BAB II KERANGKA TEORITIS 2.1 Penelitian...

65
7 BAB II KERANGKA TEORITIS 2.1 Penelitian terdahulu Kebanyakan bangunan konstruksi di Indonesia tidak tergolong dalam kategori green building atau sustainable bulding. Dilihat dari segi energi, life-style yang diaplikasi sekarang memerlukan penggunaan energi dalam jumlah yang banyak untuk mendukung kehidupan yang nyaman, misalnya : penggunaan AC untuk iklim tropis di Indonesia, penggunaan lampu untuk penerangan didalam ruangan, penyaringan air dan kebutuhan aktivitas yang lain. Hampir 95% sumber energi yang digunakan di Indonesia termasuk sumber energi yang tidak terbaharui, misalnya: fosil, koil, minyak tanah, gas alam dan sebagainya. Sehingga dalam kondisi ini sangat membahayakan generasi penerus berikutnya. Menurut Amanjeet Singh, MS et al., (2010) dalam penelitian Effects of Green Building on Employee Health and Productivity, dengan membandingkan kesehatan pengguna bangunan (occupant) di bangunan konvensional di Lansing, Michigan dan bangunan yang ber LEED sertifikat mulai dari certified, silver, gold dan platinium. Berdasarkan hasil penelitiannya, dengan meningkatkan indoor environment quality (IEQ), dapat mendapat benefit 0,41 work hours/occupant karena absen, 1,34 work hours/occupant karena asma atau alergi, 2,02 work hours/occupant karena despress atau stress dan serta meningkat productivity per pengguna bangunan 38,98 work hours/occupant dalam setahun. Menurut penelitian Campbell (2010), sebuah green retrofit building dapat mengaplikasi konsep green diseluruh bagian bangunan, biaya diantara renovasi SINDYANA RAZALI, PERANCANGAN BANGUNAN DENGAN MEMPERTIMBANGKAN ASPEK LINGKUNGAN DAN ENERGI (STUDI KASUS BANGUNAN UNIVERSITAS INTERNATIONAL BATAM ( UIB ) DENGAN EVALUASI KONSEP GREEN BUILDING), 2012 UIB Repository©2013

Transcript of BAB II KERANGKA TEORITIS 2.1 Penelitian...

7

BAB II KERANGKA TEORITIS

2.1 Penelitian terdahulu

Kebanyakan bangunan konstruksi di Indonesia tidak tergolong dalam

kategori green building atau sustainable bulding. Dilihat dari segi energi, life-style

yang diaplikasi sekarang memerlukan penggunaan energi dalam jumlah yang

banyak untuk mendukung kehidupan yang nyaman, misalnya : penggunaan AC

untuk iklim tropis di Indonesia, penggunaan lampu untuk penerangan didalam

ruangan, penyaringan air dan kebutuhan aktivitas yang lain. Hampir 95% sumber

energi yang digunakan di Indonesia termasuk sumber energi yang tidak terbaharui,

misalnya: fosil, koil, minyak tanah, gas alam dan sebagainya. Sehingga dalam

kondisi ini sangat membahayakan generasi penerus berikutnya.

Menurut Amanjeet Singh, MS et al., (2010) dalam penelitian Effects of

Green Building on Employee Health and Productivity, dengan membandingkan

kesehatan pengguna bangunan (occupant) di bangunan konvensional di Lansing,

Michigan dan bangunan yang ber LEED sertifikat mulai dari certified, silver, gold

dan platinium. Berdasarkan hasil penelitiannya, dengan meningkatkan indoor

environment quality (IEQ), dapat mendapat benefit 0,41 work hours/occupant

karena absen, 1,34 work hours/occupant karena asma atau alergi, 2,02 work

hours/occupant karena despress atau stress dan serta meningkat productivity per

pengguna bangunan 38,98 work hours/occupant dalam setahun.

Menurut penelitian Campbell (2010), sebuah green retrofit building dapat

mengaplikasi konsep green diseluruh bagian bangunan, biaya diantara renovasi

SINDYANA RAZALI, PERANCANGAN BANGUNAN DENGAN MEMPERTIMBANGKAN ASPEK LINGKUNGAN DAN ENERGI (STUDI KASUS BANGUNAN UNIVERSITAS INTERNATIONAL BATAM ( UIB ) DENGAN EVALUASI KONSEP GREEN BUILDING), 2012 UIB Repository©2013

8

diantara $2-$7 per square foot ($21-$75 per sq m), tergantung dengan usia

building, desain yang sudah diaplikasi, tujuan dan level green building yang ingin

dicapai. Dari segi pengembalian investasi [ROI], sebuah green retrofit building

berkisar 2 sampai 15 tahun. Dan dalam survei indikator efisiensi energi tahunan

dilakukan oleh Johnson Controls pada bulan Maret 2008 menemukan bahwa 50 %

dari pemilik bangunan komersial memerlukan proyek-proyek yang memiliki

periode pengembalian modal sederhana dalam tiga tahun atau kurang.

Dalam penelitiannya Charles Lockwood (2009), mendesain ulang sebuah

bangunan Empire State dengan konsep green building, disebuah proyek yang

senilai $120 juta dengan penambahan biaya renovasi sebesar $13,2 juta dapat

menghemat penggunaan energi sebesar 38,4% dengan payback period dalam 3

tahun. Dan estimasi dari tim manajemen proyek, dalam jangka satu tahun dapat

menghemat biaya utilitas sebesar $4,4 juta dengan mengurangi penggunaan energi

dan karbon.

2.2 Green Building Council

Green Building Council adalah suatu organisasi non-profit yang komitmen

penuh mengaplikasi prinsip bangunan berkelanjutan (sustainability) untuk

mewujudkan bangunan yang ramah lingkunan (menjadi keharusan untuk setiap

konstruksi baru). Berikut ini adalah Negara-negara yang sudah mendirikan Green

Building Council dan sistem rating yang digunakan:

SINDYANA RAZALI, PERANCANGAN BANGUNAN DENGAN MEMPERTIMBANGKAN ASPEK LINGKUNGAN DAN ENERGI (STUDI KASUS BANGUNAN UNIVERSITAS INTERNATIONAL BATAM ( UIB ) DENGAN EVALUASI KONSEP GREEN BUILDING), 2012 UIB Repository©2013

9

Tabel 2.1 Green Building Council dan sistem rating dimasing-masing Negara

Negara Badan Organisasi Sistem Rating

Australia

Green Building Council Australia

Green Star

Brazil Green Building Council do Brazil LEED Brazil Canada Canada Green Building Council LEED Cananda German Germany Sustainable Building Council Sedang disusun

India Indian Green Building Council LEED India Indonesia Green Building Council Indonesia GREENSHIP

Jepang Japan Sustainable Building Construction

CASBEE

Malaysia Standard & Industrial Research Insitute of Malaysia

Green Building Index

Mexico Mexico Green Building Council SICES New Zealand New Zealand Green Building Council Green Star NZ

Phillipine Phillipine Green Building Council LEED Philipine Singapore Building and Construction Authority BCA Green Mark

Taiwan Taiwan Green Building EEWH Thailand Thailand Green Building Sedang disusun

United Arab Emirates

Emirates Green Building Sedang disusun

United Kingdom United Kingdom Green Building Council

BREEAM

Unites States of America

U.S Green Building Council LEED

Vietnam

Vietnam Green Building Council Sedang disusun

Sumber : www.worldgbc.com (2012)

Setiap Negara mempunyai hak sendiri menentukan nama organisasi yang

digunakan dalam menerapkan sistem rating yang disusun ataupun mengadopsi

dari Negara lain. Konsil Bangunan Hijau Indonesia saat ini telah memiliki rating

sistem bernama GREENSHIP. Sistem rating ini disusun bersama-sama dengan

keterlibatan stakeholder dari profesional, industri, pemerintah, akademisi, dan

organisasi lain di Indonesia.

SINDYANA RAZALI, PERANCANGAN BANGUNAN DENGAN MEMPERTIMBANGKAN ASPEK LINGKUNGAN DAN ENERGI (STUDI KASUS BANGUNAN UNIVERSITAS INTERNATIONAL BATAM ( UIB ) DENGAN EVALUASI KONSEP GREEN BUILDING), 2012 UIB Repository©2013

10

2.3 World Green Building Council (WGBC)

World Green Building Council adalah badan international yang mempunyai

misi mempercepat perubahan lingkungan diseluruh dunia dengan prinsip

sustainability. WGBC menyediakan forum dunia untuk mempercepat perubahan

pasar dari traditional, praktik bangunan yang tidak efisien hingga perfoma

bangunan tingkat tinggi. Hal ini merupakan strategi untuk mengkritik kota dan

negara di seluruh dunia yang berhubungan dengan emisi karbon dioksida (CO2

• Memastikan keberhasilan Green Building Council di Negara lain.

)

dan pencemaran lingkungan lainnya

Visi dan Misi World Green Building Council

Visi dari WGBC melalui kerja sama kepemimpinan, industri konstruksi

akan berubah dari praktik yang tradisional dengan prinsip sustainability yang

memperhatikan lingkungan, kesejaterahan ekonomi, dan pertumbuhan sosial

untuk menciptakan kesehatan yang berkelajutan.

Misi dari WGBC:

• Berdiri sebagai “penyuara” international pertama untuk rancangan dan

pertimbangan green building.

• Membantu perkembangan komunikasi dan kerja sama antar dewan, negara

dan pimpinan industri.

• Mendukung sistem rating green building.

• Berbagi strategi dan praktik penerapan green building terbaik secara global.

SINDYANA RAZALI, PERANCANGAN BANGUNAN DENGAN MEMPERTIMBANGKAN ASPEK LINGKUNGAN DAN ENERGI (STUDI KASUS BANGUNAN UNIVERSITAS INTERNATIONAL BATAM ( UIB ) DENGAN EVALUASI KONSEP GREEN BUILDING), 2012 UIB Repository©2013

11

Gambar 2.1 Logo WGBC dan kantor sekertariat WGBC, Canada

Sumber: www.worldgbc.org (2012)

2.4 U.S Green Building Council

United Stated Green Building Council adalah salah satu negera perintis

berdirinya Green Building Council, bahkan lebih dahulu sebelum berdirinya

WGBC tepatnya pada tahun 1994. Badan organisasi ini merupakan organisasi

non-profit yang memiliki komitmen untuk menerapkan praktik-praktik prinsip

sustainability. USGBC dibentuk dari 15.000 organisasi dari berbagai bidang

disiplin ilmu. Anggota terdiri pemilik bangunan, pengembang real estate, arsitek,

desainer, engineer, kontraktor, agen pemerintahan dan tenaga sukarela.

U.S Green Building Council adalah negara pertama yang menyusun sistem

penilaian konsep green building. Sistem ratingnya bernama The Leadership and

Enviromental Design (LEED). LEED berkembang sejak tahun 1998 dan direvisi

dengan menggabungkan teknologi green building terbaru. LEED NCv1.0 adalah

versi percobaan (pilot version). Proyek ini membantu menginformasikan USGBC

persyaratan untuk suatu sistem rating, dan pengetahuan ini dimasukkan ke LEED

SINDYANA RAZALI, PERANCANGAN BANGUNAN DENGAN MEMPERTIMBANGKAN ASPEK LINGKUNGAN DAN ENERGI (STUDI KASUS BANGUNAN UNIVERSITAS INTERNATIONAL BATAM ( UIB ) DENGAN EVALUASI KONSEP GREEN BUILDING), 2012 UIB Repository©2013

12

NCv2.0. LEED NCv2.2 dirilis pada tahun 2005, dan v3 pada tahun 2009. Hari ini,

LEED terdiri dari rangkaian sembilan sistem rating untuk konstruksi, desain dan

operasi dari bangunan, rumah dan lingkungan. Lima kategori menyeluruh sesuai

dengan spesialisasi yang tersedia di bawah program Profesional LEED

Terakreditasi.

Gambar 2.2 Logo USGBC dan kantor headquaters USGBC

Sumber : www.usgbc.org (2012)

2.5 Green Building Council Indonesia (GBCI)

Green Building Council Indonesia pertama dibentuk pada tanggal 12 Maret

2008. Pada awalnya GBCI menjadi salah satu negara yang mengadopsi sistem

LEED. LEED merupakan sistem penilaian untuk green building yang dikeluarkan

oleh U.S Green Building Council, LEED merupakan suatu acuan konsep green

building yang paling lengkap sehingga banyak diadopsi oleh negara lain.

SINDYANA RAZALI, PERANCANGAN BANGUNAN DENGAN MEMPERTIMBANGKAN ASPEK LINGKUNGAN DAN ENERGI (STUDI KASUS BANGUNAN UNIVERSITAS INTERNATIONAL BATAM ( UIB ) DENGAN EVALUASI KONSEP GREEN BUILDING), 2012 UIB Repository©2013

13

Pada tanggal 13 September 2010, GBCI secara resmi ter-registrasi menjadi

anggota dari WGBC. Sebagai negara yang berdirinya Green Building Council,

GBCI juga bekerja dalam penyusunan sistem rating tersendiri. Sistem rating

GBCI dengan adopsi LEED sebagai dasar penyusunan, juga bekerjasama dengan

Green Building Index (GBI) dalam bentuk penyusunan sistem pelatihan

profesional di bidang Green Building (GREENSHIP Professional), dan diskusi

dalam pengembangan rating. GBCI juga dibantu dari Green Building Council

Australia dalam pengembangan konsil, serta HK-BEAM society dari Hongkong

dalam sistematika penyusunan GREENSHIP.

Gambar 2.3 Sertifikat GBCI secara resmi menjadi anggota dari WGBC

Sumber: GBCI (2010)

SINDYANA RAZALI, PERANCANGAN BANGUNAN DENGAN MEMPERTIMBANGKAN ASPEK LINGKUNGAN DAN ENERGI (STUDI KASUS BANGUNAN UNIVERSITAS INTERNATIONAL BATAM ( UIB ) DENGAN EVALUASI KONSEP GREEN BUILDING), 2012 UIB Repository©2013

14

2.6 Sistem penilaian green building (Sistem rating)

Sistem rating merupakan alat bantu bagi para pelaku industri bangunan,

baik pengusaha, engineer, maupun pelaku lainnya dalam menerapkan best

practice dan mencapai standar terukur yang dapat dipahami oleh masyarakat

umum, terutama tenant dan pengguna bangunan.

2.6.1 LEED

Dalam panduan LEED (November 2002) menyatakan : “The Leadership

and Enviromental Design (LEED) merupakan sistem rating yang dikeluarkan

oleh U.S Green Building Council (USGBC) untuk membuat standar national yang

dapat mengkategorikan green building atau sustainable building melalui

rancangan konstruksi dan operasional.” Walaupun hanya ditetapkan sebagai

standar national, banyak negara-negara lain yang mengadopsi sistem ini untuk

diterapkan dalam pengembangan. Tujuan dalam sistem ini adalah membuat

pedoman yang dapat menunjang kenyamanan manusia di dalamnya, menjaga

kestabilan lingkungan dan juga mengurangi biaya operasional dengan atau tanpa

menggunakan teknologi.

2.6.1.1 Penyusunan LEED

LEED mulai disusun sejak tahun 1994 dan dipelopori oleh ilmuan senior

dari Natural Resources Defense Councol (NRDC), Robert K.Watson, yang juga

menjadi ketua hingga tahun 2006. Anggota komite awal yang juga terlibat pada

penyusunan LEED terdiri dari anggota pendiri USGBC Mike Italiano, arsitek Bill

SINDYANA RAZALI, PERANCANGAN BANGUNAN DENGAN MEMPERTIMBANGKAN ASPEK LINGKUNGAN DAN ENERGI (STUDI KASUS BANGUNAN UNIVERSITAS INTERNATIONAL BATAM ( UIB ) DENGAN EVALUASI KONSEP GREEN BUILDING), 2012 UIB Repository©2013

15

Reed dan Sandy Mendler, pengembang Gerard Heiber dan insinyur Richard

Bourne. Pada perkembangannya di tahun 1996, insinyur Tom Paladino dan Lynn

Barker ikut bergabung untuk menangani masalah teknis di dalam LEED. Dari

tahun 1994 sampai tahun 1996, LEED tumbuh dari satu standar konstruksi baru

menjadi sistem yang lebih luas terkait dengan enam standar yang meliputi proses

pengembangan dan konstruksi. LEED juga bertumbuh dari 6 sukarelawan dalam

satu komite menjadi lebih dari 200 sukarelawan, 20 komite dan 30 staff

profesional.

LEED diciptakan untuk beberapa tujuan, antara lain mendefinisikan

sustainable building dengan standar yang telah ditetapkan, mengembangkan

integrasi pada praktik desain bangunan, memperhatikan lingkungan pada industri

bangunan, merangsang tumbuhnya kesadaran untuk menerapkan prinsip-prinsip

sustainable bulding. Sistem rating ini dapat dibagi dalam enam aspek utama.

1. Sustainable site

2. Water effeciency

3. Energi and atmosphere

4. Materials and resources

5. Indoor enviromental quality

6. Inovasi and design process

SINDYANA RAZALI, PERANCANGAN BANGUNAN DENGAN MEMPERTIMBANGKAN ASPEK LINGKUNGAN DAN ENERGI (STUDI KASUS BANGUNAN UNIVERSITAS INTERNATIONAL BATAM ( UIB ) DENGAN EVALUASI KONSEP GREEN BUILDING), 2012 UIB Repository©2013

16

Keuntungan dengan menerapkan sistem LEED ini pada bangunan :

• Menciptakan lingkungan kinerja dan hunian yang sehat, yang

memperanguhi produktivitas serta menjaga kesehatan dan kenyamanan

penghuninya.

• Memperbaiki kualitas udara dan air dengan tidak melepaskan polutan-

polutan berbahaya.

• Mengurangi biaya operasional bangunan.

Dengan banyaknya keuntungan yang didapatkan, konsekuensi yang harus

diterima adalah biaya perencanaan desain dan konstruksi yang lebih besar

daripada bangunan konvensional.

2.6.1.2 Klasifikasi LEED

Sertifikasi LEED didapatkan setelah mengumpulkan dokumen aplikasi

yang berisi daftar persyaratan sistem rating. Setelah itu Green Building Council

yang akan mengeluarkan sertifikasinya. Tingkat sertifikasi ini dapat dibagi

menjadi empat tingkat: certified, silver, gold dan platinum. Jangkauan angka dari

tiap tingkatan sertifikasi tergantung dari versi-versi LEED yang digunakan.

Adapun beberapa versi LEED yang sudah dapat digunakan sebagai berikut:

• LEED for New Construction, dapat digunakan untuk konstruksi baru dan

renovasi (sistem yang paling umum digunakan).

• LEED for Existing Building, dapat digunakan untuk mensertifikasi

bangunan yang sudah berdiri.

SINDYANA RAZALI, PERANCANGAN BANGUNAN DENGAN MEMPERTIMBANGKAN ASPEK LINGKUNGAN DAN ENERGI (STUDI KASUS BANGUNAN UNIVERSITAS INTERNATIONAL BATAM ( UIB ) DENGAN EVALUASI KONSEP GREEN BUILDING), 2012 UIB Repository©2013

17

• LEED for Commercial Interiors, biasanya pada bangunan yang disewakan

dan penyewa yang melengkapi sendiri interiornya.

• LEED for Core and Shell.

• LEED for Homes

• LEED for Neighborhood Development.

• LEED for Schools.

• LEED for Retails.

Gambar 2.4 Logo LEED crendentialed profesionals.

Gambar 2.5

Logo LEED certification levels

Sumber: USGBC-LEED Brochure

2.6.2 GREENSHIP

Pada Juni 2010 GBCI secara resmi mempublikasi sistem rating

GREENSHIP sebagai dasar penilaian konsep green building. Standar yang ingin

dicapai dalam penerapan GREENSHIP adalah terjadinya suatu bangunan hijiau

SINDYANA RAZALI, PERANCANGAN BANGUNAN DENGAN MEMPERTIMBANGKAN ASPEK LINGKUNGAN DAN ENERGI (STUDI KASUS BANGUNAN UNIVERSITAS INTERNATIONAL BATAM ( UIB ) DENGAN EVALUASI KONSEP GREEN BUILDING), 2012 UIB Repository©2013

18

(green building) yang ramah lingkungan sejak tahap perencanaan, pembangunan,

hingga pengoperasian dan pemeliharaan sehari-hari. Kiteria penilaianya

dikelompokkan enam kategori, yaitu:

• Tepat lahan guna (Approciate site development /ASD)

• Efisiensi dan konservasi energi (Energy efficiency and conservation /EEC)

• Konservasi air (Water conservation /WAC )

• Sumber dan siklus material (Material resources and cycle /MRC)

• Kualitas udara dan kenyamanan ruangan (Indoor air health and comfort

/IHC)

• Manajemen lingkungan bangunan (Building and environment management

/BEM)

Dari awal, GBCI sudah menetapkan akan menyusun suatu sistem rating

yang sesuai dengan kondisi dan situasi lokal di Indonesia serta menetapkan

teknik-teknik yang dapat diimplentasikan di Indonesia. Beberapa prinsip yang

dipergunakan menjadi dasar penyusunan adalah:

1. Sederhana (simplicity)

2. Dapat mudah untuk diimplementasikan (applicable)

3. Teknologi tersedia (available technology)

4. Menggunakan kriteria penilaian sepedapat mungkin berdasarkan

standar lokal.

SINDYANA RAZALI, PERANCANGAN BANGUNAN DENGAN MEMPERTIMBANGKAN ASPEK LINGKUNGAN DAN ENERGI (STUDI KASUS BANGUNAN UNIVERSITAS INTERNATIONAL BATAM ( UIB ) DENGAN EVALUASI KONSEP GREEN BUILDING), 2012 UIB Repository©2013

19

Gambar 2.6 Diagram analisis penyusunan sistem rating GREENSHIP

Sumber: GBCI, (2010)

Keempat dasar tersebut bertujuan untuk mengajak para pelaku industri

bangunan untuk berkeinginan mengimplementasikan konsep bangunan hijau

berdasarkan tidak sulitnya kriteria sistem rating tersebut. Dengan dimulainya

gerakan ini, diharapkan semakin banyak lagi pihak yang menerapkan konsep ini

sehingga diharapkan pelaksanaan konsep bangunan hijau menjadi suatu hal yang

akan menjadi sasaran umum dari setiap pengembang bangunan.

Rating yang disusun dan tolok ukur standar pencapaiannya dimulai dari

yang mudah. Tentu ini lebih sederhana dibanding sistem rating lain di luar

negeri, yang sudah dahulu berkembang dan diakui reputasinya. Disini terdapat

lima tingkat kesulitan dari rating yang ditentukan, yaitu:

1. Rating yang untuk pencapaiannya relatif mudah dan tanpa biaya besar,

2. Rating yang untuk pencapaiannya relatif mudah tapi terdapat hambatan

dalam penerapannya,

SINDYANA RAZALI, PERANCANGAN BANGUNAN DENGAN MEMPERTIMBANGKAN ASPEK LINGKUNGAN DAN ENERGI (STUDI KASUS BANGUNAN UNIVERSITAS INTERNATIONAL BATAM ( UIB ) DENGAN EVALUASI KONSEP GREEN BUILDING), 2012 UIB Repository©2013

20

3. Rating yang untuk pencapaiannya relatif sulit, butuh biaya besar, tetapi

bisa dilakukan memiliki dampak lingkungan yang signifikan,

4. Rating yang untuk pencapaiannya relatif sulit, butuh biaya besar, dan

teknologi tersedia belum cukup maju untuk mencapai dampak

lingkungan yang signifikan, serta

5. Rating yang untuk proses penilaiannya relatif sulit dilakukan.

Ada empat tingkat peringkat GREENSHIP, yaitu:

Tabel 2.2 Tabel peringkat pembagian GREENSHIP

Gambar 2.7 Logo GREENSHIP berdasarkan masing-masing peringkat

Sumber: GBCI, (2010)

Platinum Gold Silver Bronze

SINDYANA RAZALI, PERANCANGAN BANGUNAN DENGAN MEMPERTIMBANGKAN ASPEK LINGKUNGAN DAN ENERGI (STUDI KASUS BANGUNAN UNIVERSITAS INTERNATIONAL BATAM ( UIB ) DENGAN EVALUASI KONSEP GREEN BUILDING), 2012 UIB Repository©2013

21

Peringkat dari GREENSHIP mencerminkan usaha pemilik bangunan. Butir

rating yang dimuat dalamnya mengombinasikan berbagai tingkat kesulitan.

Angka yang ditetapkan sebagai nilai minimum peringkat perunggu adalah jumlah

nilai yang dapat dicapai apabila sebuah proyek memenuhi nilai maksimum dari

rating yang pencapaiannya relatif mudah, tidak membutuhkan biaya tambahan

dan membutuhan biaya tidak terlalu besar. Nilai minimal perak jika dicapai bila

suatu proyek memenuhi semua rating yang pencapaiannya relatif mudah serta

sepertiga rating yang pencapaiannya sulit dan butuh biaya relatif besar. Nilai

minimal emas diperoleh bila sebuah proyek memenuhi semua rating yang

pencapaiannya relatif mudah dan dua per tiga dari rating yang pencapaiannya

sulit dan butuh biaya relatif besar. Peringkat platinum dapat dicapai bila suatu

proyek memenuhi rating yang pencapaiannya membutuhan biaya relatif lebih

besar dan teknologinya belum tersedia sehingga dapat dikatakan sangat sulit untuk

pencapaiannya.

2.6.3 Jenis Rating

Dari Paduan Penerapan Perangkat Penilaian Bangunan Hijau GREENSHIP versi

1.0 tersebut, Rating dikelompokan dalam 3 (tiga) jenis penilaian, yaitu rating prasyarat,

rating biasa, dan rating bonus

1. Rating Prasyarat (Prerequisite)

Rating prasayarat adalah butir rating yang mutlak harus dipenuhi dan diimplementasi

dalam suatu kategori. Apabila butir ini tidak dipenuhi, butir-butir rating lainnya dalam

kategori ini tidak dapat dinilai dan tidak akan mendapatkan nilai sehingga proses

sertifikasi tidak dapat dilanjutkan. Butir rating ini sendiri tidak memiliki butir nilai.

SINDYANA RAZALI, PERANCANGAN BANGUNAN DENGAN MEMPERTIMBANGKAN ASPEK LINGKUNGAN DAN ENERGI (STUDI KASUS BANGUNAN UNIVERSITAS INTERNATIONAL BATAM ( UIB ) DENGAN EVALUASI KONSEP GREEN BUILDING), 2012 UIB Repository©2013

22

2. Rating Biasa

Rating biasa adalah turunan dalam kategori selain butir prasyarat. Butir ini baru dapat

dinilai dan diberi nilai kalau semua butir prasyarat dalam kategori tersebut telah dipenuhi

atau telah dilaksanakan. Butir rating ini memiliki butir nilai tertentu, sesuai dengan

ketentuan pencapaian tolok ukur yang sudah ditetapkan.

3. Rating Bonus

Rating bonus adalah butir rating yang dapat dinilai seperti butir rating biasa tetapi

keberadaannya tidak diperhitungkan dalam jumlah total butir rating yang digunakan

sebagai nilai pembagi dalam perhitungan persentase penilaian. Suatu rating

dipertimbangkan sebagai rating bonus apabila dinilai untuk mencapai rating tersebut

diperlukan usaha atau biaya yang besar, dan apabila dilakukan menimbulkan impact yang

besar terhadap lingkungan, tetapi teknologi yang ada belum cukup memadai untuk

mendukung usaha tersebut sehingga terdapat kendala seperti biaya yang relatif tinggi.

2.6.4 Kiteria Penilaian GREENSHIP

2.6.4.1 Tepat Guna Lahan (Appropriate Site Development)

Laju perkembangan kawasan urban semakin menggurita karena umumya

pemilihan lokasi pembangunan di Indonesia lebih mengutamakan faktor harga

tanah daripada faktor lingkungan hidup dan pertimbangan keberlanjutan. Persepsi

bahwa pembangunan yang menggunakan lahan baru dinilai lebih murah daripada

menggunakan lokasi yang dilengkapi oleh berbagai jaringan fasilitas umum

meningkatkan laju urban sprawl sehingga konversi lahan rural menjadi urban

semakin tidak terelakkan. Seiring dengan pertumbuhan luasnya kawasan urban,

ketersediaan ruangan terbuka (RTH) yang mendukung populasi penduduk justru

SINDYANA RAZALI, PERANCANGAN BANGUNAN DENGAN MEMPERTIMBANGKAN ASPEK LINGKUNGAN DAN ENERGI (STUDI KASUS BANGUNAN UNIVERSITAS INTERNATIONAL BATAM ( UIB ) DENGAN EVALUASI KONSEP GREEN BUILDING), 2012 UIB Repository©2013

23

semakin terbatas. Selain itu gaya hidup urban menyerap banyak energi dan air

serta menghasilkan CO2

1. Area Dasar Hijau (Basic Green Area)

dan jejak karbon yang besar. GBCI, (2010)

Regulasi GREENSHIP dalam pengontrolan tepat guna lahan:

Tujuannya adalah memelihara atau memperluas kehijauan kota untuk

meningkatkan kualitas lingkungan mengurangi emisi gas rumah kaca, mengurangi

beban limpasan permukaan sistem drainase, meminimalkan dampak terhadap

neraca air bersih dan sistem air tanam selama penggunaan bangunan. Tolak

ukurnya berdasarkan berikut ini:

a. Adanya area lansekap berupa vegetasi (softscape) yang bebas dari struktur

bangunan dan struktur sederhana bangunan taman (hardscape) di atas

permukaan tanah atau di bawah tanah, dengan luas area minimum 10% dari

luas total lahan atau 50% dari ruang terbuka dalam tapak.

b. Area ini memiliki vegetasi mengikuti Permendagri No 1 tahun 2007 Pasal

13 (2a) dengan komposisi 50% lahan tertutupi luasan pohon ukuran kecil,

ukuran sedang, ukuran besar, perdu setengah pohon, perdu, semak dalam

ukuran dewasa dengan jenis tanaman sesuai dengan Permen PU No.

5/PRT/M/2008 mengenai Ruang Terbuka Hijau (RTH) Pasal 2.3.1 tentang

Kriteria Vegetasi untuk Pekarangan. GBCI, (2010).

SINDYANA RAZALI, PERANCANGAN BANGUNAN DENGAN MEMPERTIMBANGKAN ASPEK LINGKUNGAN DAN ENERGI (STUDI KASUS BANGUNAN UNIVERSITAS INTERNATIONAL BATAM ( UIB ) DENGAN EVALUASI KONSEP GREEN BUILDING), 2012 UIB Repository©2013

24

2. Pemilihan Tapak (Site Selection)

Tujuannya adalah untuk menghindari pembangunan di area greenfileds dan

menghindari pembukaan lahan baru.Tolak ukurnya sebagai berikut:

a. Membangun di dalam kawasan perkotaan dilengkapi sarana - prasarana serta

telah memenuhi standar Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat RI

Nomor 32/PERMEN/M/2006 Petunjuk Teknis Kawasan Siap Bangun dan

Lingkungan Siap Bangun yang Berdiri Sendiri paragraf ketiga tentang

Persyaratan Utilitas Kasiba Pasal 68 yang masih berdensitas rendah, yaitu

tingkat okupansi/hunian <300 orang/Ha, sehingga terjadi pembangunan

yang lebih kompak >300 orang/Ha.

b. Untuk pembangunan yang berlokasi dan melakukan revitalisasi di atas lahan

yang bernilai negatif dan tak terpakai karena bekas pembangunan atau

dampak negatif pembangunan, seperti tempat pembuangan akhir (TPA),

badan air yang tercemar, dan daerah padat yang sarana dan prasarananya di

bawah standar Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat RI Nomor

32/PERMEN/M/2006 Petunjuk Teknis Kawasan Siap Bangun dan

Lingkungan Siap Bangun yang Berdiri Sendiri paragraf ketiga tentang

Persyaratan Utilitas Kasiba Pasal 68, revitalisasi dilakukan dengan

melengkapi tapak dengan sarana prasarana tersebut. GBCI, (2010)

SINDYANA RAZALI, PERANCANGAN BANGUNAN DENGAN MEMPERTIMBANGKAN ASPEK LINGKUNGAN DAN ENERGI (STUDI KASUS BANGUNAN UNIVERSITAS INTERNATIONAL BATAM ( UIB ) DENGAN EVALUASI KONSEP GREEN BUILDING), 2012 UIB Repository©2013

25

3. Aksessibilitas Komunitas (Community Accessbility)

Tujuannya adalah untuk mendorong pembangungan ditempat yang sudah

memiliki jaringan konektivitas dan meningkatkan pencapaian pengguna bangunan

sehingga mempermudah masyarakat dengan menjalankan kegiatan sehari-hari dan

menghindari penggunaan kendaraan bermotor. Tolak ukurnya sebagai berikut:

a. Terdapat minimal 7 jenis fasilitas umum dalam jarak pencapaian jalan utama

sejauh 1500 m dari tapak.

b. Membuka akses pejalan kaki selain ke jalan utama di luar tapak yang

menghubungkannya dengan jalan sekunder dan/atau lahan milik orang lain

sehingga tersedia akses ke minimal 3 fasilitas umum sejauh 300 m jarak

pencapaian pejalan kaki.

c. Menyediakan fasilitas/akses yang aman, nyaman, dan bebas dari

perpotongan dengan akses kendaraan bermotor untuk menghubungkan

secara langsung bangunan dengan bangunan lain, di mana terdapat minimal

3 fasilitas umum dan/atau dengan stasiun transportasi masal.

d. Membuka lantai dasar bangunan sehingga dapat menjadi akses pejalan kaki

yang aman dan nyaman selama minimum 10 jam sehari. GBCI, (2010)

SINDYANA RAZALI, PERANCANGAN BANGUNAN DENGAN MEMPERTIMBANGKAN ASPEK LINGKUNGAN DAN ENERGI (STUDI KASUS BANGUNAN UNIVERSITAS INTERNATIONAL BATAM ( UIB ) DENGAN EVALUASI KONSEP GREEN BUILDING), 2012 UIB Repository©2013

26

4. Transportasi Massal (Public Transportation)

Tujuannya adalah mendorong penghuni dan tamu bangunan untuk

menggunakan kendaraan umum dan mengurangi kendaraan pribadi. Tolak

ukurnya sebagai berikut:

a. Adanya halte atau stasiun transportasi umum dalam jangkauan 300 m

(walking distance) dari gerbang lokasi bangunan dengan tidak

memperhitungkan panjang jembatan penyeberangan dan ramp. Atau

b. Menyediakan shuttle bus untuk pengguna tetap bangunan dengan jumlah

unit minimum untuk 10% pengguna tetap bangunan.

c. Menyediakan fasilitas jalur pedestrian didalam area bangunan untuk menuju

ke stasiun transportasi umum terdekat yang aman dan nyaman sesuai dengan

Peraturan Menteri PU30/PRT/M/2006 mengenai Pedoman Teknis Fasilitas

dan Aksesibilitas pada bangunan dan Lingkungan Lampiran 2B. GBCI,

(2010)

5. Fasilitas untuk Pengguna Sepeda (Bicycle)

Tujuannya adalah mendorong penggunaan sepeda bagi penghuni dan tamu

bangunan dengan memberikan fasilitas memadai bagi penggunaanya sehingga

dapat mengurangi penggunaan kendaraan bermotor. Tolak ukurnya sebagai

berikut:

a. Adanya tempat parkir sepeda yang aman sebanyak 1 unit parkir per 20

pengguna bangunan.

SINDYANA RAZALI, PERANCANGAN BANGUNAN DENGAN MEMPERTIMBANGKAN ASPEK LINGKUNGAN DAN ENERGI (STUDI KASUS BANGUNAN UNIVERSITAS INTERNATIONAL BATAM ( UIB ) DENGAN EVALUASI KONSEP GREEN BUILDING), 2012 UIB Repository©2013

27

b. Apabila butir 1 di atas terpenuhi, perlu tersedianya shower sebanyak 1 unit

untuk setiap 10 tempat parkir sepeda. GBCI, (2010)

6. Lansekap pada Lahan (Site Lanscaping)

Tujuannya adalah memelihara atau memperluas kehijauan kota untuk

meningkatkan kualitas lingkungan hidup mengurangi limpasan permukaan

terhadap beban sistem drainase sehingga meminimalkan dampak terhadap neraca

air bersih dan sistem air tanah, mengurangi heat island, reduksi CO2

a. Adanya area lansekap berupa vegetasi (softscape) yang bebas dari bangunan

taman (hardscape) yang terletak diatas permukaan tanah seluas minimal

40% luas total lahan. Luas area yang diperhitungkan adalah termasuk yang

tersebut di Prasyarat1, taman diatas basement, roofgarden, terracegarden,

dan wallgarden, sesuai dengan Permen PUNo.5/PRT/M/2008 mengenai

Ruang Terbuka Hijau (RTH) Pasal2.3.1 tentang Kriteria Vegetasi untuk

Pekarangan.

dan zat

polutan lain pencegah erosi, konservasi lahan dan penanganan polusi. Tolak

ukurnya sebagai berikut:

b. Penambahan nilai sebesar 1 poin untuk setiap penambahan sebesar 10% area

lansekap dari luas lahan di tolok ukur 1 di atas.

c. Penggunaan tanaman lokal (indigenous) dan budi daya lokal dalam skala

provinsi menurut Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sebesar 60%

luas tajuk atau jumlah tanaman. GBCI, (2010)

SINDYANA RAZALI, PERANCANGAN BANGUNAN DENGAN MEMPERTIMBANGKAN ASPEK LINGKUNGAN DAN ENERGI (STUDI KASUS BANGUNAN UNIVERSITAS INTERNATIONAL BATAM ( UIB ) DENGAN EVALUASI KONSEP GREEN BUILDING), 2012 UIB Repository©2013

28

7. Iklim Mikro (Micro Climate)

Tujuannya adalah memperbaiki kondisi iklim mikro mencakup kenyamanan

suhu, angin dan kualitas lingkungan manusia diluar ruangan pada sekeliling

bangunan memengaruhi kondisi udara didalam ruangan. Tolak ukurnya sebagai

berikut:

a. Menggunakan berbagai material untuk menghindari efek heat island pada

area atap bangunan sehingga nilai albedo (daya refleksi panas matahari)

minimum 0,3 sesuai dengan perhitungan.

b. Menggunakan berbagai material untuk menghindari efek heat island pada

area non-atap sehingga nilai albedo (daya refleksi panas matahari) minimum

0,3 sesuai dengan perhitungan.

c. Desain menunjukkan adanya pelindung pada sirkulasi utama pejalan kaki di

daerah luar ruangan area luar ruang bangunan menurut Peraturan Menteri

PU No. 5/PRT/M/2008 mengenai Ruang Terbuka Hijau (RTH) Pasal 2.2.3.c

mengenai Sabuk Hijau. Dan/ atau

d. Desain lansekap menunjukkan adanya fitur yang mencegah terpaan angin

kencang kepada pejalan kaki di daerah luar ruangan area luar ruang

bangunan. GBCI, (2010)

SINDYANA RAZALI, PERANCANGAN BANGUNAN DENGAN MEMPERTIMBANGKAN ASPEK LINGKUNGAN DAN ENERGI (STUDI KASUS BANGUNAN UNIVERSITAS INTERNATIONAL BATAM ( UIB ) DENGAN EVALUASI KONSEP GREEN BUILDING), 2012 UIB Repository©2013

29

8. Manajemen Air Limpasan Hujan (Stromwater Management)

Tujuannya adalah mengurangi beban jaringan drainase kota dari kuantitas

limpasan air hujan dengan sistem manajemen air hujan secara terpadu. Tolak

ukurnya sebagai berikut:

a. Pengurangan beban volume limpasan air hujan ke jaringan drainase kota

dari lokasi bangunan hingga 50 % total volume hujan harian yang dihitung

menurut data BMKG.

b. Pengurangan beban volume limpasan air hujan ke jaringan drainase kota

dari lokasi bangunan hingga 85 % total volume hujan harian yang dihitung

menurut data BMKG.

c. Menunjukkan adanya upaya penanganan pengurangan beban banjir

lingkungan dari luar lokasi bangunan

d. Menggunakan teknologi-teknologi yang dapat mengurangi debit limpasan

air hujan. GBCI, (2010)

2.6.4.2 Efisiensi dan konservasi energi (Energy Efficiency and

Conservation)

Konsumsi energi paling besar dialokasikan pada operasional pengondisian

suhu ruang dalam bangunan berupa pendingin ruangan (air conditioning/AC),

transportasi vertikal, dan penerangan. Untuk memerangi perubahan iklim, perlu

adanya praktik-praktik baru, sejak tahap desain hingga pengoperasian bangunan,

sehingga efisiensi konsumi energi dapat meningkat dan jejak karbon, potensi

SINDYANA RAZALI, PERANCANGAN BANGUNAN DENGAN MEMPERTIMBANGKAN ASPEK LINGKUNGAN DAN ENERGI (STUDI KASUS BANGUNAN UNIVERSITAS INTERNATIONAL BATAM ( UIB ) DENGAN EVALUASI KONSEP GREEN BUILDING), 2012 UIB Repository©2013

30

pemanasan global, serta potensi penipisan lapisan ozon dapat berkurang. GBCI,

(2010).

Menurut hasil analisa yang dilakukan oleh

1. Pemasangan Sub-Metering (Electrical Sub-Metering)

AS LCI Project Database penelitian

terhadap Bangunan: “green building menghemat energi sebesar 30%.”

Regulasi GREENSHIP dalam pengontrolan efisiensi energi:

Tujuannya adalah sebagai fasilitas pendukung prosedur pemantauan dan

pencatatan konsumsi listrik sehingga data yang dicatat dapat digunakan untuk

usaha penghematan selanjutnya. Tolak ukurnya sebagai berikut:

Memasang kWh meter untuk mengukur konsumsi listrik pada setiap kelompok

beban dan sistem peralatan, yang meliputi:

• Sistem tata udara

• Sistem tata cahaya dan kotak kontak

• Sistem beban lainnya

2. Perhitungan OTTV (OTTV Calculation)

Tujuannya adalah mendorong penyebaran arti selubung bangunan yang baik

untuk penghematan energi. Tolak ukurnya adalah perhitungan OTTV berdasarkan

SNI 03-6389-2000 tentang Konservasi Energi Selubung Bangunan pada

Bangunan. GBCI,(2010)

SINDYANA RAZALI, PERANCANGAN BANGUNAN DENGAN MEMPERTIMBANGKAN ASPEK LINGKUNGAN DAN ENERGI (STUDI KASUS BANGUNAN UNIVERSITAS INTERNATIONAL BATAM ( UIB ) DENGAN EVALUASI KONSEP GREEN BUILDING), 2012 UIB Repository©2013

31

3. Tindakan Efisiensi Energi (Energy efficiency measurements)

Tujuannya adalah mendorong penghematan konsumsi energi melalui

aplikasi langkah-langkah efisien energi. Tolak ukurnya dapat melalui 3 pilihan

sebagai berikut :

3.1 Perhitungan dengan Perangkat Lunak Energi Modeling (Energy modelling

software

Energy modeling software digunakan untuk menghitung konsumsi energi

dibangunan baseline dan bangunan designed. Selisih konsumsi energi dari

bangunan baseline dan designed merupakan penghematan. Untuk setiap

penghematan sebesar 2,5%, yang dimulai dari penurunan energi sebesar 10% dari

bangunan baseline, mendapat nilai 1 poin dengan maksimum 20 poin (wajib

untuk level platinum). GBCI, (2010)

3.2 Lembaran kerja standar GBCI (Worksheet Standard GBCI)

Dengan menggunakan perhitungan worksheet, setiap penghematan 2% dari

selisih antara bangunan designed dan baseline mendapat nilai 1 poin.

Penghematan mulai dihitung dari penurunan energi sebesar 10% dari bangunan

baseline. Worksheet dimaksud disediakan oleh GBCI. GBCI, (2010)

3.3 Penghematan per Komponen yang sudah ditentukan (Fixed Components of

Energy Effeciency)

Caranya adalah dengan memperhitungkan secara terpisah overall thermal

transfer value (OTTV) dari selubung bangunan dan mempertimbangkan

SINDYANA RAZALI, PERANCANGAN BANGUNAN DENGAN MEMPERTIMBANGKAN ASPEK LINGKUNGAN DAN ENERGI (STUDI KASUS BANGUNAN UNIVERSITAS INTERNATIONAL BATAM ( UIB ) DENGAN EVALUASI KONSEP GREEN BUILDING), 2012 UIB Repository©2013

32

pencahayaan buatan, transportasi vertikal, dan coefficient of performance (COP).

GBCI, (2010)

3.3.1 Selubung Bangunan (Building Envelope)

Tiap penurunan 3 W/m2 dari nilai OTTV 45 W/m2

3.3.2 Pencahayaan Buatan (Non-natural Lighting)

(SNI 03-6389-2000)

mendapatkan nilai 1 poin (sampai maksimal 5 poin).

• Menggunakan lampu dengan daya pencahayaan sebesar 30%, yang lebih

hemat daripada daya pencahayaan yang tercantum dalam SNI 03-6197-

2000

• Menggunakan 100% ballast frekuensi tinggi (elektronik) untuk ruang kerja

• Penempatan tombol lampu dalam jarak pencapaian tangan pada saat buka

pintu. GBCI, (2010)

3.3.3 Transportasi Vertikal (Vertical Transportation)

• Lift menggunakan traffic management system yang sudah lulus traffic

analysis atau menggunakan regenerative drive system atau

• Menggunakan fitur hemat energi pada lift, menggunakan sensor gerak, atau

sleep mode pada eskalator. GBCI, (2010)

3.3.4 Efisiensi kerja atau COP (Coefficient of performance)

Menggunakan peralatan air conditioning dengan COP minimum 10% lebih

besar dari standar SNI 03-6390-2000. GBCI, (2010)

SINDYANA RAZALI, PERANCANGAN BANGUNAN DENGAN MEMPERTIMBANGKAN ASPEK LINGKUNGAN DAN ENERGI (STUDI KASUS BANGUNAN UNIVERSITAS INTERNATIONAL BATAM ( UIB ) DENGAN EVALUASI KONSEP GREEN BUILDING), 2012 UIB Repository©2013

33

4. Pencahayaan Alami (Natural Lighting)

Tujuannya adalah mendorong penggunaan pencahayaan alami yang optimal

untuk mengurangi komsumsi energi mendukung desain bangunan yang

memungkinkan penggunaan pencahayaan alami seluas mungkin. Tolak ukurnya

sebagai berikut:

a. Penggunaaan cahaya alami secara optimal sehingga minimal 30% luas

lantai yang digunakan untuk bekerja mendapatkan intensitas cahaya alami

minimal sebesar 300 lux.

b. Khusus untuk pusat perbelanjaan, minimal 20% luas lantai non-service

mendapatkan intensitas cahaya alami minimal sebesar 300 lux.

5. Ventilasi

Tujuanya adalah mendorong penggunaan ventilasi yang efisien di area

publik (non-nett lettable area /NLA) untuk mengurangi penambahan beban energi.

Tolak ukurnya adalah tidak mengondisikan ventilasi buatan (tidak memberi AC)

pada ruang WC, tangga, koridor, dan lobi lift, serta tidak melengkapi ruangan

tersebut dengan sistem ventilasi buatan. GBCI, (2010)

6. Pengaruh Perubahan Iklum (Climate Change Impact)

Tujuanya adalah memberi informasi atau pengertian bahwa pola konsumsi

energi yang berlebihan berpengaruh terhadap perubahan iklim. Tolak ukurnya

adalah dengan menyerahkan perhitungan pengurangan emisi CO2 yang

didapatkan dari selisih kebutuhan energi antara design building dan base building

SINDYANA RAZALI, PERANCANGAN BANGUNAN DENGAN MEMPERTIMBANGKAN ASPEK LINGKUNGAN DAN ENERGI (STUDI KASUS BANGUNAN UNIVERSITAS INTERNATIONAL BATAM ( UIB ) DENGAN EVALUASI KONSEP GREEN BUILDING), 2012 UIB Repository©2013

34

dengan menggnakan konversi antara CO2

7. Energi Baru dan Terbarukan yang bersumber di dalam Tapak (On-Site

Renewable Energy)

dan energi listrik (gride mission factor)

yang telah ditetapkan dalam Keputusan DNA pada B/277/Dep.III/LH/01/2009.

GBCI, (2010)

Tujuannya adalah mendorong penggunaan sumber energi baru dan

terbarukan yang bersumber dari dalam tapak. Tolak ukurnya adalah setiap 0,5%

daya listrik yang dibutuhkan bangunan yang dapat dipenuhi oleh sumber energi

terbarukan mendapatkan1 poin (sampai maksimal 5 poin).

2.6.4.3 Konservasi Air (Water Conservation)

Saat ini, kebutuhan total air di Indonesia mencapai 8,903 x 106 m3 dengan

kenaikan sekitar 10% per tahun. Di kawasan urban, pemenuhan kebutuhan ini

mengandalkan sumber air olahan dari PDAM dan eksploitasi air tanah.

Penggunaan air bersih secara umum adalah untuk memenuhi kegiatan mandi, cuci,

kakus, minum, dan irigasi lansekap. Pola konsumsi air dalam kondisi urban

seperti Jakarta memerlukan 150 liter/jiwa/hari, sedangkan menurut kajian Pasific

Institute (2006), kebutuhan air rata-rata Indonesia adalah sekitar 80 liter/jiwa/hari.

Angka-angka ini sangat boros apabila dibandingkan dengan angka konsumsi air

ideal, 50 liter/jiwa/hari. GBCI, (2010).

SINDYANA RAZALI, PERANCANGAN BANGUNAN DENGAN MEMPERTIMBANGKAN ASPEK LINGKUNGAN DAN ENERGI (STUDI KASUS BANGUNAN UNIVERSITAS INTERNATIONAL BATAM ( UIB ) DENGAN EVALUASI KONSEP GREEN BUILDING), 2012 UIB Repository©2013

35

Regulasi GREENSHIP dalam pengontrolan efisiensi air:

1. Pengukuran Penggunaan Air Bersih (Water metering)

Tujuanya adalah memfasilitas pengontrolan penggunaan air sehingga dapat

menjadi dasar penerapan manajemen yang baik. Tolak ukurnya dapat dilakukan

pemasangan alat meteran air (volume meter) yang ditempatkan dilokasi-lokasi

tertentu pada sistem distribusi air, sebagai berikut:

1. Satu volume meter disetiap sistem keluaran sumber air bersih seperti

sumber PDAM atau air tanah.

2. Satu volume meter untuk memonitor keluaran sistem air daur ulang.

3. Satu volume meter dipasang untuk mengukur tambahan keluaran air bersih

apabila dari sistem daur ulang tidak mencukupi. GBCI, (2010)

2. Pengukuran Pemakaian Air (Water use reduction)

Tujuannya adalah meningkat penghematan air bersih yang akan mengurangi

konsumsi air bersih dan mengurangi keluaran air limbah. Tolak ukurnya sebagai

berikut :

a. Konsumsi air bersih dengan jumlah tertinggi 80% dari sumber primer tanpa

mengurangi jumlah kebutuhan per-orang sesuai dengan SNI 03-7065-2005

seperti pada table terlampir.

b. Setiap penurunan konsumsi air bersih dari sumber primer sebesar 5% sesuai

dengan acuan pada poin 1 akan mendapatkan nilai 1 poin dengan nilai

maksimum sebesar 7 poin. GBCI, (2010)

SINDYANA RAZALI, PERANCANGAN BANGUNAN DENGAN MEMPERTIMBANGKAN ASPEK LINGKUNGAN DAN ENERGI (STUDI KASUS BANGUNAN UNIVERSITAS INTERNATIONAL BATAM ( UIB ) DENGAN EVALUASI KONSEP GREEN BUILDING), 2012 UIB Repository©2013

36

3. Pemilihan Alat Pengatur Keluaran Air (Water fixtures)

Tujuannya adalah memfasilitasi upaya penghematan air dengan pemasangan

water fixture efisiensi tinggi. Tolak ukurnya sebagai berikut :

a. Penggunaan water fixture yang sesuai dengan kapasitas buangan dibawah

standar maksimum kemampuan alat keluaran air sesuai dengan lampiran

(Tabel 4), pada tekanan air 3 bar, sejumlah minimal 50% dari total

pengadaan produk water fixture. Atau

b. Penggunaan water fixture yang sesuai dengan kapasitas buangan di bawah

standar maksimum kemampuan alat keluaran air sesuai dengan lampiran

(Tabel 4), pada tekanan air 3 bar, sejumlah minimal 75% dari total

pengadaan produk water fixture. GBCI, (2010)

4. Daur Ulang Air (Water recycling)

Tujuannya adalah menyediakan air dari sumber daur ulang air limbah

bangunan untuk mengurangi kebutuhan air dari sumber utama. Tolak ukurnya

adalah dengan instalasi daur ulang air dengan kapasitas yang cukup untuk

kebutuhan seluruh sistem flushing, irigasi, dan make up water cooling tower (jika

ada) . GBCI, (2010).

SINDYANA RAZALI, PERANCANGAN BANGUNAN DENGAN MEMPERTIMBANGKAN ASPEK LINGKUNGAN DAN ENERGI (STUDI KASUS BANGUNAN UNIVERSITAS INTERNATIONAL BATAM ( UIB ) DENGAN EVALUASI KONSEP GREEN BUILDING), 2012 UIB Repository©2013

37

5. Sumber Air Alternatif (Alternative water resources)

Tujuannya adalah menggunakan air alternatif yang diproses sehingga

menghasilkan air bersih untuk mengurangi penggunaan dari sumber utama. Tolak

ukurnya sebagai berikut :

a. Menggunakan salah satu dari tiga alternatif sebagai berikut: air kondensasi

AC, air bekas wudu, atau air hujan atau

b. Menggunakan lebih dari satu sumber air dari ketiga alternatif di atas. GBCI,

(2010)

6. Pengumpulan Air Hujan (Rainwater harvesting)

Tujuannya adalah mendorong penggunaan air hujan / limpasan air hujan

sebagai salah satu sumber air. Tolak ukurnya sebagai berikut :

a. Instalasi tangki penyimpanan air hujan kapasitas 50% dari jumlah air hujan

yang jatuh di atas atap bangunan sesuai dengan kondisi intensitas curah

hujan tahunan setempat menurut BMKG. Atau

b. Instalasi tangki penyimpanan air hujan berkapasitas 75% dari perhitungan di

atas. Atau

c. Instalasi tangki penyimpanan air hujan berkapasitas 100% dari perhitungan

di atas. GBCI, (2010)

SINDYANA RAZALI, PERANCANGAN BANGUNAN DENGAN MEMPERTIMBANGKAN ASPEK LINGKUNGAN DAN ENERGI (STUDI KASUS BANGUNAN UNIVERSITAS INTERNATIONAL BATAM ( UIB ) DENGAN EVALUASI KONSEP GREEN BUILDING), 2012 UIB Repository©2013

38

7. Lansekap Hemat Air (Water efficiency landscaping)

Tujuannya adalah efisiensi dalam lansekap lebih ditujukan kepada upaya

untuk meminimalisasi penggunaan sumber air bersih dari air tanah dan PDAM

untuk kebutuhan irigasi lansekap, dan menggantikanya dengan sumber air lain

selain kedua sumber air di atas. Tolok ukurnya adalah sebagai berikut :

a. Seluruh air yang digunakan untuk irigasi bangunan tidak berasal dari sumber

air tanah dan/atau PDAM.

b. Menerapkan sistem instalasi untuk irigasi yang dapat mengontrol kebutuhan

air untuk lansekap yang tepat, sesuai dengan kebutuhan tanaman. GBCI,

(2010)

2.6.4.4 Sumber dan siklus material (Material Resources and Cycle)

Untuk menahan eksploitasi laju sumber daya alam tidak terbarui, diperlukan

upaya memperpanjang daur hidup material. Proses ini dimulai dari tahap

eksploitasi produk, pengelohan dan produksi, desain bangunan dan aplikasi yang

efisien (reduce), hingga upaya memperpanjang masa akhir pakai produk material.

Pada tahap eksploitasi dan transportasi material perlu diperhatikan jejak ekologis

dan jejak karbon yang ditinggalkan, Untuk itu, minimalisasi jejak karbon dapat

dilakukan dengan menggunakan produk lokal setempat. Dalam pemilihan material,

perlu perhatikan dampaknya pada manusia dan lingkungan hidup, dengan tidak

menggunakan bahan beracun dan berbahaya (B3). Untuk memperpanjang daur

SINDYANA RAZALI, PERANCANGAN BANGUNAN DENGAN MEMPERTIMBANGKAN ASPEK LINGKUNGAN DAN ENERGI (STUDI KASUS BANGUNAN UNIVERSITAS INTERNATIONAL BATAM ( UIB ) DENGAN EVALUASI KONSEP GREEN BUILDING), 2012 UIB Repository©2013

39

dan produk material, diperlukan upaya penggunaan kembali (reuse) atau proses

daur ulang (recycle). GBCI, (2010)

Regulasi GREENSHIP dalam pengontrolan material:

1. Aplikasi Refrigeran Fundamental (Fundamental Refrigerant)

Tujuannya adalah mencegah pemakaian bahan perusak ozon (BPO) yang

mempunyai ozone depleting potential (ODP) sama atau lebih besar dari 1 yang

dapat merusak lapisan ozon di stratosfer. Tolok ukurnya adalah dengan tidak

menggunakan chloro fluoro carbon (CFC) sebagai refrigeran dan halon sebagai

bahan pemadam kebakaran. GBCI, (2010).

2. Penggunaan Kembali Bangunan dan Material Bekas (Building and Material

Reuse)

Tujuannya adalah menggunakan material bekas bangunan lama dan/atau

dari tempat lain untuk mengurangi penggunaan bahan mentah yang baru, sehingga

dapat mengurangi limbah pada pembuangan akhir serta memperpanjang usia

pemakaian suatu bahan material. Tolak ukutnya sebagai berikut:

a. Menggunakan kembali semua material bekas, baik dari bangunan lama

maupun tempat lain, berupa bahan struktur utama, fasad, plafon, lantai,

partisi, kusen, dan dinding, setara minimal 10% dari total biaya material

baru yang bersangkutan (struktur utama, fasad, plafon, lantai, partisi, kusen,

dan dinding) atau

b. Menggunakan kembali semua material bekas, baik dari bangunan lama

maupun tempat lain, berupa bahan struktur utama, fasad, plafon, lantai,

SINDYANA RAZALI, PERANCANGAN BANGUNAN DENGAN MEMPERTIMBANGKAN ASPEK LINGKUNGAN DAN ENERGI (STUDI KASUS BANGUNAN UNIVERSITAS INTERNATIONAL BATAM ( UIB ) DENGAN EVALUASI KONSEP GREEN BUILDING), 2012 UIB Repository©2013

40

partisi, kusen, dan dinding, setara minimal 20% dari total biaya material

baru yang bersangkutan (struktur utama, fasad, plafon, lantai, partisi, kusen,

dan dinding). GBCI, (2010)

3. Produk yang Proses Pembuatannya Ramah Lingkungan (Environmentally

Processed Product)

Tujuannya adalah menggunakan bahan bangunan hasil pabrikasi yang

menggunakan bahan baku dan proses produksi ramah terhadap lingkungan. Tolak

ukurnya sebagai berikut :

a. Menggunakan material yang bersertifikat ISO 14001 terbaru dan/atau

sertifikasi lain yang setara dan direkomendasikan oleh GBCI. Material

tersebut minimal bernilai 30% dari total biaya material.

b. Menggunakan material yang merupakan hasil proses daur ulang senilai

minimal 5% dari total biaya material.

c. Menggunakan material yang bahan baku utamanya berasal dari sumber daya

(SD) terbarukan dengan masa panen jangka pendek (<10 tahun) dan senilai

minimal 2% dari total biaya material. GBCI, (2010)

4. Penggunaan Bahan ysng Tidak Mengandug ODS (Non ODS Usage)

Tujuannya adalah menggunakan bahan dengan zero (0) ODP. Tolak ukurnya

dengan tidak menggunakan bahan perusak ozon pada seluruh sistem bangunan.

GBCI, (2010)

SINDYANA RAZALI, PERANCANGAN BANGUNAN DENGAN MEMPERTIMBANGKAN ASPEK LINGKUNGAN DAN ENERGI (STUDI KASUS BANGUNAN UNIVERSITAS INTERNATIONAL BATAM ( UIB ) DENGAN EVALUASI KONSEP GREEN BUILDING), 2012 UIB Repository©2013

41

5. Kayu bersertifikasi (Certified Wood)

Tujuannya adalah menggunakan bahan baku kayu yang dapat dipertanggung

jawabkan asal-usulnya untuk melindungi kelestarian hutan. Tolak ukurnya sebagi

berikut :

a. Menggunakan bahan material kayu yang bersertifikat legal sesuai dengan

Peraturan Pemerintah tentang asal kayu (seperti faktur angkutan kayu

olahan/FAKO, sertifikat perusahaan, dan lain-lain) dan sah terbebas dari

perdagangan kayu ilegal sebesar 100% biaya total material kayu.

b. Jika 30% dari butir di atas menggunakan kayu bersertifikasi dari pihak

Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI) atau Forest Stewardship Council (FSC).

GBCI, (2010)

6. Desain yang Menggunakan Material Modular (Modular Design)

Tujuannya adalah untuk meningkatkan efisiensi dalam penggunaan material

dan mengurangi sampah konstruksi. Tolak ukurnya dengan desain yang

menggunakan material modular atau pra-pabrikasi (tidak termasuk peralatan)

sebesar 30% dari total biaya material. GBCI, (2010).

7. Material yang Tersedia dan Tempat yang berdekatan (Regional Material)

Tujuannya adalah mengurangi jejak karbon dan mendorong pertumbuhan

ekonomi dalam negeri. Tolak ukurnya sebagai berikut :

a. Menggunakan material yang lokasi asal bahan baku utama atau pabrikasinya

berada di dalam radius 1.000 km dari lokasi proyek mencapai 50% dari total

biaya material.

SINDYANA RAZALI, PERANCANGAN BANGUNAN DENGAN MEMPERTIMBANGKAN ASPEK LINGKUNGAN DAN ENERGI (STUDI KASUS BANGUNAN UNIVERSITAS INTERNATIONAL BATAM ( UIB ) DENGAN EVALUASI KONSEP GREEN BUILDING), 2012 UIB Repository©2013

42

b. Apabila material di atas berasal dari dalam wilayah Republik Indonesia

mencapai 80% dari total biaya material. GBCI, (2010)

2.6.4.5 Kualitas Udara dan Kenyamanan Ruangan (Indoor Health

and Comfort / IHC)

Kualitas udara dalam ruangan sangat memperanguhi kesehatan manusia,

karena hampir 80% dari hidup manusia berada dalam ruangan. Jika kualitas

ruangan tidak terjaga dengan baik, akan menimbulkan gejala ganggunan

kesehatan manusia yang disebut dengan sick building syndrome (SBS), seperti:

sakit kepala, pusing, batuk, sesak napas, bersin-bersin, pilek, iritasi mata, pegal-

pegal, mata kering, gejala flu dan depresi. Keadaan seperti ini berpotensi

menurunkan produktivitas manusia. GBCI, ( 2010)

Gambar 2.8 Diagram penyebab Sick Building Syndrome

Sumber : Green Building Index Malaysia (2009)

SINDYANA RAZALI, PERANCANGAN BANGUNAN DENGAN MEMPERTIMBANGKAN ASPEK LINGKUNGAN DAN ENERGI (STUDI KASUS BANGUNAN UNIVERSITAS INTERNATIONAL BATAM ( UIB ) DENGAN EVALUASI KONSEP GREEN BUILDING), 2012 UIB Repository©2013

43

Untuk menghindari dari Sick Building Syndrome ini, maka kita dapat

mengontrol dari 3 faktor ini, yaitu:

1. Ventilasi ruangan

Indonesia merupakan negara tropis dengan kondisi udara yang panas sekitar

25ºC - 35ºC dengan kelembapan yang juga relatif tinggi, yaitu 44-98%.

Oleh karena itu, bangunan Indonesia yang tidak memiliki sistem

pengondisian udara sangat bergantung pada jendela-jendela ukuran besar

sebagai media untuk pemasukan atau pergantian udara dari luar ke dalam.

Hal ini bertujuan untuk mengatasi pengap di dalam bangunan melalui

perggantian udara yang lebih segar dari luar bangunan. (Nediaskha,2002 ;

Sobasi, 1997). .

Di Indonesia, cara perancangan sistem ventilasi dan pengondisian udara

pada bangunan diatur oleh SNI-03-6572-2001.

Tabel 2.3 Kebutuhan laju udara ventilasi

Sumber : GBCI , (2010)

SINDYANA RAZALI, PERANCANGAN BANGUNAN DENGAN MEMPERTIMBANGKAN ASPEK LINGKUNGAN DAN ENERGI (STUDI KASUS BANGUNAN UNIVERSITAS INTERNATIONAL BATAM ( UIB ) DENGAN EVALUASI KONSEP GREEN BUILDING), 2012 UIB Repository©2013

44

Perhitungan jumlah introduksi udara luar dapat dilakukan oleh pihak

mekanikal elektrikal dari mulai tahap desain, dengan rumus a .l dengan

mempertimbangkan jumlah penghuni.

Gambar 2.9 Siklus ventilasi udara

Sumber: www.soloheatinginstallations.co.uk/images/heat

2. Sumber polusi

a. Asap rokok (tobacco smoke control)

Nikotin yang ada dalam kandungan rokok merupakan zat karsinogen

atau penyebab kanker terutama bagi organ jantung dan sistem

pernafasan. Bahan berbahaya yang terkandung didalam rokok tidak

hanya mengancam pihak yang merokok atau perokok aktif, melainkan

juga pihak yang tidak merokok atau perokok pasif. Oleh karena itu,

lingkungan bebas asap rokok akan membebaskan semua pihak

pengguna bangunan.

SINDYANA RAZALI, PERANCANGAN BANGUNAN DENGAN MEMPERTIMBANGKAN ASPEK LINGKUNGAN DAN ENERGI (STUDI KASUS BANGUNAN UNIVERSITAS INTERNATIONAL BATAM ( UIB ) DENGAN EVALUASI KONSEP GREEN BUILDING), 2012 UIB Repository©2013

45

Regulasi dalam GREENSHIP melarang merokok diseluruh area

bangunan dan tidak menyediakan bangunan/area khusus untuk

merokok. Apabila tersedia, bangunan/area merokok itu minimal berada

pada jarak 5 m dari pintu masuk, outdoor air take, dan bukan jendela.

b. Emisi material (chemical material)

VOCs (Volatile organic compounds adalah senyawa organik yang

mudah menguap termasuk formaldehida), menjadi fokus isu terkait

dengan kesehatan dan kenyamanan penghuni yang berada didalam

“airtight” buildings. Menurut penelitian The World Health

Organisation (WHO) has defined VOCs as organic compounds with

boiling points between 50-260ºC.

Regulasi dalam GREENSHIP terhadap pengontrolan emisi material:

1. menggunakan cat dan coating yang mengandung kadar VOCs yang

rendah, yang ditandai dengan label/sertifikasi yang diakui GBCI,

2. menggunakan produk kayu komposit dan produk agriber, antara

lain produk kayu lapis, papan partikel, papan serat, insulasi busa,

dan laminating adhesive, dengan syarat tanpa tambahan urea

formaldehida, atau memiliki kadar emisi formaldehida rendah,

yang ditandai dengan label/sertifikasi yang diakui GBCI.

3. Tidak menggunakan material yang mengandung asbes, merkuri

dan styrofoam.

SINDYANA RAZALI, PERANCANGAN BANGUNAN DENGAN MEMPERTIMBANGKAN ASPEK LINGKUNGAN DAN ENERGI (STUDI KASUS BANGUNAN UNIVERSITAS INTERNATIONAL BATAM ( UIB ) DENGAN EVALUASI KONSEP GREEN BUILDING), 2012 UIB Repository©2013

46

c. Partikel dan mikroba

Menurut Healthy Buildings International 44% dari kontanimasi udara

disebabkan oleh mikroba. Huge amount of dust deposits onto the inner

surfaces of ducts in ventilation sistems, especially in places of high

outdoor particle concentration or in buildings of long operation time

(Chen et al. 2009). Moreover, the microorganisms that grow in the

dust are carried along with resuspended particles (Bluyssen et al.

2003) and this makes indoor air more harmful to human health.

Hasilnya adalah rendahnya evaporasi sehingga pendingin tidak efektif

dan menyebabkan resiko Legionellosis. Dibawah ini ada beberapa

usaha untuk pencegahan, yaitu:

• Pembersihan sistem pendingin udara secara rutin penting

dilakukan untuk menghindari akumulasi debu yang tebal dan

mencegah berkembangnya mikroba.

• Isolasi ruangan yang menghasilkan polutan udara (ruang foto

kopi, percetakan, dapur, janitor), dengan memasang

exhaustsistem dan mencegah masuknya polutan udara tersebut ke

return air bangunan.

• Memasang sistem pencegah polutan (keset) di pintu masuk

umum.

SINDYANA RAZALI, PERANCANGAN BANGUNAN DENGAN MEMPERTIMBANGKAN ASPEK LINGKUNGAN DAN ENERGI (STUDI KASUS BANGUNAN UNIVERSITAS INTERNATIONAL BATAM ( UIB ) DENGAN EVALUASI KONSEP GREEN BUILDING), 2012 UIB Repository©2013

47

• Menyalakan kipas AC sekitar 1 jam sebelum orang memasuki

ruangan / bangunan, untuk menghindari konsentrasi puncak

partikel dalam beberapa menit pertama (Zhou, Ahau 2010).

d. Bioffeluent dan asap kendaraan

Bioffeluent (eskresi dan respirasi manusia) berupa: CO2 dan bau. Asap

kendaraan berupa: CO, CO2 dan bau. CO2 merupakan indikator

kurangnya ventilasi udara dan rendahnya kualitas udara dalam ruang

(akumulasi polutan). Menurut ASHRAE merekomendasikan jumlah

konsentrasi CO2 didalam ruangan tidak melebihi dari 1000 ppm,

sensor diletakan 1,5 m di atas lantai dekat return air grill.

Benefit dalam memperbaiki IAQ dalam ruangan:

Gambar 2.10 Gambar penjelasan IAQ dan ekonomi.

Sumber : Bonda, Penny; Sosnowchik, Katie,2007. Sustainable Commercial Interior. John Wiley & Son, Inc. USA.

SINDYANA RAZALI, PERANCANGAN BANGUNAN DENGAN MEMPERTIMBANGKAN ASPEK LINGKUNGAN DAN ENERGI (STUDI KASUS BANGUNAN UNIVERSITAS INTERNATIONAL BATAM ( UIB ) DENGAN EVALUASI KONSEP GREEN BUILDING), 2012 UIB Repository©2013

48

2.6.4.6 Manajemen Lingkungan Bangunan (Building Enviromental

Management)

Dalam pengoperasian suatu bangunan hijau, sangat diperlukan suatu standar

manajemen yang terencana dan baku untuk mengarahkan tindakan dari pelaku

operasional bangunan dalam melakukan pengelolaan bangunan agar dapat

menunjukkan hasil yang ramah lingkungan (green performance). GBCI (2010)

1. Fasilitas Dasar Pengelolahan Sampah (Basic Waste Management)

Tujuannya adalah mendorong gerakan pemilahan sampah secara sederhana

yang mempermudah proses daur ulang. Tolok ukurnya dengan adanya instalasi

atau fasilitas untuk memilah dan mengumpulkan sampah sejenis sampah rumah

tangga (UU No. 18 Tahun 2008) berdasarkan jenis organik dan anorganik

2. Melibatkan Greenship Profesional (GP) sejak Tahap Perancangan (GP as a

Member of The Project Team)

Tujuannya adalah mengarahkan langkah-langkah desain suatu green

building sejak tahap awal sehingga memudahkan tercapainya suatu desain yang

memenuhi rating. Tolak ukurnya dengan melibatkan seorang tenaga ahli yang

sudah tersertifikasi Greenship Professional (GP), yang bertugas untuk

mengarahkan berjalannya proyek sejak tahap perencanaan desain dan sebelum

pendaftaran sertifikasi.

SINDYANA RAZALI, PERANCANGAN BANGUNAN DENGAN MEMPERTIMBANGKAN ASPEK LINGKUNGAN DAN ENERGI (STUDI KASUS BANGUNAN UNIVERSITAS INTERNATIONAL BATAM ( UIB ) DENGAN EVALUASI KONSEP GREEN BUILDING), 2012 UIB Repository©2013

49

3. Polusi dari Aktifitas Konstruksi (Pollution of Construction Activity)

Tujuannya adalah mendorong pengurangan sampah yang dibawa ke tempat

pembuangan akhir (TPA) dan polusi dari proses konstruksi. Tolak ukurnya

sebagai berikut :

Memiliki rencana manajemen sampah konstruksi yang terdiri atas:

a. Limbah padat dengan menyediakan area pengumpulan, pemisahan, dan

sistem pencatatan. Pencatatan dibedakan berdasarkan limbah padat yang

dibuang ke TPA, digunakan kembali, dan didaur ulang oleh pihak ketiga.

b. Limbah cair, dengan menjaga kualitas seluruh air yang timbul dari aktivitas

konstruksi agar tidak mencemari drainase kota.

4. Advance Waste Management

Tujuannya adalah mendorong manajemen kebersihan dan sampah secara

terpadu sehingga mengurangi beban TPA. Tolak ukurnya sebagai berikut :

a. Adanya instalasi pengomposan limbah organik di lokasi tapak bangunan

b. Memberikan pernyataan atau rencana kerja sama untuk pengelolaan limbah

anorganik secara mandiri dengan pihak ketiga di luar sistem jaringan

persampahan kota.

5. Komisioning Sistem yang Baik dan Benar (Proper Commissioning)

Tujuannya adalah melaksanakan komisioning pada bangunan yang meliputi

item-item tertentu yang antara lain:

1.Sistem tata udara yaitu berupa:

• Mesin utama

• Tower pompa

SINDYANA RAZALI, PERANCANGAN BANGUNAN DENGAN MEMPERTIMBANGKAN ASPEK LINGKUNGAN DAN ENERGI (STUDI KASUS BANGUNAN UNIVERSITAS INTERNATIONAL BATAM ( UIB ) DENGAN EVALUASI KONSEP GREEN BUILDING), 2012 UIB Repository©2013

50

• AHU (hanya main supply pada saat dinyalakan)

• Power (meliputi voltage drop, phase balance, infrared yang hanya di

panel grounding)

2.Sistem tata cahaya dalam lux.

Tolak ukur sebagi berikut :

a. Melakukan prosedur testing-commissioning sesuai dengan petunjuk GBCI,

termasuk training dengan baik dan benar agar peralatan/sistem berfungsi dan

menunjukkan kinerja sesuai dengan perencanaan dan acuan.

b. Desain serta spesifikasi teknis harus lengkap di saat konstruksi

melaksanakan pemasangan seluruh measuring -adjusting instruments.

6. Penyerahan Data Implementasi Green Building sebagai Data Dasar

(Submission Implementation Green Building Data for Database)

Tujuannya adalah melengkapi database implementasi green building di

Indonesia untuk mempertajam standar-standar dan bahan penelitian. Tolak

ukurnya sebagi berikut:

a. Menyerahkan data implementasi green building sesuai dengan form dari

GBCI, yang merupakan prasyarat untuk mendaftarkan diri dalam rating

kategori.

b. Memberi pernyataan bahwa pemilik bangunan akan menyerahkan data

implementasi green building dari bangunannya dalam waktu 12 bulan

setelah tanggal setifikasi kepada GBCI dan suatu pusat data energi

Indonesia yang akan ditentukan kemudian.

SINDYANA RAZALI, PERANCANGAN BANGUNAN DENGAN MEMPERTIMBANGKAN ASPEK LINGKUNGAN DAN ENERGI (STUDI KASUS BANGUNAN UNIVERSITAS INTERNATIONAL BATAM ( UIB ) DENGAN EVALUASI KONSEP GREEN BUILDING), 2012 UIB Repository©2013

51

7. Kesepakaan dalam Melakukan Aktifitas Fit-Out (Fit Out Guide)

Tujuannya untuk mengimplementasikan prinsip green building saat fit-out

bangunan. Tolak ukurnya sebagi berikut:

a. Menggunakan kayu yang bersertifikat

b. Mengikuti training yang akan dilakukan oleh manajemen bangunan

c. Terdapat rencana manajemen indoor air quality (IAQ) setelah konstruksi,

dan implementasi ditandatanganinya surat perjanjian ini merupakan

prasyarat dalam rating kategori bangunan terbangun

8. Survei kepada Pengguna Bangunan (Occupant Survey)

Tujuannya adalah mengukur kenyamanan pengguna bangunan melalui

survei yang baku terhadap pengaruh desain dan sistem pengoperasian bangunan.

Tolak ukurnya sebagi berikut:

a. Memberi pernyataan bahwa pemilik bangunan akan mengadakan survei

suhu dan kelembaban paling lambat 12 bulan setelah tanggal sertifikasi.

b. Apabila hasilnya minimal 20% responden menyatakan ketidak-

nyamanannya, maka pemilik bangunan setuju untuk melakukan perbaikan

selambat-lambatnya 6 bulan setelah pelaporan hasil survei. GBCI, (2010)

2.7 Studi Kasus Bangunan Sidwell Friends Middle Schools

2.7.1 Data Umum Bangunan

Nama Proyek : Sidwell Friends Middle Schools

Lokasi : Washington, DC United States

Tipe bangunan : Institusi pendidikan tiga lantai

SINDYANA RAZALI, PERANCANGAN BANGUNAN DENGAN MEMPERTIMBANGKAN ASPEK LINGKUNGAN DAN ENERGI (STUDI KASUS BANGUNAN UNIVERSITAS INTERNATIONAL BATAM ( UIB ) DENGAN EVALUASI KONSEP GREEN BUILDING), 2012 UIB Repository©2013

52

Pemilik : Sidwell Friends Schools

Arsitek : Kieran Timberlake Associates, LLP

Luas : 72.200 kaki2 (6671 m2)

Masa konstruksi : Selesai September 2006

Gambar 2.11 Sidwell Friends Middle Schools

Sumber: www.aiatopten.org/hpb/overview.cfmProjectID=775\images.htm

Sidwell Friends Schools merupakan suatu institusi pendidikan untuk pre-

kindergarden hingga kelas 12. Konsep bangunan diambil berdasarkan filosofi

Quaker, sebuah merek dagang dengan dedikasi untuk mengurus lingkungan.

Ketika dewan pengurus Sidwell merencanakan untuk memperluas Middle School,

green building menjadi sebuah motivasi bagi sekolah untuk meningkatkan

kurikulum dengan perhatian pada lingkungan dan memperkuat hubungan pada

nilai-nilai Quaker. Proyek meliputi renovasi bangunan berusia 55 tahun dengan

luas 33.500 kaki2 (3.095 m2) ditambah bangunan baru seluas 39.000 kaki2

SINDYANA RAZALI, PERANCANGAN BANGUNAN DENGAN MEMPERTIMBANGKAN ASPEK LINGKUNGAN DAN ENERGI (STUDI KASUS BANGUNAN UNIVERSITAS INTERNATIONAL BATAM ( UIB ) DENGAN EVALUASI KONSEP GREEN BUILDING), 2012 UIB Repository©2013

53

(3.603m2

2.7.2 Analisa Bangunan

). Bangunan tiga lantai selesai pada tahun 2006 dan dapat menampung

350 siswa/siswi.

Proses rancangan dimulai dengan membuat master plan secara keseluruhan,

yang memperbolehkan tim perancang untuk melihat aspek kurikulum, sosial, fisik

dari institusi ini. Selama proses ini konsep stewardship mulai dijadikan prinsip

pedoman. Untuk mencapai tujuan bangunan yang berwawasan lingkungan,

beberapa tim konsultan dipekerjakan seperti konsultan green building, arsitek,

landscape, konsultan constructed wetland, konsultan cahaya dan insinyur

elektrikal, mekanikal dan pemipaan. Untuk mencapai tujuan yang maksimal

commissioning tambahan juga ikut diperkerjakan.

2.7.2.1 Lahan dan Lingkungan

Gambar 2.12 Site plan & existing plan Sidwell

Sumber : www.aiatopten.org/hph/overview.cfmProjectID=775\images.htm

SINDYANA RAZALI, PERANCANGAN BANGUNAN DENGAN MEMPERTIMBANGKAN ASPEK LINGKUNGAN DAN ENERGI (STUDI KASUS BANGUNAN UNIVERSITAS INTERNATIONAL BATAM ( UIB ) DENGAN EVALUASI KONSEP GREEN BUILDING), 2012 UIB Repository©2013

54

Tim perancang melakukan analisa dengan sangat teliti terhadap konteks

regional dan ekologi pada lahan dengan tujuan untuk menghidupkan kembali

hubungan antara ekologi, batas air, dan habitat. Letak bangunan ini berada pada

bukit dekat titik tertinggi pada distrik Columbia, di antara dua batas air yang

mengalir ke Sungai Potamac. Hal ini menyebabkan pengelolaan air dan

pengembangan landscape menjadi pusat untuk meningkatkan makna hubungan

antara bangunan dengan komunitas.

Jalur masuk utama dilengkapi dengan jalur untuk orang cacat, yang juga

berfungsi untuk jalur naik dan turun mobil, dan memberikan kesan menyambut

kepada lingkungan sekitar. Sebagai bagian dari pengembangan landsekap, lahan

milik bangunan sekitar hingga ke utara lahan direvitalisasi dengan menanam

vegetasi untuk memasukkan lingkungan alami ke dalam lingkungan berkomunitas.

Lokasi bangunan dekat dengan pemberhentian subway dan bus, dan juga

dilengkapi dengan tempat penyimpanan sepada, sedangkan parkir untuk

kendaraan bermotor diletakkan di bawah tanah.

Sustainable Strategies

a. Evalusi properti

Mempertimbangkan properti untuk diintegrasikan dengan komunitas lokal

dan koridor transportasi.

SINDYANA RAZALI, PERANCANGAN BANGUNAN DENGAN MEMPERTIMBANGKAN ASPEK LINGKUNGAN DAN ENERGI (STUDI KASUS BANGUNAN UNIVERSITAS INTERNATIONAL BATAM ( UIB ) DENGAN EVALUASI KONSEP GREEN BUILDING), 2012 UIB Repository©2013

55

b. Perencanaan yang bertanggung jawab

Memastikan pengembangan sesuai dengan perencanaan lokal / regional.

c. Mendukung kebutuhan transportasi

Mengembangkan rancangan dengan mengutamakan jalur pejalan kaki

daripada jalur kendaraan bermotor, menyediakan ruang untuk mandi dan ganti

pakaian bagi pengendaraan sepeda, menyediakan tempat penyimpanan sepeda dan

menyediakan transportasi umum.

d. Peluang memilih properti

Memilih lahan yang siap dibangun untuk pengembangan baru.

e. Menjaga keragaman hayati

Pada green roof ditanami lebih dari 20 species tanaman seperti sunflower,

goldenrod dan verginia bluebells. Beberapa jenis hewan dapat berkembang biak

disini, seperti burung dan serangga.

f. Membangun wetland

Sebelumnya wetland ini merupakan tempat parkir dan halaman berumput.

Kini terdapat wetland yang berisi tanaman seperti iris, cattail, bulrush, sensitive

fern, softrush, knotted spike rush, dan horse tail.

SINDYANA RAZALI, PERANCANGAN BANGUNAN DENGAN MEMPERTIMBANGKAN ASPEK LINGKUNGAN DAN ENERGI (STUDI KASUS BANGUNAN UNIVERSITAS INTERNATIONAL BATAM ( UIB ) DENGAN EVALUASI KONSEP GREEN BUILDING), 2012 UIB Repository©2013

56

g. Membuat kolam biologi

Terdapat berbagai jenis tanaman air seperti lilies, water shields, pickerel

rushes dan arrowheads. Berbagai jenis hewan ini juga ada disini seperti burung,

capung, serangga air dan sebagainya.

h. Memasang pemantau cuaca

Pemantauan cuaca ini mengumpulkan data dari berbagai parameter cuaca

seperti suhu, kelembaban, tekanan angin, pengendapan, intensitas cahaya matahari,

kecepatan dan arah angin.

i. Menanam berbagai jenis tanaman

Pada halaman bangunan ditanami berbagai macam jenis pepohonan, bunga,

dan paku-pakuan seperti gattail, red maple, sassafras, oxeye sunflower, milkweed

dan turtle head. Berbagai jenis tanaman dapat menciptakan lingkungan alami bagi

serangga, burung, dan hewan lainnya.

2.7.2.2 Efisiensi Air

Bangunan terletak pada batas dataran tinggi Piedmot, Pada bagian lereng

terdapat taman rock breek, sebuah taman umum yang indah dan memiliki tanaman

species yang langka. Sekeliling bangunan yang pada awalnya hanya berupa

ladang rumput ditanami dengan berbagai jenis species tanaman hingga mencapai

80 species tanaman. Tujuan dari master plan ini adalah untuk mengintegrasikan

SINDYANA RAZALI, PERANCANGAN BANGUNAN DENGAN MEMPERTIMBANGKAN ASPEK LINGKUNGAN DAN ENERGI (STUDI KASUS BANGUNAN UNIVERSITAS INTERNATIONAL BATAM ( UIB ) DENGAN EVALUASI KONSEP GREEN BUILDING), 2012 UIB Repository©2013

57

kegiatan pendidikan pada lansekap bangunan untuk menyediakan tempat untuk

individu ataupun pertemuan berkelompok.

Untuk mengurangi pengaliran air hujan strategi yang dilakkukan adalah

menggunakan green roof dan constructed wetland. Strategi ini juga dapat

memperbaiki kualitas air yang dialirkan sehingga dapat mengurangi penggunaan

air dari perusahaan lokal. Proses pengaliran air dapat dialihkan dari area paving

dan berumput menuju ke area yang memiliki penyaring sehingga partikel-partikel

padat yang tidak dibutuhkan dapat tersaring. Untuk mengurangi pengaliran air,

tim proyek juga mengurangi area paving dengan meletakkan area parkir dibawah

tanah.

Tim proyek memperhatikan penggunaan mesin untuk penyaringan air

buangan yang nantinya digunakan untuk flash toilet dan cooling tower. Berikut ini

data penggunaan air per tahun:

a. Penggunaan air bersih dalam bangunan : 465.000 galon / tahun.

b. Total penggunaan air bersih : 465.000 galon / tahun

.Sustainable Strategis

• Merancangan sistem green roof

Pada green roof ditanami tumbuhan khusus yang menutupi sebagian besar

atap untuk menyerap air hujan. Air resapan ini akan diolah dan digunakan

kembali untuk keperluan flash toilet.

SINDYANA RAZALI, PERANCANGAN BANGUNAN DENGAN MEMPERTIMBANGKAN ASPEK LINGKUNGAN DAN ENERGI (STUDI KASUS BANGUNAN UNIVERSITAS INTERNATIONAL BATAM ( UIB ) DENGAN EVALUASI KONSEP GREEN BUILDING), 2012 UIB Repository©2013

58

• Pendidikan mengenai konservasi air

Memberikan pendidikan kepada pengelola bangunan mengenai konservasi

air.

• Menanami vegetasi alami

Tanaman asli dipilih untuk mengurangi kebutuhan irigrasi yang akan

menghemat energi dan air. Melalui water-effecient landscaping dan reklamasi air,

sekolah ini dapat mengurangi penggunaan air hingga 93%.

• Menggunakan peralatan yang menggunakan sedikit air

Menggunakan keran dengan sistem pengontrol otomatis untuk peralatan

kamar mandi.

• Pengelolahan air hujan

Kolam ini berisi air hujan yang dialirkan dari atap. Air hujan yang mengenai

bidang miring pada atap turun melalui pipa yang berada di sudut bangunan. Air

ini berhubungan dengan sistem riam yang kemudian dialirkan menuju biology

pond, Air hujan olahan akan digunakan untuk keperluan bangunan dan

menyaringkan menjadi cooling tower.

• Pengelolah limbah cair

Settling tank terletak dibawah penutup manhole dibagian depan bangunan.

Tangki ini menampung limbah cair dan limbah padat dari semua bak cuci dan

SINDYANA RAZALI, PERANCANGAN BANGUNAN DENGAN MEMPERTIMBANGKAN ASPEK LINGKUNGAN DAN ENERGI (STUDI KASUS BANGUNAN UNIVERSITAS INTERNATIONAL BATAM ( UIB ) DENGAN EVALUASI KONSEP GREEN BUILDING), 2012 UIB Repository©2013

59

toilet, kecuali bak cuci dari tempat penelitian yang mengandung zat-zat kimia

yang dapat mencemari lingkungan.

• Merancang wetland

Setelah air disaring melalui settling tank, bebas dari limbah padat, air

dipompakan menuju wetland. Air kemudian bersirkulasi melalui wetland

beberapa kali dimana matahari, tanah, mikroorganisme, dan udara bersih

membersihakan air. Air menyediakan oksigen bagi bakteri untuk bernafas

sehingga mereka dapat memakan partikel-partikel kimia yang berbahaya.

• Merancang tangki pengelolahan air

Setelah keluar dari wetland, air dialirkan melalui tiga saringan yang berbeda

di ruang bawah tanah. Kemudian ke dalam air disuntikkan cairan biru untuk

menjadikannya air bersih (tetapi tidak dapat diminum). Lalu air digunakan

kembali pada toilet, urinal dan cooling tower.

2.7.2.3 Energi

Model bangunan yang dibuat dengan komputer memperkirakan dalam

operasional dapat mengurangi 60% kebutuhan energi. Tim perancangan berusaha

untuk meminimalkan panas dan kelembaban yang menyebabkan suhu ruangan

menjadi tidak nyaman tanpa air conditioning. Strategi yang dilakukan adalah

menggunakan shading device, penyerap sinar matahari langsung, dan sistem

ventilasi mekanikal.

SINDYANA RAZALI, PERANCANGAN BANGUNAN DENGAN MEMPERTIMBANGKAN ASPEK LINGKUNGAN DAN ENERGI (STUDI KASUS BANGUNAN UNIVERSITAS INTERNATIONAL BATAM ( UIB ) DENGAN EVALUASI KONSEP GREEN BUILDING), 2012 UIB Repository©2013

60

Penyaring sinar matahari pada bagian luar bangunan berfungsi untuk

menyimbangkan suhu dan memaksimalkan cahaya yang masuk kedalam

bangunan. Pada bagian utara tidak dipasang penyaring matahari, sedangkan pada

bagian selatan dipasang secara horizontal. Pada bagian barat dan timur terdapat

shading device dipasang secara vertikal dan dengan sudut 51% pada arah barat

laut untuk mengurangi penyerapan panas dan memaksimalkan pencahayaan alami

pada sore hari.

Di belakang kayu yang berfungsi sebagai shading device terdapat kayu yang

berfungsi menahan air hujan tetapi masih memungkunkan masuknya udara ke

dalam ruangan. Sebagai tambahan, performa dinding, atap dan jendela lebih baik

200% dari standar minimum dari ASHRAE dan juga vegetasi pada atap dapat

menciptakan daerah bayangan dan meningkatkan isolasi pada atap.

Efisiensi pencahayaan yang tinggi dapat mengurangi penggunaan listrik,

Terdapat sensor yang memastikan pencahayaan yang menggunakan listrik mati

ketika ruangan kosong dan juga penggunaan pencahayaan listrik hanya ketika

cahaya yang masuk ke ruangan tidak cukup. Rancangan lainnya yang dapat

mengurangi penggunaan energi adalah cerobong penangkap cahaya matahari dan

sel photovoltaic yang dapat menghasilkan energi listrik untuk 5% keperluan

bangunan.

Sustainable Strategis

SINDYANA RAZALI, PERANCANGAN BANGUNAN DENGAN MEMPERTIMBANGKAN ASPEK LINGKUNGAN DAN ENERGI (STUDI KASUS BANGUNAN UNIVERSITAS INTERNATIONAL BATAM ( UIB ) DENGAN EVALUASI KONSEP GREEN BUILDING), 2012 UIB Repository©2013

61

- Light Shelves

Penangkis cahaya yang berada di luar ruangan di rancang untuk menjaga

suhu ruangan tetap dingin. Elemen ini diletakkan pada setiap bagian atas jendela

dan rancangan untuk memantulkan cahaya matahari. Selain di luar ruangan

penangkis cahaya juga terdapat di dalam ruangan. Peletakkannya juga pada

bagian setiap bagian atas jendela tetapi memiliki fungsi yang berbeda. Elemen ini

memanfaatkan cahaya yang masuk ke dalam ruangan dan menggunakannya

sebagai pencahayaan alami. Ketika cahaya mengenai bagian atas elemen ini,

cahaya yang dipantulkan kedalam ruangan.

- Pencahayaan alami untuk efisiensi energi.

Menggunakan jendela yang menghadap ke arah selatan untuk pencahayaan

alami dan menggunakan jendela berukuran besar untuk memaksimalkan

pencahayaan.

- Sistem ventilasi

Kaca pada jendela memasukkan cahaya matahari sekaligus memantulkan

panas. Terdapat dua kaca pada tiap jendelanya dari diantaranya terdapat gas argin

yang juga membantu memantulkan panas.

- Non-solar cooling loads

Menggunakan jendela yang dapat dibuka dan kipas angin pada langit-langit

untuk menstabilkan temperatur dalam ruangan.

SINDYANA RAZALI, PERANCANGAN BANGUNAN DENGAN MEMPERTIMBANGKAN ASPEK LINGKUNGAN DAN ENERGI (STUDI KASUS BANGUNAN UNIVERSITAS INTERNATIONAL BATAM ( UIB ) DENGAN EVALUASI KONSEP GREEN BUILDING), 2012 UIB Repository©2013

62

- Kontrol pencahayaan

Menggunakan sensor untuk mengatur pencahayaan hanya pada saat

dibutuhkan.

- Sistem pendinginan

Menggunakan sistem HVAC.

- Heat recovery wheel

Di basement dan atap terdapat heat recovery wheel di dalam mesin yang

disebut air handler. Mesin ini memasukkan udara segar ke dalam bangunan tanpa

menghabiskan banyak energi. Pada mesin bekerja dua sistem secara bersamaan,

satu memasukkan udara ke dalam dan satu lagi mengeluarkan udara. Roda

keramik di tengah-tengah pipa menyerap panas dan dingin dari udara yang keluar

dari bangunan. Pada musim panas proses ini dilakukan terbalik, sehingga dapat

menghemat penggunaan energi.

- Vertical Solar Fins

Vertical Solar Fins yang terbuat dari kayu pada sisi barat dan timur yang

menghadap ruang kelas, digunakan untuk menciptakan daerah bayangan pada

tengah hari hingga 3.30 pm. Kayu-kayu ini menjaga bangunan dan banyaknya

cahaya dan panas dari matahari sore, dan juga dapat menghemat energi.

SINDYANA RAZALI, PERANCANGAN BANGUNAN DENGAN MEMPERTIMBANGKAN ASPEK LINGKUNGAN DAN ENERGI (STUDI KASUS BANGUNAN UNIVERSITAS INTERNATIONAL BATAM ( UIB ) DENGAN EVALUASI KONSEP GREEN BUILDING), 2012 UIB Repository©2013

63

- Photovoltaics

Photovoltaics panels terletak pada atap bangunan. Panel ini terbuat dari

material semikonduktor seperti silikon yang menghasilkan listrik dengan

menyerap sinar matahari. Energi listrik yang dihasilkan dapat mencukupi 5% dari

kebutuhan bangunan.

- Green roof

Atap dapat menghemat energi dengan dua cara, yang pertama melindungi

bangunan dari sinar ultra-violet, sehingga membuat atap lebih tahan lama. Yang

kedua dapat mengisolasi bangunan dari suhu dingin di musim dingin dan suhu

panas di musim panas, sehingga dapat mengurangi kebutuhan energi panas dan

dingin pada bangunan.

- Reflective roof.

Karena atap pada bangunan lama tidak cukup kuat untuk menahan green

roof, material khusus pemantau cahaya dipasang. Keuntungan utama dari lapisan

ini untuk menjaga suhu bangunan dan lingkungan sekitarnya.

- Cooling tower

Dua cooling tower dapat mendinginkan air. Air dari chiller di basement

dipompakan ke menara di atap. Di dalam menara, air dialirkan ke atas pipa dan

mengembun. Air dingin yang berada dalam pipa akan dialirkan kembali ke chiller.

Kipas angin yang berada dalam menara akan mempercepat proses pengembunan.

SINDYANA RAZALI, PERANCANGAN BANGUNAN DENGAN MEMPERTIMBANGKAN ASPEK LINGKUNGAN DAN ENERGI (STUDI KASUS BANGUNAN UNIVERSITAS INTERNATIONAL BATAM ( UIB ) DENGAN EVALUASI KONSEP GREEN BUILDING), 2012 UIB Repository©2013

64

- Solar Chimneys / Window Sensors

Solar Chimneys adalah sebuah menara kaca kecil pada atap yang menarik

udara dari ruang kelas dibawahnya melalui shaft vertikal. Ketika solar chimney

beroperasi, pemanas dan pendingin ruangan mati, sehingga dapat menghemat

energi dan menyediakan sirkulasi udara.

2.7.2.4 Material dan Sumbernya

Tim perancang menerapkan prinsip daur ulang dengan mempertimbangkan

penggunaan kembali atau memindahkan tempat elemen bangunan, menambahkan

skylight, dan menggunakan material linulium untuk lantai. Semua jendela pada

bangunan lama sudah dipindahkan dan terbukti dapat meningkat perfoma

bangunan.

Pada eksterior menggunakan material kayu red cedar berusia 100 tahun,

greenheart, dan decking. Batu-batuan juga digunakan untuk membangun wetland,

jalan dan dinding pada bagian luar bangunan. Untuk bagian dalam bangunan juga

diterapkan prinsip daur ulang dengan tingkat emisi kimia yang rendah dan dari

sumber yang dapat diperbaharui, seperti lantai linutium, agrifiber dan bambu.

Bangunan ini juga dilengkapi dengan tempat khusus daur ulang untuk

material plastik, logam, kardus dan kaca. Selama masa pembangunan bagian

dalam bangunan lama, disediakan tiga wadah untuk memilih material yang dapat

di daur ulang. Selama masa konstruksi, bahan-bahan sisa dikumpulkan dan

dipindahkan dan area yang sedang dibangun untuk mengurangi sampah pada

SINDYANA RAZALI, PERANCANGAN BANGUNAN DENGAN MEMPERTIMBANGKAN ASPEK LINGKUNGAN DAN ENERGI (STUDI KASUS BANGUNAN UNIVERSITAS INTERNATIONAL BATAM ( UIB ) DENGAN EVALUASI KONSEP GREEN BUILDING), 2012 UIB Repository©2013

65

lahan. Beberapa green product yang digunaka antara lain. Energy-Efficient

Commercial Hydronic Boiler, Lighting Control Systems, Metal Framed Prismatic

Skylights, Natural Linoleum Flooring, PVC-free Thermoplastic Olefin Interior

Shade Screening, Recycled-Rubber Athletic Flooring.

Bangunan dirancang untuk jangka waktu 40-50 tahun ke depan sebelum

renovasi harus dilakukan. Jumlah kolom diusahakan seminimal mungkin untuk

menciptakan ruangan yang luas untuk membangun program ruang yang baru

dikemudian hari. Langit-langit ruangan dibuat tinggi dan menggunakan partisi-

partisi untuk kebutuhan lainnya. Untuk kebutuhan di masa depan, bangunan dapat

dirubah tanpa mengubah struktur utama.

Sustainable Strategis

- Menggunakan konsep daur ulang untuk pemilihan material

• Semua batu yang digunakan untuk dinding wetland dan tangga

merupakan batu daur ulang. Batu-batu ini berasal dari New York

dan New Jersey yang diangkut dengan kereta api.

• Balok baja dan tulangan beton dibuat dari logam daur ulang, 11 %

dari keseluruhan material bangunan terbuat dari sumber yang daur

ulang.

• Material untuk langit-langit terbuat dari kertas daur ulang. (sumber

dari koran bekas)

SINDYANA RAZALI, PERANCANGAN BANGUNAN DENGAN MEMPERTIMBANGKAN ASPEK LINGKUNGAN DAN ENERGI (STUDI KASUS BANGUNAN UNIVERSITAS INTERNATIONAL BATAM ( UIB ) DENGAN EVALUASI KONSEP GREEN BUILDING), 2012 UIB Repository©2013

66

• Material karpet yang digunakan pada perpustakaan dan beberapa

kelas terbuat dari fiber yang berdaur ulang.

• Kulit dan sirip pada sisi bangunan dibuat dari daur ulang tempat

penyimpanan wine dan jus anggur yang tebuat dari kayu pohon

cedar. Tempat penyimpanan dibuat pada tahun 1940 di

Pennysylvania 30.000 papan digunakan untuk kulit bangunan.

Dengan menggunakan kembali tempat penyimpanan wine dapat

mengurangi pembuangan sampah pada lahan dan juga konservasi

sumber daya alam.

- Pemilihan material pada sumber cepat berproduksi kembali

Pintu-pintu untuk ruang dalam terbuat dari material bambu. Alasan

pemilihan material bambu adalah jenis tanaman ini proses reproduksinya lebih

cepat dari kayu.

- Perencanaan ketahanan material (pengaturan peletakannya)

Menggunakan kayu green heart yang berasal dari pohon di Venezuela.

Kayu jenis ini lebih kuat dari kebanyakan kayu lainnya dan tahan dari kebusukan

& pelapukan. Karena daya tahan yang tinggi, kayu ini digunakan pada jalur jalan

luar dan lantai pada lobby.

SINDYANA RAZALI, PERANCANGAN BANGUNAN DENGAN MEMPERTIMBANGKAN ASPEK LINGKUNGAN DAN ENERGI (STUDI KASUS BANGUNAN UNIVERSITAS INTERNATIONAL BATAM ( UIB ) DENGAN EVALUASI KONSEP GREEN BUILDING), 2012 UIB Repository©2013

67

- Prinsip daur ulang pada pemakaian bangunan

Memberikan peraturan pada pemakaian bangunan untuk menerapkan

konsep daur ulang.

- Menggunakan material yang tidak menghasilkan racun

Kabinet terbuat dari dedak gandum, ranting dan dedaun. Yang paling

penting lem yang digunakan untuk membentuk kabinet ini berbahan dasar air dan

tidak mengandung zat-zat kimia yang menghasilkan racun. Material lantai

menggunakan linoleum karena tidak menghasilkan zat kimia berbahaya dan dapat

bertahan hingga 40 tahun atau lebih.

2.7.2.5 Kualitas Pencahayaan dan Pengudaraan dalam Ruangan

Pencahayanan dibangunan terbagi pencahayaan alami dan buatan (jika

diperlukan). Dan juga dilengkapi sensor untuk mematikan lampu jika tidak ada

pengguna ruangan dan menghidupkan lampu ketika pencahayaan alami tidak

mencukupi.

Penggunaan jendela yang dapat dibuka, skylights dan kipas angin dilangit-

langit dapat mengurangi penggunaan AC. Solar chimneys dengan kaca yang

menghadap ke arah selatan menjadi ventilasi yang pasif. Kaca yang terkena panas

pada atas chimney membuat terjadi proses konveksi (mengalirkan udara segar

melalui jendela yang terbuka pada sisi utara) atau disebut sistem ventilasi

SINDYANA RAZALI, PERANCANGAN BANGUNAN DENGAN MEMPERTIMBANGKAN ASPEK LINGKUNGAN DAN ENERGI (STUDI KASUS BANGUNAN UNIVERSITAS INTERNATIONAL BATAM ( UIB ) DENGAN EVALUASI KONSEP GREEN BUILDING), 2012 UIB Repository©2013

68

mekanik. Bangunan juga dilengkapi sistem otomatis untuk menghentikan

penggunaan pemanas atau pendingin ruangan ketika ruangan terbuka.

Sustainable strategis

- Kenyamanan penglihatan dan kulit bangunan

Menggunakan jendela yang besar, langit-langit yang tinggi dan skylight

untuk memaksimalkan pencahayaan alami didalam ruangan.

- Kenyamanan penglihatan dan rancangan ruang dalam

Menggunakan cat warna putih untuk pemantulan cahaya.

- Kenyamanan penglihatan dan sumber cahaya buatan

Menggunakan lampu pijar dengan pelengkap sensor penerangan.

- Mengurangi pencemaran dalam ruangan

Disetiap jalan masuk, terdapat sepanjang jalur jalan yang dilengkapi dengan

saringan metal untuk menyaring debu, air dan polutan lainnya yang berasal dari

sepatu. Hal ini membuat udara didalam bangunan menjadi lebih bersih dan

menunjang kesehatan pengguna bangunan. Jalur jalan ini akan dibersihkan setiap

hari dari luar bangunan.

VOC (Volatile Organic Compunds) adalah gas yang dapat menyebabkan

gangguan kesehatan, seperti sakit kepala, mual dan pusing. VOC ini berasal dari

SINDYANA RAZALI, PERANCANGAN BANGUNAN DENGAN MEMPERTIMBANGKAN ASPEK LINGKUNGAN DAN ENERGI (STUDI KASUS BANGUNAN UNIVERSITAS INTERNATIONAL BATAM ( UIB ) DENGAN EVALUASI KONSEP GREEN BUILDING), 2012 UIB Repository©2013

69

cat dinding, perekat dan karpet. Bangunan Sidwell menggunakan material yang

menghasilkan VOC sangat rendah.

Terdapat pemantau CO2 disetiap ruangan. Sistem mekanis bangunan akan

menyediakan udara segar tambahan berdasarkan alat pantauan ini. Jika didalam

ruangan terdapat banyak orang, maka kandungan CO2

- Membuat aturan dalam ruangan

akan meningkat, lalu udara

segar akan dialirkan ke ruangan.

Membuat aturan tidak merokok dalam ruangan.

2.7.2.6 Inovasi dan Proses Perancangan.

Tabel 2.4 Inovation in design Sidwell

KRITERIA KETERANGAN

Inovation & design process Inovation in design Pendidikan mengenai green building Inovation in design Enviromental Stewardship Committee Inovation in design Efisiensi pengguna air lebih dari 30% Inovation in design Pengguna material lokal lebih dari 20% LEED Accredited Profesional Tim perencana dan perancang sudah

mendapat pelatihan dari LEED Accredited Profesional

Sumber: LEED Green Building Rating Sistem for New Construction & Major Renovation versi 2.1 (Nov 2002)

SINDYANA RAZALI, PERANCANGAN BANGUNAN DENGAN MEMPERTIMBANGKAN ASPEK LINGKUNGAN DAN ENERGI (STUDI KASUS BANGUNAN UNIVERSITAS INTERNATIONAL BATAM ( UIB ) DENGAN EVALUASI KONSEP GREEN BUILDING), 2012 UIB Repository©2013

70

2.7.3 Sertifikasi Bangunan Sidwell dengan LEED- NC 2.1

Tabel 2.5 LEED-NC Sidwell Friends Middles Schools

Sumber : LEED Green Building Rating Sistem for New Building Construction & Major renovation versi 2,1 2002

KRITERIA KREDIT KRITERIA KREDIT KRITERIA KREDIT TOTAL POIN = 57

Erosion & Sendimentiation control

√Fundamental Building Systems commisioning

√Minimum Indoor Air Quality (IAQ) Perfomance

√ (PLATINIUM )Site Selection 1 poin Minimum Energy Perfomance √Development density 1 poinBrown field devolopment - CO 2 Monitoring 1 poinAlternatif transportation 2 poin Optimize energy perfomance 10 poin Ventilation effectiveness 1 poinReduced site distrubance 2 poin Renewable energy 1 poinStromwater management 2 poin Additional Commisioning 1 poinHeat island effect 2 poin Ozone depletion 1 poin Low emiting materials 4 poinLight polutuion reduction - Measurement & verification -

11 poin Green Power13 poin Controllability of systems 2 poin

KRITERIA KREDIT Thermal comfort 2 poinKRITERIA KREDIT Daylights & views 2 poin

Storeage & Collection of recycleables

√15 poin

Building reuse - Innovation & design 1 poinConstruction waste management 1 poin Innovation & design 1 poin KRITERIA KREDITResources reuse 1 poin Innovation & design 1 poinRecycled content 2 poin Innovation & design 1 poin WE landscaping 2 poinLocal /regional material 2 poin LEED Accredited Profesional 1 poin Innovation waste water tech 1 poinRapidly renewable material 1 poin 5 poin Water use reduction 2 poinCertified woods 1 poin 5 poin

8 poin

Indoor chemical & Pollutant source control 1 poin

Construction IAQ management planning 2 poin

SUSTAINABLE SITE ENERGY & ATMOSPHERE INDOOR ENVIROMENT QUALITY (IEQ)

WATER EFFECIENCY

MATERIAL & RESOURCES

CFC Reduction in HVAC&R equipment

Enviromental Tabacco Smoke Control

INNOVATION & DESIGN PROCESS

SINDYANA RAZALI, PERANCANGAN BANGUNAN DENGAN MEMPERTIMBANGKAN ASPEK LINGKUNGAN DAN ENERGI (STUDI KASUS BANGUNAN UNIVERSITAS INTERNATIONAL BATAM ( UIB ) DENGAN EVALUASI KONSEP GREEN BUILDING), 2012 UIB Repository©2013

71

2.7.4 Kesimpulan Analisa Bangunan Sidwell Tabel 2.6

Kesimpulan Analisa Bangunan Sidwell

Sidwell Friends Middle School

Sustainable site Water effeciency Energy & Atmosphere Material & Resources Indoor Enviroment Quality

Innovation & Design process

Strategi perancangan

1. Pemilihan lahan yang tepat. Pertimbangan peruntukan lahan dan lokasi

2. Pengelolaan air pada lingkungan: a. Constructed wetland b. Green roof c. Biology pond d. Memasang conblock

atau area berbatu e. Perancangan

lansekap 3. Mengurangi interfensi

pada lahan: a. Parkir bawah tanah b. Fasilitas parkir

bersama 4. Mengurangi heat island

effect: a. Green roof b. Material atap dengan

tingkat albedo tinggi.

1. Menampung & mengolah air hujan.

a. constructed wetland b. green roof c. biology pond

2. Pengolahan air buangan:

a. Settling tank tangki penampungan dan sistem saringan

1. Menghasilkan energi photovoltaic

2. Mengurangi penggunaan energi aktif:

a. reflective roof b. solar chimney c. cooling tower d. green roof e. vertical solar fins f. light shelves g. heat recovery wheel

3. Mengurangi penipisan lapisan ozon:

a. Menggunakan alat pendingin dan sistem pemadam kebakaran yang tidak mengandung HVAC dan halon

1. Menggunakan material sisa bekas: a. Batu-batuan untuk

lansekap b. Kayu bekas untuk

vertical solar fins dan pintu

c. Logam-logam sisa untuk tulangan beton

2. Penerapan konsep daur ulang a. langit-langit yang

terbuat dari koran bekas

b. karpet dari serat fiber 3. Penggunaan bambu 4. Pengaturan letak material

1. Memaksimalkan pencahayaan & pengundaraan alami: merancang banyak jendela besar dan lebar.

2. Mengurangi pencemaran dalam ruangan: a. Walk-off mats b. Penggunaan

bahan & material yang tidak mengandung VOC

3. Memasang alat pemantau CO

1. Pendidikan mengenai green building untuk penghuni bangunan.

2

2. Environmental Stewardship Committee.

3. Efisiensi penggunaan air bersih dari 30%

4. Penggunaan material lokal lebih dari 20%.

5. Rancangan khusus seperti akustik yang baik.

6. Tim perencana dan perancangan mendapatkan pendidikan dari LEED accredited professionals.

Sumber : LEED Green Building Rating Sistem for New Building Construction & Major renovation versi 2,1 2002

SINDYANA RAZALI, PERANCANGAN BANGUNAN DENGAN MEMPERTIMBANGKAN ASPEK LINGKUNGAN DAN ENERGI (STUDI KASUS BANGUNAN UNIVERSITAS INTERNATIONAL BATAM ( UIB ) DENGAN EVALUASI KONSEP GREEN BUILDING), 2012 UIB Repository©2013