada luka insisi, karakteristik luka, luka
berwarna merah.
b. Pasien mengatakan tidak bisa melakukan hubungan seksual.
c. Pasien selalu menanyakan tindakan yang dilakukan.
d. Pasien mengatakan buang air kecil tidak terasa.
2. Data Obyektif:
a. Terdapat luka insisi, karakteristik luka berwarna merah.
b. Takikardia, normalnya 80-100 kali/menit.
c. Gelisah.
d. Tekanan darah meningkat, normalnya 120/80 mmHg.
e. Ekspresi wajah ketakutan.
f. Terpasang kateter.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Analisis urine dan pemeriksaan mikroskopis urin penting untuk
melihat adanya sel leukosit, bakteri, dan infeksi. Bila terdapat
hematuria, harus diperhitungkan etiologi lain seperti keganasan pada
saluran kemih, batu, infeksi saluran kemih, walaupun BPH sendiri
dapat menyebabkan hematuria. Elektrolit, kadar ureum dan kreatinin
20
darah merupakan informasi dasar dan fungsi ginjal dan status
metabolik. Pemeriksaan Prostat Specific Antigen (PSA) dilakukan
sebagai dasar penentuan perlunya biopsi atau sebagai deteksi dini
keganasan. Bila nilai SPA < 4mg / ml tidak perlu biopsy. Sedangkan
bila nilai SPA 4–10 mg / ml, hitunglah Prostat Spesific Antigen Density
(PSAD) yaitu PSA serum dibagi dengan volume prostat. Bila PSAD >
0,15 maka sebaiknya dilakukan biopsi prostat, demikian pula bila nilai
PSA > 10 mg/ml.
b. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan yang biasa dilakukan adalah foto polos abdomen,
pielografi intravena, USG dan sitoskopi. Dengan tujuan untuk
memperkirakan volume BPH, menentukan derajat disfungsi buli–buli
dan volume residu urine, mencari kelainan patologi lain, baik yang
berhubungan maupun yang tidak berhubungan dengan BPH.
Dari semua jenis pemeriksaan dapat dilihat :
1) Dari foto polos dapat dilihat adanya batu pada batu traktus
urinarius, pembesaran ginjal atau buli – buli.
2) Dari pielografi intravena dapat dilihat supresi komplit dari fungsi
renal, hidronefrosis dan hidroureter, fish hook appearance
(gambaran ureter belok –belok di vesika).
3) Dari USG dapat diperkirakan besarnya prostat, memeriksa masa
ginjal, mendeteksi residu urine, batu ginjal, divertikulum atau tumor
buli – buli. (Arif Mansjoer, 2000).
21
c. Pemeriksaan Diagnostik.
1) Urinalisis : warna kuning, coklat gelap, merah gelap / terang,
penampilan keruh, Ph: 7 atau lebih besar, bakteria.
2) Kultur Urine : adanya staphylokokus aureus, proteus, klebsiella,
pseudomonas, e.coli.
3) BUN / kreatinin : meningkat.
4) IVP : menunjukan perlambatan pengosongan kandung kemih dan
adanya pembesaran prostat, penebalan otot abnormal kandung
kemih.
5) Sistogram : mengukur tekanan darah dan volume dalam kandung
kemih.
6) Sistouretrografi berkemih : sebagai ganti IVP untuk menvisualisasi
kandung kemih dan uretra dengan menggunakan bahan kontras
lokal.
7) Sistouretroscopy : untuk menggambarkan derajat pembesaran
prostat dan kandung kemih.
8) Transrectal ultrasonografi : mengetahui pembesaran prosat,
mengukur sisa urine dan keadaan patologi seperti tumor atau batu
(R.Sjamsuhidayat, 2004).
22
J. Pathways Keperawatan
Perubahan usia (usia lanjut)
Ketidakseimbangan produksi estrogen dan progesteron
Kadar testoteron menurun kadar estrogen meningkat
Diit kompleks hiperplasia sel stroma pada jaringan
prostat
Mempengaruhi RNA dalam inti sel
Proliferasi sel prostat
BPH
TURP/INSISI
Sistem irigasi luka insisi
penggunaan alat invansif
peregangan
spasmus otot VU
nyeri
(long C, Barbara: R. Sjamsuhidayat, Brunner
&Suddart)
Perubahan pola
Resiko disfungsi sex
Resiko infeksi
gg.rs nyaman:nyeri
Intoleransi aktivitas
23
K. Fokus Intervensi dan Rasional
1. Gangguan rasa nyaman: nyeri suprapubik berhubungan dengan spasme
otot spincter.
a. Tujuan : Nyeri berkurang atau hilang
b. Kriteria hasil:
Secara verbal pasien mengungkapkan nyeri berkurang atau hilang
Pasien dapat beristirahat dengan tenang.
c. Intervensi:
1) Monitor dan catat adanya rasa nyeri, lokasi, durasi dan faktor
pencetus serta penghilang nyeri.
Rasional : Memberikan informasi untuk membantu dalam
menentukan pilihan atau keefektifan intervensi.
2) Observasi tanda-tanda non verbal nyeri (gelisah, kening
mengkerut, peningkatan tekanan darah dan denyut nadi).
Rasional : memberikan informasi untuk membantu dalam
menentukan keefektifan dalam menentukan pilihan atau
keefektifan intervensi.
3) Beri kompres hangat pada abdomen terutama perut bagian
bawah.
Rasional : Untuk meningkatkan relaksasi otot.
4) Anjurkan pasien untuk menghindari stimulan (kopi, teh,
merokok, abdomen tegang).
Rasional : Untuk menurunkan spasme kandung kemih.
24
5) Atur posisi pasien senyaman mungkin, ajarkan teknik
relaksasif.
Rasional : Meningkatkan relaksasi, memfokuskan kembali
perhatian dan dapat meningkatkan kemampuan koping.
6) Lakukan perawatan aseptik terapeutik.
Rasional : untuk mengurangi resiko infeksi.
7) Laporkan pada dokter jika nyeri meningkat.
Rasional : Pembesaran prostat dapat terjadi dengan hilangnya
sebagian kelenjar.
2. Perubahan pola eliminasi urine: retensi urin berhubungan dengan obstruksi
sekunder.
a. Tujuan : Tidak terjadinya retensi urine
b. Kriteria hasil :
Pasien dapat buang air kecil teratur bebas dari distensi kandung
kemih. Menunjukan residu pasca berkemih kurang dari 50 ml,
dengan tak adanya tetesan/kelebihan.
c. Intervensi :
1) Lakukan irigasi kateter secara berkala atau terus- menerus
dengan teknik steril.
Rasional : Menghindari terjadinya gumpalan yang dapat
menyumbat kateter, menyebabkan peregangan dan perdarahan
kandung kemih.
25
2) Atur posisi selang kateter dan urin bag sesuai gravitasi dalam
keadaan tertutup.
Rasional : Untuk mencegah peningkatan tekanan pada kandung
kemih.
3) Observasi adanya tanda-tanda shock/hemoragi (hematuria,
dingin, kulit lembab, takikardi, dispnea).
Rasional : Untuk mencegah komplikasi berlanjut.
4) Mempertahankan kesterilan sistem drainage cuci tangan
sebelum dan sesudah menggunakan alat dan observasi aliran
urin serta adanya bekuan darah atau jaringan.
Rasional : Pemberi perawatan menjadi penyebab terbesar
infeksi nosokomial.
Kewaspadaan umum melindungi pemberi perawatan dan
pasien.
5) Monitor urine setiap jam (hari pertama operasi) dan setiap 2
jam (mulai hari kedua post operasi).
Rasional : Cairan membantu mendistribusikan obat-obatan ke
seluruh tubuh. Risiko terjadinya ISK dikurangi bila aliran urine
encer konstan dipertahankan melalui ginjal.
6) Ukur intake output cairan.
Rasional : Menjamin keamanan untuk membantu penyembuhan
pascaoperasi.
26
7) Beri tindakan asupan/pemasukan oral 2000-3000 ml/hari, jika
tidak ada kontra indikasi.
Rasional : Cairan membantu mendistribusikan obat-obatan ke
seluruh tubuh. Risiko terjadinya ISK dikurangi bila aliran urine
encer konstan dipertahankan melalui ginjal.
8) Berikan latihan perineal (kegel training) 15-20x/jam selama 2-
3 minggu, anjurkan dan motivasi pasien untuk melakukannya.
Rasional : Mengajarkan pasien bagaimana melakukannya
sendiri.
3. Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan sumbatan saluran
ejakulasi, hilangnya fungsi tubuh.
a. Tujuan : Tidak terjadinya disfungsi seksual
b. Kriteria hasil :
Pasien menyadari keadaannya dan akan mulai lagi intaraksi seksual
dan aktivitas secara optimal.
c. Intervensi :
1) Motivasi pasien untuk mengungkapkan perasaannya yang
berhubungan dengan perubahannya.
Rasional : Memberikan informasi untuk membantu dalam
menentukan pilihan atau keefektifan intervensi.
2) Jawablah setiap pertanyaan pasien dengan tepat.
Rasional : Untuk menginformasikan kondisi klien.
27
3) Beri kesempatan pada pasien untuk mendiskusikan perasaannya
tentang efek prostatektomi dalam fungsi seksual.
Rasional : Memberikan informasi untuk membantu dalam
menentukan pilihan atau keefektifan intervensi.
4) Libatkan kelurga/istri dalam perawatan pmecahan masalah
fungsi seksual.
Rasional : Memberikan informasi untuk membantu dalam
menentukan pilihan atau keefektifan intervensi.
5) Beri penjelasan penting tentang:
a) Impoten terjadi pada prosedur
radikal
b) Adanya kemungkinan fungsi
seksual kembali normal
c) Adanya kemunduran ejakulasi.
Rasional : Memberikan informasi untuk membantu dalam
menentukan pilihan atau keefektifan intervensi.
6) Anjurkan pasien untuk menghindari hubungan seksual selama 1
bulan (3-4 minggu) setelah operasi.
Rasional : Menjamin keamanan untuk membantu penyembuhan
pascaoperasi.
4. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan port de entrée
mikroorganisme melalui kateterisasi, dan jaringan terbuka.
a. Tujuan : Tidak terjadinya infeksi
28
b. Kriteria hasil:
1) Tanda-tanda vital dalam batas normal
2) Tidak ada bengkak, aritema, nyeri
3) Luka insisi semakin sembuh dengan baik
c. Intervensi:
1) Lakukan irigasi kandung kemih dengan larutan steril.
Rasional : Gumpalan dapat menyumbat kateter, menyebabkan
peregangan dan perdarahan kandung kemih.
2) Observasi insisi (adanya indurasi drainage dan kateter), (adanya
sumbatan, kebocoran).
Rasional : Sumbatan pada selang kateter oleh bekuan dapat
menyebabkan distensi kandung kemih, dengan peningkatan
spasme.
3) Lakukan perawatan luka insisi secara aseptik, jaga kulit sekitar
kateter dan drainage.
Rasional : Untuk mengurangi resiko infeksi.
4) Monitor balutan luka, gunakan pengikat bentuk T perineal
untuk menjamin dressing.
Rasional : Untuk mengurangi resiko infeksi.
5) Monitor tanda-tanda sepsis (nadi lemah, hipotensi, nafas
meningkat, dingin).
29
Rasional : Deteksi awal terhadap komplikasi dengan intervensi
yang tepat dapat mencegah kerusakan jaringan yang permanen.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan adanya kelemahan fisik,
sehubungan adanya nyeri dan ketidaknyamanan.
a. Tujuan: pasien dapat toleran terhadap aktivitas
b. Kriteria hasil:
1) Berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan/diperlukan
2) Melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas yang diukur
3) Menunjukkan penurunan dalam tanda-tanda intoleransi fisiologis
c. Intervensi:
1) Kaji respon pasien terhadap aktivitas.
Rasional: kecenderungan menentukan respon pasien terhadap
aktivitas.
2) Monitor TTV
Rasional: Mengidentifikasi peningkatan dan penurunan
aktivitas.
3) Batasi pengunjung/kunjungan oleh pasien.
Rasional: Ruangan terasa panas dan pengap yang dapat
mempengaruhi pasien.
4) Anjurkan pasien menghindari peningkatan tekanan abdomen.
Rasional: Aktivitas tersebut dapat meningkatkan nyeri pada luka
operasi.
30
5) Tingkatkan aktivitas secara bertahap, contoh bangun dari tempat
tidur bila tidak terasa nyeri.
Rasional: Aktivitas yang maju memberikan kontrol jantung,
meningkatkan regangan dan mencegah aktivitas berlebihan.