BAB II KAJIAN PUSTKA · 2015. 5. 26. · BAB II KAJIAN PUSTKA Pada bab ini akan disajikan hal-hal...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTKA · 2015. 5. 26. · BAB II KAJIAN PUSTKA Pada bab ini akan disajikan hal-hal...
-
9
BAB II
KAJIAN PUSTKA
Pada bab ini akan disajikan hal-hal yang melandasi kegiatan penelitian
mengenai partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan wajib belajar sembilan tahun
di Desa Bendungan, Kecamatan Tretep, Kabupaten Temanggung. Landasan teori
ini memberikan penjelasan dari konsep secara jelas agar tidak terjadi
penyimpangan.
2.1 Partisipasi
Menurut Keit Davis menyatakan bahwa “ partisipasi adalah keterlibatan
mental dan emosi seseorang dalam situasi kelompok yang mendorongnya untuk
memberikan sumbangan kepada kelompok dalam usaha mencapai tujuan serta
tanggung jawab terhadap usaha yang bersangkutan”.1
George Terry dalam Winardi menyatakan bahwa “ partisipasi adalah
turut sertanya seseorang baik secara mental maupun emosional untuk
memberikan sumbangan-sumbangan pada proses pembuatan keputusan, terutama
mengenai persoalan di mana keterlibatan pribadi orang yang bersangkutan
melaksanakan tanggung jawabnya untuk melakukan hal tersebut”.2
Mengacu pada beberapa pendapat tersebut, maka partisipasi masyarakat
dalam penelitian ini adalah wujud tingkah laku masyarakat secara nyata dalam
kegiatan pendidikan yang merupakan keseluruhan dari suatu keterlibatan mental
dan emosional masyarakat, sehingga mendorong mereka untuk memberikan
1 Sastropoetro, Santoso. 1989. Partisipasi, Komunikasi, Persuasi dan Disiplin dalam
Pembangunan Nasional. Alumni. Bandung. hal : 35 2 Winardi, 2002. Motivasi dan Pemotivasian dalam Manajeman. PT.Grafindo Persada.
Jakarta. Hal: 149
-
10
kontribusi dan bertanggung jawab terhadap pencapaian suatu tujuan yaitu
tercapainya manusia yang berpendidikan.
2.1.1 Jenis-jenis Partisipasi
Partisipasi itu sendiri terbagi menjadi beberapa jenis. Guna memperoleh
gambaran yang jelas tentang partisipasi, akan dipaparkan mengenai jenis-jenis
partisipasi menurut Keit Davis. Adapun jenis-jenis partisipasi tersebut antara lain :
1. “ Partisipasi berupa pikiran ( psychological participation). Merupakan jenis keikutsertaan secara aktif dengan mengerahkan pikiran
dalam suatu rangkaian kegiatan untuk mencapai tujuan tertentu.
2. Partisipasi yang berupa tenaga (physical Participation). Merupakan partisipasi dari individu atau kelompok dengan tenaga yang
dimilikinya, melibatkan diri dalam suatu aktivitas dengan maksud tertentu.
3. Partisipasi yang berupa tenaga dan pikiran (physical and psychological participation).
Partisipasi ini sifatnya lebih luas lagi di samping mengikutsertakan
aktivitas secara fisik dan non fisik secara bersamaan.
4. Partisipasi yang berupa keahlian ( participation with skill). Merupakan bentuk partisipasi dari orang atau kelompok yang mempunyai
keahlian khusus, yang biasanya juga berlatar belakang pendidikan baik
formal maupun non formal yang menunjang keahliannya.
5. Partisipasi yang berupa barang (material participation). Partisipasi dari orang atau kelompok dengan memberikan barang yang
dimilikinya untuk membantu pelaksanaan kegiatan tersebut.
6. Partisipasi yang berupa uang (money participation). Partisipasi ini hanya memberikan sumbangan uang kepada kegiatan.
Kemungkinan partisipasi ini terjadi karena orang atau kelompok tidak bisa
terjun langsung dari kegiatan tersebut. Partisipasi yang berupa uang dan
barang sifatnya tersamar, karena dalam hal ini individu atau kelompok
tidak kelihatan secara jelas beraktivitas melainkan mengikutsertakan
barang atau uangnya”.3
2.1.2 Faktor-faktor yang Menyebabkan Partisipasi
Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pendidikan merupakan bentuk
keterlibatan mental dan emosional. Menurut Sudjana partisipasi merupakan salah
satu bentuk tingkah laku yang ditentukan oleh lima faktor, antara lain:
3 Sastropoetro, Santoso. op.cit.hal : 56
-
11
1. “ Pengetahuan/kognitif, berupa pengetahuan tentang tema, fakta, aturan, dan keterampilan membuat translation.
2. Kondisi situasional, seperti lingkungan fisik, lingkungan sosial, psikososial dan faktor-faktor sosial.
3. Kebiasaan sosial, seperti kebiasaan menetap dan lingkungan. 4. Kebutuhan, meliputi kebutuhan Approach (mendekatkan diri), Avoid
(menghindari), kebutuhan individual.
5. Sikap, meliputi pandangan/perasaan, kesediaan bereaksi, interaksi sosial,minat dan perhatian”.
4
Pada hakikatnya keberhasilan pendidikan selalu melibatkan hubungan
antara pemerintah dan masyarakat. Oleh sebab itu, untuk menciptakan
keberhasilan dalam hal pendidikan, maka diperlukan adanya partisipasi yang
tinggi dari masyarakat dalam pelaksanaannya. Partisipasi orang tua merupakan hal
yang sangat penting dan menentukan keberhasilan pendidikan.
Dalam kegiatan pendidikan, khususnya pendidikan dasar (SD sampai
SMP), masyarakat dituntut secara aktif untuk ikut berpartisipasi aktif dalam
pendidikan, karena masyarakat merupakan kunci utama atau kunci sukses dalam
keberhasilan pelaksanaan pendidikan. Masyarakat yang berperan aktif dalam
pendidikan akan terlihat pada kehidupan keseharian dari masyarakat tersebut.
Beberapa cara yang dapat digunakan untuk mendorong partisipasi
masyarakat dalam pendidikan antara lain memberikan beberapa penyuluhan atau
sosialisasi kepada masyarakat tentang pentingnya pendidikan untuk masa depan.
Selain itu, dapat juga dilakukan dengan cara memberikan kemudahan-kemudahan
berupa fasilitas-fasilitas belajar serta sarana dan prasarana pendidikan guna
memudahkan masyarakat dalam mendapatkan pendidikan.
4 Hayati, Nor. 2001. Analisis Faktor-faktor yang Menyebabkan Kurangnya Partisipasi
Mahasiswa Malaysia dalam Kegiatan Kurikuler dan Ekstrakurikuler di Universitas Negeri
Semarang. UNNES: Skripsi. hal: 16
-
12
Masyarakat sebagai subjek dan juga sekaligus sebagai objek dalam proses
pendidikan. Sebagai subjek, masyarakat merupakan individu yang melakukan
proses pendidikan. Sebagai objek karena kegiatan pendidikan di harapkan dapat
memberikan perubahan perilaku pada diri masyarakat. Sehingga, dalam
pelaksanaannya, diperlukan partisipasi aktif dari masyarakat dalam kegiatan
pendidikan.
2.2 Masyarakat
2.2.1 Pengertian Masyarakat
“ Masyarakat adalah sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem
semi tertutup (atau semi terbuka), di mana sebagian besar interaksi adalah
antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut”.5 Sekelompok
manusia dapat dikatakan sebagai sebuah masyarakat apabila memiliki pemikiran,
perasaan, serta sistem atau aturan yang sama, dengan kesamaan-kesamaan
tersebut, manusia kemudian berinteraksi sesama mereka berdasarkan
kemaslahatan.
Dilihat dari struktur sosial dan kebudayaan masyarakat Indonesia, maka
masyarakat dibagi dalam tiga kategori yaitu ke dalam kelompok masyarakat desa,
masyarakat madya, dan masyarakat modern. Ada pun ciri-ciri masyarakat tersebut
sebagai berikut :
1. “ Masyarakat Desa a. Hubungan keluarga dan masyarakat masih sangat kuat karena
didasarkan pada adat istiadat yang kuat sebagai organisasi sosial.
b. Masih percaya kepada kekuatan-kekuatan gaib. c. Tingkat buta huruf relatif tinggi.
5 http://id.wikipedia.org/wiki/Masyarakat
http://id.wikipedia.org/wiki/Masyarakat
-
13
d. Berlaku hukum tidak tertulis yang intinya diketahui dan dipahami oleh setiap orang.
e. Tidak ada lembaga pendidikan khusus di bidang teknologi dan keterampilan diwariskan oleh orang tua langsung kepada
keturunannya.
f. Sistem ekonomi sebagian besar ditujukan untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan sebagian kecil dijual di pasaran untuk memenuhi
kebutuhan lainnya, dan uang berperan sangat terbatas.
g. Semangat gotong-royong dalam bidang sosial dan ekonomi sangat kuat.
2. Masyarakat Madya a. Hubungan keluarga masih tetap kuat dan hubungan kemasyarakatan
mulai mengendur.
b. Adat istiadat masih dihormati, dan sikap masyarakat mulai terbuka dari pengaruh luar.
c. Timbul rasionalitas pada cara berpikir, sehingga kepercayaan terhadap kekuatan-kekuatan gaib mulai berkurang dan akan timbul
kembali apabila telah kehabisan akal.
d. Timbul lembaga pendidikan formal dalam masyarakat terutama pendidikan dasar dan menengah.
e. Tingkat buta huruf sudah mulai menurun. f. Ekonomi masyarakat lebih banyak mengarah kepada produksi
pasaran sehingga menimbulkan diferensiasi dalam struktur
masyarakat karenanya uang semakin meningkat penggunaannya.
3. Masyarakat Modern a. Hubungan antar manusia didasarkan atas kepentingan-kepentingan
pribadi.
b. Hubungan antar masyarakat dilakukan secara terbuka dalam suasana saling pengaruh mempengaruhi.
c. Kepercayaan masyarakat yang kuat terhadap manfaat ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai sarana untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
d. Strata masyarakat digolongkan menurut profesi dan keahlian yang dapat dipelajari dan ditingkatkan dalam lembaga-lembaga
keterampilan dan kejuruan.
e. Tingkat pendidikan formal tinggi dan merata. f. Hukum yang berlaku adalah hukum tertulis yang kompleks. g. Ekonomi hampir seluruhnya ekonomi pasar yang didasarkan atas
penggunaan uang dan alat pembayaran lainnya”.6
6 http://lintasaninfo.blogspot.com/2012/05/masyarakat-indonesia-dan-ciri-cirinya.html
http://lintasaninfo.blogspot.com/2012/05/masyarakat-indonesia-dan-ciri-cirinya.html
-
14
Manusia dapat dikatakan sebagai masyarakat apabila terdapat unsur-unsur
yang melandasinya. Adapun unsur-unsur dari suatu masyarakat menurut Soerjono
Soekamto adalah sebagai berikut :
1. “ Paling sedikit ada 2 orang individu 2. Mereka menyadari kesatuan mereka 3. Jangka waktu dalam berhubungan termasuk lama yang mengakibatkan
hubungan itu melahirkan manusia yang baru yang tetap selalu
berkomunikasi dan membuat berbagai aturan yang berhubungan dengan
keterkaitan/hubungan antar masyarakat tersebut
4. Mereka menjadi sebuah sistem, yang hidup secara bersama-sama yang pada akhirnya melahirkan apa yang disebut kultur/kebudayaan serta
saling berhubungan antar sesama masyarakat”.7
Sehingga dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan masyarakat adalah
sekelompok manusia yang hidup bersama guna mencapai tujuan bersama.
Manusia adalah makhluk sosial, sehingga manusia memerlukan sosialisasi dengan
orang lain. Sosialisasi adalah proses di mana seseorang mempelajari cara hidup
masyarakat untuk mengembangkan potensinya, baik sebagai individu maupun
sebagai anggota kelompok, sesuai dengan nilai, norma, dan kebiasaan yang
berlaku dalam masyarakat tersebut. Proses tersebut dimulai dari lingkungan yang
paling kecil, yaitu lingkungan keluarga.
2.2.2 Anggota Masyarakat
2.2.2.1 Kepala Desa
Kepala desa adalah bagian dari desa di Indonesia yang merupakan
pimpinan dari pemerintahan desa. Masa jabatan kepala desa adalah enam tahun (6
tahun) dan dapat diperpanjang untuk jangka satu kali masa jabatan berikutnya.
7 http://dimazmarham.blogspot.com/2009/12/faktor-faktor-unsur-unsur-masyarakat-
m.html?m=I
-
15
Kepala desa tidak bertanggung jawab kepada camat, namun hanya di koordinasi
oleh camat.
Dalam pemerintahannya, kepala desa memiliki beberapa wewenang, di
antaranya :
1. “Memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa berdasarkan kebijakan yang di tetapkan bersama badan permusyawaratan desa
(BPD).
2. Mengajukan rancangan peraturan desa. 3. Menetapkan peraturan desa yang telah mendapat persetujuan
bersama BPD.
4. Menyusun dan mengajukan rancangan peraturan desa mengenai anggaran pendapatan dan belanja desa (APB Desa) untuk dibahas
dan ditetapkan bersama BPD”.8
Selain itu, kepala desa juga memiliki tugas serta fungsi, di mana tugas dan
fungsi dari kepala desa itu antara lain :
1. ” Tugas kepala desa a. Menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan dan
kemasyarakatan.
b. Menjalankan tugas di samping berdasarkan kewenangan jabatan, juga berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama
antara pemerintah desa dan badan permusyawaratan desa.
2. Fungsi kepala desa : a. Merencanakan, melaksanakan dan mengendalikan kegiatan
pemerintah;
b. Merencanakan, melaksanakan dan mengendalikan kegiatan pembangunan;
c. Merencanakan, melaksanakan dan mengendalikan kegiatan pembinaan kemasyarakatan”.
9
2.2.2.2 Keluarga
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala
keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah
suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Menurut Salvicon dan Celis, di
8 http://id.wikipedia.org/wiki/Kepala_desa 9 http://mandalahurip.or.id/lembaga-desa/pemdes/tugas-pokok-dan-fungsi/
http://id.wikipedia.org/wiki/Kepala_desahttp://mandalahurip.or.id/lembaga-desa/pemdes/tugas-pokok-dan-fungsi/
-
16
dalam keluarga terdapat dua atau lebih dari dua pribadi yang tergabung karena
hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan, di hidupnya dalam
satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan di dalam perannya masing-
masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan”.10
Dalam pelaksanaannya, keluarga memiliki beberapa fungsi. Fungsi yang
dijalankan keluarga adalah sebagai berikut :
1. “ Fungsi pendididikan dilihat dari bagaimana keluarga mendidik dan menyekolahkan anak untuk mempersiapkan kedewasaan dan masa depan
anak.
2. Fungsi sosialisasi anak dilihat dari bagaimana keluarga mempersiapkan anak menjadi anggota masyarakat yang baik.
3. Fungsi perlindungan dilihat dari bagaimana keluarga melindungi anak sehingga anggota keluarga merasa terlindung dan merasa aman.
4. Fungsi perasaan dilihat dari bagaimana keluarga secara instuitif merasakan perasaan dan suasana anak dan anggota yang lain dalam
berkomunikasi dan berinteraksi antar sesama anggota keluarga. Sehingga
saling pengertian satu sama lain dalam menumbuhkan keharmonisan
dalam keluarga.
5. Fungsi agama dilihat dari bagaimana keluarga memperkenalkan dan mengajak anak dan anggota keluarga lain melalui kepala keluarga
menanamkan keyakinan yang mengatur kehidupan kini dan kehidupan lain
setelah dunia.
6. Fungsi ekonomi dilihat dari bagaimana kepala keluarga mencari penghasilan, mengatur penghasilan sedemikian rupa sehingga dapat
memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga.
7. Fungsi Rekreatif dilihat dari bagaimana menciptakan suasana yang menyenangkan dalam keluarga, seperti acara menonton TV bersama,
bercerita tentang pengalaman masing-masing, dan lainnya.
8. Fungsi biologis dilihat dari bagaimana keluarga meneruskan keturunan sebagai generasi selanjutnya.
9. Memberikan kasih sayang, perhatian, dan rasa aman di antara keluarga, serta membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga”.
11
Keluarga sendiri memiliki anggota. Di mana anggota dalam sebuah
keluarga terdiri dari :
10 Salvicon dan Celis dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Keluarga 11 http://id.wikipedia.org/
http://id.wikipedia.org/wiki/Keluargahttp://id.wikipedia.org/
-
17
1. Orang tua
“ Orang tua adalah ayah dan/atau ibu dari seorang anak, baik
melalui hubungan biologis maupun sosial”.12
Orang tua memiliki peranan
yang sangat penting dalam membesarkan anak maupun dalam pendidikan
anak-anak mereka. Orang tua tidak boleh menganggap bahwa pendidikan
anak hanya menjadi tanggung jawab dari sekolah saja, melainkan orang
tua harus turut ambil bagian dalam pendidikan anak.
Berikut adalah fungsi orang tua dalam kaitannya dengan
pendidikan anak :
a. “ Membentuk kepribadian dan mendidik anak di rumah.
Sebagai pengalaman pertama masa kanak-kanak.
Menjamin kehidupan emosional anak.
Menanamkan dasar pendidikan moral anak.
Memberikan dasar pendidikan sosial.
Meletakkan dasar-dasar pendidikan agama.
Bertanggung jawab dalam memotivasi dan mendorong keberhasilan anak.
Memberikan kesempatan belajar dengan mengenalkan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang berguna bagi
kehidupan kelak sehingga anak mampu menjadi
manusia dewasa yang mandiri.
Menjaga kesehatan anak sehingga anak dapat dengan nyaman menjalankan proses belajar yang utuh.
Memberikan kebahagiaan dunia dan akhirat dengan memberikan pendidikan agama sesuai ketentuan Tuhan
sebagai tujuan akhir manusia.
b. Mendukung pendidikan anak di sekolah
Orang tua bekerja sama dengan sekolah.
Sikap anak terhadap sekolah sangat dipengaruhi oleh sikap orang tua terhadap sekolah, sehingga sangat
dibutuhkan kepercayaan orang tua terhadap sekolah
yang menggantikan tugasnya selama di ruang sekolah.
Orang tua harus memperhatikan sekolah anaknya, yaitu dengan memperhatikan pengalaman-pengalaman
dan menghargai segala usahanya.
12 http://id.wikipedia.org/wiki/Orang_tua
http://id.wikipedia.org/wiki/Orang_tua
-
18
Orang tua menunjukkan kerja sama dalam menyerahkan cara belajar di rumah, membuat
pekerjaan rumah dan memotivasi dan membimbing
anak dalam belajar.
Orang bekerja sama dengan guru untuk mengatasi kesulitan belajar anak.
Orang tua bersama anak mempersiapkan jenjang pendidikan yang akan dimasuki dan mendampingi
selama menjalani proses belajar di lembaga
pendidikan”.13
Guna dapat menjalankan fungsi tersebut secara maksimal,
orang tua harus memiliki kualitas diri yang memadai sehingga
anak-anak akan berkembang sesuai dengan harapan. Artinya
orang tua harus memahami hakikat dan peran mereka sebagai
orang tua dalam membesarkan anak, membekali diri dengan ilmu
tentang pola pengasuhan yang tepat, pengetahuan tentang
pendidikan yang dijalani anak, dan ilmu tentang perkembangan
anak, sehingga tidak salah dalam menerapkan suatu bentuk pola
pendidikan terutama dalam membentuk kepribadian anak yang
sesuai dengan tujuan pendidikan itu sendiri, yaitu untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia
Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang bertakwa kepada Tuhan
YME dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan
keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang
mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan
dan kebangsaan.
13 http://www.denpasarkota.go.id/main.php?act=i_opi&xid=135
http://www.denpasarkota.go.id/main.php?act=i_opi&xid=135
-
19
2. Anak-anak
Anak dalam sebuah keluarga seseorang lelaki atau perempuan yang
belum dewasa yang merupakan keturunan dari orang tua. Sudah
selayaknya anak yang menjadi bagian dari keluarga mendapatkan hak-
haknya dalam keluarga yang di antaranya adalah hak mendapatkan
perlindungan serta hak dalam memperoleh pendidikan yang layak.
Setiap anak dalam kehidupannya memiliki hak dan kewajiban yang
diberikannya sehubungan dengan pendidikan, di mana hak dan kewajiban
itu seperti yang tertuang dalam UU No. 20 tahun 2003 Pasal 12 sebagai
berikut:
(1) Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak: a. Mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang
dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama;
b. Mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya;
c. Mendapatkan beasiswa bagi yang berprestasi yang orang tuanya tidak mampu membiayai pendidikannya;
d. Mendapatkan biaya pendidikan bagi mereka yang orang tuanya tidak mampu membiayai pendidikannya;
e. Pindah ke program pendidikan pada jalur dan satuan pendidikan lain yang setara;
f. Menyelesaikan program pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar masing-masing dan tidak menyimpang dari ketentuan
batas waktu yang ditetapkan.
(2) Setiap peserta didik berkewajiban: a. Menjaga norma-norma pendidikan untuk menjamin
keberlangsungan proses dan keberhasilan pendidikan;
b. Ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan, kecuali bagi peserta didik yang dibebaskan dari kewajiban tersebut
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku”.14
14 UU No. 20 tahun 2003
-
20
2.3 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Partisipasi Masyarakat dalam
Pelaksanaan Wajib Belajar Sembilan Tahun
2.3.1 Persepsi orang tua
Sudito berpendapat bahwa “persepsi merupakan suatu proses
memperhatikan dan menyeleksi, mengorganisasi dan menafsirkan stimulus”.15
Persepsi dipengaruhi oleh kerja sama dengan faktor luar (stimulus) dan faktor
dalam (personal). Faktor luar tersebut terdiri dari hal-hal yang berasal dari luar
individu yang berupa pendidikan, pengalaman, lingkungan sosial, dll. Faktor
dalam adalah semua yang berasal dari dalam individu, seperti cipta, rasa, karsa
dan keyakinan. Persepsi dapat berubah karena pengaruh pengalaman, teman, serta
lingkungan. Maka dalam memberikan persepsi individu mula-mula akan
mengadakan pengamatan, kemudian mengadakan seleksi dari apa yang di amati,
setelah itu baru mengadakan penafsiran dan kemudian mereaksi dalam bentuk
tingkah laku. Dalam menyadari reaksi ini, seseorang akan dipengaruhi oleh
beberapa faktor berupa “ faktor dalam dirinya dan dari luar diri, di mana faktor
tersebut di antaranya lingkungan masyarakat di sekitarnya”.16
Persepsi orang tua terhadap pendidikan akan mempengaruhi aspirasi,
artinya kemampuan orang tua dalam melihat pentingnya pendidikan akan
berpengaruh pada harapan dan tujuan untuk keberhasilan di masa depan. Aspirasi
dalam hal ini adalah keinginan, harapan, atau cita-cita orang tua terhadap tingkat
pencapaian pendidikan anak-anaknya.
15 Sudito dalam http://eprints.undip.ac.id/17075/1/DIDI_PRAYITNO.pdf 16 http://eprints.undip.ac.id/
http://eprints.undip.ac.id/17075/1/DIDI_PRAYITNO.pdf
-
21
Persepsi orang tua dengan melihat keberhasilan atau kegagalan yang
dialami sebelumnya, baik yang dialami oleh dirinya atau orang lain akhirnya
dijadikan cermin pengalaman bagi dirinya. Pengalaman seseorang yang dianggap
sebagai kesuksesan akan meningkatkan aspirasinya dan dalam hal ini orang tua
akan memiliki persepsi bahwa pendidikan memiliki manfaat yang penting. Namun
jika pengalaman seseorang yang dinilai sebagai kegagalan aspirasinya akan turun
bahkan orang tua akan memiliki persepsi bahwa pendidikan tidak begitu penting.
Persepsi orang tua terhadap pendidikan anak dapat dilihat dari cara orang
tua menilai arti penting belajar bagi anak-anaknya, dapat pula dilihat dari cara
memahami nilai fungsional pendidikan bagi kehidupan anak-anaknya di masa
depan. Persepsi orang tua terhadap fungsi sekolah adalah anggapan atau pendapat
orang tua sebagai pengamat sehari-hari tentang sekolah.
Persepsi orang tua terhadap pendidikan anak merupakan suatu pola pikir
orang tua tentang makna dan arti penting proses pendidikan anak setelah
pendidikan SD, kaitannya dengan relevansi pendidikan serta biaya pendidikan
yang masih menjadi tanggung jawab orang tua. Apabila persepsi orang tua
terhadap pendidikan baik, maka akan menopang munculnya aspirasi yang tinggi
sehingga kesadaran untuk melanjutkan pendidikan anaknya ke jenjang yang lebih
tinggi akan besar juga.
Hal lain yang menjadi penyebab anak putus sekolah adalah persepsi orang
tua di pedesaan yang menganggap bahwa pendidikan untuk anak wanita kurang
begitu penting. Hal ini didasari adanya anggapan bahwa yang bertanggung jawab
setelah berumah tangga adalah seorang laki-laki, sehingga perempuan hanya akan
-
22
menjadi ibu rumah tangga, sehingga tidak mengherankan kalau ada anak wanita di
pedesaan yang sudah dinikahkan sebelum mereka lulus SMP.
Bertolak dari uraian tersebut, persepsi orang tua tentang pendidikan dalam
penelitian ini adalah suatu pandangan orang tua dalam melihat konsep pendidikan.
Artinya kemampuan orang tua dalam melihat tujuan dan manfaat pendidikan bagi
anak.
2.3.2 Keadaan Ekonomi
Keadaan ekonomi merupakan kemampuan ekonomi orang tua dalam
membiayai pendidikan anak-anaknya. Permasalahan status sosial ekonomi yang
dihadapi orang tua di daerah pedesaan masih merupakan suatu masalah yang
kompleks di mana pemecahannya banyak bergantung pada tingkat pertumbuhan
ekonomi di daerah setempat.
Status ekonomi keluarga (orang tua) yang rendah menyebabkan
ketidakmampuan orang tua dalam memberikan fasilitas belajar yang memadai
kepada anak-anak mereka. Pendidikan rendah yang disandang orang tua
menyebabkan tidak mampunya orang tua membantu anak apabila anak tersebut
menghadapi kesulitan dalam pelajaran di sekolah. Keadaan seperti ini sering
menyebabkan anak mengalami ketegangan atau stres yang akhirnya dapat
mengganggu belajar mereka. Gangguan belajar yang berkepanjangan akhirnya
menyebabkan anak menjadi malas sekolah, bahkan putus sekolah.
Permasalahan keadaan ekonomi ini di samping permasalahan aspirasi dan
persepsi pendidikan orang tua, juga dapat mempengaruhi kelanjutan pendidikan
anak. “ Kemiskinan adalah keadaan di mana terjadi ketidakmampuan untuk
-
23
memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung,
pendidikan, dan kesehatan”.17
Keadaan ekonomi yang lemah menyebabkan lemah
pula kemampuan untuk menyekolahkan anak, apalagi untuk sekolah lanjutan yang
berada di daerah yang jauh dari tempat tinggal yang memerlukan biaya yang
tinggi.
Masalah kesulitan ekonomi keluarga menyebabkan turunnya jumlah
peserta didik yang melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Di daerah
pedesaan selain sarana pendidikan masih kurang, keadaan ekonomi masyarakat
juga masih rendah. Hal ini dibuktikan bahwa penduduk pedesaan kebanyakan
bermata pencaharian sebagai petani yang tergolong dalam kategori berpenghasilan
rendah. Penghasilan rendah orang tua akhirnya mendorong anak-anak yang masih
berusia muda untuk ikut meringankan beban hidup orang tuanya dengan jalan
turut ambil bagian dalam pekerjaan orang tuanya. Adanya peluang kerja di kota
terkadang mendorong anak memutuskan lebih baik bekerja daripada melanjutkan
sekolah. Berdasarkan uraian tersebut, maka yang dimaksud dengan keadaan
sosial ekonomi orang tua dalam penelitian ini adalah kedudukan orang tua dalam
kehidupan masyarakat yang dapat dilihat dari pendapatan dan keadaan ekonomi
secara keseluruhan.
2.4 Pendidikan
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif dan
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
17 http://id.wikipedia.org/wiki/Kemiskinan
-
24
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya”.18
Pendidikan berawal dari seorang bayi dan
berlangsung seumur hidup.
Menurut Horton dan Hunt, lembaga pendidikan berkaitan dengan fungsi
yang nyata (manifes) berikut :
1. Mempersiapkan anggota masyarakat untuk mencari nafkah.
2. Mengembangkan bakat perseorangan demi kepuasan pribadi dab bagi
kepentingan masyarakat.
3. Melestarikan kebudayaan.
4. Menanamkan keterampilan yang perlu bagi partisipasi dalam
demokrasi.
Selain mempunyai fungsi nyata, lembaga pendidikan juga mempunyai
fungsi laten, di mana fungsi laten dari pendidikan adalah sebagai berikut :
1. Mengurangi pengendalian orang tua. Melalui pendidikan, sekolah
orang tua melimpahkan tugas dan wewenang dalam mendidik anak
kepada sekolah.
2. Menyediakan sarana untuk pembangkangan. Sekolah memiliki potensi
untuk menanamkan nilai pembangkangan di masyarakat. Hal ini
tercermin dengan adanya perbedaan pandangan antara sekolah dan
masyarakat tentang suatu hal.
3. Mempertahankan sistem kelas sosial. Pendidikan sekolah diharapkan
dapat mensosialisasikan kepada para anak didiknya untuk menerima
18 http ://id.wikipedia.org/wiki/pendidikan
-
25
perbedaan dan status yang ada dalam masyarakat. Sekolah juga
diharapkan menjadi saluran mobilitas siswa ke status sosial yang lebih
tinggi atau tidak sesuai dengan status orang tuanya.
4. Memperpanjang masa remaja. Pendidikan juga dapat memperlambat
masa dewasa seseorang karena siswa masih tergantung secara
ekonomi pada orang tuanya.
Menurut David Popeno, ada empat macam fungsi pendidikan yaitu :
1. Transmisi (pemindahan) kebudayaan.
2. Memilih dan mengajarkan peranan sosial.
3. Menjamin integrasi sosial.
4. Sekolah mengajarkan corak kepribadian.
2.4.1 Pendidikan di Indonesia
Pendidikan di Indonesia adalah seluruh pendidikan yang diselenggarakan
di Indonesia, baik itu secara terstruktur maupun tidak terstruktur. Secara
terstruktur, pendidikan di Indonesia menjadi tanggung jawab kementrian
pendidikan nasional republik Indonesia (kemendiknas). Di Indonesia, semua
penduduk wajib mengikuti program wajib pendidikan dasar selama sembilan
tahun, enam tahun di Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah dan tiga tahun di
Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah.
Pendidikan di Indonesia terbagi ke dalam tiga jalur utama, yaitu formal,
nonformal, dan informal. Pendidikan juga di bagi ke dalam empat jenjang, yaitu
anak usia dini, dasar, menengah, dan tinggi.
-
26
2.4.2 Jalur Pendidikan
Pengembangan potensi peserta didik dapat ditempuh melalui tiga jalur
pendidikan, yaitu pendidikan formal, pendidikan informal, dan pendidikan
nonformal.
2.4.2.1 Pendidikan Formal
Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang
yang terdiri atas pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan
menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan formal terdiri dari pendidikan
formal berstatus negeri dan pendidikan formal berstatus swasta.
Pendidikan formal merupakan pendidikan yang berlangsung di sekolah-
sekolah. Adapun penyelenggara pendidikan formal dimulai dari tingkat
pendidikan anak usia dini (TK, RA), pendidikan dasar (SD, MI, SMP, MTs),
pendidikan menengah (SMA, MA, SMK, MAK), dan pendidikan tinggi
(Akademi, Politeknik, Sekolah Tinggi, Institut dan Universitas).
2.4.2.2 Pendidikan Nonformal
Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal
yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Hasil pendidikan
nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah
melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah
atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan.
Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang
memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah,
dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan
sepanjang hayat. Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi
http://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan_anak_usia_dinihttp://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan_dasarhttp://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan_menengahhttp://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan_menengahhttp://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan_menengahhttp://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan_tinggihttp://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan_formal
-
27
peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan
fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional.
Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan
anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan,
pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja. Pendidikan kesetaraan meliputi
Paket A, Paket B, Paket C serta pendidikan yang ditujukan untuk
mengembangkan kemampuan peserta didik, seperti: Pusat Kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM), lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar,
majelis taklim, sanggar, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk
mengembangkan kemampuan peserta didik.
2.4.2.3 Pendidikan Informal
Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan
yang berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Hasil pendidikan informal diakui
sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian
dengan standar nasional pendidikan.
Adapun jenis-jenis pendidikan informal meliputi: agama, budi pekerti,
etika, sopan santun, moral, sosialisasi. Pendidikan informal berlangsung dalam
lingkup keluarga dan lingkungan sekitar.
2.5 Wajib Belajar Sembilan Tahun
2.5.1 Pengertian Wajib Belajar Sembilan Tahun
“ Wajib belajar adalah program pendidikan minimal yang harus diikuti
oleh warga Negara Indonesia atas tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah
-
28
daerah”.19
Pendidikan dasar adalah jenjang terbawah dari sistem persekolahan
nasional. Pendidikan dasar diselenggarakan guna mengembangkan sikap dan
kemampuan serta untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar yang
dibutuhkan untuk hidup di tengah masyarakat, serta mempersiapkan peserta didik
yang memenuhi syarat untuk mengikuti pendidikan menengah.
Pendidikan dasar yang di maksudkan adalah pendidikan umum yang
lamanya sembilan tahun yang diselenggarakan selama enam tahun di tingkat
Sekolah Dasar (SD) dan selama tiga tahun di Sekolah Menengah Pertama (SMP)
atau satuan pendidikan yang sederajat. Program Wajib Belajar Sembilan Tahun
merupakan perwujudan pendidikan dasar untuk semua anak yang berusia 7 – 15
tahun.
Dalam rangka memperluas kesempatan pendidikan bagi seluruh warga
Negara dan juga dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia
Indonesia, pemerintah melalui PP Nomor 28 tahun 1990 tentang Pendidikan
Dasar menetapkan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun.
Orientasi dan prioritas kebijakan tersebut seperti tercantum dalam Pedoman
Persiapan dan Pelaksanaan Perintisan Wajib Belajar Pendidikan Dasar, antara
lain:
1. ” Penuntasan anak usia 7 – 12 tahun untuk Sekolah Dasar (SD); 2. Penuntasan anak usia 13 – 15 tahun untuk Sekolah Menengah Pertama
(SMP);
3. Pendidikan untuk semua (education for all)”.20
19 Peraturan Pemerintah Nomor 47 tahun 2008 tentang Wajib Belajar, Pasal 1 ayat (1) 20 Wahjoetomo, 1994, Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun (Problematik dan Alternatif
Solusinya), PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, hal. 6
-
29
Pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun
dicanangkan oleh Presiden Indonesia pada tanggal 2 Mei 1994 dan
pelaksanaannya dimulai pada tahun ajaran 1994/1995. Wajib Belajar Sembilan
Tahun di Indonesia memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1. “ Tidak bersifat paksaan melainkan persuasif; 2. Tidak ada sanksi hukum; 3. Tidak di atur dengan undang-undang tersendiri; 4. Keberhasilan diukur dengan angka partisipasi pendidikan dasar yang
semakin meningkat”.21
Program Wajib Belajar Sembilan tahun diharapkan mampu mengantarkan
manusia Indonesia pada pemilikan kompetensi pendidikan dasar, sebagai
kompetensi minimal. Kompetensi pendidikan dasar yang dimaksudkan seperti
ditegaskan pada pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 adalah
kemampuan atau pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk
hidup dalam masyarakat serta untuk mengikuti pendidikan yang lebih tinggi
(pendidikan menengah). Hal ini juga sesuai dengan unsur-unsur kompetensi
pendidikan dasar yang diidentifikasikan oleh International Development Research
Center, yang meliputi :
1. “ Kemampuan berkomunikasi dan kemampuan dasar berhitung; 2. Pengetahuan dasar tentang Negara, budaya, dan sejarah; 3. Pengetahuan dan keterampilan dasar dalam bidang kesehatan, gizi,
mengurus rumah tangga, dan memperbaiki kondisi kerja;
4. Kemampuan berpartisipasi secara aktif dalam masyarakat sebagai individu dan sebagai anggota masyarakat, memahami hak dan
kewajibannya sebagai warga Negara, bersikap dan berpikir kritis,
serta dapat memanfaatkan perpustakaan, buku-buku bacaan, dan
siaran radio”.22
21 http://www.gudangmateri.com/2010/06/pendidikan-wajib-belajar-9-tahun.html 22 Wahjoetomo, op.cit. hal. 7
http://www.gudangmateri.com/2010/06/pendidikan-wajib-belajar-9-tahun.html
-
30
Bentuk satuan pendidikan untuk membantu menuntaskan Program Wajar
Pendidikan Dasar sembilan tahun terdiri atas 10 wahana dan empat rumpun, baik
pada tingkat SD maupun SMP, yaitu :
1. “ Rumpun SD dan SMP yang terdiri atas SD dan SMP biasa, SD dan SMP kecil, dan SD dan SMP pamong;
2. Rumpun SD dan SMP Luar Biasa yang terdiri atas SD dan SMP Luar Biasa, SDLB dan SMPLB, serta SD dan SMP Terpadu;
3. Rumpun pendidikan luar sekolah yang terdiri atas program kelompok belajar paket A dan B (Kejar paket A untuk setingkat SD dan kejar
paket B untuk setingkat SMP), serta kursus persamaan SD dan SMP;
4. Rumpun sekolah keagamaan yang terdiri atas Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs), dan Pondok Pesantren”.
23
Bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan program Wajib
Belajar Sembilan Tahun tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. “ SD/SMP Biasa, merupakan SD/SMP yang diselenggarakan oleh pemerintah atau masyarakat dalam menghadapi situasi yang normal;
2. SD/SMP Kecil, merupakan SD/SMP negeri yang diselenggarakan di daerah yang berpenduduk sedikit dan memenuhi persyaratan yang
berlaku;
3. SD/SMP Pamong, merupakan SD/SMP negeri yang didirikan untuk memberikan pelayanan pendidikan bagi anak putus sekolah pada
jenjang pendidikan SD/SMP dan atau anak lain yang tidak dapat
datang secara teratur untuk belajar di sekolah;
4. SD/SMP Terpadu, merupakan SD/SMP negeri yang menyelenggarakan pendidikan untuk anak yang menyandang kelainan fisik dan/atau
mental bersama anak normal dengan menggunakan kurikulum yang
berlaku di sekolah.
5. Madrasah Ibtidaiyah/Madrasah Tsanawiyah, merupakan SD/SMP yang berciri khas agama islam yang diselenggarakan oleh pemerintah atau
masyarakat di bawah bimbingan Departemen Agama (DEPAG)”.24
Sasaran dalam program wajib belajar itu sendiri di antaranya anak usia SD
atau sederajat (7–12 tahun), serta anak usia SMP/MTs atau sederajat (13–15
tahun).
23 Substansi Pendidikan Dasar dalam Program Pendidikan Dasar 9 Tahun
(http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._ADMINISTRASI_PENDIDIKAN/195306121981031_UDI
N_SYAEFUDIN_SA'UD/Seminar_Wajar_Dikdas_9_Thn-Sept_2008.pdf) 24 Sumantri, Mulyani, Dalam Pendidikan Dasar dan Menengah, hal. 7
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._ADMINISTRASI_PENDIDIKAN/195306121981031_UDIN_SYAEFUDIN_SA'UD/Seminar_Wajar_Dikdas_9_Thn-Sept_2008.pdfhttp://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._ADMINISTRASI_PENDIDIKAN/195306121981031_UDIN_SYAEFUDIN_SA'UD/Seminar_Wajar_Dikdas_9_Thn-Sept_2008.pdfhttp://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._ADMINISTRASI_PENDIDIKAN/195306121981031_UDIN_SYAEFUDIN_SA'UD/Seminar_Wajar_Dikdas_9_Thn-Sept_2008.pdf
-
31
Program wajib belajar Sembilan tahun memiliki keuntungan dan kerugian
dalam pelaksanaannya. Ada pun keuntungan dari program wajib belajar Sembilan
tahun adalah : (1) Mengembangkan potensi anak bangsa; (2) Melahirkan generasi
penerus yang berkualitas; (3) Meringankan beban masyarakat. Sedangkan
kelemahan dari program wajib belajar Sembilan tahun itu sendiri antara lain (1)
Kurangnya sarana dan prasarana yang memadai sehingga suasana belajar
mengajar menjadi kurang nyaman; (2) Banyak di manfaatkan oleh para orang
kaya yang tidak mau membayar mahal biaya sekolah anaknya; (3) Kurang
kesadaran masyarakat menyekolahkan anaknya; (4) Guru tidak dapat mendidik
siswanya secara maksimal.
2.5.2 Tujuan Wajib Belajar Sembilan Tahun
Secara umum, tujuan dari program wajib belajar sembilan tahun
merupakan pencerminan dari tujuan yang terkandung dalam pembukaan UUD
1954 yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Program wajib belajar sembilan tahun juga mempunyai tujuan secara
khusus. Ada pun tujuan khusus dari wajib belajar sembilan tahun adalah sebagai
berikut :
1. “ Meminimalkan jumlah anak putus sekolah; 2. Meningkatkan kualitas bangsa Indonesia; 3. Memperbaiki citra nusantara di mata dunia”.25
25 http://www.scribd.com/doc/32974730/Program-Wajib-Belajar-9-Tahun
http://www.scribd.com/doc/32974730/Program-Wajib-Belajar-9-Tahun
-
32
2.5.3 Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Wajib Belajar Sembilan
Tahun
Pelaksanaan wajib belajar sembilan tahun, sejak dilaksanakan pada tahun
1994/1995, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan program
tersebut di antaranya adalah :
1. “ Faktor sosial budaya
Sebuah program yang berkaitan dengan kebijakan publik akan
berjalan dengan baik dan efektif diperlukan sosialisasi berupa pengertian
yang baik dan tepat kepada masyarakat tentang pentingnya program ini di
jalankan, agar mendapat dukungan sepenuhnya dari seluruh elemen
masyarakat. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan
program wajar 9 tahun jika ditinjau dari sudut sosial budaya adalah
sebagai berikut :
a. Faktor orang tua.
Pendidikan orang tua akan sangat mempengaruhi pola untuk
mendidik anak. Sebab hal ini akan berubungan dengan persepsi
orang tua terhadap sekolah itu sendiri yang dihubungkan
dengan pengalaman individu dalam mengamati sekolah dan
kaitannya dengan kejadian sehari-hari di lingkungannya. Pada
sebagian masyarakat kecakapan baca tulis sebagaimana
kecakapan lulusan SD pada umumnya digunakan untuk
mengubah standar hidup. Gambaran kehidupan semacam ini
dapat membentuk opini sebagian masyarakat untuk kurang
-
33
menghargai sekolah dan lulusannya. Dalam kondisi seperti ini
beberapa kemungkinan bisa terjadi, seperti tidak
menyekolahkan anaknya, memperhentikan anaknya sebelum
tamat, atau tidak mau tahu tentang bangunan atau keberadaan
sekolah di lingkungannya.
b. Faktor Tradisi Masyarakat.
Tradisi dan kebiasaan masyarakat sering menghalangi
partisipasi anak untuk ke sekolah. Dari beberapa daerah masih
ada tradisi anak untuk ikut bepergian jauh bersama orang
tuanya, misalnya mengunjungi familinya, orang tua tidak
merasakan rugi meski harus mengajak anaknya untuk
meninggalkan sekolah dalam jangka waktu yang lama.
Tradisi yang lain adalah masih banyaknya orang di dalam
kehidupan bermasyarakat yang beranggapan mendidik anak
perempuan kurang menguntungkan, sehingga orang tua enggan
untuk menyekolahkan anak perempuan. Karena pada akhirnya
perempuan akan menjadi Ibu rumah tangga yang hanya
mengurusi pekerjaan-pekerjaan yang dianggap tidak
memerlukan sekolah tinggi.
Tradisi lain di masyarakat adalah tentang menikahkan anak
perempuan di usia belia. Sebab jika mempunyai anak gadis
yang dianggap cukup umur tetapi belum menikah dianggap
-
34
perempuan yang tidak laku, hal itu menjadi beban dan aib
dalam keluarga.
2. Faktor Agama
Pemahaman terhadap ajaran agama yang keliru juga dapat
mempengaruhi keberhasilan terhadap program wajar 9 tahun padahal
partisipasi masyarakat sangat dibutuhkan untuk menyukseskan program
ini. Khususnya pemeluk agama Islam yang sebagian besar pemeluk di
Indonesia.
Ada pemahaman yang salah yang berkembang di masyarakat, yaitu
pendidikan Agama lebih penting dari pada pendidikan umum. Ada
beberapa orang tua yang merasa kalau pendidikan di pesantren akan lebih
dibutuhkan dan berguna bagi kehidupan anak daripada harus
menyekolahkan anak ke sekolah umum. Sehingga begitu tamat dari
pesantren, anak tidak dapat melanjutkan ke sekolah umum dikarenakan
perbedaan kurikulum yang ada, sehingga mau tidak mau anak terpaksa
berhenti sekolah. .
3. Faktor Ekonomi
Kemiskinan biasanya akan mempengaruhi aspek-aspek lain
termasuk pendidikan. Kita tidak bisa menutup mata bahwa angka
kemiskinan masih menduduki presentasi tinggi. Berdasarkan data Badan
Pusat Statistik (BPS), “ jumlah penduduk miskin (penduduk dengan
pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di
Indonesia pada Maret 2012 mencapai 29,12 juta (11,96%), turun 0,89 juta
-
35
dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2011 yang sebesar
30,02 juta (12,49%). Selama periode Maret 2011-Maret 2012, penduduk
miskin di daerah perkotaan berkurang 399,5 ribu orang (dari 11,05 juta
pada Maret 2011 menjadi 10,65 juta pada Maret 2012), sementara di
daerah perdesaan berkurang 487 ribu orang (dari 18,97 juta pada Maret
2011 menjadi 18,48 juta pada Maret 2012)”.26
Angka kemiskinan tersebut
berbanding lurus dengan angka usia putus sekolah”.27
2.6 Kerangka Pikir
Gambar 1. Kerangka pikir penelitian “ Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan
program wajib belajar sembilan tahun”.
Wajib belajar adalah program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh
warga negara Indonesia. Keberhasilan program wajib belajar sembilan tahun tidak
hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi juga menjadi tanggung jawab
masyarakat dalam menyukseskan program tersebut yang dapat terlihat dari
partisipasinya. Partisipasi masyarakat tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor di
26 http://www.bps.go.id/ 27 http://khamdanguru.wordpress.com/2012/03/13/analisis-kebijakan-wajib-belajar-9-tahun-
khamdan-m-pd-i/
Persepsi orang tua
terhadap pendidikan
Partisipasi masyarakat dalam
Pelaksanaan Program Wajib
Belajar Sembilan Tahun
Keadaan ekonomi
orang tua
http://www.bps.go.id/http://khamdanguru.wordpress.com/2012/03/13/analisis-kebijakan-wajib-belajar-9-tahun-khamdan-m-pd-i/http://khamdanguru.wordpress.com/2012/03/13/analisis-kebijakan-wajib-belajar-9-tahun-khamdan-m-pd-i/
-
36
antaranya persepsi orang tua terhadap pendidikan serta keadaan ekonomi orang
tua.
Persepsi orang tua serta keadaan ekonomi orang tua akan sangat
berpengaruh terhadap partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program wajib
belajar sembilan tahun. Apabila persepsi orang tua terhadap pendidikan baik, serta
keadaan ekonomi orang tua mencukupi, maka partisipasi masyarakat dalam
program wajib belajar sembilan tahun akan baik, sehingga pelaksanaan program
wajib belajar akan mengalami kesuksesan. Sebaliknya apabila persepsi orang tua
terhadap pendidikan itu kurang baik di tambah lagi dengan keadaan ekonomi
orang tua yang kurang baik, hal ini akan mengakibatkan partisipasi masyarakat
dalam program wajib belajar sembilan tahun menjadi kurang baik, sehingga
pelaksanaan program wajib belajar itu sendiri akan mengalami ketidakberhasilan.
2.7 Penelitian Terdahulu
Penelitian yang juga membahas tentang partisipasi masyarakat dalam
pelaksanaan program wajib belajar adalah :
Penelitian yang dilakukan oleh Dwi Setiabudi (2012) Universitas
Pembangunan Nasional “VETERAN” Jawa Timur. Penelitian dengan judul
Partisipasi Masyarakat dalam Program Wajib Belajar 12 Tahun di Kecamatan
Magersari Kota Mojokerto. Masalah dalam penelitian ini adalah adanya siswa
putus sekolah di kecamatan Magersari, data yang diberikan oleh dinas Pendidikan
yaitu siswa putus sekolah untuk MI 1 siswa, SMP 10 siswa, SMA 45 siswa, SMK
143 siswa. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif
kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan angka putus sekolah tidak ada di
-
37
kecamatan Magersari. Hal ini dapat dilihat dari APM (Angka Partisipasi Murni)
untuk SD 119.79%, SMP 105.98% dan SMA 148.63%. APK (Angka Partisipasi
Kasar) untuk SD 132.84%, SMP 149.30% dan SMA 191.12%. Hal ini
dikarenakan masyarakat diikutsertakan dalam perencanaan, pengawasan,
pelaksanaan maupun evaluasi terhadap program sekolah baik secara langsung
maupun tidak langsung melalui komite sekolah.28
28 Setiabudi, Dwi, 2012, Partisipasi Masyarakat Dalam Program Wajib Belajar 12 Tahun di
Kecamatan Magersari Kota Mojokerto, Universitas Pembangunan Nasional “VETERAN” Jawa
Timur.