BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Pembelajaran Tematik ...
Transcript of BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Hakikat Pembelajaran Tematik ...
6
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Hakikat Pembelajaran Tematik Terpadu
2.1.1 Pengertian Pembelajaran Tematik Terpadu
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi terbaru, “tematik”
diartikan sebagai “berkenaan dengan tema”; dan “tema” sendiri berarti
“pokok pikiran; dasar cerita (yang dipercakapkan, dipakai sebagai dasar
mengarang, mengubah sajak, dan sebagainya).
Sedangkan menurut Hendro Darmawan (dalam Prastowo : 2013,
122) tematik diartikan sebagai “mengenai tema; yang pokok; mengenai
lagu pokok”. Sedangkan terpadu berarti “sudah padu (disatukan, dilebur
menjadi satu, dan sebagainya)”.
Dari uraian tersebut, istilah “tematik” dan “terpadu”, meskipun
tampak berbeda tetapi memiliki orientasi yang sama pada proses
penyatuan. Dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran tematik
adalah salah satu model pembelajara terpadu yang di dasarkan pada
tema-tema tertentu yang kontekstual dengan dunia anak.
Pembelajaran tematik terpadu berbeda dari pembelajaran berbasis
unit pelajaran. Salah satu perbedaanya terletak pada peran guru. Dalam
pembelajaran tematik terpadu, guru berperan sebagai fasilitator dan
motivator dalam mendorong siswa untuk bersama-sama memilih dan
mengembangkan tema berdasarkan minat dan pengetahuan yang
dimiliki.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran tematik
terpadu menekankan keterlibatan siswa dalam pembelajaran. Siwa aktif
terlibat dalam proses pembelajaran dan pemberdayaan dalam
memcahkan masalah, sehingga hal ini menumbuhkan kreativitas sesuai
dengan potensi dan kecenderungan mereka yang berbeda satu dengan
lainnya. Sekaligus dengan diterapkannya pembelajaran tematik, siswa
diharapkan dapat belajar dan bermain dengan kreativitas yang tinggi.
7
Menurut Mamat (dalam prastowo : 2013, 126) dalam pembelajaran
tematik terpadu, belajar tidak semata-mata mendorong siswa untuk
mengetahui (learning to know), tetapi belajar juga untuk melakukan
(learning to do), untuk menjadi (learning to be), dan untuk hidup
bersama (learning to live together). Model pembelajaran tematik
terpadu juga lebih mengutamakan kegiatan pembelajaran siswa, yaitu
melalui belajar yang menyenangkan (joyful learning) tanpa tekanan dan
ketakutan, tetapi tetap bermakna bagi siswa.
2.1.2 Prinsip Pembelajaran Tematik Terpadu
Menurut Trianto (dalam Prastowo: 2013, 133) prinsip-prinsip
pembelajaran tematik terpadu dapat diklasifikasifikasikan sebagai
berikut:
a. Prinsip Penggalian Tema
Prinsip penggalian merupakan prinsip utama (fokus) dalam
pembelajaran tematik terpadu. Artinya tema-tema yang saling
tumpang-tindih dan ada keterkaitan menjadi target utama dalam
pembelajaran. Dengan demikian, dalam penggalian tema
hendaklah memerhatikan beberapa persyaratan, antara lain:
1. Tema hendaknya tidak terlalu luas, namun dengan mudah
dapat digunakan untuk memadukan banyak mata pelajaran.
2. Tema harus bermakna, maksudnya ialah tema yang dipilih
untuk dikaji harus memberikan bekal bagi siswa untuk belajar
selanjutnya.
3. Tema harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan
psikologis anak.
4. Tema dikembangkan harus mewadahi sebagian besar minat
anak.
5. Tema yang dipilih hendaknya mempertimbangkan peristiwa-
peristiwa autentik yang terjadi di dalam rentang waktu belajar.
8
6. Tema yang dpilih hendaknya mempertimbangkan kurikulum
yang berlaku serta harapan masyarakat (asas relevansi).
7. Tema yang dipilih hendaknya juga mempertimbangkan
ketersediaan sumber belajar.
b. Prinsip Pengelolaaan Pembelajaran
Pengelolaan pembelajaran dapat optimal apabila guru mampu
menempatkan dirinya dalam keseluruhan proses. Artinya, guru
harus mampu menempatkan diri sebagai fasilitator dan mediator
dalam proses pembelajaran. Menurut Prabowo dalam Trianto
(2011: 155), bahwa dalam pengelolaan pembelajaran hendaklah
guru berlaku sebagai berikut:
1. Guru hendaknya jangan menjadi single actor yang
mendominasi pembicaraan dalam proses pembelajaran.
2. Pemberian tanggung jawab individu dan kelompok harus jelas
dalam detiap tugas yang menuntut adanya kerjasama
kelompok.
3. Guru perlu mengakomodasikan terhadap ide-ide yang
terkadang sama sekali tidak terpikirkan dalam perencanaan.
c. Prinsip Evaluasi
Evaluasi pada dasarnya menjadi fokus dalam setiap kegiatan.
Bagaimana suatu kerja dapat diketahui hasilnya apabila tidak
dilakukan evaluasi. Maka dalam melaksanakan evaluasi di
pembelajaran tematik, maka dibutuhkan beberapa langkah positif,
antara lain:
1. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan
evaluasi diri (self-evaluation/ self-assesment) disamping
bentuk evaluasi lainnya.
9
2. Guru perlu mengajak para siswa untuk mengevaluasi
perolehan belajar yang telah dicapai berdasarkan kriteria
keberhasilan pencapaian tujuan yang akan dicapai.
d. Prinsip Reaksi
Dampak pengiring (nurturant effect) yang penting bagi
perilaku secara sdar belum tersentuh oleh guru dalam kegiatan
belajar mengajar. Karena itu, guru dituntut agar mampu
merencanakan dan melaksanakan pembelajaran sehingga tercapai
secara tuntas tujuan-tujuan pembelajaran. Guru harus bereaksi
terhadap aksi siswa dalam semua peristiwa serta tidak
mengarahkan aspek yang sempit tetapi ke sebuah kesatuan yang
utuh dan bermakna.
2.1.3 Karakteristik Pembelajaran Tematik Terpadu
Menurut Majid & Rochman (2014: 111), sebagai model
pembelajaran sekolah dasar, pembelajaran tematik memiliki
karakteristik-karakteristik sebagai berikut:
a. Berpusat pada siswa
Pembelajaran tematik merupakan pembelajaran yang berpusat pada
siswa (student centered). Hal ini sesuai dengan pendekatan belajar
modern yang lebih banyak menempatkan siswa sebagai subjek
belajar, sedangkan guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator
yaitu memberikan kemudahan-kemudahan kepada siswa untuk
melakukan aktivitas belajar.
b. Memberikan pengalaman langsung
Pembelajaran tematik dapat memberikan pengalaman langung
kepada siswa (direct experiences). Dengan pengalaman langsung
ini, siswa diharapkan pada sesuatu yang nyata (konkret) sebgai
dasar untuk memahami hal-hal yang lebih abstrak.
10
c. Pemisah mata pelajaran tidak begitu jelas
Dalam pembelajaran tematik pemisah antar mata pelajaran menjadi
tidak begitu jelas. Fokus pembelajaran diarahkan kepada
pembahasan tema-tema yang paling dekat berkaitan dengan
kehidupan siswa.
d. Menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran
Pembelajaran tematik menyajikan konsep-konsep dari berbagai
mata pelajaran dalam suatu proses pembelajaran. Dengan
demikian, siswa mampu memahami konsep-konsep tersebut secara
utuh. Hal ini diperlukan untuk membantu siswa dalam
memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalamkehidupan
sehari-hari.
e. Bersifat fleksibel
Pembelajaran tematik bersifat luwes (fleksibel), di mana guru dapat
mengaitkan bahan ajar dari suatu mata pelajaran dengan mata
pelajaran yang lainnya, bahkan mengaitkannya dengan kehidupan
siswa dan keadaan lingkungan dimana sekolah dan siswa berada.
f. Menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan
2.1.4 Rambu-rambu Pembelajaran Tematik Terpadu
Menurut Majid & Rochman (2014: 112), rambu-rambu
pembelajaran tematik adalah sebagai berikut:
a. Tidak semua mata pelajaran harus disatukan.
b. Dimungkinkan terjadi penggabungan kompetensi dasar lintas
semester.
c. Kompetensi dasar yang tidak dapat dipadukan, tidak harus
dipadukan.
d. Kompetensi yang tidak dapat diintegrasikan dibelajarkan secara
tersendiri.
11
e. Kompetensi dasar yang tidak tercakup pada tema tertentu harus
tetap diajarkan baik melalui tema lain maupun disajikan secara
tersendiri.
f. Kegiatan pembelajaran ditekankan pada kemampuan membaca,
menulis, dan berhitung, serta pemahaman nilai-nilai moral.
g. Tema-tema yang dipilih disesuaikan dengan kerakteristik siswa,
lingkungan dan daerah setempat.
2.1.5 Tahapan Pembelajaran Tematik Terpadu
a) Rasional
Keberhasilan pembelajaran tematik integratif sangat
ditentukan oleh seberapa jauh pembelajaran terpadu direncanakan
dan dikemas sesuai dengan kondisi peserta didik: minat, bakat,
kebutuhan, dan kemampuan. Karena topik dan konsep yang ada
adalam silbaus sudah ditata atas pertimbangan ini, guru cukup
mengkaji topik/konsep dalam satu tema pemersatu, kemudian
memilih tema yang aktual dan dalam wilayah pengalaman siswa.
Dalam pelaksanaan pembelajaran tematik, perlu dilakukan
beberapa hal yang meliputi tahap perencanaan yang mencakup
kegiatan pemetaan kompetensi dasar, pengembangan jaringan
tema, pengembangan silabus, dan penyususnan rencana
pelaksanaan pembelajaran.
b) Pemetaan Kompetensi Dasar
Kegiatan pemetaan ini dilaukan untuk memperoleh gambaran
secara menyeluruh dan utuh semua standar kompetensi, kompetensi
dasar dan indikator dari berbagai mata pelajaran yang dipadukan
dalam tema yang dipilih.
Dalam melakukan pemetaan dapat dilakukan dengan dua cara,
yaitu sebagai berikut:
1) Mempelajarai kompetensi inti dan kompetensi dasar yang
terdapat dalam masing-masing mata pelajaran, dilanjutkan
12
dengan mengidentifikasi komptensi dasar dari beberapa mata
pelajaran yang dipadukan. Setelah itu melakukan penetapan
tema pemersatu.
2) Menetapkan terlebih dahulu tema-tema pengikat keterpaduan
dilanjutkan dengan mengidentifikasi kompetensi dasar dari
beberapa mata pelajaran yang cocok dengan tema yang ada.
c) Menentukan Tema
Menurut Forganty & Hesty dalam (Majid: 2014: 99),
pembelajaran tematik merupakan model pembelajaran yang
pengembangannya dimulai dengan menetukan topik tertentu
sebagai tema atau topik sentral. Setelah tema ditetapkan,
selanjutnya tema itu dijadikan dasar untuk menentukan dasar sub –
sub tema dari bidang studi lain yang terkait.
Menurut Depdiknas dalam Majid (2014: 99), tema adalah
pokok pikiran atau gagasan pokok yang menjadi pokok
pembicaraan. Selanjutnya menurut Kunandar dalam Majid (2014:
99), tema merupakan alat atau wadah untuk mengedepankan
berbagai konsep kepada anak didik secara utuh.
1) Cara penentuan tema
Penentuan tema dapat dilakukan oleh guru melalui tema
konseptual yang umum tetapi produktif, dapat pula ditetapkan
dengan mengasosiasi antara guru dengan siswa, atau dengan
cara berdiskusi sesama siswa. Menurut Alwasilah dalam Majid
(2014: 100), menyebutkan bahwa tema dapat diambil dari
konsep atau pokok bahasan yang ada di sekitar lingkungan
siswa. Oleh karena itu, tema dapat dikembangkan berdasarkan
minat dan kebutuhan siswa yang bergerak dari lingkungan
terdekat siswa, kemudian beranjak ke lingkungan terjauh siswa.
Berikut ini ilustrasi yang diberikan dalam penentuan tema.
13
Gambar 2.1 Ilustrasi Dalam Penentuan Tema
Sumber: Majid (2014)
Pengembangan Tema
Berikut ini beberapa syarat yang harus diperhatikan dalam
menentukan tema yang akan dijadikan payung, yaitu:
a) Bersifat “fertil”, artinya tema tersebut memiliki
kemungkinan keterkaitan yang kaya dengan konsep lain.
Tema bersifat “fertil” ini biasanya berupa pola atau siklus.
b) Tema sebaiknya dikenal oleh siswa atau bersifat familier,
sehingga siswa dapat dengan mudah menemukan
kebermaknaan dari hubungan antar – konsepnya.
c) Tema memungkinkan untuk dilakukannya eksplorasi dari
objek atau kejadian nyata dan dekat dengan lingkungan
keseharian siswa sehingga pengembangan pengetahuan
dana keterampilan dapat dilakukan. Selain itu juga, tema
yang diambil dari dunia nyata memungkinkan siswa
melakukan penerapan konsep serta memperoleh
pengalaman nyata.
Setelah tema tersebut disepakati, dikembangkan sub – sub
tema dengan memperhatikan kaitannya dengan bidang – bidang
setudi. Menurut BSNP dalam Majid (2014: 101), setelah
ditemukan tema yang berfungsi sebagai pemersatu atau payung
antar bidang studi yang dipadukan, dilakukan pemetaan dengan
membagi habis semua kompetensi dasar dan indikator
Lingkungan Luar sekolah
Lingkungan Sekolah
Lingkungan Rumah
Lingkungan terdekat siswa
(jati diri siswa)
14
berdasarkan hasil analisis terhadap kompetensi dasar yang telah
dilakukan sebelumnya. Kemudian dibuat diagram kaitan
(jaringan) antara tema dengan kompetensi dasar dan indikator
dari setiap mata pelajaran. Jaringan tema ini selanjutnya
dijabarkan dalam satuan pembelajaran yang memuat aktivitas
belajar siswa.
Dalam menetukan tema yang bermakna, kita harus
memperhatikan dan mempertimbangkan pemikiran konseptual,
pengembangan keterampilan dan sikap, sumber belajar, hasil
belajar yang terukur dan terbukti, kesinambungan tema,
kebutuhan siswa, keseimbangan pemilihan tema, serta aksi
nyata, antara lain:
a) Pemikiran konseptual, tema yang baik tidak hanya
memberikan fakta-fakta kepada siswa. Tema yang baik bisa
mengajak siswa untuk menggunakan keterampilan berpikir
yang lebih tinggi.
b) Pengembangan keterampilan dan sikap, apakah tema yang
sudah disepakati bisa mengembangkan keterampilan siswa.
c) Kesinambungan tema. Kath Murdock (1998) dalam
bukunya Classroom Connection-Strategies for Integrated
Learning menjelaskan bahwa tema yang baik bisa
mengakomodasi pengetahuan awal yang dimiliki siswa
sebelum belajar tentang sesuatu yang baru.
d) Materi Belajar Utama dan Tambahan. Materi dan sumber
pembelajaran tematik biasa kita bagi menjadi dua sumber
dan materi, yaitu utama dan tambahan.
e) Terukur dan Terbukti. Guru juga perlu memperhatikan hasil
pembelajaran apa yang akan siswa capai dalam
pembelajaran temarik.
15
f) Kebutuhan Siswa. Dalam memilih tema, guru perlu
memperhatikan kebutuhan siswa apakah tema yang kita
pilih bisa menjawab kebutuhan siswa.
g) Keseimbangan Pemilihan Tema. Pembelajaran yang cocok
dengan pembelajaran terpadu adalah pembelajaran tematik.
Dalam satu tahun pembelajaran biasanya siswa bisa
mempelajari 5-6 tema. Para guru hendaknya bisa memilih
tema yang bisa mengakomodasi mata pelajaran bahasa,
ilmu sosial, lingkungan, kesehatan, dan sains saja, tetapi
tema-tema lain bervariasi.
h) Aksi Nyata. Pembelajaran tematik hendaknya tidak hanya
mengembangkan pengetahuan dan sikap siswa, tetapi juga
bisa membimbing siswa untuk melakukan aksi yang
bermanfaat.
2) Prinsip Penentuan Tema
Dalam menetapkan tema perlu memperhatikan beberapa
prinsip yaitu:
a) Memperhatikan lingkungan yang terdekat dengan siswa
b) Dari mana yang termudah menuju yang sulit
c) Dari yang sederhana menuju ke yang kompleks
d) Dari yang konkret menuju ke yang abstrak
e) Tema yang dipilih harus memungkinkan terjadinya
proses berpikir pada diri siswa
f) Ruang lingkup tema disesuaikan dengan usia dan
perkembangan siswa, termasuk minat, kebutuhan, dan
kemampuannya.
3) Daftar Tema
Tema-tema pada kelas 3 SD meliputi:(1)Perkembangbiakan
hewan dan tumbuhan, (2) Perkembangan teknologi, (3)
Perubahan di alam, (4) Peduli lingkungan, (5) Permainan
16
tradisional, (6) Indahnya persahabatan, (7) Energi dan
perubahannya, (8) Bumi dan alam semesta.
d) Analisis SKL, KI, KD dan indikator
Berikut ini adalah tabel analisis SKL, KI dan KD tema
Perkembangbiakan Hewan dan Tumbuhan subtema Perkembangan
Tumbuhan.
17
Tabel 2.1 Analisis SKL, KI dan KD
Tema : Perkembangbiakan Hewan dan Tumbuhan
Kelas : 3 Sekolah Dasar
Subtema : Pertumbuhan dan Perkembangan Tumbuhan
Aspek Kognitif
Aspek Standar
Kompetensi
Lulusan
Kompetensi Inti Kompetensi
Dasar
Lingkup
Materi
C1 C2 C3 C4 C5 C6 Teknik dan
Bentuk Instrumen
Penilaian
Sikap Pribadi yang
beriman,
berakhlak mulia, percaya
diri, dan
Beranggung
jawab dalam berinteraksi
secara efektif
dengan Lingkungan
sosial, alam
sekitar, serta
dunia dan peradabannya.
1. Menerima dan
menjalankan
ajaran agama yang
dianutnya.
2. Menunjukkan
perilaku jujur, disiplin,
tanggung
jawab, santun, peduli, dan
percaya diri
dalam
berinteraksi dengan
keluarga,
teman, guru dan tetangga.
2.2
Memiliki kedisiplinan dan
tanggung jawab
untuk hidup sehat serta merawat
hewan dan
tumbuhan melalui
pemanfaatan bahasa Indonesia
dan/atau bahasa
daerah
Pembinaan
sikap : Rasa ingin tahu,
peduli dan
tanggung jawab
√ Teknik Penilaian:
Non tes (pengamatan)
Bentuk Instrumen: Lembar
pengamatan
perkembangan
sikap (ketelitian dan rasa
ingin tahu)
18
Pengeta-
huan
Pribadi yang
menguasai
pengetahuan dan teknologi,
seni,
Budaya dan berwawasan
kemanusiaan,
kebangsaan, Kenegaraan,
dan peradaban.
3. Memahami
pengetahuan
faktual dengan cara
mengamati
(mendengar, melihat,
membaca) dan
menanya berdasarkan
rasa ingin tahu
tentang
dirinya, makhluk
ciptaan Tuhan
dan kegiatannya,
dan benda-
benda yang
dijumpainya di rumah dan di
sekolah.
4.3
Menyajikan suatu
bilangan sebagai jumlah, selisih,
hasil kali, atau
hasil bagi dua bilangan cacah
Teks tentang
cara
perkembang
biakan tumbuhan
Operasi
hitung
bilangan asli
Cara merawat
tumbuhan
√
Lisan :
hasil kreativitas
anak dalam menciptakan
berbagai jenis
pertanyaan dari mengobservasi
objek tertentu
menjawabpertany
aan yang diajukan guru
Produk :
- hasil
menggambar
- Laporan hasilpengamat
an
Performance:
- bercerita,
membaca cerita dan
teks sesuai
tema
19
Keteram-
pilan
Pribadi yang
berkemampuan
pikir dan tindakan yang
efektif
Dan kreatif dalam ranah
abstrak dan
konkret.
4. Pribadi yang
berkemampu-
an pikir dan tindakan yang
efektif dan
kreatif dalam ranah abstrak
dan konkret.
3.4
Mengemukakan
makna bersatu dalam
keberagaman di
lingkungan sekitar
4.1 Membuat karya
dekoratif
4.4 Menyajikan
laporan tentang
konsep ciri-ciri, kebutuhan
(makanan dan
tempat hidup),
pertumbuhan dan perkembangan
makhluk hidup
yang ada di lingkungan
setempat secara
tertulis menggunakan
kosakata baku
dan kalimat
efektif
Menyusun
laporan
pengamatan
perkembang-biakan
tumbuhan
Kolase
√
√
√
Tertulis:
Menulis Kalimat
tentang
tumbuhan dengan bahasa
yang benar
20
e) Keterhubungan tema kedalam Kompetensi Dasar dan indikator
Pemetaan keterhubungan tema dengan KD dan indikatr
dilakukan dengan kegiatan sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi tema-tema yang digunakan sebagai pengikat
keterpaduan berbagai mata pelajaran.
2. Memetakan semua mata pelajaran yang diajarkan di kelas.
Karena pembelajaran tematik aalah keterpaduan berbagai mata
pelajaran yang diikat dengan tema, dalam pemetaan tema harus
dimulai dengan pemetaan mata pelajaran yang diajarka dikelas.
3. Mengidentifikasi Kompetensi Dasar setiap mata pelajaran yang
diajarkan
4. Menjabarkan Kompetensi Dasar ke dalam indikator
5. Menganalisis keterhubungan tema-tema dengan KD dan
indikator dari semua mata pelajaran yang diajarkan. Berikut ini
adalah tabel analisis keterhubungan tema-tema dengan KD dan
indikator kelas 3 Sekolah Dasar
Tabel 2.2 Pemetaan Keterhubungan KD dan indikator ke dalam tema
Mata Pelajaran Kompetensi Dasar Indikator
Tema
Perkembangbiakan
Hewan dan
Tumbuhan
Bahasa Indonesia 3.4
Mencermati dalam
teks tentang konsep
ciri-ciri, kebutuhan
(makanan dan tempat
hidup), pertumbuhan,
dan perkembangan
makhluk hidup yang
ada di lingkungan
setempat yang
disajikan dalam
bentuk lisan, tulis, dan
visual
Mengidentifikasi
pertumbuhan
dan
perkembangan
tumbuhan
Sub tema 4
Pertumbuhan dan
Perkembangan
Tumbuhan
4.4
Menyajikan laporan
tentang konsep ciri-
Menyusun
laporan cara
merawat
21
ciri, kebutuhan
(makanan dan tempat
hidup), pertumbuhan
dan perkembangan
makhluk hidup yang
ada di lingkungan
setempat secara
tertulis menggunakan
kosakata baku dan
kalimat efektif
tumbuhan
Pendidikan
Pancasila dan
Kewarganegaraan
3.4
Mengemukakan
makna bersatu dalam
keberagaman di
lingkungan sekitar
Mengidentifikasi
kegiatan kerja
sama di sekolah.
SBdP 4.1
Membuat karya
dekoratif
Mengidentifikasi
cara membuat
karya kolase
hasil
rancangan
sendiri.
Matematika 4.3
Menyajikan suatu
bilangan sebagai
jumlah, selisih, hasil
kali, atau hasil bagi
dua bilangan cacah
Menyelesaikan
soal pembagian.
f) Menetapkan Jaringan Tema KD/Indikator
Membuat jaringan tema yaitu menghubungkan kompetensi
dasar dan indikator dengan tema pemersatu. Dengan jaringan tema
tersebut akan terlihat kaitan antara tema, kompetensi dasar, dan
indikator dari setiap mata pelajaran. Jaringan tema ini dapat
dikembangkan sesuai dengan alokasi waktu setiap tema. Berikut
ini adalah jarring tema kelas 3 sekolah dasar.
22
Gambar 2.2 Jaringan Tema Perkembangbiakan Hewan dan
Tumbuhan
g) Penyusunan Silbus
1. Pengertian Silabus
Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau
kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar
kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran,
kegiatan pembelajaran, indicator pencapaian kompetensi, untuk
penilaian, penilaian, alokasi waktu dan sumber belajar. Silabus
disusun berdasarkan Standar Isi, yang didalamnya berisikan
Identitas Mata Pelajaran, Standar Kompetensi (SK) dan
Kompetensi Dasar (KD), Materi Pokok/Pembelajaran, Kegiatan
Perkembangbiakan Hewan dan Tumbuhan
Sub tema 4 Pertumbuhan dan Perkembangan Tumbuhan
Bahasa Indonesia
1. Menuliskan cara perkembang-biakan tumbuhan
2. Menyusun laporan cara merawat tumbuhan
SBdP
1. Mengidentifikasi cara membuat karya kolase hasil
rancangan sendiri.
Matematika
1. Menyelesaikan soal pembagian.
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
1. Mengidentifikasi kegiatan kerja sama di sekolah.
23
Pembelajaran, Indikator, Penilaian, Alokasi Waktu, dan Sumber
Belajar.
2. Prinsip Pengembangan Silabus
a. Ilmiah
Keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan
dalam silabus harus benar dan dapat
dipertanggungjawabkan secara keilmuan.
b. Relevan
Cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran, dan urutan
penyajian materi dalam silabus sesuai dengan tingkat
perkembangan fisik, intelektual, sosial, emosional, dan
spiritual peserta didik.
c. Sistematis
Komponen-komponen silabus saling berhubungan secara
fungsional dalam pencapaian kompetensi.
d. Konsisten
Ada hubungan yang konsisten (ajeg, taat asas) antara
kompetensi dasar, indicator, materi pokok/pembelajaran,
kegiatan pembelajaran, sumber belajar, dan sistem
penilaian.
e. Memadai
Cakupan indicator, materi pokok/pembelajaran, kegiatan
pembelajaran, sumber belajar, dan sistem penilaian cukup
untuk menunjang pencapaian kompetensi dasar.
f. Aktual dan Kontekstual
Cakupan indicator, materi pokok/pembelajaran, kegiatan
pembelajaran, dan system penilaian memperhatikan
perkembangan ilmu, teknologi, dan seni mutakhir dalam
kehidupan nyata, dan peristiwa yang terjadi.
g. Fleksibel
Keseluruhan komponen silabus dapat mengakomodasi
variasi peserta didik, pendidikan, serta dinamika perubahan
24
yang terjadi di sekolah dan tuntutan masyarakat. Sementara
itu, materi ajar ditentukan berdasarkan dan atau
memperhatikan kultur daerah masing-masing. Hal ini
dimaksudkan agar kehidupan peserta didik tidak tercabut
dari lingkungannya.
h. Menyeluruh
Komponen silabus mencakup keseluruhan ranah
kompetensi (kognitif, afektif, psikomotor).
3. Pengembangan Silabus
Pengembangan silabus dapat dilakukan oleh para guru mata
pelajaran secara mandiri atau berkelompok dalam sebuah
sekolah (MGMPS) atau beberapa sekolah, kelompok
Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), di bawah koor
dinasi dan supervise Dinas Pendidikan
Kabupaten/Kota/Provinsi.
a. Sekolah dan Komite Sekolah
Pengembangan silabus adalah sekolah bersama komite
sekolah. Untuk menghasilkan silabus yang bermutu,
sekolah bersama komite sekolah dapat meminta bimbingan
teknis dari perguruan tinggi, LPMP, dan lembaga terkait
seperti Balitbang Depdiknas.
b. Kelompok Sekolah
Apabila guru kelas atau guru mata pelajaran karena sesuatu
hal belum dapat melaksanakan pengembangan silabus
secara mandiri, maka pihak sekolah dapat mengusahakan
untuk membentuk kelompok guru kelas atau guru mata
pelajaran untuk mengembangkan silabus yang akan di
pergunakan oleh sekolah tersebut.
c. Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP)
Beberapa sekolah atau sekolah-sekolah dalam sebuah
yayasan bergabung untuk menyusun silabus. Hal ini
dimungkinkan karena sekolah dan komite sekolah karena
25
sesuatu hal belum dapat melaksanakan penyusunan silabus.
Kelompok sekolah ini juga dapat meminta bimbingan teknis
dari perguruan tinggi, LMPM, dan lembaga terkait seperti
Balitbang Depdiknas dalam menyusun silabus.
d. Dinas Pendidikan
Dinas pendidikan setempat dapat memfasilitasi penyusunan
silabus dengan membentuk sebuah tim yang terdiri dari para
gur berpengalaman di bidangnya masing-masing. Dalam
pengembangan silabus ini, sekolah, kelompok kerja guru,
atau dinas pendidikan dapat meminta bimbingan teknis dari
perguruan tinggi, LMPM, atau unit utama terkait yang ada
di Departemen Pendidikan Nasional.
4. Langkah-langkah Pengembangan Silabus
a. Mengisi Identitas Silabus
Identitas terdiri dari nama sekolah, mata pelajaran, kelas,
dan semester. Identitas silabus ditulis di atas matriks
silabus.
b. Menuliskan Kompetensi Inti
Kompetensi inti merupakan terjemahan atau
operasionalisasi SKL dalam bentuk kualitas yang harus
dimiliki mereka yang telah menyelesaikan pendidikan pada
satuan pendidikan tertentu atau jenjang pendidikan tertentu,
gambaran mengenai kompetensi utama yang
dikelompokkan dalam aspek sikap, pengetahuan, dan
ketrampilan (afektif, kognitif, dan psikomotor) yang harus
dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas
dan mata pelajaran. Kompetensi Inti harus menggambarkan
kualitas yang seimbang antara pencapaian hard skills dan
soft skills.
KI dirancang dalam empat kelompok yang saling terkait
yaitu berkenaan dengan sikap keagamaan (kompetensi inti
26
1), sikap sosial (kompetensi 2), pengetahuan (kompetensi
3), dan penerapan pengetahuan (kompetensi 4).
c. Menuliskan Kompetensi Dasar
Kompetensi Dasar merupakan kompetensi setiap mata
pelajaran untuk setiap kelas yang diturunkan dari
Kompetensi Inti. KD adalah konten atau kompetensi yang
terdiri atas sikap, pengetahuan, dan ketrampilan yang
bersumber pada kompetensi inti yang harus dikuasai peserta
didik. Kompetensi tersebut dikembangkan dengan
memperhatikan karakteristik peserta didik, kemampuan
awal, serta ciri dari suatu mata pelajaran/tema.
Sebelum menentukan atau memilih Kompetensi Dasar,
penyusun terlebih dahulu mengkaji standar kompetensi dan
kompetensi dasar mata pelajaran dengan memperhatikan
hal-hal sebagai berikut:
1) Urutan berdasarkan hierarkis konsep disiplin ilmu
dan/atau tingkat kesulitan Kompetensi Dasar.
2) Keterkaitan antar Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar dalam mata pelajaran, dan
3) Keterkaitan Standar Kompetensi dan Kompetensi
Dasar antarmata pelajaran.
d. Mengidentifikasi Materi Pokok/Pembelajaran
Dalam mengidentifikasi materi pokok/pembelajaran harus
dipertimbangkan:
1) Potensi peserta didik
2) Relevansi materi pokok dengan KI dan KD
3) Tingkat perkembangan fisik, intelektual,
emosional, sosial, dan spiritual peserta didik
4) Kebermanfaatan bagi peserta didik
5) Struktur keilmuan
6) Kedalaman dan keluasaan materi
27
7) Relevansi dengan kebutuhan peserta didik dan
tuntutan lingkungan
8) Alokasi waktu
Selain itu juga harus diperhatikan hal-hal berikut ini.
1) Kesahihan (validity): materi memang benar-benar
teruji kebenaran dan kesahihannya.
2) Tingkat kepentingan (significance): materi yang
diajarkan memang benar-benar diperlukan oleh
siswa.
3) Kebermanfaatan (utility): materi tersebut
memberikan dasar-dasar pengetahuan dan
ketrampilan pada jenjang berikutnya
4) Layak dipelajari (learnability): materi layak
dipelajari baik dari aspek tingkat kesulitan
maupun aspek pemanfaatan bahan ajar dan
kondisi setempat.
5) Menarik minat (interest): materinya menarik
minat siswa dan memotivasinya untuk
mempelajari lebih lanjut.
e. Mengembangkan Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan
pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan
fisik melalui interaksi antar peserta didik, peserta didik
dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya dalam
rangka pencapaian kompetensi dasar. Kegiatan
pembelajaran dapat terwujud melalui penggunaan
pendekatan pembelajaran yang bervariasi dan berpusat pada
peserta didik. Berikut ini adalah kriteria dalam
mengembangkan kegiatan pembelajaran antara lain:
1) Kegiatan pembelajaran disusun bertujuan untuk
memberikan bantuan kepada para pendidik,
khususnya guru agar mereka dapat bekerja dan
28
melaksanakan proses pembelajaran secara
professional sesuai dengan tuntutan kurikulum.
2) Kegiatan pembelajaran disusun berdasarkan atas
satu tuntutan kompetensi dasar secara utuh.
3) Kegiatan pembelajaran memuat rangkaian
kegiatan yang harus dilakukan oleh siswa secara
berurutan untuk mencapai kompetensi dasar.
4) Kegiatan pembelajaran berpusat pada siswa
(student-centered). Guru harus selalu berpikir
kegiatan apa yang bisa dilakukan agar siswa
memiliki kompetensi yang telah ditetapkan.
5) Materi kegiatan pembelajaran dapat berupa
pengetahuan sikap (termasuk karakter yang
sesuai), dan ketrampilan yang sesuai dengan KD.
6) Perumusan kegiatan pembelajaran harus jelas
memuat materi yang harus dikuasai untuk
mencapai Kompetensi Dasar.
7) Penentuan urutan kegiatan pembelajaran harus
sesuai dengan hierarki konsep mata pelajaran.
8) Pembelajaran bersifat spiral (terjadi pengulangan-
pengulangan pembelajaran materi tertentu).
9) Rumusan pernyataan dalam Kegiatan
Pembelajaran minimal mengandung dua unsur
penciri yang mencerminkan pengelolaan kegiatan
pembelajaran siswa, yaitu kegiatan dan objek
belajar.
Pemilihan kegiatan pembelajaran mempertimbangkan kal-
hal sebagai berikut:
1) Memberikan peluang bagi siswa untuk mencari,
mengolah, dan menemukan sendiri pengetahuan,
di bawah bimbingan guru
29
2) Mencerminkan ciri khas dalam pengembangan
kemampuan mata pelajaran/tema
3) Disesuaikan dengan kemampuan siswa, sumber
belajar dan sarana yang tersedia
4) Bervariasi dengan mengombinasikan kegiatan
individu/peroangan, berpasangan, kelompok, dan
klasikal, dan
5) Memperhatikan pelayanan terhadap perbedaan
individual siswa seperti: bakat, minat,
kemampuan, latar belakang keluarga, sosial-
ekonomi, dan budaya, serta masalah khusus yang
dihadapi siswa yang bersangkutan.
f. Merumuskan Indikator
Indikator merupakan penanda pencapaian KD yang ditandai
oleh perubahan perilaku yang dapat diukur mencakup ranah
atau dimensi pengetahuan (kognitif), ketrampilan
(psikomotorik), dan sikap (afektif). Ranah kognitif meliputi
pemahaman dan pengembangan ketrampilan intelektual,
dengan tingkatan: ingatan, pemahaman, penerapan/aplikasi,
analisis, evaluasi dan kreasi. Indikator kognitif dapat dipilah
menjadi indikator produk dan proses. Ranah psikomotorik
berhubungan dengan gerakan sengaja yang dikendalikan
oleh aktivitas otak, umumnya berupa ketrampilan yang
memerlukan koordinasi otak dengan beberapa otot. Ranah
afektif meliputi aspek-aspek yang berkaitan dengan hal-hal
emosional seperti perasaan, nilai, apresiasi, antusiasme,
motivasi, dan sikap. Ranah afektif terentang mulai dari
penerimaan terhadap fenomena, tanggapan terhadap
fenomena, penilaian, organisasi, dan internalisasi atau
karakterisasi. Berkaitan dengan hal ini, karakter merupakan
bagian dari indikator pada ranah afektif.
30
Dalam penentuan indikator diperlukan kriteria-kriteria
berikut ini.
1) Setiap KD dikembangkan menjadi beberapa
indicator (lebih dari dua).
2) Indikator menggunakan kata kerja operasional
yang dapat diukur dan/atau diobservasi.
3) Tingkatan kata kerja dalam indikator lebih rendah
atau setara dengan kata kerja dalam KD maupun
SK.
4) Prinsip pengembangan indikator sesuai dengan
kepentingan (Urgensi), kesinambungan
(Kontinuitas), kesesuaian (Relevansi) dan
Kontekstual.
5) Keseluruhan indikator dalam satu KD merupakan
tanda-tanda, perilaku, dan lain-lain untuk
pencapaian kompetensi yang merupakan
kemampuan bersikap, berpikir, dan bertindak
secara konsisten.
6) Sesuai tingkat perkembangan berpikir siswa.
7) Berkaitan dengan Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar.
8) Memperhatikan aspek manfaat dalam kehidupan
sehari-hari (life skills).
9) Harus dapat menunjukkan pencapaian hasil
belajar siswa secara utuh (kognitif, afektif, dan
psikomotor).
10) Memperhatikan sumber-sumber belajar yang
relevan.
11) Dapat diukur/dapat dikuantifikasikan/dapat
diamati.
12) Menggunakan kata kerja operasional.
31
g. Penilaian
Penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk
memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan proses dan
hasil belajar siswa yang harus dilakukan secara sistematis
dan berkesinambungan sehingga menjadi informasi yang
bermakna dalam pengambilan keputusan untuk menentukan
tingkat keberhasilan pencapaian kompetensi dasar peserta
didik dilakukan berdasarkan indikator yang telah ditetapkan
mencakup tiga ranah (kognitif, psikomotor, dan afektif).
Perkembangan karakter peserta didik dapat dilihat pada saat
melakukan penilaian ranah afektif. Di dalam kegiatan
penilaian ini terdapat tiga komponen penting, yang
meliputi: a) teknik penilaian b) bentuk instrument dan c)
contoh instrument.
1) Teknik Penilaian
Teknik penilaian adalah cara-cara yang ditempuh untuk
memperoleh informasi mengenai proses dan produk
yang dihasilkann pembelajaran yang dilakukan peserta
didik. Ada beberapa teknik yang dilakukan dalam
rangka penilaian ini, yang secara garis besar dapat
dikategorikan sebagai teknik tes dan teknik non-tes.
Penggunaan tes dan non-tes dalam bentuk tulisan
maupun lisan, pengamatan kinerja, sikap, penilaian hasil
karya berupa proyek atau produk, pengguaan portofolio,
dan penilaian diri.
Dalam melaksanakan penilain, penyusun silabus perlu
memperhatikan prinsip-prinsip berikut ini.
a) Pemilihan jenis penilaian harus disertai dengan
aspek-aspek yang akan dinilai sehingga
memudahkan dalam penyusunan soal.
32
b) Penilaian diarahkan untuk mengukur pencapaian
indikator.
c) Penilaian menggunakan acuan kriteria; yaitu
berdasarkan apa yang bisa dilakukan siswa setelah
siswa mengikuti proses pembelajaran, dan bukan
untuk menentukan posisi seseorang terhadap
kelompoknya.
d) Sistem yang direncanakan adalah sistem penilaian
yang berkelanjutan. Berkelanjutan dalam arti semua
indikator ditagih, kemudian hasilnya dianalisasi
untuk menentukan kompetensi dasar yang telah
dimiliki dan yang belum, serta untuk mengetahui
kualitas siswa.
e) Hasil penilaian dinalisis untuk menentukan tindak
lanjut. Pada bagian indikator yang belum tuntas
perlu dilakukan kegiatan remedial.
f) Penilaian dilakukan untuk menyeimbangkan
berbagai aspek pembelajaran: kognitif, afektif, dan
psikomotor dengan menggunakan berbagai model
penilaian, baik formal maupun nonformal secara
berkesinambungan.
g) Penilaian merupakan suatu proses pengumpulan dan
penggunaan informasi tentang hasil belajar siswa
dengan menerapkan prinsip berkelanjutan, bukti-
bukti otentik, akurat, dan konsisten sebagai
akuntabilitas publik.
h) Penilaian merupakan proses identifikasi pencapaian
kompetensi dan hasil belajar yang dikemukakan
melalui pernyataan yang jelas tentang standar yang
harus dan telah dicapai disertai dengan peta
kemajuan hasil belajar siswa.
33
i) Penilaian berorientasi pada Standar Kompetensi,
Kompetensi Dasar dan Indikator. Dengan demikian,
hasilnya akan memberikan gambaran mengenai
perkembangan pencapaian kompetensi.
j) Penilaian dilakukan secara berkelanjutan
(direncanakan dan dilakukan terus menerus) guna
mendapatkan gambaran yang utuh mengenai
perkembangan penguasaan kompetensi siswa, baik
sebagai efek langsung maupun efek pengiring dari
proses pembelajaran.
k) Sistem penilaian harus disesuaikan dengan kegiatan
pembelajaran yang ditempuh dalam proses
pembelajaran.
2) Bentuk Instrumen
Bentuk instrument yang dipilih harus sesuai dengan
teknik penilaiannya. Berikut ini disajikan ragam teknik
penilaian beserta bentuk instrumen yang didapat.
Tabel 2.3 Teknik Penilaian Beserta Bentuk Instrumen
Teknik Bentuk Instrumen
Tes Tulis Tes isian
Tes uraian
Tes pilihan ganda
Tes menjodohkan
Dan lain-lain
Tes Lisan Daftar pertanyaan
Unjuk Kerja Tes identifikasi
Tes simulasi
Uji petik kerja produk
Uji petik prosedur
Uji petik prosedur dan produk
Penugasan Tugas proyek
1. Tugas rumah
Observasi Lembar observasi
Wawancara Pedoman wawancara
Portofolio Dokumen pekerjaan, karya, dan/atau
prestasi siswa
Penilaian Diri Lembar penilaian diri
Sumber: Majid (2014)
34
3) Contoh Instrumen
Setelah dibuat bentuk instrumennya, selanjutnya dibuat
contohnya. Contoh instrumen dapat dituliskan di dalam
kolom matriks silabus yang tersedia. Namun, apabila
dipandang hal itu menyulitkan karena kolom yang
tersedia tidak mencukupi, selanjutnya contoh instrumen
penilaian diletakkan di dalam lampiran.
h. Menentukan Alokasi Waktu
Alokasi waktu adalah jumlah waktu yang dibutuhkan untuk
ketercapaian suatu Kompetensi Dasar tertentu dengan
memperhatikan:
1. Minggu efektif per semester
2. Alokasi waktu mata pelajaran per minggu
3. Jumlah kompetensi per semester
Alokasi waktu yang dicamtumkan di silabus merupakan
perkiraan waktu rata-rata untuk menguasai kompetensi
dasar yang dibutuhkan oleh peserta didik yang beragam.
i. Menentukan Sumber Belajar
Menurut Modul PLPG dalam Majid (2014), sumber belajar
merupakan segala sesuatu yang diperlukan dalam kegiatan
pembelajaran yang dapat berupa: buku teks, media cetak,
media elektronik, narasumber, lingkungan alam sekitar, dan
sebagainya.
h) Penyusunan Rencana Pembelajaran
1) Pengertian RPP
Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) adalah srencana
yang menggambarkan prosedur dan pengorganisasian
pembelajaran untuk mencapai satu kompetensi dasar yang
ditetapkan dalam Standar Isi dan telah dijabarkan dalam silabus.
Lingkup Rencana Pembelajaran paling luas mencakup 1 (satu)
kompetensi dasar yang terdiri atas 1 (satu) atau beberapa
indikator untuk 1 (satu) kali pertemuan atau lebih.
35
Khusus untuk RPP tematik, pengertian satu KD asalah satu
KD untuk setiap mata pelajaran. Maksudnya, dalam penyusun
RPP Tematik, guru harus mengembangkan tema berdasarkan
satu KD yang terdapat dalam setiap mata pelajaran yang di
anggap relevan.
2) Prinsip-prinsip Pengembangan RPP
Berbagai prinsip dalam mengembangkan atau menyusun RPP
dapat dijelaskan sebagai berikut.
a) Memperhatikan perbedaan individu peserta didik.
RPP disusun dengan memperhatikan perbedaan jenis
kelamin, kemampuan awal, tingkat intelektual, minat,
motivasi belajar, bakat, potensi, kemampuan sosial, emosi,
gaya belajar, kebutuhan khusus, kecepatan belajar, latar
belakang budaya, norma, nilai, dan/atau lingkungan peserta
didik.
b) Mendorong partisipasi aktif peserta didik.
Proses pembelajaran dirancang dengan berpusat pada
peserta didik untuk mendorong motivasi, minat, kreativitas,
inisiatif, inspirasi, kemandirian, dan semangat belajar.
c) Mengembangkan budaya membaca dan menulis.
Proses pembelajaran dirancang untuk mengembangkan
kegemaran membca, pemahaman beragam bacaan, dan
berekspresi dalam berbagai bentuk tulisan.
d) Memberikan umpan balik dan tindak lanjut RPP memuat
rancangan program pemberian umpan balik positif,
penguatan, pengayaan, dan remidial.
e) Keterkaitan dan keterpaduan.
RPP disusun dengan memperhatikan keterkaitan dan
keterpaduan antara SK, KD, materi pembelajaran, kegiatan
pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, penilaian,
dan sumber belajar dalam satu keutuhan pengalaman
belajar. RPP disusun dengan mengakomodasikan
36
pembelajaran tematik, keterpaduan lintas mata pelajaran,
lintas aspek belajar, dan keragaman budaya.
f) Menerapkan teknologi informasi dan komunikasi.
RPP disusun dengan mempertimbangkan penerapan
teknologi informasi dan komunikasi secara terintegrasi,
sistematis, dan efektif sesuai dengan ssituasi dan kondisi.
3) Komponen dan Langkah-Langkah Pengembangan RPP
a) Mencantumkan identitas
Identiras meliputi: Sekolah, Kelas/Semester, Standar
Kompetensi, Kompetensi Dasar, Indokator, Alokasi Waktu.
b) Mencantumkan Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran memuat penguasaaan kompetensi
yang bersifat operasional yang ditargetkan/dicapai dalam
RPP. Tujuan pembelajaran dirumuskan dengan mengacu
pada rumusan yang terdapat dalam indikator, dalam bentuk
pernytaan yang operasional. Dengan demikian, jumlah
rumusan tujuan pembelajaran dapat sama atau lebih banyak
daripada indikator.
c) Mencantumkan Materi Pembelajaran
Materi pembelajaran adalah materi yang digunkan untuk
mencapai tujuan pembelajaran. Hal yang harus diketahui
adalah bahwa materi dlama RPP merupakan pengembangan
dari matri pokok yang terapat dalam silabus. Oleh karena
itu, materi pembelajaran dalma RPP harus dikembangkan
secara terinci bahkan jika perlu guru dapat
mengembangkannya menjadi Buku Siswa.
d) Mencantumkan Model/Metode Pembelajaran
Metode dapat diartikan benar-benar sebagai metode, tetapi
dapat pula diartikan sebagai model atau pendekatan
pembelajaran. Penetapan ini diambil bergantung pada
karakterisitik pendekatan dan atau strategi yang dipilih.
Selain itu, pemilihan metode/pendekatan bergantung pada
37
jenis materi yang akan diajarkan kepada peserta didik.
Ingatlah, tidak ada satu metode pun yang dapat digunakan
untuk mengajarkan semua materi.
e) Mencantumkan Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran.
Untuk mencapai satu kompetensi dasar harus dicantumkan
langkah-langkah kegiatan setiap pertemuan. Pada dasarnya,
langkah-langkah kegiatan memuat pendahuluan/kegiatan
awal, kegiatan inti, dan kegiatan penutup, dan masing-
masing disertai alokasi waktu yang dibtuuhkan. Akan tetapi,
dimungkinkan dalam seluruh rangkaian kegiatan, sesuai
dengan karakteristik model yang dipilih, menggunakan
sintaks yang sesuai dengan modelnya. Selain itu, apabila
kegiatan disiapkan untuk lebih dari satu kali pertemuan,
hendaknya diperjelas pertemuan ke-1 dan pertemuan ke-2
atau seterusnya.
f) Mencantumkan Media/Alat/Bahan/Sumber Belajar.
Pemilihan sumber belajar mengacu pada perumusan yang
terdapat dalam silabus. Jika memungkinkan, dalam satu
perencanaan disiapkan media, alat/bahan, dan sumber
belajar. Apabila ketiga aspek ini dipenuhi, penyusun harus
mengeksplitkan secara jelas: a) media, b) alat/bahan, dan c)
sumber belajar yang digunakan. Oleh karena itu, guru harus
memahami secara benar pengertian media, alat, bahan, dan
sumber belajar.
g) Mencantumkan Penilaian
Penilaian dijabarkan atas jenis/teknik penilaian, bentuk
instrumen, dan instrumen yang digunakan untuk mengukur
ketercapaian indikator dan tujuan pembelajaran. Dalam
sajiannya dapat dituangkan dalam bentuk matriks horizontal
maupun vertikal. Dalam penilaian henakdanya
dicantumkan: teknik/jenis, bentuk instrumen dan insrumen,
38
kunci jawaban/rambu-rambu jawaban dan pedoman
penskorannya.
2.1.6 Pelaksanaan Pembelajaran Tematik
Secara procedural langkah-langkah kegiatan yang ditempuh
diterapkan ke dalam tiga langkah sebafai berikut.
a) Kegiatan awal/pembuka (opening)
Tujuan dari kegiatan membuka pelajaran adalah untuk
menarik perhatian siswa, yang dapat dilakukan dengan cara seperti
meyakinkan siswa bahwa materi atau pengalaman belajar yang
akan dilakukan berguna untuk dirinya, melakukan hal-hal yang
dianggap aneh bagi siswa, melakukan interaksi yang
menyenangkan. Selain itu kegiatan pembuka juga dapat
menumbuhkan motivasi belajar siswa, yang dapat dilakukan
dengan cara seperti membangun suasana akrab sehingga siswa
merasa dekat, misalnya menyapa dan berkomunikasi secara
kekeluargaan, menimbulkan rasa ingin tahu, misalnya mengajak
siswa untuk mempelajari suatu kasus yang sedang hangat
dibicarakan, mengaitkan materi atau pengalaman belajar yang akan
dilakukan dengan kebutuhan siswa. Menurut Sanjaya dalam Majid
(2014), kegiatan pembuka juga bertujuan memberikan acuan atau
rambu-rambu tentang pembelajaran yang akan dilakukan, yang
dapat dilakukan dengan cara seperti mengemukakan tujuan yang
akan dicapai serta tugas-tugas yang harus dilakukan dalam
hubungannya dengan pencapaian tujuan.
b) Kegiatan inti
Kegiatan inti merupakan kegiatan pokok dalam
pembelajaran. Dalam kegiatan inti dilakukan pembahasan terhadap
tema dan subtema melalui berbagai kegiatan belajar dengan
menggunakan multimetode dan media sehingga siswa
mendapatkan pengalaman belajar yang bermakna. Alwasih dalam
Majid (2014) mengungkapkan bahwa pada waktu penyajian dan
39
pembahasan tema, guru dalam penyajiannya hendaknya lebih
berperan sebagai fasilitator. Selain itu guru harus pula mampu
berperan sebagai model pembelajaran yang baik bagi siswa.
Artinya guru secara aktif dalam kegiatan belajar berkolaborasi dan
berdiskusi dengan siswa dalam mempelajari tema atau subtema
yang sedang dipelajari. Peran inilah yang disebutkan oleh Nasution
(2004:4) dalam Majid (2014) sebagai suatu aktivitas
mengorganisasi dan mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan
menghubungkannya dengan anak segingga menjadi proses belajar.
Dengan demikian pada langkah kegiatan inti guru
menggunakan strategi pembelajaran dengan upaya menciptakan
lingkungan belajar sedemikian rupa agar siswa aktif mempelajari
permasalahan berkenaan dengan tema atau subtema. Pembelajaran
dalam hal ini dilakukan melalui berbagai kegiatan agar siswa
mengalami, mengerjakan, memahami, atau disebut dengan belajar
melalui proses (Wijaya, dkk: 1988: 188) dalam Majid (2014).
Untuk itu maka selama proses pembelajaran siswa mengamati
obyek nyata berupa benda nyata atau lingkungan sekitar,
melaporkan hasil pengamatan, melakukan permainan, berdialog,
bercerita, mengarang, membaca sumber-sumber bacaan, bertanya
dan menjawab pertanyaan, serta bermain peran. Selama proses
pembelajaran hendaknya guru selalu memberikan umpan agar anak
berusaha mencari jawaban dari permasalahan yang dipelajari.
Umpan dapat diberkan guru melalui pertanyaan-pertanyaan
menantang yang membangkitkan anak untuk berpikir dan mencari
solusi melalui kegiatan belajar.
c) Kegiatan akhir
Kegiatan akhir dapat diartikan sebagai kegiatan yang
dilakukan oleh guru untuk mengakhiri pelajaran dengan maksud
untuk memberikan gambaran menyeluruh tentang apa yang telah
dipelajari siswa serta keterkaitannya dengan pengalaman
sebelumnya, mengetahui tingkat keberhasilah siswa serta
40
keberhasilan guru dalam pelaksanaan proses pembeljaran. Cara
yang dapat dilakukan dalam menutup pembelajaran adalah
meninjau kembali dan mengadakan evaluasi pada akhir
pembelajaran. Dalam kegiatan meninjau kembali dapat dilakukan
dengan merangkum inti pembelajaran atau membuat ringkasan.
Dalam kegiatan evaluasi guru dapat menggunakan bentuk-bentuk
mendemonstrasikan ketrampilan, mengaplikasikan ide-ide baru
pada situasi lain, mengekspresikan pendapat siswa sendiri atau
mengerjakan soal-soal tertulis (Hadisubroto dan Herawati: 1998:
517) dalam Majid (2014).
Berkaitan dalam evaluasi Vogt (2001:7) dalam Majid (2014)
menyebutkan bahwa assessment dapat dilakukan secara kolaboratif
dan sportif antara siswa dan guru. Assessment dapat dilakukan
secara formal dan informal. Formal assessment dapat berupa tes
khusus seperti membaca, menulis dan penggunaan bahasa,
sedangkan informal assessment berkaitan dengan kemajuan siswa
yang dapat dilakukan melalui catatan anekdot, observasi, diskusi
kelompok, refleksi dan diskusi kelompok belajar. Self assesmen
bagi siswa akan membantu untuk dapat mengukur kemajuan diri.
Mereka juga dapat mengetahui apa yang telah mereka pelajari.
Caranya dapat menggunakan checklist, refleksi tertulis, atau jurnal.
2.1.7 Manfaat, Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Tematik
Terpadu
Menurut Majid dan Rochman (2014: 113) manfaat penerapan
pembelajaran tematik terpadu dalam proses pembelajaran sebagai
berikut:
a. Suasana kelas yang nyaman dan menyenangkan. Suasana kelas
memungkinkan semua orang yang ada di dalamnya memiliki rasa
mau menanggung risiko bersama. Misalnya, menanggapi
pertanyaan-pertanyaan yang tidak semestinya atau tidak benar
tanpa harus menyinggung perasaan peserta didik. Prosedur-
41
prosedur kerja keseharian, memastikan bahwa semua jadwal dapat
diprediksi, dan menjamin peserta didik merasa aman selama berada
di kelas maupun di luar kelas. Keterampilan hidup dikenali, diskusi
dan dipraktikkan oleh peserta didik dengan interaksi yang tepat dan
dengan perasaan yang menyenangkan dalam komunitas ruang
kelas.
b. Menggunakan kelompok untuk bekerja sama, berkolaborasi, belajar
berkelompok, dan memecahkan konflik, sehingga mendorong
peserta didik untuk memecahkan masalah sosial dengan saling
menghargai.
c. Mengoptimasi lingkungan belajar sebagai kunci dalam
menciptakan kelas yang ramah otak (brain friendly classroom).
Aktivitas belajar melibatkan subjek belajar secara langsung,
mengoptimalkan semua sumber belajar, dan memberi peluang
peserta didik untuk mengeksplorasi materi secara lebih luas.
d. Peserta didik secara cepat dan tepat waktu mampu memproses
informasi. Proses itu tidak hanya menyentuh dimensi kuantitas,
namun juga kualitas dalam mengeksplorasi konsep-konsep baru
dan membantu peserta didik siap mengembangkan pengetahuan.
e. Proses pembelajaran di kelas memungkinkan peserta didik berada
dalam format ramah otak.
f. Materi pembelajaran yang disampaikan oleh guru dapat
diaplikasijan langsung oleh peserta didik dalam konteks
kehidupannya sehari-hari.
g. Peserta didik yang relatif mengalami keterlambatan untuk
menuntaskan program belajar memungkinkan mengejar
ketertinggalannya, dengan dibantu oleh guru melalui pemberian
bimbingan khusus dan penerapan prinsip belajar tuntas.
h. Program pembelajaran yang bersifat ramah otak memungkinkan
guru untuk mewujudkan ketuntasan belajar dengan menerapkan
variasi cara penilaian.
42
Pembelajaran tematik terpadu dalam kenyataan memiliki beberapa
kelebihan. Menurut Depdikbud dalam Trianto (2011: 159),
pembelajaran tematik memiliki kelebihan sebagai berikut:
a. Pengalaman dan kagiatan belajar anak relevan dengan tingkat
perkembangannya.
b. Kegiatan yang dipilih sesuai dengan minat dan kebutuhan anak.
c. Kegiatan belajar bermakna bagi anak, sehingga hasilnya dapat
bertahan lama.
d. Keterampilan berpikir anak berkembang dalam proses
pembelajaran terpadu.
e. Kegiatan belajar mengajar bersifat pragmatis sesuai lingkungan
anak.
f. Keterampilan sosial anak berkembang dalam proses permbelajaran
terpadu.
Selain kelebihan yang dimiliki, pembelajaran tematik terpadu juga
memiliki beberapa keterbatasan, yaitu:
a. Keterbatasan pada aspek guru
Guru harus berwawasan luas, memiliki kreativitas tinggi,
ketrampilan metodologis yang andal, rasa percaya diri yang tinggi,
dan berani mengemas serta mengembangkan materi.
b. Keterbatasan pada aspek siswa
Siswa dituntut untuk menekankan adanya kemampuan analisis
(mengurai), asosiatif (menghubung-hubungkan), eksploratif
(menemukan), dan eleboratif (menghubungkan).
c. Keterbatasan pada aspek sarana dan sumber pembelajaran
Untuk menunjang, memperkaya, dan mempermudah
pengembangan wawasan dibutuhkan bahan bacaan atau sumber
informasi yang cukup banyak dan bervariasi, termasuk juga
fasilitas internet.
43
d. Keterbatasan pada aspek kurikulum
Kurikulum harus luwes dan berorientasi pada pencapaian
ketuntasan pemahaman siswa bukan pada pencapaian target
materinya.
e. Keterbatasan pada aspek penilaian
Memerlukan cara penilaian yang menyeluruh (komprehensif), yaitu
menetapkan keberhasilan belajar siswa dari beberapa bidang kajian
terkait yang dipadukan.
f. Keterbatasan pada aspek suasana pembelajaran
Pada saat megajarkan sebuah tema, guru berkecenderungan
menekankan atau mengutamakan substansi gabungan tersebut
sesuai dengan pemahaman, selera, dan latar belakang pendidikan
guru tersebut.
2.2 Pengembangan Desain Pembelajaran Tematik Terpadu
2.2.1 Pengertian Desain Pembelajaran
Hokanson, Brad dan Gibbon dalam Suparman (2014: 88)
mengatakan bahwa istilah desain berasal dari bahasa Latin designare
yang mengandung arti menandai, menunjukkan, menjelaskan,
merancang. Sedangkan menurut Herbert Simon dalam Sanjaya (2009:
65) mengartikan desain sebagai proses pemecahan masalah.
Dalam konteks pembelajaran, desain instruksional dapat diartikan
sebagai proses yang sistematis untuk memecahkan persoalan
pembelajaran melalui proses perencanaan bahan-bahan pembelajaran
beserta aktivitas yang harus dilakukan, perencanaan sumber-sumber
pembelajaran yang dapat digunakan serta perencanaan evaluasi
keberhasilan.
Sejalan dengan pengertian di atas, Gagne dalam Sanjaya (2009)
menjelaskan bahwa desain pembelajaran disusun untuk membantu
proses belajar siswa, dimana proses belajar itu memiliki tahapan segera
dan tahapan jangka panjang.
44
Gentry dalam Sanjaya (2009) menjelaskan bahwa desaian
pembelajaran berkenaan dengan proses menentukan tujuan
pembelajaran, strategi dan teknik untuk mencapai tujuan serta
merancang media yang dapat digunakan untuk efektivitas pencapaian
tujuan. Selanjutnya ia menguraikan, penerapan suatu desain
pembelajaran memerlukan dukungan dari lembaga yang akan
menerapkan, pengelolaan kegiatan, serta pelaksanaan yang intensif
berdasarkan analisis kebutuhan.
Pendapat lain tentang desain pembelajaran menurut Suparman
(2014) adalah upaya perencanaan kearah terwujudnya pelaksanaan
kegiatan instruksional berkualitas, efektif, dan efisien dalam
memfasilitasi proses belajar dan meningkatkan kinerja peserta didik.
Dari beberapa pengertian diatas, maka desain instruksional adalah
proses pembelajaran yang dapat dilakukan siswa untuk mempelajari
suatu materi pembelajaran yang didalamnya mencakup rumusan tujuan
yang harus dicapai atau hasil belajar yang diharapkan, rumusan strategi
yang dapat dilaksanakan untuk mencapai tujuan termasuk metode,
teknik dan media yang dapat dimanfaatkan serta teknik evaluasi untuk
mengukur atau menentukan keberhasilan ketercapaian tujuan.
2.2.2 Kriteria Desain Pembelajaran
Menurut Sanjaya (2009)desain pembelajaran yang baik harus
memiliki beberapa kriteria diantaranya:
a. Berorientasi pada siswa
Dalam sistem pembelajaran siswa merupakan komponen
kunci dan harus dijadikan orientasi dalam mengembangkan
perencanaan dan mengembangkan desain pembelajaran.
Desain pembelajaran dirancang untuk mempermudah siswa
belajar. Beberapa hal yang perlu dipahami tentang siswa
diantaranya:
45
1) Kemampuan dasar
Dalam menentukan tujuan pembelajaran yang harus
dicapai disesuaikan dengan kemampuan yang telah atau
harus dimiliki terlebih dahulu oleh setiap siswa.
Sehingga, desain pembelajaran dirancang sesuai dengan
potensi dan kompetensi yang telah dimiliki oleh siswa.
Dengan kata lain desain pembelajaran tidak dirancang
semata-mata oleh kemauan dan kehendak guru.
2) Gaya belajar
DePorter dalam Sanjaya (2009: 68) membagi gaya
belajar siswa ke dalam tiga tipe, yakni tipe auditif, tipe
visual, dan tipe kinestetis. Sebagai contoh, siswa yang
bertipe auditif akan dapat menangkap informasi lebih
banyak melalui pendengaran, dengan demikian desain
pembelajaran dirancang agar siswa lebih banyak
mendengar melalui berbagai media yang dapat didengar
seperti radio atau tape recorder.
b. Berpijak pada pendekatan sistem
Sistem adalah suatu kesatuan komponen yang saling
berkaitan untuk mencapai tujuan. Pendekatan sistem dalam
desain pembelajaran merupakan pendekatan ideal yang dapat
digunakan dalam mendesain pembelajaran karena melalui
pendekatan sistem dari awal sudah diantisipasi berbagai
kendala yang mungkin dapat menghambat pencapaian tujuan.
c. Teruji secara empiris
Sebelum digunakan, sebuah desain pembelajaran harus teruji
dahulu efektivitas dan efisiensinya secara empiris. Melalui
pengujian secara empiris dapat dilihat berbagai kelemahan dan
berbagai kendala yang mungkin muncul sehingga jauh
sebelumnya dapat diatasi.
46
2.2.3 Langkah-langkah Mendesain Pembelajaran
Berikut ini merupakan model desain instruksional menurut Atwi
Suparman (2014:131),
2.2.3.1 Tahap pertama
Tahap pertama dalam model MPI adalah tahap
mengidentifikasi yang terdiri dari tiga langkah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi kebutuhan instruksional dan menulis
tujuan instrusional umum
Tujuan dari kegiatan pertama tersebut, yaitu
mengidentifikasi adanya kesenjangan antara kinerja
pegawai saat ini dan kinerja yang diharapkan. Bila
kesenjangan itu penting dan serius karena berpengaruh
besar terhadap kinerja organisasi tempatnya kerja,
maka dikateorikan sebagai masalah.
Di antara berbagai masalah yang teridentifikasi,
dipisahkan menjadi dua kelompok menurut factor
penyebabnya. Masalah yang disebabkan rendahnya
pengetahuan, ketrampilan dan sikap perilaku dan
masalah yang factor penyebabnya diluar itu, misalnya
kekurangan sarana prasarana, dana, sistem dan prosedur
kerja dalam manajemen, dan lain-lain.
Ada tiga kelompok orang yang dapat dijadikan
sumber informasi dalam mengidentifiksi kebutuhan
instruksional, yaitu:
a. Peserta didik
b. Masyarakat, termasuk orang tua dan pihal lan
yang akan menggunakan lulusan, seperti
pengelola pendidikan tingkat selanjutnya dan
pemerintah
c. Pendidik, termasuk pengejar dan pengelola
program pendidikan yang tentu mempunyai
pengalaman dan referensi yang cukup tentang
47
bentuk program instruksional yang sesuai bagi
peserta didik dan pengguna lulusan.
Harles dalam Suparman (2014: 135) melukiskan
ketiga pihak tersebut dalam bentuk segitiga sebagai
berikut.
Peserta Didik/Lulusan Pendidik/
Penyelenggara
Masyarakat yang akan Pengguna lulusan
dilayani
Masuk
Gambar 2.3 Tiga Kelompok Orang Sebagai Sumber
Informasi Dalam Mengidentifikasi Kebutuhan Instruksional
Sumber: Suparan (2014)
Berikut ini adalah langkah-langkah mengidentifikasi
kebutuhan instruksional:
a. Menentukan kesenjangan penampilan peserta didik
disebabkan kekurangan pendidikan dan pelatihan
pada masa lalu
b. Mengidentifikasi bentuk kegiatan instruksional
yang paling tepat
c. Menentukan populasi sasaran yang dapat mengikuti
kegiatan instruksional tersebut untuk mengetahui
jumlah peserta didik yang potensial karena
menghadapi masalah yang sama.
2. Melakukan analisis instruksional
Melakukan analisis instruksional, yaitu kegiatan
menjabarkan atau memecahkan kompetensi umum
48
menjadi subkompetensi, kompetensi dasar atau
kompetensi khusus yang lebih kecil atau spesifik serta
mengidentifikasi hubungan antara kompetensi khusus
satu dan kompetensi khusus yang lain. Berikut ini
langkah-langkah praktis yang digunakan dalam
melakukan analisis instruksional, yaitu:
1. Menuliskan prilaku umum yang ditulis dalam TPU
untuk mata pelajaran yang sedang dikembangkan.
2. Menuliskan setiap subkompetensi yang merupakan
bagian dari kompetensi. Jumlah subkompetensi
untuk setiap kompetensi umum berkisar antara 5-10
buah, bila sangat dibutuhkan dapat ditambah.
3. Menyusun subkompetensi kedalam daftar urutan
yang logis dari kompetensi umum. Subkompetensi
yang terdekat hubungannya dengan kompetensi
umum diteruskan mundur sampai prilaku yang
sangat jauh dari prilaku umum.
4. Menambahkan subkompetensi atau kalau perlu
dikurangi.
5. Setiap subkompetensi ditulis dalam lembar kartu/
kertas ukuran 3×5 cm.
6. Kemudian kartu disusun dengan menempatkannya
dalam struktur hirarkis, prosedural, atau
dikelompokkan menurut kedudukan masing-masing
terhadap kartu lain.
7. Bila perlu ditambah dengan subkompetensi lain atau
dikurangi sesuai kedudukan masing-masing.
8. Letak subkompetensi digambarkan dalam bentuk
kotak-kotak di atas kertas lebar sesuai dengan letak
kartu yang telah disusun. Hubungkan kotak-kotak
yang telah digambar dengan garis-garis vertikal dan
49
horisontal untuk menyatakan hirarkis, prosedural
dan pengelompokkan.
9. Meneliti kemungkinan hubungan kompetensi umum
yang satu dengan yang lain atau subkompetensi yang
berada di bawah kompetensi umum yang berbeda.
10. Memberi nomer urut pada setiap subkompetensi
dimulai dari yang terjauh hingga yang terdekat dari
kompetensi umum. Penomeran ini menunjukkan
subkompetensi yang terstruktur herarkis harus
dilakukan dari bawah ke atas. Sedangkan pemberian
nomer urut subkompetensi yang terstruktur
prosedural dapat berlainan dari urutannya dari yang
lebih sederhana ke yang lebih kompleks. Pemberian
nomer urut subkompetensi yang terstruktur
pengelompokan dilakukan dengan cara yang sama
dengan struktur prosedural.
11. Mengkonsultasikan bagan yang telah dibuat dengan
teman sejawat untuk mendapatkan masukan antara
lain tentang:
a. Lengkap tidaknya subkompetensi sebagai
penjabarandari setiap kompetensi umum.
b. Logis tidaknya urutan subkompetensi menuju
kompetensi umum.
c. Struktur hubungan subkompetensi tersebut.
(Hierarkis, prosedural, pengelompokan atau
kombinasi).
3. Mengidentifikasi perilaku dan karakteristik awal
peserta didik
Mengidentifikasi perilaku awal siswa/peserta didik
adalah bertujuan untuk menentukan garis batas antara
perilaku yang tidak perlu diajarkan dan perilaku yang
harus diajarkan kepada peserta didik. Perilaku yang
50
akan diajarkan ini kemudian dirumuskan dalam bentuk
tujuan instruksional khusus atau TIK. Perilaku awal
merupakan salah satu variabel dari pengajaran.
Variabel ini didefenisikan sebagai aspek-aspek atau
kualitas perseorangan peserta didik. Aspek ini bisa
berupa bakat, minat, sikap, motivasi belajar, gaya
belajar, kemampuan berfikir yang telah dimiliki peserta
didik. Suparman (2014) menyatakan dua hal tentang
perilaku peserta didik: Pertama, populasi sasaran atau
peserta didik kegiatan instruksional dan kedua adalah
berhubungan dengan kompetensi, kemampuan atau
pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang telah
dikuasai peserta didik sehingga mereka dapat mengikuti
pembelajaran. Untuk melakukan kegiatan identifikasi
perilaku awal peserta didik, maka kita harus
mengetahui sumber yang dapat memberikan informasi
kepada pendesain instruksional yang antara lain adalah:
1. Siswa, mahasiswa dan yang lainnya
2. Orang yang mengetahui kondisi seperti guru
dan atasannya.
3. Pengelola program pendidikan yang biasa
mengajarkan mata pelajaran.
Berawal dari informasi-informasi tersebut, maka
tingkat kemampuan populasi sasaran dalam perilaku-
perilaku khusus yang diperoleh dari analisis
instruksional itu perlu diidentifikasi agar
pengembangan instruksional dapat menentukan mana
perilaku khusus yang sudah dikuasai peserta didik
untuk diajarkan. Dengan demikian pengembangan
instruksional dapat pula menentukan titik berangkat
yang sesuai bagi peserta didik. Perumusan populasi ini
biasanya diterapkan oleh lembaga pendidikan yang
51
menyelenggarakan program pendidikan. Tetapi seorang
pengembang instruksional masih perlu mencari
informasi lebih jauh tentang kemampuan populasi
sasaran yang dimaksud dalam menguasai setiap
perilaku khusus yang telah dirumuskan dalam analisis
instruksional.
Suparman (2014: 203) mengemukakan perilaku dan
karakteristik awal peserta didik yang relevan dengan
proses pembelajaran yang akan dilakukan yaitu:
1. Latar belakang pendidikan dan pengalaman
sebelumnya mengandung kompetensi yang telah
dikuasainya.
2. Motivasi belajar yang mengandung pengertian
dorongan dan semngat serta ingin tahu yang
dimiliki untuk mempelajari bahan pembelajaran
tersebut, akan memudahkannya dalam proses
pembelajaran.
3. Aksesnya terhadap sumber belajar yang relevan
dengan materi yang sedang dipelajari.
4. Kebiasaan belajar melalui pembelajaran tatap
muka atau mandiri. Bila terbiasa belajar
mandiri, maka dapat diharapkan peserta didik
akan menggunakan waktu belajar yang lebih
panjang.
5. Domisili tempat tinggal yang diukur dengan
jarak tempuh ke pusat kegiatan belajar atau
lembaga penyelenggara pendidikan.
6. Aksesnya terhadap saluran komunikasi dan
media pembelajaran untuk digunakan dalam
pembelajaran seperti telepon, computer, buku,
atau media tercetak.
52
7. Kebiasaan dan disiplin dalam mengatur waktu
belajar secara teratur akan lebih mudah
mempercepat penyelesaian tugas-tugas.
8. Kebiasaan belajar secara sistematik akan sangat
kondusif untuk menguasai bahan pembelajaran
lebih cepat dan lebih baik.
9. Kebiasaan belajar sambil berfikir untuk
menerapkan hasilnya dalam kehidupan atau
pekerjaannya merupakan hal yang sangat baik
untuk memelihara motivasi belajar sepanjang
proses pembelajaran.
2.2.3.2 Tahap kedua
Tahap kedua adalah tahap mengembangkan yang terdiri dari
empat langkah sebagai berikut:
1. Menulis tujuan instruksional khusus
Tujuan Instruksional Khusus (TIK) terjemahan dari
specific instructional objective. Literature asing
menyebutkan pula sebagai objective atau enabling
objective untuk membedakannya dari general
instructional objective, goal, atau terminal objective,
yang berarti tujuan instructional umum (TIU) atau
tujuan instruktional akhir. TIK dirumuskan dalam
bentuk kata kerja yang dapat dilihat oleh mata
(observable). TIK merupakan satu-satunya dasar untuk
menyusun kisi-kisi tes, karena itu TIK harus
mengandung unsur-unsur yang dapat memberikan
petunjuk kepada penyusun tes agar dapat
mengembangkan tes yang benar-benar dapat mengukur
perilaku yang terdapat di dalamnya.
Unsur-unsur dalam TIK dikenal dengan ABCD
yang berasal dari kata sebagai berikut: A = Audience, B
53
= Behavior, C = Condition, dan D = Degree. Audience
adalah siswa yang akan belajar, behavior adalah
perilaku spesifik yang akan dimunculkan oleh siswa
setelah selesai proses belajarnya dalam pelajaran
tersebut, condition adalah kondisi atau batasan yang
dikenakan kepada siswa atau alat yang digunakan siswa
pada saat di tes (bukan pada saat belajar), dan degree
adalah tingkat keberhasilah siswa dalam mencapai
perilaku tersebut.
2. Menyusun alat penilaian hasil belajar
Tes acuan patokan dimaksudkan untuk mengukur
tingkat penguasaan setiap siswa terhadap perilaku yang
tercantum dalam TIK. Adapun langkah-langkah dalam
menyusun tes acuan patokan adalah sebagai berikut: a)
menentukan tujuan tes; b) membuat table spesifikasi
untuk setiap tes yaitu daftar perilaku, bobot perilaku,
persentase jenis tes, dan jumlah butir tes; c) menulis
butir tes; d) merakit tes; e) menulis petunjuk; f) menulis
kunci jawaban; g) mengujicobakan tes; h) menganalisis
hasil ujicoba; i) merevisi tes.
3. Menyusun strategi instruksional
Strategi instruksional dalam menyampaikan materi
atau isi pelajaran harus secara sistematis, sehingga
kemampuan yang diharapkan dapat dikuasi oleh siswa
secara efektif dan efisien. Dalam strategi instruksional
terkadung empat pengertian sebagai berikut: a) urutan
kegiatan instruksional, yaitu urutan kegiatan guru
dalam menyampaikan isi pelajaran kepada siswa; b)
metode instruksional, yaitu cara guru
mengorganisasikan materi pelajaran dan siswa agar
terjadi proses belajar secara efektif dan efisien; c)
media instruksional, yaitu peralatan dan bajan
54
instruksional yang digunakan guru dan siswa dalam
kegiatan instruksional; dan d) waktu yang digunakan
dalam menyelesaikan setiap langkah dalam kegiatan
instruksional.
4. Mengembangkan bahan instruksional
Pemilihan format media dalam pembelajaran virtual
kadang-kadang tidak sesuai dalam pratek, walaupun
secara teori telah dilakukan dengan benar. Untuk itu
diperlukan kompromi untuk mendapatkan produk
pembelajaran yang sesuai dengan lingkungan belajar.
Tahapan yang akan dicapai dalam mengembangkan
bahan instruksional adalah sebagai berikut: a)
menjelaskan faktor yang mungkin menyebabkan
perbaikan dalam pemilihan media dan sistem
penyampaian agar sesuai dengan kegiatan
instruksional; b) menjelaskan dan menyebutkan paket
dalam komponen instruksional; c) menjelaskan peran
desainer dalam pengembangan materi dan penyampaian
kegiatan instruksional; d) menjelaskan prosedur untuk
mengembangkan bahan instruksional yang sesuai
dengan strategi instruksional; e) membuat bahan
instruksional berdasarkan strategi instruksional.
2.2.3.3 Tahap ketiga
Mengevaluasi dan merevisi yang terdiri dari satu langkah
yaitu menyusun desain dan melaksanakan evaluasi formatif
yang termasuk di dalamnya kegiatan merevisi bahan
instruksional.
Evaluasi formatif bertujuan untuk menentukan apa yang
harus ditingkatkan atau direvisi agar produk lebih efektif dan
lebih efisien. Selain itu, evaluasi formatif sebagai proses
mnyediakan dan menggunakan informasi untuk dijadikan dasar
55
pengambilan keputusan dalam rangka meningkatkan kualitas
produk atau program instruksional. Tahapan evaluasi formatif
adalah sebagai berikut: a) review oleh ahli bidang studi di luar
tim pengembangan instruksional; b) evaluasi satu-satu (one-to-
one evaluation); c) evaluasi kelompok kecil; dan d) ujicoba
lapangan.
Dalam bentuk bagan, keempat langkah evaluasi formatif
dan revisi itu dapat digambarkan sebagai berikut.
Gambar 2.4 Tahapan evaluasi formatif
Sumber: Atwi Suparman (2014)
2.3 Kebutuhan Belajar siswa
2.3.1 Kecenderungan Perilaku Anak Sekolah Dasar
Dalam menentukan isi atau materi pelajaran tematik yang
diberikan kepada siswa harus di sesuaikan dengan kebutuhan belajar
siswa usia sekolah dasar. Tujuannya adalah agar tingkat keluasan dan
kedalamannya diharapkan dapat terjadi perubahan perilaku siswa
menuju kedewasaan, baik fisik, mental atau intelektual, moral, maupun
sosisal.
Menurut Piaget dalam Prastowo (2013: 175) perkembangan
kognitif terdiri dari fase sensorimotor, praoperasional, operasional
konkret, dan operasional formal.
Anak pada usia sekolah dasar (7-11 tahun) berada pada tahapan
operasional-konkret. Kecenderungan perilakunya antara lain:
Evaluasi satu-
satu dengan para
ahli Revisi 1
Evaluasi satu-
satu dengan 3
peserta didik
Evaluasi dengan
kelompok kecil 8-
20 peserta didik
Uji coba
lapangan dengan
30 peserta didik
Revisi 2
Revisi 3 Revisi 4
Prototipa/model
bahan
pembelajaran
56
a. Anak mulai memandang dunia secara objektif, bergeser dari satu
aspek ke aspek lain secara reflektif dan memandang unsur-unsur
secara serentak.
b. Anak mulai berpikir secara operasional.
c. Anak mampu menggunakan cara berpikir operasional untuk
menglasifikasikan benda-benda.
d. Anak dapat memahami konsep substansi, seperti panjang, lebar,
luas, tinggi, rendah, ringan, dan berat. Mereka sedang membangun
sebuah diri batin yang subjektif dan sebuah dunia luar yang objektif
2.3.2 Karakteristik Siswa Sekolah Dasar
Dalam tahap perkembangannya, terdapat tiga karakteristik yang
menonjol saat anak sekolah dasar belajar, yaitu konkret, integrative, dan
hierarkis, seperti yang dijelaskan dalam gambar berikut.
Gambar 2.5 Karakteristik Belajar Anak Usia Sekolah Dasar
(7-12 tahun)
Sumber: Prastowo (2013)
Oleh Rusman (2010), dijelaskan secara lebih detail menjadi berikut
ini.
a. Konkret maksudnya proses belajar yang konkret ditekankan pada
pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar yang dapat
dioptimalkan untuk pencapaian proses dan hasil pembelajaran yang
berkualitas bagi anak usia SD/MI. Penggunaan lingkungan akan
Karakteristik Belajar SD/MI
Konkret Integratif Hierarkis
57
membuat proses dan hasil belajar lebih bermakna dan bernilai,
karena siswa dihadapkan dengan peristiwa dan keadaan yang
sebenarnya, keadaan yang alami, sehingga lebih nyata, factual,
bermakna, dan kebenarannya lebih dapat dipertanggungjawabkan.
b. Integrated maksudnya memandang sesuatu yang dipelajari sebagai
satu kesatuan yang utuh dan terpadu.
c. Hierarkis maksudnya berkembang secara bertahap mulai dari hal-
hal sederhana ke hal-hal yang lebih kompleks.
Menurut Ayuningsih, karakteristik perkembangan siswa pada kelas
satu, dua, dan tiga sekolah dasar biasanya mereka telah mampu
mengontrol tubuh dan keseimbangannya. Selain itu, mereka telah dapat
menunjukkan keakuannya tentang jenis kelamin, mulai berkompetisi
dengan teman sebaya, mempunyai sahabat, telah mampu berbagi, dan
mandiri. Dari sisi emosi, anak pada usia 6-8 tahun telah mampu
mengekspresikan reaksi terhadap orang lain. Untuk perkembangan
kecerdasannya mereka mampu melakukan seriasi, mengelompokkan
objek, berminat terhadap angka dan tulisan, meningkatnya
perbendaharaan kata, senang berbicara, memahami sebab akibat, serta
berkembangnya pemahaman terhadap ruang dan waktu.
2.3.3 Strategi Pengajaran Untuk Anak Sekolah Dasar
Menurut Piaget ada beberapa hal yang dapat diterapkan untuk
pendidikan anak SD.
a. Pergunakan Pendekatan Konstruktivisme
Dalam hal ini, Piaget menekankan bahwa anak-anak akan belajar
lebih baik jika mereka aktif dan mencari solusi sendiri.
b. Berikan Fasilitas Mereka Untuk Belajar
Guru harus merancang situasi sehingga meningkatkan pemikiran
dan penemuan siswa. Guru mendengar, mengamati, dan
mengajukan pertanyaan kepada siswa agar mereka mendapat
pemahaman yang baik.
58
c. Pergunakan Penilaian Terus-menerus
Makna yang disusun oleh siswa tidak dapat diukur dengan tes
standar penilaian matematis dan bahasa. Pertemuan individual
dimana siswa mendiskusikan strategi pemikiran mereka, digunakan
sebagai alat untuk mengevaluasikan kemajuan mereka.
d. Tingkatkan Kompetensi Intelektual Siswa
Pembelajaran harus berjalan secara alamiah. Anak tidak boleh
didesak dan ditekan untuk berprestasi terlalu banyak di awal
perkembangan sebelum mereka siap.
e. Jadikan Ruang Kelas Menjadi Ruang Eksplorasi dan Penemuan
Untuk menciptakan makna pada diri siswa, harus terjadi semacam
mencocokkan bayangan yang dilihat siswa dengan memori jangka
panjangnya.
2.4 Model Pembelajaran Kooperatif
2.4.1 Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Menurut Roger dalam Huda (2011), pembelajaran kooperatif
merupakan aktivitas pembelajaran kelompok yang diorganisir oleh satu
prinsip bahwa pembelajaran harus didasarkan pada perubahan informasi
secara sosial di antara kelompok-kelompok pembelajar yang
didalamnya setiap pembelajar bertanggung jawab atas pembelajarannya
sendiri dan didorong untuk meningkatkan pembelajaran anggota-
anggota yang lain.
Jhonson dan Jhonson menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif
berarti bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Sedangkan
menurut Slavin pembelajaran kooperatif adalah metode pengajaran
dimana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk
saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi
pelajaran.
Dari beberapa pengertian dari para ahli dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran kooperatif adalah cara belajar dalam bentuk kelompok-
59
kelompok kecil yang saling bekerja sama untuk mencapai tujuan yang
diharapkan.
Sadker dan Sadker (1997) dalam Huda (2011: 66) menjabarkan
beberapa manfaat pembelajaran kooperatif. Menurut mereka, selain
meningkatkan keterampilan kognitif dan afektif siswa, pembelajaran
kooperatif juga memberikan manfaat-manfaat besar lain seperti berikut
ini:
1. Siswa yang diajari dengan dan dalam struktur-struktur
kooperatif akan memperoleh hasil pembelajaran yang
lebih tinggi; hal ini khususnya bagi siswa-siswa SD untuk
mata pelajaran matematika.
2. Siswa yang berprestasi dalam pembelajaran kooperatif
akan memiliki sikap dan harga diri yang lebih tinggi dan
motivasi yang lebih besar untuk belajar.
3. Dengan pembelajaran kooperatif, siswa menjadi lebih
peduli pada teman-temannya, dan diantara mereka akan
terbangun rasa ketergantungan yang positif (interpedensi
positif) untuk proses belajar mereka nanti.
4. Pembelajaran kooperatif meningkatkan rasa penerimaan
siswa terhadap teman-temannya yang berasal dari latar
belakang ras dan etnik yang berbeda.
2.4.2 Metode Pembelajaran Kooperatif Model Team Games Tournament
(TGT)
Dalam penelitian ini penulis menggunakan model
pembelajaranTeam Games Tournament (TGT) karena disesuaikan
dengan kebutuhan siswa. Menurut Piaget anak SD kelas rendah masih
suka bermain dan suka bergembira disebabkan karena mereka berada
pada tahap peralihan dari TK yang penuh dengan permainan. Model
pembelajaranTeam Games Tournament (TGT) adalah salah satu tipe
atau model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan,
melibatkan aktifitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status,
60
melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung
unsur permainan dan reinforcement. Aktifitas belajar dengan
permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif
model Team Games Tournament (TGT) memungkinkan siswa
dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan sikap
tanggung jawab, kejujuran, kerjasama, persaingan sehat dan
keterlibatan belajar. TGT memiliki ciri menggabungkan aktivitas
pembelajaran dan permainan. Menurut Slavin model TGT ini terdiri
dari 5 langkah yaitu: Tahap penyajian kelas, belajar dalam kelompok,
permainan, pertandingan, dan penghargaan kelompok.
TGT menggunakan turnamen perbaikan akademik, dalam
turnamen itu siswa bertanding mewakili timnya dengan anggota
tim lain yang setara kinerja akademiknya. Pada model ini siswa
memainkan permainan dengan anggota-anggota tim lain untuk
memperoleh tambahan point untuk skor tim mereka (Trianto: 2011: 83).
A. Langkah-langkah Pembelajaran TGT
Secara runtut implementasinya, TGT terdiri dari 4 komponen
utama, antara lain: (1) Presentasi guru; (2) Kelompok Belajar;
(3) Turnamen; dan (4) Pengenalan Kelompok.
a) Guru menyiapkan:
1. Kartu soal
2. Lembar Kerja Siswa
3. Alat/Bahan
b) Siswa dibagi atas beberapa kelompok (tiap
kelompok anggotanya 3-5 orang).
c) Guru mengarahkan aturan permainannya
B. Aturan (Skenario) Permainan
Dalam satu permainan terdiri dari: kelompok pembaca, kelompok
penanatang I, kelompok penantang II, dan setrusnya sejumlah
kelompok yang ada. Kelompok pembaca, bertugas: (1) Ambil
kartu bernomor dan cari pertanyaan pada lembar permainan;
(2) baca pertanyaan keras-keras; dan (3) beri jawaban. Kelompok
61
penantang kesatu bertugas: Menyetujui pembaca atau memberi
jawaban yang berbeda. Sedangkan kelompok penantang kedua:
(1) Menyetujui pembaca atau memberi jawaban yang
berbeda; dan (2) Cek lembar jawaban. Kegiatan ini dilakukan
secara bergiliran (games ruler)(Trianto: 2011: 84).
C. Sistem Perhitungan Poin Turnamen
Skor siswa dibandingkan dengan rerata skor yang lalu mereka
sendiri, dan poin diberika berdasarkan pada seberapa jauh
siswa menyamai atau melampaui prestasi yang laluinya
sendiri. Poin tiap anggota tim ini dijumlah untuk mendapatkan skor
tim dan tim yang mencapai kriteria tertentu dapat diberi
sertifikat atau ganjaran (award) yang lain (Trianto: 2011: 85-86).
2.5 Hasil Belajar
Menurut Syaiful dan Aswan (2006) setiap proses belajar selalu
menghasilkan hasil belajar. Masalah yang dihadapi adalah sampai ditingkat
mana prestasi (hasil) belajar yang dicapai.
Sedangkan menurut Dimyati dan Mujiono (2006) hasil belajar merupakan
hasil dari suatu interaksi tindak mengajar. Dari sisi guru, tindakan mengajar
diakhiri dengan proses evaluasi belajar, dari sisi siswa hasil belajar
merupakan puncak proses belajar. Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan,
nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan.
Hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya
salah satu aspek potensi kemanusiaan saja (Suprijono. 2011).
Pengertian hasil belajar menurut Uno (2008) adalah perubahan
tingkah laku yang relatif menetap dalam diri seseorang sebagai akibat
dari interaksi seseorang dengan lingkungannya.
Arikunto (2006) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah hasil
yang dicapai seseorang setelah melakukan kegiatan belajar dan
merupakan penilaian yang dicapai oleh siswa untuk mengetahui sejauh mana
materi pelajaran diterima oleh siswa.
62
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar
dapat diartikan sebagai perubahan kemampuan yang dimiliki seseorang
baik kemampuan kognitif, afektif, maupun psikomotor, kemampuan-
kemampuan yang dimiliki oleh siswa melalui suatu proses berupa
informasi yang diperoleh dari pembelajaran dari guru terhadap siswa.
Perubahan kemampuan-kemampuan belajar ke arah yang lebih baik
(perubahan progresif). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil
belajar adalah perubahan tingkah laku ke arah yang lebih baik.
Tes digunakan untuk mengukur keberhasilan siswa dalam hasil
belajarnya. Tes pilihan ganda, tes tertulis, tes lisan dan tes perbuatan
merupakan teknik tes yang biasa digunakan oleh guru. Observasi atau
pengamatan, jurnal, angket, portofolio dan wawancara merupakan teknik
non tes. Untuk mengetahui hasil belajar siswa guru melihatnya dapat dalam
bentuk nilai yang diperoleh oleh siswa.
2.6 Desain Pembelajaran Tematik Terpadu Berbasis Kebutuhan Belajar
Siswa
Desain pembelajaran tematik terpadu berbasis kebutuhan belajar siswa
adalah perencanaan pelaksanaan kegiatan pembelajaran terpadu yang
didasarkan pada tema-tema tertentu yang disusun sesuai dengan tahap
perkembangan siswa sekolah dasar yaitu konkret, integrated dan hierarkis
agar sesuai dengan kebutuhan belajar siswa.
Berikut ini adalah langkah-langkah dalam mendesain pembelajaran
tematik terpadu berbasis kebutuhan belajar siswa yang diadaptasi dari teori
yang dikembangkan oleh Atwi Suparman (2014:131).
a. Mengidentifikasi perilaku dan karakteristik awal peserta didik
Dalam tahap ini, dilakukan observasi dengan siswa kelas 3
SD dan guru kelas yang bertujuan untuk menentukan tema
pembelajaran yang perlu diajarkan dan tidak perlu diajarkan
kepada peserta didik, kemudian dilakukan pengembangan subtema
yang dikembangkan. Pada tahap mengembangkan subtema
dihasilkan produk berupa jaringan subtema.
63
b. Melakukan analisis instruksional
Dalam tahap ini langkah-langkah yang dilakukan dalam
melakukan analisis instruksional dalam pembelajaran tematik
terpadu agar sesuai dengan kebutuhan belajar siswa, yaitu:
(1) Melakukan analisis SKL, KI, KD dan membuat indikator
(2) Membuat hubungan pemetaan antara KD dan indikator dengan
tema
(3) Membuat jaring KD
Pada tahap analisis instruksional dihasilkan tabel analisis SKL, KI,
KD dan membuat Indikator yang sesuai dengan kebutuhan belajar
siswa, tabel keterhubungan KD dan indikator, dan jaring KD dan
indikator.
c. Menyusun strategi instruksional
Dalam strategi instruksional dilakukan langkah-langkah
sebagai berikut:
(1) Menyusun silabus
(2) Menyusun RPP
(3) Menyusun penggalan buku siswa
Pada tahap ini dihasilkan silabus, RPP dan penggalan buku siswa.
d. Menyusun alat penilaian hasil belajar
Dalam tahap ini, penulis menggunakan teknik tes dan non
tes untuk mengukur tingkat penguasaan setiap siswa.
64
2.7 Tema 1, Subtema 4 “Pertumbuhan dan Perkembangan Tumbuhan”
Kelas 3 SD
Berikut ini adalah penjelasan mengenai Standar Kompetensi Lulusan,
Kompetensi Inti Kelas 3, dan pemetaan Kompetensi Dasar.
2.7.1 Standar Kompetensi Lulusan Kelas 3
1. Sikap
a) Menerima, menjalankan, menghargai, dan mengamalkan.
b) Pribadi yang beriman, berakhlak mulia, percaya diri, dan
bertanggung jawab dalam berinteraksi secara efektif dengan
lingkungan sosial, alam sekitar, serta dunia dan
peradabannya.
2. Ketrampilan
a) Mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyaji,
menalar, mencipta.
b) Pribadi yang berkemampuan pikir dan tindak yang efektif
dan kreatif dalam ranah abstrak dan konkret.
3. Pengetahuan
a) Mengetahui, memahami, menerapkan, menganalisis,
mengevaluasi.
b) Pribadi yang menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, seni,
budaya dan berwawasan kemanusiaan, kebangsaan,
kenegaraan, dan peradaban.
2.7.2 Kompetensi Inti Kelas 3
1. Menerima dan menjalankan ajaran agama yang dianutnya.
2. Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun,
peduli, dan percaya diri dalam berinteraksi dengan keluarga,
teman, guru dan tetangga.
3. Memahami pengetahuan faktual dengan cara mengamati
(mendengar, melihat, membaca) dan menanya berdasarkan rasa
ingin tahu tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan
65
kegiatannya, dan benda-benda yang dijumpainya di rumah dan di
sekolah.
4. Menyajikan pengetahuan faktual dalam bahasa yang jelas,
sistematis dan logis, dalam karya yang estetis, dalam gerakan
yang mencerminkan anak sehat, dan dalam tindakan yang
mencerminkan perilaku anak beriman dan berakhlak mulia.
2.7.3 Pemetaan Kompetensi Dasar Subtema 4 Pertumbuhan Dan
Perkembangan Tumbuhan
1. PPKn
1.1 Menerima arti gambar pada lambang negara “Garuda
Pancasila”
2.1 Bersikap positif terhadap arti gambar pada lambang negara
“Garuda Pancasila”
3.1 Memahami arti gambar pada lambang negara “Garuda
Pancasila”
4.1 Menceritakan arti gambar pada lambang negara “Garuda
Pancasila”
1.4 Menerima dengan tulus makna bersatu dalam keberagaman di
lingkungan sekitar
2.4 Bersikap sesuai makna bersatu dalam keberagaman di
lingkungan sekitar
3.4 Mengemukakan makna bersatu dalam keberagaman di
lingkungan sekitar
4.4 Berperilaku sesuai dengan makna bersatu dalam keberagaman
di lingkungan sekitar
2. Matematika
3.3 Menyatakan suatu bilangan sebagai jumlah, selisih, hasil kali,
atau hasil bagi dua bilangan cacah
4.3 Menyajikan suatu bilangan sebagai jumlah, selisih, hasil kali,
atau hasil bagi dua bilangan cacah
66
3. Bahasa Indonesia
3.4 Mencermati dalam teks tentang konsep ciri-ciri, kebutuhan
(makanan dan tempat hidup), pertumbuhan, dan perkembangan
makhluk hidup yang ada di lingkungan setempat yang disajikan
dalam bentuk lisan, tulis, dan visual
4.4 Menyajikan laporan tentang konsep ciri-ciri, kebutuhan
(makanan dan tempat hidup), pertumbuhan dan perkembangan
makhluk hidup yang ada di lingkungan setempat secara tertulis
menggunakan kosakata baku dan kalimat efektif
4. PJOK
3.1 Menerapkan prosedur gerak kombinasi gerak dasar lokomotor
sesuai dengan konsep tubuh, ruang, usaha, dan keterhubungan
dalam berbagai bentuk permainan sederhana dan atau tradisional
4.1 Mempraktikkan gerak kombinasi gerak dasar lokomotor
sesuai dengan konsep tubuh, ruang, usaha dan keterhubungan
dalam berbagai bentuk permainan sederhana dan atau tradisional
3.9 Memahami perlunya memilih makanan bergizi dan jajanan
sehat untuk menjaga kesehatan tubuh
4.9 Menceritakan arti penting memilih makanan bergizi dan
jajanan sehat untuk menjaga kesehatan tubuh
5. SBdp
3.1 Mengetahui unsur-unsur rupa dalam karya dekoratif
4.1 Membuat karya dekoratif
3.2 Mengetahui bentuk dan variasi pola irama dalam lagu
4.2 Menampilkan bentuk dan variasi irama melalui lagu
3.3 Mengetahui dinamika gerak tari
4.3 Meragakan dinamika gerak tari
3.4 Mengetahui teknik potong, lipat dan sambung
4.4 Membuat karya dengan teknik potong, lipat dan sambung
67
2.8 Penelitian Relevan
1. Pada penelitian Isniatun Munawaroh (2014) dengan judul
“Pengembangan Model Pembelajaran Tematik untuk
Mengembangkan Keterampilan Berpikir Kritis siswa SD Kelas
Rendah”. Hasil validasi menunjukanmodel cukup valid dengan tingkat
presentase 95%, dilihat dari kenaikan skor nilai pre-test terhadap skor
nilai post-test. Hasil tersebut menyatakan bahwa model pembelajaran
tematik telah valid dan layak digunakan dalam pembelajaran.
2. Fatchurrohman (2015) dengan judul “Pengembangan Model
Pembelajaran Tematik Integratif Eksternal dan Internal di Madrasah
Ibtidaiyah. Hasil menunjukan guru nyaman dan cocok terhadap model
yang dikembangkan dan hasil evaluasi yang baik. Sehingga hasil
tersebut menyatakan bahwa model pembelajaran tematik layak
digunakan dalam pembelajaran.
3. Sa’dun Akbar, I Wayan Sutama, Pujianto (2010) dengan judul
“Pengembangan Model Pembelajaran Tematik Untuk Kelas 1 dan
Kelas 2 Sekolah Dasar”. Hasil pengembangan model pembelajaran
tematik tema “Keluarga” yang diujicobakan dalam skala luas ini
adalah valid/layak digunakan dengan revisi kecil. Validitas dan
kelayakan tersebut ditunjukkan dengan hasil analisis gabungan dengan
pencapaian nilai 80,03% dari skor maksimal yang diharapkan.
4. Tia Sekar Arum (2016) dengan judul “Pengembangan Modul
Pembelajaran Tematik Integratif Subtema Hubungan Makhluk Hidup
Dalam Ekosistem Pendekatan Santifik Untuk Kelas 5 SD”.
Keefektifan modul dianalisis menggunakan uji Paired-Samples T Test
sedangkan kevalidan modul dianalisis menggunakan uji pakar. Hasil
dari penelitian berupa modul pembelajaran tematik integratif dengan
pendekatan saintifik subtema Hubungan Makhluk Hidup Dalam
Ekosistem untuk kelas 5 SD. Modul terbukti valid berdasarkan uji
pakar yang dilakukan. Penilaian validator aspek materi diperoleh rata-
rata 3,96 dengan persentase 79,17%. Validator aspek media mendapat
rata-rata 4 dengan persentase 80%. Modul terbukti efektif berdasarkan
68
perbedaan pretest dan posttest pada taraf signifikansi 0,000. Rata-rata
pretest sebesar 62,34 sedangkan rata-rata posttest sebesar 74,05.
Keefektifan terlihat dari peningkatan jumlah siswa yang mencapai
nilai di atas KKM. Sebanyak 75,61% siswa dinyatakan tuntas pada
posttest sedangkan pada pretest jumlah siswa yang tuntas sebesar
34,15%.
5. Asep Herry Hermawan (2015) dengan judul “Pengembangan Model
Pembelajaran Tematik di Kelas Awal Sekolah Dasar”. Hasil
menunjukan guru memberikan respon positif. Hasil juga menyatakan
bahwa model layak digunakan dalam pembelajaran.
6. Jamaluddin (2015) dengan judul “Pengembangan Model Pembelajaran
Tematik Terpadu Kontekstual bagi Anak Usia Dini di Taman Kanak-
Kanak Kelompok B”. Hasil menunjukan tingkat keefektifan mencapai
presentase ≥90% dan guru memberikan respon yang positif. Hasil
tersebut menyatakan bahwa model pembelajaran tematiklayak
digunakan dalam pembelajaran.
7. Sukini (2012) dengan judul “Pembelajaran Tematik Di Sekolah Dasar
Kelas Rendah Dan Pelaksanaannya”. Hasil dari penelitian tersebut
adalah pemberian pelatihan pembelajaran tematik pada para guru SD
yang mengajar di kelas rendah. Hal ini penting dilakukan agar
guru benar-benar paham akan seluk-beluk pembelajaran tematik,
dapat menerapkan pembelajaran tematik itu dalam kegiatan
pembelajaran sehingga mampu menghasilkan pengalaman belajar
yang holistik, efektif, dan bermakna bagi siswa SD kelas rendah.
8. Penelitian Pidtajeng (2009) dengan judul “Peningkatan Kerja Ilmiah
Siswa Kelas II SD Dengan Pengembangan Pembelajaran Tematik”.
Penenelitian tersebut menunjukkan hasil bahwa pengembangan
pembelajaran tematik dapat meningkatkan kemampuan kerja ilmiah
siswa dari peringkat kurang menjadi baik. Peningkatan kemampuan
kerja ilmiah sangat mungkin dapat meningkatkan prestasi belajar
siswa.
69
9. Penelitian Agustiningsih (2015) dengan judul “Pengembangan Model
Pembelajaran Tematik Berbasis Pada Pendekatan Scientific Mengacu
Pada Kurikulum 2013 Untuk Kelas Tinggi Sekolah Dasar”. Penelitian
ini menunjukkan kualitas perangkat pembelajaran dengan model
pembelajaran tematik berbasis pada pendekatan scientific untuk
kelas tinggi Sekolah Dasar yang dikembangkan adalah memiliki
kualitas baik dan telah memenuhi kelayakan sebagai perangkat
pembelajaran dalam rangka mendukung penerapan kurikulum 2013.
Penerapan Perangka Pembelajaran pendekatan scientific IPA ini juga
efektif menunjang kegiatan belajar mengajar IPA pada pokok
bahasan sistem pernapasan pada manusia.
10. Penelitian Anita Eka Sari, H.M Asrori, Dede Suratman (2014) dengan
judul “Pengembangan Model Pembelajaran Tematik Melalui Media
Adobe Flash di Kelas III SD Islam Al Azhar 21 Pontianak”. Penelitian
ini menunjukkan hasil bahwa perilaku belajar yang ditunjukkan oleh
peserta didik dalam pembelajaran tematik sudah baik, dimana peserta
didik menunjukkan sikap semangat, aktif, antusias, kemandirian
dalam be;ajar, percaya diri, mampu bekerjasama dan bertanggung
jawab dalam seluruh kegiatan pembelajaran. Di samping itu,
perolehan belajar peserta didik yang ditunjukkan oleh peserta didik
dalam pembelajaran tematik sudah sangat baik. Hal ini dapat dilihat
dari kemampuan peserta didik menggunakan kemampuan
pengetahuaanya berupa fakta, konsep, prinsip, dan prosedur dalam
menyelesaikan tugas-tugas belajar yang ada.
70
2.9 Kerangka Pikir
Kurikulum 2013 dirancang untuk memberikan pengalaman seluas-
luasnya bagi siswa dalam mengembangkan kemampuan untuk bersikap,
berpengetahan, berketrampilan, dan bertindak. Rancangan desain pemelajaran
yang sesuai dengan kebutuhan belajar siswa, menarik dan inofatif adalah hal
yang sangat penting agar proses pembelajaran tidak membosankan, menarik
minat belajar siswa, serta mencapai tujuan kurikulum 2013.
Pembelajaran tematik integratif sudah diterapkan di beberapa SD dan
diudukung oleh pemerintah dengan diterbitkannya buku pegangan siswa dan
buku pegangan guru untuk pembelajaran tematik terpadu pada setiap tema di
semua kelas. Namun, dalam prakteknya penerapan pembelajaran tematik
terpadu masih belum mengutamakan kebutuhan belajar siswa. Guru hanya
melaksanakan apa yang sudah tertulis dibuku terbitan pemerintah.
Pemahaman pada diri siswa mempunyai makna bahwa guru mengenal
betul kelebihan dan kelemahan pada setiap jenjang usia pada siswa. Sehingga
guru diharapkan dapat memberi layanan pendidikan yang tepat dan
bermanfaat bagi masing-masing siswa. Salah satu upaya yang bisa mendukung
implementasi dari pembelajaran tematik pada kurikulum 2013 adalah dengan
mengembang desain pembelajaran tematik terpadu agar sesuai dengan
kebutuhan belajar siswa kelas 3 sekolah dasar. Berdasarkan perkembangan
kognitif menurut Piaget, siswa pada sekolah dasar kelas rendah berada pada
tahap operasi konkret: 7-11 tahun, siswa tersebut masih memerlukan benda
konkret. Oleh karena itu, dalam pembelajaranperlu diawali dengan masalah
yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari siswa.
Dengan demikian, memungkinkan apabila pendidik yang mengembangkan
desain pembelajaran yang inofativ sehingga dapat disesuaikan dengan
kebutuhan belajar siswa. Oleh karena itu, perlu adanya pengembangan desain
pembelajaran yang valid dan efektif. Dengan begitu, siswa akan leluasa
belajarnya, menemukan konsep pelajaran sekaligus menerapkan dan
memperdalam konsep sehingga dapat membantu siswa memahami materi dari
setiap tema yang diberikan. Akhirnya, aktivitas, respon dan hasil belajar
siswa diharapkan dapat efektif.
71
Kerangka berpikir dalam penelitian pengembangan ini secara ringkas
ditunjukkan seperti gambar di bawah ini.
Gambar 2.6 Diagram Alir Kerangka Pikir
Menghasilkan produk desain pembelajaran tematik integratif berbasis kebutuhan belajar siswa kelas 3 sekolah dasar
Mengembangkan desain pembelajaran tematik integratif berbasis kebutuhan belajar siswa kelas 3 sekolah dasar
masalah:
Desain pembelajaran kurang sesuai dengan kebutuhan belajar siswa
Kurikulum 2013 di sekolah dasar menerapakan pembelajaran tematik integratif
72
2.10 Model Hipotetik
Dalam mencapai tujuan tertentu maka harus melewati suatu prosedur atau
langkah-langkah tertentu. Langkah-langkah Desain pembelajaran Tematik
Terpadu berbasis kebutuhan belajar siswa yang pertama adalah memilih
tema. Pada tahap pertama dilakukan identifikasi perilaku dan karakteristik
awal peserta didik sehingga dapat digunakan untuk memilih tema kemudian
dilakukan pengembangan subtema yang dikembangkan. Pada tahap
mengembangkan subtema dihasilkan produk berupa jaringan subtema.
Langkah kedua melakukan analisis instruksional sehingga dihasilkan tabel
analisis SKL, KI, KD dan membuat Indikator yang sesuai dengan kebutuhan
belajar siswa, tabel keterhubungan KD dan indikator, dan jaring KD dan
indikator. Langkah ketiga menyusun strategi instruksional menghasilkan
silabus, RPP dan penggalan buku siswa, pada langkah penyusunan RPP
terdapat tahap untuk mengembangkan materi, sehingga perlu dilakukan
pengembangan materi. Materi yang dikembangkan disusun dalam penggalan
Buku Siswa sehingga perlu melakukan penyusunan Buku siswa. Langkah
keempat menyusun alat penilaian hasil belajar.
Tujuan Model Desain Pembelajaran Tematik Terpadu berbasis Kebutuhan
belajar siswa adalah sebagai pedoman bagi guru dalam merancang dan
mengembangkan pembelajaran Tematik Terpadu berbasis kebutuhan belajar
siswa yang digunakan guru untuk melaksanakan pembelajaran sehingga
berdampak pada kompetensi Hasil Belajar.
Berdasarkan diskripsi di atas model desain pembelajaran tematik
terpadu berbasis kebutuhan belajar siswa diwujudkan dalam gambar 2.7
berikut.
73
Gambar 2.7 Model Desain Pembelajaran Tematik Terpadu
Berbasis Kebutuhan Belajar Siswa
Memilih Tema
Melakukan analisis
SKL, KI, KD dan
membuat indikator
Membuat hubungan
pemetaan antara KD dan
indikator dengan tema
Membuat jaringan KD
Menyusun silabus
Menyusun RPP
Menyusun Buku Siswa
Jaringan KD dan indikator
Silabus
RPP
Menyusun Buku Siswa
Tabel keterhubungan
KD dan indikator
dengan tema
Tabel analisis SKL,
KI, KD dan
membuat indikator
Kebutuhan
Belajar Siswa
Pedoman bagi guru dalam merancang dan
mengembangkan pembelajaran Tematik Terpadu berbasis
kebutuhan belajar siswa.
Kompetensi Hasil Belajar
Melakukan analisis
instruksional
Menyusun strategi
instruksional
Menyusun alat
penilaian hasil belajar
Mengidentifikasi
perilaku dan
karakteristik awal
peserta didik Mengembangkan sub-
sub tema