BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf · Dapat mencetak logam dengan titik lebur yang...
-
Upload
nguyenthuan -
Category
Documents
-
view
227 -
download
0
Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf · Dapat mencetak logam dengan titik lebur yang...
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Proses Pengecoran Logam
Menurut jenis cetakan yang digunakan proses pengecoran dapat
diklasifikan menjadi dua katagori :
1. Pengecoran dengan cetakan sekali pakai.
2. Pengecoran dengan cetakan permanen.
Pada proses pengecoran dengan cetakan sekali pakai, untuk mengeluarkan produk
corannya cetakan harus dihancurkan. Jadi selalu dibutuhkan cetakan yang baru
untuk setiap pengecoran baru, sehingga laju proses pengecoran akan memakan
waktu yang relatif lama. Tetapi untuk beberapa bentuk geometri benda cor
tersebut, cetakan pasir dapat menghasilkan coran dengan laju 400 suku cadang
perjam atau lebih. Pada proses cetakan permanen, cetakan biasanya di buat dari
bahan logam, sehingga dapat digunakan berulang-ulang. Dengan demikian laju
proses pengecoran lebih cepat dibanding dengan menggunakan cetakan sekali
pakai, tetapi logam coran yang digunakan harus mempunyai titik lebur yang lebih
rendah dari pada titik lebur logam cetakan.
2.1.1Pengecoran dengan cetakan sekali pakai
Ada beberapa metode pengecoran dengan cetakan sekali pakai yaitu :
Sand Casting (penuangan dengan cetakan pasir).
Proses pembentukan benda kerja dengan metoda penuangan logam cair
kedalam cetakan pasir (sand casting), secara sederhana cetakan pasir ini dapat
diartikan sebagai rongga hasil pembentukan dengan cara mengikis berbagai
bentuk benda pada bongkahan dari pasir yang kemudian rongga tersebut diisi
dengan logam yang telah dicairkan melalui pemanasan (molten metals). Cetakan
pasir merupakan cetakan yang paling banyak digunakan, karena memiliki
keunggulan :
Dapat mencetak logam dengan titik lebur yang tinggi, seperti baja, nikel
dan titanium;
Dapat mencetak benda cor dari ukuran kecil sampai dengan ukuran besar;
Jumlah produksi dari satu sampai jutaan.
Tahapan pengecoran logam dengan cetakan pasir ditunjukkan pada Gambar 2.1
sebagai berikut :
Pembuatan pola, sesuai dengan bentuk coran yang akan dibuat;
Persiapan pasir cetak;
Pembuatan cetakan;
Pembuatan inti (bila diperlukan);
Peleburan logam;
Penuangan logam cair kedalam cetakan;
Pendinginan dan pembekuan;
Pembongkaran cetakan pasir;
Pembersihan dan pemeriksaan hasil coran;
Gambar 2.1 Tahapan pengecoran logam dengan cetakan pasir
Sumber : Kalpakjian & Schmid, 2008
Gambar 2.2 Konstruksi cetakan pasir
Sumber : Kalpakjian & Schmid, 2008
Proses Pengecoran dengan Cetakan Khusus :
Proses pengecoran telah dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan khusus.
Perbedaan antara metode ini dengan metode cetakan pasir terdapat dalam
komposisi bahan cetakan, cara pembuatan cetakan, atau cara pembuatan pola.
Cetakan kulit (shell molding) ditunjukkan dalam gambar 2.3 Menggunakan pasir
dengan pengikat resin termoset
Gambar 2.3 Tahapan pembuatan cetakan kulit
Sumber : Kalpakjian & Schmid, 2008
Cara pembuatan :
(1) Pada logam dipanaskan dan diletakan diatas kotak yang telah berisi campuran
pasir dengan resin termoset;
(2) Kotak dibalik sehingga campuran pasir dan resin jatuh diatas pola yang masih
panas, membentuk lapisan campuran yang melapisi permukaan pola sehingga
membentuk kulit keras;
(3) Kotak dikembalikan ke posisi semula, sehingga kelebihan campuran pasir
kembali jatuh kedalam kotak;
(4) Kulit pasir dipanaskan dalam oven selama beberapa menit hingga seluruhnya
mengering;
(5) Cetakan kulit dilepaskan dari polanya;
(6) Dua belahan cetakan kulit dirakit, di support dengan pasir atau butiran logam
dalam sebuah rangka cetak, dan kemudian dilakukan penuangan. Coran yang telah
selesai dengan saluran turun dilepaskan dari cetakan.
Keuntungan dari cetakan kulit :
Permukaan rongga cetak lebih halus dibandingkan dengan cetakan pasir
basah;
Permukaan yang halus tersebut memudahkan logam cair selama
penuangan dan dihasilkan permukaan akhir yang lebih baik;
Dimensi lebih akurat;
Memilki kolapsibilitas yang sangat baik, sehingga dapat dihindarkan
terjadinya keretakan pada hasil coran.
Kelemahan :
Pola logam lebih mahal dibandingkan dengan pola yang digunakan pada
cetakan pasir basah;
Kurang cocok bila digunakan untuk jumlah produksi yang rendah (hanya
cocok untuk produksi massal).
Contoh penggunaan : roda gigi, value bodies, bushing, camshaft
Proses pengecoran polisteren
Nama lain dari proses ini adalah :
proses penghilangan busa (lost-foam process),
proses penghilangan pola (lost pattern process),
proses penguapan busa (evaporative foam process),
proses cetak penuh (full-mold process).
Pola cetakan termasuk sistem saluran masuk, riser dan inti (bila diperlukan) dibuat
dari bahan busa polisteren. Dalam hal ini cetakan tidak harus dapat dibuka dalam
kup dan drug, karena pola busa tersebut tidak perlu dikeluarkan dari rongga cetak.
Gambar 2.4 Tahapan pengecoran polisteren
Sumber : Kalpakjian & Schmid, 2008
Tahapan proses pengecoran polisteren adalah :
(1) Pola polisteren dilapisi dengan senyawa tahan api;
(2) Pola busa tersebut ditempatkan pada kotak cetakan, dan pasir dimasukkan
kedalam kotak cetakan dan dipadatkan kesekeliling pola;
(3) Logam cair dituangkan kedalam bagian pola yang berbentuk cawan tuang dan
saluran turun (sprue), segera setelah logam cair dimasukan kedalam cetakan, busa
polisteren menguap, sehingga rongga cetak dapat diisi.
Keuntungan proses ini :
Pola tidak perlu dilepaskan dari rongga cetak.
Tidak perlu dibuat kup dan drug, dan sistem saluran masuk serta riser
dapat dibuat menjadi satu dengan pola polisteren tersebut.
Kelemahannya :
Pola polisteren merupakan pola sekali pakai, sehingga dibutuhkan pola
baru setiap kali pengecoran.
Biaya pembuatan pola mahal.
Penggunaan :
Produksi massal untuk pembuatan mesin automobil (dalam proses ini
pembuatan dan pemasangan pola dilakukan dengan sistem produksi automatis).
Pengecoran presisi (investment casting) :
Pola cetakan pada proses pengecoran ini dibuat dari lilin yang dilapisi
denganbahan tahan api, setelah sebelumnya lilin tersebut mencair terlebih dahulu
dan dikeluarkan dari rongga cetakan. Pola lilin dibuat dengan cetakan induk
(master die), dengan cara menuang atau menginjeksikan lilin cair ke dalam
cetakan induk tersebut.
Gambar 2.5 Tahapan proses pengecoran presisi
Sumber : Kalpakjian & Schmid, 2008
Tahapan pengecoran presisi :
(1) Pola lilin dibuat;
(2) Beberapa pola ditempelkan pada saluran turun (sprue) membentuk pohon bola
(3) Pohon pola dilapisi dengan lapisan tipis bahan tahan api;
(4) Seluruh cetakan terbentuk dengan menutup pola yang telah dilapisi tersebut
dengan bahan tahan api sehingga menjadi kaku;
(5) Cetakan dipegang dalam posisi terbalik, kemudian dipanaskan sehingga lilin
meleleh dan keluar dari dalam cetakan;
(6) Cetakan dipanaskan kembali dalam suhu tinggi, sehingga semua kotoran
terbuang dari cetakan dan semua logam cair dapat masuk kedalam bagian bagian
yang rumit disebut proses preheating;
(7) Setelah logam cair dituangkan dan membeku cetakan dipecahkan, dan coran
dilepaskan dari sprue-nya.
Keuntungan dari pengecoran presisi :
Dapat membuat coran dalam bentuk yang rumit;
Ketelitian dimensi sangat baik (toleransi ± 0.076mm);
Permukaan hasil coran sangat baik;
Lilin dapat didaur ulang;
Tidak diperlukan pemesinan lanjut;
Kelemahan :
Tahapan proses banyak sehingga biayanya mahal;
Terbatas untuk benda cor yang kecil;
Sulit bila diperlukan inti.
Contoh penggunaan : komponen mesin turbin, perhiasan, alat penguat gigi.
Cetakan presisi dapat digunakan untuk semua jenis logam, seperti : baja, baja
tahan karat, paduan dengan titik lebur tinggi.
Pengecoran dengan cetakan plaster dan keramik :
Pengecoran dengan cetakan plaster mirip dengan cetakan pasir, hanya
cetakannya dibuat dengan plaster (2CaSO4-H2O) sebagai pengganti pasir. Bahan
tambahan, seperti bubuk dan silika dicampur dengan plaster untuk :
mengatur kepadatan,
mengatur waktu pengeringan cetakan,
mengurangi terjadinya keretakan, dan
meningkatkan kekuatan.
Untuk membuat cetakan, plaster dicampur dengan air dan dituangkan ke dalam
pola plastik atau logam dalam rangka cetak (flask) dan dibiarkan mengering
(catatan: pola kayu kurang sesuai untuk cetakan plaster).
Kelemahan :
Perawatan cetakan plaster sulit sehingga jarang digunakan untuk produksi
tinggi;
Kekuatan cetakan akan berkurang bila terlalu kering;
Bila cetakan tidak kering uap lembab akan merusak hasil coran;
Permeabilitas cetakan rendah, sehingga uap sulit keluar dari rongga cetak;
Tidak tahan temperatur tinggi.
Cara menanggulangi kelemahan :
Keluarkan udara sebelum diisi cairan;
Anginkan plaster agar dihasilkan plaster yang keras dan padat;
Gunakan cetakan dengan komposisi dan perawatan khusus yang dikenal
dengan proses Antioch.
Proses Antioch adalah proses yang menggunakan campuran 50% pasir dengan
plaster, memanaskan cetakan dalam autoclave (oven yang menggunakan uap air
superpanas dan bertekanan tinggi), dan kemudian dikeringkan. Dengan cara ini
akan dihasilkan permeabilitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan cetakan
plaster konvensional.
Keuntungan :
Permukaan akhir baik;
Dimensi akurat;
Mampu membuat bagian coran yang tipis.
Pengecoran dengan cetakan plaster digunakan untuk logam dengan titik lebur
rendah seperti : aluminium, magnesium, dan paduan tembaga.
Contoh Penggunaan :
cetakan logam untuk mencetak plastik, karet,
sudu-sudu pompa dan turbin, dan
produk coran lainnya yang memiliki geometri yang rumit.
Cetakan keramik
Mirip dengan cetakan plaster, bedanya cetakan keramik menggunakan
bahan keramik tahan api yang lebih tahan temperatur tinggi dibandingkan dengan
plaster. Jadi cetakan keramik dapat digunakan untuk mencetak baja, besi tuang,
dan paduan lainnya yang mempunyai titik lebur tinggi. Penggunaan sama dengan
cetakan plaster hanya titik lebur logam coran lebih tinggi.
Gambar 2.6 Proses pembuatan cetakan keramik
Sumber : Kalpakjian & Schmid, 2008
2.1.2 Proses pengecoran cetakan permanen
Pengecoran cetakan permanen menggunakan cetakan logam yang terdiri
dari dua bagian untuk memudahkan pembukaan dan penutupannya. Pada
umumnya cetakan ini dibuat dari bahan baja atau besi tuang. Logam yang biasa
dicor dengan cetakan ini antara lain aluminium, magnesium, paduan tembaga, dan
besi tuang.
Berbagai pengecoran cetakan permanen :
1. Pengecoran tuang (slush casting)
Digunakan untuk benda cor yang berlubang dengan cetakan logam tanpa
inti.
Tahapan pengecoran:
Logam cair dituangkan ke dalam cetakan dan dibiarkan sejenak sampai
terjadi pembekuan pada bagian yang bersentuhan dengan dinding cetakan;
Cetakan kemudian dibalik, sehingga bagian logam yang masih cair akan
tertuang keluar dari rongga cetakan;
Diperoleh benda cor yang berlubang, ketebalannya ditentukan oleh
lamanya waktu penahan sebelum cetakan dibalik.
Contoh penggunaan: patung, alas lampu, boneka, dan lain-lainnya.
Logam cor yang biasa dipakai : timah hitam, seng, dan timah putih.
2. Pengecoran bertekanan rendah (low pressure casting)
Pada pengecoran jenis ini cetakan diletakkan diatas ruang kedap udara
(airtight chamber), kemudian gas bertekanan rendah dialirkan ke dalam ruang
tersebut sehingga logam cair yang berada di dalam ladel tertekan ke atas melalui
saluran batu tahan api masuk ke dalam cetakan, seperti ditunjukkan dalam gambar
berikut
Gambar 2.7 Pengecoran dengan cetakan bertekanan rendah Sumber : Kalpakjian & Schmid, 2008
Keuntungan :
Hasil cetakan bersih bebas dari inklusi,
Kerusakan akibat porositas gas dan oksidasi dapat diperkecil,
Sifat mekaniknya meningkat.
3. Pengecoran cetakan permanen vakum (vacuum permanent mold casting)
Pengecoran cetakan permanen vakum merupakan bagian dari pengecoran
bertekanan rendah, bedanya disini cetakannya divakum, sehingga cairan logam
akan ditarik ke dalam rongga cetak karena adanya perbedaan tekanan.
Gambar 2.8 Proses pengecoran cetakan permanen vakum
Sumber : Kalpakjian & Schmid, 2008
Kelebihan proses ini dibandingkan pengecoran bertekanan rendah adalah :
- Kerusakan karena porositas udara dapat dikurangi;
- Kekuatan benda cor lebih baik.
4. Pengecoran cetak tekan (die casting)
Pengecoran cetak tekan termasuk proses pengecoran cetakan permanen
dengan cara menginjeksikan logam cair ke dalam rongga cetakan dengan tekanan
tinggi (7 sampai 350MPa). Tekanan tetap dipertahankan selama proses
pembekuan, setelah seluruh bagian coran membeku cetakan dibuka dan hasil
coran dikeluarkan dari dalam cetakan.
Terdapat dua jenis mesin cetak tekan :
- Mesin cetak tekan ruang panas (hot chamber), dan
- Mesin cetak tekan ruang dingin (cold chamber)
Proses pengecoran cetak tekan ruang panas :
Proses pengecoran cetak tekan ruang panas dilakukan dengan cara logam
dilebur di dalam kontainer yang menjadi satu dengan mesin cetaknya, seperti
ditunjukkan dalam berikut
Gambar 2.9 Proses pengecoran cetak tekan ruang panas Sumber : Kalpakjian & Schmid, 2008
Tahapan pengecoran:
(1) Cetakan ditutup dan pluger ditarik ke atas, logam cair masuk ke dalam ruang
(chamber);
(2) Plunger menekan logam cair dalam ruang sehingga mengalir masuk ke dalam
rongga cetak; tekanan dipertahankan selama proses pendinginan dan pembekuan;
(3) Plunger ditarik, cetakan dibuka, dan benda coran yang telah membeku ditekan
keluar dengan pin ejektor;
(4) Proses pengecoran selesai.
Proses pengecoran cetak tekan ruang dingin :
Proses pengecoran cetak tekan ruang dingin dilakukan dengan cara logam
dilebur di dalam kontainer yang terpisah dengan mesin cetaknya, seperti
ditunjukkan dalam gambar berikut
Gambar 2.10 Proses pengecoran cetak tekan ruang dingin Sumber : Kalpakjian & Schmid, 2008
Tahapan pengecoran :
(1) Cetakan ditutup dan ram ditarik, logam cair dituangkan ke dalam ruang
(chamber);
(2) Ram ditekan sehingga mendorong logam cair masuk ke dalam rongga cetak,
tekanan dipertahankan selama proses pendinginan dan pembekuan;
(3) Ram ditarik, cetakan dibuka, dan benda coran yang telah membeku ditekan
keluar dengan pin ejektor.
Keuntungan pengecoran cetak tekan :
1) Laju produksi tinggi;
2) Sangat ekonomis untuk produksi massal;
3) Dimensi benda cor akurat (toleransi ± 0,076 mm untuk benda cor yang kecil);
4) Permukaan benda cor halus;
5) Dapat mencetak bagian benda cor yang sangat tipis hingga 0,5 mm;
6) Pendinginan cepat dengan ukuran butir kristal yang sangat halus sehingga hasil
pengecoran memiliki kekuatan yang baik.
Kelemahan :
1) Geometri benda cor harus dibuat sedemikian rupa sehingga dapat dikeluarkan
dari dalam cetakan;
2) Sering terjadi efek cil, terutama bila temperatur tuang logam cair terlalu rendah.
5. Pengecoran Sentrifugal
Pengecoran sentritugal dilakukan dengan menuangkan logam cair ke
dalam cetakan yang berputar. Akibat pengaruh gaya sentritugal logam cair akan
terdistribusi ke dinding rongga cetak dan kemudian membeku.
Jenis–jenis pengecoran sentritugal :
1) Pengecoran sentritugal sejati;
2) Pengecoran semi sentritugal;
3) Pengecoran sentrifuge.
Pengecoran sentrifugal sejati :
Proses pengecoran sentrifugal sejati dilakukan dengan cara logam cair
dituangkan ke dalam cetakan yang berputar untuk menghasilkan benda cor bentuk
tabular, seperti pipa, tabung, bushing, cincin, dan lain-lainnya.
Gambar 2.11 Proses pengecoran sentrifugal sejati Sumber : Kalpakjian & Schmid, 2008
Proses pengecoran sentrifugal sejati seperti ditunjukkan pada Gambar 2.11 logam
cair dituangkan ke dalam cetakan horisontal yang sedang berputar melalui cawan
tuang (pouring basin) yang terletak pada salah satu ujung cetakan. Pada beberapa
mesin, cetakan baru diputar setelah logam cair dituangkan. Kecepatan putar yang
sangat tinggi menghasilkan gaya sentrifugal sehingga logam akan terbentuk sesuai
dengan bentuk dinding cetakan. Jadi, bentuk luar dari benda cor bisa bulat,
oktagonal, heksagonal, atau bentuk-bentuk yang lain, tetapi sebelah dalamnya
akan berbentuk bulatan, karena adanya gaya radial yang simetri.
Pengecoran semi sentrifugal :
Pada metode ini, gaya sentrifugal digunakan untuk menghasilkan coran
yang pejal (bukan bentuk tabular). Cetakan dirancang dengan riser pada
pusatuntuk pengisian logam cair, seperti ditunjukkan dalam gambar berikut
Gambar 2.12 Proses pengecoran semi sentrifugal Sumber : Kalpakjian & Schmid, 2008
Densitas logam dalam akhir pengecoran lebih besar pada bagian luar
dibandingkan dengan bagian dalam coran yaitu bagian yang dekat dengan pusat
rotasi. Kondisi ini dimanfaatkan untuk membuat benda dengan lubang ditengah,
seperti roda, puli. Bagian tengah yang memiliki densitas rendah mudah dikerjakan
dengan pemesinan.
2.2 Proses Semi Solid Casting
Bahan baku yang diproses pada semi solid casting berada dalam keadaan
campuran fasa cair dan padat (semi solid atau semi liquid), dan metoda
pengerjaannya menggunakan metoda pengecoran atau pembentukan. Dengan cara
tersebut diharapkan proses semi solid casting dapat menggabungkan kelebihan-
kelebihan yang dimiliki oleh proses pengecoran dan pembentukan konvensional.
Kelebihan proses semi solid casting antara lain adalah dapat dicapai kompleksitas
bentuk produk dan kecepatan produksi yang relatif tinggi seperti halnya proses die
casting, cacat porositas dan segregasi makro yang relatif rendah sehingga
kekuatan dan keuletannya relatif tinggi. Kondisi semi solid bahan baku pada
proses semi solid casting diperoleh dengan cara memanaskannya di atas
temperatur solidus. Bahan baku yang digunakan untuk proses semi solid casting
adalah logam yang mempunyai struktur globular (nondendritik). Bahan baku yang
dipanaskan di atas temperatur solidus, terdiri atas fasa padat berbentuk globular
(spheroidal) dan fasa cair yang berada di antara fasa padat. Secara skematik
proses tersebut dapat dijelaskan pada gambar di bawah ini.
Gambar 2.13 Diagram skematik proses semi solid casting
Sumber : Shigeharu Kamado,dkk. 2000
2.2.1 Perbandingan semi solid casting dengan pengecoran konvensional
Pada proses pembentukan konvensional, bahan baku yang diproses berada
dalam keadaan cair seluruhnya, sedangkan pada proses semi solid casting bahan
baku berada dalam keadaan semi solid. Kondisi semi solid bahan baku
menyebabkan kompleksitas bentuk produk yang dapat dibuat dan kecepatan
produksi pada proses semi solid casting lebih tinggi dibandingkan dengan
pembentukan konvensional. Gaya pembentukan proses semi solid casting juga
lebih rendah karena terdapat fasa cair pada bahan baku. Jika dibandingkan dengan
pengecoran konvensional, yang memproses bahan baku dalam keadaan cair
penuh, proses semi solid casting memiliki keunggulan. Pada proses semi solid
casting, bahan baku yang berada dalam kondisi semi solid menyebabkan
viskositasnya lebih tinggi dibandingkan dengan jika berada dalam keadaan cair
seluruhnya. Viskositas yang relatif tinggi menyebabkan aliran masuk logam semi
solid ke rongga cetakan menjadi bersifat laminar. Kondisi seperti itu dapat
mengurangi cacat porositas yang disebabkan oleh udara terjebak. Aliran yang
bersifat turbulen, seperti halnya yang timbul pada proses die casting, dapat
menyebabkan terbentuknya cacat porositas. Temperatur proses pada proses semi
solid casting lebih rendah dibandingkan dengan proses pengecoran konvensional,
sehingga komsumsi energi yang digunakan juga lebih rendah. Selain itu,
temperatur proses juga berkaitan dengan banyaknya gas hidrogen yang terlarut
pada bahan baku. Pada temperatur proses yang lebih rendah menyebabkan gas
hidrogen yang terlarut ke bahan baku menjadi lebih rendah sehingga dengan
proses semi solid casting cacat porositas yang disebabkan gas hidrogen dapat
dikurangi. Cacat porositas pada pengecoran konvensional dapat juga disebabkan
oleh pengerutan. Karena temperatur prosesnya lebih rendah, pengerutan pada
proses semi solid casting lebih kecil dibandingkan dengan pengecoran
konvensional sehingga cacat porositas yang disebabkan oleh pengerutan dapat
dikurangi. Selain itu juga dapat menghasilkan produk yang mendekati bentuk
akhir sehingga tahapan proses pemesinan relatif sedikit. Selain berpengaruh
terhadap kualitas produk, temperatur proses juga mempengaruhi umur cetakan.
Umur cetakan akan semakin tinggi dengan semakin rendahnya temperatur proses
(temperatur bahan baku), sehingga cetakan pada proses semi solid casting dapat
digunakan lebih lama dibandingkan dengan proses pengecoran konvensional.
Disamping kelebihan dibandingkan dengan proses pembentukan dan
pengecoran konvensional, proses semi solid casting memiliki beberapa
kekurangan. Kekurangan tersebut antara lain adalah perlunya proses khusus
untuk memperoleh bahan baku yang mempunyai struktur globular (non-
dendritik). Hal ini menyebabkan relatif tingginya harga bahan baku. Selain itu,
investasi peralatan atau mesin pada proses semi solid casting relatif tinggi. Hal ini
disebabkan oleh diperlukannya ketelitian dan otomasi di dalam pengontrolan
temperatur proses (daerah temperatur proses relatif sempit).
2.2.2 Penerapan semi solid casting
Salah satu contoh penerapan dari proses ini adalah untuk membuat
komponen otomotif seperti velg, master cylinder body, engine piston, disk brake
calipers, dan compresor housing. Sebagai contoh keunggulan proses semisolid ini
adalah pada pembuatan master cylinder body, dimana master cylinder body
merupakan komponen dari master cylinder brake. Bahan yang dipakai pada
awalnya adalah besi cor, agar lebih ringan maka material tersebut diganti dengan
paduan aluminium melalui proses permanent mold casting. Perkembangan
berikutnya, proses pembuatannya menggunakan proses semi solid casting.
Semakin banyak komponen kendaraan yang menggunakan paduan aluminium hal
ini akan mengakibatkan berat kendaraan menjadi lebih ringan sehingga konsumsi
bahan bakar semakin berkurang.
2.3 Sifat – Sifat Material
Secara garis besar material mempunyai sifat-sifat yang mencirikannya, pada
bidang teknik mesin umumnya sifat tersebut dibagi menjadi tiga sifat. Sifat –sifat
itu akan mendasari dalam pemilihan material, sifat tersebut adalah:
Sifat mekanik
Sifat fisik
Sifat teknologi
Dibawah ini akan dijelaskan secara terperinci tentang sifat-sifat material tersebut
1. Sifat Mekanik
Sifat mekanik material, merupakan salah satu faktor terpenting yang
mendasari pemilihan bahan dalam suatu perancangan. Sifat mekanik dapat
diartikan sebagai respon atau perilaku material terhadap pembebanan yang
diberikan, dapat berupa gaya, torsi atau gabungan keduanya. Dalam prakteknya
pembebanan pada material terbagi dua yaitu beban statik dan beban dinamik.
Perbedaan antara keduanya hanya pada fungsi waktu dimana beban statik tidak
dipengaruhi oleh fungsi waktu sedangkan beban dinamik dipengaruhi oleh fungsi
waktu. Untuk mendapatkan sifat mekanik material, biasanya dilakukan pengujian
mekanik. Pengujian mekanik pada dasarnya bersifat merusak (destructive test),
dari pengujian tersebut akan dihasilkan kurva atau data yang mencirikan keadaan
dari material tersebut. Setiap material yang diuji dibuat dalam bentuk sampel kecil
atau spesimen. Spesimen pengujian dapat mewakili seluruh material apabila
berasal dari jenis, komposisi dan perlakuan yang sama. Pengujian yang tepat
hanya didapatkan pada material uji yang memenuhi aspek ketepatan pengukuran,
kemampuan mesin, kualitas atau jumlah cacat pada material dan ketelitian dalam
membuat spesimen.
Sifat mekanik tersebut meliputi antara lain: kekuatan tarik, ketangguhan,
kelenturan, keuletan, kekerasan, ketahanan aus, kekuatan impak, kekuatan mulur,
kekuatan leleh dan sebagainya.
Sifar-sifat mekanik material yang perlu diperhatikan:
Tegangan yaitu gaya diserap oleh material selama berdeformasi persatuan
luas.
Regangan yaitu besar deformasi persatuan luas.
Modulus elastisitas yang menunjukkan ukuran kekuatan material.
Kekuatan yaitu besarnya tegangan untuk mendeformasi material atau
kemampuan material untuk menahan deformasi.
Kekuatan luluh yaitu besarnya tegangan yang dibutuhkan untuk
mendeformasi plastis.
Kekuatan tarik adalah kekuatan maksimum yang berdasarkan pada ukuran
mula.
Keuletan yaitu besar deformasi plastis sampai terjadi patah.
Ketangguhan yaitu besar energi yang diperlukan sampai terjadi
perpatahan.
Kekerasan yaitu kemampuan material menahan deformasi plastis local
akibat penetrasi pada permukaan.
2.3.1 Kekerasan
Kekerasan adalah ukuran ketahanan suatu material terhadap deformasi
plastis lokal. Nilai kekerasan tersebut dihitung hanya pada tempat dilakukannya
pengujian tersebut (lokal), sedangkan pada tempat lain bisa jadi kekerasan suatu
material berbeda dengan tempat yang lainnya. Tetapi nilai kekerasan suatu
material adalah homogen dan belum diperlakupanaskan secara teoritik akan sama
untuk tiap-tiap titik.
Metoda pengujian kekerasan
Pengujian kekerasan sering sekali dilakukan karena mengetahui kekerasan
suatu material maka (secara umum) juga dapat diketahui beberapa sifat mekanik
lainnya, seperti kekuatan. Pada pengujian kekerasan dengan metoda penekanan,
penekan kecil (identor) ditekankan pada permukaan bahan yang akan diuji dengan
penekanan tertentu. Kedalaman atau hasil penekanan merupakan fungsi dari nilai
kekerasan, makin lunak suatu bahan makin luas dan makin dalam akibat
penekanan tersebut, dan makin rendah nilai kekerasannya.
Percobaan kekerasan secara umum dapat dibedakan atas tiga tipe yaitu :
1. Kekerasan terhadap goresan atau “Scratch Hardness”
Percobaan ini adalah tipe pertama dikenal oleh para mineralogists dengan
tujuan untuk mengetahui ketahanan material terhadap goresan dari material
lainnya. Pengukuran hasil ini adalah sesuai dengan skala “Mohs”, yang
mempunyai skala dari; 1 sampai dengan 10. Untuk material lembut, skalanya
disebut “Talc” (Scratch hardness = 1), untuk tembaga anil (copperannealed)
mempunyai nilai 3, martensit struktur adalah 7 dari material sangat keras
seperti intan (diamond) mempunyai nilai 10.
2. Kekerasan dengan Indentasi atau “Identation Hardness”
Percobaan ini yang sampai sekarang paling banyak dipergunakan untuk
mengetahui karakteristik mekanik suatu material terutama kekerasannya.
3. Kekerasan dengan benam dinamika atau “Dynamik Hardness”
Percobaan ini biasanya dilakukan dengan menjatuhkan indentornya pada
material yang diuji dan hasil pengukuran dinyatakan sebagai energi impact.
Percobaan kekerasan Vicker, menggunakan indentor bentuk pyramid dengan
dasar bujur sangkar (a square - base diamond pyramid) dari bahan intan. Sudut
puncak pyramid adalah 136. Karena bentuk dari kekerasan ini sering disebut
“Diamond Pyramid Hardness Test”. Angka kekerasan pengujian Vickers adalah
besarnya beban (P) dibagi dengan luasan indentasi biasanya diukur dengan
mikroskop dengan mengukur diagonal-diagonalnya.
Perhitungan kekerasan Vickers :
d = d1 – d2 …………………(2.1)
2
d = diagonal rata-rata (mm)
P = beban (kg)
O = sudut puncak = 136o
Gambar 2.14 Percobaan Kekerasan Vickers
Sumber : Engineering Materials Technology
HVN = 2.P.sin ( /2
d2
p
= 1.854 kg.mm2 …. (2.2)
d2
Gambar 2.15 Hasil indentasi uji Vickers
Sumber : Engineering Materials Technology
Pengujian kekerasan Vickers dapat digunakan untuk material yang sangat
lunak dengan VHN (Vickers Hardness Number) = 5 sampai material paling keras
dengan VHD = 1500 umumnya beban pengujian di pakai dari 1 sampai 120 kg
tergantung dan kekerasan materialnya.
2.3.2 Uji tarik
Uji tarik banyak dilakukan untuk melengkapi informasi rancangan dasar
kekuatan suatu bahan dan sebagai data pendukung bagi spesifikasi bahan. Pada uji
tarik benda uji diberi beban gaya tarik sesumbu yang bertambah secara kontinu,
bersamaan dengan itu dilakukan pengamatan mengenai perpanjangan yang
dialami benda uji, seperti terlihat pada Gambar 2.16.
Gambar 2.16 Gambaran singkat uji tarik dan datanya
Sumber : Surdia T. 1994
Biasanya yang menjadi fokus perhatian adalah kemampuan maksimum bahan
tersebut dalam menahan beban. Kemampuan ini umumnya disebut "Ultimate
Tensile Strength" disingkat dengan UTS, dalam bahasa Indonesia disebut
tegangan tarik maksimum.
Hukum Hooke (Hooke's Law)
Hubungan antara gaya yang diberikan berbanding lurus dengan perubahan
panjang bahan tersebut dan ini terjadi pada tahap awal dari uji tarik untuk hamper
semua jenis logam. Hal ini disebut dengan daerah linier atau linear zone. Di
daerah ini, kurva pertambahan panjang vs beban mengikuti aturan Hooke sebagai
berikut yaitu, rasio tegangan (stress) dan regangan (strain) adalah konstan. Stress
adalah beban dibagi luas penampang bahan dan strain adalah pertambahan
panjang dibagi panjang awal bahan.
Stress: ζ = F/A , …………………………………………………………….(2.3)
dimana F: gaya tarikan, A: luas penampang
Strain: ε = δL/L ………………………………………………………….…(2.4)
dimana δL: pertambahan panjang, L: panjang awal
Hubungan antara stress dan strain dirumuskan: E = ζ / ε …...……………..(2.5)
Untuk memudahkan pembahasan, Gambar 2.16 dimodifikasi sedikit dari
hubungan antara gaya tarikan dan pertambahan panjang menjadi hubungan antara
tegangan dan regangan (stress vs strain). Selanjutnya diperoleh Gambar.2.17,
yang merupakan kurva standar ketika melakukan eksperimen uji tarik. E adalah
gradien kurva dalam daerah linier, di mana perbandingan tegangan (ζ) dan
regangan (ε) selalu tetap. E diberi nama "Modulus Elastisitas" atau "Young
Modulus". Kurva yang menyatakan hubungan antara strain dan stress seperti ini
kerap disingkat kurva SS (SS curve).
Gambar 2.17 Kurva tegangan – regangan
Sumber : Surdia T. 1994
2.3.3. Detail profil uji tarik dan sifat mekanik logam
Untuk keperluan kebanyakan analisa teknik, data yang didapatkan dari uji
tarik dapat digeneralisasi seperti pada Gambar 2.18
Gambar 2.18 Profil data hasil uji tarik Sumber : Surdia T. 1994
Berikut ini akan dijelaskan sifat-sifat mekanik bahan dengan berpedoman pada
hasil uji tarik seperti pada Gambar 2.18 dengan asumsi bahwa uji tarik dilakukan
mulai dari titik O sampai D sesuai dengan arah panah dalam gambar.
Batas elastic ζE ( elastic limit)
Berdasarkan Gambar 2.18 dinyatakan dengan titik A. Bila sebuah bahan diberi
beban sampai pada titik A, kemudian bebannya dihilangkan, maka bahan tersebut
akan kembali ke kondisi semula (tepatnya hampir kembali ke kondisi semula)
yaitu regangan “nol” pada titik O (lihat inset dalam gambar 2.18). Tetapi bila
beban ditarik sampai melewati titik A, hukum Hooke tidak lagi berlaku dan
terdapat perubahan permanen dari bahan. Terdapat konvensi batas regangan
permamen (permanent strain) sehingga masih disebut perubahan elastis yaitu
kurang dari 0.03%, tetapi sebagian referensi menyebutkan 0.005% . Tidak ada
standarisasi yang universal mengenai nilai ini.
Batas proporsional ζp (proportional limit)
Titik sampai di mana penerapan hukum Hook masih bisa ditolerir. Tidak
ada standarisasi tentang nilai ini. Dalam praktek, biasanya batas proporsional
sama dengan batas elastis.
Deformasi plastis (plastic deformation)
Deformasi plastis yaitu perubahan bentuk yang tidak kembali ke keadaan
semula. Pada Gambar 2.18 yaitu bila bahan ditarik sampai melewati batas
proporsional dan mencapai daerah landing.
Tegangan luluh atas ζuy (upper yield stress):
Tegangan maksimum sebelum bahan memasuki fase daerah landing
peralihan deformasi elastis ke plastis.
Tegangan luluh bawah ζly (lower yield stress):
Tegangan rata-rata daerah landing sebelum benar-benar memasuki fase
deformasi plastis. Bila hanya disebutkan tegangan luluh (yield stress), maka yang
dimaksud adalah tegangan ini.
Regangan luluh εy (yield strain):
Regangan permanen saat bahan akan memasuki fase deformasi plastis.
Regangan elastis εe (elastic strain):
Regangan yang diakibatkan perubahan elastis bahan. Pada saat beban
dilepaskan regangan ini akan kembali ke posisi semula.
Regangan plastis εp (plastic strain):
Regangan yang diakibatkan perubahan plastis. Pada saat beban dilepaskan
regangan ini tetap tinggal sebagai perubahan permanen bahan.
Regangan total (total strain):
Merupakan gabungan regangan plastis dan regangan elastis, εT = εe+εp.
Perhatikan beban dengan arah OABE. Pada titik B, regangan yang ada adalah
regangan total. Ketika beban dilepaskan, posisi regangan ada pada titik E dan
besar regangan yang tinggal (OE) adalah regangan plastis.
Tegangan tarik maksimum TTM (UTS, ultimate tensile strength):
Pada Gambar.2.18 ditunjukkan dengan titik C (ζβ), merupakan besar
tegangan maksimum yang didapatkan dalam uji tarik.
Kekuatan patah (breaking strength):
Pada Gambar 2.18 ditunjukkan dengan titik D, merupakan besar tegangan
di mana bahan yang diuji putus atau patah.
2. Sifat Fisik
Sifat penting yang kedua dalam pemilihan material adalah sifat fisik. Sifat
fisik adalah kelakuan atau sifat-sifat material yang bukan disebabkan oleh
pembebanan seperti pengaruh pemanasan, pendinginan dan pengaruh arus listrik
yang lebih mengarah pada struktur material. Sifat fisik material antara lain :
temperatur cair, konduktivitas panas dan panas spesifik.
Struktur material sangat erat hubungannya dengan sifat mekanik. Sifat mekanik
dapat diatur dengan serangkaian proses perlakukan fisik. Dengan adanya
perlakuan fisik akan membawa penyempurnaan dan pengembangan material
bahkan penemuan material baru.
3. Sifat Teknologi
Selanjutnya sifat yang sangat berperan dalam pemilihan material adalah
sifat teknologi yaitu kemampuan material untuk dibentuk atau diproses. Produk
dengan kekuatan tinggi dapat dibuat dibuat dengan proses pembentukan, misalnya
dengan pengerolan atau penempaan. Produk dengan bentuk yang rumit dapat
dibuat dengan proses pengecoran. Sifat-sifat teknologi diantaranya sifat mampu
las, sifat mampu cor, sifat mampu mesin dan sifat mampu bentuk.
2.4 Paduan Aluminium
Berdasarkan metode peleburannya, paduan aluminium dikelompokkan
menjadi dua kelompok utama yaitu paduan tempa (wrought) dan paduan tuang
(casting). Jenis paduan aluminium saat ini sangat banyak dan tidak menutup
kemungkinan ditemukannya lagi jenis paduan aluminium baru, oleh karena itu
dibuatlah sistem penamaan sesuai dengan komposisi dan karakteristik paduan
aluminium tersebut untuk memudahkan pengklasifikasiannya. Salah satu
penamaan paduan aluminium adalah dengan standar AA, seperti pada Tabel 2.1.
Pada aluminium tempa, seri 1xxx digunakan untuk aluminium murni. Digit kedua
dari seri tersebut menunjukkan komposisi aluminium dengan limit pengotor
alamiahnya, sedangkan dua digit terakhir menunjukkan persentase minimum dari
aluminium tersebut. Digit pertama pada seri 2xxx sampai 7xxx menunjukkan
kelompok paduannya berdasarkan unsur yang memiliki persentase komposisi
terbesar dalam paduan.
Tabel 2.1 Pengkodean aluminium tempa
Sumber : Wahid Suherman, 1987
Digit kedua menunjukkan modifikasi dari unsur paduannya, jika digit kedua
bernilai 0 maka paduan tersebut murni terdiri dari aluminium dan unsur paduan.
Jika nilainya 1 – 9, maka paduan tersebut memiliki modifikasi dengan unsur
lainnya. Dua angka terakhir untuk seri 2xxx – 8xxx tidak memiliki arti khusus,
hanya untuk membedakan paduan aluminium tersebut dalam kelompoknya.
Paduan aluminium tuang penamaannya memakai sistem tiga digit diikuti dengan
satu bilangan desimal. Tabel 2.2 menunjukkan seri paduan aluminium tuang
berdasarkan unsur paduannya.
Tabel 2.2 Pengkodean aluminium tuang
No Seri Komposisi Paduan
1xx.x Aluminium murni
2xx.x Aluminium-tembaga
3xx.x Aluminium-silikon-magnesium
4xx.x Aluminium-silikon
5xx.x Aluminium-magnesium
6xx.x Tidak digunakan
7xx.x Aluminium-seng
8xx.x Aluminium-timah
9xx.x Belum digunakan
.Sumber : Wahid Suherman,1987
Dalam standar AA, angka pertama menunjukkan kelompok paduan, angka kedua
dan ketiga menunjukkan kemurnian minimum untuk aluminium tanpa paduan dan
sebagai nomor identifikasi untuk paduan tersebut, angka keempat menandakan
bentuk produk (.0 = spesifikasi coran, .1 = spesifikasi ingot, .2 = spesifikasi ingot
yang lebih spesifik)
Paduan Aluminium 5154
Kelebihan dari paduan aluminium AA5154 yaitu sangat liat, mampu
dibentuk dengan baik melalui ekstrusi dan tahan korosi. Selain itu, dapat pula
diperkuat dengan perlakuan panas. Paduan AA5154 banyak dipergunakan untuk
rangka-rangka konstruksi, permesinan, industri otomotif dan industri pesawat
terbang. Paduan dalam sistim ini mempunyai kekuatan yang baik tanpa
mengurangi hantaran listrik, maka digunakan sebagai bahan kabel rumah tangga.
Tabel 2.3 Komposisi kimia paduan aluminium 5154
Component Amount (wt.%)
Aluminium Balance
Magnesium 3.1-3.9
Silicon 0.2
Iron Max. 0.7
Copper 0.1
Zinc 0.2
Titanium 0.2
Manganese 0.1
Chromium 0.15-0.35
Others 0.05
Sumber : Wikipedia
Kadar magnesium 3,1 % sampai 3,9 % ditambahkan pada aluminium akan
meningkatkan kekuatan, selain itu penambahan unsur magnesium digunakan
untuk meningkatkan ketahanan korosi aluminium. Apabila dipadukan dengan
silikon maka daya tahannya akan meningkat, selain itu Mg juga akan
meningkatkan sifat mampu bentuk dan mampu mesin aluminium tanpa
menurunkan keuletannya.
Diagaram fasa paduan Al-Mg ditunjukkan pada Gambar 2.19
Gambar 2.19 Diagram fase paduan Al-Mg
Sumber : Mohammad Mezbahul,dkk. 2014