BAB II KAJIAN TEORI 2.1.Konsep Pembinaan Karakter 2 ... - …
Transcript of BAB II KAJIAN TEORI 2.1.Konsep Pembinaan Karakter 2 ... - …
BAB II
KAJIAN TEORI
Pada bagian bab ini diuraikan lebih jauh mengenai teori-teori yang menjelaskan pengertian
karakter, bentuk-bentuk pembinaan karakter,pendekatan/metode pembinaan karakter,faktor
penghambat/kendala dalam pembinaan karakter, serta hasil penelitian yang relevan dan kerangka
berpikir.
2.1.Konsep Pembinaan Karakter
2.1.1 Pengertian Pembinaan
Menurut Megawangi (2011:95) Pembinaan berasal dari kata bina, yang mendapat imbuhan
pe-an, sehingga menjadi kata pembinaan. Pembinaan adalah usaha, tindakan, dan kegiatan yang
dilakukan secara efisien dan efektif untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Pembinaan
merupakan proses, cara membina dan penyempurnaan atau usaha tindakan dan kegiatan yang
dilakukan untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Pembinaan pada dasarnya merupakan aktivitas
atau kegiatan yang dilakukan secara sadar, berencana, terarah,dan teratur secara bertanggung
jawab dalam rangka penumbuhan, peningkatan dan mengembangkan kemampuan serta sumber-
sumber yang tersedia untuk mencapai tujuan. Menurut Koesema A Doni (2010:11) Pembinaan
adalah suatu tindakan, proses, hasil, atau pernyataan yang lebih baik. Dalam hal ini menunjukkan
adanya kemajuan, peningkatan pertumbuhan, evolusi atas berbagai kemungkinan, berkembang
atau peningkatan atas sesuatu. Ada dua unsur dari definisi pembinaan yaitu:pembinaan itu bisa
berupa suatu tindakan, proses, atau pernyataan tujuan. Selanjutnya Poerwadarmita (2012:75)
mengartikan pembinaan adalah suatu usaha, tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara berdaya
guna dan berhasil guna untuk memperoleh hasil yang lebih baik.Secara umum pembinaan disebut
sebagai sebuah perbaikan terhadap pola kehidupan yang direncanakan.Setiap manusia memiliki
tujuan hidup tertentu dan ia memiliki keinginan untuk mewujudkan tujuan tersebut. Apabila tujuan
hidup tersebut tidak tercapai maka manusia akan berusaha untuk menata ulang pola kehidupannya.
Menurut A.M Mangunharjana (2016:26) Pembinaan adalah usaha, tindakan, dan kegiatan
yang dilakukan secara efisien dan efektif untuk memperoleh hasil yang lebih baik. Pembinaan
mempunyai 3 makna yaitu (1) Pembinaan merupakan proses, (2)cara membina dan
penyempurnaan atau usaha tindakan (3) kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh hasil yang
lebih baik. Pembinaan pada dasarnya merupakan aktivitas atau kegiatan yang dilakukan secara
sadar, berencana, terarah, dan teratur secara bertanggung jawab dalam rangka penumbuhan,
peningkatan dan mengembangkan kemampuan serta sumber-sumber yang tersedia untuk
mencapai tujuan. Pembinaan adalah upaya pendidikan formal maupun non formal yang dilakukan
secara sadar, berencana, terarah, teratur, dan bertanggung jawab dalam rangka memperkenalkan,
menumbuhkan, membimbing, dan mengembangkan suatu dasar-dasar kepribadiannya seimbang,
utuh dan selaras, pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan bakat, kecenderungan/keinginan
serta kemampuan-kemampuannya sebagai bekal, untuk selanjutnya atas prakasa sendiri
menambah, meningkatkan dan mengembangkan dirinya, sesamanya maupun lingkungannya ke
arah tercapainya martabat, mutu dan kemampuan manusiawi yang optimal dan pribadi yang
mandiri. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembinaan adalah suatu proses belajar dalam
upaya mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang bertujuan
untuk lebih meningkatkan kemampuan seseorang atau kelompok. Pembinaan tidak hanya
dilakukan dalam keluarga dan dalam lingkungan sekolah saja, tetapi diluar keduanya juga dapat
dilakukan pembinaan.
1.1.2.Pengertian karakter
Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:12) menjelaskan bahwa karakter adalah sifat
atau ciri kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain; tabiat;
watak. Karakter disini adalah nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang
Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran,
sikap, perasaan, perkataan dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata karma,
budaya, adat istiadat dan estetika.Menurut Jack Corley dan Thomas Phillip sebagaimana yang
dikutip Muchlas Samawi dan Hadiyanto(205:38) karakter merupakan perilaku yang tampak dalam
kehidupan sehari-hari baik dalam bersikap maupun dalam bertindak. Sedangkan menurut Suyanto
yang dikutip dari Akhmad Muamimin Azzet,(2010:8) bahwa karakter adalah cara berfikir dan
berperilaku yang menjadi ciri khas untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga,
masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa
membuat keputusan dan mempertanggung jawabkan setiap akibat dari keputusan yang ia buat.
Menurut Kemdiknas yang dikutip dari Agus Wibowo (2013:30) karakter merupakan ciri khas
seseorang atau kelompok orang yang mengandung nilai, kemampuan, kapasitas moral, dan
ketegaran dalam menghadapi kesulitan dan tantangan.Selain itu karakter menurut Helen Douglas
(2017:10) yang dikutip dari Muchlas Samawi dan Hadiyanto (2010:11) dikatakan bahwa karakter
tidak diwariskan, tetapi sesuatu yang dibangun secara berkesinambungan hari demi hari melalui
pikiran dan perbuatan, pikiran demi pikiran, tindakan demi tindakan. Sehingga karakter dimaknai
sebagai cara berfikir dan bertingkahlaku yang khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama,
baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara.
Orang berkarakter berarti orang yang memiliki watak, kepribadian, budi pekerti, atau
akhlak.Dengan makna seperti ini berarti karakter identik dengan kepribadian atau
akhlak.Kepribadian merupakan ciri atau karakteristik atau sifat khas dari diri seseorang yang
bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa
kecil dan juga bawaan sejak lahir. Berdasarkan pengertian di atas dapat dipahami bahwa karakter
identik dengan akhlak sehingga karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang universal
yang meliputi seluruh aktivitas manusia, baik dalam rangka berhubungan dengan Tuhannya,
dengan dirinya, dengan sesama manusia, maupun dengan lingkungannya, yang terwujud dalam
pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata
karma, budaya, dan adat istiadat. Dari konsep karakter ini muncul konsep pendidikan karakter
(charactereducation). pendidikan karakter perlu dilakukan. Terwujudnya karakter yang
merupakan tujuan akhir dari suatu proses pendidikan sangat didambakan oleh setiap lembaga yang
menyelenggarakan.
1.1.3. Macamatau bentuk Karakter
Ada bermacam-macam Karakter Manusia,Hipocrates dalam Darwis (2009:30)
menggolongkan manusia dalam empat jenis karakter, yaitu:
1. Sanguine : Pembicara, orang sanguin sangat gampang dikenali. Dia adalah pusat perhatian,
selalu riang, ramah, bersemangat, suka bergaul atau luwes dan suka berbicara. Segala sesuatu
yang dihadapi dianggap sangat penting hingga dilebih-lebihkan tapi selalu pula dapat
dilupakan begitu saja. Inilah salah satu kejelekan mereka disamping tidak disiplin, tidak bisa
tenang atau gelisah, tidak dapat diandalkan dan cenderung egois.
2. Kolerik : Pemimpin, Seorang kolerik amat suka memerintah. Dia penuh dengan ide-ide, tapi
tidak mau diganggu dengan pelaksanaannya sehingga lebih suka menyuruh orang lain untuk
menjalankannya. Kemauannya yang keras, optimistik, tegas, produktif dipadu dengan
kegemaran untuk berpenampilan megah, suka formalitas dan kebanggan diri menjadikannya
seseorang yang berbakat pemimpin. Tapi karena dia juga senang menguasai seseorang, tidak
acuh, licik, bisa sangat tidak berperasaan ( sarkastis) terhadap orang dekatnya sekalipun, akan
menjadikan dia sangat dibenci.
3. Melankolik : Pelaksana, Segala sesuatu amat penting bagi dia. Perasaannya adalah hal yang
paling utama. Justru karena itu dia melihat sisi seni sesuatu, idealis, cermat, dan amat
perfeksionis. Kelemahannya ialah ia selalu berpikir negatif, berprasangka buruk, yang
membuatnya khawatir, dan sibuk berpikir.
4. Flegmatik : Penonton, Orangnya tenang, lembut, efisien, kurang bergairah, tapi juga tidak
gampang kena pengaruh. Orang-orang akan menyangka dia tidak berminat atau tidak tertarik
disebabkan oleh lamanya dia mengambil tindakan atas sesuatu. Dia bertindak atas dasar
keyakinannya bukan atas dorongan naluri. Suka melindungi diri, tidak tegas, penakut, kikir
adalah kelemahannya.
Dari keempat temperamen diatas, seseorang mungkin memiliki suatu jenis kepribadian
utama yang dipengaruhi oleh kepribadian lain. Jadi bagaimana cara kita agar karakter yang kita
bentuk sesuai dengan apa yang kita inginkan. Setelah karakter yang kita inginkan sudah kita
temukan maka selanjutnya kita hanya berusaha untuk terus melanjutkan karakter seperti apa yang
telah kita munculkan dari awal tadi.
Selanjutnya Mualifatul Jamal (2013:37) membagi bentuk-bentuk karakter menjadi
karakter individual, privat dan karakter publik, karakter cerdas, karakter baik, dan karakter bangsa,
yang dijelaskan sebagai berikut:
1. Bentuk karakter individual
Karakter individu secara koheren memancar dari hasil olah pikir, olah hati, olah rasa, dan
karsa serta olah raga yang mengandung nilai, kemampuan, kapasitas moral dan ketegaran dalam
menghadapi kesulitan dan tantangan . Secara psikologis individu dimaknai sebagai hasil
keterpaduan empat bagian sesuai dengan yang di kemukakan kementerian Pendidikan Nasional
(2010:3) , yaitu’’olah hati, olah pikir, olah raga, olah rasa, dan karsa”. Olah hati itu berkenaan
dengan perasaan sikap dan keyakinan atau keimanan menghasilkan karakter jujur dan
bertanggungjawab. Olah pikir berkenaan dengan proses nalar guna mencari dan menggunakan
pengetahuan secara kritis , kreatif, dan inovatif menghasilkan sikap pribadi cerdas . Olah raga
berkenaan dengan proses persepsi , kesiapan, peniruan, manipulasi, dan menciptakan aktivitas baru
disertai sportivitas menghasilkan sikap bersih , sehat dan menarik. Olah rasa dan karsa berkenaan
dengan kemauan dan keativitas yang tercermin dalam kepedulian, citra, dan penciptaan kebaruan
menghasilkan kepedulian dan kreativitas.
2. Bentuk Karakter Privat Dan Karakter Publik
Konsep lain yang ditemukan mengenai definisi karakter yaitu terkait dengan
kompetensi kewarganegaraan pada aspek civic disposition. Branson (2011:23) menegaskan
bahwa civic disposition (watak kewarga-negaraan) mengisyaratkan pada karakter publik
maupun privat yang penting bagi pemeliharaan dan pengembangan demokrasi konstitusional.
Karakter privat seperti bertanggung jawab moral, disiplin diri dan pengargaan terhadap
harkat dan martabat manusia dari setiap individu adalah wajib. Karakter publik juga tidak
kalah penting. Kepedulian sebagai warga negara , kesopanan mengindahkan aturan main (rule
of law), berpikir kritis, dan kemauan untuk mendengar, bernegosiasi dan berkompromi
merupakan karakter yang sangat diperlukan agar demokratis berjalan sukses.Secara singkat
karakter publik dan privat itu (Branson, 2017:23-25).dapat dideskripsikan sebagai berikut (a)
Menjadi anggota masyarakat yang indenpenden; (b)Mengetahui tanggung jawab personal
kewargaan negaraan di bidang ekonomi dan politik; (c)Menghormati harkat dan martabat
kemanusiaan tiap individu; dan (d)Berpartisipasi dalam urusan-urusan kewargaan negaraan
secara efektif dan bijaksana.
3. Karakter cerdas
Budimansyah (2010:33) mengemukakan tentang karakter cerdas dengan penjelasan
sebagai berikut : Setiap induvidu memiliki kecerdasan dalam taraf tertentu yang tercermin
dari perilakunya yang aktif, objektif, analisis, aspiratif, kreatif dan inovatif, dinamis dan
antisipasif, berpikir terbuka dan maju, serta mencari solusi. Kecerdasan tersebut
diimplementasikan dalam berbagai bidang kehidupan ideologi, politik, ekonomi, sosial,
budaya, agama, dan pertahanan keamanan, serta dalam berbagai bidang wilayah kehidupan
pribadi, keluarga, sosial, dan kewarganegaraan dan global. Kontribusi kecerdasan seseorang
dalam prilaku berkarater sangatlah besar. Banyak diantara mereka yang brilliant, namun
hanya sebatas prestasi akademik artinya IQ-nya saja yang tinggi tetapi rendah dalam
kecerdasan emosi (Adversity Quetient). Sehingga menurut Goleman (2005:4) kontribusi IQ
paling banyak 20% saja terhadap keberhasilan hidup seseorang 80% sisanya ditentukan
oleh sehimpunan faktor yang disebutnya kecerdasan emosi bersamaan dengan kecerdasan
spiritual. Oleh karena itu, baiknya karakter itu di ringi dengan kecerdasan yang seimbang
sehingga ketiganya baik IQ,EQ maupun SQ seiring sejalan dalam membentuk karakter
cerdas seseorang.
4. Bentuk Karakter Baik
Bentuk karakter baik merujuk pada konsep yang dikemukakan Aristoteles (2017:5)
sebagai”… the life of right conduct-right conduct in relation to other persons and in relation
to oneself” atau kehidupan berperilaku baik /penuh kebajikan, yakni berperilaku baik terhadap
diri sendiri. Lickona (1992:35) membagi kebajikan (the- virtuous life) kedalam dua kategori,
yaitu: Kebajikan terhadap diri sendiri (self-oriented virtuous) seperti pengendalian diri (self
control) dan kesabaran (moderation); dan kebajikan terhadap orang lain disebut
2. 1. 4. Pengertian Pembinaan Karakter
Secara harfiah membina atau pembinaan berasal dari kata “bina” yang mempunyai arti
bangun, maka pembinaan berarti membangun.Karakter diartikan sebagai "hal-hal berkaitan
dengan sikap, perilaku dan sifat-sifat manusia dalam berinteraksi dengan dirinya, dengan
sasarannya, dengan makhluk-makhluk lain dan dengan Tuhannya. Karakter merupakan bentuk
turunan dari bahasa latin yaitu kharassein dan kharax yang dapat diartikan sebagai tools for making
(alat untuk membuat sesuatu). Kata ini mulai marak digunakan dalam bahasa Perancis caractere
pada abad ke-14 yang pada akhirnya diadaptasi ke dalam bahasa indonesia menjadi sebuah kata
yaitu “karakter". Definisi lainnya secara sederhana diungkapkan Hornby dan Parnwell dalam
Hidayatullah (2012:2) yang merngartikan karakter sebagai kualitas mental/moral, kekuatan moral,
nama atau reputasi. Karakter adalah sikap pribadi yang stabil hasil proses konsolidasi secara
progresif dan dinamis, integrasi dan tindakan. Stabil merujuk pada satu pola/cara pandang maupun
sikap yang merupakan implementasi sebuah ketetapan/konsistensi dalam melakukan dan
mengambil keputusan tertentu yang melibatkan cara pikir, pengambilan keputusan, dan melakukan
tindakan atas apa yang telah dipikirkan dan diputuskan. Proses konsolidasi yang dilakukan
merupakan bentuk implementasi perpaduan antara pergaulan individu dalam lingkup/lapisan
sosial tertentu dengan sikap pribadi di mana kemampuan dan keteguhan hati individu diuji untuk
menentukan aspek mana yang harus dilakukan dan diputuskan oleh individu tersebut. Suyanto
dalam Suparlan (2016:1) memiliki pandangan berbeda mengenai karakter yang memandang
karakter sebagai suatu cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk
hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu
yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggung
jawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat. Secara akal logika dapat dijelaskan bahwa
individu yang berkarakter maka akan melakukan tindakan-tindakan yang sesuai dengan tata aturan
yang berlaku di masyarakat secara logis. Selain itu, individu yang berkarakter kuat idealnya tidak
mudah terpengaruh oleh sesuatu yang sifatnya merusak tatanan sistem di dalam kehidupan baik
secara individu maupun lingkup yang lebih luas. Suwondo (2015:45) memberikan pandangan
berbeda yang menyatakan bahwa karakter merupakan gabungan dari pembawaan lahir dan
kebiasaan yang di dapatkan dari orang tua dan lingkungannya, yang secara tidak sadar
mempengaruhi seluruh perbuatan, perasaan, dan pikiran.
Dari pengertian di atas dapat ditarik satu benang merah yaitu pada dasarnya karakter
merupakan satu bentuk implementasi pemikiran dan cara berpikir individu dalam memandang,
menentukan, menginterpretasikan, mendeskripsikan, menyimpulkan, dan mengambil suatu
tindakan yang terbentuk karena proses kontinuitas secara signifikan melalui proses belajar
individu, sosialisasi dengan lingkungan dan masyarakat maupun individu lain, yang akhirnya
membentuk pola pikir dan cara pandang pada masing-masing individu. Karakter dapat dibentuk
melalui pembiasaan yang dilakukan melalui implementasi proses kehidupan baik yang disadari
maupun yang tidak disadari oleh individu yang bersangkutan. Dalam kaitannya dengan
pembentukan karakter, kecenderungan keterlibatan lingkungan (faktor eksternal individu)
memegang peranan penting dalam proses pembentukan karakter seseorang. Hasan, et.al (2015:77)
mendefinisikan karakter sebagai suatu watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang
terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan yang diyakini dan digunakan sebagai landasan
untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak. Dalam pandangan ini, karakter dapat
dikatakan sebagai sebuah dasar pijakan dari segala hal sebagai pedoman dan sumber dalam cara
berpikir, bersikap, maupun bertindak dan melakukan keputusan tertentu. Adapun kebajikan itu
sendiri merupakan suatu bentuk dari implementasi proses pendidikan moral. Lebih lanjut Hasan,
et. al(2013:10) memaparkan bahwa kebajikan dibangun atas sejumlah nilai, moral, dan norma,
seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya, dan hormat kepada orang lain. Adapun kebajikan
itu sendiri merupakan kumpulan dari suatu sikap-sikap dan tindakan baik dan terpuji yang
mendasari proses pembentukan kebajikan itu sendiri. Dari proses pembentukan karakter melalui
penanaman kebajikan-kebajikan ini, akan terbentuk insan yang berkarakter kuat dan mandiri.
Dalam diri seseorang yang memiliki karakter kuat, akan menjadi modal dalam berinteraksi dengan
individu maupun lingkungan sosial lainnya. Sehingga proses interaksi antar individu
menumbuhkan karakter masyarakat dan karakter bangsa yang kuat pula. Berdasarkan definisi
masing-masing istilah tersebut dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud membina karakter adalah
membangun (membangkitkan kembali) psikis atau jiwa seseorang dengan pendekatan agama
kristiani, yang diharapkan agar seseorang memahami dan mengamalkan ajaran
agamanya.Sehingga terbentuknya karakter yang dinamis sesuai dengan nilai-nilai
ajaranagamanya.
2.2.Pendekatan Atau Metode Pembinaan karakter
Ada beberapa pendekatan utama dalam program pembinaan karakter(Mangunhardjana
2008:16), antara lain:
a. Pendekatan Informatif
Pendekatan informatifyaitu menjalankan program dengan menyampaikan informasi
kepada para peserta. Pendekatan ini biasanya menggunakan program pembinaan yang diisi
dengan ceramah atau kuliah oleh beberapa pembicara mengenai hal yang diperlukan para
peserta.Partisispasi para peserta terbatas pada permintan penjelasan atau penyampaian pertanyaan
mengenai hal yang belum dipahami oleh peserta.
b. Pendekatan partisipatif
Pendekatan partisipatif inibanyak melibatkan para peserta dengan menggunakan metode
yang dapat melibatkan banyak peserta misalnya diskusi kelompok. Pembinaan lebih merupakan
situasi belajar bersama, dimana pembina dan para peserta belajar bersama.
c. Pendekatan Eksperimental.
Pendekatan Eksperimental ini menghubungkan langsung para peserta dengan pengalaman
pribadi dan mempergunakan metode yang mendukung.
Dengan kata lain metode ini melaksanakan praktik langsung terhadap apa yang telah
diajarkan atau disampaikan. Menurut Mangunhardjana (2007:33)untuk melakukan
program pembinaan ada beberapa pendekatan yang harus diperhatikan oleh seorang pembina,
antara lain: (1) Pendekatan informative (informative approach), yaitu cara menjalankan program
dengan menyampaikan informasi kepada peserta didik. Peserta didik dalam pendekatan ini
dianggap belum tahu dan tidak punya pengalaman,(2) Pendekatan partisipatif (participative
approach), dimana dalam pendekatan ini peserta didik dimanfaatkan sehingga lebih ke situasi
belajar bersama,(3)Pendekatan eksperiansial (experienciel approach), dalam pendekatan ini
menempatkan bahwa peserta didik langsung terlibat di dalam pembinaan, ini disebut sebagai
belajar yang sejati, karena pengalaman pribadi dan langsung terlibat dalam situasi tersebut.
2.3.Faktor Penghambat Atau Kendala Dalam Pembinaan Karakter
Apabila dicermati, peristiwa pendidikan formal di Indonesia saat ini menghadapi tantangan
dan hambatan yang cukup berat. Tantangan dan hambatan ini ada yang bersifat makro yang
berujung pada kebijakan pemerintah dan ada yang bersifat mikro yang berkaitan dengan
kemampuan personal dan kondisi lokal di sekolah maupun di kampus. Dalam kaitannya dengan
pembelajaran nilai, hambatan dan tantangan yang dihadapi tidak jauh berbeda dengan yang
dihadapi oleh pendidikan formal. Hal ini disebabkan pembelajaran nilai merupakan bagian dari
pendidikan formal, dan pendidikan formal merupakan subsistem pendidikan nasional.
Menurut identifikasi Mulyana (2013:38) paling tidak ada empat hambatan utama
pembelajaran nilai di sekolah, yaitu (1) masih kukuhnya pengaruh paham behaviorisme dalam
system Pendidikan Indonesia sehingga keberhasilan belajar hanya diukur dari atribut-atribut luar
dalam bentuk perubahan tingkah laku, (2) kapasitas pendidik dalam mengangkat struktur dasar
bahan ajar masih relative rendah, (3), tuntutan zaman yang semakin Pragmatis, (4), sikap yang
kurang menguntungkan bagi pendidikan. Meskipun telah teridentifikasi ada berbagai hambatan
pembelajaran nilai di sekolah, namun ada juga beberapa faktor yang mendorong pembelajaran
nilai di Sekolah Dasar, yaitu (1) pengalaman pra sekolah, (2) tingkat kecerdasan, (3) kreativitas,
(4), motivasi belajar, (5) sikap dan kebiasaan belajar. Dari pemaparan di atas, ada juga salah satu
pendorong untuk pembelajaran nilai atau karakter, yaitu lingkungan sekolah yang positif. (a
positive school environment helps build character). Siswa memperoleh keuntungan dari fungsi
lingkungan yang kondusif yang mendorong mereka merefleksikan dan mengaktualisasikan dirinya
secara lebih baik.Oleh sebab itu, lingkungan sekolah yang positif dapat mendorong terbentuknya
karakter yang baik kepada siswa.Dari penjelasan tentang adanya faktor penghambat dan
pendorong pembelajaran nilai di sekolah, dapat ditarik kesimpulan bahwa secara garis besar ada
dua faktor yang mempengaruhi karakter seseorang.Diantaranya yaitu faktor internal dan faktor
eksternal.Faktor internal adalah semua unsur kepribadian yang secara kontinyu mempengaruhi
perilaku manusia, yang meliputi instink biologis, kebutuhan psikologis, dan kebutuhan pemikiran.
Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang bersumber dari luar manusia, akan tetapi dapat
mempengaruhi perilaku manusia, baik langsung maupun tidak langsung.
Berikut ini merupakan faktor yang dapat mempengaruhi karakter siswa, diantaranya yaitu:
a. Faktor dari dalam dirinya:
1) Insting
2) Kepercayaan
3) Keinginan
4) Hati Nurani
5) Hawa Nafsu
b. Faktor dari luar dirinya:
1) Lingkungan
2) Rumah Tangga dan kampus
3) Pergaulan Teman dan Sahabat
4) Penguasa atau Pemimpin.
2.4.Hasil Penelitian Yang Relevan
Dalam penelitian ini penulis mencoba menggali dan memahami beberapa penelitian yang
telah dilakukan sebelumnya untuk memperkaya referensi dan menambah wawasan yang terkait
dengan judul pada Tugas Akhir ini. Diantara beberapa skripsi tersebut adalah:
1) Penelitian yang ditulis oleh Muhammad Ridho’I, (2013) Jurusan Pendidikan pembinaan
karakter Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Pendidikan IAIN Tulungagung dengan judul: “
Pembiasaan Beribadah Sebagai pembinaan Karakter Siswa di MA Ma’arif Nahdlatul Ulama
Kepanjen Kidul Kota Blitar.”Hasil penelitiannya menjelaskan di jelaskan tentang kegiatan
pembinaan karakter yang dilakukan di sekolahmelalui pembiasaan beribadah . Karakter
yang dibina atau ditumbuhkan.
Adapun pembiasaan ibadah yang dapat diterapkan untuk anak usia dini antara lain;
a. Mengajari anak atau peserta didik untuk melaksanakan shalat
b. Mengajari berdoa
c. Menguji bacaan Al-Qur’and.
d. Melatih anak untuk melakukan puasa
Apabila bentuk-bentuk ibadah tersebut diajarkan kepada siswa MA maka ibadah tersebut
akan senantiasa dilaksanakan oleh peserta didik secara ringan tanpa adanya paksaan. Jadi
pembiasaan beribadah adalah upaya yang dilakukan secara berulang-ulang dalam
melaksanakan perintah Allah dengan tujuan untuk mendek atkan dri kepada Allah swt
3. Penelitian Junaedi Dara,jat yang ditulis oleh Junaedi Deraja (2010) Jurusan Pendidikan
kewarganegaraan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakartadengan judul: “Peran
dosen Akidah Akhlak dalam pembinaan Karakter mahasiswa di Kidul kota Bilitar ”. Hasil
penelitian menjelaskan bahwa dosen Akidah Akhlak mempunyai peran penting dalam
pembinaan karakter mahasiswa. Peran dosen tersebut diwujudkan melalui yang sangat penting
dalam pembentukan karakter pada mahasiswa.
2.5.Kerangka Berpikir
a. Kerangka Pikir
Kerangka pikir adalah penjelasan sementara terhadap suatu gejala yang menjadi objek
permasalahan. Kerangka berpikir ini disusun dengan berdasarkan pada tinjauan pustaka dan
hasil penelitian yang relevan atau terkait. Kerangka berpikir ini merupakan suatu argumentasi
dalam merumuskan hipotesis. Kerangka berpikir ini merupakan buatan penulis itu sendiri,
bukan dari buatan orang lain. Dalam hal ini, bagaimana cara penulis berargumentasi dalam
merumuskan hipotesis. Argumentasi itu harus membangun kerangka berpikir sering timbul
kecenderungan bahwa pernyataan-pernyataan yang disusun tidak merujuk kepada sumber
keputusan, hal ini disebabkan karena sudah habis dipakai dalam menyusun kerangka teoritis.
Dalam hal menyusun suatu kerangka berpikir, sangat diperlukan argumentasi ilmiah yang
dipilih dari teori-teori yang relevan atau saling terkait. Agar argumentasi diterima oleh sesama
ilmuwan, kerangka berpikir harus disusun secara logis dan sistematis.
b. bagan Kerangka Berfikir
Kerangka berfikir dalam penelitian ini dapat dilihat pada:
Tabel 2.5 Kerangka Berfikir Penelitian
KONDISI
AWAL
TINDAKAN
KONDISI
AKHIR
Pengurus Yayasan
Binterbusih
Menerapkan Pola Asuh
Situasional
Pengurus Yayasan
Binterbusih
Merumuskan Pola
Pembinaan karakter
Pengurus Yayasan
Menerapkan Pola
Pembinaan karakter
Remaja Sulit
Mengembangkan
karakter
Remaja Mulai Mampu
Mengembangkan
karakter
Remaja Berubah Secara
Signifikan dan Terbiasa
Lebih Mandiri