BAB II KAJIAN PUSTAKA -...
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA -...
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Ruang lingkup pembahasan pada Bab II berikut yaitu
mengenai pembahasan kajian pustaka. Peneliti akan mengkaji
bagian-bagian dari kajian pustaka meliputi kajian teori, hasil
penelitian yang relevan, serta kerangka konseptual di mana
bagian-bagian tersebut akan dikaji pada setiap sub bab.
2.1. Tinjauan Tentang Respon
Kata “respon” berdasarkan Kamus Besar Bahasa
Indonesia dapat diartikan sebagai tanggapan, reaksi, atau
jawaban. Sedangkan dalam pembelajaran, menurut Suyono
dan Hariyanto (2014:59) respon dapat diartikan sebagai reaksi
yang dimunculkan siswa ketika belajar yang dapat berupa
pikiran, perasaan, atau tindakan. Respon siswa saat
pembelajaran dapat terlihat akibat stimulus yang diberikan
guru serta lingkungan belajar siswa, di mana stimulus tersebut
11
merupakan suatu dorongan yang memotivasi siswa untuk
belajar dan berusaha secara aktif dalam proses pembelajaran.
Sebagaimana pada teori belajar behaviorisme yang
peneliti singgung pada latar belakang bahwa belajar adalah
perubahan tingkah laku yang berasal dari pengalaman serta
akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon. Menurut
teori ini, dalam belajar yang penting adalah adanya input
berupa stimulus dan output yang berupa respon (Suyono dan
Hariyanto, 2014:59). Hubungan diantara keduanya baik
stimulus dan respon sangat mempengaruhi proses belajar.
Apabila stimulus yang diberikan guru semakin kuat maka
respon yang akan dimunculkan oleh siswa semakin kuat.
Sebaliknya apabila stimulus yang diberikan guru lemah
pastilah respon yang muncul dari siswa juga semakin lemah.
Dari uraian teori belajar behaviorisme di atas, dapat
disimpulkan bahwa guru sebagai fasilitator pembelajaran di
kelas yang tentunya harus memberi stimulus juga harus dapat
memahami macam-macam respon yang dimunculkan oleh
siswa.
12
Adapun teori lain yang mengkaji tentang respon siswa
yaitu Teori Caffe. Teori yang dikemukakan oleh Steven M.
Caffe, mengidentifikasi bagaimana respon yang dimunculkan
siswa dalam suatu kegiatan belajar. Terdapat tiga macam
respon menurut teori tersebut (Sukamto, 1985:101), antara
lain:
a. Respon kognitif, yaitu respon yang berkaitan dengan
pengetahuan ketrampilan dan informasi seseorang
mengenai sesuatu. Respon ini timbul akibat adanya
perubahan terhadap sesuatu yang dipahami atau dipersepsi
olehnya.
b. Respon afektif, yaitu respon yang berhubungan dengan
emosi, sikap, dan menilai seseorang terhadap sesuatu.
Respon ini timbul akibat adanya perubahan yang
disenangi terhadap suatu hal.
c. Respon konatif, yaitu respon yang berhubungan dengan
prilaku nyata yang meliputi tindakan atau perbuatan.
Dalam penelitian ini, peneliti ingin
mengkonsentrasikan menganalisis respon kognitif siswa atau
13
jawaban siswa melalui tes yang akan diberikan. Menurut
Wilhelm Wundt kognitif dalam pembelajaran adalah sebuah
proses aktif dan kreatif yang bertujuan membangun struktur
melalui pengalaman-pengalaman (Kuswana, 2012:101). Jadi
tanggapan siswa yang aktif dan kreatif tersebut dapat
ditelusuri dengan melihat jawaban siswa saat menyelesaikan
atau mengerjakan soal matematika. Respon-respon siswa
terhadap tugas atau permasalahan atau soal matematika yang
diberikan tersebut dapat dirangkum dalam beberapa level pada
taksonomi SOLO.
2.2. Taksonomi SOLO
Kata “taksonomi”, diambil dari bahasa Yunani yaitu
tassein yang mempunyai arti “untuk mengelompokkan” dan
nomos yang berarti “aturan”. Taksonomi adalah suatu
klasifikasi khusus, yang berdasarkan pada penelitian ilmiah
mengenai hal-hal yang digolong-golongkan dalam sistematika
tertentu. Menurut Bowler (1992), taksonomi terdiri dari
kelompok (taksa), materi pelajaran diurutkan menurut
14
persamaan dan perbedaan. Prinsip atau dasar klasifikasi,
misalnya, persamaan dan perbedaan dalam stuktur, perilaku,
dan fungsi (Kuswana, 2012:2). Sedangkan menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia (2008:518), pengertian dari taksonomi
adalah klasifikasi unsur-unsur bahasa menurut hubungan
hirearkis. Pada penelitian ini taksonomi yang dimaksud adalah
klasifikasi respon nyata dari siswa mengenai tujuan-tujuan
pembelajaran.
Sedangkan SOLO adalah The Structure of The
Observed Learning Outcome atau struktur hasil belajar
teramati. Jadi taksonomi SOLO adalah klasifikasi respon nyata
dari siswa tentang struktur hasil belajar yang dapat diamati.
Taksonomi SOLO pertama kali dikenalkan oleh Biggs dan
Collis pada tahun 1982, taksonomi ini menggunakan
modifikasi Piaget (1952), yang perkembangannya sama
melalui tingkat respon yang diulang pada setiap tahapan.
Menurut Biggs dan Collis (1982), cara sistematis dalam
menggambarkan bagaimana kinerja pembelajaran dapat
tumbuh mulai dari kompleksitas sampai tingkat abstraksi,
15
ketika menguasai banyak informasi yang diterima, khususnya
semacam tugas yang dilakukan di sekolah. Taksonomi SOLO
dapat membantu usaha menggambarkan tingkat kompleksitas
pemahaman siswa tentang subjek, melalui lima tingkat respon
dan diklaim dapat diterapkan di setiap wilayah subjek
(Kuswana, 2012:96).
Penerapan taksonomi SOLO untuk mengetahui
kualitas respon siswa dan analisa kesalahan sangatlah tepat.
Menurut (Asikin, 2002:1) taksonomi SOLO mempunyai
beberapa kelebihan sebagai berikut :
a. Taksonomi SOLO merupakan alat yang mudah dan
sederhana untuk menentukan level respon siswa terhadap
suatu pertanyaan matematika.
b. Taksonomi SOLO merupakan alat yang mudah dan
sederhana untuk pengkategorian kesalahan dalam
menyelesaikan soal atau pertanyaan matematika.
c. Taksonomi SOLO merupakan alat yang mudah dan
sederhana untuk menyusun dan menentukan tingkat
16
kesulitan atau kompleksitas suatu soal atau pertanyaan
matematika.
Dari uraian sebelumnya taksonomi ini didesain secara
khusus sebagai alat menilai hasil belajar siswa. Taksonomi ini
juga fokus pada struktur respon setiap individu dari siswa dan
mendeskripsikan kualitas pembelajaran. Taksonomi SOLO
juga menyediakan kerangka klasifikasi respon yang dapat
disimpulkan dari struktur jawaban suatu stimulus. Maka dalam
penelitian ini, taksonomi SOLO yang dimaksud peneliti yakni
alat yang dapat digunakan untuk mengetahui serta
mengurutkan struktur kompleksitas soal matematika pada
materi program linier serta ketrampilan yang digunakan oleh
siswa. Kemudian untuk mengidentifikasi target tertentu atau
untuk membantu para guru menilai hasil belajar siswa yang
dapat dirangkum dalam bentuk lima level, yaitu prastruktural,
unistruktural, multistruktural, relasional, dan extended
abstract.
17
(a). Deskriptor Tingkatan Taksonomi SOLO
Deskriptor tingkatan taksonomi SOLO terdiri dari
lima level yang dapat menggambarkan perkembangan
kemampuan berpikir siswa berdasarkan taksonomi SOLO
(Hook, 2004:2), sebagai berikut :
1. Prastruktural
Gambar 2.1: Level Prastruktural
Gambar 2.1 adalah diagram level prastruktural
yang dijelaskan oleh Pam Hook dalam SOLO Taxonomy
and Assessing Learning to Learn yaitu siswa belum
mendapatkan ide atau dia memerlukan bantuan untuk
memulai mengerjakan. Terlihat pada diagram
digambarkan dengan sebuah lingkaran yang menandakan
siswa belum memberi respon karena belum mendapatkan
18
ide. Pada tahap ini siswa perlu kemampuan berpikir atau
bisa dimisalkan dengan strategi . Menurut Kuswana
(2012:96) level prastruktural adalah level dimana para
siswa hanya memperoleh potongan-potongan dari
informasi yang terlepas satu sama lain, yang tidak
terorganisasi, dan tidak ada artinya. Sedangkan menurut
Chick (1998:6) pada level prastruktural ini siswa
melakukan sebuah acuan yang salah atau proses yang
digunakan dengan cara sederhana yang dapat
mengakibatkan kesimpulan yang tidak relevan. Tidak jauh
berbeda dengan hasil penelitian Monay dkk (2013:4), pada
level ini siswa belum memahami soal yang diberikan,
sehingga siswa cenderung tidak memberikan jawaban.
Dari uraian sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa
siswa prastruktural belum dapat mengerjakan tugas yang
diberikan secara tepat artinya siswa tidak memiliki
keterampilan yang dapat digunakan dalam menyelesaikan
tugas. Siswa yang termasuk pada tahap ini tidak
melakukan respon yang sesuai dengan pertanyaan yang
19
diberikan sehingga jika siswa tersebut memberikan respon
maka respon tersebut tidak relevan dengan informasi-
informasi yang diberikan. Tugas tidak diserap dengan
tepat karena para siswa belum benar-benar memahami
penyelesaian soal tersebut.
2. Unistruktural
Gambar 2.2: Level Unistruktural
Gambar 2.2 adalah diagram level unistruktural
yang dijelaskan oleh Pam Hook dalam SOLO Taxonomy
and Assessing Learning to Learn yaitu siswa mempunyai
satu ide yang relevan. Dimana terlihat adanya perubahan
gambar dari diagram level prastruktural menjadi level
unistruktural secara berurut-urut dari sebuah lingkaran
menjadi sebuah persegi panjang. Siswa sudah mampu
20
menghasilkan respon sederhana namun masih kesulitan
dalam menggunakan kemapuan berpikir/startegi
Menurut Kuswana (2012:96) pada level unistruktural
koneksi-koneksi dibuat jelas, nyata, dan sederhana, tetapi
maknanya tidak diserap. Sedangkan menurut Chick
(1998:6) level ini sebuah proses tunggal atau konsep yang
diterapkan setidaknya satu item data. Kesimpulan dapat
ditarik, tetapi jika ada satu proses bersama-sama dengan
data yang dipilih cukup untuk solusi yang tepat dari
masalah, kesimpulan akan menjadi tidak valid. Pada level
ini siswa dapat menggunakan sepenggal informasi yang
jelas dan langsung dari soal sehingga dapat menyelesaikan
soal dengan sederhana dan tepat (Monay dkk, 2013:4).
Berdasarkan uraian sebelumnya, dapat
disimpulkan bahwa pada level unistruktural siswa dapat
merespon dengan sederhana pertanyaan yang diberikan
akan tetapi belum dapat dipahami respon yang diberikan
oleh siswa tersebut. Siswa pada level ini mencoba
menjawab pertanyaan secara terbatas yaitu dengan cara
21
memilih satu informasi yang ada pada pertanyaan yang
diberikan. Tanggapan siswa hanya berfokus pada satu
aspek yang diketahui.
3. Multistruktural
Gambar 2.3: Level Multistruktural
Gambar 2.3 adalah diagram level multistruktural
yang dijelaskan oleh Pam Hook dalam SOLO Taxonomy
and Assessing Learning to Learn yaitu siswa memiliki
beberapa ide yang relevan. Terlihat perubahan tingkatan
dari level unistruktural menjadi level multistruktural.
Dimana terlihat adanya perubahan gambar dari diagram
level unistruktural menjadi level multistruktural secara
berurut-urut dari sebuah persegi panjang menjadi tiga
persegi panjang. Beberapa respon sudah ditimbulkan,
22
siswa menggunakan kemampuan berpikir/strategi
dalam sebuah masalah untuk mendapatkan hasil dari
pembelajaran atau bisa dimisalkan sebagai Pada level
multistruktural sejumlah koneksi-koneksi bisa dibuat,
hanya metaconnections antara mereka menjadi
luput/kehilangan, seperti makna untuk keseluruhan
informasi (Kuswana, 2012:96). Menurut Chick (1998:6)
sejumlah proses atau konsep yang digunakan satu atau
lebih item data, tetapi dengan tidak ada sintesis informasi
atau kesimpulan menengah seperti yang terlihat dari
gambar 2.3. Pada level ini siswa menggunakan dua
penggal informasi atau lebih dari soal yang diberikan
untuk menyelesaikan soal dengan tepat, tetapi tidak dapat
menggabungkannya secara bersama-sama (Monay dkk,
2013:4).
Dari uraian sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa
siswa dalam level multistruktural ini memiliki kemampuan
merespon masalah dengan beberapa informasi yang
terpisah. Banyak hubungan yang dapat mereka buat,
23
namun hubungan-hubungan tersebut belum sepenuhnya
tepat. Dari Gambar 2.3 dapat terlihat bahwa pada level
multistruktural siswa tidak dapat menggabungkan
informasi secara bersama-sama.
4. Relasional
Gambar 2.4: Level Relasional
Gambar 2.4 adalah diagram level relasional yang
dijelaskan oleh Pam Hook dalam SOLO Taxonomy and
Assessing Learning to Learn yaitu siswa memiliki
beberapa ide yang saling berintegrasi dan berhubungan
satu sama lain. Dimana terlihat adanya perubahan gambar
dari diagram level multistruktural menjadi level relasional
secara berurut-urut dari tiga persegi panjang menjadi tiga
persegi panjang yang saling berhubungan dan mengerucut
24
pada sebuah titik. Dapat dimaknai bahwa siswa
menggunakan kemampuan berpikir/strategi agar
membantu mendapatkan hasil dari pembelajaran
Koneksi hubungan bagian keseluruhan yang sudah dapat
dibuat oleh siswa ini diharapkan mencapai kemampuan
menarik kesimpulan. Menurut Kuswana (2012:96) pada
level relasional ini siswa mampu menghargai makna dari
hubungan bagian dengan keseluruhan informasi.
Sedangkan Chick (1998:6) mengatakan bahwa dalam
rangka untuk mencapai kesimpulan, konsep yang
diterapkan oleh siswa relasional pada beberapa data dapat
memberikan hasil sementara yang kemudian berhubungan
dengan data lainnya seperti yang terlihat dari Gambar 2.4.
Tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Monay dkk
(2013:4), pada level ini siswa berpikir dengan
menggunakan dua penggal informasi atau lebih dari soal
yang diberikan dan menghubungkan informasi-informasi
tersebut untuk menyelesaikan soal yang diberikan dengan
tepat dan dapat menarik kesimpulan.
25
Dari uraian sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa
kemampuan siswa pada level relasional mampu memecah
suatu kesatuan menjadi bagian-bagian. Siswa juga dapat
menentukan bagaimana bagian-bagian tersebut
dihubungkan dengan beberapa informasi dan dapat
menjelaskan kesetaraan informasi tersebut. Kemampuan
memberikan penilaian terhadap solusi untuk
menyelesaikan soal yang diberikan dengan tepat dan dapat
menarik kesimpulan.
5. Extended Abstract
Gambar 2.5: Level Extended Abstract
Gambar 2.5 adalah diagram extended abstract
yang dijelaskan oleh Pam Hook dalam SOLO Taxonomy
and Assessing Learning to Learn yaitu siswa memiliki
26
beberapa ide dan mengembangkan ide-ide tersebut yang
saling berkaitan satu sama lain. Dimana terlihat adanya
perubahan gambar dari diagram level relasional menjadi
level extended abstract secara berurut-urut dari tiga
persegi panjang yang saling berhubungan dan mengerucut
pada sebuah titik menjadi tiga persegi panjang yang saling
berhubungan, mengerucut pada sebuah titik, dan
memunculkan sebuah hasil dari hubungan tersebut. Dapat
dimaknai bahwa siswa paham bahwa menggunakan
kemampuan berpikir/strategi ( ) adalah cara yang terbaik
jika ingin mendapatkan sebuah hasil dari pembelajaran
( ). Pada level extended abstract siswa membuat
hubungan-hubungan tidak hanya di dalam bidang hal yang
diberikan, juga ada yang datang dari luar dan mampu
menggeneralisasi serta memindahkan prinsip dan gagasan-
gagasan yang spesifik (Kuswana, 2012:96). Sedangkan
pendapat Chick (1998:6) level extended abstract mirip
dengan level relasional, tapi di sini data atau konsep dan
proses (lebih biasanya dua terakhir) yang diambil dari luar
27
domain pengetahuan dan pengalaman yang diasumsikan
dalam pertanyaan. Pada level ini siswa berpikir induktif
dan deduktif, menggunakan dua penggal informasi atau
lebih dari soal yang diberikan dan menghubungkan
informasi-informasi tersebut kemudian menarik
kesimpulan untuk membangun suatu konsep baru dan
menerapkannya (Monay dkk, 2013:4).
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa
siswa pada tahap ini sudah menguasai materi dan
memahami soal yang diberikan dengan sangat baik
sehingga siswa sudah mampu untuk merealisasikan ke
konsep-konsep yang ada. Siswa juga sudah dapat menarik
kesimpulan untuk membangun suatu konsep baru dan
menerapkannya.
Dalam penelitian ini, peneliti mengacu pada
deskriptor-deskriptor tingkatan taksonomi SOLO tersebut
sebagai pedoman untuk menentukan kualitas respon siswa
dalam menyelesaikan soal atau permasalahan matematika.
Selain itu juga untuk menentukan level siswa dalam
28
merespon atau menjawab suatu soal matematika juga
didasarkan pada level soal yang diberikan, di mana soal-
soal tersebut merupakan soal yang telah disusun
berdasarkan kriteria pertanyaa taksonomi SOLO.
(b). Taksonomi SOLO dalam Pembelajaran
Matematika
Definisi pembelajaran matematika dapat dirujuk
berdasarkan suku katanya, yaitu pembelajaran dan
matematika. Pembelajaran adalah suatu proses belajar,
sedangkan belajar adalah aktivitas untuk mendapatkan
pengetahuan, ketrampilan, perbaikan diri meliputi prilaku dan
kepribadian (Suyono dan Hariyanto, 2014:9). Sedangkan
matematika menurut Both dan Piaget (1956) adalah
pengetahuan yang berkaitan dengan berbagai struktur abstrak
dan hubungan antara struktur tersebut sehingga terorganisasi
dengan baik. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran matematika adalah suatu kegiatan untuk
memperoleh kemampuan, keterampilan dalam berhitung,
29
mengukur, menganalisis dengan memanfaatkan berbagai
hubungan struktur abstrak.
Pembelajaran matematika memiliki beberapa tujuan
yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2014
diharapkan siswa dapat memahami konsep matematika,
merupakan kompetensi dalam menjelskan keterkaitan antar
konsep dan menggunakan konsep maupun algoritma, secara
luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.
Siswa juga diharap menggunakan pola sebagai dugaan dalam
menyelesaikan masalah dan mampu membuat generalisasi
berdasarkan fenomena atau data yang ada.
Namun dalam pengaplikasiannya, pemecahan masalah
dalam pembelajaran matematika memiliki beberapa
kelemahan menurut Nuroniah (2013:14) diantaranya sebagai
berikut :
1. Jika guru tidak hati-hati dalam memilih soal, pemecahan
masalah yang diajarkan hanya akan merupakan latihan
30
untuk keterampilan belaka, yang sebenarnya hanya
mengulang proses.
2. Jika masalah yang disajikan tidak bermakna, maka
kemungkinan kecil peserta didik mampu menyelesaikan
masalah yang diberikan.
3. Jika masalah yang diberikan terlalu sulit, maka guru akan
menghabiskan banyak waktu untuk mengarahkan peserta
didik dalam menyelesaikan masalah.
4. Jika masalah yang disajikan terlalu sulit dan tidak
bermakna, maka peserta didik tidak tertarik untuk
menyelesaikannya atau pengetahuan prasyarat peserta
didik tidak cukup untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Oleh karena itu, setiap guru yang menggunakan
pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika harus
melakukan perencanaan yang sangat matang, khususnya dalam
menyajikan masalah yang menjadi acuan pembelajarannya
sehingga menjadikan soal yang berkualitas yang diharapkan
dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik. Taksonomi
SOLO memiliki kelebihan salah satunya merupakan alat yang
31
mudah dan sederhana untuk pengkatagorian kesalahan dalam
menyelesaikan soal atau pertanyaan matematika. Siswa
diberikan soal dengan jenis soal pemecahan masalah pada
materi program linear kemudian dianalisis kesalahan hasil
belajar siswa tersebut. Guru diharapkan dapat mengetahui
jenis kesalahan dan penyebab kesalahan siswa dalam
menyelesaikan soal pemecahan masalah pada materi program
linier. Informasi tersebut selanjutnya dapat digunakan oleh
guru untuk menentukan rancangan pembelajaran atau
pembelajaran alternatif yang dapat digunakan untuk
meminimalkan terjadinya kesalahan pada siswa.
2.3. Penyelesaian Soal Matematika berdasarkan
Taksonomi SOLO
Deskripsi penyelesaian soal matematika berdasarkan
taksonomi SOLO pada soal pemecahan masalahan matematika
materi pokok program linier adalah sebagai berikut :
32
1. Soal Pemecahan Masalah Level Prastruktural (P)
Pertanyaan dengan kriteria membutuhkan sebuah
informasi yang jelas dan langsung dari teks soal.
Soal :
1. Tempat parkir Linggajati Plaza mempunyai luas .
Untuk memarkir sebuah motor diperlukan luas dan
untuk memarkir sebuah mobil diperlukan luas .
Total parker tersebut hanya bisa menampung kendaraan
berjumlah buah. Tarif parker motor
adalah /jam dan mobil adalah
/jam.
Berdasarkan soal cerita diatas isilah titik-titik dibawah ini :
Terdapat … (1) variabel dalam soal cerita tersebut yaitu
… (2) dan … (3) yang menyatakan … (4) dan … (5).
Terdapat … (6) fungsi kendala dalam permasalahan
tersebut yaitu … (7) dan … (8). Fungsi kendala tersebut
mempunyai tanda pertidaksamaan … (9). Terdapat juga
fungsi objektif dalam soal cerita tersebut yaitu … (10).
33
2. Soal Pemecahan Masalah Level Unistruktural (U)
Pertanyaan dengan kriteria menggunakan sebuah
informasi yang jelas dan langsung dari teks soal.
Soal :
2. Saudara Tailor Jombang memiliki persediaan kain
polos dan kain batik. Penjahit tersebut akan membuat
2 jenis pakaian untuk dijual di tokonya. Pakaian jenis I
memerlukan kain polos dan kain batik, sedangkan
pakaian jenis II memerlukan kain polos dan kain
batik. Pakaian jenis I dijual dengan keuntungan
dan pakaian jenis II dijual dengan keuntungan
per potong. Nyatakan masalah di atas dalam model
matematika!
3. Soal Pemecahan Masalah Level Multistruktural (M)
Pertanyaan dengan kriteria menggunakandua informasi
atau lebih dan terpisah yang termuat dalam teks soal.
34
Soal :
3. Toko Putra Gembira Jombang memproduksi dua macam
lemari pakaian yaitu tipe lux dan tipe sport dengan
menggunakan bahan dasar yang sama yaitu kayu jati dan
cat pernis. Untuk memproduksi unit tipe lux dibutuhkan
batang kayu jati dan kaleng cat pernis, sedangkan
untuk memproduksi unit tipe sport dibutuhkan batang
kayu jati dan kaleng cat pernis. Ongkos tukang perhari
produksi tipe lux dan tipe sport masing-masing
adalah dan per unit. Untuk satu
periode produksi, toko ini menggunakan paling sedikit
batang kayu jati dan kaleng cat pernis. Tentukan
banyak lemari tipe lux dan tipe sport yang harus
diproduksi Toko Putra Gembira Jombang agar biaya
produksi minimum !
4. Soal Pemecahan Masalah Level Relasional (R)
Pertanyaan dengan kriteria menggunakan suatu
pemahaman dari dua informasi atau lebih yang termuat dalam
35
teks soal, namun belum bisa segera digunakan untuk
mendapatkan penyelesaian akhir.
Soal :
4. Tentukan sistem pertidaksamaan yang memiliki daerah
himpunan penyelesaian seperti gambar di bawah ini :
Gambar 2.6: Grafik Pertidaksamaan Linier
5. Soal Pemecahan Masalah Level Exteded Abstrak (E)
Pertanyaan dengan kriteria menggunakan prinsip umum
yang abstrak dari informasi dalam teks soal atau data diberikan
tetapi belum bisa digunakan untuk mendapatkan penyelesaian
akhir. Dari data atau informasi yang diberikan tersebut masih
diperlukan prinsip umum yang abstrak atau menggunakan
H
P
36
hipotesis untuk mengaitkannya sehingga mendapatkan
informasi atau data baru. Dari informasi atau data baru ini
kemudian disintesiskan sehingga dapat diperoleh penyelesaian
akhir.
Soal :
5. Gambarkan sistem pertidaksamaan linier yang mempunyai
solusi tak hingga !
Syarat : dan
2.4. Hasil Penelitian yang Relevan
Berikut ini adalah beberapa hasil penelitian yang
mendukung direkomendasikannya “Analisis Tingkat Respon
Siswa dalam Menyelesaikan Soal Matematika Berdasarkan
Taksonomi SOLO (Structure Of The Observed Learning
Outcome) di SMA Negeri 2 Jombang” :
1. Hasil penelitian Miskatun Nuroniah (2013) tentang
“Analisis Kesalahan Peserta Didik Kelas VIII SMP IT
BINA AMAL dalam Menyelesaikan Soal Pemecahan
Masalah Matematika Pada Materi Pokok Lingkaran”
37
menunjukkan bahwa analisis yang dilakukan, kesalahan
yang paling menonjol adalah data tidak tepat (id),
prosedur tidak tepat (ip) kesalahan hierarki keterampilan
(shp). Kesalahan tersebut disebabkan karena beberapa hal
diantaranya 1) peserta didik tidak memahami konsep pada
lingkaran, 2) tidak memiliki keterampilan menyelesaikan
masalah matematika, dan 3) tidak memiliki keterampilan
manipulasi numerik dan operasi hitung. Sedangkan dari
hasil perhitungan nilai rata-rata untuk soal pemecahan
masalah level multistruktural sebesar 32.67, relasional
32.33, dan abstrak diperluas 37.33. Dari hasil tersebut
menunjukkan kemampuan pemecahan masalah peserta
didik masih rendah.
2. Hasil penelitian Mohammad Asikin (2002) tentang
“Pengembangan Item Tes dan Interpretasi Respon
Mahasiswa dalam Pembelajaran Geometri Analit
Berpandu Pada Taksonomi SOLO” menunjukkan bahwa
hasil penelitian yang dapat dikemukakan adalah (i)
38
diperoleh seperangkat soal beserta level SOLOnya untuk
tiap topik pada mata kuliah Geometri Analit, (ii)
ditemukan bahwa mahasiswa masih kesulitan merespon
secara tepat pertanyaan pada setiap level, (iii) jenis
kesalahan yang dilakukan mahasiswa hampir merata untuk
tiap soal yang diberikan.
3. Hasil penelitian Rosyida Ekawati, Iwan Junaedi, Sunyoto
Eko Nugroho (2012) tentang “Studi Respon Siswa dalam
Menyelesaikan Soal Pemecahan Masalah Matematika
Berdasarkan Taksonomi SOLO” menunjukkan bahwa
respon siswa putri pada level prestructural sebanyak
25,42%, unistructural sebanyak 10,83%, multistructural
sebanyak 32,92%, relational sebanyak 20,83%, dan
extended abstract sebanyak 10%. Untuk hasil respon siswa
putra pada level prestructural sebanyak 16,67%,
unistructural sebanyak 9,44%, multistructural sebanyak
32,22%, relational sebanyak 38,33%, dan extended
abstract sebanyak 3,33 %.
39
2.5. Kerangka Konseptual
Gambar 2.7: Kerangka Konseptual
Kegiatan Belajar Megajar
Populasi Penelitian
Tingkat Respon Jawaban Siswa Berdasarkan Taksonomi SOLO
Subjek Penelitian
Penyelesaian Soal Matematika
Observasi
Analisis Respon Jawaban Siswa Berdasarkan Taksonomi SOLO
Wawancara
Solusi